Professional Documents
Culture Documents
PERTANIAN TERPADU
Disusun Oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Integrated Farming System atau
Sistem Pertanian Terpadu”.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat gunakan dan bermanfaat bagi
kita semua khususnya pembaca.
Penulis,
Pendahuluan
Latar Belakang
Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industri dalam
sistem petanian modern, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besar terhadap
ekosistim alam. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas
pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama diketahui. Demikian pula dengan
ketahanan (resistensi) hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat
penyemprotan yang semakin tinggi serta pencemaran air tanah maupun sungai oleh
senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan. Pertanian modern juga telah
mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem
monokultur secara besar-besaran. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian
berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu
meningkat dan berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut : kimia
buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar
minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat
diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan.
Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan
yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh
revolusi hijau (Sach, 1987 dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).
Untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, maka sangat
dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang
mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara optimal bagi tujuan
pembangunan pertanian berkelanjutan.
Permasalahan
Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan -bahan
kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas lingkungan disamping
membutuhkan biaya usahatani yang tinggi, juga merupakan penyebab utama terjadinya
kerusakan lingkungan. Penggunaan pupuk dan pestisida di luar kontrol akan dapat
merusak tanah dan tolerannya suatu jenis hama dan penyakit tertentu terhadap pestisida
disamping juga dapat menghilangkan jenis predator dan parasitoid yang bermanfaat.
Bahan-bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada hasil tanaman, tanah
tercuci ke dalam air sungai akibatnya dapat berbahaya bagi kehidupan manusia maupun
hewan.
Isi / Pembahasan
Pengertian
Kalau mengacu pada konsep LEISA, maka usaha ternak dapat diintegrasikan
dengan usaha pertanian dan perkebunan dengan cara :
• Hasil samping atau limbah pertanian dan perkebunan (jerami padi, kacang tanah,
kedelai, pucuk tebu, terbon jagung, kulit buah kakao, dan lain-lain) dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
• Kotoran ternak, sisa pakan dan hasil panen yang bukan pangan maupun pakan
dapat didekomposisi menjadi kompos untuk penyediaan unsur hara lahan.
• Ternak (terutama ruminansia) dapat dilepas di perkebunan untuk memanfaatkan
tanaman liar/gulma sebagai pakan dan sekaligus menghemat biaya penyiangan.
Kaidah yang digunakan dalam penerapan sistem pertanian terpadu adalah relasi
antara tanaman (plant), binatang (animal) dan manusia (man)
1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak memelihara
lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi
2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta
keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan di
kolam agar ikan tidak keracunan ammonia
3. Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling
antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah ditetapkan
1. Ayam-Ikan-Padi
Di Indonesia, adaptasi sistem ini adalah longyam atau balong ayam. Keuntungan
sistem ini adalah:
• Efisiensi pakan ikan yang berasal dari kotoran ayam dan jatuhan pakan ayam (±
1-5% dari pakan yang diberikan ke ayam)
Sistem ini lebih dianjurkan untuk ayam kampung karena kepadatan ayam yang
berada di atas kolam lebih rendah. Ayam kampung pun dinilai lebih mudah
beradaptasi terhadap lingkungan kandang longyam.
Kandang dibangun di atas kolam berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian 1,2
meter dari permukaan air dan kedalaman kolam 1,5 meter. Tujuannya untuk sirkulasi
udara dan mencegah pelembaban lantai kandang oleh kolam. Ikan nila dan lele
direkomendasikan untuk sistem ini karena sangat toleran dengan level oksigen yang
rendah. Satu hektar kolam dapat menampung 12500 ekor ikan nila ukuran 3-5 cm.
Padi sebagai komponen terakhir akan memanfaatkan air dari kolam ikan yang kaya
dengan unsur-unsur hara. Timbal baliknya adalah sisa panen padi berupa sekam dapat
dimanfaatkan sebagai litter kandang dan jerami dapat dijadikan kompos.
1. Modal
Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal teknis
meliputi biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah untuk lahan
persawahan/ ladang dan sebagainya. Peternak dapat meninjau modal teknis dari
kondisi lingkungan seperti ketersediaan air bersih, agen penyakit, suhu, kondisi tanah
dan sebagainya. Lakukan survei pendahuluan untuk memetakan bagaimana desain
integrated farming system yang akan dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang
dibutuhkan, kapan modal akan kembali, berapa besar resiko yang akan dihadapi dan
sebagainya.
2. Tenaga Kerja
Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu modal dan
tenaga kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya buah dan ikan
tentunya akan menurunkan biaya untuk tenaga kerja.
4. Keuntungan
Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan pendapatan kotor
(bruto). Gunakan perhitungan biaya berdasarkan kegiatan produksi (FC, VC, dan TC).
Biaya tetap (fixed cost/ FC) digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha
sedang tidak berjalan misalnya penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya. Biaya
berubah (variable cost / VC) adalah biaya yang jumlahnya mengikuti volume
produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Keduanya harus
dijumlahkan dan digabungkan menjadi biaya total (total cost / TC).
Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus dipenuhi
kebutuhannya. Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan ekonomi pertanian
yang saling berkaitan satu sama lain misalnya peternakan, perikanan, ladang/persawahan
dan pengelolaan limbah (waste treatment). Satu persatu kita akan membahas komponen
integrated farming system tersebut:
1. Manusia
2. Peternakan
Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam
integrated farming system. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ
tubuh lainnya bahkan kotoran hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal
dari hasil penjualan ternak, telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).
Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk integrated
farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus selalu diperhatikan.
Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan yang menjadi fokus biosekuriti
tersebut..
Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa
menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur, singkong, tomat,
talas dan jamur dapat digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa
padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi.
Hasil samping pertanian berupa jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan
sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan biogas dan kompos.
4. Perikanan
Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar yang
dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan
ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomis. Ikan
yang sering digunakan adalah ikan nila, gurami, mas, tambakan dan lele. Ikan dapat
dipeli-hara secara tunggal (monoculture) atau campuran (polyculture), asalkan jenis
yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda agar tidak terjadi perebutan
pakan, misalnya ikan mas dengan gurami.
5. Waste Treatment
Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa sekam,
serbuk gergaji dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri starter
(0,25%) dan kapur (2%). Bahan lain dapat digunakan asalkan kotoran sapi minimal
40% dan kotoran ayam 25%.
• Biogas
Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat kotoran
baru dimasukkan ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke tabung kedua. Di
tabung pertama inilah tempat keluarnya biogas. Beberapa peternak menggunakan
plastik yang didesain sedemikian rupa membentuk balon berisi biogas sebagai
penampung biogas. Dari penampung biogas inilah, biogas dialirkan ke rumah-
rumah menggunakan selang plastik.
Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga tempat
pengambilan ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah adalah
endapan kotoran, berarti proses berjalan baik. Namun jika yang tampak adalah air
maka dipastikan telah terjadi kebocoran instalasi atau terjadi proses biogas yang
tidak optimal (Poultry Indonesia April 2009, hal 55-56).
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang
mengandung desinfektan dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos dan
biogas. Tindakan ini akan mematikan mikroorganisme tersebut.
Penutup
Anonim, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan. Agroforestri Khas Indonesia. Sebuah
Sumbangan Masyarakat. International Centre For Research In Agroforestry.
Bogor.
Dover,M. dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth: Agroecology for Sustainable
Development. World Resources Intitute. Washington DC.
Monika, WT et al. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret
Universitas Press. Surakarta.
Pusat Peneliti Universitas Brawijaya. 1991. Penelitian dan Pengembangan Sistem Usaha
Tani Lahan Kering Yang Berkelanjutan. Proseding Simposium Nasional
Malang. Universitas Brawijaya. Malang
Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian Organik. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.