You are on page 1of 15

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tumbangnya rezim orde baru berarti tumbangnya otoriterianisme. Tumbangnya
oteriterianisme merupakan fase yang mengawali periode transisi bagi suatu bangsa menuju
konsolidasi demokrasi. Ini terjadi karena kesadaran akan pentingnya pemenuhan hak sosial,
ekonomi maupun politiknya semakin signifikan. Kehendak untuk melakukan transformasi
politik menuju negara yang lebih baik dan pro rakyat juga semakin besar. Momentum
jatuhnya orde baru menggaungkan semangat demokrasi yang membara. Salah satu
sinyalemen yang menunjukkan gejala ini adalah menjamurnya organisasi masyarakat yang
semakin berani menyuarakan aspirasi, mengkritisi, dan mengawasi pemerintahan di ruang
publik. Keberadaan berbagai organisasi masyarakat ini dirasa semakin insidentil karena
mereka berperan untuk melaksanakan agenda yang bertujuan untuk mengadvokasi dan
mengakomodasi kepentingan rakyat.
Organisasi yang berkembang dengan pesat tersebut merupakan pilar penegak tercipta
dan terbentuknya civil society yang kuat di Indonesia. Akan tetapi tidak semua organisasi
tersebut merupakan civil society organizations dimana sejatinya CSOs tersebut membela dan
mengakomodasi kepentingan publik. Banyak sekali organisasi yang mengatasnamakan publik
akan tetapi ternyata hanya sebagai kedok saja. Ada organisasi-organisasi yang hanya
memanfaatkan publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan civil society dan bagaimana karakteristiknya?
b. Bagaimana peranan LSM sebagai pilar penegak civil society di Indonesia dan
bagaimana kita dapat mengkategorikan organisasi tersebut sebagai CSOs dan non-
CSOs?
c. Bagaimana kaitannya organisasi-organisasi tersebut dengan integrasi yang
terbentuk?
1.3. Tujuan Penulisan
Ada beberapa poin yang menjadi tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu :
a. Untuk mengetahui hakikat dari civil society dan karakteristik dari civil society,
b. Untuk mengetahui bagaimana peranan LSM sebagai pilar penegak civil society
dan bagaimana membedakan antara civil society organization dan mana yang
bukan.
2

c. Untuk mengetahui pengaruh LSM yang ada di Indonesia dengan integrasi yang
terbentuk.
1.4. Metode Analisis
Dalam melakukan penulisan makalah ini, penulis melakukan studi pustaka dalam
melakukan analisis.
3

BAB 2
KERANGKA KONSEP

2.1 Definisi Civil Society


Civil society mulai muncul dan berkembang dari masyarakat Barat. Dalam
proses perkembangannya menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dari bahasan civil
society itu sendiri. Beberapa definisi dari tokoh yaitu :
1. Dato Seri Anwar Ibrahim
Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan
kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu
baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-
undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau
predictability serta ketulusan atau transparency system.
2. De Tocqueville
Civil Society dapat diartikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan social yang
terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting),
kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan dengan norma-
norma atau nilai-nilai hokum yang diikuti oleh warganya.
3. Muhammad AS.Hikam
wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan bercirikan antara
lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan
(self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan
dengan norma-norma atau nilai-nilai hokum yang diikuti oleh warganya.
2.2 Karakteristik Civil Society
a. Free Public Sphere
Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas bahwa
ruang public secara teoritis bias diartikan sebagai wilayah dimana
mayarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan public. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasi terhadap public.
4

b. Demokratis
Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana
masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara
memiliki kebebasan penuh untuk menjalani aktivitas kesehariannya,
termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis berarti
masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan
masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan agama, ras, dan
suku.
c. Toleran
Kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain
yang berbeda.
d. Pluralisme
Sebagai prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralism harus
dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan
yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan
sehari-hari. Pluralisme tidak bias dipahami hanya dengan sikap mengakui
dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai
dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralism itu sebagai
nilai positif, merupakan rahmat Tuhan.
e. Keadilan social (social justice)
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian
yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang
mencakup seluruh aspek kehidupan.
2.4 Pilar Penegak Civil Society
Yang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-
institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi
kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan
aspirasi masyarakat yang tertindas.
Lembaga Swadaya Masyarakat; adalah institusi social yang dibentuk oleh
swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan
aspirasi dan kepentingan masyarakat tertindas. Selain itu LSM dalam konteks
masyarakat madani juga bertugas mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada
5

masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti


advokasi, pelatiahn dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
Pers; merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani,
karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control
yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan warga negaranya.
Supremasi Hukum; setiap warga negara, baik yang duduk dalam formasi
pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum. Selain
itu, supremasi hokum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala
bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hokum dan
segala bentuk penindasan hak asasi manusia, sehingga terpola bentuk kehidupan yang
civilized.
Perguruan Tinggi; yakni tempat di mana civitas akademikanya merupakan
bagian dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral
force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-
kenijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa
tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang
betul-betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat.
Partai Politik; merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat
menyalurkan aspirasi politiknya.
2.3 Integrasi
2.3.1. Integrasi Sosial, merupakan proses dimana unsur-unsur dalam suatu
masyarakat ( kelompok sosial, satuan daerah, institusi sosial) saling berhubungan
secara intensif dan relatif harmonis ( tidak terjadi “ Naked Conflict” yang besar ).
2.3.2 Integrasi Nasional, merupakan lebih mengacu pada proses menyatunya
unsur-unsur integrasi sosial secara formal dan legal kedalam suatu nation state atau
negara bangsa ( satuan politik ).
Dari segi sifat ikatannya, integrasi nasional dapat dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu :
1. Integrasi Normatif, merupakan hasil dari harapan normatif ( normative expectation )
yang mengkondisikan para anggota masyarakat sepakat pada nilai-nilai dasar dan cita-
cita bersama. Integrasi Normatif pada dasarnya memiliki kesamaan dengan bentuk
integrasi yang diungkapkan Durkheim dalam menjelaskan tipe solidaritas mekanik,
dimana individu-individu dalam satu kesatuan masyarakat dipersatukan oleh adanya
kesadaran politis bersama.
6

2. Integrasi Fungsional didasarkan pada kerangka perspektif fungsional yang melihat


masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi antar unsur-unsurnya. Integrasi
fungsional lebih mengacu pada konsep Durkheim “solidaritas organik” dimana
masyarakat disatukan oleh saling ketergantungan fungsional satu sama lain.
3. Integrasi Koersif, merupakan hasil dari kesepakatan normatif maupun
ketergantungan fungsional dari unsur-unsurnya, tetapi merupakan hasil dari kekuatan
yang sanggup mengikat individu-individu atau unsur-unsur masyarakat secara paksa.
Dasar pemikiran integrasi ini adalah teori paksaan ( Coercion Theory of Society ).
Teori ini melihat struktur sosial sebagai suatu bentuk organisasi yang diikat oleh
kekuatan serta peraturan yang memaksa.
2.4 Peranan Civil Society terkait dengan proses integrasi

1. Integrasi Sosial
Civil Society yang merupakan elemen penggerak masyarakat berperan dalam
melakukan konsolidasi dan pengorganisasian masyarakat untuk membentuk kesatuan
dalam rangka usaha menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara secara kolektif untuk melakukan perjuangan bersama. Berbagai elemen
, satuan, dan institusi akan menyatu dan bergerak secara bersamaan, melaksanakan
fungsi strategis hingga tercipta hubungan yang intens dan harmonis.

2. Integrasi Nasional
Dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahannya, birokrat perlu mendapat
pengawasan dan kontrol yang cermat dari masyarakat sebagai pihak yang
diwakili. Ini diperlukan untuk mencegah oligharki politik yang berujung pada
kekuasaan absolut. Civil Society berperan dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Civil Society secara kritis harus mengkaji setiap kebijakan dan memeberikan
koreksi terhadap kebijakan atau putusan yang tidak berpihak pada kepentingan
dan hak-hak rakyat.

- Integrasi Normatif
Civil Society pada intinya memiliki idealisme untuk menjamin terpenuhinya hak-
hak masyarakat. Nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh bangsa ini seperti nilai
keadilan, terjaminnya HAM, dan nilai kesetaraan di depan hukum secara kontinyu
7

terus diperjuangkan untuk mencapai cita-cita, harapan dan nilai-nilai yang dianut
setiap warga negara.
- Integrasi Fungsional
Setiap Civil Society memiliki ranah pergerakan yang berbeda-beda. Misalnya saja,
Kontra S aktif mengkritisi segala bentuk kebijakan yang tidak berpihak pada
HAM dan memperjuangkan secara aktif pelanggaran HAM yang terjadi selama
masa orde baru. The Wahid Institute, berpengaruh dalam mendorong terciptanya
iklim demokrasi yang mengindahkan pluralisme, multikulturalisme dan toleransi
diantara antar pemeluk agama di Indonesia dan seluruh dunia, sedangkan ICW
meliputi upaya pemberantasan korupsi dan HTI ( Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI )
meliputi perjuangan politik yang berbentuk dakwah islami dalam usahanya untuk
mengkritik dan mengontrol tindakan penguasa yang menyalahi hukum-hukum
Islam, melanggar serta mengabaikan hak-hak umat dan tidak memperhatikan
kebutuhan dan kepentingan umat. Maisng-masing memiliki fokus bidang
pergerakan yang berbeda-beda. Peran dan fungsi yang mereka lakukan berbeda-
beda. Akan tetapi, pada intinya sebagai organisasi masyarakat yang non-profit dan
bessifat independen, semuanya memiliki tujuan untuk berjuang secara kontinyu
dalam menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat dan menjamin tidak ada
penyalahgunaan wewenang oleh para birokrat. Ketika Civil Society dapat
menjalankan masing-masing fungsinya secara sinergis satu sama lain, niscaya
integrasi fungsional akan tercapai. Pergerakan yang secara sporadis harus
dihindari karena justru akan menimbulkan perpecahan karena pergesekan ideologi
dan kepentingan.
- Integrasi Koersif
Ketika nilai yang hendak dicapai oleh masing-masing Civil Society telah
disepakati. Harus diciptakan hukum yang sah dan legal yang bisa memaksa
individu untuk melaksanakan nilai dan norma yang telah disepakati bersama.
Misalnya saja diciptakan hukum untuk mengatur kewenangan-kewenangan
birokrasi untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan untuk memperjelas
pertanggungjawaban. Ini penting mengingat elit politik dengan kekuasaannya
yang dominan tidak akan mengendorkan pengaruhnya tanpa tekanan yang kuat
dari bawah meskipun ia telah menghadapi banyak tekanan baik internal maupun
ekternal.
8

BAB 3
ISI
Salah satu pilar penegak civil society adalah adanya CSOs (Civil Society
Organizations) yang terdiri dari Oras, Orpol, Ornop/NGOs; Or-Komunitas. Saat ini di
Indonesia telah berkembang begitu banyak NGO(LSM). Bahkan disebutkan oleh Hikam di
dalam tulisannya berjudul “Civil Society di Indonesia Sekarang dan Masa Mendatang”
bahwa jumlah LSM di Indonesia sudah mencapai lebih dari 10.000 organisasi. Hal ini tentu
saja menjadikan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sebuah civil
society yang kuat.
Di sini kami akan membahas 2(dua) organisasi dari beribu organisasi yang
berkembang di Indonesia. Focus pembahasan adalah terhadap FPI ( Front Pembela Islam )
dan KontraS. Dari dua organisasi tersebut akan diketahui mana yang merupakan CSOs dan
mana yang bukan. Serta dapat diketahui dampak dari kedua CSOs tersebut terhadap
prkembangan Civil Society di Indonesia.
3.1 Gambaran Umum FPI dan KontraS
3.1.1 FPI
Front Pembela Islam atau yang biasa dikenal dengan FPI berdiri pada 17
Agustus 1998 (24 Rabiuts Tsani 1419) di halaman Pondok Pesantren Al Um,
Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan oleh sejumlah Habib, Ulama, Mubaligh,
dan aktivis muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari Jabodetabek.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama
dan umat dalam menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Latar belakang pendirian FPI adalah :
1. Adanya penderitaan panjang umat Islam di Indonesia karena lemahnya
control sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di
seluruh sector kehidupan,
3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan
martabat Islam serta Umat.
"Posisi FPI menjadi semacam Pressure Group di Indonesia, untuk
mendorong berbagai unsur pengelola negara agar berperan aktif dalam
memperbaiki dan mencegah kerusakan moral dan akidah umat Islam, serta
9

berinisiatif membangun suatu tatanan sosial, politik & hukum yang sejalan
dengan nilai-nilai syariat Islam"
(Habib Rizieq, Ketua Umum FRONT PEMBELA ISLAM, 2007)
Untuk menjaga kemurnian perjuangan FPI, maka FPI tidak terlibat dalam
politik praktis atau berpihak secara politik terhadap kekuasaan yang ada di
Indonesia. FPI juga tidak berafiliasi atau bekerjasama secara struktural dengan
organisasi manapun baik lokal maupun internasional. Motif untuk
memperjuangkan syariat Islam adalah langkah yang sah, sedangkan aksi-aksi
untuk memperjuangkannya diupayakan untuk tetap tunduk pada hukum yang
berlaku di Indonesia.
Visi-Misi FPI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, maka FPI mempunyai sudut
pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan
amar ma´ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauh-kan
kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma´ruf nahi munkar,
mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di
dunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma´ruf nahi munkar secara káffah di
segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup
dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ´Azza
wa Jalla. Jadi, visi-misi FPI adalah penegakan amar ma´ruf nahi munkar untuk
penerapan Syari´at Islam secara káffah.
3.1.2 KontraS
KontraS, yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas yang
dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat. Gugus
tugas ini semula bernama KIP-HAM yang telah terbentuk pada tahun 1996.
Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, KIP-HAM
banyak mendapat pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik masyarakat
korban maupun masyarakat yang berani menyampaikan aspirasinya tentang
problem HAM yang terjadi di daerah. Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima
beberapa pengaduan melalui surat dan kontak telefon dari masyarakat. Namun
lama kelamaan sebagian masyarakat korban menjadi berani untuk menyampaikan
pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
10

Dalam beberapa pertemuan dengan masyarakat korban, tercetuslah ide untuk


membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang
sebagai respon praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban.
Pada saat itu seorang ibu yang bernama Ibu Tuti Koto mengusulkan dibentuknya
badan khusus tersebut. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi
yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama
KontraS.

Dalam perjalanannya KontraS tidak hanya menangani masalah penculikan dan


penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk
menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik secara vertikal di Aceh,
Papua dan Timot-Timur maupun secara horizontal seperti di Maluku, Sambas,
Sampit dan Poso. Selanjutnya, ia berkembang menjadi organisasi yang
independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan
pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam perumusan kembali peran dan posisinya, KontraS mengukuhkan


kembali visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi
manusia bersama dengan entitas gerakan civil society lainnya. Secara lebih
khusus, seluruh potensi dan energi yang dimiliki KontraS diarahkan guna
mendorong berkembangnya ciri-ciri sebuah sistim dan kehidupan bernegara yang
bersifat sipil serta jauhnya politik dari pendekatan kekerasan. Baik pendekatan
kekerasan yang lahir dari prinsip-prinsip militerisme sebagai sebuah sistem,
perilaku maupun budaya politik. Artinya, kekerasan disini bukan semata-mata
persoalan intervensi militer ke dalam kehidupan politik. Akan tetapi, lebih jauh
menyangkut kondisi struktural, kultural dan hubungan antar komunitas sosial,
kelompok-kelompok sosial serta antar strata sosial yang mengedepankan
kekerasan dan simbol-simbolnya.

Visi-misi

Terwujudnya demokrasi yang berbasis pada keutuhan kedaulatan rakyat


melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas dari ketakutan, penindasan,
kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas alasan apapun,
termasuk yang berbasis gender.
11

Misi

 Memajukan kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan hak asasi


manusia, khususnya kepekaan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan
pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan
kekuasaan negara.
 Memperjuangkan keadilan dan pertanggungjawaban negara atas berbagai
bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia melalui berbagai
upaya advokasi menuntut pertanggungjawaban negara.
 Mendorong secara konsisten perubahan pada sistem hukum dan politik, yang
berdimensi penguatan dan perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk kekerasan
dan pelanggaran hak asasi manusia.

Nilai-nilai Dasar

Sebagai organisasi, KontraS berusaha memegang prinsip-prinsip antara lain


adalah non-partisan dan non-profit, demokrasi, anti kekerasan dan diskriminasi,
keadilan dan kesetaraan gender, dan keadilan sosial.

3.2 Analisis FPI dan KontraS Kaitannya dengan CSOs


Dari penjelasan tentang gambaran umum dua organisasi tersebut di atas kita dapat
menganalisis melalui beberapa konsep tentang civil society. Konsep-konsep tersebut
berkaitan erat dengan ideology atau nilai-nilai yang dianut oleh masing-masing organisasi
tersebut, sehingga kita dapat membedakan mana yang CSOs dan mana yang bukan.
Secara kasat mata, FPI mungkin terlihat sebagai salah satu ormas yang dapat
dikelompokkan dalam Civil Society. Akan tetapi, jika dikaji secara lebih mendalam melalui
analisis historis-deskriptifnya, FPI merupakan ormas yang belum dapat dikatakan sebagai
Civil Society karena belum memenuhi prasyarat Civil Society secara terpadu. Ciri-ciri dari
Civil Society antara lain partisipatif (terbuka dan sukarela), otonom dan tidak bebas nilai
(terhindar dari campur tangan pemerintah) dan termanifestasi dalam organisasi mandiri
dengan peraturan yang tegas. FPI memang sangat partisipatif dalam merespon isu-isu politik
pemerintah. FPI pun melibatkan sangat banyak partisipan dan berasal dari berbagai macam
lapisan. Akan tetapi, bila kita melihat dari track of record nya, FPI merupakan perpanjangan
tangan dari pemerintahan orde baru untuk tetap memberi pengaruh di zama reformasi. FPI
berdiri di awal reformasi. Selain itu, FPI dikhawatirkan tidak bebas nilai dan menjalankan
12

setiap tindakan yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu ( kepentingan elit politik )


karena FPI memiliki hubungan kedekatan dengan militer seperti Jend Purn Wiranto.
Hubungan yang harmonis dan intens pun terjalin antara FPI dengan Partai Keadilan Sejahtera
( PKS ).
Disamping itu FPI lebih kepada “parasystem politik” daripada sebagai “civil society
organizations”, yaitu dia bukan aktor negara yang secara langsung membuat kebijakan publik
akan tetapi dia mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan publik itu sendiri. Dan FPI
mempunyai tujuan jangka panjang untuk dapat menerapkan syariat Islam secara menyeluruh
di dalam segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Disini sesuai dengan yang dikatakan
oleh ketua umum FPI sendiri bahwa FPI merupakan “pressure group” (kelompok penekan)
bagi para pengelola negara agar berinisiatif menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan
sosial dan bernegara.
Lain halnya dengan KontraS yang masuk dalam kategori CSOs(Civil Society
Organizations). KontraS yang mempunyai latar belakang pendirian untuk membela
kepentingan publik. Dia memperjuangkan hak-hak warga negara yang tidak diakomodasi
oleh negara. Berbagai pelanggaran HAM dan lain sebagainya. Dia memiliki visi untuk
mewujudkan demokrasi yang berbasis pada keutuhan kedaulatan rakyat melalui landasan
prinsip rakyat yang bebas dari ketakutan, penindasan, dan kekerasan. Nilai-nilai yang diusung
oleh KontraS yang antara lain non-profit, demokrasi, anti kekerasan dan diskriminasi,
keadilan, kesetaraan gender dan keadilan sosial merupakan nilai-nilai yang memang harus
dikembangkan untuk dapat tercapainya Civil Society yang kuat di Indonesia.
2.3 Pengaruh FPI dan KontraS terhadap Integrasi yang Terbentuk
Setelah penjelasan mengenai FPI dan KontraS diatas maka dapat kita ketahui
bagaimana dampaknya terhadap pembentukan integrasi nasional maupun sosial di Indonesia.
FPI dengan latar belakang pembentukannya, visi-misinya, dan berbagai tindakan yang
dilakukan dapat menyebabkan adanya disintegrasi daripada adanya pembentukan integrasi itu
sendiri. Kenapa? Karena disini FPI membawa dan memperjuangkan kepentingan
kelompoknya dan bukan kepentingan publik. Padahal Indonesia merupakan negara plural.
Plural dalam berbagai hal, ras, budaya, suku, dan tentunya agama.
Sedangkan KontraS dapat membangun kesadaran masyarakat tentang arti demokrasi
sesungguhnya, sehingga KontraS dapat menciptakan Integrasi bangsa. Integrasi yang
terbentuk yaitu integrasi fungsional dan normatif. Normatif disini karena masyarakat jadi
lebih memahami akan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya sehingga dapat merubah pola
13

pikir yang selanjutnya dapat merubah tingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
14

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemaparan diatas mengindikasikan bahwa LSM merupakan pilar penegak Civil
Society. Ini dikarenakan LSM memiliki peran sebagai perpanjangan tangan rakyat dalam
mengontrol dan mengawasi setiap kebijakan pemerintah. LSM berperan aktif dalam
mengkritisi isu kebijakan pemerintah agar tetap memihak pada rakyat.

Akan tetapi, tidak semua LSM dapat digolongkan sebagai Civil Society Organization
(CSO). Terdapat beberapa LSM yang tidak memenuhi prasyarat sebagai CSO karena dalam
pergerakannya berlandaskan ideologi atau kepentingan kelompok tertentu. LSM semacam ini
biasanya merupakan alat atau mesin politik yang digunakan untuk melanggengkan suatu
pemerintahan.

Jadi, peranan LSM dapat dianalogikan dengan dua mata pisau. Disatu sisi, LSM dapat
berfungsi untuk mencapai integrasi, baik integrasi secara sosial maupun nasional. Namun
disisi lain, LSM dapat menjadi pemecah belah persatuan atau menyebabkan disintegrasi
apabila peranannya sebagai wadah aspirasi rakyat disalahgunakan kepentingannya.
15

DAFTAR PUSTAKA

http://fpi.or.id/?p=perjuanganfpi

http://kontras.or.id

Diamond, Larry. Developing Democracy toward Consolidation. Baltimore and


London: The Johns Hopkins University Press, 1999, hal.218-227

Hikam, Muhammad AS. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta : LP3ES, 1999,
hal.1-8

Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta : Prenada Media, 2003

You might also like