You are on page 1of 11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Orang Tua

2.1.1 Pengertian Orang Tua

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan.

Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah

melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita

ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing

anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan

sehari-hari( Psikologi Untuk Keluarga,1999,31).

2.1.2 Tugas Orang Tua dalam Keluarga

Peran Ayah

Menurut Gunarsa( Psikologi Untuk Keluarga,1999,31-33) :

1. Ayah sebagai pencari nafkah untuk keluarga

2. Ayah sebagai sosok yang penuh pengertian dan memberi rasa aman

3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak

4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tega, bijaksana dan mengasihi

keluarga

Peran Ibu

Menurut Gunarsa( Psikologi Untuk Keluarga,1999,33-37) :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologi dan psikis

2. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten

5
6

3. Pendidik yang mampu mengatur dan mengenal anak

4. Ibu sebagai contoh dan teladan

5. Ibu sebagai manajer yang bijaksana

6. Ibu memberi rangsangan dan pelajaran

2.1.3 Macam-macam Pola Asuh Orang tua

Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:

1. Pola asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan

kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.

Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari

tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga

bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang

berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan

suatutindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

2. Pola asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus

dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini

cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau

melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini

tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal

kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua
7

tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti

mengenai anaknya.

3. Pola asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar.

Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa

pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau

memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat

sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini

biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

4. Pola asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang

sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk

keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun

dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah

perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang

depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun

psikis pada anak-anaknya.

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau

tumbuh dewasa.Awal masa remaja berlangsung dari 13-16 tahun dan berakhir

pada 17-18 tahun.Piaget mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah

usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak
8

tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama,setidaknya dalam masalah hak (Elizabeth

B.Hurlock,1996:206).

Menurut Monks (Hadiatono,1999:96) remaja adalah individu yang berusia

12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari kanak-kanak menjadi

dewasa dengan pembagian 12-15 adalah masa remaja awal,15-18 tahun masa

remaja pertengahan dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.

Hurlock menyatakan (Psikologi Perkembangan,1996:207) bahwa masa

remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, di

mulai sejak anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang

secara hukum.

2.2.2 Ciri-ciri masa remaja menurut Havighurst (Elizabeth

B.Hurlock,1996:206-207) :

● Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting

dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian

mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.

● Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah

terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahanan suatu

tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian

dapat diartikan bahwa apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan

bekas pada apa yang terjadi sekarang dan apa yang akan datang serta
9

mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

● Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat

diikuti dengan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat.Perubahan

fisik menurun, maka sikap dan perilaku juga menurun.

● Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah remaja

seringkali menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak lelaki maupun

perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu :

○ Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian

diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja

tidak mampu

mengatasi masalahnya sendiri.

○ Remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin menyelesaikan

masalahnya sendiri dan menolak bantuan guru dan orang tua.

● Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian

diri terhadap standar kelompok lebih penting daripada penyesuaian

individualistis. Penyesuaian diri terhadap kelompok pada masa remaja

awal masih penting bagi anak lelaki maupun perempuan, namun lambat

laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin

menjadi pribadi yang berbeda dari orang lain.


10

● Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak

rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku

merusak menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja.

● Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-

cita. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah.

Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya

atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

● Masa remaja sebagai ambang dewasa

Semakin mendekatnya kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk

meninggalkan stereotipe belasan tahun dan untuk memberikan kesan

bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada

perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok,minum

minuman keras,menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam

perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan

citra yang mereka inginkan.

2.2.3 Masa-masa remaja menurut Monks(Elizabeth B.Hurlock;1996:208)

1. Masa praremaja (remaja awal)

Masa praremaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat.

Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negative pada si remaja sehingga


11

seringkali masa ini disebut masa negative dengan gejalanya seperti tidak

senang, kurang suka bekerja, pesimisitik, dan sebagainya. Secara garis

besar sifat-sifat negative tersebut dapat diringkas, yaitu a) negative dalam

prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental; dan b) negative

dalam sosial, baik dalam bentuk menarik diri dari masyarakat (negative

positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negative

aktif).

2. Masa remaja (remaja madya)

Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorong untuk hidup,

kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya,

teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini,

sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang menilai, pantas

dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu

puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai dewa remaja.

Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup

itu dapat di pandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses

penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya

pedoman, si remaja pedoman, si remaja merindukan sesuatu bayang

dianggap bernilai, pantas dipuja walau pun sesuatu yang dipujanya belum

mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya mengetahui

bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang

diinginkannya. Kedua objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu

pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi


12

personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif meniru,

sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan

memujanya dalam khayalan.

3. Masa remaja akhir

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan :

a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan

mendapatkan pengalaman baru.

c) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

e) dan orang lain.

f) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dan masyarakat umum.

2.2.4 Tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst (Elizabeth

B.Hurlock,1996:10) :

1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

2. Mencapai peran sosial pria atau wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya

6. Mempersiapkan karir ekonomi

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk


13

9. berperilaku mengembangan ideologi.

2.3 Kepribadian

2.3.1 Pengertian Kepribadian

Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa

inggris“personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa

latin“persona” yang berarti topeng. Menurut Gordon W All Port “personality is

the dynamic organization within the individual of those psychophysical system,

that determines his unique adjustment to his environment”.Menurut bangsa Roma,

persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, bukan dari

sebenarnya. Aktor menciptakan dalam pikiran penonton, suatu impresi dari tokoh

yang diperankan di atas pentas, bukan impresi dari tokoh itu sendiri. Dari konotasi

kata persona inilah, gagasan umum mengenai kepribadian sebagai kesan yang

diberikan seseorang pada orang lain diperoleh. Apa yang dipikir, dirasakan dan

siapa dia sesungguhnya termasuk dalam keseluruhan “make up” psikologis

seseorang dan sebagian besar terungkapkan melalui perilaku. Karena

itu,kepribadian bukanlah suatu atribut yang pasti dan spesifik, melainkan

merupakan kualitas perilaku total seseorang. Berdasarkan definisi Allport,

kepribadian ialah susunan sistemsistem psikofisik yang dinamai dalam diri suatu

individu yang unik terhadap lingkungan ( Perkembangan Anak Jilid

2,Elizabeth.B.Hurlock,1999;27-29).

2.3.2 Pola Kepribadian

Istilah “pola” berarti desain atau konfigurasi. Dalam hal pola kepribadian,

sistem-sistem psikofisik yang beragam yang membentuk kepribadian individu


14

saling berkaitan, dan yang satu mempengaruhi yang lain. Dua komponen utama

pola kepribadian adalah inti “konsep diri” dan jari-jari roda “sifat-sifat” yang

dipersatukan dan dipengaruhi inti.

1. Komponen Pola Kepribadian (Perkembangan Anak Jilid

2,Elizabeth.B.Hurlock,1999;30-35)

a) Konsep Diri

Konsep diri sebenarnya ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dia tau.

Konsep ini merupakan bayangan cermin ditentukan sebagian besar oleh peran dan

hubungan dengan orang lain terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran

seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya. Setiap

macam konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis. Aspek fisik terdiri dari

konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan

seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi

yang diberikan tubuhnya dimata orang lain. Aspek psikologis terdiri dari konsep

individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan

hubungannya dengan orang lain. Mula-mula kedua aspek ini terpisah, tetapi

selama kanak-kanak secara bertahap aspek-aspek ini menyatu.

b) Sifat

Sifat-sifat adalah kualitas perilaku atau pola penyesuaian spesifik,

misalnya reaksi terhadap frustasi, cara menghadapi masalah, perilaku agresif dan

defensif, dan perilaku terbuka atau tertutup di hadapan orang lain. Ciri tersebut

terintegrasi dengan dan dipengaruhi oleh konsep diri. Beberapa di antaranya

terpisah dan berdiri sendiri, sementara yang lain bergabung dalam sindroma atau
pola perilaku yang berhubungan. Sifat-sifat mempunyai dua ciri yang menonjol:

15

1) Individualitas, yang diperlihatkan dalam variasi kuantitas ciri tertentu, dan

bukan dalam kekhasan ciri bagi orang itu

2) Konsisten, yang berarti bahwa orang itu bersikap dengan cara yang hampir

sama dalam situasi dan kondisi serupa

2. Perkembangan Pola Kepribadian

Terdapat tiga faktor yang menentukan perkembangan kepribadian; faktor bawaan,

pengalaman awal, dan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan selanjutnya.

Pola tersebut sangat erat hubunganya dengan kematangan ciri fisik dan mental

yang merupakan unsur bawaan individu. Ciri-ciri ini menjadi landasan bagi

struktur pola kepribadian yang dibangun melalui pengalaman belajar. Melalui

belajar, sikap terhadap diri dan metode khas untuk menanggapi orang dan situasi,

sifat-sifat kepribadian didapatkan melalui pengulangan dan kepuasan yang

diberikannya. Pengalaman belajar yang awal terutama didapat dirumah dan

pengalaman kemudian diperoleh dari berbagai lingkungan diluar rumah.

Tekanan sosial dirumah, sekolah dan kelompok teman sebaya juga mempengaruhi

corak sifat-sifat kemudian hari. Bila agresivitas diperkuat karena dianggap ciri

yang sesuai dengan jenis kelamin untuk anak lakilaki, anak akan berusaha belajar

bersikap agresif.

You might also like