Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belum dapat
yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara. Adapun yang
memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ialah kepala putusan yang
Tidak semua putusan hakim dapat dilaksanakan dalam arti kata yang
sebenarnya, yaitu secara paksa oleh pengadilan. Hanya putusan condemnatoir sajalah
atas suatu prestasi, maka terjadilanya akibat hukum tidak tergantung pada bantuan
atau ketersediaan para pihak yang dikalahkan, maka oleh karena itu tidak diperlukan
Suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yng pasti dapat
dilaksanakan secara sukarela oleh yang bersangkutan, yaitu oleh pihak yang
dikalahkan. Apabila suatu perkara telah diputus dan telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti, maka pihak yang dikalahkan secara sukarela dapat melaksanakan
1
putusan tersebut. Dengan demikian maka selesailah perkaranya tanpa mendapat
Akan tetapi, sering terjadi bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hekekatnya tidak lain adalah
realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang
2
BAB II
PEMBAHASAN
eksekusi berarti menguangkan bagian tertentu dari harta kekayaan pihak yang
pihak yang dimenangkan atau kreditur. Untuk dapat menguangkan harta kekayaan
debitur, maka harta kekayaan tersebut haruslah disita atau dibekukan lebih dulu.
Penyitaan ini disebut sita eksekutorial, suatu penyitaan yang didasarkan atas title
eksekutorial.
Eksekusi suatu putusan perdata itu dimulai dengan sita eksekutorial, kecuali
apabila sebelumnya telah diadakan sita conservatoir, maka sita conservatoir ini
conservatoir itu di dalam putusan tersebut dinyatakan sah dan berharga. Oleh karena
sita eksekutorial itu didasarkan atas title eksekutorial, maka tidak perlu dinyatakan
terlaksananya putusan, maka fungsi pembekuan harta kekayaan debiturlah yang lebih
penting, sedang pada sita eksekutorial fungsi penjualannyalah yang lebih penting.2
Pelaksanaan putusan harus diminta oleh pihak yang bersangkutan dan tidak
2 Ibid h.255
3
dapat dilaksanakan secara ex officio.3
a. Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) .
Putusan yang sudah berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin
b. Putusan Pengadilan yang bersifat serta merta. Berdasarkan SEMA no. 3 tahun
2000 pada dasarnya Mahkamah Agung melarang Ketua Pengadilan Negeri, Ketua
Pengadilan Agama dan para hakim Pengadilan Negeri dan hakim Pengadilan
Agama menjatuhkan putusan serta merta, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut:
• Gugatan didasarkan pada bukti surat otentik atau surat tulisan tangan yang
tidak dibantah kebenaran tentang isi dan tanda tangannya, yang menurut
dibantah.
4
dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv
bergerak milik pihak yang dikalahkan (ps.197 ayat 1 HIR, 208 Rbg). Barang
bergerak yang ada di tangan orang lain pun dapat juga disita, tetapi tidak boleh
dijalankan atas hewan dan alat-alat yang digunakan untuk mencarin mata pencaharian
(ps.197 ayat 8 HIR, 211 Rbg). Termasuk dalam barang bergerak adalah adalah uang,
surat berharga dan barang bergerak yang bertubuh. Dalam Rbg dimungkinkan untuk
menyita piutang dari pihak yang dihukum yang dapat ditagihnya dari pihak ketiga
( ps.229 Rbg).
Barang bergerak yang telah disita harus dibiarkan menurut keadaan pada
waktu disita pada orang yang terkena sita supaya menyimpannya dan tidak
mengasingkannya. Pasal 231 KUHP mengancam dengan pidana barang siapa yang
Dalam hal penyitaan barang tetap, maka berita acara penyitaan diberitahukan
kepada untuk diumumkan. Pemberitahuan ini maksudnya tidak lain agar barang yang
disita itu tidak diperjual-belikan (ps. 198 HIR, 213 Rbg). Pasal 30 PP 10/1961
5
mewajibkan oanitera Pengadilan Negeri untuk mendaftarkan penyitaan atas tanah
kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah. Sejak berita acara oenyitaan diumumkan,
pihak yang terkena sita tidak boleh memindahkan, membebani, atau menyewakan
belum dikenal. Hak Tanggungan dikenal sebagai hak jaminan yang dilahirkan oleh
(UUPA). Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
memberikan defenisi Hak Tanggungan sebagai berikut: Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
lainnya.
lembaga hak jaminan, dimana objek yang menjadi jaminan suatu hutang (perikatan)
6
adalah benda yang berupa tanah.
Tanggungan ditentukan pula objek hak tanggungan. Adapun ketentuan objek hak
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah:
a. Hak milik;
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak pakai atas
tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
(3) Pembebanan hak tanggungan pada hak pakai atas tanah hak milik akan diatur
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan hak tanggungan atas
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang
7
diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Hak-hak atas tanah selain yang dimaksud pada Pasal 4 ayat 1. Menurut Pasal
4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Hak Pakai
atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
berdasarkan ketentuan tersebut tidak semua hak atas tanah sekalipun merupakan hak
atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria bisa menjadi objek Hak
Tanggungan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4
tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ada ketentuan yang harus diperhatikan bagi
sahnya hak tanggungan agar hak tanggungannya dapat berikut bangunan, tanaman
Sertifikat hak atas tanah yang dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan
harus dikembalikan kepada pemberi Hak Tanggungan (pemegang hak atas tanah)
bahwa dapat diberikan pada pemegang Hak Tanggungan. Hal ini bertujuan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan apabila cidera janji dimana sertifikatnya
tidak dapat ditarik. Sertifikat Hak Tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda
bukti adanya Hak Tanggungan dibubuhi “irah-irah” dengan kata-kata Demi Keadilan
Ketuhanan Yang Maha Esa untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama
8
Lahirnya hak tanggungan adalah pada saat didaftarnya hak tanggungan
tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku
tanah hak tanggungan. Oleh karena itu harus dibuktikan keabsahannya kewenangan
tersebut pada saat didaftarnya hak tanggungan yang bersangkutan oleh kantor
pertanahan. Pemberi hak tanggungan ini bisa orang perseorangan atau badan hukum
Salah satu kelebihan dari sertikat Hak Tanggungan adalah adanya hak yang
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadian yang telah memiliki kekuatan
hukum yang tetap dan dapat berfungsi sebagai pengganti grosse akta hipotik pada hak
atas tanah. Apabila timbul wanprestasi, maka pemegang Hak Tanggungan dapat
kemudahan untuk pelaksanaan parate eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 224
HIR dan Pasal 258 Rbg. Penjualan objek Hak Tanggungan dalam hal cidera janji,
7 Tirtha Enola Marundu, “Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Langkah Terakhir Penyelesaian
Kredit Investasi Macet Pada Bank Pemerintah”, www.puspasca.ugm.ac.id, h.49, dikunjungi pada
tanggal 31 Oktober 2009.
9
2.3.2 Pelaksanaan Eksekusi Lelang Hak Tanggungan
lain bahwa obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum/menurut tata
pemegang Hak Tanggungan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat (7) Pasal
200 HIR bahwa pemberi Hak Tanggungan yaitu debitur tidak diperkenankan lagi
untuk mencegah pelelangan tersebut dan membayar semua hutangnya itu. Eksekusi
lelang agunan hutang Hak Tanggungan yang, dilaksanakan oleh Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dan Kantor Pelayanan Piutang Lelang Negara (KP2LN)
adalah dalam kerangka yuridis Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 yang
Nomor : SE-23/PN/2000 yang dikeluarkan oleh Badan Urusan Piutang dan Lelang
Tanggungan.
10
pasal 14 ayat [2] Undang-undang hak tanggungan.
pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila
debitur pemberi Hak Tanggungan cidera janji [wanprestasi]. Penjualan objek Hak
Tanggungan tersebut pada dasarnya dilakukan dengan cara lelang dan tidak
dimaksud dalam pasal 6 Jo. Pasal 11 ayat [2] huruf e UUHT, yaitu apabila
tersebut.
Tanggungan Pertama.
g. Pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT ini dapat melibatkan Balai Lelang pada
11
jasa pra-lelang.
Tanggungan.
dilaksanakan dalam hal lelang berdasarkan pasal 6 UUHT tidak dapat dilakukan
dimaksud pada pasal 6 Jo. Pasal 11 ayat [2] huruf e atau adanya kendala / gugatan
dari debitur / pihak ketiga. Penjualan ini merupakan pelaksanaan titel eksekutorial
kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Penjualan objek Hak Tanggungan ini pada dasarnya dilakukan
12
lelangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
f. Pelaksanaan lelang ini dapat melibatkan Balai Lelang pada jasa pralelang.
4. Berdasarkan Pasal 20 ayat [2] UUHT, atas kesepakatan pemberi Hak Tanggungan
dilaksanakan dibawah tangan. Penjualan semacam ini tidak boleh dilakukan secara
lelang.8
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Putusan yang sudah
berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin lagi dilawan dengan
upaya hukum verzet, banding, dan kasasi. Selain itu, putusan yang dapat dimohonkan
14
untuk eksekusi adalah putusan yang bersifat serta merta.
Hak Tanggungan dikenal sebagai hak jaminan yang dilahirkan oleh Undang-
(UUPA). Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
memberikan defenisi Hak Tanggungan sebagai berikut: Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
lainnya.
lembaga hak jaminan, dimana objek yang menjadi jaminan suatu hutang (perikatan)
adalah benda yang berupa tanah. Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka
tersebut memberikan kepastian bagi kreditor apabila debitor cidera janji dengan
sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg. Penjualan objek Hak
Tanggungan dalam hal cidera janji, apabila dilakukan melalui pelelangan umum,
15
pelaksanaan tetap mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Prosedur
pelaksanaan eksekusi lelang hak tanggungan mengikuti Surat Edaran Nomor : SE-
23/PN/2000 yang dikeluarkan oleh Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Perundang-undangan
Surat Edaran
16
Piutang dan Lelang Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia Sehubungan
Internet
www.puspasca.ugm.ac.id
17