You are on page 1of 24

KEPRIBADIAN, NILAI, DAN SIKAP KEPEMIMPINAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mid Semester mata kuliah
Psikologi Kepemimpinan

Disusun oleh:

Chiput Nurul M2A607026


Kunthi Zahra P M2A 607057
Mischele Anisa M2A607065
Rita Diah Ayuni M2A607090
Ulpian Norma Olim. J M2A607108

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
BAB I

PENDAHULUAN

Pemimpin merupakan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan


kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang, sehingga dia
mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini
Kartono, 1994). Seorang pemimpin memiliki amanah besar untuk menggiring
orang-orang dibawahnya serta organisasi yang dibawahinya secara keseluruhan
menuju tujuan bersama yang diharapkan. Pengaruh yang begitu besar dari seorang
pemimpin mendorong petinggi-petinggi organisasi untuk dengan tepat memilih
dan menetapkan sosok pemimpin seperti apa yang akan membawa perusahaanya
tersebut.

Selain menetapkan tujuan, pemimpin juga memiliki peran dalam


pembuatan strategi-strategi penetapan tujuan serta meningkatkan komitmen dan
usaha bersama seluruh anggota organisasi. Dapat dikatakan bahwa bagaimana
perusahaan akan berjalan tergantung pada bagaimana seorang pemimpin
merencanakan, mengatur, mengarahkan atau membimbing serta mengawasi
jalannya seluruh kegiatan organisasi.

Efektifitas kepemimpinan dalam menjalankan fungsi-fungsi di


tersebut tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal. Beberapa diantaranya adalah
kepribadian, nilai, dan sikap yang dimiliki oleh pemimpin. Komponen internal
tersebut akan mempengaruhi segala pemikiran serta keputusan yang diambil oleh
seorang pemimpin.

Goldon Allport memberikan definisi kepribadian sebagai organisasi


dinamis dalam sisitem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk
menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kepribadian seseorang akan mempengaruhi bagaimana cara orang tersebut
mengambil sebuah keputusan atau bagaimana cara dia melakukan dan
menjalankan fungsi-fungsinya. Termasuk didalamnya adalah seorang pemimpin.
Pemimpin yang memiliki tipe jenis kepribadian tertentu tentu akan
mengembangkan sikap dan perilaku yang berbeda dengan pemimpin tipe jenis
kepribadian lain. Pemimpin ekstrovert akan berbeda dengan pemimpin yang
introvert. Kepribadian tersebut mau tidak mau akan mempengaruhi seluruh
jalannya organisasi. Perencanaan, pendampingan, serta pengawasan. Itulah
mengapa kepribadian menjadi aspek yang penting dalam penilaian kepemimpinan
serta dalam perekrutan karyawan. Setiap perekrutan karyawan maupun
placement, kepribadian menjadi suatu aspek penilaian tersendiri yang biasanya
dituangkan dlam tes kepribadian.

Sedangkan nilai, merupakan keyakinan mengenai apa yang baik dan


buruk, bagaimana seseorang seharusnya atau tidak seharusnya bertindak. Masing-
masing individu membawa perangkat nilainya masing-masing. Nilai tersebut
diperoleh dari bentukan lingkungan terhadap setiap individu. Nilai ini akan
dibawa kemanapun individu berada, termasuk dalam organisasi tempat ia
melaksankan fungsi dan perannya. Setiap individu tentu memiliki perangkat nilai
yang relatif berbeda. Nilai akan mempengaruhi bagaimana individu bersikap dan
bertindak. Dalam organisasi, seorang pemimpin diharapkan mampu menjalankan
tugasnya dengan tetap menjaga nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, termasuk
nilai-nilai yang dimiliki masing-masing anggota organisasi serta nilai yang
dimilikinya sendiri. Seorang pemimpin juga diharapkan memiliki nilai-nilai luhur
yang dapat ditularkan dan diuturunkan kepada karyawan-karyawanya.

Sikap merupakan organisasi keyakinan-keyakinan yang mengandung


aspek kognitif, konatif dan afektif yang merupakan kesiapan mental psikologis
untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan determinasi ke
arah perilaku. Sikap akan mempengaruhi tingkah laku individu, namun tidak
selalu. Tekanan atau harapan sosial merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gap antara sikap dan perilaku yang muncul. Namun,
benar bahwa sikap individu terhadap sesuatu sedikit banyak akan menentukan
bagaimana individu tersebut bertindak. Demikian pula seorang pemimpin.
Bagaimana sikap pemimpin terhadap problem yang dihadapi dan hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaanya maupun tidak, akan menentukan bagaimana ia
mengatur, membimbing, serta mengawasi seluruh proses dalam organisasi. Bila
dihadapkan pada suatu objek yang sama, dengan dua pemimpin yang memiliki
perbedaan sikap terhadap objek tersebut, maka output yang dihasilkan pun akan
berbeda. Sikap positif ataupun negatif seorang pemimpin terhadap suatu objek
tertentu akan mempengaruhi bagaimana caranya mengambil sebuah keputusan
untuk organisasi yang dibawahinya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEPRIBADIAN
Definisi
Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu
konsep dinamis yang mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan
seluruh system psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling
sering digunakan dibuat oleh Gordon Allport hampir 70 tahun yang lalu, ia
mengatakan bahwa kepribadian adalah “organisasi dinamis dalam sisitem
psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan
diri secara unik terhadap lingkungannya”. Kepribadian (personality)
merupakan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain.

Faktor-faktor penentu kepribadian


Faktor Keturunan.
Merujuk pada factor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk
wajah, gender, temperamen, tingkat energy dan irama biologis adalah
karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua kita, yaitu komposisi
biologis, psikologis dan psikologis bawaan mereka. Penelitian terhadap
anak-anak menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa
takut, adan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan.
Penelitian mengenai anak kembar memeberi kesan bahwa lingkungan
pengasuhan tidak begitu mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang
berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan
kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya
yang dibesarkan bersama-sama. Dukungan tambahan terhadap pentingnya
factor keturunan dapat ditemukan dalam berbagai penelitian mengenai
kepuasan kerja individual.
Kepuasan kerja individual ternyata relative stabil dari waktu ke waktu.
Hasil ini konsisten dengan apa yang kita harapkan jika kepuasan
ditentukan oleh sesuatu yang menjadi bawaan dalam diri seseorang bila
dibandingkan dengan factor lingkungan luar. Faktanya, penelitian telah
menunjukkan bahwa anak-anak kembar identik yang dibesarkan secara
terpisah memiliki tingkat kepuasan kerja yang sama, meskipun pekerjaan
mereka sama sekali berbeda.

Faktor Lingkungan.
Factor-faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk
kepribadian kita, dimana kita tumbuh dan dibesarkan; norma dalam
keluarga, teman-teman, dan kelompok social. Kepribadian seseorang,
meskipun pada umumnya stabil dan konsisten, dapat berubah bergantung
pada situasi yang dihadapinya. Lingkungan tertentu akan membatasi
perilaku dan lingkungan yang lain akan membatasi lebih sedikit dari
perilaku yang ada. Misalnya pada tempat ibadah dan taman umum,
perilaku kita akan berbeda karena batasan untuk masing-masing tempat
berbeda. Kepribadian tidak bisa dilihat dari pola-pola perilaku yang
terpisah. Factor keturunan membekali kita dengan sifat dan kemampuan
bawaan, tetapi potensi penuh kita ditentukan oleh seberapa baik kita
menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Sifat kepribadian
Sifat-sifat kepribadaian dinyatakan sebagai karakteristik yang
sering muncul dan mendeskripsikan perilaku seorang individu.
Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah
malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia dan takut. Mengapa sifat-sifat
kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar?
Jawabannya adalah : para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat
kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan
bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan
pengembangan karier. Sebagai contoh, jika jenis karakteristik tertentu
berpengaruh lebih baik terhadap pekerjaan tertentu, manajemen dapat
menggunakan tes kepribadian untuk menyeleksi kandidat pekerja dan
meningkatkan prestasi kerja karyawan.
Ada berbagaimacam sifat kepribadian dalam diri tiap orang. Sifat-
sifat tersebut coba diungkapkan oleh berbagai macam alat tes kepribadian
yang ada. Dalam pembahasan kami kali ini kami akan mencoba
menyinggung sedikit megenai Myers-Briggs Type Indicator dan Big five
model.
Myers-Briggs Type Indicator. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah
tes kepribadian menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan
individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian. Berdasarkan
jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke
dalam karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif, pemikir
atau perasa, dan memahami atau menilai. Instrumen ini adalah instrumen
penilai kepribadian yang paling sering digunakan. (id.wikipedia.org).
meskipun MBTI merupakan alat yang paling sering digunakan ia tak luput
dari kelemahan MBTI dikembangkan dari teori Jung sedangkan teori ini
tak dapat dikembangkan secara ilmiah dan validitas masih diragukan –
pengisian secara asal-asalan ataupun berbohong tak mampu dideteksi
(www.scribd.com).

Adapun istilah-istilah dalam Myers-Briggs Type Indicator :


Ekstraver vs Introver – Individu dengan karakteristik ekstraver
digambarkan sebagai individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas,
sedangkan individu dengan karakteristik introvert digambarkan sebagai
individu yang pendiam dan pemalu
Sensitif vs Intuitif – Individu dengan karakteristik sensitif digambarkan
sebagai individu yang praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan.
Mereka berfokus pada detail. Sebaliknya, individu dengan karakteristik
intuitif mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat “gambaran
umum”
Pemikir vs Perasa – individu yang termasuk dalam karakteristik pemikir
menggunakan alasan dan logika untuk menangani berbagai masalah,
sedangkan individu dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai
dan emosi pribadi mereka.
Memahami vs Menilai – Individu yang cenderung memiliki karakteristik
memahami menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan
terstruktur, sedangkan individu dengan karakteristik menilai cenderung
lebih fleksibel dan spontan.

Big Five Model. MBTI mungkin kurang memiliki bukti pendukung yag
valid, tetapi hal ini tidak berlaku pada model lima besar atau Big Five
Model. Tes inilah yang dilakukan oleh John Bearden.
Adapun faktor-faktor lima besar mencakup :
Ekstraversi (extraversion). Dimensi kepribadian yang mendeskripsikan
seseorang yang suka bergaul, suka berteman, dan tegas.
Mudah akur atau mudah bersepakat (agreeableness). Dimensi kepribadian
yang mendeskripsikan seseorang yang senang bekerja sama, kooperatif,
hangat, dan penuh kepercayaan
Sifat berhati-hati (conscientiousness) Dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan seseorang yang bertanggung jawab, dapat dipercaya,
dapat diandalkan, teratur, dan gigih.
Stabilitas Emosi (emotional stability) dimensi ini menilai kemampuan
seseorang untuk menahan stress. Stabilitas emosi yang positif menjadkan
seseorang sebagai orang yang tenang, percaya diri, memiliki pendirian
yang teguh sedangkan stabilitas emosi yang negative menjadikan
seseorang menjadi mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki
pendirian yang teguh.
Terbuka terhadap hal-hal baru (openness to experience) Dimensi kepribadian
yang menggolongkan seseorang berdasarkan lingkup minat dan
ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka,
cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitive terhadap hal-hal yang bersifat
seni. Sebaliknya individu yangtidak terbuka merasa nyaman dengan hal-
hal yang telah ada.

Sifat kepribadian utama yang mempengaruhi perilaku


organisasi
Pada bagian kali ini kami akan menyinggung mengenai sifat
kepribadian spesifik yang menjadi indicator kuat perilaku di tempat kerja.
Perilaku pertama terkait dengan evauasi diri. Sifat lainnya adalah
machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri, berani mengambil resiko,
serta kepribadian proaktif dan Tipe A.
4.1 Evaluasi Inti Diri. Tingkat dimana individu menyukai atau tidak
menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri
mereka cakap dan efektif dan apakah mereka merasa memegang
kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.
Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama :
Harga diri (self-esteem) – tingkat menyukai atau tidak menyukai diri sendiri
dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga
atau tidak berharga sebagai seorang manusia. Individu dengan tingkat
harga diri yang rendah lebih rentan terhadap pengaruh eksternal,
menunjukkan bahwa individu jenis ini bergantung pada penerimaan
evalusi positif dari individu lain. Sebagai hasilnya, individu dengan
tingkat harga diri rendah mencari persetujuan dari individu lain dan
lebih mudah menyesuaikan diri dengan keyakinan dan perilaku
individu yang mereka percaya dibandingkan dengan individu yang
yakin dengan diri mereka
Lokus Kendali (locus of control) – tingkat dimana individu yakin bahwa
mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu
yang yakin bhawa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun
yang terjadi pada diri mereka. Eksternal adalah individu yang yakin
bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan. Lokus
kendali merupakan suatu indicator evaluasi inti diri karena individu
yang berfikir bahwa mereka kurang memiliki kendali atas hidup
mereka cenderung kurang memiliki kepercayaan diri. Sebagai contoh,
jika berfikir bahwa keberhasilan di sekolah ditentukan oleh guru atau
factor keberuntungan semata, kita mungkin tidak akan percaya mampu
memperoleh nilai A untuk semua mata pelajaran. Kita mungkin
memiliki lokus kendali eksternal, dan kemungkinan besar hal inilah
yang mencerminkan evaluasi inti diri yang negative.

4.2. Machiaveilianisme. Karakteristik kepribadian Machiaveilianisme


(Machiaveilianisme – Mach) berasal dari nama Niccolo Machiavelli,
penulis pada abad ke-16 yang menulis tentang cara mendapatkan dan
menggunakan kekuasaan. Machiaveilianisme adalah tingkat dimana
seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin
bahwa hasil lebih penting daripada proses. “Jika hal ini berguna,
manfaatkanlah” adalah semboyan yang konsisten dengan perspektif tinggi
Mach.

4.3. Narsisme. Kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa


kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan yang berlebih
dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa
ketika individu narsis berfikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik
bila dibandingkan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai
mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Karena individu narsis acap
kali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas
keunggulan mereka, mereka cenderung “memandang rendah dengan
berbicara kasar”. Penelitian menunjukkan bahwa individu narsis dinilai
oleh atasan mereka sebagai individu yang kurang efektif, terutama ketika
harus membantu individu lain.

4.4. Pemantauan Diri (self-monitoring). Kemampuan seorang individu


untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional
eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi
menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku
mereka dengan factor-faktor situasional eksternal. Mereka sangat peka
terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku
dengan situasi yang berbeda-beda. Bukti menunjukkan bahwa individu
dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan
perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan
dengan mereka yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.
Mereka juga menerima penilaian prestasi kerja yang lebih baik,
berkemungkinan lebih besar menjadi pemimpin dan menunjukkan lebih
sedikit komitmen untuk organisasi. Selain itu manajer dengan tingkat
pemantauan diri yang tinggi cenderung memiliki jenjang karier yang
dinamis, menerima lebih banyak promosi(baik internal maupun lintas
organisasional) dan berkemungkinan lebih besar menempati posisi inti
dalam suatu organisasi.

4.5. Pengambilan Resiko. Manajer dengan tingkat pengambilan


keputusan tinggi membuat keputusan secara lebih cepat dan menggunakan
lebih sedikit informasi dalam memutuskan pilihan-pilihan mereka bila
dibandingkan manajer dengan tingkat pengambilan resiko rendah. Sebagai
contoh, kecenderungan pengambilan resiko yang tinggi mungkin
menghasilkan prestasi kerja yang lebih efektif untuk seorang pedagang
saham di suatu perusahaan perdagangan perantara karena jenis pekerjaan
tersebut menuntut pembuatan keputusan yang cepat. Di sisi lain kesediaan
untuk mengambil resiko mungkin terbukti sebagai halangan utama bagi
seorang akuntan yang melakukan aktivitas audit. Pekerjaan ini mungkin
lebih baik dilakukan oleh seseorang yang memiliki kecenderungan
pengambilan resiko yang rendah.

4.6. Kepribadian Tipe A. Keterlibatan secara agresif dalam perjuangan


terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih
sedikit dan perlu melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau
hal lain.
Karakteristik Tipe A adalah :
Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat
Merasa tidak sabaran
Tidak dapat menikmati waktu luang
Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat
bersamaan
Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah
hal yang bisa mereka peroleh
Karakteristik Tipe B adalah :
Bisa santai tanpa merasa bersalah
Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukkan keunggulan
mereka
Tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran
Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun
prestasi mereka kecuali atas tuntutan situasi
Sebagai contoh, Tipe A adalah pekerja yang cepat, karena mereka
menekankan kuantitas dibandingkan kualitas. Dalam posisi manajerial,
Tipe A menunjukkan daya saing mereka dengan bekerja lebih lama dan
acap kali membuat keputusan buruk karena mereka melakukannya dengan
terlalu cepat. Tipe A juga jarang sekali bersikap kreatif. Karena berfokus
pada kuantitas dan kecepatan, mereka mengandalkan pengalaman di masa
lalu ketika menghadapi berbagai masalah. Perilaku mereka lebih mudah
diprediksi bila dibandingkan perilaku Tipe B.

4.7. Kepribadian Proaktif. Sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif,


berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang
berarti. Sebagai contoh, individu proaktif cenderung menantang status quo
atau menyuarakan ketidak senangan mereka dalam situasi yang tidak
mereka sukai. Jika suatu organisasi membutuhkan individu yang memiliki
inisiatif wirausaha, individu proaktif merupakan kandidat terbaik, namun
mereka adalah individu yang kemungkinan besar meninggalkan organisasi
untuk memulai bisnis mereka sendiri. Individu proaktif berkemungkinan
besar mencapai keberhasilan karier. Hal ini karena mereka memilih,
menciptakan dan memengaruhi situasi kerja sesuai kehendak hati mereka.
Individu proaktif cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai
organisasi, mengembangkan kontak posisi yang tinggi, terlibat dalam
perencanaan karier dan tekun ketika menghadapi rintangan-rintangan
karier.

NILAI
Definisi
Nilai atau value didefinisikan sebagai hal yang dianggap penting, bernialai
atau baik. Semacam keyakinan mengenai bagaimana seseorang seharusnya
atau tidak seharusnya bertindak (Kartono & Gulo, 2000 h. 533). Nilai
(value) menunjukan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau keadaan
akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau social dibandingkan cara
pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan.
Nilai atau value bernilai penting terhadap penelitian perilaku
organisasional karena menjadi dasar pemahaman sikap dan motivasi
individu, dan karena hal tersebut berpengaruh terhadap persepsi kita.
Individu memasuki suatu organisasi dengan pendapat yang telah terbentuk
sebelumnya tentang apa yang “seharusnya” dan apa yang “tidak
seharusnya” terjadi. Tentu saja, pendapat – pendapat ini tidak bebas dari
nilai. Sebaliknya, hal tersebut memuat interpretasi – interpretasi mengenai
apa yang benar dan apa yang salah. Selanjutnya, timbul implikasi bahwa
perilaku atau hasil – hasil tertentu lebih disukai dari yang lain. Akibatnya,
nilai menutupi objektivitas dan rasionalitas.

SIKAP

Definisi Sikap

Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai


pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Sementara Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap
sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk
mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek
tertentu.

Setyobroto (2004) dalam buku psikologi dasar mengutip beberapa


definisi sikap dari berbagai ahli, yang antara lain dinyatakan oleh :

Harvey dan Smith menegaskan bahwa sikap adalah cara


bertindak tersebut cenderung positif dan negatif. Sikap tidak
tampak dari dan tidak dapat diamati, yang tampak adalah
perilaku atau tindakan.

Thursone menyatakan sikap dapat diukur dari pendapat-


pendapat seseorang.

Raymont B.Cattell menyatakan bahwa sikap bukanlah suatu


tindakan, atau aksi, tetapi merupakan cara bertindak.

Newcomb mengatakan bahwa sikap bukan sebagai pelaksana


motif tertentu, tetapi merupakan kesediaan untuk bangkitnya
motif tertentu. Lebih lanjut, Newcomb menyatakan bahwa dari
sudut pandang motivasi sikap merupakan suatu keadaan
kesediaan untuk bangkitnya motif.

Selanjutnya, Setyobroto (2004) merangkum batasan sikap dari


berbagai ahli psikologi sosial diantaranya pendapat G.W. Alport,
Guilford, Adiseshiah dan John Farry, serta Kerlinger yaitu :

Sikap bukan pembawaan sejak lahir

Dapat berubah melalui pengalaman

Merupakan organisasi keyakinan-keyakinan

Merupakan kesiapan untuk bereaksi

Relatif bersifat tetap


Hanya cocok untuk situasi tertentu

Selalu berhubungan dengan subjek dan objek tertentu

Merupakan penilaian dari penafsiran terhadap sesuatu

Bervariasi dalam kualitas dan intensitas

Meliputi sejumlah kecil atau banyak item

Mengandung komponen kognitif, afektif dan konatif

Berdasarkan pendapat serta sifat-sifat yang dikemukakan


oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian sikap sebagai
organisasi keyakinan-keyakinan yang mengandung aspek kognitif,
konatif dan afektif yang merupakan kesiapan mental psikologis
untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap
objek tertentu. Dari definisi di atas dapat juga disimpulkan bahwa
sikap bukanlah pembawaan sejak lahir, sikap dapat berubah
melalui pengalaman, merupakan organisasi keyakinan, merupakan
kesiapan untuk memberikan reaksi, relatif tetap, hanya cocok untuk
situasi tertentu, serta merupakan penilaian dan penafsiran terhadap
sesuatu.

Komponen sikap dan pekerjaan

Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap.


Ketiga komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan
konatif dengan uraian sebagai berikut (Robbins, 2007) :

Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang


berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau
persepsi pendapat, kepercayaan. Komponen ini mengacu kepada
proses berpikir, dengan penekanan pada rasionalitas dan logika.
Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang bersifat
penilaian yang dilakukan seseorang. Kepercayaan evaluatif yang
dimanifestasikan sebagai kesan yang baik atau tidak baik yang
dilakukan seseorang terhadap objek atau orang.

Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang


berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek
sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa
tidak senang adalah hal negatif.

Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component),


yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan
bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Misalnya ramah,
hangat, agresif, tidak ramah atau apatis. Beberapa tindakan dapat
diukur atau dinilai untuk memeriksa komponen perilaku sikap.

Sikap utama

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi dalam kehidupan


organisasi difokuskan pada beberapa jenis sikap yang berkaitan dengan
kerja. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki
seseorang tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka. Dalam ilmu
manajemen sumber daya manusia, sebagian besar penelitian difokuskan
pada tiga sikap yaitu kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen
organisasional. Berikut ini dijelaskan mengenai kepuasan dan komitmen.

Kepuasan Kerja

Istilah kepuasan kerja (job satisfaction) dapat diefinisikan sebagai


suatu perasaan positif yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Sedangkan Kreitner dan Kinicki menyatakan bahwa
kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa
kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat
relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan
salah satu atau beberapa aspek lainnya.

Herzberg di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan


bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang
berbeda serta kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak
merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia
lakukan, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers
dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers atau motivator adalah
faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan
kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it self, responsibility
and advancement.

Herzberg mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat


menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers ialah
faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari
company policy and administration, supervision technical, salary,
interpersonal relations, working conditions, job security dan status.
Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan
karena ia bukan sumber kepuasan kerja.

Komitmen Organisasional

Sikap kerja kedua ini didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana


seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.

Richard M. Steers mendefinisikan komitmen organisasi sebagai


rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi)
dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap
organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan
kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan
sasaran organisasinya.

Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar


keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan
kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi
kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini,
dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi,
keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan
tujuan organisasi.
BAB III

IMPLIKASI

Keprbadian dan kepemimpinan

Kepribadian dinyatakan sebagai keseluruhan cara individu untuk


berinteraksi dengan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor keturunan
dan lingkungan akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan individu
termasuk didalamnya adalah gaya kepemimpinanyang diambil. MBTI
dengan empat dikotominya Ekstraver Vs Introver, Sensifitas Vs Intuitif,
Pemikir Vs Perasa, Memahami Vs menilai serta Big Five Theory
(ekstraversi, mudah akur, berhati-hati, stabiltas emosi, dan terbuka
terhadap hal-hal baru) cukup menggambarkan pada kita bahwa ada
berbagai macam sifat kepribadian individu dan sifat-sifat mana saja yang
seharusnya dimliki dan dikembangkan oleh seorang pemimpin.

Selain harus memiliki sifat kepribadian yang baik seorang pemimpin


harus mencintai dirinya terlebih dahulu sebelum orang lain – ia merasa
merasa yakin pada dirinya. Bagaimana bawahan bisa mencintai
pemimpinya apabila si pemimpin tak cinta pada dirinya pribadi,
bagaimana bawahan bisa yakin pada pemimpin apabila pemimpin tak
yakin akan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Perlu adanya self esteem
yang positif mengenai domain khusus dari dirinya. Pemimpin harus
merasa yakin pada kemampuan yang ia miliki di idang-bidang tertentu.

Locus of control (LOC) yang berimbang juga perlu dimiliki oleh


seorang pemimpin. LOC yang sangat internal dengan meyakini bahwa
semua hal terjadi atas kendalinya menjadikan seorang pemimpin lupa diri
saat ia berhasil dan akan menjadi sangat jatuh saat ia gagal. LOC yang
sangat eksternal dengan meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri mereka
adalah kendali kekuatan diluar dirinya akan menjadikan ia tetap rendah
hati saat sukses dan mudah bangkit saai ia jatuh. Dengan LOC yang
berimbang seorang pemimpin akan menjadi sosok yang rendah hati dan
tak mudah berputus asa.

Menjadi pemimpin yang baik tak berarti selalu sukses dan mau
menempuh cara apapun demi hasil yang dituju. Pemimpin yang baik perlu
mengindahkan nilai-nilai di lingkungan dimana ia berada mana. Nilai-nilai
pribadi maupun yang ada dimasyarakat memberikan panduan bagaimana
seharusnya manusia mersikap dan berperilaku – mana yang baik dan tidak,
yang seharusnya dan tidak seharusnya.

Nampaknya berat bila harus menjadi pemimpin yang baik. Kita


harus menjadi individu yang terbuka, mampu memahami keadaan, mudah
bergaul dan bekerjasama, bertanggung jawab dan gigih, serta memiliki
stabilitas emosi yang baik. Mana mungkin satu orang terlahir dengan sifat
yang begitu sempurna, tapi jangan khawatir kepribadian adalah sesuatu
yang dinamis. Meskipun kepribadian diturunkan oleh orangtuakita
kepribadian masih dapat dikembangkan melalui pengaruh lingkungan yang
ada. Dengan pengalaman dan kemauan untuk berubah kitaisa menjadi
individu yang lebih baik.

Nilai dan kepemimpinan

Nilai yaitu keyakinan mengenai bagaimana seseorang seharusnya


atau tidak seharusnya bertindak terhadap objek tertentu memberikan
panduan manusia untuk berperilaku. Nilai yang ada pada diri seseorang
akan menuntunnya untuk berperilaku dan hal ini akan muncul secara
alamiah pada perilaku anda. Ada berbagaimacam nilai pada masyarakat
kita, misalnya nilai kejujuran dan keadilan, menghargai waktu,
bertenggangrasa, menghargai wanita dll. Nilai-nilai yang Anda
(pemimpin) yakini sedikit bayak akan tersampaikan pada bawahan anda
tanpa anda harus mengatakannya.

Seorang pemimpin diharapkan memiliki nilai-nilai positif dan


mampu menularkannya pada para bawahan. Pemimpin yang memegang
teguh nilai kejujuran tak akan menghalalkan segala macam cara untuk
mencapai tujuannya. Ia meyakini apa yang seharusnya dan tidak
seharusnya dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Sikap dan kepemimpinan

Sikap adalah pernyataan evaluatif berupa prasaan menyenangkan –


tidak menyenangk terhadap objek tertentu dan besifta konsisten. Sikap
seseorang terhadap objek tertentu bergantung pada keyakinan yang
dimilikinya apakah baik atau tidak mengenai objek itu (nilai yang
dimilikinya). Dengan nilai yang ada peimpin mampu mengevaluasi
haruskah ia merespon secara positif atau negatif mengenai objek tersebut.
Rasa senang-tidak senang, penilaian positif-negatif dari objek tertentu ini
akan mempengaruhi perilaku individu. Namun tak selamanya sikap yang
dimiliki akan sealas dengan perilaku yang ditapilkan. Sikap-sikap yang
dianggap penting untuk individu cenderung menunjukkan hubungan yang
kuat dengan perilaku, contoh sikap yang mencerminkan nilai-nilai
fundamental, minat diri, atau identifikasi diri dengan individu atau
kelompok yang diahargai seseorang. Misal seorang pimpinan perusahaan
akan dengan mudah memberikan bantuan (sponsor) untuk kegiatan
pelestarian lingkungan ketimbang pentas seni sekolah karena ia
berkeyakinan bahwa kelestarian alam perlu dijaga dan perlu kesadaran dari
generasi muda untuk turut serta melestarikannya.

Ketidak sesuaian antara sikap dan perilaku kemungkinan besar


muncul ketika tekanan sosial untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu
memiliki kekuatan yang luar biasa. Misal ketika kita menjadi pemimpin
dan diharuskan mengambil keputusan program manakah yang layak
diberikan sponsorship pentas seni sekolah atau acara pelestarian
lingkungan? nilai yang kita anut mengatakan pentas seni sekolah kecil
manfaatnya bagi generasi muda dan lingkungan dan kita lebih meyakini
bahwa kegiatan pelestarian lingkungan akan lebih bermanfaat. Nilai yang
kita yakini memotivasi kita untuk mmberikan sponsorship pada kegiatan
pelestarian lingkungan. Namun, hal ini nampaknya tak dapat kita
lakukuan. Ada benturan dengan pihak managerial yang menyatakan
bahwasanya dalam hal ini pentas seni sekolah akan memberikan efek
promosi yang lebih baik pada perusahaan kita. Dengan adanya acara
tersebut brand perusahaan yang kita pimpin akan semakin dikenal dan
dengan begitu kita mampu meningkatkan pendapatan perusahaan. Dilema
yang dialami karena perbedaan antara sikap dan perilaku ini bisa
dikompromikan dan dirasionalisasikan sehingga tercapai kesepakatan yang
terbaik.
BAB IV

KESIMPULAN

Gabungan antara kepribadian, nilai serta sikap yang baik akan


membuat seorang pemimpin makin dicintai oleh bawahannya dan mampu
mencapai tujuannya dengan baik pula. Nilai-nilai yang dianut seorang
pemimpin akan tercetus dari perilakunya sehari-hari, keputusan-keputusan
yang ia ambil dan sikapnya terhadap objek tertentu. Mungkin tak semua
orang terlahir dengan kepribadain yang gigih , terbuka, mudah
bekerjasama, proaktif dan bernai mengambil resiko, tapi hal ini tak lantas
menjadikan ia menjadi pemimpin yang tak baik dan hanya berjalan
ditempat. Ingat! Kepribadian dan sikap bukanlah sesuatu yang paten.
Kepribadian merupakan sistem yang dinamis, ia terus berkembang. Begitu
juga halnya dengan sikap melaui pengalaman kita mampu menjadi indvidu
dengan sudut pandang yang lebih luas dan menjadi lebih fleksibel dalam
menghadapi permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA
P.Robbin, Stephen. Perilaku Organisasi Buku 1 Ed.12. Jakarta:
Salemba Empat

Kartono,Kartini., Gulo,Dali., Kamus Psikologi. 2000. Bandung:


Pionir Jaya

www.scribd.com/doc/33840279/Myers-Briggs-Type-Indicator
diunduh 3 November 2010 pukul 13.30

www.id.wikipedia.org/wiki/Kepribadian#Cara_identifikasi_kepribad
ian diunduh 3 November 2010 pukul 13.30

www.humanresources.about.com/od/leadership/a/leader_values.htm
diunduh 2 November 2010 pukul 6.22

www.en.wikipedia.org/wiki/Big_Five_personality_traits

diunduh 2 November 2010 pukul 6.13

You might also like