You are on page 1of 22

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

abortus
Diposkan oleh Bascom Label: Teori Kesehatan
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup di luar kandungan. Bisa berakibat fatal terhadap ibu misalnya
perdarahan, perforasi, infeksi, syok dan payah ginjal akut
Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang
berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan di negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5-10
per 100.000 kelahiran hidup.
Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia        
2001-2010 disebut bahwa dalam konteks rencana pembangunan menuju Indonesia
sehat 2010, Visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung
aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000
kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal
dunia karena berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer),
target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka kematian ibu
menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010. Mengenai penyebab
kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia
gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling
banyak terjadi pada persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu
penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat
dengan masyarakat belum terlaksana dengan baik.
Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan
dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan
kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa
karakteristik umum dapat diklasifikasikan yaitu status ekonomi, pendidikan, status
perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.
Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar
(lebih dari 90%) dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar        11-
13% terhadap kematian maternal di dunia.
Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu
berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Ababa masing-
masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian
kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan
pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi.
Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami
abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat

24
25

sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang).


Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak
dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari
jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara
nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan
rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.
Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih
cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3
juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta
disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat
kontrasepsi KB.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Palembang berdasarkan laporan indikator
Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programe
adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467
per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang
sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya
disebabkan faktor lainnya termasuk abortus.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat  Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123
kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus
komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%)
dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).
Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya
abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat
pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status
perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi
2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100
kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan
di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus
lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.

MASALAH ABORTUS DAN KESEHATAN


REPRODUKSI PEREMPUAN
Dr. Azhari, SpOG
BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI
FK UNSRI/ RSMH
PALEMBANG
PENDAHULUAN
Abortus merupakan suatu masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di
tulis orang. Kontroversi karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk
mereka yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama.
Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan
tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara sukarela
mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu.
26

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan sebelum


janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang
dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu
lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di
bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari
20 minggu. Abortus dapat berlangsung spontan secara alamiah atau buatan. Abortus
buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau
dengan tindakan medik.
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya
disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan
kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan
berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan
mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu
sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus
spontan.
Sulit untuk mendapatkan data tentang abortus buatan (selanjutnya akan ditulis :
abortus) di Indonesia. Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, abortus
dilakukan secara sembunyi. Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya dilaporkan
komplikasinya saja, tidak abortusnya.
Dengan menggunakan Randomized Response Technique, Saifuddin dan
Bachtiar menemukan bahwa hampir sepertiga dari wanita yang datang ke Poliklinik
Kebidanan di RS Cipto Mangunkusumo pernah melakukan abortus.
Seminar Kelahiran Tidak diinginkan (aborsi) Dalam Kesejahteraan Reproduksi
Remaja, Palembang 25 Juni 2002

Identifikasi dan isolasi neospora caninum penyebab abortus pada sapi perah
rangka pengembangan uji diagnotik dan produksi vaksin

Abstrak

Kejadian keguguran (abortus) pada di Indonesia dalam kurun waktu + 30 tahun lamanya, selalu
mengarah kepada Brucellosis, suatu gangguan reproduksi pada sapi perah yang ditandai oleh
keguguran (abortus) dan bersifat menular dengan kuman Brucella abortus bang sebagai
penyebabnya. Upaya pengendalian melalui test and slaughter (uji dan potong) tidak dapat
menghilangkan penyakit tersebut. Kebijakan pemerintah melalui aturan prevalensi < 2% dipotong
dan > 2% dilakukan vaksinasi tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya sehingga kasus
Brucellosis di Indonesia masih merupakan penyakit reproduksi terutama sapi perah dan
memerlukan penanganan yang lebih serius karena tinjauan baik dari segi ekonomi maupun
penyiapan bibit sapi perah (replacement stock) sangat merugikan dan berpengaruh buruk terhadap
peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah. Selanjutnya disamping kuman (bakteri) maka
parasit internal tidak saja berpengaruh terhadap pertumbuhan penampilan ternak sapi perah, tetapi
juga menyebabkan masalah pada alat reproduksi terutama pada sapi perah betina dan keguguran
(abortus) pada hewan penderita. Selanjutnya kurun waktu 10 tahun terakhir, infeksi oleh parasit
jenis coccidia yaitu Neospora caninum (Neospororis) telah muncul sebagai penyakit reproduksi
penting pada ternak sapi (terutama sapi perah) di seluruh dunia dan disebut sebagai penyakit
infeksious (menular) yang baru dikenal (new emerging infectious disease). Penyakit tersebut tidak
memperlihatkan gejala klinis yang khas dan dapat mengarahkan diagnosa kepada penyakit
27

tersebut. Keguguran (abortus) yang terjadi selama pertengahan kebuntingan merupakan tanda
klinis utama yang diamati pada sapi perah. Anjing diduga sebagai penyebab penularan penyakit
tersebut pada sapi perah pada awalnya dieliminasi dengan teori penularan horizontal (migrasi
transplacental), artinya bila induk sapi perah (+) Neospora bila melahirkan anak sehat maka anak
sapi perah tersebut tidak akan menderita Neosporosis juga. Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada tahun 2003 melalui uji serum darah (serologis) pada sapi perah yang dilaporkan keguguran
(abortus) dan non abortus, pada KUD Persusuan di Jawa Barat, meliputi Kabupaten Bandung,
Garut, Kuningan dan Perusahaan Peternakan di Kabupaten Sukabumi serta KUD Persusuan di
Kabupaten Malang Jawa Timur menunjukkan angka prevalensi atau kejadian Neosporosis berkisar
5,5% hingga 53,8% (0= 21,5%), (n=311). Oleh karena kerugian ekonomi cukup tinggi dari
kejadian Neosporosis tersebut maka upaya untuk melakukan isolasi penyebab penyakit tersebut di
Indonesia merupakan keharusan dan diupayakan pengembangan uji diagnostiknya. Uji serologis
(serum) yang diperoleh dari kelompok sapi perah untuk mengetahui adanya reaksi positif atau
negatif sebagai kontrol terhadap N. caninum sebagai kelanjutan pengembangan Uji ELISA.
Selanjutnya pada tahun 2004 dikembangkan pula pengukuran seroprevalensi dari infeksi Neospora
caninum mengikuti kejadian abortus pada sapi perah dengan menggunakan uji immunohistokimia
(IHC) untuk mendeteksi adanya antigen Neospora sp. dalam jaringan fetus yang diabortuskan,
antigen Neospora sp. sebagian besar dapat dideteksi dari jaringan otak fetus yang diabortuskan.
Uji imunohistokimia (IHC) bersifat spesifik dan sensitif untuk mengetahui adanya antibodi
polyclonal.

Hal-hal yang terkait dengan abortus


Kehamilan adalah proses fisiologi pada wanita dalam masa reproduksi. Dalam
perjalanannya , kehamilan sering terhenti oleh proses abortus, partus immature
maupun partus prematurus. Proses reproduksi umumnya dipandang sebagai proses
fisiologis, akan tetapi kemungkinan timbulnya komplikasi pada kehamilan,
persalinan, dan nifas sedemikian besarnya sehingga proses ini tidak dapat
dibiarkan berlangsung sendiri tanpa perawatan, perlindungan, dan perawatan yang
memadai.

Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia.
Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus
penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 – 49 tahun
(berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup)
(Utomo, 2001).

Abortus dibagi menjadi beberapa jenis, menurut kejadiannya abortus dibagi atas
abortus spontan yang memang terjadi secara alamiah dan abortus provokatus yang
kejadiannya dibagi atas abortus spontan yang memang terjadi secara alamiah dan
abortus provokatus yang kejadiannya dipicu hal-hal tertentu. Menurut aspek klinis
abortus dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu abortus imminens, abortus
insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion dan abortus
habitualis. Masing-masing abortus memiliki tanda dan karakteristik sendiri.

Penelitian ini dipicu oleh keingintahuan akan frekuensi kejadian dari masing-
masing abortus tersebut berdasarkan jenisnya. Penelitian ini juga berusaha
menelaah sedikit faktor-faktor yang bisa dianggap mempengaruhi terjadinya
abortus.
28

Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus, misalnya


faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko abortus semakin
dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dan ayah
( Cunningham, 2000). Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga
merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan terjadinya
abortus berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih
adalah 83,6 % (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2000)

Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus


abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus.

II.1. Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram ( Greenhill, 1965). Sedang menurut WHO
/FIGO (1998) adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak
diketahui. Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan
definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan
abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12
minggu. Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20
minggu (Gilbert dan Harmon,2003).

II.2. Frekuensi dan Rekurensi

Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak


dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus hanya
disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan
kejadian ini dianggap haid yang terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus
spontan berkisar antara 10 dan 15 % (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2000).

Rekurensi terjadinya abortus sebanyak 20 % jika terdapat riwayat 1 kali abortus


spontan sebelumnya, 35 % jika terdapat riwayat 2 kali abortus spontan
sebelumnya, 50 % jika terdapat riwayat 3 abortus spontan sebelumnya, dan 30 %
jika terdapat riwayat 3 kali abortus spontan sebelumnya dan telah 1 kali
mengalami partus spontan ( Naylor, 2005)

II.3. Etiologi

Lebih dari 80 % abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat ( Cunningham dkk., 2000). Penelitian
menunjukkan bahwa hampir 60 % abortus awal (sebelum 12 minggu pertama
29

kehamilan) memiliki abnormalitas kromosom (Gilbert dan Harmon, 2003).

Menurut Siegler dan Eastman, abortus terjadi pada 10% kehamilan. Rumah Sakit
Pirngadi Medan juga mendapati angka 10 % dari seluruh kehamilan. Menurut
Eastman, 80% abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara Simens
mendapatkan angka 76 % ( Mochtar,1998)

Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus dini


ini, dan kemudian secara pasti dan cepat angka ini akan menurun. Risiko abortus
spontan kelihatannya semakin meningkat dengan bertambahnya paritas disamping
dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah (Cunningham dkk.,2000). Frekuensi
abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12 % pada wanita yang berusia
kurang dari 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita berumur diatas 40 tahun. Insiden
abortus bertambah jika kandungan wanita tersebut melebihi umur 3 bulan
(Cunningham dkk.,2000).

Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.
Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam
keadaan masih hidup (Wibowo dan Wiknjosastro,1999). Mekanisme pasti yang
bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak tampak jelas, tetapi dalam
beberapa bulan kehamilan, ekspulsi ovum yang terjadi secara spontan hampir
selalu didahului kematian embrio atau janin. Dengan alasan tersebut,
pertimbangan untuk menentukan etiologi abortus dini harus melibatkan kepastian
mengenai penyebab kematian janin. Dalam beberapa bulan kehamilan berikutnya,
sering ditemukan sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus (Cunningham
dkk.,2000).

Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus, dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu :

1. Faktor fetal

Penemuan morfologis yang paling sering terjadi dalam abortus dini spontan
adalah abnormalitas dalam perkembangan zigot, embrio fase awal janin, atau
kadang-kadang plasenta. Perkembangan janin yang abnormal, khususnya dalam
trimester pertama kehamilan, dapat diklasifikasikan menjadi perkembangan janin
dengan kromosom yang jumlahnya abnormal (aneuploidi) atau perkembangan
janin dengan komponen kromosom yang normal (euploidi).

Abnormalitas kromosom sering terjadi di antara embrio dan janin fase awal yang
mengalami abortus spontan serta menjadi sejumlah besar atau sebagian besar
kehamilan awal yang sia-sia. Penelitian menyebutkan bahwa 50 – 60 % dari
abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi.

Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan


abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka
48,9 % disebabkan oleh ovum yang patologis (Mochtar,1998).
30

Hasil konsepsi dengan kromosom normal yang mengalami abortus biasanya akan
menghilang belakangan dalam kehamilan. Laporan menyatakan bahwa ¾ abortus
an euploidi terjadi pada atau sebelum kehamilan 8 minggu, sedangkan abortus
euploidi mencapai puncaknya sekitar 13 minggu (Cunningham,2000). Insiden
abortus euploidi akan meningkat secara dramatis setelah usia maternal 35 tahun.
Namun sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut belum diketahui secara pasti.
Dua keadaan yang mungkin menjadi penyebab terjadinya abortus diatas : (1)
abnormalitas genetik (2) sejumlah kasus maternal (Cunningham dkk.,2000).

2. Faktor maternal

Penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut


mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu (Cunningham dkk.,2000).

Keadaan yang menjadi faktor penyebab adalah :

Infeksi
Beberapa infeksi kronis pernah terlibat atau sangat dicurigai sebagai penyebab
abortus, diantaranya Listeria monocytogenes dan Toxoplasma.

Pengaruh endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus,
dan defisiensi progesteron. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil
konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin.

Faktor imunologis
Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas imunologis yang berhubungan
dengan abortus, yaitu : mekanisme alloimun dan mekanisme autoimun.
Mekanisme autoimun adalah mekanisme timbulnya reaksi seluler atau humoral
yang ditujukan kepada suatu lokasi spesifik dalam tubuh hospes. Alogenitas
digunakan untuk menjelaskan ketidaksamaan genetik antar binatang dari spesies
yang sama. Janin manusia merupakan cangkokan alogenik yang diterima dengan
baik oleh tubuh ibu berdasarkan alasan yang tidak diketahui secara lengkap.
Beberapa mekanisme imunologi dilaporkan bekerja untuk mencegah penolakan
janin. Mekanisme tersebut mencakup faktor histokompatibilitas, faktor
penghambat sirkulasi, faktor supressor lokal dan antibodi antileukositotoksik
maternal atau anti paternal. Tidak adanya atau tidak disintesisnya salah satu faktor
diatas oleh tubuh ibu menyebabkan terjadinya reaksi imun maternal abnormal
yang berbalik melawan antigen dalam plasenta atau dalam jaringan janin lainnya
dan mengakibatkan abortus.

Gamet yang menua


31

Baik umur sperma atau ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus
spontan. Gamet yang bertambah tua dalam traktus genitalis wanita sebelum
fertilisasi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.

Kelainan traktus genitalis


Retroversio uteri, myoma uteri, atau kelainan-kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus, tetapi hanya retroversio uteri gravidi incarserata atau
myoma submukosa yang memegang peranan penting (Prawirohardjo dan
Wiknjosastro, 2000).

3. Faktor paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses
timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat
menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu
banyak, sehingga terjadi abortus (Cunningham,2000).

II.4. Patologi

Abortus biasanya disertai dengan pendarahan didalam desidua basalis dan


perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat
perdarahan. Hal tersebut menyebabkan ovum dapat terlepas seluruhnya atau
sebagian dan mungkin menjadi benda asing dalam uterus, sehingga merangsang
kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin.

Sebelum minggu kesepuluh, hasil konsepsi biasanya akan dikeluarkan lengkap.


Hal ini disebabkan karena villi koriales belum menanamkan diri dengan erat
kedalam desidua, hingga hasil konsepsi mudah lepas. Pada kehamilan antara 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebabkan
banyak pedarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, umumnya mula-mula
dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian
oleh plasenta yang lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta
segera terlepas dengan lengkap (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.


Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin lahir mati atau dilahirkan
hidup.

II.5. Klasifikasi

Berdasarkan jenis tindakan yang dilakukan, abortus dibedakan menjadi 2


golongan yaitu :

1. Abortus spontan
32

Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan dan terjadi dengan sendirinya (Wibowo
dan Wiknjosastro,1999). Jenis abortus spontan merupakan 20 % dari semua
abortus (Anonim,1981).

2. Abortus provokatus

Yaitu abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja. Merupakan 80 % dari
semua kasus abortus (Anonim,1981).

Abortus provokatus dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Abortus provokatus therapeutik

Adalah abortus provokatus atas indikasi medik yaitu kehamilan yang dapat
membahayakan jiwa ibu, misalnya karena pasien menderita penyakit jantung yang
berat (Anonim,1981). Adalah peristiwa pengakhiran kehamilan karena penyakit
atau kelainan yang serius pada ibu dan jika kehamilan dilanjutkan akan
membahayakan jiwa ibu (Eastman,1956).

b. Abortus provokatus kriminalis

adalah abortus provokatus tanpa ada alasan medis yang sah dan dilarang oleh
hukum.

Berdasarkan gambaran klinik, abortus dibedakan menjadi 5 golongan, yaitu :

1. Abortus imminens

Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada


kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa
adanya dilatasi serviks (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).

Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari intrauteri muncul
selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa
pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. Menurut Taber (1994),
umumnya kira-kira 50 % wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan
kehamilannya, persentase kecil lahir prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran
cukup bulan.

2. Abortus insipiens

Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah (Wibowo dan Wiknjosastro,1999).
33

Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat dan
sering, serviks terbuka

3. Abortus inkompletus

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan
abortus ini dapat banyak sekali, sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak
dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.

Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi,serviks terbuka, sebagian


jaringan keluar.

4. Abortus kompletus

Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium uteri sebagian besar telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup, ada


keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.

5. Missed abortion

Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (Wibowo dan
Wiknjosastro,1999). Setelah retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati,
dapat terjadi kelainan pembekuan darah yang serius, khususnya bila kehamilan
telah mencapai trimester kedua sebelum janin mati (Cunningham dkk.,2000).

6. Abortus habitualis

Definisi abortus spontan yang berkali-kali (habitualis) telah dibuat berdasarkan


berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi definisi yang paling mungkin
diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau
lebih (Cunningham dkk.,2000)

Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari kehamilan dan abortus
habitualis 3,6 – 9,8 % dari abortus spontan.

Etiologi :

(1) Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan hasilnya
adalah pembuahan yang patologis
34

(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum, kesalahan
plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah
korpus luteum atrofis, kelainan anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi.

II.6 Manifestasi Klinis

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu


Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vagina

b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup,ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak jaringan berbau busuk
dari ostium

c. Vaginal toucher : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
cavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri

II.7 Pemeriksaan Penunjang

Tes Kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah
abortus
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

II.8. Penatalaksanaan

Abortus imminens
· Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang

· Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari

· Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin

· Berikan obat-obat hormonal dan antispasmodika

· Berikan obat penenang dan preparat hematinik

· Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C


35

Abortus Insipiens
· Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam

· Pada kehamilan 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml


dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus
komplet.

· Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual

Abortus Inkomplit
· Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
RL dan selekas mungkin ditransfusi darah

· Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg IM

· Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran


plasenta secara manual

· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

Abortus komplit
· Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari

· Bila pasien anemia berikan hematinik

· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

· Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral

Missed abortion
· Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam
ovum lalu dengan kuret tajam

· Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi

· Pada kehamilan 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin


10 IU dalam RL 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada
kontraksi uterus

II.9. Komplikasi abortus


36

Komplikasi dari abortus sering terjadi pada abortus kriminalis walaupun tidak
menutup kemungkinan juga terjadi pada abortus spontan. Komplikasi dini yang
paling sering adalah sepsis yang disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap,
sebagian atau seluruh produk pembuahan masih tertanam dalam uterus. Jika
infeksi tidak diatasi, dapat terjadi infeksi yang menyeluruh sehingga menimbulkan
aborsi septik, yang merupakan komplikasi aborsi ilegal yang paling fatal. Jika
abortsi septik disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat virulen dan dibiarkan
tidak diatasi, pasien dapat mengalami syok septik.

Komplikasi kedua setelah sepsis yang paling sering dilaporkan adalah perdarahan.
Perdarahan dapat disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap atau cedera organ
panggul. Kematian umumnya disebabkan oleh tidak tersedianya darah dan
fasilitas rumah sakit yang memadai.

Komplikasi aborsi yang secara potensial fatal adalah bendungan sistem


kardiovaskuler oleh bekuan darah, gelembung udara, atau cairan; gangguan
mekanisme pembekuan darah yang hebat (DIC) yang disebabkan oleh infeksi
yang berat. Bagi mereka yang luput dari komplilkasi awal abortus yang dilakukan
oleh tenaga yang kurang terlatih mungkin mengalami efek samping jangka
panjang yang lama. Misalnya, ineksi dapat menimbulkan kerusakan permanen di
tuba falopii yang dapat menyebabkan kemandulan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, I., 1998, Karakteristik Pasien Abortus di RSUD Genteng Kab.


Banyuwangi Selama tahun 1997 ( Karya Tulis Ilmiah), Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Benzion, T., 1994, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri & Ginekologi, EGC,
Jakarta, pp 56 – 76.

Anonym, 1981, Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung

Cunningham, G.F., MacDonald, P.C., Gant, N.F., & Ronardy, D.H.,(eds), 2000,
Abortus, Suyono,J., dan Hartono, A.,(alih bahasa), Obstetri Williams, EGC,
Jakarta (edisi 20)

Delee, J.B., 1938, The Principles And Practise Of Obstetric, W.B. Saunders
Company, Philadelphia and London (7th ed)

Eastman, N.J., 1956, William Obstetrics, Apleton – Century – Crofts, New york
(11th ed.)
37

Greenhill, J.P., 1965, Obstetrics, W.B Saunders Company, Philadelphia and


London (13th ed), pp 432-450

Harlap S, Shiono P.H., Ramcharan S.: A life table of spontaneous abortions and
the effect of age, parity, and other variables. In porter IH, Hook EB (eds): Human
Embrionic and Fetal Death. New York, Academic,1980, p 145

Mochtar, R., 1998, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Lutan, D. (Eds), EGC, Jakarta

Wibowo, B., & Wiknjosastro, G.H., 1994, kelainan Lamanya Kehamilan, Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta pp 302-320.

“ Fakta dan Angka Kehamilan Yang Tidak Direncanakan oleh Prof. Dr. H.A.
Moeloek dan Prof.Dr.I.B. Tjitarsa”, Desember 1996, PKBI-Jogya,
http://www.pkbi-jogja.org/artikel/kesrep-011 htm
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
ABORTUS DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Y. Widyastuti, SST, M.Kes dan Dina kaspa Eka, Am.Keb*

Dosen Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang

Abstrack

Indonesian’s Maternal Death in Indonesia were 307 per 100.000 of life birth (SDKI,
2002-2003). One of the causes was by the bleeding which in its contain bleeding by
abortion (Saifuddin, 2002). The information from medical record of Dr. Mohammad
Hoesin Public Hospital Palembang on 2006, the number of abortion was about 123
cases.
The purpose of this research is to know the relationship between mother’s age total of
mother’s birth, education, and their occupation, which had relationship with abortion at
Intensive Midwifery Care Rooms at Dr. Mohammad Hoesin Public Hospital Palembang
on 2008. This research design is an analytic survey by Cross Sectional approach, by
colleting the data the same time. Which have relationship between independent variable
(mother age, total of mother’s birth, education, and occupation) and a dependent
variable (happening abortion).
Research populations were the entire pregnancy women less than 22 weeks, which ever
had opname at Intensive Midwifery Care Rooms at Dr. Mohammad Hoesin Public
Hospital Palembang 2008 on January-April, and the total were 163 persons and the
samples are 163 persons.
38

Based on the data analysis, it shows a big of despondences who ever done abortion were
about 72,4%, a high risk age despondences were about 89,8%, a high paritas
despondences were about 88,7%, low education despondences were about 87,4%, and
the jobless despondences were about 88,9%. From Chi-Square statistic, it shows the
relationship between mother’s age, paritas, education and occupation with the abortion
(p value = 0,000), it is better for all the hospital to give the people’s understanding about
health contain the risk factors which causes abortion to all fragrance women to checks
their health regularly 50 it can the number of abortion.

References : 13 (2001-2007)
Key Word : Happening Abortion

Pendahuluan kematian maternal berkisar antara 5-10


Abortus adalah berakhirnya per 100.000 kelahiran hidup.
suatu kehamilan oleh akibat-akibat
tertentu atau sebelum kehamilan tersebut Di dalam rencana strategi
berusia 22 minggu atau buah kehamilan
nasional Making Pregnancy Safer (MPS)
belum mampu untuk hidup di luar
kandungan. Bisa berakibat fatal terhadap di Indonesia 2001-2010 disebut
ibu misalnya perdarahan, perforasi, bahwa dalam konteks rencana
infeksi, syok dan payah ginjal akut pembangunan menuju Indonesia sehat
Menurut World Health 2010, Visi MPS adalah “kehamilan dan
Organization (WHO) di negara-negara persalinan di Indonesia berlangsung
miskin dan sedang berkembang, aman, serta bayi yang dilahirkan hidup
kematian maternal berkisar antara 750- dan sehat.
1.000 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan di negara-negara maju
39

Berdasarkan Survei Demografi 11-13% terhadap kematian maternal di


dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dunia.
2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Di Zimbabwe, Afrika,
Indonesia masih berada pada 307 per
dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh
100.000 kelahiran hidup atau setiap jam kematian ibu berhubungan dengan
terdapat 2 orang ibu bersalin yang abortus. Sementara di Tanzania dan
meninggal dunia karena berbagai Adis Ababa masing-masing-masing
sebab. Penatalaksanaan MPS (Making sebesar 21% dan 54%. Hal ini
diperkirakan merupakan bagian kecil
Pregnancy Safer), target yang dari kejadian yang sebenarnya, sebagai
diharapkan dapat dicapai tahun 2010 akibat ketidakterjangkauan pelayanan
adalah angka kematian ibu menjadi 125 kedokteran modern yang ditandai oleh
per 100.000 kelahiran hidup. kesenjangan informasi.
Insiden abortus sulit ditentukan
Derajat kesehatan ibu tetap karena kadang-kadang seorang wanita
mengalami abortus tanpa mengetahui
merupakan prioritas utama dalam
bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai
pembangunan kesehatan menuju gejala yang hebat sehingga hanya
tercapainya Indonesia Sehat 2010. dianggap sebagai menstruasi yang
Mengenai penyebab kematian bahwa terlambat (siklus memanjang). Terlebih
90% kematian ibu disebabkan oleh lagi abortus kriminalis, sangat sulit
ditentukan karena biasanya tidak
perdarahan, toksemia gravidarum, dilaporkan. Angka kejadian abortus
infeksi, partus lama dan komplikasi dilaporkan oleh rumah sakit sebagai
abortus. Kematian ini paling banyak rasio dari jumlah abortus terhadap
terjadi pada persalinan yang sebenarnya jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka
kejadian secara nasional berkisar antara
dapat dicegah.
10-20%. Di Indonesia kejadian
berdasarkan laporan rumah sakit, seperti
Salah satu faktor penting dalam upaya
di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar
penurunan angka kematian tersebut
antara 18-19%.
yaitu penyediaan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang berkualitas Menurut Prof. Dr. Wimpie
dekat dengan masyarakat belum Pangkahila abortus di Indonesia tingkat
terlaksana dengan baik. abortus masih cukup tinggi dibanding
Perdarahan merupakan dengan negara-negara maju di dunia,
penyebab kematian kedua yang paling
yakni mencapai 2,3 juta abortus per
penting. Perdarahan dapat disebabkan
oleh abortus yang tidak lengkap. Ada tahun. 1 juta diantaranya adalah
beberapa alasan dan kondisi individualis abortus spontan, 0,6 juta disebabkan
yang memungkinkan terjadinya abortus. oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta
Beberapa karakteristik umum dapat karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.
diklasifikasikan yaitu status ekonomi,
pendidikan, status perkawinan, tempat Angka Kematian Ibu (AKI) Kota
tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.
Palembang berdasarkan laporan
Menurut Siswanto, abortus di negara-
indikator Database 2005 United Nation
negara sedang berkembang sebagian
Found Population (UNFPA) 6th Country
besar (lebih dari 90%) dilakukan tidak
Programe adalah 317 per 100.000
aman, sehingga berkontribusi sekitar
40

kelahiran, lebih rendah dari Propinsi kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49


Sumsel sebesar 467 per 100.000 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan
di 10 kota besar dan 6 kabupaten di
kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun
Indonesia ditemukan bahwa insiden
2005 di Kota Palembang sebanyak 15 abortus lebih tinggi diperkotaan
orang diantaranya disebabkan oleh dibandingkan dipedesaan.
perdarahan dan selebihnya disebabkan
faktor lainnya termasuk abortus. Metode Penelitian

Dari data yang diperoleh dari Penelitian ini termasuk penelitia


rekam medik di Rumah Sakit Umum analitik dengan pendekatan Cross
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Sectional.Populasi penelitian adalah
Palembang tahun 2006, angka kejadian seluruh ibu hamil < 22 minggu yang
abortus sebesar 123 kasus dengan
nkejadian abortus imminens sebanyak pernah dirawat di Instalasi Rawat Inap
106 kasus (86,17%), abortus komplit Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus Palembang. Sedangkan sampel
inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) penelitian adalah seluruh ibu hamil < 22
dan missed abortion sebanyak 3 kasus
minggu yang pernah dirawat di Instalasi
(2,44%).
Ada beberapa alasan dan Rawat Inap Kebidanan Rumah sakit
kondisi individualis yang Umum pusat Dr. Mohammad Hoesin
memungkinkan terjadinya abortus. Palembang. Teknik pengambilan sampel
Beberapa karakteristik umum dapat secara purposive sampling. Jumlah total
didefinisikan yaitu tingkat pendidikan,
pekerjaan, status ekonomi, tinggal di sampel 163 orang. Analisis data
daerah perkotaan, status perkawinan, dilakukan dengan analisis univariat dan
umur dan paritas. Estimasi nasional bivariat masing-masing variabel dengan
menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta uji Chi-Square dengan tingkat
kasus abortus di Indonesia, artinya
kemaknaan terhadap  = 0,05 pada
terdapat 43 kasus abortus per 100
df=1.

Hasil

Tabel 1. Distribusi Frekuensi variabel Umur, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan dan angka
kesakitan Abortus.

No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase

1 Umur Resiko rendah 65 39,9

Resiko tinggi 98 60,1

2 Paritas Resiko rendah 66 40,5


41

Resiko tinggi 97 59,5

3 Pendidikan Pendidikan rendah 103 62,3

Pendidikan tinggi 60 36,8

4 Pekerjaan Bekerja 64 39,3

Tidak bekerja 99 60,7

5 Kejadian Abortus Ya 118 72,4

Tidak 45 27,6

Tabel 2. Hasil Analisa Bivariat (Karakteristik Pejamu dengan Kejadian Abortus)

No. Variabel Log-likelihood P Value

1 Umur 89,8 0,000

2 Paritas 88,7 0,000

3 Pendidikan 87,4 0,000

4 Pekerjaan 88,9 0,000


Berdasarkan hasil analisa di atas setiap variabel berhubungan dengan kejadian abortus dengan
p value = 0,000 lebih kecil dari  (0,05).

Pembahasan

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan elum mampu untuk hidup di luar
kandungan Yang diterima sebagai abortus umumnya adalah usia kehamilan hingga 20 minggu atau berat janin
500 gram. Abortus yang juga dikenal dengan istilah “Keguguran,” bisa terjadi oleh banyak sebab. Kurang lebih
10 sampai 15% kehamilan yang telah didiagnosis secara klinis berakhir dengan keguguran.

Alasan utama terjadinya abortus pada awal kehamilan ialah kelainan genetic, yang mencapai 75 hingga
90% total aborsi. Alasan lain terjadinya abortus adalah kadar progesterone yang tidak normal, kelainan pada
kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada rahim, infeksi dan penyakit autoimun lain.

Diagnosis abortus bisa terjadi dalam berbagai bentuk antara lain abortus yang mengancam

( abortus iminen), abortus yang tidak bisa dihindari (abortus insipien), abortus dengan janin mati dalam rahim
missed abortus dan abortus inkompetus.

Kesimpulan

Setiap variabel di atas berhubungan dengan kejadian abortus yang terdapat di Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Dimana p value  (0,05).

Saran

1. Agar dapat lebih meningkatkan dan memperlihatkan pelayanan. Pelayanan kesehatan terutama
dalam mempertahankan kehamilan sehingga ibu hamil dapat mencegah terjadinya abortus.
2. Agar dapat menjadi bahan referensi sebagai informasi yang bermanfaat untuk perkembangan
pengetahuan tentang kejadian abortus dan dapat juga dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengungkapkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achadiat, M. Crisdiono. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta. Indonesia.
2. Dinas Kesehatan Sumatera Selatan. 2006. Profil Kesehatan Kota Palembang. Indonesia.

3. Hastono, Priyo Susanto. 2001. Analisis Data, Pengolahan Data. Jakarta. Indonesia.

4. Juniarti, Helda. 2007. Hubungan antara Umur dan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Abortus di RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2006. KTI Akademi Kebidanan Budi Mulia
Palembang.

5. Kodim, Nasrin. 2007. Epidemiologi Abiruts yang Tidak Aman. (http://www.google.com, diakses 23 Februari
2008).

6. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta. Indonesia.

7. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2004. Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta.
Indonesia.

8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Indonesia.

9. Pikiran Rakyat. 2006. Setiap Tahun Terjadi 2-2,6 Juta Kasus Aborsi. (http://www.google.com,
diakses 23 Februari 2008).
10. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP. Jakarta.
Indonesia.

11. Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. EGC. Jakarta. Indonesia.

12. Utomo. 2001. Fakta Mengenai Aborsi. (http://www.google.com, diakses 28 Februari


2008).

13. Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Edisi 3 Cetakan 7. jakarta. Indonesia.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap
tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
• 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
• antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
• antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
• antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand

Tidak dikemukakan perkiraan tentang abortus di Kamboja, Laos dan Myanmar.


Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang dimuat
dalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran lebih lanjut
tentang abortus di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesia
dilakukan Baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang
mampu tapi juga oleh mereka yang kurang mampu ( lihat Tabel 1.)
Tabel 1. Pelaku abortus di perkotaan dan Kota Desa
Mampu Kurang Mampu Kurang
pedesaan Pelaku Abortus mampu mampu
Dokter 57 24 26 13
Bidan /Perawat 16 28 26 18
Dukun 19 25 31 47
Sendiri 18 24 17 22

You might also like