You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Kawasan hutan bakau di Indonesia dalam kondisi kritis. Seluas 19%

sudah berubah fungsi menjadi areal pertambakan dan yang 23% jadi

persawahan.

Kawasan hutan bakau di Indonesia terletak di Sumatera seluas 19 %,

Kalimantan 16 % dan Irian Jaya 58 %. Menurut perkiraan, luas hutan bakau

di Indonesia mencapai 4,25 juta hektar.

Selain itu, semakin tingginya ancaman terhadap kelestarian hutan

bakau di Indonesia, maka diperlukan pengelolaan yang tepat, baik dari aspek

perlindungan dan pemanfaatan.

Bahkan, pihak BKSDA (Badan Koordinasi Sumber Daya Alam) telah

membentuk petugas untuk menindak pelaku perambahan kawasan hutan

bakau khususnya untuk pertambakan.

Sebelum petugas melancarkan penertiban terhadap warga yang

mendirikan tambak di kawasan hutan bakau terlebih dahulu dilakukan

pendataan data penguasaan kawasan untuk tambak dengan instansi terkait.


Mengkaji data penguasaan kawasan, koordinasi dengan instansi

terkait seperti Polres, Kodim, Dinas Perikanan dan lainnya. Penindakan

secara tegas para pelaku pengrusakan hutan kawasan bakau perlu

secepatnya dilakukan untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi

tersebut. Karena fungsi hutan bakau sangat penting yaitu menjaga

ekosistem rawa agar lestari dan mengurangi abrasi air laut jadi kita harus

melestarikannya dengan baik.

B.TUJUAN DARIPADA PENULISAN MAKALAH INI ADALAH :

1. Menyadarkan masyarakat akan betapa pentingnya maanfaat hutan

bakau bagi kelangsungan hidup


semua mahluk hidup.

2. Masyarakat menjadi lebih paham tentang fungsi hutan bakau.

3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk

melestarikan hutan bakau .


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUTAN BAKAU

mangrove adalah hutan yang


Hutan bakau atau disebut juga hutan

tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan

dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.


Hutan ini tumbuh khususnya di

tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik.

Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar

muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang

dibawanya dari hulu.

Ekosistemhutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran

tadi yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah salinitas tanahnya yang

tinggi serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya

sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan

jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati

proses adaptasi dan evolusi.


B. LUAS DAN PENYEBARAN HUTAN BAKAU

Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia,

terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di

subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar,

merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha),

Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor

dkk, 1999).

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar

Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara

sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta

selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis

oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.

Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan

mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di

sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar

sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan indikasi permasalahan berkurangnya seperti diuraikan di

atas, Balai Konservasi dan Perlindungan Lingkungan Hidup Republik

Indonesia telah berupaya untuk mencoba mengantisipasi, mengatasi dan

mengendalikan kerusakan pesisir pantai di Indonesia melalui beberapa

program pengelolaan dan pengendalian kerusakan pesisir dan laut yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2000 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Mengingat perbaikan ekosistem kawasan pesisir dan laut tidak bisa

dilaksanakan secara parsial tetapi harus sinergis dan melibatkan pelbagai

kelompok masyarakat pesisir dan pelaku pembangunan lainnya agar

pengelolaan pesisir dapat terintegrasi dengan baik dan berkelanjutan.

B. SARAN

Beberapa program prioritas yang perlu mendapat perhatian dan harus

menjadi prioritas penanganan meliputi :


1. Rehabilitasi/Reboisasi Mangrove;

Rehabilitasi/reboisasi mangrove terutama ditujukan untuk kawasan-

kawasan perlindungan dan budidaya perikanan.. Hal ini sesuai dengan

fungsi dari mangrove itu sendiri. Jenis mangrove yang ditanam

disesuaikan dengan kondisi alam wilayahnya.

2. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir secara

terpadu;

Dalam hal ini ditentukan dan ditetapkan zonasi-zonasi tertentu di

wilayah pesisir sebagaimana fungsi wilayahnya, antara lain zona

preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan intensif.

3. Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah

pesisir

Program ini bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah serta

mengendalikan potensi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir dan

laut. Perkembangan industri, perikanan, perdagangan dan pemukiman di

pantai utara serta pertumbuhan wisata dan perikanan di selatan

berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Abrasi

yang terjadi di wilayah pesisir utara pada umumnya terjadi akibat

perubahan peruntukan lahan di kawasan tersebut dimana hanya sedikit

kawasan pesisir utara yang stabil yaitu 13 % di pulau Jawa dan 22 % di

pulau Sumatera. Oleh sebab itu penanganan abrasi di pesisir utara lebih

diarahkan kepada pengendalian perubahan fungsi lahan. Sedangkan

akresi umumnya terjadi di sekitar muara sungai akibat pasokan sedimen


dari darat dan diendapkan di sepanjang pantai. Untuk itu konsep

pengelolaan melalui pendekatan DAS harus ditingkatkan. Sedangkan di

wilayah pesisir selatan Jawa, permasalahan abrasi lebih disebabkan oleh

aktivitas pertambangan sehingga sangat penting untuk diterapkan

kegitan pertambangan berwawasan lingkungan.

4. Penataan dan pengendalian kegiatan pertambangan di

wilayah pesisir;

Kegiatan pertambangan yang marak di era otonomi daerah untuk

meningkatkan pendapatan daerah telah menyebabkan terjadinya potensi

permasalahan lingkungan hidup yang semakin meningkat.

5. Penataan dan perlindungan daerah tangkapan ikan

nelayan lokal;

Program ini dimaksudkan agar tangkapan dari para nelayan berupa ikan

atau biota laut dapat meningkat dan berkesinambungan sehingga taraf

hidup dan kesejahteraan nelayan meningkat.

6. Pengembangan pendidikan lingkungan berbasis

masyarakat dan penguatan peran kelembagaan lokal dalam meningkatkan

kemampuan partisipasi masyarakat.

7. Penguatan instrumen penegakan hukum sebagai upaya

legal pengelolaan pesisir dan laut.


DAFTAR PUSTAKA

Pelestarian Hutan Bakau di Indonesia, Suatu


Slamet Ryadi. 2003.

Studi Kasus. Surabaya : Airlangga University Press.

Hutan Bakau
www.id.wikipedia.org./wiki/berkas/hutan_bakau. , diakses

Pebruari 2008.

Kamus Besar Bahasa Indonesia


Purwadarminta, W . 1979. . Jakarta : PN

Balai Pustaka.

You might also like