You are on page 1of 16

Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan

Disusun oleh

Supriatin
Syafrul Ridho
Triarti Br Ginting
Wiwin Andiani
Bayu Kukuh Dwi Putra
Erik

Jurusan Pendidikan Akuntansi


Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Medan
2010

1
Kata Pengantar

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karenaNya lah kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penilaian Acuan Norma dan
Penilaian Acuan Patokan”.

Makalah ini adalah hasil kerja/diskusi kelompok VI dan bersumber dari buku-
buku dan informasi dari internet. Kemudian makalah ini akan dibahas bersama-
sama dalam forum kelas, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bagaimana mengunakan acuan penilaian yang sangat bermanfaat bagi kita
calon guru.

Demikianlah pengantar ini kami buat, penulis sadar bahwa masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, maka kami sangan mengharapkan saran ataupun
kritik untuk memperlengkap ilmu yang kita peroleh. Atas peterima
kasih.rhatiannya kami ucapkan

2
BAB I Pendahuluan

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa evaluasi adalah merupakan


kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian dijadikah dasar
dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa mengikuti pelajaran.
Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang subyektif, maka
diperlukan patokan tertentu. Kriteria tersebut berfungsi sebagai ukuran, apakah
seseorang telah memenuhi persyaratan untuk digolongkan sebagai siswa yang
berhasil, pandai, baik, naik kelas, lulus atau tidak. Kriteria penilaian itu disebut
dengan istilah “Standar Penilaian”. Standar penilaian yang dimaksud dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Standar penilaian yang relatif (penilaian acuan norma)
dan standar penilaian yang mutlak (penilaian acuan patokan).
Sebelum kita membahas apa yang disebut dengan penilaian acuan norma
dan penilaian acuan patokan, ada baiknya kita membahas antara skor dan nilai.
Skor berbeda dengan nilai, yang dimaksud dengan skor adalah hasil pekerjaan
menyekor (memberikan anka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-
angka bagi setiap buti item yang oleh testee telah dijawab dengan benar, dengan
memperhatikan bobot jawaban betulnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai adalah angka atau huruf yang
merupakan hasil ubah dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya
mengapa nilai disebut dengan skor standar (standard score).
Nilai pada dasarnya dalah angka atau huruf yang melambangkan
seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee
terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional
khusus yang telah ditetapkan. Nilai peda dasarnya adalah melambangkan
penghargaan yang diberikan tester kepada testee atas jawaban betul yang
diberikan testee akan dalam tes hasil belajar. Artinya semakin banyak jumlah butir
soal yang dapat dijawab dengan betul, maka penhargaan yang diberikan tester
kepada teste akan semakin tinggi.
Dari uraian di atas jelaslah untuk sampai kepada nilai, maka skorskor
hasil tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu

3
diolah lebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang baku
atau standar.
Dalam pengolahan dan mengubah skor mentah menjadi nilai itu ada dua
cara yang dapat ditempuh, yaitu:
a. Mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium (criterion=patokan). Cara ini
sering dikenal dengan Criterion Reverenced Evaluation, yang dalam dunia
pendidikan di tanah air disebut dengan istilah Penilaian Acuan Patokan (PAP).
b. Mengacu atau mendasarkan diri pada kelompok. Cara ini sering dikenal
dengan Norm Reverenced Evaluation atau Penilaian Acuan Norma (PAN) atau
Penilaian Acuan Kelompok (PAK).

Nah, sekarang jelas lah untuk apa kita membahas atau mempelajari standar
penilaian ini.

4
BAB II Pembahasan

2.1 Penilaian Acuan Norma (PAN)

PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar


mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Tujuan penggunaan tes acuan
norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi
dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk
mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans
kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria
Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan
pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.

Penialian beracuan kelompok ini berdasarkan dari pada asumsi


sebagai berikut:

1. Bahwa setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen, akan selalu
didapati kelompok, baik, sedang, dan keleompok kurang, yang
distribusinya membentuk kurva normal dan kurva simetrik. Asumsi
pertama ini mengandung makna bahawa pada setiap kegiatan pengukuran
dan penilaian hasil belejar peserta didik, sebagian besar dari peserta didik
tersebut nilai-nilai belajar terkonsentrasi atau memusat disekitar nilai
pertengahan (nilai rata-rata), dan hanya sebagian kecil saja yang nilainya
sangat tinggi atau sangat rendah.

sedang baik
kurang

5
2. Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi
relatif daripada peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu
apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di atas, di tengah,
ataukah di bawah.

Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan


bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan
berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya
performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan
kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah
norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah
penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan
suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya
adalah:

(1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang
memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang
lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini
menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa.
(2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara
para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat
nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk
mendapatkannya.

Contoh 1:

Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:

50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30

Dengan menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang


mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10,
sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat
nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6

6
Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu
persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi
diberikan nilai tertinggi.

Contoh 2:

Sekelompok mahasiswa terdiri dari 40 orang dalam satu ujian mendapat


nilai mentah sebagai berikut:

55 43 39 38 37 35 34 32
52 43 40 37 36 35 34 30
49 43 40 37 36 35 34 28
48 42 40 37 35 34 33 22
46 39 38 37 36 34 32 21

Penyebaran skor tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

No Skor Mentah Jumlah Mahasiswa Jika 55 diberi


nilai 10 maka
1 55 1 10,0
2 52 1 9,5
3 49 1 9,0
4 48 1 8,7
5 46 1 8,4
6 43 3 7,8
7 42 1 7,6
8 40 3 7,3
9 39 2 7,1
10 38 2 6,9
11 37 5 6,7
12 36 4 6,5
13 35 3 6,4
14 34 4 6,2

7
15 33 2 6,0
16 32 2 5,8
17 30 1 5,5
18 28 1 5,1
19 22 1 4,0
20 21 1 3,8
Jumlah Mahasiswa 40

Jika skor mentah yang paling tinggi (55) diberi nilai 10 maka nilai untuk
:

52 adalah (52/55) x 10 = 9,5

49 adalah (49/55) x 10 = 9,0 dan seterusnya

Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya


menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata
kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation)
sehingga akan terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal.

Menurut distribusi kurva normal, sekelompok mahasiswa yang memiliki


skor di atas rata-rata 60 dalam kelompok itu adalah:

60 sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 34,13%

(60 + 1 S.B.) sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 13,59%

(60 + 2 S.B.) sampai dengan (60 + 3 S.B.) adalah 2,14%

Begitu juga dengan mahasiswa yang memiliki skor 60 ke bawah, adalah:

60 sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 34,13%

(60 – 1 S.B.) sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 13,59%

8
(60 – 2 S.B.) sampai dengan (60 – 3 S.B.) adalah 2,14%

Dengan kata lain mahasiswa yang mendapat skor antara (+1 S.B. s.d. -1
S.B.) adalah 68,26%, yang mendapat skor (+2 S.B. s.d. -2 S.B.) adalah
95,44%.

Dengan demikian dapat dibuat tabel konversi skor mentah ke dalam nilai
1-10.

Skor Mentah Nilai 1 – 10


Skor rata-rata +2,25 S.B. 10

Skor rata-rata +1,75 S.B. 9

Skor rata-rata +1,25 S.B. 8

Skor rata-rata +0,75 S.B. 7

Skor rata-rata +0,25 S.B. 6

Skor rata-rata -0,25 S.B. 5

Skor rata-rata -0,75 S.B. 4

Skor rata-rata -1,25 S.B. 3

Skor rata-rata -1,75 S.B. 2

Skor rata-rata -2,25 S.B. 1

2.2 Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Apabila dalam penentuan nilai hasil tes belajar itu digunakan acuan
kriterium (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai
yang akan diberikan kepada siswa harus didasarkan kepada standar mutlak
(standar absolute), artinya pemberian nilai pada siswa itu dilaksanakan dengan

9
jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-
masing individu siswa, dengan skor maksimum ideal yang mungkin dapat
dicapai oleh siswa, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan benar.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada
kriterium atau pada patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai
yang diberikan kepada masing-masing individu siswa, mutlak ditentukan oleh
besar kecil atau tinggi rendahnya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing
siswa yang bersangkutan. Itu lah sebabnya mengapa penentuan nlai dengan
mengacu kepada kriterium sering disebut sebagai penentuan nilai secara
mutlak (absolute) atau penentuan nilai secara individual.
Disamping itu karena penetuan nilai seorang siswa dilakukan
denagan jalan membandingkan skor mentah hasil tes dengan skor maksimum
idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini sering juga
dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau penentuan nilai secara
teoritik, atau penentuan nialai secara das sollen.
Adapun rumus yang dapat digunakan adalah:

Nilai = skor mentah / skor maksimum ideal x 100

Selanjutnya nilai-nilai yang berhasil dicapai masing-masing siswa


ditransfer atau diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan patokan-patokan
yang telah disepakati masing-masing lembaga/institute/universitas. Misalanya:

Nilai 85 keatas = A

Nilai 75 – 84 = B

Nilai 65 – 74 = C

Nilai 55 – 64 = D

Nilai dibawah 55 = E

Penilaian beracuan patokan, sangat baik atau sangat cocok


diterapkan pada tes-tes formatif, diamana guru ingin mengetahui sudah sampai
sejauh manakah peserta didiknya telah terbentuk, setelah mereka mengalami

10
pengajaran dengan jangka waktu tertentu. Dengan menggunakan PAP ini,
guru dapat mengetahui beberapa orang siswa yang tingkat penguasaanya
tinggi, sedang maupun rendah, maka guru tersebut akan dapat melakukan
upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai
secara optimal.

Namun PAP ini jangan digunakan dalam pengolahan atau


penentuan nilai hasil tes sumatif, seperti pada ulangan umum dalam rangka
mengisi raport, atau pada ujian akhir dalam rangka mengisi nilai ijazah
maupun penentuan kelulusan seperti yang terjadi pada ujian akhir nasional
yang banyak menuai kontroversi, karena penilaian acuan patoakan ini dalam
penerapannya sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok
(rata-rata kelas) sehingga dikatakan kurang manusiawi, maka dengan
penerapan penilaian patokan dalan tes sumatif bias menyebabkan sebagian
besar siswa dinyatakan tidak naik kelas.

Kelemahan lain adalah bahwa apabila butir-butr soal yang


dikeluarkan terlalu sukar, maka siswa betapapun pandainya akan memperoleh
nilai-nilai rendah, sedengkan jika butir-butir soal terlalu yang rendah, maka
siswa betapa bodohnyapun akan memperoleh nilai-nilai yang tinggi.

Dalam hubungan ini maka penilaian beracuan kriterium


menggunakan standar mutlak itu sebaiknya diterapkan pada tes hasil belajar
itu mengalami uji coba decara berulang kali dan telah memberikan bukti nyata
bahwa tes tersebut sudah memliki sifat handal, baik dilihat dari segi n
realiabitasnya.

2.3 Perbedaan antara Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP)

Secara singkat, perbedaan antara PAN dan PAP dapat dilihat pada table
berikut:

11
Penilaian acuan norma (PAN) Penilaian acuan patokan (PAP)
 PAN digunakan untuk  PAP digunakan untuk
menentukan status setiap peserta menentukan status setiap
terhadap kemampuan peserta peserta terhadap tujuan yang
lain direncanakan

 Perbedaan individual mendapat  Tidak memperdulikan


penekanan dalam PA N perbedaan individual

 Pengembang PAN berupaya  Keragaman bukan menjadi


untuk menghasilkan tes-tes yang faktor penentu dalam PAP,
menghasilkan keragaman yang walaupun pada akhirnya tes-
cukup berarti tes akan membedakan peserta
yang telah menguasai dan
belum menguasai

 PAN mengukur kompetensi  PAP secara khusus


umum peserta didik menekankan pada ranah
(kawasan ) tertentu yang harus
dipelajari peserta didik

 PAN menghasilkan penguasaan  Butir-butir soal ditulis


peserta didik secara umum berdasarkan pengelompokkan,
dalam bidang pembelajaran setiap kelompok terpusat pada
tertentu tujuan tertentu

 PAN memiliki kecendrungan  PAP memberikan indikator


untuk menggunakan yang lebih meyakinkan bahwa
rentangantingkat penguasaan tujuan telah tercapai
seseorangterhadap
kelompoknya, mulaidari yang

12
sangat istimewasampai dengan
yang mengalami kesulitanan
serius

 PAN memberikan skor yang  PAP memberikan penjelasan


menggambarkan penguasaan tentang penguasaan kelompok
kelompok terhadap satu atau sejumlah
tujuan

 Sukar menentukan dan memberi  Mudah menentukan materi


bantuan materi yang belum yang belum dikuasai peserta
dikuasai peserta didik didik dan mudah memberikan
bantuan untuk menguasainya

13
BAB III Penutup

Yang dimaksud dengan skor adalah hasil pekerjaan menyekor


(memberikan anka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi
setiap buti item yang oleh testee telah dijawab dengan benar, dengan
memperhatikan bobot jawaban betulnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai adalah angka atau huruf yang
merupakan hasil ubah dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya
mengapa nilai disebut dengan skor standar (standard score).
Untuk mengoalah skor-skor tersebut menjadi nilai yang baku adalah
dengan menggunakan salah satu dari dua cara, yaitu dengan penilaian beracuan
norma dan penilaian beracuan patokan. Penilaian Acuan Patokan yaitu penilaian
yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau acuan kriteria adalah
pemberian nilai pada siswa itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara
skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu siswa, dengan
skor maksimum ideal yang mungkin dapat dicapai oleh siswa, kalau saja seluruh
soal tes dapat dijawab dengan benar. Bisa dikatakan bahwa PAN menilai dengan
melihat aplikasi siswa dalam belajar, sedangkan PAP berdasarkan nilai yang bisa
diperolehnya.

Namun penggunaan standar relatif/norma dianggap tidak adil, karena


bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha
mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi
seperti ini menjadi tidak baik bagi motivasi beberapa siswa. Kemudian standar
relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa,
karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan
mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.

Sedangkan kelemahan dari PAP adalah tidak bisa digunakan dalam


pengolahan atau penentuan nilai hasil tes sumatif, seperti pada ulangan umum
dalam rangka mengisi raport, atau pada ujian akhir dalam rangka mengisi nilai

14
ijazah maupun penentuan kelulusan seperti yang terjadi pada ujian akhir nasional
yang banyak menuai kontroversi, karena penilaian acuan patoakan ini dalam
penerapannya sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-
rata kelas) sehingga dikatakan kurang manusiawi, maka dengan penerapan
penilaian patokan dalan tes sumatif bias menyebabkan sebagian besar siswa
dinyatakan tidak naik kelas. Kelemahan lain adalah bahwa apabila butir-butr soal
yang dikeluarkan terlalu sukar, maka siswa betapapun pandainya akan
memperoleh nilai-nilai rendah, sedengkan jika butir-butir soal terlalu yang rendah,
maka siswa betapa bodohnyapun akan memperoleh nilai-nilai yang tinggi.

Jadi, kita sebagai guru harus tahu, dalam arti bisa melihat kondisi dan
waktu dalam menggunakan salah satu dari kedua acuan tersebut. Hal ini agar tidak
mengecilkan motivasi siswa.

15
Daftar Pustaka

Silalahi, Tauada. 2010. Modul Evaluasi Pendidikan. Medan: Universitas Negeri


Medan

sarkomkar.blogspot.com. 1 oktober 2010. Ringkasan BAB V Asasement


Pendidikan.

en.wordpres.com. 1 Oktober 2010. Penialaian Acuan Norma.

en.wordpres.com. 1 Oktober 2010. Penialaian Acuan Patokan.

16

You might also like