Professional Documents
Culture Documents
Hukum Internasional
A. Secara Umum
“Sekumpulan HK yg trdr atas asas – asas dan peraturan – peraturan tingkah laku yg mengikat
negara – negara.”
4. Wirjono Prodjodikoro
Hukum yg mengatur perhubungan HK antar bangsa dan berbagai negara.
II. Asal Mula HK. Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman
Romawi Kuno tahun 89 SM . Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat
Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi
orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal
juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai
Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)
o Aliran Naturalis
o Aliran positvisme
o Negara
o Tahta Suci ( Vatikan )
o Palang Merah Internasional
o Organisasi Internasional
o Orang perseorangan
o Pemberontak dan pihak dalam sengketa
Prinsip mendasar dari statut Roma adalah MPI merupakan pelengkapan bagi yurisdiksi pidana
nasional, artinya makamah mendahulukan sistim nasional,jika sistim nasional yang ada benar-
benar tidak mampu dan tidak bersedia untuk melakukan penyelidikan atau menuntut tindak
kejahatan yang terjadi maka akan diambilalih di bawah yurusdiksi makamah.
III. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (The International kriminal Tribunals and
Special Courts)
o Kejahatan genosida (the crime of genocide) adalah tindakan jahat yang berupaya
untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa,etnik,ras, atau
kelompok keagamaan tertentu.
o Kejahatan terhadap kemanusian (crimes against humanity), yaitu tindakan
penyerangan yang luas atau sistimatis terhadap populasi penduduk sipil tertentu.
o Kejahatan perang, mis menyerang objek sipil,membombardir secara membabi
buta siatu desa,/ penghuni bangunan tertentu.
o Kejahatan Agresi yaitu tindakan kejahatan yang berkaiatan dengan ancaman
terhadap perdamaian..
III.Yurisdiksi Spesial Pidana Internasional adalah menyangkut tindakan kejahatan perang dan
genosida tanpa melihat apakah negara dari sipelaku tersebut sudah meratifikasi statut MPI/ICC
atau belum.
8.Mendeskripsikan kendala yang dihadapi Mahkamah Internasional sebagai lembaga peradilan
internasional
Kendala yang dihadapi lembaga peradilan internasional.
o Di mahkamah internasional
- Kesulitan Dalam mencari bukti serta dokomen yang mendukung (yang mengangkut suatu
kedualatan)
- MI lamban melaksanalan tugasnya membutuhkan waktu 3 – 8 tahun untuk memutuskan
sengketa karena keadaan negara yang bersengketa sering meminta pengunduran waktu secara
berlebihan karena biaya persidangan mahal.
2. Kd.5.2 Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh
Mahkamah Internasional
Indikator
1. Mengidentifikasi penyebab timbulnya sengketa internasional
Pengertian
Sengketa internasional adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara
dengan individu atau negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek hukum
internasional
o Cara Damai yaitu pihak yang bersengketa menyepakati untuk menemukan solusi
yang bersahabat.
o Cara Paksa atau kekerasan.al : Perang, tindakan pembalasan, blokade,
intervensi ,Retorsi ( renggang hub diplomatik )
o Perundingan
o Mediasi
o Konsiliasi
o Penyelidikan
o Arbirtasi
o Penyelesaian yudisial / pengadilan internasional
o Penyelesaian dibawah organisasi PBB/ tanggung jawab mejelis umum
o Bersifat permanen, diatur dengan statut dan ketentuan serta serangkaian prosedur
yang mengikat semua pihak.
o Memiliki panitera ( register) tetap funngsinya mencatat/memenirma dokumen
o Proses peradilan dilakukan secara terbuka, sementera pembelaan dan catatan
dengar pendapat serta keputusan – keputusannya dipublikasikan.
o Wewenang mahkamah internasional bersifat fakultatif yaitu kewenanganya baru
berlaku apabila semua pihak yang bersengketa setuju membawa perkara ke
mahkamah internasional.
o Mahkamah internasional juga berfungsi konsultatif, yaitu memberika pendapat
yang tidak mengikat/ tidak mempunyai kekuatan hukum.
• pers (Belanda)
• press (Inggris)
• presse (Prancis)
• presare - premere (Latin)
Secara terminologis :
Pers ialah media massa cetak, gedrukten / drukpers / pers (Belanda), printed media / printing
press/ press (Inggris)
Pengertian umum / luas pers adalah segala usaha dari alat alat komunikasi massa untuk
memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan hiburan, berita dll, dalam wujud surat kabar,
majalah atau media cetak lain dan radio, tv dan film ( media cetak dan media elektronika)
Pers ini (media cetak dan media elektronika) memiliki karakteristik sebagai berikut :
• Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai
lembaga ekonomi.
Perkembangan pers di Indonesia
• Perkembangan pers di Indonesia.
Perkembangan pers di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia.
Dalam sejarahnya pers Indonesia digolongkan dalam tiga kategori :
• Pers Kolonial
Pers kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang orang Belanda (masa penjajahan), berupa
surat kabar dan majalah berbahasa belanda dan Indonesia. Tujuannya membela kepentingan
kaum kolonial.
• Pers Cina
Adalah koran, majalah berbahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan golongan
penduduk Cina.
• Pers Nasional
Adalah yang diusahakan orang orang Indonesia (orang orang pergerakan). Tujuannya
memperjuangkan hak hak bangsa Indonesia di masa Penjajahan. Pers nasional inilah yang jadi
pers Indonesia.
Perkembangan pers nasional dimulai sejak masa pergerakan, masa penjajahan Jepang, masa
revolusi fisik, masa demokrasi terpimpin, masa orde baru dan masa reformasi.
Masa ini berada di bawah penjajahn Belanda – masuknya Jepang. Pers saat itu berfungsi
sebagai terompet dari organisasi pergerakan Indonesia. Surat kabar nasional menjadi semacam
parlemen orang Indonesia yang terjajah. Pers menyuarakan penderitaan bangsa Indonesia dan
jadi pendorong dalam perjuangan memperbaiki nasib bangsa.
Pemerintah Hindia Belanda menyadari bahwa pers memiliki pengaruh besar untuk
membentuk opini publik. Oleh sebab itu pemerintah Hindia Belanda memandang perlu
membuat aturan untuk membendung pengaruh pers tersebut. Pers pada masa ini mendapat
tekanan dari pemerintah Hindia Belanda karena sifatnya yang anti penjajahan. Pemerintah
Hindia Belanda menekan pers dengan cara menutup usaha penerbitan pers.
Aturan aturan yang mengekang diberlakukan dengan ketat sehingga para tokoh pers Indonesia
banyak yang dihukum penjara atau dihukum pembuangan
Contoh harian yang terbit pada waktu itu :
• Harian Fajar Asia terbit di Jakarta dipimpin oleh Haji Agus Salim.
• Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin oleh Sudaryo Cokrosisworo.
• Harian Utuisan Hindia terbit di Surabaya dipimpin oleh H.O.S.Cokroaminoto.
• Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung didirikan oleh Ir.Sukarno.
• Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin oleh M.Hatta dan Sutan Syahrir.
Pada masa ini berdiri kantor berita Antara 13 Desember 1937. Kata Antara diambil dari majalah
Perantaraan yang terbit di Bogor dan diusahakan oleh Sumanang. Tokoh tokoh yang
mendirikan antara adalah Albert Manumpak Sipahutar, Sumanang dan Adam Malik.
Pada masa ini pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers nasional dipaksa bergabung
untuk tujuan mendukung kepentingan Jepang yaitu menyuarakan harapan harapan palsu akan
lahirnya kemerdekaan. Pers semata mata jadi alat pemerintah Jepang. Pers juga mengalami
pengekangan seperti zaman Belanda.
Tetapi ada beberapa keuntungan yang didapat oleh insan pers nasional yang bekerja pada
penerbitan Jepang, antara lain :
• Penambahan fasilitas dan pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia.
• Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
• Pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yang disajikan sumber
sumber resmi Jepang.
• Memudahkan para pemimpin bangsa membangkitkan semangat untuk melawan
penjajah.
Masa ini adalah saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaannya. Saat itu
pers terbagi jadi dua golongan :
• Pers Nica
Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda. Pers Nica ini berusaha
mempengaruhi agar rakyat Indonesia menerima kembali Belanda untuk berkuasa. Pers Nica
antara lain :
Pers ini diterbitkan oleh orang Indonesia, yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan
dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Hubungan pers dengan pemerintah terjalin dengan
baik, karena mereka bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia.
Sebagian dari mereka berperang dimedan laga, sebagian lagi menyuarakan gagasan gagasan
Republik Indonesia merdeka melalui media massa.
Pemerintah Indonesia mulai membantu perkembangan pers dengan mengimpor kertas koran
serta memberi pinjaman pada perusahaan penerbitan pers. Sementara pers aktif menyuarakan
langkah langkah pemerintah untuk membentuk lembaga maupun peraturan baru sebagai
kelengkapan suatu pemerintahan.
Namun saat pers mulai mengkritik tokoh tokoh politik termasuk presiden, pemerintah belum
dapat menerimanya. Maka pemerintah mulai mengeluarkan aturan yang membatasi
kemerdekaan pers tahun 1948.
Pada masa inilah lahir PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan SPS (Serikat Pengusaha Surat
kabar).
Contohnya harian yang terbit adalah :
Sesuai dengan alam liberal, pada masa ini pers menikmati adanya kebebasan. Pers nasional
umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi pers masa ini adalah sebagai
perjuangan kelompok partai atau aliran politik. Tetapi pers tidak berkembang seperti negara
negara liberal, karena bangsa Indonesia yang belum lama lepas dari penjajahan, tidak memiliki
golongan menengah yang banyak.
Walaupun pada awalnya ada kebebasan terhadap pers, tetap saja ada pembatasan terhadap pers.
Awal pembatasan itu karena ada efek samping pers Belanda dan Cina yang terbit di Indonesia.
Pemerintah mencari cara membatasi kehadiran pers asing tersebut. Kenyataannya pembatasan
itu berimbas juga pada pers Indonesia.
Disamping itu ada juga kebijakan pemerintah yang positif, yaitu dengan membentuk Dewan
Pers pada 17 Maret 1950, yang berdiri dari orang orang persurat kabaran, cendekiawan dan
pejabat pemerintah.
Dimasa ini pers dikenal dengan nama Pers Pancasila. Pers Pancasila adalah pers Indonesia
dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada inilai nilai Pancasila
dan UUD 1945. Hakekatnya adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan
kontrol sosial yang konstruktif. Pers adalah salah satu unsur penggerak pembangunan. Pers
dianggap sebagai mitra pemerintah orde baru dalam menggalakkan pembangunan. Pers jadi
media vital dalam mengkomunikasikan pembangunan.
Di awal masa ini, hubungan antara pers dan pemerintah cukup baik. Apalagi masyarakat punya
harapan yang besar pada pemerintahan yang baru tersebut, apalagi dengan adanya Undang
Undang Pokok Pers (UUPP) nomor 11 tahun 1966 yang menjamin tidak ada sensor dan
pembredelan serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan
pers (bahkan tidak diperlukan surat izin terbit).
Tetapi setelah pers mulai mengkritik praktek pemerintahan yang cendrung korup dan kebijakan
pembangunan yang mulai bergantung pada negara asing, hubungan itu mulai berubah. Jika ada
pers yang mengkritik pembangunan dan tidak sejalan dengan pemerintah, maka akan mendapat
tekanan. Pemerintah melalui Departemen Penerangan dan instansi yang lain sering menekan
pihak pers. Tekanan terhadap pers adalah dengan dibreidel atau dicabut SIUPP nya (Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers).
Tetapi era keterbukaan sulit dibendung. Lalu lintas informasi dan berkembangnya komunikasi
membuat semakin berkembangnya dunia pers. Pemerintah sulit membendung hal ini.
Masyarakat makin sadar akan pentingnya pengakuan hak hak asasi. Tuntutan akan
demokrasipun menyebar luar. Tuntutan tersebut menunjukkan hasil ketika pemerintahan orde
baru berakhir 21 mei 1998.
Dimasa ini pers mulai bernafas lega, hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan dan
demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah mempermudah izin penerbitan
pers. Akibatnya pada awal reformasi banyak sekali usaha penerbitan pers yang muncul (koran,
majalah, tabloid), pers ibarat jamur di musim hujan. Pada masa ini keluar UU pers yaitu UU
No.40 tahun 1999, dan UU no.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jika di masa lalu pers bertanggung jawab pada pemerintah, di masa ini pers pertanggung
jawaban pers adalah pada profesi dan hati nurani sebagai insan pers.
Kemudian untuk organisasi percetakan pers, juga muncul organisasi yang lain selain Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), misalnya Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Persatuan Jurnalis
Televisi (PJTV)
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
Para insan jurnalistik dan insan pers juga membuat kode etik sendiri yang dikenal dengan Kode
etik Jurnalistik.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi
yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai
pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik
Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata- mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya
sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang
tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis
atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan
gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi
keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan
atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama,
jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit,
cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,
kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati- hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang
terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jadi masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi yang tepat, akurat dan sesuai dengan
fakta.
Jika masyarakat keberatan atas berita yang disiarkan, maka cara yang dapat ditempuh adalah
sebagai berikut :
• Hak jawab
Hak jawab adalah hak setiap orang / masyarakat untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap berita yang merugikan nama baiknya, dan pers wajib melayani hak jawab ini. Hak
jawab dimuat dihalaman yang sama atau ditempatkan pada letak yang menarik perhatian
dengan mengutamakan kecermatan dan dilakukan dengan segera, jika perlu dilakukan berulang
ulang.
• Hak koreksi
Hak koreksi adalah hak setiap orang / masyarakat untuk mengoreksi atau membetulkan
kekeliruan informasi yang telah diberitakan pers, baik tentang dirinya atau orang lain. Pers juga
wajib melayani hak ini.
• Somasi
Jika seseorang atau masyarakat merasa tidak puas dengan hak jawab dan koraksi, maka yang
bersangkutan dapat melayangkan surat somasi atau peringatan kepada pihak yang menyiarkan
berita tidak benar. Seseorang dapat menempuh jalur hukum apabila persoalan tidak dapat
diselesaikan dengan musyawarah antara kedua belah pihak.
Selain tiga cara yang diatas, masyarakat bahkan memakai jalan pintas yaitu dengan
melakukan unjuk rasa.
Dengan adanya jaminan kebebasan berbicara dan informasi, maka warga negara mendapat
perlindungan hukum serta bebas dari ancaman dan ketakutan dari pihak lain untuk berbicara
dan mendapat informasi. Pemerintah bertanggung jawab untuk menegakkan jaminan tersebut.
Untuk menyalurkan kebebasan berbicara tersebut warga negara dapat menggunakan pers atau
media massa. Karena itu pers Indonesia juga memiliki kebebasan untuk melakukan peranannya
(kebebasan pers).
Pada umumnya ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia dtang dari tiga pihak yaitu :
• Penguasa
• Pemodal
• Masyarakat
Ancaman yang pertama dan kedua terjadi pada zaman orde baru dan juga zaman sebelumnya,
sedangkan ancaman yang ketiga terjadi pada zaman reformasi sekarang ini.
Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik lisan maupun tulisan melalui
media pers. Untuk itu dituntut tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan keamanan
dalam masyarakat.
Oleh karena sensor pemerintah tidak ada, maka pers Indonesia harus meningkatkan
kesadarannya berdasarkan nilai nilai agama dan aturan moral dalam tatanan sosial