You are on page 1of 18

5 Jenis Keterampilan Dasar Konseling

Sebagai fasilitator penyelenggaraan konseling, seorang konselor harus memiliki berbagai


keterampilan dasar konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Pada Jendela
Konseling kali ini dibahas tentang 5 jenis keterampilan dasar konseling yaitu atending,
mengundang pembicaraan terbuka, paraphrase, refleksi perasaan dan konfrontasi.

Keterampilan Atending

Keterampilan atending merupakan usaha pembinaan untuk menghadirkan klien dalam


proses konseling. Keterampilan dasar ini harus dikuasai oleh konselor karena keberhasilan
membangun kondisi awal akan menentukan proses dan hasil konseling yang
diselenggarakan. Penciptaan dan pengembangan atending dimulai dari upaya konselor
menunjukkan sikap empati, menghargai, wajar dan mampu mengetahui atau paling tidak
mengantisipasi kebutuhan yang dirasa klien.

Aspek-aspek keterampilan atending adalah:


a. Posisi badan(termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka)
- Duduk dengan badan menghadap klien
- Tangan kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang sedang
dikomunikasikan secara verbal.
- Merespon dengan ekspresi wajah, seperti senyum spontan atau anggukan kepala
sebagai tanda setuju.
- Badan tegak lurus tetapi tidak kaku atau kalau perlu bisa dicondongkan ke arah klien
untuk menunjukkan kebersamaan.
b. Kontak mata
- Melihat klien terutama pada waktu bicara.
- Menggunakan pandangan spontan yang menunjukkan minat atau keinginan untuk
merespon.
c. Mendengarkan
- Memelihara perhatian penuh yang terpusat pada klien.
- Mendengarkan apapun yang dikatakan klien.
- Mendengarkan keseluruhan pribadi klien (kata-kata, perasaan dan perilakunya)
- Memahami keseluruhan pesannya.

Keterampilan Mengundang Pembicaraan Terbuka

Keterampilan ini digunakan ketika konselor melakukan wawancara dengan klien. Ajakan
terbuka untuk berbicara memberi kesempatan klien agar mengeksplorasi dirinya sendiri
dengan dukungan pewawancara. Pertanyaan terbuka membuka peluang klien untuk
mengemukakan ide perasaan dan arahnya tanpa harus menyesuaikan dengan setiap
kategori yang telah ditentukan oleh pewawancara.

Contoh-contoh pertanyaan yang disarankan adalah:


a. Membantu memulai wawancara
- “Apa yang akan Anda bicarakan hari ini?”
b. Membantu menguraikan masalah
- ”Cobalah Anda menceritakan lebih banyak lagi tentang hal itu!”
- ”Bagaimana perasaan Anda pada saat kejadian itu?”
c. Membantu memunculkan contoh-contoh perilaku khusus sehingga pewawancara dapat
memahami dengan lebih baik apa yang dijelaskan oleh klien.
- ”Apa yang Anda rasakan pada saat Anda menceritakan hal ini kepada saya?”
- ”Bagaimana perasaan Anda selanjutnya pada saat itu?”

Contoh-contoh pertanyaan yang tidak disarankan adalah:


a. Pemakaian pertanyaan tertutup yang terlalu sering.
- ”Apakah telah terjadi perbaikan sejak pertemuan kita yang terakhir?”
b. Pengajuan pertanyaan lebih dari satu pada saat yang sama.
- ”Apakah Anda harus memasuki pekerjaan itu?”
c. Pengajuan pertanyaan ”Mengapa”, karena pertanyaan ini sering menyudutkan orang dan
sukar dijawab.
- ”Mengapa Anda tidak bergaul dengan baik?”
d. Memasukkan jawaban dalam pertanyaan.
- ”Anda sebenarnya belum mengerti hal itu pada saat Anda mengatakan tentang
ayahnya, bukan?”

Keterampilan Paraprase

Paraprase adalah suatu keterampilan dasar dalam konseling yang bertujuan untuk
memperbaiki hubungan antar pribadi. Esensi dari keterampilan ini adalah pengulangan
kata-kata atau pemikiran-pemikiran kunci dari klien yang dirumuskan oleh konselor
sendiri. Maksud dari kegiatan paraprase adalah: (1) menyampaikan kepada klien bahwa
konselor bersama klien, dan konselor berusaha memahami apa yang dinyatakan klien; (2)
mengkristalisasi komentar klien dengan lebih singkat sehingga membantu mengarahkan
wawancara; dan (3) memberi peluang untuk memeriksa kecermatan persepsi konselor.
Kegiatan paraprase bukan merupakan upaya untuk membaca apa yang terlintas di benak,
tetapi suatu bantuan untuk memperoleh klarifikasi tambahan yang cermat.

Cara memparaprase adalah sebagai berikut:


a. Dengarkan pesan utama klien.
b. Nyatakan kembali kepada klien ringkasan pesan utamanya secara sederhana dan singkat.
c. Amati pertanda atau meminta respon dari klien tentang kecermatan paraprase.

Berikut paraprase yang tidak disarankan:


a. Analisis, interpretasi, atau pertimbangan nilai tentang pesan klien yang dimaukkan
dalam respon konselor.
b. Respon konselor hanya tertuju kepada bagian kecil dari pesan klien, bukan tema
utamanya.
c. Pemakaian kata-kata paraprase atau prase yang tidak tepat dalam wawancara (kata-kata
teknis, istilah psikologi yang berlebihan)

Keterampilan Refleksi Perasaan

Refleksi perasaan merupakan keterampilan konselor untuk merespon keadaan perasaan


klien terhadap situasi yang sedang dihadapi. Kemampuan ini akan mendorong dan
merangsang klien untuk mengemukakan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah
yang sedang dihadapinya. Merefleksi perasaan klien merupakan suatu teknik yang ampuh,
karena melalui tindakan keterampilan tersebut akan terwujud suasana keakraban dan
sekaligus pemberian empati dari konselor kepada klien. Esensi dari keterampilan ini adalah
untuk mendorong dan merangsang klien agar dapat mengekspresikan bagaimana perasaan
tentang situasi yang sedang dialami.

Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah:


a. Mengamati perilaku klien
Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b. Mendengarkan dengan baik
Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-
kata yang diucapkan.
c. Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.
Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien.
d. Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
e. Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien.
f. Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
g. Mengecek kembali perasaan klien.
Untuk meyakinkan apakah respon yang diberikan konselor tepat atau tidak, konselor
hendaknya melakukan pengecekan kembali dengan cara mengamati jawaban dan ekspresi
klien setelah respons itu disampaikan.

Keterampilan Konfrontasi

Konfrontasi dalam wawancara konseling dimaknai sebagai pemberian tanggapan terhadap


pengungkapan kontradiksi dari klien. Konfrontasi yang efektif tidak menyerang klien,
tetapi merupakan tanggapan khusus dan terbatas tentang perilaku klien yang tidak
konsisten. Penggunaan keterampilan ini mensyaratkan beberapa tingkat kepercayaan dalam
hubungan konseling yang telah dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan lain.
Nada suara, cara mengintroduksi konfrontasi, sikap badan dan ekspresi wajah, serta tanda-
tanda non verbal lainnya merupakan faktor-faktor utama dalam menerapkan keterampilan
ini.

Contoh-contoh materi yang secara umum diberikan konfrontasi dalam proses konseling
adalah:
a. Kontradiksi antara isi pernyataan dan cara mengatakan.
Konselor: ”Bagaimana khabar Anda hari ini?”
Klien : Oh..(suara datar) dalam keadaan baik-baik saja” (suara rendah, sikap dan posisi
tubuh tampak gelisah)
Konselor: ”Anda mengatakan baik-baik saja, tetapi suara dan sikap Anda nampak
menunjukkan kegelisahan?”
b. Tidak konsisten antara apa yang diinginkan dan apa yang dilakukan oleh klien.
c. Tidak konsisten antara apa yang dikatakan klien dengan reaksi yang diharapkan oleh
konselor.

(Narasumber: Prof.Dr. DYP Sugiharto, M.Pd Kons)


TEKNIK-TEKNIK DASAR KOMUNIKASI DALAM KONSELING
Konseling merupakan suatu proses komunikasi antara konselor dan klien. Sebagai suatu
proses komunikasi, konseling melibatkan ketrampilan konselor dalam menangkap atau
merespon pernyataan klien dan mengkomunikasikannya kembali kepada klien tersebut.
Dalam berkomunikasi dengan klien konselor seharusnya menggunakan respon-respon yang
fasilitatif bagi pencapaian tujuan konseling. Secara umum respon-respon tersebut dapat
dikelompokan kedalam berbagai teknik dasar komunikasi konseling antara lain :
A. Attending ( perhatian )
Attending adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan
perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif
sehingga klien bebas mengekspresikan / mengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam
pikiran, perasaan ataupun tingkah lakunya. Contohnya posisi badan termasuk gerak isyrat
dan ekspresi muka serta kontak mata.
B. Opening ( pembukaan )
Opening adalah ketrampilan / teknik untuk membuka / memulai komunikasi dan hubungan
konseling. Contohnya menyambut kehadiran klien dan membicarakan topic netral seperti
menjwab salam, mempersilakan duduk dll.
C. Acceptance ( penerimaan )
Acceptance ( penerimaan ) adalah teknik yang digunakan konselor untuk menunjukan
minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan klien. Contohnya anggukan
kepala dll.
D. Rertatement ( pengulangan )
Restatement adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengulang / menyatakan
kembali pernyataan klien ( sebagian atau seluruhnya ) yang dianggap penting.
E. Reflection of fefling ( pemantulan perasaan )
Reflection of fefling ( pemantulan perasaan ) adalah teknik yang digunakan konselor untuk
memantulkan perasaan / sikap yang terkandung dibalik pernyataan klien.
F. Clafication ( klarifikasi )
Clafication ( klarifikasi ) adalah teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kembali isi
pernyataan klien dengan menggunakan kata-kata baru dan segar. Contohnya pada intinya,
pada dasarnya dll.
G. Paraprahing
Paraprashing adalah kata-kata konselor untuk menyatakan kembali esensi dari ucapan-
ucapan klien. Contohnya “ya”, “benar/betul” secara spontan dari klien.
H. Structuring ( pembatasan )
Structuring ( pembatasan ) adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan
batas-batas / pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan dalam konseling.
I. Lead ( pengarahan )
Lead ( pengarahan ) adalah teknik / ketrampilan yang digunakan konselor untuk
mengarahkan pembicaraanklien dari suatu hal ke hal yang lain secara langsung
ketrampilan ini sering pula disebut ketrampilan bertanya.
J. Silence ( diam )
Silence ( diam ) adalah suasana hening, tidak ada interaksi verbal antara konselor dank lien
dalam proses konseling.
K. Reassurance ( penguatan / dukungan )
Reassurance ( penguatan / dukungan ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh
konselor untuk memberikan dukungan / penguatan terhadap pernyataan positif klien agar
ia menjadi lebih yakin dan percaya diri.
L. Rejection ( penolakan )
Rejection ( penolakan ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor unutuk
melarang klien melakukan rencana yang akan membahayakan / merugikan dirinya atau
orang lain.
M. Advice ( saran / nasehat )
Advice adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk memberikan nasehat
atau saran bagi klien agar dia lebih jelas mengenai apa yang akan dikerjakan.
N. Summary ( ringkasan / kesimpulan )
Summary ( ringkasan / kesimpulan ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor
untuk menyimpulkan atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan klien pada
proses komunikasi konseling.
O. Konfrontasi ( pertentangan )
Konfrontasi ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor untuk menunjukan adanya
kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri klien kemudian konselor
mengumpanbalikan kepada klien.
P. Interprestasi ( penafsiran )
Interprestasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor dimana atau karena
tingkah laku klien ditafsirkan / diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien.
Selain itu didalam interpretasi konselor menggali dan makna yang terdapat dibelakang
kata-kata klien atau dibelakang perbuatan / tindakannya yang telah diceritakannya.
Bertujuan membantu klien lebih memahami didiri sendiri bila mana klien bersedia
mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
Q. Termination ( pengakhiran )
Termination ( pengakhiran ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk
mengakhiri komunikasi berikutnya maupun mengakhiri karena komunikasi konseling
betul-betul telah “berakhir”.
KETRAMPILAN DASAR KONSELING YATIM

POKOK BAHASAN
1. Ketrampilan menjalin relasi dengan klien
2. Ketrampilan Berkomunikasi Secara Lisan
3. mengajak klien berbicara
4. mendorong klien melanjutkan pembicaraan
5. membantu klien merasa lebih baik
6. memfokus pada inti masalah
7. menggali beragam solusi dan memecahkan masalah
8. Ketrampilan dalam Melakukan Komunikasi Non Verbal

Membangun Relasi

hubungan inter-personal ; melibatkan dua orang dalam komunikasi yang intim dan
bertujuan untuk memberikan penguatan pada klien.

Membangun rasa percaya (trust)

Ketika klien merasa dimengerti jalan pikirannya, perasaan dan cara pandangnya, maka ia
mulai berani mempercayakan dirinya pada konselor. Bahkan sampai pada area pribadi
yang hanya dia dan Tuhan sendiri yang tahu, yang dia simpan bertahun-tahun. Tidak
mudah untuk membangun rasa percaya klien terhadap Konselor.

Ada orang yang kadar trust-nya rendah, ada juga orang yang kadar trust-nya tinggi. Bagi
orang-orang yang kadar trust-nya rendah, akan sulit sekali untuk membangun rasa percaya.
Membutuhkan beberapa kali pertemuan baru orang tersebut percaya. Akan tetapi bagi
orang-orang yang kadar trust-nya tinggi, sekali pertemuan saja, dia sudah bisa percaya.

Ketrampilan menjalin relasi dengan klien

Empathy

merupakan kerelaan untuk merasakan apa yang dirasakan klien, mengerti dengan
pengertian klien dan melihat dengan perspektif klien.

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain adalah sesuatu hal yang tidak mudah.
Masing-masing kita mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap sesuatu hal.

Empathy perlu terus dibangun melalui relasi dan komunikasi yang berkelanjutan dgn klien.

Cara ber-empathy secara verbal

Tunjukkan keinginan untuk memahami dunia klien dengan klarifikasi dan pertanyaan-
pertanyaan tentang pengalaman-pengalaman dan perasaan klien.

Diskusikan apa yang penting: tunjukkan dengan kata-kata bahwa anda menaruh perhatian
pada apa yang dianggap penting oleh klien. Bisa saja ada sesuatu hal yang bagi kita itu
tidak penting, tapi bagi klien itu sangat penting.
Nyatakan perasaan klien, dengan merefleksikan apa yang dirasakan klien.

Ungkapkan yang tersirat dibalik kata-kata klien.

Cara ber-empathy secar a Non-verbal

Konselor harus memperhatikan bahasa tubuh mereka, supaya ketika merasa letih, bosan,
marah, kesal dll, tetap dapat mengontrol supaya klien tetap merasa diterima.

konselor hendaknya menghadapi klien dengan bahasa tubuh yang ramah, misalnya: kontak
mata, posisi tubuh menghadap klien dan posisi lengan terbuka (tidak melipat lengan).

Kegunaan Empathy

1. Membangun rasa percaya (trust)


2. Ketika klien merasa dimengerti jalan pikirannya, perasaan dan cara pandangnya,
maka ia mulai berani mempercayakan dirinya pada konselor.
3. Menstimulasi eksplorasi diri
4. Jika klien mempercayai konselor, maka ia tidak ragu-ragu untuk menceritakan
bagian-bagian yang terdalam atau bahkan yang selama ini hanya diketahui oleh
dirinya sendiri. Eksplorasi penting bagi konselor untuk mengetahui hal-hal yang
tersembunyi yang seringkali menjadi penyebab pola pikir, emosi dan tingkah laku
yang maladaptif. Karena yang nampak diluar hanya sebagian kecil dari yang
sebenarnya.
5. Mengkaji persepsi
6. Apa yang Konselor mengerti tentang klien perlu disampaikan kembali kepada klien
untuk dikaji karena belum tentu apa yang dia pahami sama dengan pengertian
klien. Ketika disampai-kan maka ada pencocokan persepsi.
7. Memberikan dukungan
8. Jika seseorang merasa dimengerti apa dan bagaimanapun cara ber-pikirnya, ia tidak
ragu-ragu untuk mencoba pola-pola baru karena apapun yang terjadi ia akan
dimengerti. Dirinya merasa masih ada orang yang mau mengerti dan memahami,
betapa dia masih sendiri. Itu membuat kekuatan bagi dia untuk mencoba pola hidup
yang baru.
9. Memfokuskan pembicaraan
10. Dengan empati klien diarahkan untuk hanya membicarakan yang penting yang
menjadi akar semua permasalahan yang dialami serta menghindari hal yang kurang
bermanfaat yaitu hal-hal yang tidak terlalu berkaitan dengan masalah. Seringkali
kalau orang datang ia bercerita dengan panjang lebar. Kalau klien mulai bercerita
ke hal-hal yang lain yang tidak berhubungan dengan masalah, maka dengan
ketrampilan empati, Konselor bisa kembali memfokuskan arah ke pembicaraan
yang penting yang harus dibahas terlebih dahulu.
11. Memudahkan intervensi
12. Intervensi adalah bentuk-bentuk pertolongan yang akan diberikan pada klien.
Intervensi sangat penting dalam Konseling. Jika klien merasa dimengerti maka
Konselor akan mudah memberikan intervensi yang tepat, klien pun akan lebih
kooperatif.
13. Bedakan dengan Simpati
14. Simpati akan mengurangi ketajaman Konselor karena terlarut dalam perasaan klien,
sehingga proses pendampingan tidak dapat berjalan dengan baik.
15. Misalnya klien sedih dan menangis, Konsekor karena simpati ikut-ikutan juga
menangis, itu tidak boleh terjadi. Kita harus bisa memilah-milah mana perasaan
klien dan mana perasaan seorang pendamping. Sehingga kita tidak akan larut
dengan perasaan klien atau pergumulan klien tidak akan kita bawa terus sepulang
ke rumah, tidak diingat-ingat.

Mengekspresikan Empati, Ketulusan Dan Kehangatan

Displaying Understanding : menunjukkan pemahaman. Contoh : Klien ; ‘Saya sungguh


merasa sulit membuat keputusan, apakah Susan saya ijinkan tinggal di Panti Asuhan’.
Konselor ; ‘ Tampaknya Ibu merasa berat bila Susan tinggal di Panti…’.

Menerjemahkan perasaan klien ke dalam kata-kata. Misalnya perasaan bersalah. ‘kamu


selalu menghindar bila ketemu dengan Dito, tampaknya kamu merasa bersalah, benarkah
demikian ?,.

Memberi dukungan untuk mengekspresikan sikap yang berbeda dengan apa yang
diharapkan Konselor. ‘’saya merasa anda kurang setuju dengan apa yang saya katakan,
dapatkah anda ceritakan bagaimana perasaan anda terhadap apa yang saya bicarakan
tadi ?’.

Self Disclosure ; mendukung klien untuk mengeksplorasi hal-hal yang sensitif dengan cara
konselor menceritakan pengalamannya.

Ketrampilan Berkomunikasi Secara Lisan

Mengajak klien berbicara

Sebelum anda memulai pertemuan dan pembicaraan yang lebih mendalam dengan klien,
lakukan pengamatan terhadap klien. Perhatikan :

Apakah ia sekarang menjadi pendiam, menyendiri dan tidak komunikatif, padahal biasanya
ia ceria, lucu, penuh kasih dan energik.

Apakah ia tampak angkuh dan egois, padalah biasanya kooperatif ?

Apakah ia bicara berulang-ulang tentang suatu masalah, misalnya uang, sakit, malas ?

Apakah ia kusut dan tidak rapi padahal biasanya ia selalu tampil rapi ?

Apakah matanya sembab seperti baru saja menangis ?

Apakah ekspresinya sedih, kurang sehat atau cemas ?

Apakah ia enggan bertatapan mata dengan anda ?

Apakah nada suaranya tertekan, suaranya terputus-putus atau gemetar ?

Apabila klien anda mempunyai gejala-gejala tersebut, maka ia sedang mengalami


gangguan emosional atau mengalami masalah yang perlu dipecahkan.
Langkah pertama untuk mengajak klien berbicara adalah mengatakan apa yang anda lihat
menyangkut tindakannya. Katakan dengan kalimat yang spesifik dan konkrit. Contoh :

‘saya lihat kamu beberapa kali keluar dari ruang belajar, ke kamar kecil ? apakah ada
msalah dengan perutmu ?’

Orang awam cenderung menggunakan kalimat yang umum, misalnya ‘kamu tampak
mudah terganggu hari ini ?’. Kalimat ini sudah merupakan tafsir, bukan lagi menyatakan
fakta. Menggunakan kalimat tafsir seringkali belum tentu sesuai dengan maksud klien.
Selain itu menggunakan kalimat tafsir juga beresiko, anda mungkin saja secara tidak
sengaja menuduh, atau bahkan menghakimi klien.

Lengkapi ajakan tanggapan anda dengan kalimat ‘ saya merasa cemas, apakah ada sesuatu
yang menganggumu ? ataukah kamu baik-baik saja ?’. kalimat ini akan ajakan tidak
langsung kepada klien untuk berbicara, dan berfungsi untuk memastikan apakah klien
tersebut mempunyai masalah yang menganggu atau tidak.

Ajakan-ajakan awal untuk berbicara sebaiknya terdiri dari sebuah pertanyaan umpan balik
dan sebuah pertanyaan untuk memastikan apakah orang tersebut mempunyai masalah atau
tidak.

Konselor perlu bersikap hati-hati ketika mengajak klien berbicara, lihatlah situasinya agar
dia tidak merasa dipermalukan, jika ternyata pada saat tersebut hadir orang lain selain klien
yang mendengar pembicaraan. Perlu diketahui juga bahwa orang lebih suka merahasiakan
masalahnya, dan merasa malu jika orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu sering kali
ketika kita bertanya apa kabar, maka lebih banyak mendapat jawaban baik atau bahkan
sangat baik, sekalipun sebenarnya mereka sedang bermasalah. Selain itu, banyak orang
sangat percaya bahwa orang lain tidak mau mendengarkan keluhan-keluhan mereka. Jadi
meeka merasa percuma jika menceritakan masalahnya kepada orang lain

Konselor juga perlu mengetahui apakah waktunya tepat untuk mengajak bicara. Konselor
perlu melihat apakah klien sedang mengerjakan banyak tugas, misalnya ketika sorang anak
sedang menghadapi ujian. Bila hal ini diabaikan justru akan semakin menambah
kecemasan klien. Konselor dituntut untuk peka dalam menentukan kapan mereka harus
mengajak bicara dengan kliennya.

Jika ajakan konselor ditolak, apa yang harus dilakukan ? jangan buru-buru anda
menganggap ini sebabagi sentimen pribadi. Kebanyakan orang sangat selektif dalam
menentukan siapa orang yang pantas mereka percaya. Jika anda secara positip mendukung
dan menerima orang yang menolak ajakan anda, orang tersebut tidak akan merasa sungkan
untuk meminta bantuan anda di masa mendatang.

Jika anda merasa bahwa klin tersebut ingin membicarakan dengan orang lain, maka anda
dapat memebri dukungan dengan mengatakan ;

‘Mif, jika saya mempunyai masalah pribadi, saya merasa perlu membicarakan dengan
orang yang saya percaya. Kadang saya bicara dengan teman, guru atau dengan konselor.
Apakah kamu merasa perlu berbicara dengan temanmu atau orang lain yang kamu
percaya ?’
mendorong klien melanjutkan pembicaraan

Hargailah klien anda, dengarkanlah dengan seksama dan penuh perhatian ketika dia sedang
menceritakan masalahnya. Keseriusan, kepedulian dan kesabaran anda dapat mendorong
klien untuk melanjutkan pembicaraannya. Jadi tunjukkan bahwa anda mendengarkan
dengan penuh perhatian, tunjukkan pula bahwa anda memahami apa yang dikatakannya.

Ketika mendengarkan sebaiknya konselor menunjukkan respon-nya dengan isyarat secara


positif, misalnya dengan mengatakan, ‘saya menghargai anda, apa yang anda katakan ini
penting, dan apakah anda ingin bercerita lebih lanjut ?

Gunakan kontak mata anda untuk menunjukkan bahwa anda peduli dan mendengarkan
dengan baik. Namun, terus menerus menatap orang yang sedang berbicara juga tidak tepat,
karena ia akan merasa tidak nyaman. Jangan pula mendengarkan klien dengan membuang
muka. Perhatikan pula ekspresi wajah ketika sedang mendengarkan klien berbicara.
Tunjukkan perhatian anda dengan ekspresi wajah yang terbuka, menyenangkan sehingga
klien merasa anda benar-benar menyimaknya.

Berilah respon pendek. Dengan dengan mengangguk serta dengan kata-kata singkat,
seperti ya.. ya.. saya mengerti, ya, aku tahu. Vareasikan antara respon verbal dan non
verbal.

Tunjukkan pula bahwa anda memahami apa yang diceritakan klien. Tunjukkan
pemahaman anda dengan cara merefleksikan perasaan dan isi pembicaraan. Apakah
refleksi itu ? ketika anda berkaca di depan cermin, anda melihat bayangan anda, dan ini
memberi informasi penting tentang tubuh anda sendiri. Ketika anda membantu seseorang
dan anda melakukan refleksi, anda seperti berdiri di depan cermin. Anda memantulkan
terhadap apa yang dikatakan dan dirasakannya.

Contoh refleksi perasaan , ‘kamu kecewa ?’

Refleksi isi pembicaraan, ‘’kamu berharap orang tuamu menelepon ?’.

Refleksi perasaan dan isi , ‘kamu merasa kecewa karena orang taumu tidak menelepon ?’

Gunakanlah kata-kata anda sendiri ketika merefleksikan perasaan dan isi pembicaraan.
Kata-kata yang mengekspresikan perasaan emosional (negatif) ; sedih, binggung, frustasi,
tertekan, malas, bersalah, ngeri, khawatir, marah, geram, terganggu, terpuruk, kecewa,
gelisah, putus asa, lelah, malu, benci.

Kata-kata yang menunjukkan ekspresi emosional positip ; senang, puas, gembira,


bersemangat, bangga, bahagia, terpesona, kagum.

Dalam memberikan refleksi, berilah kesempatan lebih dulu untuk hening sejenak setelah
klien berhenti berbicara. Jangan buru-buru memberi refleksi. Barangkali klien masing
ingin melanjutkan pembicaraannya.

Manfaat refleksi :
Mendorong seseorang menyadari bahwa anda telah mendengarkan dan memahami apa saja
yang dikatakannya.

Memungkinkan seseorang lebih memahami perasaan emosional dan isi pembicarannya.

Mendorong seseorang melanjutkan pembicarannya.

membantu klien merasa lebih baik

Kadang-kadang, klien sudah merasa lega setelah menceritakan masalahnya tanpa merasa
perlu melanjutkan proses berikutnya. Pembicaraan yang berhasil berakhir ketika mampu
membawa situasi yang menyenangkan, atau paling tidak membuat klien merasa lebih
nyaman dari pada sebelumnya.

Konselor yang mampu mendengarkan secara aktif, akan lebih berhasil dalam membantu
klien merasa lebih nyaman. Konselor perlu melakukan validasi untuk menunjukkan bahwa
sebagai konselor anda paham terhdap apa yang dikatakan klien. Konselor dapat
menggunakan kalimat, ‘saya memahami penjelasanmu, saya mengerti apa yang kamu
sampaikan, saya dapat memahami perasaanmu, saya bisa membayangkan apa yang
sedang kamu alami’

Seringkali konselor menjumpai klien yang tidak mau mengakui perasaannya, bahwa ia
membenci seseorang, marah atau sedih. Mereka justru mengatakan hal yang sebaliknya,
seperti ‘saya tidak membencinya, saya tidak marah, saya baik-baik saja’…

Dalam situasi seperti ini, konselor bisa memberikan tanggapan dengan mengatakan ;

‘sebenarnya kamu merasa benci, dan menurut pendapatku, kebencianmu itu sah-sah
saja…’

‘saya kira kamu benar-benar marah, dan jika aku aku berada dalam keadaan seperti itu,
aku mungkin juga akan marah’…

‘sesungguhnya kamu merasa sedih, aku dapat memahami perasaanmu’…

Validasi yang dilakukan oleh konselor adalah sebuah bentuk afirmasi atas perasaan klien
yang sebenarnya tetapi klien merasa tidak seharusnya ia merasa seperti itu, atau paling
tidak klien merasa tidak ingin diketahui perasaan yang sebenarnya. Dengan validasi
konselor ingin menunjukkan kepada klien ‘kamu sah-sah saja jika merasa benci, marah
atau kecewa, kamu punya alasan untuk merasa seperti itu…’

Validasi selanjutnya akan mendukung klien untuk mengakui perasaan emosionalnya yang
otentik. Jika suatu perasaan dihayati sepenuhnya, ia akan hilang atau berubah menjadi
perasaan yang lebih menyenangkan.

memfokus pada inti masalah

Untuk dapat membentu klien memfokuskan pada inti masalah, konselor perlu melakukan
langkah-langkah ; merangkum, mengajukan pertanyaan, memberikan pernyataan umpan
balik.
Merangkum

Rangkuman berisi bagian-bagian terpenting dari apa yang diceritakan klien dan dirasakan
klien. Rangkuman dapat dibuat berkali-kali selama berlangsungnya percakapan. Dengan
menyampaikan rangkuman, konselor memperlihatkan kepada klien gambaran yang lebih
jelas, sehingga ia dapat lebih fokus pada inti masalahnya.

Mengajukan pertanyaan

Perlu diketahui bahwa tidaklah terlalu penting menggunakan pertanyaan untuk mendorong
klien membicarakan masalah-masalahnya. Seringkali penggunaan pertanyaan justru
menganggu karena memutus alur pembicaraan. Pertanyaan dapat membelokkan perhatian
orang yang dibantu dari masalah-msalah penting yang sesungguhnya dialami.

Oleh karena itu pertanyaan perlu dihemat dan diajukan secara hati-hati. Hindari
mengajukan pertanyaan yang tidak penting dan kurang relevan dengan proses konseling.
Meskipun kita sudah mendapat kepercayaan dari klien, kita tidak boleh sepenuhnya
mengetahui segalanya tentang klien. Jangan sampai konselor bertanya hanya untuk
memuaskan rasa ingin tahunya atau karena informasi tersebut sesuai dengan minat
konselor.

Perlu diperhatikan pula, bahwa klien mempunyai cara-cara sendiri dalam menyampaikan
sesuatu, jadi, biarlah pembicaraan mengalir tanpa harus konselor sering menginterupsinya
dengan pertanyaan.

Ajukan pertanyaan sesedikit mungkin, utamakan pertanyaan yang benar-benar bermanfaat.


Jika terlalu banyak pertanyaan, proses konseling akan berubah menjadi wawancara atau
bahkan mirip interogasi. Jika terlanjur memberondong klien dengan banyak pertanyaan,
mundurlah, dan lakukan refleksi.

Pertanyaan yang bermanfaat adalah pertanyaan yang membantu klien fokus pada inti
masalahnya, membantu melanjutkan ceritanya, membantunya lebih memahami masalah
yang dihadapi.

Contoh ;

‘saya perhatikan beberapa kali kamu sering bicara mengenai hubunganmu dengan teman
sekelasmu Susi. Maukah kamu bercerita lebih lanjut tentang soal ini ?,

‘masih ada lagi yang mau kamu ceritakan ?

jika ingin mengajukan pertanyaan, sebaiknya konselor menggunakan pertanyaan terbuka.


Pertanyaan terbuka akan mengajak klien berbicara secara lebih bebas dan memberikan
jawaban yang lebih luas. Informasi yang tidak diduga dapat diperoleh jika kita
menggunakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka juga mendorong orang untuk
mengembangkan jawaban dan melanjutkan pembicaraan.

Sebaliknya pertanyaan tertutup hanya membuka jawaban yang singkat dan pendek, seperti
ya atau tidak, sehingga tidak diperoleh informasi yang lengkap. Bandingkah pertanyaan ,
apakah kamu menyukai kegiatan kursusmu ? dengan pertanyaan, ‘bagaimana kursusmu ?
Pertanyaan ‘mengapa’ sebaiknya tidak digunakan karena tidak banyak manfaatnya, bahkan
cenderung menghakimi klien. Misalnya ‘mengapa kamu tidak naik kelas ?. selain itu
pertanyaan mengapa juga dapat membelokan ke dalam percakapan tentang masa lalunya,
dari pada masalah-masalah yang menganggunya sekarang ini.

Contoh pertanyaan terbuka ;

Bagaimana perasaan kamu sekarang ?

Apa yang kamu rasakan sekarang ?

Pilihan-pilihan apa yang kamu miliki sekarang ?

Berikan pertanyaan umpan balik, supaya klien tetap fokus pada inti masalah. Contoh ;

Tampaknya kamu menghadapi kesulitan untuk menjelaskannya ?

Kamu tampak tertekan !

Agaknya terlalu sulit bagimu untuk membuat keputusan!

Pertanyaan umpan balik tersebut akan mendorong klien berhenti sejenak, kemudian
mendorongnya berpikir dan kembali fokus pada msalahnya.

menggali beragam solusi dan memecahkan masalah

Solusi harus sesuai dengan orang yang mempunyai masalah. Konselor sebaiknya tidak
memberikan solusi-solusi kepada kleinnya, konselor seharusnya menghargai kemampuan
klien untuk menemukan solusinya sendiri. Hargailah hak klien untuk menentukan pilihan-
pilihannya sendiri.

Apabila klien memilih solusi yang secara jelas mempunyai dampak negatif (menganggu
dirinya dan orang lain), konselor mempunyai tanggung jawab untuk mengingatkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan konselor untuk membantu klien menemukan
solusinya, yaitu :

Memberi klien waktu yang memadai untuk merumuskan beberapa alternatif pemecahan
masalah.

Mendorong klien menilai alternatif-alternatif tersebut dengan berbagai konsekuensinya.

Mengajukan pertanyaan yang secara khusus membentunya untuk memilih solusi yang
terbaik.

Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor untuk mendorong klien


menemukan pemecahan masalah ;

Saya belum tahu bagaimana mengatasinya, apakah kamu punya ide ?


Saya kira yang penting adalah bahwa apapun keputusannya, harus cocok denganmu. Apa
alternatif-alternatifnya ?

Saya dapat membantumu mendiskusikan beberapa alternatif jika kamu anggap ini akan
berguna bagimu !

Apa pilihan lainnya ?

Apakah ada hal lain yang dapat kamu lakukan ?

Apakah ada cara lain ?

Dapatkan kamu bayangkan apa yang akan terjadi jika kamu memilih alternatif yang
pertama ?

Bagaimana perasaanmu jika kamu memilih alternatif itu ?

Apa keuntungan dan kerugiannya jika memilih alternatif itu ?

Apa yang akan kamu peroleh jika kamu melakukannya ?

Apa kerugiannya jika kamu melakukannya ?

Ketrampilan Berkomunikasi Secara Non Verbal

Kontak mata : mata menunjukkan kondisi emosi kita. Melalui kontak mata tunjukkan
keinginan untuk berbicara, menyimak dan mendengarkan.

Ekspresi wajah ; jangan terkesan kita seperti sedang meneliti, atau malah sedang berpikir
soal lain, atau menyalahkan klien. Tunjukkan wajah yang bersahabat dengan tersenyum,
menganggukan kepala.Jangan mengeryitkan dahi, menggelengkan kepala, atau bermuka
masam atau bahkan merah menahan marah, menggetarkan bibir.

Posisi tubuh : jangan dalam posisi saling berhadap-hadapan, karena anda akan kelihatan
agresif, duduklah dalam posisi agak menyerong, agar nyaman dalam berkomunikasi. Meja
akan membuat jarak, komunikasi tidak terbuka, pekerja sosial akan terlihat lebih superior.
Klien butuh posisi yang aman dan nyaman. Sesuaikan jarak tempat duduk anda dengan
klien, perhatikan apakah klien merasa nyaman jika anda mendekat atau bagaimana
responnya jika anda terlalu jauh.

Gerakan tangan ; ini juga seringkali menyatakan emosi seseorang. Menyilangkan tangan,
meletakkan tangan di tengkuk, badan yang kelihatan kaku mengekspresikan sikap defensif.
Letakkan tangan di samping (pertimbangkan budaya setempat), sehingga akan terasa lebih
terbuka. Mengepalkan tangan menunjukkan kemarahan atau kecemasan. Mempermainkan
jari-jari tangan, memijit-mijit, menunjukkan seseorang sedang gugup.

Pakaian dan Penampilan ; penampilan kita menunjukkan siapa diri kita. Penampilan yang
baik akan mengesankan bahwa kita orang yang profesional dan bertanggung jawab.
Perhatikan pakaian yang ada kenakan, ketika sedang menghadapi nak-anak, remaja, dan
dengan orang dewasa.
Teknik Khusus Konseling
March 22, 2008

Written by Eko Susanto

15 Comments

Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu


dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari
berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive
Theraphy, Gestalt dan sebagainya

Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :

1. Latihan Asertif

Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya
untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang
digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi
kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

2. Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan


bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara
negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang
digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan
kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan.

3. Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus
yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan
yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak
dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara
perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

4. Pembentukan Perilaku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat
perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang
perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya
yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil
dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai
ganjaran sosial.

5. Permainan Dialog

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan
under dog, misalnya :

Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.

Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.

Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.

Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.

Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.

Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan
permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

6. Latihan Saya Bertanggung Jawab

Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung
jawab atas hal itu”.

Misalnya :

“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”

“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas
ketidaktahuan itu”.

“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”

Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan


kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

7. Bermain Proyeksi

Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan
kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi
konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang
diproyeksikan kepada orang lain.

8. Teknik Pembalikan

Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari


dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran


“ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

9. Bertahan dengan Perasaan

Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien
untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong
klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang
dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.

Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih
baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam
kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

10. Home work assigments,

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan
diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau
menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis,
mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek
kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang
diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh
klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk
membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri
serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi
ketergantungannya kepada konselor.

11. Adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan
yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

12. Bermain peran


Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat
secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

13. Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.

You might also like