You are on page 1of 23

PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25


DAN
PAJAK PENGHASILAN FINAL
• ABDUL KARMIN SYARABAH
• FAMILIA SARIMAMU
• MEILIVIA M.G SUAK
• SUSANTI ASSA

Oleh Kelompok 6
Penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun ( Pasal 4 ayat 1 UU PPh 2008).
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan cara
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga dan dengan membayar
sendiri angsurannya setiap bulan oleh Wajib Pajak. Pajak Penghasilan yang
dilakukan dengan pemungutan atau pemotongan pihak ketiga adalah PPh
Pasal 21, 22, 23, dan 24, sedangkan Pajak Penghasilan yang Wajib Pajak
berkewajiban untuk membayar sendiri adalah PPh Pasal 25.
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 adalah Pajak Penghasilan yang bersifat
Final. Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa : ”atas
penghasilan berupa uang deposito, dan tabungan-tabungan lainnya,
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta
penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan
pemerintah.”

Pendahuluan
Pengertian PPh Pasal 25.
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran
Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan.
Atau angsuran tiap bulan yang harus dibayar
oleh wajib pajak pada tahun berjalan.

Pembahasan
PPh pasal 25
Menghitung Angsuran PPh Pasal 25.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah penhasilan yang terutang
menurut SPT Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
• PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 23, serta PPh yang
dipungut sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 22.
• PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Dengan kata lain, besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh Pasal 25 ) dihitung
dengan rumus berikut :
(PPh terutang menurut SPT tahun lalu-PPh Pasal 21, 22, 23, 24 tahun lalu) : 12

Penghitungan PPh pasal 25 dapat dibedakan menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan.

Pembahasan _ PPh pasal 25


PPh Pasal 25 Sebelum Penyampaian SPT.
Mulai tahun pajak 2008, penyampaian SPT PPh Wajib Pajak Orang
Pribadi paling lambat adalah bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir atau 31
Maret 2009 dan untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan paling lambat
adalah bulan keempat setelah tahun pajak berakhir atau 30 April 2009.
Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 biasanya mulai dilakukan
pada bulan-bulan batas penyampaian SPT, yaitu bulan April sehingga pada
bulan tersebut baru diketahui PPh yang terutang tahun sebelumnya, misalnya
atas pajak terutang tahun 2008 menurut SPT baru dapat diketahui besarnya
pada bulan April tahun 2009. Karena PPh terutang baru diketahui bulan April
maka angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari-Maret akan mengikuti
angsuran pada bulan Desember tahun sebelumnya atau sesuai dengan Surat
Ketetapan Pajak Ditjen Pajak.

Pembahasan _ PPh pasal 25


PPh Pasal 25 Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan
Pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran PPh Pasal 25
tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Besarnya angsuran PPh Pasal
25 berdasar Surat Ketetapan Pajak dapat ”sama dengan”,”lebih
besar”,”lebih besar”,”lebih kecil” dari angsuran PPh Pasal 25
sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan yang disampaikan Wajib
Pajak.

Pembahasan _ PPh pasal 25


PPh Pasal 25 atas Lebih Bayar.
Hal tersebut berlaku jika ternyata dalam SPT Tahunan terjadi lebih bayar
dan lebih bayar ini belum ada keputusan dari Ditjen Pajak.

Contoh :
Tuan Heru menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2008 pada bulan April
dengan adanya 2009 dengan adanya lebih bayar Rp. 5.000.000,-. Angsuran
PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2008 adalah Rp. 3.000.000,- maka sebelum
adanya keputusan dari Ditjen Pajak , besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun lalu, yaitu Rp. 5.000.000,-. Jika
kemudian pada bulan Juli 2009 Ditjen Pajak menetapkan Surat Ketetapan
Pajak Nihil (SKPN) maka mulai bulan Juli 2009, angsuran PPh Pasal 25 Tuan
Heru adalah nihil.

Pembahasan _ PPh pasal 25


PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu.
Dirjen Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam
hal-hal tertentu :
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan.

Pembahasan _ PPh pasal 25


4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh.
5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh
yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib
Pajak.
7. PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru.
8. PPh Pasal 25 untuk Wajib Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu

Pembahasan _ PPh pasal 25


PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru.
Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau
pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
Untuk Wajib Pajak baru, karena Pajak
Penghasilan tahun sebelumnya belum diketahui
maka sebagai penggantinya digunakan estimasi
penghasilan, yaitu penghasilan neto bulan
pertama dijadikan dasar estimasi Penghasilan
Kena Pajak untuk 1 tahun.
Pembahasan _ PPh pasal 25
PPh Pasal 25 untuk Wajib Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kan kegiatan usaha di bidang
perdagangan, yang mempunyai tempat usaha lebih dari
satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat
dengan domisili.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan
sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan
dari masing-masing tempat usaha tersebut.
Pembahasan _ PPh pasal 25
Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang
dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun
berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain
maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran
dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan
PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak
dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.

Pembahasan _ PPh Final


1. PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA, SEWA DAN
IMBALAN JASA KONSULTAN DAN JASA
KONSTRUKSI YANG DIATUR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH (PPH PASAL 4 AYAT 2)
Pasal 4 ayat 2 UU pajak penghasilan menyebutkan, bahwa:
“atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan –
tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan
harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan
tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan
peraturan pemerintah.”

Pembahasan _ PPh Final


2. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA
DEPOSITO DAN TABUNGAN, DAN DISKONTO SERTIFIKAT
BANK INDONESIA.
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga
deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) diatur dengan Peraturan Pemerintah No.131 tahun 2000, atas
penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta
penghasilan diskonto SBI yang diterima oleh WP dalam negeri dan
BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya pph
yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.
PPh (Final) = 20% x Bruto
Sedangkan bagi WP luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap,
besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto atau tariff
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

Pembahasan _ PPh Final


3. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG
DIJUAL DI BURSA EFEK

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa


bunga atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002.
Menurut PP No. 6 tahun 2002, atas penghasilan yang telah
diterima WP berupa bunga atau diskonto obligasi yang
diperdagangkan dan / atau dilaporkan di bursa efek
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pembahasan _ PPh Final


4. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
BERUPA SEWA TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Pengenaan pph atas penghasilan berupa sewa tanah dan
atau bangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan tersebut
penghasilan berupa sewa tanah dan atau bangunan
dikenakan pph yang bersifat final. Besarnya pph yang
dipotong adalah sebesar 10% baik atas penghasilan yang
diterima oleh WP badan maupun orang pribadi dari jumlah
bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
PPh (Final) = 10% x Bruto

Pembahasan _ PPh Final


5. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN
HAK ATAS TANAH DAN / ATAU BANGUNAN
• WP orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis
yang mengalihkan hak atas tanah dan / atau bangunan
• Bagi WP orang pribadi yang jumlah penghasilannya
melebihi PTKP, apabila melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari
Rp. 60.000.000,00
• Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan /atau bangunan
yang dilakukan oleh WP Badan
• Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Badan
termasuk koperasi

Pembahasan _ PPh Final


6. USAHA JASA KONSTRUKSI
Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan pajak penghasilan yang bersifat
final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
• 2% untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki
kualifikasi usaha kecil;
PPh (final) = 2% x Jumlah Jasa
• 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha;
PPh (final) = 4% x Jumlah Jasa
• 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selai penyedia jasa
sebagaimana dimaksud;
PPh (final) = 3% x Jumlah Jasa
• 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
PPh (final) = 4% x Jumlah Jasa
• 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
PPh (final) = 6% x Jumlah Jasa

Pembahasan _ PPh Final


7. PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa
hadiah ubdian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 132
Tahun 2000. Menurut kententuan peraturan tersebut
penghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk
apapun dipotong atau dipungut PPh yang bersifat final.
Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dipungut adalah
sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian.
PPh (Final) = 25% x Bruto

Pembahasan _ PPh Final


8. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI
TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KAONTAK
BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA
Pengenaan PPh atas penghasilan dari transaksi derivatif
berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009.
Atas penghasilan yang diterima dan / atau diperoleh orang
pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak
berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai PPh yang
bersifat final sebesar 2,5% dari margin awal.
PPh (Final) = 2,5% x Margin Awal

Pembahasan _ PPh Final


Dalam PPh Pasal 25 Wajib Pajak membayar pajak pada suatu tahun pajak berdasarkan
pajak terutang tahun sebelumnya. Pajak yang dibayar ini bersifat angsuran. Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah sebesar PPh terutang
menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipungut atau dipotong,
serta pajak yang terutang atau dibayarkan diluar negeri yang boleh dikreditkan dibagi
dengan 12 bulan. Jika pajak yang terutang sesungguhnya lebih besar dari pada angsuran
pajak maka selisih yang terjadisebut ”pajak kurang bayar” (PPh pasal 29). Jika pajak yang
terutang sesungguhnya lebih kecil dari angsuran pajak maka selisih yang terjadi disebut
”pajak lebih bayar”(PPh pasal 28). Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung
kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut yang berlaku mulai bulan berikutnya
setelah SKP diterima. Hal ini berlaku jika ternyata dalam SPT Tahunan terjadi lebih bayar
dan lebih bayar tersebut belum ada keputusan Dirjen Pajak. Dirjen Pajak berwenang untuk
menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-
hal tertentu. Untuk Wajib Pajak baru, karena PPh tahun sebelumnya belum diketahui maka
sebagai penggantinya digunakan estimasi penghasilan, yaitu penghasilan neto bulan pertama
dijadikan dasar estimasi PKP untuk 1 tahun. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran
brutosetiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.

Kesimpulan
Happy Birthday
To mner Aprili

You might also like