You are on page 1of 27

Judul: Efektivitas Manajemen PAUD di Wilayah Blang Bintang

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke 21 ini Indonesia dihadapkan pada masalah yang rumit

seperti masalah reformasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, masalah

krisis yang berkepanjangan dan hingga saat ini belum tuntas, masalah kebijakan

makro pemerintah tentang sistem pemerintahan otonomi daerah yang

memberdayakan masyarakat. Kita juga menghadapi perubahan-perubahan besar

dan amat fundamental dilingkungan global. Perubahan lingkungan strategis pada

tataran global tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti GATT,

WTO, dan APEC, NAFTA dan AFTA, IMG-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan

SOSEKMALINDO yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan

bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang amat ketat. Suatu

perubahan regulasi yang semula monopoli menjadi persaingan bebas (free

competition). Demikian pula, terjadi pada pasar yang pada awalnya berorientasi

pada produk beralih pada orientasi pasar, serta dari proteksi berpindah menjadi

pasar bebas. Untuk itu perlu mengantisipasi keadaan ini dengan memperkuat

kemampuan bersaing diberbagai bidang dengan pengembangan Sumber Daya

Manusia. Sayangnya SDM kita saat ini memprihatinkan, menurut UNDP.

Indonesia menempati peringkat 109 dari 174, peringkat daya saing ke 46 yang

paling bawah di kawasan Asia Tenggara, Singapura ke-2, Malaysia ke-27.

Phillipina ke 32, dan Thailand ke 34, dan termasuk negara yang paling korup

didunia (Indra Jati Sidi, 2000). Menurut Survei Human Development Index

1
sebagaimana diungkapkan oleh Yutata Hadi Andoyo Direktur Direktorat

Peguruan Tinggi Swasta Ditjen Pendidikan Tinggi Depdiknas, kualitas SDM

Indonesia saat ini menduduki peringkat ke 105. Untuk ilustrasi , perangkat SDM

di kawasan Asia Tenggara yaitu Singapura menduduki peringkat 25, Brunei 26,

Malaysia 56, Thailand 57 dan Pilipina 77.

Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan

manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu

maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa.

Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan

tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia.

Harold G. Shane dalam buku Arti Pendidikan Bagi Masa Depan,

mengatakan:

“pendidikan secara potensial penting karena : (1) Pendidikan adalah satu

cara yang mapan untuk memperkenalkan si siswa (learners) pada keputusan

sosial yang timbul; (2) pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah

sosial tertentu; (3) pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat

untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru; (4)

pendidikan barangkali merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat

untuk membimbing perkembangan manusa sehingga pengamanan dari dalam

berkembang pada setiap anak dan karena itu dia terdorong untuk memberikan

kontribusi pada kebudayaan hari esok.” (Harold G. Shane, 2002, 39).

Berangkat dari apa yang diungkapkan oleh Shane, dapat dikatakan bahwa

pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar

2
lagi, sehingga setiap warga negara Indonesia wajib mengenyam pendidikan. Hal

ini dimaksudkan agar, mutu sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing

dengan warga negara lain di dunia ini.

Hal ini tentunya patut diapresiasi dengan baik, karena dengan demikian

kesempatan mengenyam pendidikan tidak lagi hanya menjadi milik mereka yang

memiliki kekayaan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Dengan ini, maka setiap

warga negara Indonesia, dari mulai keluarga pemulung, tunawisma hingga buruh

bangunan berhak untuk memperoleh pendidikan di sekolah.

Masa usia dini merupakan masa penting dalam perkembangan hidup

manusia. Karena masa usia dini merupakan masa paling awal dalam rentang

kehidupan yang akan menentukan perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya.

Masa ini adalah masa yang paling kritis dimana perkembangan seluruh aspek

dalam kehidupan manusia terjadi pada usia dini selain itu pembentukan karakter

atau kepribadian terjadi pada masa ini.

Jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya)

dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum PAUD ditekankan pada pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

lebih lanjut. Lama masa belajar seorang murid di PAUD biasanya tergantung

pada tingkat kecerdasannya yang dinilai dari rapor per semester.

Umur rata-rata minimal USIA DINI berkisar 1-6 tahun. Di PAUD, anak-

anak kesempatan belajar dan kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan usia

tiap tingkatannya. Siswa diajarkan mengenai hal ihwal berikut ini: Agama, Budi

3
bahasa, Berhitung, Membaca (lebih tepatnya mengenal aksara dan ejaan),

Bernyanyi, Bersosialisasi dalam lingkungan keluarga dan teman-teman

sepermainannya. Berbagai macam keterampilan lainnya.

Tujuannya yaitu meningkatkan daya cipta anak dan memacunya untuk

belajar mengenal bermacam-macam ilmu pengetahuan melalui pendekatan nilai

budi bahasa, agama, sosial, emosional, fisik/motorik, kognitif, bahasa, seni, dan

kemandirian. Semua dirancang sebagai upaya menumbuhkembangkan daya pikir

dan peranan anak kecil dalam kehidupannya. Semua kegiatan belajar ini dikemas

dalam model belajar sambil bermain.

Namun masyarakat pedesaan masih kurang minatnya dalam menyekolahkan

anaknya ke pendidikan PAUD. Hal ini dapat dilihat pada PAUD yang terdapat

diwilayah pedesaan. PAUD tersebut masih sangat minim muridnya dan bila kita

berjalan ke pedesaan tersebut maka kita bisa melihat masih banyak anak-anak

yang berkeliaran di jam sekolah.

Dari hasil studi pendahuluan didapat gambaran bahwa masih kurangnya

minat masyarakat mengantarkan anak ke PAUD. Hal ini dibuktikan dari

sedikitnya murid di PAUD wilayah Blang Bintang, maka untuk itu memerlukan

penelitian lebih lanjut.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti tentang “Efektivitas Manajemen PAUD di Wilayah Blang Bintang”.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut “ apakah pengaruh dari minimnya minat masyarakat

pedesaan untuk memasukkan anaknya ke pendidikan usia dini”.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukankan

diatas, secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

minimnya minat masyarakat pedesaan dalam memasukkan anaknya ke

pendidikan usia dini. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh yang mendasari minimnya minat masyarakat dalam

memasukkan anaknya ke pendiidkan usia dini

2. Menyelidiki sejauh mana minat masyarakat dalam menyekolahkan

anaknya ke pendidikan usia dini.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah relevansi program institusi PAUD dalam meningkatkan

mutu pendidikan?

2. Bagaimanakah intensitas institusi PAUD dalam meningkatkan minat

masyarakat untuk memasukkan anaknya ke PAUD?

3. Bagaimanakah strategi institusi PAUD dalam meningkatkan minat

masyarakat untuk memasukkan anaknya ke PAUD?

5
E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu khususnya dalam ilmu

kependidikan, khususnya pendidikan usia dini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian bermanfaat bagi:

a. Penulis dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan

pengembangan ilmu dalam mengkaji tentang pentingnya pendidikan

usia dini.

b. Dapat memberikan informasi kepada guru pada umumnya dan

khususnya guru taman kanak-kanak tentang pentingnya pendidikan

usia dini.

c. Kepada orang tua agar meningkatkan minatnya untuk memasukkan

anaknya ke pendidikan usia dini.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Pendidikan

Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah

dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir

yang awam dan kaku menjadi lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh

dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

6
Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara

mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai

tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

Pendidikan adalah suatu kata yang sangat sering kita dengar dari masa kita

mengalami masa kecil sampai saat kita hidup pada usia berapapun. Pendidikan

menjadi suatu kata yang paling mudah kita gunakan ketika dikaitkan dengan suatu

bangunan yang bernama ‘sekolah’. Dari sini mulai muncul suatu konsepsi sempit

mengenai arti pendidikan. Pendidikan dikaitkan dengan ‘lembaga’, bukan

‘institusi’. Saat kita berbicara mengenai pendidikan sebagai suatu ‘lembaga’ (baca

; sekolah), maka pendidikan akan mengalami keterbatasan karena dianalogikan

dengan bangunan permanen/non-permanen yang digunakan sebagai tempat untuk

memperoleh pengetahuan. Tetapi apabila paradigma pendidikan dapat kita lihat

secara universal sebagai suatu ‘institusi’, maka pendidikan akan dapat berjalan

sepanjang kita hidup (anda pasti pernah mendengar konsep long life education

‘kan?). Sebelum dilanjutkan, pemahaman ‘institusi’ harus dapat dilihat dan

diartikan sebagai nilai-nilai dan norma yang hidup dan berkembang di

masyarakat, atau dapat ditranslasikan sebagai suatu keyakinan yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat dan dianut oleh banyak orang mengenai apa yang

benar, pantas, luhur dan baik untuk dilakukan. Sedangkan ‘sekolah’ merupakan

manifesto dari ‘insitusi’ pendidikan yang umum disebut sebagai ‘institut’. Jadi,

kesimpulan dari premis-premis tadi, dapat kita katakan bahwa pendidikan sebagai

sebuah ‘insitusi’ yang bernilai luhur yang berusaha di’institusionalisasi’kan lewat

sebuah ‘institut’ yang kita sebut sebagai sekolah.

7
Dalam buku ‘Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Hasbullah menerangkan

bahwa dalam artian sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia

untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaan –bandingkan dengan pengertian tentang ‘institusi’ yang saya jelaskan

di atas -. Kemudian, seiring dengan tahap-tahap perkembangan, pendidikan

kemudian diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok

orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan

yang lebih tinggi dalam arti mental

Dalam realitasnya, pengertian pendidikan selalu mengalami

perkembangan, meskipun secara esensial tidak mengalami perbedaan yang

signifikan. Pengertian pendidikan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1. Langeveld ;

“Pendidikan ialai setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang

diberikan kepada anak yang tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat

dikatakan membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya

sendiri”.

Sedangkan yang dimaksud dengan pengaruh disini datangnya dari orang

dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran

hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum

dewasa.

2. John Dewey :

“Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.”

8
3. J.J. Rousseau ;

“Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa

kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

4. Driyarkara ;

“Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan

manusia muda ke taraf insani”.

5. Carter V Good

“Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching. “The systematic

learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of

student control and guidance; largely replaced by the term education”

Pendidikan adalah “Seni, latihan (praktek) )atau profesi (pekerjaan) dari

mengajar” “Suatu pembelajaran yang sistematis atau petunjuk (instruksi) yang

berisi prinsip-prinsip dan metode-metode pengajaran serta menuntun dan

mengarahkan siswa ; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.

6. Ahmad D. Marimba

“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.

7. Ki Hajar Dewantara

“Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun

maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada

anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.”

9
Pendidikan sendiri berasal dari kata ‘didik’ v, mendidik, yang dapat

diartikan ‘memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak

dan kecerdasan pikiran’. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang / kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan,

cara mendidik (KBBI, 1988). Dalam bahasa Latin, kata ‘pendidikan’ diartikan

menjadi ‘educare’ yang berasal dari sebuah kata ‘e-ducare’ yang berarti

‘menggiring ke luar’. Jadi educare dapat diartikan sebagai usaha pemuliaan,

‘pemuliaan manusia’ atau ‘pembentukan manusia’

Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata "didik",

Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya

memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan

diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan

pikiran.

Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu

kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing

"sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".

Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata

"paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga "

pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

10
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, kita

dapat menarik suatu benang merah, persamaan esensial yang ada dari pendapat-

pendapat itu, bahwa pendidikan adalah suatu usaha atau proses yang dilakukan

baik secara sadar maupun tidak sadar,yang didalamnya memiliki unsur-unsur

penunjang seperti pendidik, yang dididik, tujuan, metode dan fasilitas-fasilitas,

sehingga semuanya akan bermuara kepada suatu nilai yang dianggap mempunyai

kebaikan dalam melakukan hidup bermasyarakat.

2. Efektivitas

Menurut Starawaji (2009) Pengertian Efektivitas adalah proses belajar

mengajar yang dikembangkan di sekolah dasar dan sekolah menengah harus

mempunyai target dalam penyampaian materi pelajaran yang dilakukan oleh

masing-masing guru mata pelajaran, dimana harus berdasarkan pada kurikulum

yang berlaku pada saat ini, karena kurikulum saat ini sudah mengalami perubahan

yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kurikulum zaman dulu. Bahan

mata pelajaran banyak sekali yang masuk dalam sebuah kurikulum, tentunya

semua mata pelajaran tersebut harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada

hari yang efektif, tapi materi pelajaran yang ada di kurikulum lebih banyak dari

waktu yang tersedia. Ini sangat ironis karena semua mata pelajaran dituntut untuk

bisa mencapai target yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kamus besar

bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai

11
nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa

memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas

merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan

derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi

pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya

suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang

dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.

Menurut Dewi (2009) Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat

atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara

dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga

diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang

telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan

cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

3. Pengertian PAUD

Prasekolah atau preschool bukan lagi hal yang mewah bagi masyarakat

Indonesia. Di pendidikan prasekolah, anak-anak berusia dua sampai empat tahun

mulai diajak mengenyam pendidikan sambil bermain-main. Banyak lembaga

prasekolah kini tersebar di kota-kota besar dan pinggirannya, menawarkan

pendidikan dini bagi anak-anak. Belum ada ketentuan di Indonesia mengenai

batasan usia bagi calon peserta pendidikan prasekolah. Kebanyakan pendidikan

prasekolah diselenggarakan oleh penyelenggara PAUD atau tempat penitipan atau

perawatan anak. Sebagian prasekolah disebut juga taman bermain. Di tempat itu

12
anakanak dididik mandiri dan menguasai keterampilan serta pengetahuan dasar

lainnya seperti berhitung, serta mengenal bentuk dan warna.

Salah satu tujuan prasekolah adalah membantu meletakkan dasar semua

aspek tumbuh kembang bagi anak-anak sebelum mereka memasuki pendidikan

dasar. Pada tahap usia dini tersebut, anak-anak diasah kepekaannya dalam

menerima berbagai rangsangan. Pendidikan prasekolah seharusnya lebih

difokuskan pada pengembangan fungsi kognitif, afektif dengan penekanan pada

fungsi motorik. Prasekolah yang baik umumnya mengajarkan kemandirian kepada

para muridnya. Namun ada juga yang memadukan model pendidikan dengan

dasar-dasar beragama serta pengembangan wawasan sains dan teknologi, atau

kewirausahaan. Tidak sedikit yang menyajikan layanan berimbang antara

perkembangan intelektual, emosional dan spiritirual anak dengan menggunakan

metode bermain sambil belajar. Idealnya pihak pengelola prasekolah sebagai

“sahabat keluarga” memberikan edukasi kepada orangtua tentang pentingnya

penguasaan bahasa ibu yang baik dan benar. Pentingnya pengembangan moral

budipekerti yang baik maupun toleransi beragama sejak dini. Prasekolah juga

harus mengoptimalkan perkembangan kecerdasan majemuk secara seimbang dan

benar agar anak-anak merasa bahagia.

Dewasa ini pendidikan prasekolah mulai dirasa penting dan dinilai

berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang bagi anak-anak. Anak-anak yang

mengenyam bangku prasekolah diharapkan lebih mampu mempersiapkan

memasuki jenjang pendidikan berikutnya.

13
Pendidikan yang diawali secara benar memungkinkan hasil yang lebih

baik. Bisa juga orangtua mengawali pendidikan dini anak-anaknya melalui

homescholing yang sampai kini masih dinilai mewah. Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional memang tidak mempersyaratkan prasekolah guna memasuki

pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah di Indonesia belum dianggap penting.

Padahal pendidikan di usia dini bisa memberikan pengaruh yang besar terhadap

kesehatan, gizi, dan perkembangan psikososial anak. Prasekolah adalah salah satu

alternatifnya. Ada beberapa kriteria prasekolah yang harus diperhatikan para

orangtua. Seharusnya para orangtua melihat dulu reputasi dan rekam jejak (track

record) prasekolah sebelum mengirimkan anaknya ke lembaga tersebut. Perlu juga

dicermati pengalaman para guru yang mengajar di sana, karena merekalah yang

berhadapan langsung dengan anak-anak. Rasio jumlah staf terhadap anak-anak

yang dididik juga harus diperhitungkan. Direkomendasikan satu orang dewasa

bagi setiap dua atau tiga orang anak berusia 2-5 tahun. Perlu pula diamati

kebersihan sekolah, terutama kamar mandi dan ruang maupun peralatan bermain.

Banyak pendidikan prasekolah di kota-kota besar menggunakan pengantar

bahasa Inggris. Ada yang mengajarkan keterampilan komputer dan bahkan

menawarkan program pendidikan membaca dan berhitung. Banyak yang jauh dari

hakikat pendidikan prasekolah yang semestinya tetap lebih banyak bermain tanpa

harus belajar melampaui kemampuan usia mereka. Pendidikan prasekolah

semestinya memprioritaskan visi kebahagiaan anak dan menjadi sahabat keluarga

atau orangtua dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak secara optimal

dengan seimbang, sambil menambahkan budi pekerti.

14
Kajian dari berbagai sudut pandang medis-neurologis, psikososial-kultural,

dan pendidikan mengimplikasikan suatu pandangan yang komprehensif tentang

anak usia dini. Secara singkat kajian tersebut menyimpulkan bahwa anak usia dini

(sejak lahir hingga 6 tahun) adalah sosok individu makhluk sosial kultural yang

sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi

kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik

tertentu (Ishak Abdulhak, 2003: 23). Sebagai individu, anak usia dini adalah suatu

organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dengan

segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok

yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang

dalam suatu lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai

dengan nilai-nilai sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakatnya.

Menurut Hibana S Rahman (2004: 4) anak usia dini mengalami suatu

proses perkembangan yang fundamental dalam arti bahwa pengalaman

perkembangan pada masa usia dini dapat memberikan perkembangan yang

membekas dan berjangka lama sehingga melandasi proses perkembangan anak

selanjutnya. Ia memiliki sejumlah potensi baik potensi fisik-biologis, kognisi

maupun sosio-ekonomi. Ia adalah individu yang sedang mengalami proses

perkembangan sangat pesat serta merupakan pembelajar yang aktif dan energik.

Para ahli psikologi perkembangan sepakat usia dini (0-4 tahun) adalah

sebagai “the golden age” atau masa emas dalam tahap perkembangan hidup

manusia. Dikatakan sebagai masa emas, karena pada masa ini tidak kurang dari

100 miliar sel otak siap untuk distimulasi agar kecerdasan seseorang dapat

15
berkembang secara optimal di kemudian hari. Dalam banyak penelitian

menunjukkan, kecerdasan anak usia 0-4 tahun akan terbangun 50 persen dari total

kecerdasan yang akan dicapai pada usia 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

usia 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam membangun

kecerdasan anak dibandingkan masa-masa sesudahnya. Artinya, nilai pada usia

tersebut anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka potensi

tumbuh kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal (Sutaryati,

2006: 10).

Menurut Hibana S Rahman (2005: 5) anak yang mendapatkan pembinaan

sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan

mental, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada

peningkatan prestasi belajar, atas kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak

akan lebih mampu untuk mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.

Secara lebih luas dari aspek sosio-kultural, PAUD dapat merupakan suatu

realisasi dari hak anak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan potensi yang

dimiliki. Melalui PAUD, pewarisan nilai-nilai masyarakat dapat dilakukan

sehingga dapat menyiapkan anak sebagai generasi penerus untuk masa depan.

Bahkan secara ekonomik, PAUD dapat merupakan investasi bagi masa depan

karena anak yang terdidik dan berkembang baik secara ekonomis akan

menguntungkan pada masa yang akan datang.

Begitupun, perubahan struktur dan fungsi keluarga, khususnya di daerah-

daerah perkotaan, menuntut pelayanan PAUD lebih dilembagakan. PAUD

dimaksudkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

16
rohani anak usia dini agar ia dapat tumbuh kembang secara sehat dan optimal

sesuai dengan nilai, norma dan harapan masyarakat. Sesuai dengan aspek

perkembangan dan kehidupan anak selanjutnya, menurut Ishak Abdulhak (2003:

26) PAUD memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) Pengembangan segenap

potensi anak; (2) Penanaman nilai-nilai dan norma-norma kehidupan; (3)

Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan; (4)

Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar, serta (5) Pengembangan

motivasi dan sikap belajar yang positif.

Tujuan dan fungsi PAUD yang dasar pendiriannya adalah SK Mendiknas

Nomor 051/0/2001 tanggal 19 April 2001 berkaitan erat dengan visi dan misi dari

PAUD itu sendiri. Adapun visi dari PAUD tersebut adalah “Terwujudnya anak

usia dini yang sehat cerdas dan ceria” Sementara misinya adalah: (1)

Mengupayakan pemerataan pelayanan, peningkatan mutu dan efisiensi

penyelenggaraan pendidikan dini, (2) Mengupayakan peningkatan kesadaran dan

kemampuan masyarakat dalam memberikan layanan pendidikan usia dini.

Agar tujuan dan fungsi PAUD dapat tercapai, maka ada 4 prinsip yang

harus dipegang dalam penyelenggaraan PAUD : Pertama, holistik dan terpadu.

PAUD dilakukan dengan terarah ke pengembangan segenap aspek pertumbuhan

dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilakukan secara terintegrasi

dalam suatu kesatuan program utuh dan proporsional. Kedua, berbasis keilmuan.

Prinsip ini mengandung arti bahwa praktek pendidikan anak usia dini yang tepat

perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir dalam bidang

keilmuan yang relevan. Ketiga, berorientasi pada perkembangan anak. PAUD

17
dilaksanakan sesuai karakteristik dan tingkat pendidikan anak sehingga proses

pendidikannya bersifat tidak

terstruktur, informal, emergen dan responsive terhadap perbedaan individual anak,

serta melalui aktivitas langsung dalam suasana bermain. Keempat, berorientasi

masyarakat. Mengingat anak adalah bagian dari masyarakat dan sekaligus menjadi

generasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan, maka PAUD hendaklah

berlandaskan dan sekaligus turut mengembangkan nilai-nilai sosio-kultural yang

berkembang pada masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, prinsip ini juga

mempersyaratkan perlunya PAUD untuk memanfaatkan potensi lokal, baik itu

berupa keragaman sosial budaya maupun berupa sumber-sumber daya potensial

yang ada di masyarakat setempat.

PAUD dengan urgensinya dalam beberapa tahun terakhir, semakin

popular. Kalangan perguruan tinggi, pelaku pendidikan dan pejabat serta

masyarakat luas tampaknya mulai akrab dengan PAUD, sekalipun dapat

dipastikan bahwa tingkat pengertian mereka tentang PAUD berbeda-beda.

Meningkatnya popularitas PAUD menurut Dedi Supriadi (2003: 97) antara lain

berkat sosialisasi yang gencar yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya

Ditjen Diklusepa melalui Direktorat PAUD, perguruan tinggi yang memiliki

program Pendidikan Guru TK (PGTK), Forum PAUD, dan berbagai

departemen/instansi yang turut menangani PAUD serta publikasi melalui media

massa.

Namun demikian, walaupun popularitasnya meningkat, PAUD masih

harus menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan sebelum mencapai hasil

18
seperti yang diharapkan semua pihak. Tantangan dan permasalahan tersebut

antara lain : Pertama, meskipun penanganan anak perlu dilakukan secara

komprehensif dan terpadu, namun hingga saat ini belum ada suatu sistem yang

menjamin keterpaduan kebijakan dan program dalam penanganan anak usia dini.

Di tingkat ini lapangan kelompok BKB, TPA maupun Kelompok Bermain sudah

dilakukan. Namun mengingat belum ada keterpaduan kebijakan lintas sektor yang

jelas di tingkat pusat, hasil yang dicapai belum optimal. Kedua, anak usia dini (0-

6 tahun) merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari keseluruhan

populasi sensus 2000) sementara di pihak lain, kapasitas pemerintah dalam

penyelenggaraan PAUD sangat minim. Akibatnya, masih terlalu banyak anak usia

dini yang belum mendapat layanan PAUD. Menurut Fasli Jalal (2003: 37), sampai

dengan tahun 2001 jumlah anak usia 0-6 tahun yang belum terlayani diperkirakan

19 juta anak (73% dari keseluruhan populasi anak).

Keempat, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengikutkan

putraputrinya dalam program PAUD. Banyak keluarga yang masih beranggapan

bahwa anak usia dini cukup dididik di rumah saja. Dampaknya, penyelenggaraan

PAUD di lapanga belum menarik minat semua keluarga yang menyebabkan

cakupannya belum tinggi. Upaya mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada

selain perlu dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyuluhan/pembinaan ke

masyarakat tentang perlunya PAUD, pemerintah juga perlu meningkatkan

keterpaduan lintas sektor dengan dukungan dana yang memadai. Kader yang

mengelola PAUD pun perlu dibina secara intensif melalui program pelatihan,

orientasi, diskusi atau studi banding ke daerah lain yang kegiatan PAUD nya

19
sudah berjalan baik. Penumbuhkembangan PAUD di wilayah-wilayah yang

terjangkau oleh TK atau PAUD sejenis juga perlu dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek seperti jumlah sasaran, ketersediaan tempat

dan dukungan sarana, keberadaan kades dan sebagainya sehingga cakupan

sasarannya meningkat. Tentu masih banyak strategi untuk mengatasi tantangan

dan permasalahan di atas, namun upaya-upaya tersebut di atas sudah cukup efektif

sepanjang ada kebijakan yang terpadu dan konsisten di tingkat pusat hingga

daerah sehingga program ini mendapatkan dukungan masyarakat luas.

Dari uraian tersebut dapat kita pahami bahwa PAUD dipandang dari sudut

manapun sangat urgen dalam rangka penyiapan SDM berkualitas di kemudian

hari. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD di tingkat lini lapangan baik berupa

rintisan maupun yang dipadukan dengan kegiatan lain yang sudah perlu mendapat

dukungan semua pihak. Adapun dengan masih banyaknya tantangan dan

hambatan yang dihadapi berkaitan dengan penyelenggaraan PAUD akan dapat

dengan mudah sepanjang ada keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengatasi

tantangan dan hambatan yang ada. Strategi jitu yang dapat ditempuh adalah

dengan keterpaduan lintas sektor serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

program PAUD tentunya juga harus didukung oleh sarana prasarana yang

memadai.

G. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada usaha menguasai teori-teori dasar penelitian

yang bersifat deskriptif dengan mementingkan penguasaan proses penelitian,

20
membatasi studi dengan fokus kajian. Menentukan kriteria untuk memeriksa

keabsahan data dan hasil penelitian bisa diterima serat dibenarkan oleh kedua

belah pihak, yaitu pihak peneliti dan yang diteliti.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena

sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti. Penelitian ini bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian yang

menghasilkan data deskriptif, yang berupa perilaku orang yang dapat diobservasi

dari lisan maupun tulisan, sesuai dengan pengertian penelitian kualitatif menurut

Moleong (2006:6) yaitu:

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

Alasan pemilihan pendekatan kualitatif ini juga sesuai dengan yang

dikemukakan oleh John W Sreswell (Patilima, 2005:67) yang menyatakan bahwa

”Alasan penggunaan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bertujuan

memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi dan kelompok”. Selain

itu metode pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara

bertahap peneliti berusaha memahami fenomena sosial dengan membedakan,

membandingkan, meniru, mengatagorikan dan mengelompokkan objek studi.

Dari uraian diatas dan sesuai dengan masalah yang penulis teliti, maka

sangatlah cocok pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian ini merupakan terapan ilmu pendidikan untuk menemukan kebenaran

21
ilmiah. Penelitian ini difokuskan pada kajian mengenai motivasi belajar siswa,

khususnya dalam mata pelajaran pendidikan agama.

H. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi yang di jadikan sebagai tempat penelitian adalah beberapa Taman

Kanak-kanak yang berada di wilayah kecamatan Blang bintang yaitu TK Al

Munawwarah, TK Atthahirah Al Islami, TK Babussa’adah dan TK Angkasa.

Adapun yang menjadi subjek penelitian atau responden dalam penelitian ini

adalah orang tuas/wali masing-masing murid yang berjumlah berjumlah 546

orang. Mengingat populasi yang diteliti terlalu banyak, maka penulis hanya

memilih secara acak beberapa orang tua murud yang dijadikan sebagai subjek

penelitian.

I. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam peneltian ini, penulis menggunakan teknik

observasi, angket, wawancara dan dokumentasi. Keempat teknik ini penulis

gunakan untuk mendapatkan informasi yang akurat, tepat guna dan saling

melengkapi.

1. Observasi

Teknik ini penulis gunakan sebelum teknik wawancara dilakukan, guna

mendapat informasi awal untuk teknik wawancara yang akan dilakukan

berikutnya.

22
2. Angket

Angket digunakan hanya untuk mengukur minat masyarakat dilakukan

dengan menggunakan skala minat yang dikembangkan dan disesuaikan dengan

penjabaran peneliti. Angket yang digunakan pada penelitian ini angket yang

disajikan untuk dijawab oleh responden yang hanya memilih alternative jawaban

yang tepat a, b, c, d dan e yang disediakan. Angket disusun oleh peneliti sendiri,

maka sebelum uji coba, kami adakan perbaikan-perbaikan melalui penyuluhan

dan bimbingan kepada masing-masing orangtua/wali murid. Disamping itu juga

mendapat sejumlah masukan dari dosen pembimbing.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara seperti

yang tercantum dalam laporan. Pedoman ini dibuat dan dirumuskan dalam bentuk

terbuka, melalui wawancara akan diperoleh data tentang minat masyarakat

pedesaan dalam memasukkan ananya ke pendidikan usia dini meliputi:

a. Usaha orang tua dalam memasukkan anaknya ke pendidikan usia dini

b. Proses yang dilakukan orang tua

c. Hasil akhir dari proses dalam memasukkan anaknya ke pendidikan usia

dini

4. Dokumentasi

Untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh dari dua teknik

terdahulu, digunakan studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari berbagai

dokumen yang berkaitan dengan minat dan usaha serta hasil yang diperoleh.

23
J. Prosedur Analisis Data

Data dan informasi yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dan

diinterpretasikan mulai dari awal penelitian sampai akhir penelitian. Analisis

adalah proses penyusunan data agar data mudah ditafsirkan. Menyusun data

berarti menggolongkan ke dalam pola, tema atau kategori. Sedangkan tafsiran

dilakukan untuk memberi makna pada analisis, dengan jalan menjelaskan pola

katagori. Nasution (1996:26) mengemukakan tiga hal penting analisis data dalam

penelitian kualitatif yaitu:

1. Reduksi data

Dilakukan dengan cara merangkum data, memilih hal-hal yang pokok dan

difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Display data

Dilakukan dengan mensistematiskan pokok-pokok informasi sesuai

dengan tema dan polanya. Pola yang nampak ditarik suatu kesimpulan sehingga

data yang dikumpulkan mempunyai makna tertentu.

3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, dilakukan dengan cara menarik

kesimpulan atas rangkuman data yang tampak dalam display data sehingga data

tersebut mempunyai makna, karena kesimpulan tersebut bersifat kabur, agar

kesimpulan itu menjadi jelas, perlu verifikasi selama dan sesudah penelitian

berlangsung.

24
K. Rancangan Kegiatan Penelitian

JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini akan memakan waktu 3 bulan, dengan jadwal sebagai
berikut :

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3


No Deskripsi Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul Penelitian  

2 Studi Pendahuluan  

3 Perancangan Instrumen Penelitian  

4 Pengumpulan Data    

5 Pengolahan Data    

6 Ringkasan Eksekutif 
(Executive Summary)

7 Seminar Hasil Penelitian 

8 Penulisan Laporan Penelitian  

9 Penggandaan Laporan Penelitian 

25
DAFTAR PUSTAKA

Anwar,A. (1996). Sistem Evaluasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta

Bafadal, I. (2005). Manajemen dan Supervisi Taman Kanak-kanak, PT. Bumi


Aksara, Jakarta.

Carter V. Good. 1959. Dictionary of Education. Mc. Graw Hill Book Company,
Inc. New York.
Driyarkara. 1950. Driyarkara Tentang Pendidikan. Yayasan Kanisius,
Yogyakarta.
Drost, J, 1999, Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan, Jakarta,
Grasindo
Edward. (1996). Psykologi Pendidikan, Yokyakarta: Usaha Nasional.

Hadi, Kusmono, dkk. 2002. Sosiologi; Suatu Pendekatan Baru. Jakarta: Piranti
Dharma.
Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Handoko, Hani (2003). Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Erlangga.

Langeveld (terj.), 1971. Paedagogiek Teoritis / Sistematis. Jakarta : FIP-IKIP


Marimba D, Ahmad. 1987. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Pt. Al Ma’arif.
Bandung.
Moleong, LJ. (2006). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Karya.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung:Tarsito.

Peter, dkk,. Kamus Bahasa Indonesia kontemporer.. Jakarta: Modern English


PRESS,1991

Sabri, M Sabri, Psikologi Pendidikan ., Jakarta : CV. Pedoman ilmu Jiwa, 1996

Sudirman N,dkk. 1992. Ilmu Pendidikan.. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Suwarno. 1985. Pengantar Umum Pendidikan. Aksara Baru. Jakarta.

Suparno, A. Suhaenah. 2000. Membangun Kompetensi Belajar. Dirjen Dikti –


Depdiknas. Jakarta

26
Sudjana, Nana. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta. Lembaga Penerbit
FE-UI.

Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, . Kamus


Besar bahasa Indonesia., Jakarta : Balai Pustaka,1988

27

You might also like