Professional Documents
Culture Documents
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu spesies satwa terlangka di
dunia dengan perkiraan jumlah populasi tak lebih dari 60 individu di Taman
Nasional Ujung Kulon (TNUK), dan sekitar delapan individu di Taman Nasional
Cat Tien, Vietnam (2000). Badak Jawa juga adalah spesies badak yang paling
langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia dan masuk dalam Daftar
Merah badan konservasi dunia IUCN, yaitu dalam kategori sangat terancam
atau critically endangered.
Badak diyakini telah ada sejak jaman tertier (65 juta tahun yang lalu). Seperti
halnya Dinosaurus yang telah punah, Badak pada 60 juta tahun yang lalu memiliki
30 jenis banyak mengalami kepunahan. Saat ini hanya tersisa 5 spesies Badak, 2
spesies diantaranya terdapat di Indonesia.
Badak sumatera memiliki dua cula dengan panjang cula depan berkisar antara 25-
80 cm dan cula belakang lebih pendek sekitar 10 cm. Badak sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis) mempunyai panjang tubuh antara 2-3 meter dengan
berat antara 600-950 kg. Tinggi satwa langka ini berkisar antara 120-135 cm.
Habitat badak sumatera meliputi hutan rawa dataran rendah hingga hutan
perbukitan meskipun umumnya binatang langka ini menyukai hutan bervegetasi
lebat. Satwa langka bercula dua ini lebih sering terlihat di hutan-hutan sekunder
dataran rendah yang memiliki air, tempat berteduh, dan sumber makanan yang
tumbuh rendah. Makanan utama badak sumatera meliputi buah (terutama mangga
liar dan fikus), dedaunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu.
Faktor utama penurunan populasi badak sumatera saat ini adalah berkurangnya
habitat akibat deforestasi hutan dan kebakaran hutan. Akibat semakin berkurang
dan rusaknya hutan, beberapa tahun terakhir sering kali dilaporkan kemunculan
badak bercula dua ini di daerah pemukiman warga dan perkebunan.
Macan Tutul Jawa atau dalam bahasa latin disebut Panthera pardus melas
menjadi kucing besar terakhir yang tersisa di pulau Jawa setelah punahnya
Harimau Jawa. Macan Tutul Jawa (Java Leopard) merupakan satu dari sembilan
subspesies Macan Tutul (Panthera pardus) di dunia yang merupakan satwa
endemik pulau Jawa. Hewan langka yang dilindungi ini menjadi satwa identitas
provinsi Jawa Barat.
Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang dimasukkan dalam status
konservasi “Critically Endangered” ini mempunyai dua variasi yaitu Macan Tutul
berwarna terang dan Macan Tutul berwarna hitam yang biasa disebut dengan
Macan Kumbang. Meskipun berwarna berbeda, kedua kucing besar ini adalah
subspesies yang sama.
Subspesies Macan Tutul yang menjadi satwa endemik pulau Jawa ini mempunyai
khas warna bertutul-tutul di sekujur tubuhnya. Pada umumnya bulunya berwarna
kuning kecoklatan dengan bintik-bintik berwarna hitam. Bintik hitam di kepalanya
berukuran lebih kecil. Macan Tutul Jawa betina serupa, dan berukuran lebih kecil
dari jantan.
Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) sebagaimana macan tutul lainnya
adalah binatang nokturnal yang lebih aktif di malam hari. Kucing besar ini
termasuk salah satu binatang yang pandai memanjat dan berenang.
Macan Tutul Jawa adalah binatang karnivora yang memangsa buruannya seperti
kijang, monyet ekor panjang, babi hutan, kancil dan owa jawa, landak jawa, surili
dan lutung hitam. Kucing besar ini juga mampu menyeret dan membawa hasil
buruannya ke atas pohon yang terkadang bobot mangsa melebih ukuran tubuhnya.
Perilaku ini selain untuk menghindari kehilangan mangsa hasil buruan, selain itu
juga untuk penyimpanan persediaan makanan.
Macan tutul betina umumya memiliki anak lebih kurang 2-6 ekor setiap kelahiran
dengan masa kehamilan lebih kurang 110 hari. Menjadi dewasa pada usia 3-4
tahun. Anak macan tutul akan tetap bersama induknya hingga berumur 18-24
bulan. Dalam pola pengasuhan anak, kadang-kadang macan tutul jantan membantu
dalam hal pengasuhan anak.
Macan Kumbang Adalah Macan Tutul.
Warna pada Macan Kumbang tidaklah sepenuhnya hitam. Ada tutul-tutul yang
berwarna lebih gelap dibandingkan warna dasar. Macan tutul hitam (Macan
Kumbang) selain menjadi varian dari Macan Tutul Jawa juga banyak dijumpai
pada Macan Tutul di India. Para ahli menduga perbedaan warna tersebut
disebabkan oleh pigmen melanistik.
Kucing besar ini termasuk satwa yang dilindungi dari kepunahan di Indonesia
berdasarkan UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999. Oleh IUCN Red list,
Macan Tutul Jawa (Panthera padus melas) digolongkan dalam status konservasi
“Kritis” (Critically Endangered). Selain itu juga masuk dalam dalam CITES
Apendik I yang berarti tidak boleh diperdagangkan.
Jumlah populasi Macan Tutul Jawa tidak diketahui dengan pasti. Data dari IUCN
Redlist memperkirakan populasinya di bawah 250 ekor (2008) walaupun oleh
beberapa instansi dalam negeri terkadang mengklaim jumlahnya masih di atas
500-an ekor.
Populasi Macan Tutul Jawa ini tersebar di beberapa wilayah yang berbeda seperti
di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, TN. Gunung Halimun Salak, TN. Gunung
Gede, Hutan Lindung Petungkriyono Pekalongan, dan TN. Meru Betiri Jawa
Timur.
RUSA BAWEAN
Rusa Bawean (bahasa latinnya Axis kuhlii), merupakan satwa endemik pulau
Bawean (Kab. Gresik, Jawa Timur) yang populasinya semakin langka dan
terancam kepunahan. Oleh IUCN Redlist, Rusa Bawean, yang merupakan satu
diantara 4 jenis (spesies) Rusa yang dimiliki Indonesia ini, dikategorikan dalam
“Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Spesies
Rusa Bawean ini juga terdaftar pada CITES sebagai appendix I. Dalam bahasa
inggris disebut sebagai Bawean Deer.
Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan Rusa jenis
lainnya. Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan
panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa endemik Pulau Bawean ini mempunyai
bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan.
Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20
cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam.
Tubuhnya yang mungil ini menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari
yang ulung.
Warna bulunya sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada
leher dan mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak
memiliki totol-totol tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang
dengan sendirinya.
Sebagaimana rusa lainnya, Rusa Bawean jantan memiliki tanduk (ranggah) yang
mulai tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang
tiga hingga rusa berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk
tetap tetapi mengalami proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru.
Baru ketika rusa berusia 7 tahun, ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap
dan tidak patah tanggal kembali.
Rusa Bawean merupakan nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Dan
mempunyai habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada
ketinggian hingga 500 mdpl. Mereka sangat hati-hati, dan muncul untuk
menghindari kontak dengan orang-orang; di mana aktivitas manusia berat, rusa
menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam yang tidak dapat diakses oleh
penebang kayu jati.
Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai masa kehamilan antara 225-230 hari dan
melahirkan satu anak tunggal (jarang terjadi kelahiran kembar). Kebanyakan
kelahiran terjadi antara bulan Februari hingga Juni.
Di habitat aslinya, Rusa Bawean semakin terancam kepunahan. Pada akhir 2008,
peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi rusa bawean yang berkisar 400-600
ekor. Sedang menurut IUCN, satwa endemik yang mulai langka ini diperkirakan
berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli (2006).
arena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa,
IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori
“Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain
itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai
“Appendix I”
Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae
merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia yang
masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa langka yang juga
merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia
setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa
(Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera,
Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai
satwa yang terancam punah.
Asal usul
Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing langka ini mampu
hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan
tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.
Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu
mangsa. Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan tepat,
tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan
kawasan jelajah seluas 100 kilometer.
Konservasi
Hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat
sedikitnya 250 ekor Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang
di seluruh penjuru dunia.