You are on page 1of 18

TRIASE MUSIBAH MASSAL

Syaiful Saanin. IGD / Tim Bencana /118 / BSB RS Dr. M. Djamil, Padang.

Setiap musibah massal selalu menampilkan bahaya dan kesulitan yang masing-masing.
Perencanaan ini adalah petunjuk umum dalam mengelola musibah massal. Harus
difahami bahwa mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap
diperlukan perubahan.

Musibah massal adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan Sistem Gawat darurat lokal, regional atau nasional yang tersedia dalam
memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan cedera atau
kematian. Musibah massal mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam.
Keberhasilan pengelolaan musibah massal memerlukan perencanaan sistem pelayanan
gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran, petugas hukum dan
pertahanan sipil. Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik juga harus
disertakan dalam mempersiapkan perencanaan musibah massal.

Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya
ditangan Satkorlak (dinas pemadam kebakaran bila dinegara lain umumnya), namun bisa
juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal atau penyanderaan. Kelompok lain
bisa membantu pemegang kendali. Jaringan komunikasi yang jelas antar instansi harus
sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaan musibah massal yang berhasil.

Tingkat respons atas musibah massal dapat ditentukan dan akan menentukan petugas dan
sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian. Tingkat tsb. :

Respons Tingkat I : Musibah massal terbatas yang dapat dikelola oleh petugas Sistim
Gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.

Respons Tingkat II : Musibah massal yang melebihi atau sangat membebani petugas
Sistim Gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis
serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.

Respons Tingkat III : Musibah massal yang melebihi kemampuan sumber Sistim Gawat
darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Banyak pasien yang tersebar pada
banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.

TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal.
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian
dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat
berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun
Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang
dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai :

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan
transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial
berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa
gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher,
serta luka bakar ringan).

Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi
segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial
tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).

Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati ventilasi,
perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Sistim
METTAG atau pengkodean dengan warna tagging system yang sejenis bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE.


1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

2. Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya,


keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.

3. Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan


akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.

4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :

a. Petugas Komando Musibah.

b. Petugas Komunikasi.
c. Petugas Ekstrikasi/Bahaya.

d. Petugas Triase Primer.

e. Petugas Triase Sekunder.

f. Petugas Perawatan.

g. Petugas Angkut atau Transportasi.

5. Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :

a. Sektor Komando/Komunikasi Musibah.

b. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).

c. Sektor Musibah.

d. Sektor Ekstrikasi/Bahaya.

e. Sektor Triase.

f. Sektor Tindakan Primer.

g. Sektor Tindakan Sekunder.

h. Sektor Transportasi.

6. Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :

a. Kritik Pasca Musibah.

b. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

RINGKASAN PROSEDUR MUSIBAH MASSAL DASAR, INTERMEDIET DAN


PARAMEDIK.

Semua petugas gawat darurat bisa terlibat dalam pengelolaan musibah massal. Semua
petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana pada semua keadaan musibah
massal. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran
khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan.

Karena banyak keadaan musibah massal yang kompleks, dianjurkan bahwa semua
petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan
musibah massal.
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triagemsl.html

TRIASE: A Life-Saving System

Compiled by Lukman Hakim Bauty; Student of Hasanuddin School of Medicine;

A Member of Tim Bantuan Medis Calcaneus FK Unhas

Kejadian, situasi atau musibah yang menyebabkan jatuhnya korban dalam jumlah banyak
(multiple casualty incidents) memerlukan suatu metode penanganan yang cepat, tepat dan
akurat untuk meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan timbulnya kecacatan. Untuk itu
dibutuhkan kerjasama yang baik antara first responder sebagai penolong pertama di
tempat kejadian dan pihak rumah sakit sebagai tempat perawatan definitif korban, selain
itu juga perlu adanya kesamaan metode penanganan antara kedua pihak agar tindakan
yang telah dilakukan first responder misalnya, tidak menjadi sia-sia karean pihak rumah
sakit memakai metode yang berbeda. Selain itu, pihak rumah sakit sebagai pihak yang
menerima korban akan dapat memberikan perawatan yang lebih baik dan lebih akurat.

Suatu metode yang banyak digunakan dalam suatu multiple casualty incident disebut
Triase, yang berasal dari bahasa Perancis, trier, yang berarti memilah. Konsep ini
diperkenalkan di Perancis pada awal 1800-an yang ditujukan untuk memprioritaskan
pasien dan memberikan perawatan segera kepada korban yang terluka parah. Adalah
Baron Dominique Jean Larrey, seorang ahli bedah pada pasukan Napoleon, yang
merancang suatu metode evaluasi dan kategorisasi yang cepat pada pasukan yang terluka
di medan pertempuran dan kemudian mengevakuasi mereka secepatnya. Jadi, Triase
merupakan suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan cedera
yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat dan dievakuasi
ke fasilitas kesehatan.

Tujuan dari Triase adalah:

1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera (perawatan di


lapangan)

2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan (life-


saving surgery)

Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap tiga hal, yaitu:

1. Pernapasan (respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion); dan

3. Status mental (mental state)

START (Simple Triage And Rapid Assessment) merupakan sistem triase sederhana yang
dapat dilakukan oleh orang yang dilatih walaupun tidak mendalam (lightly trained) dan
petugas paramedik yang dapat secara cepat dan akurat memilah korban dan membaginya
ke kelompok-kelompok perawatan.

START membagi korban menjadi empat kelompok. Ada yang memulai membagi dari
korban yang memiliki cedera paling ringan, tapi ada juga yang membagi dari korban
yang telah meninggal. Sistem ini sangat sederhana untuk dipelajari dan sangat berguna
pada keadaan dimana sumber daya medis yang ada kurang sampai datangnya bantuan
tambahan. Triase akan lebih baik jika penolong memiliki triage tag, jika tidak ada dapat
digunakan marker, spidol atau lipstick yang ditulis di dahi korban berupa ‘D’ untuk
deceased, ‘I’ untuk immediate, ‘DEL’ untuk delayed atau ‘M’ untuk minor.

Triase 1

Dengan jelas dan keras, perintahkan para korban yang terlihat sadar untuk bangun dan
berjalan ke tempat yang lebih aman dimana tim medis berada dan dimana mereka akan
mendapat pertolongan lebih lanjut. Seseorang yang dapat berjalan, dianggap tidak
memerlukan pertolongan segera walaupun mengalami cedera, walaupun begitu
kategori/kriteria mereka dapat berubah. Orang-orang ini biasa disebut ‘walking
wounded’, merekalah yang dapat diberdayakan untuk membantu tim medis dalam
mengevakuasi ataupun merawat korban yang lebih berat. Orang-orang ini biasa diberi
green tag atau diberi tanda ‘M’. Korban yang termasuk dalam kategori ini adalah korban
dengan luka ringan, fraktur ringan atau luka bakar minor.

Triase 2

Pada korban yang tersisa, periksa keadaan, secara berturut-turut, respirasi, perfusi dan
status mental.

Respiratory Assessment

Jika terdapat seorang korban yang tidak bernapas, perbaiki posisi kepala dan bebaskan
jalan napas. Jika pernapasan spontan tidak juga muncul beri korban tanda black tag atau
tanda ‘D’. Jangan coba untuk melakukan RKP, karena banyak pasien yang mungkin
meninggal sementara kita menolong korban ini.

Perfusion Assessment

Jika korban bernapas, periksa frekuensinya, apabila lebih dari 30 kali/menit, dengan
ujung kaki dan tangan dingin, basah dan pucat, kemungkinan kotban akan mengalami
syok. Beri tanda red tag atau tanda ‘I’, kemudian baringkan korban, tinggikan tungkai
bawah (posisi syok) dan selimuti dengan jaket, selimut atau pakaian yang kering.

Jika korban yang didapatkan bernapas dengan frekuensi kurang dari 30 kali/menit,
periksa perfusinya (sirkulasi darah) dengan menekan dan lalu melepas ujung kuku, jika
ujung kuku kembali merah muda dalam waktu lebih dari dua detik, beri korban red tag
atau tanda ‘I’. Kontrol perdarahan yang signifikan dengan melakukan direct pressure
dapat dilakukan pada tahap ini.

Mental State Assessment

Jika korban bernapas kurang dari 30 kali/menit, dengan capillary refill kurang dari dua
detik, kemudian periksa status mentalnya. Tanyakan nama dan apa yang telah terjadi.
Jika korban tidak dapat menjawab, atau menjawab dengan tidak jelas (meracau),
tanyakan lagi, katakan bahwa Anda bertanya untuk memastikan apakah status mental
korban baik. Jika korban bingung, itu mungkin pertanda dari kerusakan/cedera pada otak,
beri red tag atau tanda ‘I’. Korban yang termasuk dalam kategori ini yaitu korban trauma
capitis dengan pupil anisokor, gangguan pernapasan, atau korban dengan perdarahan
eksternal massif. Jika korban dapat menjawab dengan baik dan memiliki orientasi yang
baik beri tanda ‘DEL’ atau beri yellow tag yang menandakan bahwa korban cukup stabil
dan dapat mentoleransi penundaan ke rumah sakit. Korban yang termasuk dalam kategori
ini yaitu korban dengan resiko syok, korban dengan fraktur multipel, korban dengan
fraktur femur/pelvis, korban dengan luka bakar luas, korban dengan gangguan kesadaran
serta korban dengan status tidak jelas.

Triase 3

Lakukan evaluasi pada korban dengan red tag untuk memberikan pertolongan pertama.
Beri pertolongan pertama pada korban, jika jumlah paramedis tidak memadai, latih
dengan cepat korban dengan minor injuries ataupun orang di sekitar tempat kejadian
untuk melakukan tindakan resusitasi/pertolongan pertama pada korban.
Triase 4

Lakukan evaluasi pada korban dengan yellow tag untuk memberikan pertolongan. Beri
pertolongan kepada korban dengan memberdayakan korban dengan minor injuries, orang
di sekitar tempat kejadian ataupun korban sendiri untuk melakukan tindakan pengobatan
dengan mengajarkan kepada mereka apa yang harus dilakukan.

Triase 5

Tempatkan beberapa orang paramedis, jika paramedis kurang, latih beberapa korban
minor injuries untuk mengawasi korban ringan lain dari tanda-tanda syok. Jika waktu
memungkinkan, periksa semua korban untuk tanda-tanda syok. Periksa akan adanya
pernapasan yang cepat, wajah pucat dengan ujung kaki dan tangan dingin yang
merupakan tanda awal syok. Usahakan agar semua korban berada dalam keadaan hangat
dan kering untuk menghindari kemungkinan terjadinya syok karena hipotermia.

Evacuation Triage

Selain on-site triage, terdapat pula evacuation triage yang dilakukan dalam
memprioritaskan korban yang akan dievakuasi ke rumah sakit.

• Korban ‘D’ ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi seperlunya.


• Korban ‘I’ merupakan prioritas utama dalam ecakuasi karena korban ini
memerlukan perawatan medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu
jam (golden hour).
• Korban ‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’ selesai
ditranspor.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai
dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa
jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan
korban memburuk.

Reverse Triage

Sebagai tambahan pada standar triase yang dijalankan, terdapat beberapa kondisi dimana
korban dengan cedera ringan didahulukan daripada korban dengan cedera berat. Situasi
yang memungkinkan dilakukan reverse triage yaitu pada keadaan perang dimana
dibutuhkan prajurit yang terluka untuk kembali ke medan pertempuran secepat mungkin.
Selain itu, hal ini juga mungkin dilakukan bila terdapat seumlah besar paramedis dan
dokter yang mengalami cedera, dimana akan merupakan suatu keuntungan jika mereka
lebih dulu diselamatkan karena nantinya dapat memberikan perawatan medis kepada
korban yang lain.

Jika kita ditanya, apa yang akan kita lakukan jika kita berada di daerah bencana yang
terdapat banyak korban? Sudah tentu jawabannya adalah segera memberikan
pertolongan. Masalahnya terdapat begitu banyak korban dengan berbagai macam kondisi,
mana yang perlu ditolong lebih dahulu?

Saat menemui banyak korban dengan jumlah penolong dan fasilitas yang terbatas,
tindakan pertama yang perlu dilakukan agar usaha pertolongan berjalan efektif dan
maksimal adalah memilah dan mengelompokkan korban berdasarkan beratnya cedera dan
kemungkinannya untuk tertolong.

Sebenarnya, sistem pemilahan korban di lapangan telah dilakukan sejak tahun 1800an.
Baron Dominique Jean Larrey ahli bedah Perancis yang menjadi bagian pasukan
Napoleon (Bauty,2007) membuat sistem penilaian dan pengelompokan secara cepat
korban yang terluka di medan pertempuran, baru kemudian mengevakuasi mereka.

Sistem penilaian dan pengelompokan tersebut dinamakan trier (Perancis, memilah). Dari
sinilah istilah triage (Inggris), dan triase (Indonesia) diturunkan.

Saat ini triase sudah mengalami banyak perkembangan. Berbagai jenis sistim triase
dibuat. Di Inggris dikenal Smart Incident Command System sedangkan di Amerika
Serikat dikenal START (Simple Triage and Rapid Treatment) (Wikipedia,2007).

Sistem START dikembangkan pada tahun 1983 oleh Hoag Hospital dan the Newport
Beach Fire Department, California. Sistem ini sangat sederhana, sehingga seseorang
dapat melakukannya dengan sedikit latihan. Selain itu, dengan sistem START, penilaian
terhadap setiap korban dapat dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari satu menit)
(CITMT,2001)

Dalam sistem START, korban dibagi menjadi empat kelompok, yaitu Deceased,
Immediate, Delayed, dan Minor.

Deceased (Hitam), korban ditinggalkan dilokasi mereka berada, ditutupi jika


memungkinkan.

Immediate (Merah), merupakan prioritas pertama untuk dievakuasi karena


membutuhkan pertolongan segera dalam satu jam pertama. Korban dalam kelompok ini
berada dalam kondisi kritis dan akan meninggal jika tidak segera ditolong.

Delayed (Kuning), merupakan prioritas kedua. Evakuasi untuk korban kelompok ini
dapat ditunda hingga seluruh korban kelompok Immediate telah dievakuasi.

Minor (Hijau), merupakan prioritas ketiga. Kelompok ini dievakuasi setelah seluruh
korban Immediate dan Delayed selesai dievakuasi. Perawatan medis bagi korban Minor
memungkinkan ditunda hingga beberapa jam. Korban biasanya dapat berjalan sendiri dan
hanya memerlukan perawatan berupa pemasangan perban atau pemberian antiseptik.

Perlu diingat, status triase korban dapat berubah setelah beberapa saat. Oleh karena itu
sebaiknya dilakukan triase ulang (re-triase).

Flowchart penilaian korban dalam sistem START dapat dilihat di sini.

Demikian, semoga bermanfaat.

Referensi :

1. Bauty LH (2007) : TRIASE: A Life-Saving System. Dikutip 20 Nop 2007.


2. Wikipedia (2007) : Triage. Dikutip 20 Nop 2007.
3. CITMT (2001) : START. Dikutip 20 Nop 2007.

http://www.wartamedika.com/2007/11/triase-memilah-korban-bencana.html

PENDAHULUAN
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang
menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap
Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi
dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma,
immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat
kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak
adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak
memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini
mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau
kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien,
mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai,
serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas
sesuai.

TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas
atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang
merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses
triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan
tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah.
Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia,
dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan
peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat,
tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu
kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding
amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga
dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan
menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini
berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis
distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi
saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.

Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.

Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.


Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta
tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera
torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,
luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok,
cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi
segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang
berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial
tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas
Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi
fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.
Triase Sistim METTAG.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi
ditempat.

Triase Sistem Penuntun Lapangan START.


Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental
(RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan
kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau
tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong
secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera
atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.

Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.


Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area
Tindakan Utama sesuai keadaan.

Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First
Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai,
Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak
mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca
triase setelah triase selesai).
1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan
dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai
(Rapid Health Assessment / RHA).
3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana
serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh
beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
- Petugas Komando Bencana.
- Petugas Komunikasi.
- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
- Petugas Triase Primer.
- Petugas Triase Sekunder.
- Petugas Perawatan.
- Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :
- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.
- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
- Sektor Bencana.
- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.
- Sektor Triase.
- Sektor Tindakan Primer.
- Sektor Tindakan Sekunder.
- Sektor Transportasi.
6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :
7. Kritik Pasca Musibah.
8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok
merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan
persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.

http://onesoliha.wordpress.com/2009/02/16/triage-disaster-management/

TRIASE

TRIASE

DASAR
Pelayanan lebih baik bila tim medis bekerja bersama dalam struktur organisasi.
Semua protokol harus berfungsi dan dalam tingkat pengertian yang sama dari setiap
petugas.
TRIASE
Trier (fr) : menyortir atau memilih.
Dirancang untuk menempatkan pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi
pelayanan yang tepat.
SISTEM TRIASE
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk sebanyak
mungkin pasien
OBJEKTIF PRIMER DI IRD
1. Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera
2. Menentukan area yang layak untuk tindakan
3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak
perlu
4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu
5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga
6. Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.
ATURAN PRIMER PETUGAS
1. Skrining pasien secara cepat.
2. Penilaian terfokus.
SASARAN PRIMER DAN SEKUNDER TRIASE
1. Primer : Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.
2. Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.
PRINSIP UMUM TRIASE
1. Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2. Pertahankan rasa percaya diri pasien.
3. Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat
mewawancara pasien.
4. Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu & area
tindakan. Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu:
penyuluhan.
5. Pahami sistem IRD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer
aturan triase. Gunakan sumber daya untuk mempertahankan
standar pelayanan memadai.
PAHAMI JUGA :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. WASPADA atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial
terancam hidup atau anggota badannya harus didahulukan dalam
penilaian hingga dapat segera ditindak.
TRIASE GAWAT DARURAT MASSAL
TERMINOLOGI
1. Gadar massal.
Keadaan musibah dengan korban lebih dari 30 orang.
2. Petunjuk gadar massal.
Prosedur yang disusun untuk mengkoordinasikan pelayanan secara
spontan untuk unit-unit kerja dan instansi / SMF terkait apabila timbul
suatu situasi gadar massal.
3. Care area.
Daerah yang dipergunakan untuk memberikan pertolongan pertama
kepada korban musibah massal.
4. Collection area.
Daerah yang dipergunakan untuk mengumpulkan pertama-kali korban
gadar.
5. Crisis center / Emergency operation center.
Tempat berkumpulnya seluruh pimpinan partisipan atau instansi/SMF
yang terlibat dalam penanggulangan gadar massal, dan dari tempat tsb.
dikeluarkan seluruh informasi serta keputusan penting selama kegiatan
berlangsung.
6. Drill.
Latihan yang mempraktekkan perencanaan penanggulangan gadar
massal, untuk menyempurnakan serta efektifitas perencanaan
penanggulangan gadar massal.
7. Emergency Operation Committee.
Komite yang dibentuk dalam rangka mendukung, mengkoordinasi, dan
memantau kegiatan operasional dalam penanggulangan gadar massal.
8. Full Scale Emergency Exercise.
Latihan penanggulangan gadar massal dengan mengerahkan dan
memanfaatkan seluruh peralatan dan personal sebagaimana
dipergunakan untuk penanggulangan gadar massal sesungguhnya.
9. Greeter & Meeters Room.
Tempat yang diperuntukkan bagi berkumpunya para keluarga korban
gadar massal.
10. Grid Map.
Peta lingkungan yang dilengkapi garis-garis petak yang mempunyai
ukuran sebenarnya 1 m persegi, diberi nomor dan huruf sehingga
memudahkan mencari suatu lokasi.
11. Heli Pad.
Tempat yang dipersiapkan untuk pendaratan helikopter.
12. Holding area.
Tempat sementara yang dipersiapkan bagi korban yang tidak luka.
13. On Scene Commander.
Pemimpin operasi penanggulangan gadar massal dilokasi musibah.
14. Procedure.
Tatacara yang harus diikuti dalam melaksanakan kegiatan.
15. Security Line.
Garis pemisah berupa pita berwarna kuning sebagai batas area
tertentu yang berada dalam pengawasan security.
16. Rendezvous Point.
Tempat yang sudah ditentukan dimana tenaga atau kendaraan bantuan
yang akan terlibat dalam penanggulangan keadaan gadar massal,
untuk pertama kali menerima pemberitahuan langsung bertemu satu
dengan lainnya, kemudian menuju kelokasi.
KLASIFIKASI PENANGGULANGAN GADAR MASSAL
A. PENANGGULANGAN GADAR MASSAL DIRUMAH-SAKIT :
Petugas melayani korban di IGD.
B. PENANGGULANGAN GADAR MASSAL DILOKASI MUSIBAH :
Petugas melayani korban dilokasi musibah.
FUNGSI DAN TANGGUNG-JAWAB
Penanggulangan gadar massal dilaksanakan secara terpadu oleh unsur terkait, meliputi :
A. KOMANDO PENGENDALI
1. Kepala IGD atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai komando untuk
penanggulangan gadar massal.
2. Pimpinan Pemda setempat atau Satkorlak PB ditunjuk sebagai
Komando penanggulangan gadar massal dilokasi musibah.
B. PENGELOMPOKAN TIM
1. Kelompok pengendali di Pusat Pengendali Krisis terdiri dari Ketua
dan Anggota.
2. Kelompok pendukung yang terdiri dari :
a. Komunikasi (Orari, Rapi).
b. Transportasi dan logistik (118).
c. Fasilitas yang diperlukan (Dinkes).
3. Kelompok Pelaksana terdiri dari :
a. Operasi pertolongan.
b. Pelayanan kesehatan.
c. Pengamanan dan ketertiban.
TUGAS DAN TANGGUNG-JAWAB
1. Kelompok Pengendali
a. Ketua :
1. Bertindak sebagai komando dan pengendali sesuai dengan
kewenangannya.
2. Mengkoordinir kegiatan dipusat pengendali krisis.
3. Menentukan pemberlakuan dan pencabutan keadaan darurat.
4. Memberi keterangan pers.
5. Melaporkan keadaan darurat dan hasil kegiatan yang telah
dilakukan kepada pimpinan.
b. Anggota :
1. Melaksanakan kegiatan sesuai bidang tugasnya.
2. Menginformasikan kepada Ketua tentang perkembangan situasi
dilapangan.
3. Berkoordinasi dengan kelompok pendukung dan pelaksana.
2. Kelompok Pendukung
Kegiatan kelompok pendukung ini dikoordinir oleh Pimpinan / Pejabat
yang ditunjuk masing-masing unit fungsional.
Tugas kelompok pendukung :
a. Menyiapkan dukungan komunikasi.
b. Menyiapkan Transportasi dan Logistik.
c. Menyiapkan fasilitas yang diperlukan dalam operasional.
d. Berkoordinasi dengan Kelompok Pengendali dan Pelaksana.
3. Kelompok Pelaksana
a. Pelayanan medis
1. Di IGD.
a). IGD dan dokter IGD sebagai koordinator.
b). SMF dan unsur medis lainnya sebagai pelaksana.
2. Didaerah bencana.
a). Dinas Kesehatan setempat atau Pejabat yang ditunjuk sebagai
koordinator Tim Medis.
b). Tim IGD dan unsur medis lainnya bertanggung-jawab terhadap
pelaksanaan pelayanan medis.
3. Melaporkan hasil identifikasi korban baik kejadian di IGD
maupun didaerah bencana ke Pusat Pengendali Krisis (EOC).
b. Pengamanan dan Ketertiban
1. Di IGD
a). Ka Satpam sebagai koordinator semua semua unsur pengamanan.
b). Satpam bertanggung-jawab atas :
- Kelancaran lalu-lintas ke dan dari lokasi musibah.
- Ketertiban penempatan korban yang selamat.
- Ketertiban orang-orang yang tidak berkepentingan.
- Keamanan barang-barang korban.
2. Dilokasi bencana :
Diatur oleh kapolda.
TRIASE MUSIBAH MASSAL

MUSIBAH MASSAL
Bahaya dan kesulitan masing-masing.
Petunjuk umum mengelola musibah massal.
Mungkin diperlukan modifikasi.
Ulah manusia atau alam.
Setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan Sistem Gawat darurat lokal, regional atau nasional dalam
memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam meminimalkan
cedera atau kematian.
KEBERHASILAN PENGELOLAAN MEMERLUKAN :
1. Perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan
nasional,
2. Pemadam kebakaran,
3. Petugas hukum,
4. Pertahanan sipil.
5. Kesiapan rumah sakit,
6. Kesiapan pelayanan spesialistik.

Proses diatur Sistem Komando Bencana.


Kendali ditangan Satkorlak.
Bisa juga pada penegak hukum : kasus kriminal atau penyanderaan.
Kelompok lain membantu.
Jaringan komunikasi antar instansi.
Tingkat respons atas musibah massal dapat ditentukan :
tentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian.

Respons Tingkat I :
Musibah massal terbatas : dapat dikelola petugas Sistim Gawat darurat dan penyelamat
lokal tanpa perlu bantuan dari luar organisasi.
Respons Tingkat II :
Musibah massal melebihi/sangat membebani petugas Sistim Gawat
darurat dan penyelamat lokal :
Membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi.
Khas dengan banyaknya jumlah korban.
Respons Tingkat III :
Musibah massal melebihi kemampuan sumber Sistim Gawat darurat dan
penyelamat baik lokal atau regional.
Banyak pasien tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan
koordinasi luas antar instansi.
TRIASE.
Proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit : menentukan jenis
perawatan gawat darurat serta transportasi.
Proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan.
Triase inisial dilakukan petugas pertama yang tiba.
Nilai ulang terus menerus karena status dapat berubah.
Tidak ada standard nasional baku :
1. METTAG (Triage tagging system).
2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Sistim METTAG.
Pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan :
Prioritas Nol (Hitam) :
Mati atau jelas cedera fatal.
Tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) :
Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
1. gagal nafas,
2. cedera torako-abdominal,
3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4. shok atau perdarahan berat,
5. luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.

Penuntun Lapangan START :


penilaian pasien 60 detik, mengamati :
1. ventilasi,
2. perfusi,
3. status mental,
untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan,
c. mati.
Penuntun Lapangan START :
Memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang
dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan
transport segera.

Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang


sejenis, bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE :


1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan
dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.
3. Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan
dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
a. Petugas Komando Musibah
b. Petugas Komunikasi.
c. Petugas Ekstrikasi / Bahaya
d. Petugas Triase Primer
e. Petugas Triase Sekunder.
f. Petugas Perawatan.
g. Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
a. Sektor Komando/Komunikasi.
b. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c. Sektor Musibah.
d. Sektor Ekstrikasi.
e. Sektor Triase
f. Sektor Tindakan Primer
g. Sektor Tindakan Sekunder
h. Sektor Transportasi
6. Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
a. Kritik Pasca Musibah.
b. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

RINGKASAN PROSEDUR MUSIBAH MASSAL DASAR, INTERMEDIET DAN


PARAMEDIK.

Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran
khususnya dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan.
Karena banyak keadaan musibah massal yang kompleks, dianjurkan bahwa semua
petugas harus berperan-serta dan harus menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan
musibah massal.

You might also like