Professional Documents
Culture Documents
5 x 20 cm
Tebal: 432 halaman
Cover: Soft Cover
ISBN: 978-979-22-4861-6
Kategori: Fiksi dan Sastra / Novel / Novel Asli
Lulus kuliah Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran, dia menjadi wartawan Tempo.
Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportasenya di bawah bimbingan
para wartawan senior Tempo. Tahun 1998, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S2
di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Merantau ke
Washington DC bersama Yayi, istrinya---yang juga wartawan Tempo-adalah mimpi masa
kecilnya yang menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden TEMPO dan
wartawan VOA. Berita bersejarah seperti peristiwa 11 September dilaporkan mereka berdua
langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.
Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening
untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Kini,
penyuka fotografi ini menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi: The Nature
Conservancy.
or Produk 13293
Penerbit Gramedia
Pengarang A. Fuadi
Rp. 50.000,00
Harga
Rp. 47.500,00
Tanggal Publish 13 Aug 2009
AKBAR TANJUNG HOME
► Selamat datang di situs gudang pengalaman
ENSIKONESIA (ENSIKLOPEDI TOKOH
INDONESIA) ► Thank you for visiting the
experience site ► NANTIKAN TAMPILAN BARU
TOKOHINDONESIA.COM ► Biografi Jurnalistik
► The Excellent Biography ► Database Tokoh
Indonesia terlengkap yang tengah dikembangkan
menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia online ►
Anda seorang tokoh? Sudahkah Anda punya "rumah
pribadi" di Plasa Web Tokoh Indonesia? ► Silakan
kirimkan biografi Anda ke Redaksi Tokoh
Indonesia ► Dapatkan Majalah Tokoh Indonesia di
Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Gunung
Mulia, Drug Store Hotel-Office & Mall dan Agen-
Agen atau Bagian Sirkulasi Rp.14.000 Luar
Jabotabek Rp.15.000 atau Berlangganan
Rp.160.0000 (12 Edisi) ► Segenap Crew Tokoh
Indonesia Mengucapkan Selamat Ulang Tahun
Kepada Para Tokoh Indonesia yang berulang tahun
hari ini. Semoga Selalu Sukses dan Panjang Umur ►
► Selamat datang di situs gudang pengalaman
ENSIKONESIA (ENSIKLOPEDI TOKOH
INDONESIA) ► Thank you for visiting the
experience site ► NANTIKAN TAMPILAN BARU
TOKOHINDONESIA.COM ► Biografi Jurnalistik
► The Excellent Biography ► Database Tokoh
Indonesia terlengkap yang tengah dikembangkan
menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia online ►
Anda seorang tokoh? Sudahkah Anda punya "rumah
pribadi" di Plasa Web Tokoh Indonesia? ► Silakan
kirimkan biografi Anda ke Redaksi Tokoh
Indonesia ► Dapatkan Majalah Tokoh Indonesia di
Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Gunung
Mulia, Drug Store Hotel-Office & Mall dan Agen-
Agen atau Bagian Sirkulasi Rp.14.000 Luar
Jabotabek Rp.15.000 atau Berlangganan
Rp.160.0000 (12 Edisi) ► Segenap Crew Tokoh
Indonesia Mengucapkan Selamat Ulang Tahun
Kepada Para Tokoh Indonesia yang berulang tahun
hari ini. Semoga Selalu Sukses dan Panjang Umur ►
CARI
Google TokohIndonesia
Dr Ir Akbar Tandjung
Akbar Tandjung
Dr Ir Akbar Tandjung
Kompas 1/9/2007:
BIOGRAFI: 1 2 ==
Akbar Tandjung Akbar Tandjung
Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan "mantera" sakti
man jadda wa jada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran
mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak mengigau dalam bahasa Inggris, dan
terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan,
Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di
bawah menara masjid yang menjulang, mereka menunggu Maghrib sambil menatap awan
lembayung berarak pulang ke ufuk. Di mata
belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Kemana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan
pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Bagaimana perjalanan mereka ke ujung dunia ini dimulai? Siapa horor nomor satu mereka?
Apa pengalaman mendebarkan di tengah malam buta di sebelah sungai tempat jin buang
anak? Bagaimana sampai ada yang kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius? Siapa Princess
of Madani yang mereka kejar-kejar? Kenapa mereka harus botak berkilat-kilat? Bagaimana
sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu Rusyd, bahkan Maradona sampai
akhirnya ikut campur? Ikuti perjalanan hidup yang inspiratif ini langsung dari mata para
pelakunya. Negeri Lima Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi.
Alamat Rumah:
JI. Widya Chandra 111/No.10 Jakarta Selatan
Buku
Perbandingan Komunikasi Politik Presiden Indonesia
Kategori: Buku
Dalam sebuah tesisnya, Weber pernah menengarai adanya suatu perubahan sosial
masyarakat. Perubahan itu tampak jelas ketika adanya suatu perbandingan yang membedakan
antara masyarakat zaman sekarang dengan masyarakat sebelumnya. Menurutnya, perubahan
itu tidak lepas dari perubahan intelektualitas yang dimiliki individu-individu yang terdapat
dalam masyarakat itu sendiri.
Sebagai makhluk sosial, para presiden pun tidak lepas dari perbedaan antara presiden satu
dengan lainnya. Termasuk dari aspek pemahaman maupun penyikapannya terhadap realitas
kehidupan bangsa-negara. Memang, secara geneologis jabatan presiden yang dipikul mereka
pun tidak jauh berbeda dalam tataran hukum yang mengikat dan mengatur. Namun, dalam
praksisnya, pasti akan muncul sejumlah perbedaan. Dari perbedaan-perbedaan inilah yang
kemudian menimbulkan sederet realitas kehidupan bangsa-negara yang tidak mesti sama.
Namun, dalam buku ini, tingkat perbedaan intelektulitas seorang presiden dengan presiden
lainnya, terbukti bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perubahan sosial bangsa-
negara. Menurut Tjipta Lesmana, perbedaan tingkat emosional dan spiritual juga memiliki
andil dalam perubahan. Artinya, tingkat perbedaan intelektualitas, emosionalitas, dan
spiritulitas antara Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY, berkorelasi
positif dengan perbedaan pola interaksi sosial mereka. Dari perbedaan interaksi sosial yang
berkaitan erat dengan pola komunikasi inilah yang akhirnya menghasilkan sesuatu yang
berbeda pula. Mulai intrik, lobi politik hingga menyikapi kritik pun, mereka belum tentu
sama dalam satu pola komunikasi politik.
Dalam buku ini, kajian komunikasi politik keenam presiden kita dibagi dalam enam bab. Bab
I, di duduki oleh Soekarno. Dalam bab ini, presiden pertama kita ini tampak sebagai sosok
yang memiliki ilmu yang dalam, piawai menganalisis situasi politik, matang dalam berpolitik,
dan berani menghadapi tantangan dan tegas. Namun, ”Singa Podium” ini tak ubahnya seperti
manusia biasa yang punya amarah dan salah. Dalam kemarahannya, ia sering menggebrak
meja, menggedor kiri-kanan, menghardik sasaran dengan suara yang keras, menantang,
memperingatkan dan mengancam (hlm.5). Semua itu sering disampaikannya dalam bahasa,
meminjam istilah Edward T. Hall (1976), yang low context; jelas, tegas, dan tanpa tedeng
aling-aling. Selain itu, ia sering menggunakan bahasa yang mengulang-ulang.
Berbeda dengan Soeharto, dalam bab II, yang lebih banyak mendengar dan mesem (senyum).
Dalam berkata, ia sering menggunakan bahasa yang high context; tidak jelas, penuh kepura-
puraan (impression management), teka-teki, rahasia, dan amat santun serta multi tafsir. Tidak
jarang para menteri perlu merenungkan atau menanyakan kepada orang lain tentang arti dari
kominikasi presiden terhadap mereka. Bagi yang tidak memahami komunikasi tingkat tinggi
ini, perlu siap-siap menuai gebukan atau perlawanan rakyat dan lingkungan sekitar. Semisal,
kasus penyerbuan massa PDI Soerjadi terhadap Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro pada
27 Juli 1996. Dalam kasus ini, Sutiyoso yang dianggap bertanggung jawab waktu itu,
berdalih bahwa peristiwa itu berasal dari perintah ”atasan”. Sementara, Feisal Tandjung
mengatakan bahwa Soeharto tidak pernah memerintahkan penyerbuan (hlm.67).
Uniknya, dalam kondisi marah atau tidak suka pun, ”The Smiling General” ini menggunakan
bahasa high context pula. Semisal, ketika ada menteri yang laporan atau dipanggil diruang
kerja presiden telah dipersilahkan meminum minuman yang tersedia, berarti diperintahkan
segera untuk pamit. Meski begitu, Soeharto juga pernah menggunakan bahasa low context.
Berbeda lagi ketika Presiden BJ. Habibie marah. Dalam bab III, ia tampak menggunakan
bahasa low context. Ketika marah, ia sering melototkan mata kepada yang dimarahi, raut
muka memerah dan suara keras. Ia juga dikenal sebagai sosok yang temperamental. Meski
cerdas, ia cepat emosi dan cepat marah, terlebih ketika ditantang, dikritik, dan didebat.
”Anehnya, tidak ada satupun menteri yang takut”, menurut informan Hendropriyono
(hlm.159).
Dalam bab IV, ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) marah, kadang menggebrak meja dan
atau mengancam. Meski begitu, Gus Dur tidak lepas dari sifat gampang tidur dan
humorisnya. Sering dalam setiap sidang kabinet yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB,
Gus Dur melakukan ritual tidur. Ketika salah atau mendapat konfirmasi dari orang yang
merasa dirugian, Gus Dur sering menanggapinya dengan santai. ”Oh, begitu, ya? Ya, Sudah.
Enggak usah dipikirin...!”, jawabnya (hlm.199).
Sedangkan Megawati, dalam bab V, setiap marah suka menghardik korbannya. Semisal,
ketika Megawati sedang menghadiri acara dengan sejumlah kerabatnya di restoran sebuah
hotel mewah di Singapura. Dalam acara itu, Roy BB. Janis dihardik habis-habisan di depan
umum akibat kedatangannya tidak diundang (hlm.283). Selain itu, ia juga terkenal
pendendam. SBY merupakan salah satu contoh yang menjadi korban sifat pendendam itu.
Dalam debat calon presiden 2004, misalnya, gara-gara menaruh dendam dengan SBY,
Megawati mengajukan syarat kepada penyelenggara acara untuk menghapus acara jabat
tangan antar calon. Dalam pelantikan Presiden SBY pun, Megawati tidak mau
menghadirinya.
Dalam berkomunikasi, menurut penulis, Megawati tidak bisa efektif. Ia lebih suka diam atau
menebar senyum dari pada berbicara. Selama berpidato, suaranya tampak datar, nyaris tidak
ada body language sama sekali. Ia membaca kata per kata secara kaku, seolah takut sekali
pandangannya lepas dari teks pidato di depannya (hlm.247). Ironisnya, dalam setiap
pembicaraan dengan orang-orang dekatnya lebih banyak membicarakan shopping dari pada
soal-soal yang berkaitan dengan bangsa dan negara. Dalam menghadapi kritik, ia sering tidak
tahan, alergi kritik (hlm.265).
Meski tidak jarang menuai kritik, dalam bab VI, SBY tampak merasa gerah pula. Bahkan,
SBY sering balas mengkritik bagi orang atau pihak yang berani mengkritiknya, termasuk
kebijakan pemerintah. Namun, dalam setiap pembicaraannya, SBY tergolong cukup hati-hati.
Seolah-olah setiap kata yang keluar dari bibirnya diartikulasikan secara cermat. Dalam
perspektif komunikasi, SBY tergolong dalam lower high context. Ia gemar menggunakan
analogi dalam menggambarkan suatu masalah dan tidak bicara secara to the point. Hanya
hakikat suatu permasalahanlah yang sering disampaikannya. Dalam berbagai kesempatan,
SBY seperti sengaja tidak mau memperlihatkan sikapnya yang tenang, tetapi membiarkan
publik menebak-nebak sendiri.
Tidak sedikit informasi tentang komunikasi keenam presiden kita dalam buku ini. Selain
unik, bikin tercengang, tertawa, dan kesal, buku ini memberikan berbagai wawasan terkait
kepribadian beberapa presiden yang pada pemilu tahun ini hendak tampil sebagai calon
presiden lagi. Namun, untuk mengetahui apakah dari sejumlah presiden itu tergolong –
meminjam istilah Kurt Lewin- Authoritarian, Participative, atau Delegatif, pembaca
dipersilahkan menyimpulkan sendiri.***
Harga : Rp 60.000,- *
Ukuran : 14 x 21 cm
Tebal : 244 halaman
Terbit : Agustus 2010
Soft Cover
Pesan Sekarang
*)Semua pemesanan online akan dilayani oleh situs GramediaShop.com sebagai situs resmi milik divisi Direct Marketing Kelompok Penerbitan Kompas Gramedia.
*)harga dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Buku ini menyuguhkan terobosan baru tentang bagaimana kita dapat memprediksi cara orang mengambil keputusan.
Setiap orang mempunyai enam TRAIT inti yang menentukan caranya mengambil keputusan, yakni time, risk, altruism,
information, meToo, dan stickiness. Keenam faktor tersebut dapat menjelaskan pola-pola perilaku manusia. Misalnya:
apakah seseorang mementingkan kebahagiaan sekarang atau masa depan; seberapa besar risiko yang mampu dia
tanggung; apakah dia suka menyakiti orang lain atau tidak; seberapa banyak informasi yang dia kumpulkan sebelum
mengambil keputusan; seberapa jauh dia mempertimbangkan pendapat orang lain; dan apakah dia lebih menyukai
sesuatu yang baru ataukah yang telah terbukti kebenarannya, dsb.
Dengan memahami TRAITS Anda, Anda akan mampu membuat pilihan yang lebih baik---misalnya memilih nasihat
mana yang bisa diikuti; Anda juga bisa memprediksi konsekuensi pilihan Anda dan tingkat kebahagiaan Anda atas apa
yang Anda pilih. Dengan memahami TRAITS orang-orang, Anda bisa
+ memprediksi keputusan-keputusan mereka dengan lebih baik
+ memprediksi secara tepat berbagai pilihan produk konsumen dan bagaimana konsumen menentukan pilihan
sehingga Anda dapat menyusun dan menerapkan strategi marketing yang lebih jitu.
Buku ini dahsyat dan cocok bagi para pemasar dan mereka yang ingin memahami perilaku unik individu alih-alih
kelompok.
"You are What You Choose membuktikan kebenaran akan perbedaan cara orang mengambil keputusan. Uraian
tentang karakteristik dan statistik populasi manusia memang penting, tetapi begitu juga kualitas-kualitas yang
mendasarinya seperti aversi terhadap risiko (risk aversion), altruisme, dan loyalitas. Penulis mengembangkan
pemahanan yang sangat berharga ini dengan banyak sekali contoh yang menakjubkan."
Harga : Rp 50.000,- *
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Tebal : 300 halaman
Terbit : Agustus 2010
Soft Cover
Pesan Sekarang
*)Semua pemesanan online akan dilayani oleh situs GramediaShop.com sebagai situs resmi milik divisi Direct Marketing Kelompok Penerbitan Kompas Gramedia.
*)harga dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pondok Pesantren Gontor menyimpan segudang cerita inspiratif dari para santrinya. Seperti kisah seorang anak usia
tamatan SD berusia 11 tahun yang berkarakter aktif, agak-agak pemberontak, dan banyak maunya ini dalam novel
Opera Van Gontor. Ia harus langsung mampu mandiri, disiplin, berdedikasi tinggi, terpisah dari keluarga, saat banyak
kawan seangkatannya masih asyik bermain dan juga banyak yang putus sekolah di tengah jalan dengan berbagai
sebab. Gemblengan para kiai yang disiplin dan bijaksana, menjadikan pengalaman nyantri di Gontor penuh suka duka
dan keharuan.
Novel kronik pengalaman nyantri di Gontor ini ditulis apa adanya, menggelitik, dan cerdas. Inilah potret pesantren
modern pada era 70-an. Suatu era ketika beberapa tokoh bangsa masa kini dilahirkan dan ditempa untuk berbakti
kepada tanah air.
Buku ini merupakan pengalaman pertama (first hand) yang sangat berharga dalam sebuah tradisi penelitian. Ia
merupakan suara terdalam dari seorang santri yang melihat dirinya, lingkungannya dan dunia luar.
---K.H. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) 1999-2010