You are on page 1of 34

DRAFT LAPORAN

BAB. IV
Penambangan Emas di Bombana : Tipologi dan Dampaknya
Eko Tri Sumarnadi Agustinus

1. Latar Belakang

Logam emas merupakan salah satu komoditi bahan tambang yang mempunyai nilai jual tinggi,
sehingga menarik banyak orang untuk mengusahakannya. Karena disamping mudah dan
sederhana cara mendapatkannya, juga mudah dan cepat untuk menjual produk yang
dihasilkannya. Tidak heran jika semenjak dilakukannya penambangan emas di Bombana pada
pertengahan Mei 2008 dan menjadi ramai dipenuhi oleh masyarakat yang menambang sejak
awal September 2008. Lokasi penambangan mencakup beberapa tempat diantaranya di sungai
Tahi Ite, sungai Wububangka, dan juga diketemukan di Satuan Pemukiman (SP-8), Satuan
Pemukiman (SP-9) serta Satuan Pemukiman (SP-6). Lokasi tersebut berjarak sekitar 40 km
dari Rumbia, yakni ibu kota Kabupaten Bombana. Semenjak berita penemuan emas tersebut
menyebar luas ke masyarakat, lebih dari 20.000 orang datang dari berbagai pelosok, tidak
hanya dari masyarakat Kabupaten Bombana saja melainkan juga dari daerah luar Provinsi
Sulawesi Tenggara seperti dari Sulawesi Selatan, Kalimantan dan bahkan ada yang berasal
dari Jawa dan Papua. Para penambang datang dengan menggunakan angkutan umum,
kendaraan bermotor (pribadi) bahkan dengan berjalan kaki, tidak heran jika jalur lalu lintas
anatara Kolaka – Bombana dan Kendari – Bombana menjadi ramai1. Kedatangan mereka tidak
hanya sekedar untuk bertamasya atau membuktikan berita tersebut, melainkan dengan satu
tujuan, yaitu ikut mendulang emas (menambang). Dengan bekal peralatan sederhana seperti
wajan, sekop, cangkul dan tenda dengan antusias mendulang emas dengan harapan akan
mendapatkan hasil yang memuaskan 2.

1
http://korpcitaka.wordpress.com/2008-09-22/tambang emas diketemukan di bombana.

2
. http: //www.majalah tambang.com/2008-11-19/merebut rezeki emas bombana.
Secara umum, keterdapatan emas di alam bisa berupa sebagai ‘cebakan emas primer’
dan / atau ‘endapan emas sekunder’3. Cebakan emas primer di alam terbentuk akibat adanya
aktivitas magma di dalam perut bumi yang menerobos lapisan kulit bumi melalui bidang
lemah atau mengisi rekahan yang disebut sebagai vein atau berupa vein let. Berbagai faktor
yang berpengaruh terhadap proses pembentukan ‘cebakan emas primer’ ini, disamping
dipengaruhi oleh jenis magma yang mengandung unsur logam emas juga dipengaruhi oleh
lingkungan pembentukannya seperti struktur batuan maupun jenis batuannya. Keberadaan
logam emas dalam batuan bisa berbentuk nuggets berupa logam emas murni (native gold) bisa
juga berupa butiran emas yang sangat halus yang terjebak di dalam mineral sulfida, atau
mineral oksida lainnya. Sedangkan terbentuknya ‘endapan emas sekunder’ diakibatkan oleh
adanya proses pelapukan batuan (cebakan emas primer) baik secara fisik maupun kimia dan
tertranportasi baik oleh air sungai maupun ‘gletzer’ serta diendapkan sebagai ‘endapan
eluvial’ atau ‘endapan aluvial’. Keterdapatan emas di alam demikian ini sering disebut sebagai
‘cebakan emas sekunder’ atau lebih dikenal sebagai ‘cebakan emas letakan’ (placer gold
deposit)4 seperti yang terdapat di daerah Bombana, Sulawesi Tenggara.
Teknik penambangan emas pada umumnya tergantung dari kondisi dan karakter
cebakan emas yang meliputi jenis cebakan, ketebalan cebakan yang mengandung emas dan
kedalaman atau ketebalan tanah penutup. Cebakan emas primer, yang pada umumnya terdapat
didalam perut bumi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung emas (vein) disamping masih
bercampur dengan mineral asosiasinya5, dan juga batuan samping yang pada umumnya
bersifat keras. Penambangan untuk tipe ‘cebakan emas primer’ dapat dilakukan dengan sistem
tambang bawah tanah (underground mining), namun dapat juga dilakukan penambangan
3
Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008, hal 61

4
http: //www.dim.esdm.go.id/2005-04-05/endapan placer. Nuggets adalah butiran logam emas dengan bentuk
tidak beraturan yang terdapat di alam yang relatif murni dan dapat dilihat secara kasat mata. Endapan elluvial
adalah endapan yang hasil pelapukan yang tertransportasi tetapi masih dekat dengan sumbernya. Sedangkan
alluvial yang tertransportasi oleh air tetapi relatif sudah jauh dengan sumbernya. Sementara placer gold
deposit adalah cebakan emas letakan yang terdapat pada kedua tipe endapan tersebut.
5
Suratman, dkk, Pelindian Bijih Emas dengan Larutan Amonia Tiosulfat (Batch Scale), tekMIRA,2006.
Sebagai ilustrasi dijelaskan pada identifikasi minerolgi dan karakterisasi percontoh bijih emas hasil analisis
mikroskopis bijih menunjukkan bahwa cebakan emas yang beraosiasi dengan urat kuarsa digolongkan menjadi
empat macam, yakni : fasies karbonan- kuarsa, mangan oksida-kuarsa, kuarsa opal berlapis dan kuarsa
bersulfida. Beberapa jenis mineral yang berasosiasi dengan emas diantaranya pirit, galena, sfalerit, kalkopirit,
silikat ( plagioklas, klorit, dll) bersama material karbonan.
dengan sistem tambang terbuka (surface mining), tergantung sistem mana yang
menguntungkan berdasarkan pada nilai stripping ratio6. Karena batuannya bersifat keras,
maka penambangannya dilakukan dengan berbagai metoda penambangan dengan
menggunakan alat gali yang paling sederhana (cangkul, paju, palu, ganco) hingga
menggunakan alat berat (excavator) bahkan sering dibantu dengan menggunakan bahan
peledak atau peledakan7. Sedangkan teknologi pengolahan hasil tambang dapat dilakukan
melalui proses benefisasi mineral dan ekstraksi logam baik berdasarkan sifat-sifat fisik, sifat-
sifat kimia maupun kombinasinya. Beberapa metoda pengolahan yang berdasarkan perbedaan
berat jenis (graviti), perbedaan sifat permukaan mineral (flotasi), perbedaan sifat kemagnitan
(dengan menggunakan magnetic separator) dan perbedaan sifat kelarutan oleh bahan kimia
8
(amalgamasi, sianidasi, dan tioureasi) dan lain sebagainya. Berbeda dengan ‘cebakan emas
sekunder’, yang pada umumnya terdapat pada permukaan bumi, yakni berupa endapan
‘eluvial’ dan / atau ‘aluvial’ dan komponen materialnya bersifat lepas (gravel, pasir, lanau),
walaupun kadangkala cebakan tersebut tertutup oleh lapisan tanah yang cukup tebal. Oleh
karena itu, penambangan pada umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka (surface
mining), meskipun pada kasus tertentu ada kalanya dikombinasikan dengan sistem tambang
bawah tanah (underground mining). Metoda penambangan dapat dilakukan baik secara
mekanis (menggunakan alat berat), semi mekanis (pompa, ‘monitor’) maupun dengan cara
konvensional, yakni dengan menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul dan sekop.
Sedangkan pemisahan mineral berharga terhadap mineral pengotornya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan perbedaan berat jenis masing-masing mineralnya dengan menggunakan media

6
Stripping ratio : adalah perbandingan antara volume atau berat material tanah penutup terhadap volume atau
berat bahan galian atau bijih yang akan ditambang. Stripping ratio merupakan salah satu faktor dalam
pemilihan sistem penambangan. Semakin besar nilai stripping ratio pada umumnya diatas (>5) lebih cocok
untuk ditambang dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining) disamping faktor-faktor lainnya.
7
Teknik peledakan biasa digunakan dalam teknologi penambangan terutama untuk batuan yang bersifat keras,
baik untuk sistem penambangan bawah tanah (Pongkor) maupun untuk tambang terbuka (Batu hijau, Garsberg)
dan quarry industri semen (Cibinong, Palimanan).
8
Amalgamasi adalah proses pengikatan logam emas (Au) dan perak (Ag) oleh air raksa (Hg), sedangkan
sianidasi adalah pelarutan (pelindian) logam emas (Au) dan perak (Ag) oleh bahan sianida (KCN, NaCN), lihat
juga dalam : Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber
Daya Tambang yang Berkelanjutan, Sedangkan tioureasi adalah pelarutan (pelindian) logam emas (Au) dan
perak (Ag) ataupun logam dasar seperti tembaga (Cu) oleh amonium tiourea atau amonium tiosulfat, dapat
dilihat juga pada Suratman, dkk, Pelindian Bijih Emas dengan Larutan Amonia Tiosulfat (Batch Scale),
tekMIRA, 2006.
aliran air atau air bertekanan tinggi (hydrolic mining). Seperti dari metoda pengolahan yang
paling sederhana pendulangan (panning), dan atau menggunakan alat seperti ‘rocker’ atau
(sluice box ), palong (long tom), jig, humprey spiral dan meja goyang (shaking table) hingga
peralatan yang lebih modern seperti fine material separator, knelson concentrator 9.
Keberadaan cebakan emas di Bombana pada umumnya terdapat pada sungai maupun
anak sungai (creak)10, termasuk tipe ‘endapan emas placer’ dengan ketebalan endapan yang
diduga mengandung emas sekitar 1 meter, dan ketebalan tanah penutup bervariasi dari 1 – 15
meter dari permukaan tanah. Potensi yang menyangkut jumlah cadangan emas (kuantitas)
belum terukur, namun menurut informasi penambang menyebutkan bahwa hasil penambangan
baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh perusahaan swasta kini diperkirakan lebih
dari ratusan kg emas (tidak tercatat). Sedangkan potensi yang menyangkut kualitas atau kadar
logam emas termasuk kualifikasi kadar emas yang cukup tinggi, yang ditunjukkan oleh nilai
harga beli yang ditawarkan oleh pengumpul berkisar antara Rp 175.000,- hingga Rp 200.000,-
per gram 11.
Ketika masyarakat ramai menambang (booming), sekitar pertengahan tahun 2008
jumlah para penambang (pendulang) tercatat sekitar 60.000 orang. Namun kini, dengan
semakin terbatasnya areal yang bisa ditambang dan semakin menipisnya jumlah cadangan,
pada pertengahan tahun 2009 warga masyarakat yang menambang jumlahnya sudah jauh
berkurang. Teknik penambangan yang dilakukan oleh masyarakat penambang yang paling
sederhana dan banyak dilakukan adalah dengan cara pendulangan, pada awalnya seorang
pendulang bisa memperoleh sekitar 1-5 gram per hari bahkan pernah ada yang memperoleh 78
gram butiran emas/hari, tetapi kini hanya mampu memperoleh beberapa mili gram (kaca)12,
bahkan kadangkala tidak memperoleh butiran emas sama sekali. Dengan adanya para
penambang pendatang (dari luar Bombana), maka teknik penambangan yang diterapkan oleh

9
Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation Division of Mines
and Geology, 1986. Berbagai peralatan konsentrasi emas berdasarkan perbedaan berat jenis (graviti) dengan
media dan aliran air, diantaranya adalah ‘pans’, ‘rocker’ atau (sluice box ), palong (long tom), jig, humprey
spiral dan shaking table hingga peralatan yang lebih modern seperti fine material separator, knelson
concentrator.
10
Creak, cabang sungai kering, atau hanya berair ketika hujan turun (musim hujan).
11
http://korpcitaka.wordpress.com/2008-09-22/tambang emas diketemukan di bombana.
12
Kaca, merupakan istilah setempat, yang menunjukkan ukuran besar butir emas setara dengan mgram.
para penambang mulai berkembang, yang tadinya hanya melakukan pendulangan di badan
sungai, kini penambangan dimulai dengan cara membuat sumuran. Jika sumuran tersebut
mencapai lapisan cebakan emas, baru dilakukan penggalian ke arah mendatar dan / atau
dengan cara membuat terowongan mendatar pada cebakan yang diduga mengandung emas.
Penambangan atau pembuatan sumuran dilakukan secara tidak beraturan, karena memang
tidak terlihat adanya koordinasi. Sehingga baik jarak antar lubang maupun arah penambangan
juga tidak beraturan. Hasil penggalian dari lapisan yang diduga mengandung emas tersebut
diangkut keatas atau dikeluarkan dari lubang sumuran maupun terowongan untuk dilakukan
pendulangan untuk memisahkan emas dari mineral atau pasir lainnya. Permasalahan yang
timbul dari cara penambangan demikian ini, tidak hanya hasil yang mulai berkurang namun
seringkali terjadi kecelakaan tambang, yakni tertimbun akibat runtuhnya tanah penutup yang
relatif kurang stabil. Penyebab terjadinya kecelakaan tambang terlebih disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan penambang disamping sarana yang tidak memadai sehubungan
dengan minimnya modal kerja.
Persaingan diantara para penambangpun menjadi semakin ketat, terutama pengaruh
dari cara penambangan yang dilakukan oleh masyarakat pendatang, maka cara
penambangannyapun berkembang lagi menjadi penambangan dengan cara semi mekanis
(hydrolic mining)13, yakni menggunakan palong atau ‘sluice box’ yang didukung dengan
penggunaan pompa air dan ‘monitor’ sehingga menghasilkan semburan air bertekanan tinggi.
Penambangan dengan cara demikian dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 5 – 10
orang. Meskipun pada awal tahun 2009 penambangan dengan cara ini mampu menghasilkan
lebih dari 30 gram butiran emas per hari, tetapi kini dengan menipisnya jumlah cadangan pada
umumnya masing-masing kelompok tersebut hanya mampu memperoleh butiran emas kurang
dari 15 gram per hari 14.
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh adanya penambangan emas oleh rakyat, mulai
dari pemborosan sumberdaya tambang, kesehatan dan keselamatan kerja, kerusakan fisik
lingkungan dan perubahan sosial ekonomi masyarakat di Bombana. Disamping karena faktor-

13
Hydrolic mining, adalah salah satu jenis tambang dimana dalam pengoperasiannya dengan memanfaatkan
media dan aliran air. Berbagai jenis tipe penambangan ini, misalnya tambang semprot dan / atau pengoperasian
kapal keruk (dredging) yang umum digunakan pada tambang timah di P. Bangka.
14
Hasil wawancara dengan para penambang di lokasi Tahi ite.
faktor tersebut diatas, juga disebabkan oleh semakin sulitnya untuk mengatur para penambang
yang dilakukan oleh rakyat, maka kebijakan pemerintahpun juga mulai berubah. Semula
pemerintah daerah Bombana lebih memperhatikan kepentingan rakyat sebagai penambang,
namun kini cenderung mulai memberikan perhatian kepada para pemodal atau investor. Hal
ini ditandai dengan diberikannya izin penambangan atau Kuasa Pertambangan (KP) kepada
pihak swasta yang bergerak dibidang pertambangan, seperti diantaranya kepada PT. Panca
Logam Makmur, PT. Tiram Indonesia, PT. Sumber Alam Mega Karya dan PT. Talenta untuk
melakukan aktivitas pertambangan di Kabupaten Bombana.
Kasus penambangan emas di Bombana menjadi penting (urgen) untuk diungkap
mengingat bahwa kasus penambangan untuk tipe ‘cebakan emas placer’ di lingkungan batuan
metamorphik masih jarang diketemukan di Indonesia. Berbagai permasalahan dalam bentuk
pertanyaan, diantaranya tipologi penambangan apa saja yang dilakukan oleh masyarakat
penambang di Bombana ?. Apakah penambangan tersebut cukup efisien (ekonomis) ?, dan
bagaimana teknis penambangan yang membedakan antara perusahaan dan masyarakat ?
Kerusakan lingkungan apa saja yang terjadi dan bagaimana analisis dampak penambangan
ketika menggunakan teknik penambangan tersebut dan bagaimana kemungkinan
meminimalisirnya ? Disamping permasalahan tersebut, berbagai permasalahan lainnya yang
timbul akibat penambangan emas oleh rakyat di Kabupaten Bombana, tidak hanya
menyangkut aspek teknologi penambangan yang diterapkan dan dampak yang ditimbulkannya
tetapi juga menyangkut aspek-aspek lainnya, sehingga menarik untuk ditulis sebagai suatu
studi kasus.
Analog dengan permasalahan tersebut, tujuan dari tulisan ini antara lain untuk
memberikan gambaran tentang bagaimana kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh
rakyat di Bombana, ditinjau dari aspek teknologi penambangan yang meliputi tipologi dan
dampaknya terhadap lingkungan. Bahan tulisan ini selain diperoleh dari data sekunder juga
diperoleh dari hasil peninjauan lapangan, identifikasi dan analisis secara kualitatif untuk
memperoleh solusi alternatifnya. Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana khususnya dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut dan masyarakat pada umumnya.

2. Tipologi Penambangan Emas di Bombana


Penambangan ‘cebakan emas placer’ pada umumnya tergantung pada kondisi keberadaan
cebakan emas yang meliputi jenis cebakan, ketebalan cebakan yang mengandung emas dan
kedalaman atau ketebalan tanah penutup. Kondisi cebakan emas di daerah Bombana yang
pada umumnya berupa endapan sungai atau jenis ‘cebakan emas placer’, dengan ketebalan
endapan yang diduga mengandung emas kurang lebih 1 meter, dengan ketebalan tanah
penutup bervariasi dari 1 – 15 meter dari permukaan tanah. Dengan demikian, sistem
penambangan yang cocok untuk diterapkan adalah sistem tambang terbuka (surface mining),
walaupun pada kasus tertentu tidak tertutup kemungkinan untuk dikombinasikan dengan
sistem tambang bawah tanah (underground mining). Berbagai metoda penambangan yang
dapat diterapkan untuk tipe ‘cebakan emas placer’, yakni penambangan secara manual
(cangkul, sekop), tambang semprot (memerlukan air bertekanan tinggi atau dengan
‘monitor’15), perpaduan tambang semprot dengan peralatan mekanis (alat berat) dan
penggunaan kapal keruk (penambangan bawah air). Sedangkan metoda pemisahan
(pengolahan) mineral yang umum diterapkan adalah dengan cara konsentrasi graviti, yakni
pemisahan mineral berharga (emas) atau disebut consentrate terhadap mineral pengotornya
(tailing) berdasarkan perbedaan berat jenis (specific gravity) dan media aliran air. Pemisahan
secara konsentrasi gravimetri pada umumnya diawali dengan cara pemisahan berdasarkan
perbedaan ukuran butir screnning (screen, grizly) yaitu pemisahan antara butiran kasar dengan
butiran halus. Selanjutnya baru dilakukan baik dengan cara pendulangan (panning), maupun
dengan cara jigging (menggunakan jig), shaking table (menggunakan meja goyang) dan
sluicing (menggunakan sluice box), semua proses tersebut selalu membutuhkan media air atau
aliran air. Cara penambangan demikian, selain diterapkan untuk bahan tambang dari ‘cebakan
emas placer’, sering pula diterapkan untuk bahan tambang lainnya di Indonesia, seperti timah
yang terdapat di P. Bangka dan P. Belitung dan intan di Martapura (Kalimantan Selatan)16.
Hingga kini, metoda penambangan dan pengolahan yang paling sederhana dan murah
serta mudah untuk diterapkan pada ‘cebakan emas placer’ adalah penambangan secara manual

15
Monitor adalah bagian alat dari tambang semprot yang membentuk kerucut memanjang dimana diameter
ujung ‘outlet’ lebih kecil ’inlet’ yang dipasang pada ujung pipa air pada sebuah pompa air, sehingga dapat
menghasilkan air bertekanan tinggi, dan biasanya dilengkapi dengan sebuah handle sebagai pengatur
(buka/tutup).
16
Iskandar Zulkarnain, dkk, Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia, LIPI Press, 2007.
dengan cara pendulangan (artisanal mining)17 yang dapat dilakukan secara perorangan.
Metoda berikutnya adalah tambang semprot dan pemisahan dengan menggunakan ‘sluice box’
yang dilakukan secara kelompok, seperti yang lazim dijumpai pada tambang-tambang lainnya
di Indonesia. Demikian pula halnya dengan penambangan emas yang dijumpai di Bombana,
terdapat berbagai tipologi penambangan, yang pada prinsipnya merupakan kombinasi dari
proses konsentrasi gravimetri dalam memperoleh logam emas. Berikut ini adalah gambaran
atau diskripsi tentang tipologi penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat di
Bombana sebagaimana disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Tipologi penambangan emas oleh masyarakat di Bombana


No. Tipologi Peralatan Keterangan
Penambangan dan Dulang (pan) terbuat dari Pendulangan (panning)
perolehan konsentrasi kayu, wajan (logam) dilakukan pada badan
1
emas dengan cara sungai. (perorangan)
pendulangan (panning)
Penambangan dengan cara Cangkul, linggis dan Pembuatan sumuran,
penggalian (sumuran, sekop paritan untuk memperoleh
paritan) perolehan Mini ‘sluice box’ umpan mini ‘sluice box’
2
konsentrasi emas dengan Dulang (pan) terbuat dari pendulangan. (kelompok :
mini ‘sluice box’ dan kayu, wajan (logam) 3-5 orang)
pendulangan (panning)
Penambangan dengan cara Pompa air, selang air dan Penyemprotan dengan air
tambang semprot, ‘monitor’ bertekanan tinggi untuk
3 perolehan konsentrasi ‘sluice box’ , Long toms memperoleh umpan ‘sluice
emas dengan ‘sluice box’ Dulang (pan) terbuat dari box’ dan pendulangan.
dan pendulangan kayu, wajan (logam) (kelompok : 5-10 orang)
Penambangan dengan cara Alat berat (excavator) Penggalian dan
tambang mekanis, Alat semprot (pompa, pengangkutan dengan alat
perolehan konsentrasi selang dan ‘monitor’) berat. Penyemprotan untuk
emas dengan multi ‘sluice box’ pemberaian dan pencucian.
4
penyemprotan dan multi Dulang (pan) terbuat dari Perolehan konsentrasi emas
‘sluice box’ dan kayu, melalui multi ‘sluice box’
pendulangan dan pendulangan
(kelompok : 10 - 25 orang)

Guna keperluan analisis kualitatif tentang tipologi penambangan emas di Bombana


dikemukakan 2 (dua) konsep sebagai indikator atau tolok ukur dalam analisis ini. Pertama
17
Artisanal mining, merupakan istilah umum untuk penambangan dengan cara pendulangan (panning). Lihat
juga dalam : Iskandar Zulkarnain, dkk, Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia, LIPI Press,
2007
adalah konsep pertambangan, yakni :“Good Mining Practice” Konsep tentang Pengelolaan
Pertambangan yang Baik dan Benar (Suyartono, 2003)18 dan yang ke-dua adalah konsep
tentang bagaimana perolehan konsentrasi bijih emas placer (Michael Silva, 1986) 19.
Good mining practice adalah kaidah-kaidah yang harus dijalankan dalam melakukan
proses penambangan agar memberikan keuntungan maksimal dengan dampak minimal.
Kegiatan pertambangan skala besar dituntut dan diawasi untuk selalu melakukan
penambangan dengan menerapkan kaidah-kaidah tersebut, terutama untuk menghindari
kerugian lingkungan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam usaha mereka
mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dalam skala masyarakat yang
menambang, prinsip-prinsip ini masih sulit untuk diterapkan kerena keterbatasan modal dan
keahlian yang mereka miliki20.
Sebagaimana diungkapkan oleh Suyartono, 2003, paradigma pengelolaan kegiatan
usaha pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) yang membangun peradaban
didefinisikan sebagai suatu kegiatan usaha pertambangan yang memenuhi ketentuan-
ketentuan, kriteria, kaidah dan norma-norma yang tetap sehingga pemanfaatan sumberdaya
mineral memberikan hasil yang optimal dan dampak buruk yang minimal. Semua itu meliputi
perizinan, teknis penambangan, keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) , lingkungan,
keterkaitan hulu-hilir/konservasi, nilai tambah dan pengembangan masyarakat/wilayah di
sekitar lokasi kegiatan, serta mempersiapkan penutupan dan pasca tambang, dalam bingkai
kaidah peraturan perundangan dan standar yang berlaku, sesuai tahap-tahap kegiatan
pertambangan (Gambar 1). Secara umum, konsep tersebut didasarkan pada prinsip bahwa
industri pertambangan umum, yakni industri pertambangan mineral yang menghasilkan
logam, non-logam dan energi (batubara) dan panas bumi mempunyai titik berat pada isu
‘demokrasi, keadilan dan pemerataan’ yang harus melibatkan antar dan inter generasi. Konsep
tersebut hanya dapat terlaksana dengan baik jika melibatkan para pemangku kepentingan
(stakeholder) secara optimal dalam bentuk kemitraan. Sementara pola pikir yang
18
Suyartono, 2003, “Good Mining Practice” Konsep tentang Pengelolaan Pertambangan yang Baik dan Benar,
Studi Nusa, 2003.
19
Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation Division of Mines and
Geology, 1986.
20
Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.
mendasarinya adalah ‘social justice and equity’, pendekatan holistik, komprehensif, terpadu,
menghargai keanekaragaman atau pluralisme serta berwawasan jangka panjang 21.

Gambar 1. Konsep pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)

Melalui tata cara pengelolaan pertambangan yang baik dan benar, diharapkan dapat
dihindari terjadinya pemborosan sumberdaya mineral, tercapainya optimalisasi sumber daya,
terlindunginya fungsi-fungsi lingkungan serta terlindunginya keselamatan dan kesehatan para
pekerja. Oleh karena itu, dalam praktek pengelolaan pertambangan perlu dilakukan :
• Penerapan teknik pertambangan yang tepat.
• Peduli lingkungan
• Peduli keselamatan dan kesehatan kerja.
• Penerapan prinsip konservasi.
• Memiliki nilai tambah.
• Optimalisasi manfaat bagi masyarakat.
• Standardisasi pertambangan.
Secara konseptual metoda dan peralatan yang digunakan untuk meperoleh emas dari
‘cebakan emas placer’ adalah konsentrasi graviti (gravity concentration)22. Pemisahan secara
21
Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.
22
Gravity concentration, adalah konsentrasi bijih emas dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis
(specific gravity).
graviti ini paling sering atau banyak digunakan dalam metoda perolehan emas. Berbagai
peralatan perolehan emas melalui metoda gravimetri, termasuk pans (dulang), sluicebox, long
toms, jigs, 23 disamping itu juga termasuk peralatan amalgamasi yang telah lama digunakan di
California (Silva, 1986). Metoda konsentrasi gravimetri ini menggunakan media aliran air,
sementara butiran emas yang sangat halus yang disinyalir sebagai ‘flour’, ‘fload’ atau
‘colloidal gold’24 sebagian besar hilang dalam proses. Awalnya penambang hanya mampu
memperoleh tidak lebih dari 60 % kandungan emas, dan sejak 1945 perolehan emas bisa
mencapai 70 – 75 % (Spiller, 1983) 25. Kini dengan adanya sejumlah perubahan dan disain
baru, perolehan pemisahan emas secara gravimetri telah meningkat. Beberapa tipe peralatan
tampil untuk mengefisiensikan perolehan emas placer, namun tidak semua peralatan tersebut
efektif digunakan karena adanya perbedaan kondisi cebakan emas placer. Banyak faktor yang
berpengaruh, seperti ukuran besar butir, kandungan lempung (clay), distribusi ukuran emas,
metoda penambangan yang diterapkan, karakter air pencuci, dan akan berpengaruh terhadap
jumlah perolehan emas. Untuk operasional penggunaan metoda tersebut, perlu dilakukan
percobaan secara intensif dan pengujian sebagai persyaratan untuk perencanaan dan sistem
perolehan emas yang optimal.
Konsep konsentrasi bijih (ore) emas letakan (gold placer) terdiri dari 3 (tiga)
kombinasi dari 3 (tiga) tahap, yakni ‘roughing’, ‘cleaning’ dan ‘scavengeng’ (Gambar 2).
Sebagai objek konsentrasi adalah untuk memisahkan bijih (ore) sebagai umpan (feed) proses
kedalam 2 (dua) jenis produk, yakni konsentrat (concentrate) dan ampas (tailing). Secara
ideal, bahwa tingkat perolehan emas placer tinggi, dalam arti bahwa semua atau sebanyak
mungkin emas dalam umpan (feed) akan masuk atau berada dalam konsentrat, sedangkan
mineral lainnya akan berada dalam ampas (tailing). Walaupun dalam kenyataannya (praktek),
proses pemisahan tidak pernah sempurna, dimana sebagian mineral tidak berharga masuk ke
23
Sluice box, adalah alat alat konsentrasi graviti yang berbentuk kotak memanjang (artificial channel) pada
bagian alas dipasang ’riffles’ untuk membentuk aliran turbulensi sehingga butiran material yang berat jenisnya
tinggi dapat terperangkap dan / atau dilapisi dengan ‘karpet’ yang berfungsi untuk menjebak butiran emas yang
lewat melalui media aliran air. Long toms, merupakan gabungan beberapa ‘sluice box’ yang dipasang secara
bertingkat dengan arah memanjang. Jigs, termasuk juga alat konsentrasi graviti, namun arah gerakan secara
vertikal, disamping menggunakan media air juga digunakan media material dengan berat jenis menengah yakni
diantara berat jenis material yang akan dipisahkan (ringan dan tinggi).
24
Flour, fload, coloidal gold, merupakan bentuk ukuran butiran emas yang relatif halus dari yang berbentuk
tepung hingga berbentuk koloidal.
25
Spiller D.E, Gravity Separation of Gold –then and now, Denver, Colorado, 1983.
dalam konsentrat sementara sebagian emas masuk ke dalam tailing. Dengan demikian,
ternyata bahwa produk yang dihasilkan akan selalu berkomplikasi dengan situasi dan kondisi.

Feed

Roughing T

Scavenging
C Tailing
g

Cleaning T

Concentrate

Gambar 2. Bagan alir konsep metoda konsentrasi graviti

Keterangan :
Tahap 1 (Roughing) :
Merupakan tahap peningkatan bijih emas atau disebut sebagai umpan (Feed) dalam
proses konsentrasi untuk menghasilkan emas kadar rendah terutama consentrate (C)
untuk diolah kembali dan tailing (T), yakni yang mengandung material yang tidak
diperhitungkan pada tahap awal. Peralatan yang digunakan dalam tahap ini disebut
sebagai ‘roughers’. Roughers ini, kemungkinan dapat menghasilkan sejumlah besar
konsentrat tetapi dengan syarat bahwa perolehan emas dalam concentrate harus >
kandungan emas dalam umpan (feed), atau menghasilkan tailing yang relatif bersih
(bebas emas), atau kombinasi dari kedua-duanya.
Tahap 2 (Cleaning) :
Merupakan proses mengolah kembali konsentrat yang diperoleh dari roughers untuk
menghilangkan mineral pengotor (impurities) yangpada umumnya berupa pasir
berwarna hitam (black sand). Proses ini mungkin sangat sederhana sekali, yakni berupa
pencucian dan pemisahan butiran emas dari pasir hitam (black sand) di dalam pans
(dulang). Namun bisa juga bila kadar emas dalam konsentrat masih rendah, sehingga
perlu dilakukan konsentrasi mineral melalui beberapa tahapan pencucian sebelum
diperoleh konsentrat akhir. Dalam kasus ini, peralatan yang digunakan dalam pencucian
sama dengan peralatan yang digunakan dalam roughers. Sluice box dapat juga
digunakan untuk mencuci konsentrat yang mengandung pasir berwarna hitam (black
sand), sebagai salah satu contoh alat roughing yang juga bisa digunakan dalam proses
cleaning. Peralatan lainnya, seperti shaking tables sangat cocok untuk digunakan
sebagai roughers dan khususnya digunakan dalam proses cleaning. Konsentrat akhir
dicuci hingga diperoleh kadar konsentrasi bijih yang optimal.
Tahap 3 (Scavenging) :
Merupakan tahap akhir, yaitu tahap dalam memproses material tailing baik yang berasal
dari roughing maupun cleaning sebelum dibuang ke disposal (tempat penampungan
akhir dari tailing). Scavenging dioperasikan hanya dalam jumlah produksi yang besar.
Indikator keberhasilan dalam proses konsentrasi graviti ini biasanya dinyatakan sebagai
tingkat perolehan (recovery) yang merupakan prosentase emas dalam bijih yang diperoleh
melalui konsentrat. Kadar konsentrat adalah prosentase emas dalam konsentrat, kadar
konsentrat 10 % artinya mengindikasikan bahwa konsentrat mengandung emas sebesar 10 %
dari berat emas. Indikator lainnya adalah nilai ratio of concentration yang merupakan
perbandingan antara (berat x kadar) konsentrat dengan (berat x kadar ) umpan (feed). Jika nilai
ratio of concentration = 1,00, ini menunjukkan bahwa proses pengolahan tidak berhasil. Nilai
ratio of concentration pada umumnya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya kadar
konsentrat. Pada umumnya semakin tinggi kadar konsentrat, akan semakin rendah jumlah
perolehan. Sejumlah material akan hilang dalam memperoleh kadar konsentrat yang tinggi.
Seperti dalam kasus tertentu, semakin tinggi kadar konsentrat maka akan lebih baik dari pada
mengambil kembali butiran halus dari konsentrat kadar rendah, ini berarti akan mengurangi
biaya pengambilan butiran halus (refinery).
Berikut ini adalah analisis kualitatif untuk tipologi penambangan emas yang dilakukan
oleh masyarakat di Bombana :

1. Penambangan dan perolehan konsentrasi emas dengan cara pendulangan (panning)


Pertama kali emas diketemukan di daerah Bombana berada di sepanjang badan sungai-sungai,
sehingga cara penambangan yang paling cepat, mudah dan sederhana adalah dengan cara
pendulangan (Lihat Foto Gambar 3). Pendulangan dilakukan dengan menggunakan ‘pans’
(dulang) yang terbuat dari kayu bahkan ada yang menggunakan wajan (kuali). Pendulangan
dilakukan di badan sungai atau pada ceruk yang ada airnya, disamping lokasi keterdapatan
emas juga karena air menjadi faktor utama dalam proses pemisahan ini. Butiran emas yang
terdapat di sungai bercampur dengan lumpur, pasir, dan kerikil dikeruk dan langsung
didulang.
Mekanisme dasar pemisahan emas dari material pengotornya adalah perbedaan berat
jenis (specifig gravity) dan aliran atau putaran air ketika dulang digoyang-goyangkan dengan
arah memutar. Material pengotor dengan berat jenis lebih ringan dibandingkan butiran emas
(berat jenis:14 – 19) akan terlempar keluar, sedangkan butiran emas tetap tertinggal pada dasar
dulang (pan). Kelemahan cara ini adalah tingkat perolehan yang masih rendah, walaupun
proses ini sangat ditentukan oleh ketrampilan pendulang. Namun demikian, pada umumnya
masih banyak butiran emas yang halus dan berbentuk pipih ikut terbuang dengan material
pengotornya. Cara penambangan ini dapat dilakukan baik secara individu maupun secara
berkelompok, yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat setempat.

Gambar.2. Foto kegiatan pendulangan emas oleh masyarakat penambang di Bombana

Analisis kualitatif terhadap tipologi penambangan dalam rangka perolehan emas


menunjukkan bahwa penambangan dengan cara pendulangan (panning) pada umumnya
mempunyai kapasitas rendah dan kurang efisien dalam menangkap emas berbutir halus. Hanya
dalam pengoperasiannya sangat sederhana (simple), tidak mahal (murah) biayanya dan praktis
konstruksinya. Pendulangan (panning) secara luas digunakan sebagai metoda perolehan utama
dalam awal penambangan. Namun dalam pengoperasiannya sangat terbatas, karena hanya
emas berbutir kasar saja yang dapat diperoleh, sedangkan partikel emas yang sangat halus
pada umumnya lolos bersama gravel. Hanya sejumlah gravel yang mengandung emas dapat
diproses, ini juga tergantung pengalaman pendulang (panners). Pans (dulang) sesungguhnya
hanya cocok untuk digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan : prospecting
(pencarian emas awal dalam penyelidikan umum), proses cleaning terhadap konsentrat hasil
roughing, atau untuk mengerjakan cebakan eluvial yang kaya akan emas berbutir kasar atau
cebakan yang lokasinya memang terisolasi. Pada awal penambangan di Bombana,
pendulangan masih relevan untuk diterapkan bagi para penambang secara perseorangan,
walaupun secara konseptual masih jauh untuk memenuhi syarat konsep pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar. Seperti telah dijelaskan bahwa konsep pengelolaan
pertambangan tersebut hanya cocok bagi level perusahaan yang bermodal besar. Namun
demikian, secara organisatoris (level perusahaan) dibandingkan dengan konsep konsentrasi
graviti menjadi tidak relevan lagi, karena tanpa perencanaan dan koordinasi yang baik dan
benar, masalahnya muncul ketika ribuan orang mendulang pada area yang relatif terbatas,
sehingga tingkat perolehan (recovery) menjadi semakin rendah atau perolehan yang tidak
merata, diantaranya disebabkan oleh:
• Peralatan yang digunakan oleh para penambang berupa dulang (pans) yang
terbuat dari kayu dan bahkan menggunakan wajan (kuali) tentunya belum atau tidak
memenuhi standar. Walaupun bentuk dan ukuran bisa bervariasi, namun sebagai
pembanding bahwa standar ‘gold pans’ di Amerika misalnya, mempunyai ukuran
standar sebagai berikut : diameter bagian atas 15 -18 inci, kedalaman lekukan (depth) :
2 – 2,5 inci serta sudut kemiringan sisi-sisinya 30 – 45o dan bahan ‘pans’ bisa terbuat
dari logam atau plastik.
• Para penambang yang pada umumnya tidak memiliki ketrampilan dan
pengalaman mendulang, meskipun dasar pengoperasian dulang (pans) relatif
sederhana. Perolehan pendulangan akan menjadi optimal jika material yang akan
didulang berbutir relatif seragam disamping dibutuhkan pengalaman dan ketrampilan
pendulang (penambang), walaupun sesungguhnya dalam pengoperasiannya
ketrampilan mendulang bisa dipelajari dari para pendulang yang telah berpengalaman.
Berikut ini merupakan tahapan cara pendulangan yang mudah dan praktis untuk dapat
digunakan sebagai acuan teknis atau petunjuk yang bagi masyarakat yang akan mendulang:
Tahap pertama : masukkan setengah dari volume ‘pan’ (dulang) dengan bijih atau konsentrat.
Tambahkan ‘pan’ dengan air atau dicelupkan ke dalam air sungai atau kolam
pencucian, campurkan dan aduk material dengan tangan, secara otomatis lumpur (clay)
akan terangkat atau naik ke permukaan air dan cuci beberapa batuan (gravel) yang ada
dan sekaligus untuk memberaikan butiran halus yang menempel pada grevel.
Selanjutnya angkat pan dari permukaan air sungai atau kolam pencucian dan ditiriskan
secara hati-hati.
Tahap ke dua : isi kembali ‘pan’ dengan air (tetapi tidak dibawah permukaan air) dan
26
pindahkan batuan (gravel, pable) periksa sebelum dibuang. Goyangkan ‘pan’ dari
sisi ke sisi ‘pan’ secara perlahan-lahan dengan gerakan memutar sedemikian rupa
sehingga isi ‘pan’ tidak tumpah ke permukaan air. Diusahakan hanya material dengan
berat jenis ringan saja yang bisa keluar karena goyangan memutar tersebut, yang
secara perlahan-lahan material ringan akan menempati pinggir pan dan keluar ke
permukaan air lewat bibir ‘pans’.
Tahap ke tiga : ‘pan’ secara periodik dicelupkan kembali ke air dan goyangkan kembali
dengann gerakan memutar secara perlahan-lahan dengan putaran yang sama untuk
mengumpulkan konsentrat. Pable yang besar diperiksa dan pindahkan secara periodik
dengan tangan. Butiran emas akan diperoleh berupa konsentrat yang berada pada dasar
pan bersama butiran dengan berat jenis tinggi material lainnya (pasir hitam). Emas
kasar berbentuk ‘nuggets’ dapat langsung dipindahkan, sedangkan emas berbutir halus
mungkin bisa diperoleh atau dipisahkan dengan cara amalgamasi.
2. Penambangan dengan cara penggalian (sumuran, paritan) dan perolehan
konsentrasi emas dengan mini ‘sluice box’ dan pendulangan (panning) :

Ketika butiran emas mulai sulit diperoleh pada badan sungai, para penambang mulai
menggali hingga batuan dasar pada tepi sungai dan mengais tebing-tebing sungai. Mengingat

26
Gravel, merupakan salah satu hasil klasifikasi ukuran besar butir material dengan bentuk sudut meruncing
(kasar), sedangkan ‘pablle’ dengan bentuk sudut membulat (halus).
cebakan emas yang berada pada lapisan tersebut ditutupi oleh tanah penutup yang cukup tebal,
untuk memperoleh material yang mengandung emas maka para penambang melakukan dengan
cara penggalian. Teknik penggalian yang diterapkan oleh para penambang pada umumnya
dengan cara membuat sumuran atau paritan (Lihat Foto 2, Gambar 4), dan jika penggalian
telah mencapai kedalaman cebakan emas baru dilakukan penggalian ke arah mendatar dan /
atau dengan cara membuat lobang mendatar pada cebakan yang diduga mengandung emas.
Penggalian yang dilakukan secara tidak beraturan, karena tidak terkoordinasi, sehingga
mengakibatkan baik jarak antar lubang maupun arah penambangan juga tidak beraturan. Hasil
penggalian lapisan yang diduga mengandung emas tersebut diangkut keatas atau dikeluarkan
dari lubang sumuran maupun lobang mendatar ke suatu lokasi yang terdapat air, untuk
dilakukan pemberaian dan pendulangan guna memisahkan emas dari material pengotornya.
Cara penambangan demikian ini, pada umumnya dilakukan secara berkelompok, dimana
setiap kelompok terdiri dari 3 – 5 orang. Cara penambangan ini dilakukan oleh masyarakat
setempat yang telah berbaur dengan masyarakat pendatang, khususnya masyarakat penambang
yang berasal dari Menado dan Jawa Barat. Permasalahan yang timbul dari cara penambangan
demikian ini adalah pemborosan sumberdaya mineral, karena sebagian lapisan antara belum
terambil dan sering terjadi kecelakaan tambang, yakni akibat runtuhnya tanah penutup yang
relatif kurang stabil.
Mengingat semakin sulit untuk memperoleh butiran emas yang cukup besar, maka para
penambang berupaya melakukan proses pemisahan untuk memperoleh butiran emas yang
halus. Pemisahan butiran emas dilakukan dengan menggunakan mini ‘sluice box’, terbuat dari
kerangka dan anyaman bambu berbentuk empat persegi panjang yang berukuran panjang (1, 5
m) dan lebar (0,5 m) yang dilapisi karpet. Salah satu bagian ujung dikombinasikan dengan
sebuah kotak terbuka yang dilengkapi dengan jaring yang berfungsi untuk pemberaian dan
menyaring material berbutir kasar (kerikil). Mini ‘sluice box’ tersebut dipasang miring atau
membentuk sudut kecil, sehingga air yang dituangkan secara manual dengan menggunakan
ember kedalam kotak tersebut dapat mengalir diatas karpet (Lihat Foto 3, Gambar 4).
Setelah beberapa kali penuangan (proses), karpet dilepas dan dicuci dalam baskom atau ember
selanjutnya dilakukan pendulangan.
Gambar 4. Penambangan dengan cara membuat sumuran (foto. 2) dan pengoperasian mini
‘sluice box’ (foto. 3).

Analisis kualitatif terhadap tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa metoda


penambangan yang dilakukan telah berupaya untuk mengkombinasikan antara sistem tambang
terbuka (surface mining) dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining),
walaupun dilakukan tanpa perencanaan dengan baik dan benar. Permasalahan yang dihadapi
adalah biaya operasional yang tinggi, disamping terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
tentang penambangan bawah tanah yang hanya mengadopsi teknologi penambangan dari para
penambang pendatang. Cara penambangan demikian ini pada umumnya dilakukan oleh
masyarakat setempat secara berkelompok yang terdiri 3 – 5 orang dengan modal kecil.
Pengetahuan penambangan tersebut diperoleh setelah mereka berbaur dengan masyarakat
penambang dari luar Bombana, khususnya para penambang yang berasal dari Menado, Jawa
Barat, Kalimantan Selatan, P. Bangka dan P. Belitung. Tipologi penambangan ini dengan
modal dan pengetahuan yang minim jelas tidak akan dapat memenuhi konsep pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar.
Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti prinsipnya
tidak jauh berbeda dengan tipologi penambangan sebelumnya (tipe pertama). Perbedaannya
bahwa dalam tipologi ini ada proses pemilihan, pencucian dan pemberaian material sebagai
umpan (feed) proses pendulangan (panning) atau sudah dilakukan proses ‘roughing’ walaupun
dilakukan secara manual (hand picking) dan proses ‘cleaning’ yang dilakukan secara
bersamaan dengan proses roughing. Perbedaan lainnya yang menojol pada upaya penerapan
konsep perolehan konsentrasi gravimetri, dimana proses ‘roughing’ dan ‘cleaning’ dilakukan
secara terpisah, walaupun dalam pengoperasian kedua tahap tersebut belum memadai.
Terutama dalam tahap ‘roughing’ dimana peralatan yang digunakan masih sangat sederhana ,
yakni berupa mini ‘sluice box’. Kelemahan cara ini, walaupun dapat menangkap butiran emas
yang halus namun kapasitas produksi masih relatif rendah. Karena aliran air yang diskontinyu
atau tidak tetap dan aliran air tidak merata bahkan kadang-kadang aliran air terlalu besar,
sehingga kemungkinan besar masih banyak butiran emas berbutir halus terbuang bersama
aliran air.
Secara konseptual, sesungguhnya peralatan lainnya selain ‘pans’ adalah ‘rocker’27.
disamping cukup sederhana, efektif dan relatif murah biaya pengoperasiannya dan dapat
digunakan secara berkelompok. Alat konsentrasi ini terbuat dari kayu, yakni terdiri dari
sebuah ‘sluice box’, yang dilengkapi dengan ‘screen’ dan ‘apron’ 28. Pada bagian dasar atau
lantai ‘sluice box’ dipasang ‘rifflers’ untuk membentuk aliran air secara turbulensi sehingga
dapat menangkap atau menjebak butiran emas yang terbawa oleh aliran air. Saringan (screen)
dapat berperan untuk memotong material kasar tetapi cukup lunak, sehingga memberi
kesempatan lempung (clay) dapat terberai secara lebih sempurna, dengan demikian semua
partikel emas berbutir halus dapat terlepas (bebas) dari ikatan lempung. Saringan berukuran
(16 – 20 ) inci dengan lebar lubang bukaan (opening) sekitar 0,5 inci. Material halus yang
tercuci akan jatuh dan lolos melalui lubang bukaan, selanjutnya akan terbawa aliran air serta
jatuh diatas ‘apron’ yang dipasang miring (menyudut). ‘Apron’ berperan untuk mengarahkan
atau membawa semua material ke ujung atas ‘rocker’.
Walaupun bentuk dan ukuran ‘rocker’ bisa bervariasi, tetapi konstruksi secara umum
tergantung dari material yang ada, ukuran butir emas yang akan diperoleh, dan ditentukan oleh
pengalaman penambang. Namun konstruksi pada umumnya mempunyai panjang (24 – 60)
inci, lebar (12 – 25) inci dan tinggi (6 – 14) inci, sebagaimana diilustrasikan pada skema
gambar berikut ini (Gambar 5).
27
Rockers, adalah sejenis alat konsentrasi graviti atau sama dengan ‘sluice box’ tetapi dtlengkapi dengan
‘screen’ dan ‘apron’.
28
Screen, adalah saringan yang terbuat dari kawat atau plat yang dilubangi. ‘Apron’ terbuat dari kanvas yang
dilubangi secara mendatar (strip) yang berfungsi untuk mengarahkan material ke ujung atas ‘rockers’.
Gambar 5. Skema sederhana sebuah ‘rocker washer’ (Sweef, 1980 dalam Silva, 1986)

Bagian terpenting dari sebuah ‘rocker’ adalah ‘sluice box’, yang secara umum
didefinisikan sebagai ‘artificial channel’ yang dikontrol oleh sejumlah aliran air. ‘Sluice box‘
dengan ‘riffles’ merupakan salah satu bentuk alat pemisahan secara graviti tertua yang masih
digunakan hingga kini. Berbagai macam bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan
‘sluice box’ ini, bisa terbuat dari kayu, aluminium, plastik dan baja. ‘Slice box’ yang
berukuran kecil terbuat dari aluminium atau baja dan mudah diangkut (portable), biasa
29
digunakan untuk ‘prospecting’ . Walaupun ukuran panjang ‘sluice box’ bisa mencapai
ratusan feet yang dipasang secara bertingkat dan biasa disebut sebagai ‘long toms’, namun
pada umumnya mempunyai panjang 12 feet dan lebar 1 feet. ‘Sluice box’ yang berukuran
panjang lebih efisien dari pada ‘sluice box’ yang berukuran pendek tetapi lebar. Kemiringan
sudut pemasangan berkisar (4 – 18 inci) untuk setiap panjang 12 feet atau (1-1/6 hingga 1- ¾)
29
Prospecting, merupakan tahap penyelidikan awal dari tahapan pertambangan
inci untuk setiap panjang 1 foot. Kondisi tersebut tergantung pada jumlah air yang tersedia,
ukuran material yang diproses serta ukuran partikel emas yang akan diperoleh. ‘Sluice box’
dalam pengoperasiannya memerlukan sejumlah air pencuci, namun jika terlalu besar air yang
dialirkan ke dalam umpan (feed) dapat mengakibatkan lapisan pasir yang mengandung emas
hilang keluar dari dasar ‘sluice box’. Oleh karena itu, penggunaan ‘riffles’ menjadi penting,
karena ‘riffles’ di dalam ‘sluice’ dapat memutar kembali material-material di dalam aliran air
terperangkap membentuk lapisan pasir berupa partikel dengan berat jenis tinggi dan
terbentuknya gaya putaran (turbulance). Gerakan putaran ini lah yang menyebabkan partikel
berat jatuh terguling dan dengan cepat terperangkap oleh media lekukan (Gambar 6). ‘Riffles’
ini bisa terbuat dari kayu, batu, besi atau baja dan pada umumnya berukuran tinggi 0,5 -1 inci
Disamping ‘riffles’, material lainnya berupa karpet (carpet), ‘courdoroy’, ‘burlap’ dan
digunakan pada dasar ‘sluice’ untuk meningkatkan perolehan emas berbutir halus.

Gambar 6. Ilustrasi peran pemisahan ‘riffles’ dalam sebuah ‘sluice’


(Modifikasi Silva, 1986 dari Pryer, 1963)

Tingkat perolehan emas dari ‘sluice box’ bisa bervariasi yang tergantung dari sejumlah
faktor. Oleh karena itu, untuk mengatasi kehilangan emas dapat dilakukan dengan cara
pencucian kembali dengan frekuensi lebih dari satu kali, mengurangi kecepatan aliran lumpur
(slurry) hingga kecepatan alir 2-3 feet per menit, dan / atau mengurangi jumlah umpan (feed)
dan biasanya dilakukan dengan menggunakan saringan. Sebagai ilustrasi tentang gambar
teknik secara detil yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan sebuah
‘rocker’ disajikan pada gambar 7.
Gambar 7. Gambar teknik dan bagian dari sebuah ‘rocker’ (Silva, 1986)
Keterangan :
A. Ujung (end), 1 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 16) inci.
B. Sisi (sides), 2 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 48) inci.
C. Bawah (bottom), 1 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 44)
inci.
D. Middle spreader, 1 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (1 x 6 x 16)
inci.
E. End spreader, 1 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (1 x 6 x 16) inci.
F. Rockers, 2 buah, berukuran : (tebal x lebar x panjang) = (2 x 6 x 17) inci.
(berlapis)
H. Screen, luas dimensi luar bottom screen, sekitar 16 inci 2. 4 buah, berukuran : (tebal x lebar x
panjang) = (1 x 4 x 15 1/4) inci dan 1 buah screen dengan luas16 inci 2 atau lubang bukaan ½
inci atau lapisan logam yang dilobangi sesuai dengan lobang bukaan (opening)
K. Apron, terbuat dari canvas (1 x 2) inci strips covered loosely. Untuk cleadts dan
apron, dll, 27 feet (1 x 2) inci. 5 buah iron rod : 3/8 inci x 19 inci (panjang).
I. Handle, yang ditempatkan pada screen.

3. Penambangan dengan cara tambang semprot dengan ‘sluice box’ dan pendulangan

Mengingat cara penambangan sebelumnya secara acak dan tingkat perolehan yang masih
rendah, dimana masih banyak butiran emas yang tertinggal maka para penambang menerapkan
tambang semprot. Penambangan tersebut dilakukan pada area bekas penambangan
sebelumnya (tailing). Teknik penambangan ini dilakukan seperti halnya yang diterapkan pada
tambang timah di Bangka – Belitung maupun pada tambang intan di Martapura (Kalimantan
Selatan). Penambangan dimulai dengan penyemprotan melalui alat penyemprot (monitor) pada
tumpukan material (tailing) pada area bekas penambangan terdahulu untuk memberaikan
material, selanjutnya material dalam bentuk pulp disedot dan di alirkan menuju palong (sluice
box). Untuk keperluan tersebut, minimal diperlukan dua buah pompa (4 PK) dan selang air (1
inci) untuk ukuran sluice box kecil serta pompa (24 PK) dan selang air (3 inci) untuk ukuran
sluice box besar, dan juga tergantung dari jauh dekatnya lokasi penambangan dengan sumber
air. Palong (sluice box) terbuat dari kerangka kayu dan papan berbentuk kotak empat persegi
panjang berukuran panjang (3 m), lebar (1 m) dan tinggi (0,3 m), yang alasnya dilapisi
dengan karpet dan riffle (Lihat Foto Gambar 8). Ujung atas palong dipasang kotak terbuka
(feeder) yang dilengkapi dengan saringan (grizly) untuk menyaring material yang berukuran
kasar (gravel). Satu unit palong bisa terdiri dari 1-3 rangkaian ‘sluice box’ yang dipasang
secara bertingkat dengan arah memanjang. Palong dipasang diatas penyangga dengan sudut
kemiringan tertentu, sehingga pulp bisa mengalir ke bawah. Pada waktu tertentu, karpet
dilepas dan ditampung dalam baskom pencuci untuk melepaskan material yang mengandung
emas yang terperangkap dalam karpet, selanjutnya dilakukan pendulangan guna memisahkan
butiran emas dari material pengotornya.
Penambangan dengan cara ini yang dilakukan di daerah Tahi ite, tidak hanya pada
sungai utama, tetapi kini sudah merambah pada cabang-cabang sungai kering (intermiten) 30 ke
arah hulu sungai. Permasalahan yang dihadapi adalah masalah ketersediaan air, penyemprotan
dilakukan pada tebing-tebing sungai yang terjal, sehingga besar kemungkinan terjadinya
longsoran. Cara penambangan ini dilakukan secara berkelompok (5-10 orang) oleh anggota
masyarakat yang cukup modal (pemodal), dan salah satu anggotanya biasanya berasal dari luar
Bombana, khususnya dari P. Bangka atau Martapura (Kalimantan Selatan) yang telah
berpengalaman dalam tambang semprot.

Gambar 8. Foto kegiatan tambang semprot

30
Intermeten, adalah tidak tetap, misalnya sungai yang berair hanya ketika musim hujan.
Analisis kualitatif untuk tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa secara
konseptual tambang semprot sesuai dengan teknik penambangan yang lazim digunakan untuk
tipe ‘cebakan emas placer’ pada umumnya. Kondisi demikian dapat dipahami, mengingat
pengoperasiannya dikoordinir oleh penambang yang berpengalaman dari luar Bombana. Pada
umumnya koordinator direkrut dari kalimantan Selatan, P. Bangka dan P. Belitung yang telah
berpengalaman dalam tambang semprot dan didukung oleh para pemodal. Walaupun secara
teknis dapat diklasifikasikan sebagai kategori ‘pertambangan rakyat’, namun secara umum
belum bisa dikatakan demikian, karena pengelolaan penambangannya belum memenuhi syarat
atau sesuai dengan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar.
Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti pada
prinsipnya bahwa proses pemberaian dilakukan secara terpisah, yakni melalui penyemprotan
dengan air yang bertekanan tinggi dengan menggunakan pompa air dan ‘monitor’. Proses
‘roughing’ dilakukan dengan sebuah ‘sluice box’ atau 3 (tiga) buah ‘sluice box’ yang dipasang
secara bertingkat. Sementara untuk proses ‘cleaning’ dilakukan secara terpisah dengan proses
‘roughing’ melalui pendulangan (panning). Beberapa kelemahan yang terlihat, diantaranya
pada sudut kemiringan terlalu besar (> 5 o) dan lapisan aliran air (slury) terlalu besar, sehingga
kemungkinan partikel emas halus lolos bersama aliran air.

4. Penambangan dengan cara kombinasi tambang mekanis, semprot dan multi ‘sluice
box’ dan pendulangan.

Lokasi penambangan dilakukan secara terpisah dengan unit pengolahan. Penambangan dengan
cara ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan peralatan berat seperti ‘buldozer’
berfungsi untuk pengupasan tanah penutup dan meratakan tanah dan ‘back hoe’ berfungsi
sebagai alat gali dan alat muat, serta ‘dump truck’ berfungsi sebagai alat angkut hasil
penggalian. Material hasil penambangan diangkut ke lokasi pengolahan, yang pada umumnya
dekat dengan sumber air. Unit pengolahan terdiri beberapa unit ‘sluice box’ yang terbuat dari
papan yang dilapisi karpet tetapi tanpa menggunakan penyangga dan dipasang sejajar dengan
arah memanjang dengan kemiringan tertentu. Pada ujung atas ‘sluice box’ dibangun landasan
yang terbuat dari beton dengan kemiringan hampir sama dengan kemiringan ‘sluice box’.
Landasan tersebut berperan sebagai tempat pemberaian material hasil penambangan yang
dilakukan dengan menggunakan alat seprot (monitor), hasil penyemprotan berupa lumpur
(slury) yang mengalir kedalam unit ‘sluice box’ menuju tempat penampungan tailing (Lihat
Foto Gambar 9). Untuk keperluan pengolahan tersebut, diperlukan beberapa unit pompa dan
selang air dengan kapasitas yang besar. Pada unit pengolahan dilengkapi dengan beberapa
kolam penampung air dan dan kolam penampungan limbah (tailing). Cara penambangan ini
dilakukan oleh pemodal besar atau perusahaan tambang swasta (PT. Panca Logam Makmur)
yang bermitra dengan masyarakat penambang dengan sistem bagi hasil.

Gambar 9. Foto kegiatan penambangan semi mekanis

Analisis kualitatif untuk tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa secara


konseptual penambangan secara mekanis dengan menggunakan peralatan berat (excavator)
lazim digunakan pada tipe ‘cebakan bijih placer’ seperti yang dilakukan pada tambang timah
di P. Bangka. Tipologi penambangan ini dilakukan oleh perusahaan swasta (PT. Panca Logam
Makmur) yang bermitra dengan masyarakat setempat. Baik secara teknis maupun
organisatoris menunjukkan bahwa tipologi penambangan tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai ‘pertambangan rakyat’, karena relatif memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar.
Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti pada
prinsipnya bahwa proses pemberaian dilakukan secara terpisah, yakni melalui penyemprotan
dengan air bertekanan tinggi dengan menggunakan pompa air dan ‘monitor’. Proses
‘roughing’ dilakukan dengan multi ‘sluice box’ yang dipasang pada beberapa tempat di lokasi
unit pengolahan. Sementara untuk proses ‘cleaning’ dilakukan secara terpisah dengan proses
‘roughing’, yaitu melalui proses pendulangan (panning). Beberapa kelemahan yang terlihat,
diantaranya bahwa pada saat pemberaian material sebagai umpan (feed) semburan air masih
terlalu besar (kurang kontrol) sehingga lapisan aliran air (slury), sehingga kemungkinan
partikel emas halus masih bisa lolos bersama aliran air walaupun pada sudut kemiringan relatif
kecil (< 5 o). Proses pemisahan yang dilakukan oleh perusahaan yang bermitra dengan
masyarakat penambang untuk sementara ini terkesan hanya untuk mengejar produksi dengan
cepat, walaupun dikemudian hari ampas (tailing) ditampung dan bisa di olah kembali pada
masa mendatang. Seharusnya opada tataran perusahaan, secara konseptual mampu untuk
menerapkan metoda konsentrasi graviti secara lengkap, dimana konsentrasi graviti dapat
dilakukan kombinasi dari ketiga tahapan, yakni ‘roughing’, ‘cleaning’ dan ‘scavenging’.
Sementara peralatan yang digunakan masih terlalu sederhana, seharusnya peralatan pemisahan
metode graviti yang lebih modern dapat diterapkan pada level perusahaan ini, sehingga
perolehan emas menjadi lebih optimal.

Diantara ke-empat tipologi penambangan emas di Bombana nampak bahwa 3 (tiga)


tipologi penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di Bombana (tipe 1, 2 dan 3) pada
umumnya kurang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan pertambangan yang baik dan
benar. Walaupun secara konseptual perolehan emas melalui konsentrasi graviti antara proses
‘roughing’ dan ‘cleaning’ telah dilakukan, namun karena keterbatasan modal dan pengetahuan
maka perolehan emas belum optimal. Sementara penambangan yang dilakukan oleh
masyarakat yang bermitra dengan perusahaan (tipe 4) relatif lebih memenuhi syarat
pengelolaan pertambangan yang baik dan benar dibandingkan tipologi sebelumnya. Namun
secara konseptual, belum dilakukan konsentrasi graviti secara lengkap, yaitu belum
dilakukannya tahapan ‘scavenging’. Seharusnya untuk level perusahaan yang bermitra dengan
masyarakat penambang ini mampu melakukannya dengan peralatan konsentrasi graviti yang
lebih modern, sehingga perolehan emas menjadi lebih optimal.

Analisis Dampak Teknik Penambangan Emas di Bombana

1. Dampak penambangan dan perolehan emas dengan cara pendulangan


Penambangan dengan cara pendulangan, secara umum tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan yang cukup berarti karena hanya menggunakan peralatan sederhana, dan secara
fisik hanya nampak penurunan kualitas air seperti meningkatnya tingkat kekeruhan air. Namun
ketika jumlah pendulang mencapai ribuan orang, dampak penambangan yang ditimbulkan
menjadi penting untuk diperhatikan. Tidak hanya faktor perubahan fisik lingkungan yang
berubah, tetapi juga faktor dampak turunannya seperti : kebersihan dan kesehatan lingkungan
yang cenderung menurun. Karena para penambang juga membawa keluarganya, tinggal di
lokasi penambangan dengan mendirikan tenda di sekitar sungai (Gambar 10).

Gambar 10. Foto kondisi fisik lingkungan penambangan

Disamping air sungai menjadi lebih keruh dan kental atau berupa lumpur, juga tidak
terdapat fasilitas yang mendasar seperti kebutuhan air untuk MCK dan lain-lainya, sehingga
lingkungan menjadi rawan akan terjangkitnya penyakit muntaber. Meningkatnya jumlah
penambang tersebut juga mengakibatkan penambangan (pendulangan) menjadi tidak efektif,
karena disamping penambang tidak terampil juga wilayah penambangan yang diacak atau
menjadi tidak beraturan. Hasil pendulangan menjadi jauh berkurang, disamping semakin
menipisnya jumlah cadangan juga banyak butiran emas halus yang tidak terambil. Kondisi
seperti itu cenderung mengakibatkan pemborosan sumberdaya mineral.

2. Dampak penambangan dengan cara penggalian (sumuran, paritan) dan


perolehan emas dengan mini ‘sluice box’ pendulangan (panning)

Semakin meningkatnya jumlah penambang, terutama dengan masuknya para penambang dari
luar Kabupaten Bombana yang memberikan pengalaman cara menambang dari tempat
asalnya, diantaranya melakukan penggalian dengan cara membuat sumuran atau paritan
disekitar badan sungai. Penggalian tersebut bertujuan untuk memperoleh lapisan tanah yang
diduga mengandung emas, pemisahan butiran emas dari material pengotornya dilakukan
dengan cara pendulangan di sungai yang ada airnya. Dampak perubahan fisik di sekitar badan
sungai semakin penting untuk diperhatikan. Lubang bukaan (sumuran, paritan) yang dibuat
tidak beraturan disamping merusak bentang alam juga terjadinya longsoran yang berpotensi
terjadinya kecelakaan tambang dan bahkan mengakibatkan kematian. Aliran sungai menjadi
semakin tidak jelas, terutama diakibatkan oleh tanah buangan hasil penggalian, dan juga tidak
semua lapisan yang diduga mengandung emas dapat terambil. Proses pemisahan butiran emas
dari mineral pengotornya, yakni dengan menggunakan peralatan tambahan berupa mini ‘sluice
box’ dan pendulangan tetapi tidak dilakukan dengan baik dan benar, karena terbatasnya
pengetahuan dan peralatan serta kecilnya modal kerja. Melalui proses tersebut butiran emas
yang relatif halus dapat ditangkap, walaupun hasil yang diperoleh masih belum optimal.

3. Dampak penambangan dengan cara tambang semprot dan perolehan konsentrasi


graviti dengan menggunakan ‘sluice box’ dan pendulangan (panning).

Semakin terbatasnya area yang dapat ditambang, beberapa upaya yang dilakukan oleh para
penambang yang didukung oleh pemodal teknik penambangan berkembang, yakni
menerapkan tambang semprot seperti yang dilakukan baik pada tambang timah di Bangka dan
Belitung maupun pada tambang intan di Martapura. Penerapan tambang semprot ini
menempati bekas area penambangan sebelumnya, bertujuan untuk mengambil atau
memanfaatkan tailing dan lapisan tanah yang diduga masih mengandung emas yang masih
tersisa. Pemisahan butiran emas terhadap material pengotornya dilakukan dengan
menggunakan palong (sluice box), beberapa kelemahan yang nampak di lapangan adalah
kemiringan palong dengan sudut kemiringan lebih besar dari 5o dan aliran air masih terlalu
deras, sehingga butiran emas halus kemungkinan besar terbawa oleh aliran air bersama-sama
dengan tailing. Dampak penambangan ini cenderung menimbulkan kerusakan fisik
lingkungan yang semakin parah, tidak hanya permukaan tanah yang tidak merata tetapi juga
terbentuk ceruk atau semacam kubangan lumpur yang cukup dalam. Kondisi tersebut juga
dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, yang merupakan sumber penyakit.
Walaupun demikian, tailing yang terbuang disamping lumpur terdapat juga pasir dan kerikil
yang terkonsentrasi yang sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan sebagai
hasil sampingan. Kini dengan semakin terbatasnya area penambangan, tambang semprot
tersebut tidak hanya menempati bekas penambangan sebelumnya, tetapi juga sudah merambat
ke tebing anak sungai intermiten. Disamping berpotensi terjadinya longsoran, juga dapat
mengakibatkan badan sungai menjadi semakin melebar.

4. Dampak penambangan dengan cara kombinasi tambang mekanis, semprot dan


perolehan konsentrasi graviti dengan multi ‘sluice box’ dan pendulangan.

Penambangan dengan cara ini dilakukan oleh masyarakat penambang yang bermitra dengan
perusahaan swasta (PT. Panca Logam Makmur) yang telah mempunyai izin eksploitasi.
Dampak penambangan ini belum nampak begitu kelihatan nyata, karena masih baru
berlangsung sambil melakukan tahap penyiapan (development), tetapi yang jelas lebih baik
dari cara penambangan sebelumnya karena sebelum tambang beroperasi telah dilakukan studi
kelayakan terlebih dahulu. Dengan semakin menumpuknya ‘tailing’, lambat laun akan
menimbulkan permasalahan baru, untuk itu sedang dipikirkan tentang bagaimana cara
memanfaatkan ‘tailing’ tersebut menjadi produk sampingan (by product). Sebagian dari
pengolahan hasil penambangan ini dilakukan bermitra dengan masyarakat penambang dengan
sistem bagi hasil, mayarakat yang mengolah mendapat bagian 24 %. Menurut masyarakat
penambang, walaupun hasilnya sedikit, tetapi ada kepastian pendapatan dan memperoleh
jaminan kesehatan maupun kecelakaan. Bagi masyarakat penambang, yang penting dapat
bekerja dengan tenang atau tidak digusur, meskipun kini belum adanya kepastian jaminan
masa depan.

Kesimpulan :

Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan bahwa tipologi penambangan emas oleh
masyarakat di Bombana ada 4 tipe, yakni :
Tipe 1: penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara perseorangan dengan cara
pendulangan (panning) tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yang baik dan
benar. Walaupun secara konseptual masih relevan dengan konsep metoda perolehan
secara konsentrasi graviti untuk penambangan awal, namun penerapan metoda
pendulangan (panning) ini menjadi bermasalah ketika penambang jumlahnya ribuan
pada lokasi yang relatif terbatas dan sebetulnya metoda pendulangan (panning) ini
hanya cocok untuk pekerjaan ‘prospecting’. Dampak penambangan tipologi ini pada
awalnya kerusakan lingkungan tidak cukup berarti, namun dengan bertambahnya
ribuan penambang maka kerusakan lingkungan menjadi penting untuk diperhatikan.
Tipe 2:penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok, namun
karena kekurangan modal dan pengetahuan dan belum terorganisir dengan baik dan
benar, sehingga masih jauh dari persyaraan pengelolaan pertambangan yang baik dan
benar. Walaupun secara konseptual perolehan konsentrasi graviti telah diterapkannya
tahap ‘roughing’ dan ‘cleaning’ secara terpisah, namun karena peralatan kurang
memadai sehingga perolehan emas menjadi kurang optimal. Dampak akibat kegiatan
penambangan ini selain terjadinya pemborosan sumber daya mineral, juga terjadinya
kerusakan secara fisik menjadi semakin parah karena tanpa adanya perencanaan yang
baik dan benar.
Tipe 3:penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok dengan
dukungan penyandang dana dan koordinator berpengalaman, tetapi karena tidak
dilakukan perencanaan yang baik dan bahkan cenderung sebagai petualang. Tipologi
penambangan ini jelas tidak memenuhi persyaratan pengelolaan pertambangan yang
baik dan benar. Secara konseptual perolehan konsentrasi graviti relatif lebih baik
dibandingkan dengan tipologi penambangan sebelumnya (tipe 1 dan 2), tetapi karena
tanpa perencanaan dengan baik dan benar mengakibatkan kerusakan fisik lingkungan
akibat penerapan teknik penambangan ini menjadi semakin parah.
Tipe 4:penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat dengan bermitra perusahaan
swasta dimana masyarakat hanya melakukan pemisahan atau pengolahan saja,
sementara penambangannya dilakukan oleh perusahaan secara tambang mekanis.
Tipologi penambangan ini relatif lebih memenuhi persyaratan pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar ketimbang tipologi sebelumnya (tipe 1, 2 dan 3).
Karena disamping adanya dukungan modal, juga didukung oleh peralatan dan
pengetahuan yang lebih memadai. Walaupun secara konseptual perolehan konsentrasi
graviti belum dilakukannya tahap ‘scavenging’ dan seharusnya mampu menggunakan
peralatan konsentrasi graviti yang lebih modern sehingga perolehan emas menjadi
lebih optimal. Tipologi penambangan ini lebih menjanjikan, karena telah dilakukan
perencanaan penambangan dengan baik sehingga kerusakan lingkungan dapat
diminimalisir.
Daftar Pustaka

http://korpcitaka.wordpress.com/2008-09-22/tambang emas diketemukan di bombana.

http: //www.majalah tambang.com/2008-11-19/merebut rezeki emas bombana.

http: //www.dim.esdm.go.id/2005-04-05/endapan placer.

Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan


Sumber Daya Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.

Iskandar Zulkarnain, dkk, Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia, LIPI
Press, 2007

Suyartono, 2003, “Good Mining Practice” Konsep tentang Pengelolaan Pertambangan yang
Baik dan Benar, Studi Nusa, 2003.

Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation


Division of Mines and Geology, 1986.

Spiller D.E, Gravity Separation of Gold –then and now, Denver, Colorado, 1983
Bab IV.
Penambangan Emas Di Bombana: Tipologi dan Dampaknya

1. Latar Belakang
- Jenis cebakan emas dan teknik penambangan secara umum
- Potensi emas di Bombana dan teknik penambangan emas oleh masyarakat
- Mengapa hal itu menjadi untuk ditulis:
a. Penambangan emas placer (letakan) di Indonesia relatif jarang  case
study penting
b. Teknik penambangan tidak efisien, tidak efektif dan berbahaya

2. Tipologi Penambangan Emas di Bombana:


- Data empiris yang ada di Bombana
- Dianalisis dengan menggunakan konsep yang ada
a. tunjukkan perbedaan kegiatan di level perusahaan dengan masyarakat
b. mengapa perbedaan itu terjadi?

3. Analisis Dampak Teknik Penambangan Emas Di Bombana:


- Analisis teknik yang digunakan masyarakat  tidak efisien
- Apa dan bagaimana yang harus dilakukan untuk membawa teknik
penambangan masyarakat tersebut menuju kondisi yang diinginkan konsep
tersebut. (perbaikan teknologi penambangan)

4. Kesimpulan: (Kesimpulan di Bombana lho!!!! View dan solusi alternatif)

You might also like