You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan

kesehatan, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang. Agar terwujud kesehatan

masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang

ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat,

memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata

serta mencapai derajat kesehatan yang optimal. Untuk mendukung hal tersebut maka tujuan utama

dibidang kesehatan dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menurunkan angka

kematian balita (DEPKES, 2002).

Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu negara.

Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita

merupakan masa yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan

pada masa tersebut, dapat berakibat negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya (Adzania,

2004).

Di Indonesia saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang

utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan dampak

kematian terutama pada bayi dan balita. Selain itu, diare merupakan penyakit menular yang dapat

menimbulkan wabah serta kejadian luar biasa (KLB). Diare merupakan penyebab utama kematian

dan kesakitan pada anak di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Banyak faktor yang

mempengaruhi kejadian diare ini, diantaranya faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan

ibu (Warman, 2008).

Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di


Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation

South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara

berkembang adalah diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di

Indonesia (Warouw, 2002).

Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan survey kesehatan nasional

tahun 2004 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare sebanyak 374 per 1000 penduduk, dan di

Kota Bengkulu pada tahun 2006 penderita penyakit diare berjumlah 7,125 orang (2,59 % per 1000

Penduduk). Tahun 2007 jumlah kasus diare 8,955 kasus (3,32 % per 1000 Penduduk). Seluruh

penderita diare ditangani oleh tenaga kesehatan ( 100 %) .dari jumlah kasus diare yang ada 47,88%

penderitanya adalah balita.(Dinkes Kota Bengkulu, 2007).

Tabel 1.1 Kejadian Diare Pada Balita di Kota Bengkulu Tahun 2008

Umur
No Kecamatan Puskesmas 1 bulan s/d < 1 Tahun 1- 4 Tahun
Jembatan Kecil 34 119
1. GADING CEMPAKA Jalan Gedang 70 143
Lingkar Barat 26 97
Lingkar Timur 61 75

Kuala Lempuing 36 84
2. RATU AGUNG Nusa Indah 176 304
Sawah Lebar 46 94

3. RATU SAMBAN Anggut Atas 128 302

4. TELUK SEGARA Pasar Ikan 224 367


Kampung Bali 42 120
5. SUNGAI SERUT Sukamerindu 290 660

6. Muara Bangahulu Ratu Agung 86 212


Beringin Raya 29 55

7. SELEBAR Basuki Rahmad 80 191


Betungan 59 125

8. KAMPUNG MELAYU Kandang 77 121


Padang Serai 37 101
Jumlah 1,501 3,170
Sumber : SP2TP, Subdin Kesga, Dinas Kesehatan Kota Bengkulu 2008.

Dari 8 kecamatan yang ada di kota bengkulu angka kejadian diare tertinggi adalah di

Kecamatan Sungai Serut yaitu 950 kasus dan yang terendah di Kecamatan Muara Bangkahulu

yaitu 386 kasus. Jika dibandingkan dengan Kecamatan yag lain maka Kecamatan Sungai Serut

mempunyai angka kasus yang sangat banyak, dimana Kecamatan Sungai Serut hanya membawahi

1 Puskesmas saja yaitu Puskesmas Sukamerindu. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari

Puskesmas Sukamerindu data kejadian diare dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2009

berjumlah 530 kasus.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ”Gambaran Penatalaksanaan Diare pada Balita ditinjau dari Tingkat

Pengetahuan dan Status Ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2009”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, masalah penelitian ini adalah ”Bagaimana

Gambaran penatalaksanaan Diare pada balita ditinjau dari tingkat pengetahuan dan status ekonomi

di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2009”.

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum

Pada akhir penelitian ini dapat diketahui bagaimana gambaran penatalaksanaan diare pada

balita ditinjau dari pengetahuan dan status ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota

Bengkulu Tahun 2009.

b. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu terhadap diare di wilayah kerja Puskesmas

Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009.

b. Untuk mengetahui gambaran status ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu

tahun 2009.

c. Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diare oleh ibu di Puskesmas Sukamerindu

Kota Bengkulu tahun 2009.

d. Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diare pada balita ditinjau dari tingkat

pengetahuan ibu di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

e. Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diare pada balita ditinjau dari tingkat sosial

ekonomi keluarga di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas-puskesmas di Kota Bengkulu pada umumnya dan Puskesmas Sukamerindu pada

khususnya.

Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan masukan pada puskesmas untuk

meningkatkan mutu pelayanan dibidang kesehatan terutama tentang penyakit menular serta

menambah pengetahuan tentang penyakit diare terutama pada balita dan dapat mencari

alternative atau solusi untuk dapat mencegah lebih banyak lagi kejadian-kejadian diare

dimasyarakat umumnya serta dapat dijadikan bahan referensi bagi studi penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang bermanfaat

bagi mahasiswa Sapta Bakti jurusan Keperawatan mengenai penyakit Diare, khususnya pada

balita.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat memberi informasi dan dijadikan masukan bahan pertimbangan

untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan peneliti bahwa penelitian ini sebelumnya sudah pernah diteliti oleh peneliti lain akan

tetapi penelitian ini hanya bersifat deskriptif sederhana.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak

normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. (Bagian Ilmu Kesehatan

Anak FK UI, 1998). Deire adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 x sehari, menurut

Arif, M (2000) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari

biasanya (normal 100-200 ml perjam), dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (stengah

padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Dan dikatakan masih diare dalam

batas normal bila terkena diare dalam 1 tahun kurang dari 3 kali.

1. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan

diare kronis. (Asnil et al, 2003).

a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14

hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan

darah

b. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan

dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c. Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab

non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang

menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

2. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat,

imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer, 2000). Infeksi terdiri dari infeksi
enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral

yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. (Ngastiyah, 2004).

1) Infeksi enteral yaitu saluran pencenaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak

meliputi :

a).Infeksi Bakteri : Aeromonas. Compylobacter, Clostridiumdifficile, Eschecriacoli,

Enteobatoxigenic, Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Vibrio cholera

Enteroinvasive(Pickering, 2004).

b). Infeksi Virus : Enterovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomyelitis), adenovirus,

rotavirus, astrovirus dan sebagainya.

c). Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa

(entamuba, histolityca, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida

albicants).

2). Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti

otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronchopneumonia, enchefalitis dan

sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2

tahun.

3) Faktor Malabsorbsi.

a). Malasobsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak

yang terpenting adalah intoleransi laktosa.

b). Malasobrsi Lemak

c). Malasorbsi Protein

4). Faktor Makanan, yaitu seperti makanan bayi, beracun, alergi terhadap makanan.

5). Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare

terutama pada anak yang lebih besar.


3. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni gangguan

osmotik dan gangguan sekretorik. (Depkes, 1999 ).

a. Gangguan osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit

dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan

ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Bahan

tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di

dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi

berupa larutan hipertonik, air dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam

lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,

sehingga terjadi pula diare.

b. Gangguan sekretorik
Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan vili

gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau

meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus.

Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul

diare.

c. Gangguan Mobilitas Usus


Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makana, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun

akanmengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare

pula.

4. Manifestasi klinis
Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir

dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena
seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat

banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare, dapat disebabkan oleh

lambung yang turut meradang dan pada anak-anak yang tidak mendapatkan perawatan yang

baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan

asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi. (Asnil et al, 2003).

a. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat

dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan. Derajat dehidrasi

menurut kehilangan berat Tabel Tabel 2.1 derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan

berat badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)


Tidak dehidrasi <2½
Dehidrasi ringan 2½–5
Dehidrasi sedang 5-10
Dehidrasi berat 10
Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinisnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2.2 Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel« Lesu, tidak sadar«
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti Haus, ingin Malas minum, tidak
biasa minum banyak« bisa minum
Periksa:Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat« Kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat
sedang Bila ada 1 Bila ada 1 tanda
tanda ditambah ditambah 1/lebih
1/lebih tanda lain tanda lain
Terapi Rencana Rencana Rencana
pengobatan A pengobatan B pengobatanC
( Buku ajar diare, 1999 )
b. Gangguan keseimbangan asam-basa
Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis.

Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi

penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat

asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na dari cairan

ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

c.Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering

terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP). Gejala

hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg % pada bayi dan

50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa : lemas, apatis , tremor,

berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

d. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya

penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering

dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan

yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya

hiperperistaltik.

e. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya perfusi

jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan

perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat

meninggal

5. Pencegahan Diare

Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan keadaan lingkungan,

seperti penyediaan sumber air minum yang bersih, penggunaan jamban, pembuangan sampah

pada tempatnya, sanitasi perumahan dan penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak.
Perbaikan perilaku ibu terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun,

perbaikan cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas,

membuang tinja anak pada tempat yang tepat, memberikan imunisasi morbili (Andrianto, 1995).

Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat

ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat ( Notoadmodjo,

2003)

a. Memberikan ASI

Dengan memberikan ASI saja dengan tidak memberikan cairan lain tanpa

menggunakan botol berarti telah menghindarkan anak dari bahaya bekteri dan organisme lain

yang akan menyebabkan diare. Pemberian ASI selam diare mengurangi akibat negatif terhadap

pertumbuhan dan keadaan gizi anak, karena didalam ASI terkandung antibodi dan zat-zat lain.

b. Menggunakan air bersih

Sebagian besar kuman penyebab diare ditularkan melalui mulut, cairan atau benda

tercemar dengan feces, misalnya air minum, jari-jari tangan makanan atau sayuran yang belum

dimasak atau dicuci dengan air yang sudah tercemar. Masyarakat yang menggunakan air ersih

mempunyai resiko mnderita diare lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan air

bersih.

c. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

penularan kuman diare adalah mencuci tangan dengan sabun, terutama feces anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak

terjadinya diare.

d. Menggunakan WC

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan
harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO 2. Masalah pembuangan

kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran

penyakit yang multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia

antara lain : tipus, diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi,

tambang, pita, schistosomiasis. Syarat pembuangan kotoran antara lain, tidak mengotori tanah

permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh

terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak, kakus

harus terlindung atau tertutup, pembuatannya mudah dan murah (Notoatmodjo, 2003).

Upaya dalam penggunanan WC mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

resiko terhadap penyakit diare. Keluarga harus mempunyai WC yang berfungsi baik dan dapat

dipakai oleh seluruh anggota keluarga. Bila tidak ada WC, jangan biarkan anak pergi ketempat

buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari kuman dengan jarak lebih kurang

10 meter dari sumber air.

e. Membuang Feces yang benar

Feces bayi harus dibuang secra benar yaitu di WC dan apabila tidak memiliki WC pilih

tempat untuk membuang feces anak seperti dalam lubang, kemudian ditimbun

f. Pembuangan air limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan

pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang

terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan

menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai

media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya

mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak

enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah
dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman

(Notoatmodjo, 2003).

6. Komplikasi

Akibat dari diare ini dapat terjadi berbagai komplikasi seperti, Dehidrasi, hipoglikemi,

kejang, malnutrisi energi dan protein serta kematian (Hasan R, 2000).

7. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan diare adalah ;


a. Pemberian cairan.
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare harus

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1). Jenis Cairan

a).Cairan rehidrasi oral (CRO).

CRO dengan formula lengkap yang mangandung Nacl, KCL, NaHCa

dan glukosa yang dikenal dengan nama oralit. CRO dengan formula sederhana

yaitu seperti larutan gula garam, air tajin, dan lain-lain untuk pengobatan

pertama dirumah sebelum ada dehidrasi maupun setelah dehidrasi ringan.

b). Cairan Parenteral

Rl (Ringer Lactat), cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% bagian

NaHCO3, ½ % atau bagian glukosa 5-10% bagian Nacl 0,9%).

2). Jalan Pemberian Cairan

a). Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau

minum serta kesadaran baik.

b). Interavena untuk dehidrasi berat.

3). Jumlah cairan

Jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah cairan yang hilang

melalui diare dan atau muntah (prevos water losses). Banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urine, dan perbafasan (normal water losses), banyaknya cairan

yang hilang melalui tinja dan muntah terus berlangsung pada derajat dehidrasi serta

berat badan masing-masing anak atau golongan umur.

4). Cara Pemberian cairan

a). Belum ada dehidrasi

Peroral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas setiap kali buang air besar.

b). Dehidrasi ringan

1 jam pertama : 25-50 ml/Kg/BB peroral atau intragastrik selanjutnya : 125

ml/Kg/Bb/hari

5). Pemberian Makan (Dietetik).

Untuk mencegah kurangnya masukannutrisi dan membantu menaikkan daya

tahan tubuh anak dengan diare harus tetap diberi makan. Pemberian makanan harus

mempertimbangkan umur, berat badan, dan kemampuan anak menerimanya.

6). Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare menurut Hasan (2000), ialah menggantikan cairan yang

hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah dengan cairan yang mengandung

elektrolit dan glukose atau karbohidrat lain (gula, air tajin, oralit). Pengobatan untuk

dehidrasi yang lebih berat seperti obat anti sekresi, anti spasmolitik, antibiotika dan

lain-lain.

B. Status Ekonomi

Status ekonomi dalam hal ini adalah penghasilan keluarga perbulan. Pengahasilan

merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dan proses

penyembuhan. Anak memerlukan asupan gizi yang tinggi untuk kesehatan tubuhnya dan untuk

perkembangan dan pertumbuhan. Jika hal ini tidak terpenuhi maka dapat mengakibatkan

malnutrisi dan gangguan kesehatan. Salah satu upaya mengatasi dehidrasi adalah dengan
memperbaiki menu makanan dengan mengkonsumsi makanan yang baik dan bergizi. Tetapi

cara ini sulit dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (Komsan,2003).

B. Pengetahuan ( Knowledge).
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)(Notoatmodjo, 2007).

1. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)

dalam (Notoatmodjo, 1999) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus

(objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang yang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal

ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan

perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi melalui proses seperti ini didasari

pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positip, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :
a. Tahu ( Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu makna yang telah dipelajari sebelumnya

termasuk kealam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahn yang dipelajari oleh rangsangan yang diterima. Oleh sebab

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguaikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehensive)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjalankan secara benar

tentang objek yang dikaetahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, masih didalam atruktur organisasi tersebut, dan masih ada

kaitannya satu sama lain, kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya.

d. Analisa (analysis)
Analisa adalah suatu kemempuan untuk menjabarkan materi kedalam komponen-

komponen, tetapi kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari

penggunaan kata krja seperti dapat digambarkan (membuat bagian) membedakan,


memisahkan, mengelompokkan dan lain-lain.

e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

mengembangkan bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dngan kemampuan untuk justifikasi atau penilaian terhadap

suatu objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kritera yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dpat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden, kedalam

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut diatas.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2003) cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Cara tradisional atau non alamiah


Cara kuno ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pngetahuan, sebelum diketemukan

metode penemuan secara sistematis atau logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada

periode ini antara lain meliputi :

1). Cara coba-coba (trial)


Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum

adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah

upaya pemecahan dilakukan dengan coba-coba.

2). Cara kekuatan (otoriter)


Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-

tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran. Apakah yang dilakukan
oleh orang tersebut baik atau tidak. Kebiasaan itu biasanya diwariskan turun temurun dari

generasi-generasi berikutnya.

3). Berdasarkan pngalaman pribadi


Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya dalam memperoleh pengetahuan. Hal

ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.

4). Melalui jalan pikiran


Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

b. Cara modern atau ilmiah

Merupakan penggabungan antara proses berfikir deduksitf dan induktif yang dijadikan
dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis.
4. Kategori pengetahuan
Menurut Arikunto (1998) pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar 76- 100 %

dari pertanyaan yang diajukan.

b. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar 56- 75 %
dari pertanyaan yang diajukan.
c. Pengetahuan kurang bila responden menjawab ≤ 55 % dari pertanyaan yang diajukan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu melihat gambaran

penanganan diare ditinjau dari pengetahuan dan status ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota

Bengkulu Tahun 2009.

B. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, konsepnya adalah gambaran penanganan diare ditinjau dari
pengetahuan dan status ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2009

Diare

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
operasional
1 Satatus ekonomi Penghasilan yang Format Wawancara 0. Rendah bila Nominal
dihsilkan dalam 1 pengumpulan penghsasilan
bulan data < UMP/bulan
1. Tinggi bila
penghasilan ≥
UMP/bulan

3. Pengetahuan Tahu dan mengerti cara Format Wawancara/ku 0. Baik bila Ordianal
pasien penanganan diare pengumpulan esioner jawaban
data /chek list benar
median
1. Baik bila
jawaban
benar ≥
median

3 Penatalaksanaan Kemampuan Format Wawancara/ku 0. Kurang bila Ordinal


Diare keluarga/ibu balita pengumpulan esioner jawaban
tentang tindakan data benar <
perawatan yang median
dilakukan pada balita 1. Baik bila
yang menderita diare jawaban
benar ≥
median

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu balita yang datang berobat ke Puskesmas

Sukamerindu Kota Bengkulu dari bulan Agustus - September 2009 dengan diagnosa diare

sebanyak 25 orang balita.

2. Sampel
Dalam penelitian ini sample yang diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling,

dimana yang menjadi objek penelitian adalah semua balita yang datang berobat ke Puskesmas

Sukamerindu Kota Bengkulu dari tanggal 1 s/d 10 September 2009 dengan diagnosa Diare

berjumlah 25 orang.

E. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu yang dimulai
pada tanggal 1 s/d 10 September 2009.

F. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data


1. Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data diperoleh dari data primer yaitu, dilakukannya

wawancara yang berisikan pertanyaan yang berkenaan dengan pengetahuan dan status ekonomi.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena

itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data yaitu :

1. Memeriksa Data (editing)

Yaitu meneliti kembali data yang telah terkumpul untuk mengetahui apakah telah sesuai

dengan yang diharapkan atau belum..

2. Pemberian kode (coding)

Untuk menterjemahkan data yang terkumpul dengan mengunakan huruf atau angka

yang lebih ringkas.

3. Penyusunan data (tabulasi)

Untuk lebih mudah dalam pembacaan data dan menganalisa data yang telah diambil.

3. Analisa Data

Data yang terkumpul diolah dan dianalisis lalu diinterpretasikan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan dengan menggunakan metode deskriptif yang dihitung secara persentase, dengan

menggunakan rumus :

P= x 100 %

Keterangan :
P : Persentase yang diinginkan

F : Jumlah responden dalam setiap kategori masing-masing variabel

N : Jumlah sampel penelitian

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya Penelitian

epelaksanaan penelitian. Pada tahap persiapan dimulai dari survey pengumpulan data

awal yaitu tepatnya pada tanggal 29 Juli 2009. Setelah data awal diadapatkan maka peneliti mulai

merumuskan masalah penelitian yang akan diteliti. Sebelum melakukan survey data awal, peneliti

memasukan surat pengantar untuk survey pengumpulan data awal dari institusi pendidikan, untuk

mengumpulkan data penelitian dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara terhadap

ibu balita dengan menggunakan format pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan

format pengumpulan data kuesioner. Penelitian berlangsung selama 2 minggu mulai dari tanggal 1

s/d 10 Sepetember 2009 dengan jumlah responden 25 orang balita yang menderita diare yang

berobat ke Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu. Dalam melakukan penelitian ini penulis

menghadapi berbagai hambatan yaitu kesulitan dalam proses wawancara dan harus menjelaskan

cara pengisian kuesioner secara berulang kepada responden.

B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September 2009 terhadap 25 orang ibu

yang mempunyai balita menderita diare yang dating berobat ke Puskesmas Suka Merindu Kota

Bengkulu, diperoleh data tersebut berupa gambaran penatalaksanaan diare ditinjau dari tingkat

pengetahuan dan status ekonomi di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

1. Gambaran karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Tentang Diare
Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

No Tingkat Pengetahuan N %
1 Baik 10 40,0
2 Kurang 15 60,0
Jumlah 25 100

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (60%) ibu yang mempunyai balita yang

menderita diare mempunyai tingkat pengetahuan tentang diare dengan kategori kurang,

sedangkan sebagian (40%) tingkat pengetahuan ibu tentang diare kategori baik.

2. Gambaran karakteristik responden berdasarkan Status Ekonomi Keluarga

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Sosial Ekonomi Ibu Balita Yang Mengalami
Diare Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

No Status Ekonomi N %
1 Tinggi 8 32,0
2 Rendah 17 68,0
Jumlah 25 100

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (68%) ibu yang mempunyai balita yang

menderita diare mempunyai tingkat Status Ekonomi rendah, sedangkan sebagian (32%) tingkat

Status Ekonomi tinggi.

3. Gambaran karakteristik responden berdasarkan Penatalaksanaan Diare

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Penatalaksanaan Diare
Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

No Penatalaksanaan Diare N %
1 Baik 6 24,0
2 Kurang 19 76,0
Jumlah 25 100

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (76%) ibu yang mempunyai balita yang

menderita diare mempunyai tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan diare dengan kategori

kurang, sedangkan sebagian (24%) penatalaksanaan diare kategori baik.

4. Gambaran karakteristik penatalaksanaan diare ditinjau dari tingkat pengetahuan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Penatalaksanaan Diare Di Tinjau Dari Tingkat Pengetahuan Ibu Balita
Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

Penatalaksanaan Diare
Tingkat
No Baik Kurang Jumlah
Pengetahuan
F % F % F %
1 Baik 5 83,3 5 26,3 10 40
2 Kurang 1 16,7 14 73,7 15 60
Jumlah 6 100 19 100 25 100

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (73,7%) ibu yang mempunyai balita yang

menderita diare dalam penatalaksanaan diare dalam kategori kurang berasal dari ibu yang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang.

5. Gambaran karakteristik penatalaksanaan diare ditinjau dari Status Ekonomi

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Penatalaksanaan Diare Di Tinjau Dari Status Ekonomi
Ibu Balita Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2009

Penatalaksanaan Diare
Status
No Baik Kurang Jumlah
Ekonomi
F % F % F %
1 Tinggi 2 33,3 6 31,6 8 24,0
2 Rendah 4 66,7 13 68,4 17 76,0
Jumlah 6 100 19 100 25 100

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (68,4%) ibu yang mempunyai balita yang

menderita diare dalam penatalaksanaan diare dalam kategori kurang berasal dari ibu yang

mempunyai tingkat social ekonomi rendah.

C. Pembahasan

1. Gambaran Penatalaksanaan Diare Ditinjau Dari Tingkat Pengetahuan

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (73,7%) ibu yang mempunyai balita

yang menderita diare dalam penatalaksanaan diare dalam kategori kurang berasal dari ibu yang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang. Dari pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare

menentukan ibu bagaimana ia merawat dan membesarkan anak-anaknya, sehingga bila tingkat

pengetahuan ibu baik, ada kecenderungan kemampuan ibu dalam merawat anaknya yang sakit

akan baik pula.

Dari hasil penelitian keadaan yang menyebabkan hal diatas, kemungkinan disebabkan

karena kurang banyaknya pemahaman ibu tentang informasi-informasi masalah penyakit diare

baik secara langsung (penyuluhan-penyuluhan) maupun tidak langsung berupa (informasi

berita-berita dari media cetak) dan hal tersebut juga karena adanya pengaruh lingkungan

dimana lingkungan tempat penelitian dilaksanakan yaitu di daerah pasar, sehingga informasi

itu juga didapatkan dari tetangga yang sudah mengerti dan memahami tentang masalah diare.

Hasil penelitian ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Notoatmodjo, 2003.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan atau tradisi yang

dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran. Apakah yang dilakukan oleh orang tersebut

baik atau tidak. Kebiasaan itu biasanya diwariskan turun temurun dari generasi-kegenerasi
berikutnya. Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya dalam memperoleh

pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.

Dengan adanya pengetahuan baik pada ibu diharapkan ibu mampu mengatur kondisi

kesehatan dalam keluarganya terutama pada anak yang menderita penyakit diare.

2. Gambaran Penatalaksanaan Diare Ditinjau Dari Status Ekonomi Keluarga.

Dari table diatas diketahui bahwa sebagian besar (68,4%) ibu yang mempunyai balita

yang menderita diare dalam penatalaksanaan diare dalam kategori kurang berasal dari ibu yang

mempunyai tingkat social ekonomi rendah.

Beberapa peneliti telah menyimpulkan bahwa indikator status ekonomi merupakan

predicator pertumbuhan anak yang dapat dilihat dari kepemilikan alat produksi pangan (tanah,

kemampuan keluarga untuk produksi pangan) dan besarnya penghasilan keluarga. Serta mereka

menyimpulkan bahwa factor status ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk

membawa anaknya berobat ke pelayanan kesehatan. Pengaruh ini tidak saja pada kemampuan

keluarga dalam menopang kehidupan akan tetapi juga terhadap kebaiasaan hidup sehat seperti

pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang, pembuangan sampah dan limbah yang sehat,

kebiasan mecuci tangan, dan kualitas sanitasi lingkungan.

Hasil penelitian ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Komsan (2003), salah

satu upaya mengatasi diare adalah dengan memperbaiki menu menu makanan dan

mengkonsumsi makanan yang baik dan bergizi, tatapi cara ini sulit untuk dilakukan oleh

masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pendapatan keluarga yang baik akan menunjang

pertumbuhan balita untuk tetap sehat, karena orang tua merupakan tulang punggung keluarga

yang dapat meyediakan semua kebutuhan anak baik dalam kebutuhan pangan dan kebutuhan

akan diperolehnya status kesehatan yang baik


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar (60,0%) tingkat pengetahuan ibu balita tentang diare dalam kategori kurang.

2. Sebagian besar (68,0%) tingkat ekonomi keluarga ibu balita yang mederita diare dalam

kategori rendah.

3. Sebagian besar (76,0%) penatalaksanaan diare yang dilakukan oleh ibu balita yang menderita

diare dalam kategori kurang.

4. Sebagian besar (73,7%) penatalaksanaan diare ditinjau dari tingkat pengetahuan dalam
kategori kurang.

5. Sebagian besar (68,4%) penatalaksanaan diare ditinjau dari status ekonomi dalam kategori

rendah.

B. Saran

1. Bagi tempat penelitian RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Hendaknya bagi petugas kesehatan khususnya tenaga perawat kesehatan masyarakat

(perkesmas) untuk selalu berperan aktif dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang

diare kepada masyarakat baik pada saat pasien melakukan kunjungan ke puskesmas maupun

pada saat melaksanakan program posyandu agar kiranya dapat meningkatkan status kesehatan

di tingkat masyarakat.

2. Bagi Institusi Pendidikan.

Agar kiranya dapat memperbanyak sumber bacaan tentang penyakit diare sehingga dapat

menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan pada peneliti lain agar dapat melanjutkan penelitian ini menjadi lebih spesifik

dengan teknik yang berbeda.

You might also like