You are on page 1of 6

Tarian Nusantara, Kekayaan Budaya Tiada Duanya

Oleh: AnneAhira.com Content Team

Setiap pagelaran budaya Indonesiadi luar negeri, termasuk tarian nusantara, membuat


decak kagum para pemirsanya. Mereka mengakui, pagelaran semacam itu tak pernah mereka
temui di negeri manapun. Negeri Indonesia memunyai beragam tarian. Masing-masing daerah,
mulai dari ujung barat sampai ujung timur, memiliki tarian. Di Jawa saja, ada berpuluh-puluh
macam tarian.
Masing-masing Tarian Nusantaramemiliki makna, ada yang merupakan ungkapan rasa
syukur karena panen berhasil, ekspresi suka cita karena menang dalam perang, sebagai wujud
kebersamaan, atau menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhannya.
Secara umum, tari sebagai bentuk kesenian merupakan ekspresi yang diungkapkan melalui gerak
tubuh yang berirama. Setiap gerakannya selaras dengan musik (gending) yang mengiringinya.
Dalam bahasa Jawa, tari juga disebut beksa yang merupakan gabungan dari
kataambeg  dan esa. Beksa memiliki pengertian bahwa setiap orang yang menari harus
menyatukan jiwanya dalam suatu gerak menuju satu tujuan.

Sejarah Perkembangan Tarian Nusantara


Sebagai bentuk ekspresi, tari sebenarnya sudah ada sejak lama, menyatu dalam keseharian hidup
masyarakat nusantara. Menurut catatan sejarah, tarian nusantara sudah ada sejak abad ke-6
Masehi, ketika kehidupan masyarakat nusantara masih primitif. Tarian nusantara kemudian
berkembang karena masuknya agama Hindu, Buddha, dan Islam.
Di Jawa, perkembangan tari berpusat di keraton. Tari-tari Jawa klasik tercipta untuk
keperluan upacara atau ritual tertentu. Tari Bedhoyo Ketawang misalnya, hanya digelar saat
pelantikan raja ataujumenengan. Bedhoyo Ketawang diciptakan saat kerajaan Mataram dipimpin
oleh Sultan Agung. Konon tari Bedhoyo Ketawang merupakan kreasi Sultan Agung bersama
Kanjeng Ratu Kencanasari, penguasa Laut Selatan yang lebih dikenal dengan sebutan Ratu
Kidul.
Bedhoyo Ketawang masih digelar sampai sekarang, namun memunyai makna yang
berbeda. Meski bentuk dan tata cara pelaksanaannya sama, tetapi tidak lagi merupakan ritual
agung yang sakral seperti zaman dahulu. Tari Bedhoyo ketawang digelar sebagai upaya untuk
melestarikan budaya nusantara.
Tarian nusantara juga ada yang tercipta karena motif politik. Salah satunya adalah tari
Srimpi Sangopati karya Pakubuwono IX. Semasa memerintah, Pakubuwono IX terkenal keras
terhadap kekuasaan Belanda. Dalam segala hal, tidak sedikit pun ia mau berkompromi dengan
Belanda. Karena itu, menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia,
Pakubowono menciptakan Srimpi Sangopati sebagai ejekan. Sangopati berarti bekal kematian,
memunyai makna sajian untuk mengiringi kematian Belanda.

Tarian Nusantara Modern


Tarian nusantara terus mengalami perkembangan. Pagelaran dan kreasi tari yang dahulu
hanya didominasi oleh para raja dan bangsawan, kini sudah banyak dimiliki oleh masyarakat di
luar keraton. Terciptalah tari-tari kreasi baru antara lain tari Bondhan, Kelana Topeng,
Gambiranom, atau tari Gagrag Anyar.
Lebih jauh lagi, muncul juga penggabungan antara tari jawa klasik dan unsur-
unsur dance. Lahirlah salah satu bentuk seni tari yang bernuansa kontemporer. Dalam kreasi tari
kontemporer, konsep tradisionaldisandingkan dengan gaya modern, disinilah letak keunikannya.
Meski banyak karya gerak kontemporer di dunia, namun tari kontemporer yang diserap dari tari
tradisional Indonesia sangat berbeda. Khasanah tarian nusantara semakin kaya dengan kreasi
kontemporer ini.
Tari Pendet 
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura,


tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas
turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para
seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap
mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I
Wayan Rindi (? - 1967).

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara.


Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet
dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.

Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar.
Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung
jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang
dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di
halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian
upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan
perlengkapan sesajen lainnya.
Tari Kecak 
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack,


dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan
dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih)
penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan
mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat
barisankera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari
ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1],
melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan
harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur
melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan
tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh
Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter


Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah
Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan
penari Bali-nya.
Tari Saman 
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan


peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa
Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh
didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dariGayo di Aceh
Tenggara.
Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini
mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan
kebersamaan.Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil
seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau
nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari


pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat
juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup).
Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari
dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.

You might also like