Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Supriatin
Syafrul Ridho
Triarti Br Ginting
Wiwin Andiani
Bayu Kukuh Dwi Putra
Erik
1
Kata Pengantar
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karenaNya lah kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penilaian Acuan Norma dan
Penilaian Acuan Patokan”.
Makalah ini adalah hasil kerja/diskusi kelompok VI dan bersumber dari buku-
buku dan informasi dari internet. Kemudian makalah ini akan dibahas bersama-
sama dalam forum kelas, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bagaimana mengunakan acuan penilaian yang sangat bermanfaat bagi kita
calon guru.
Demikianlah pengantar ini kami buat, penulis sadar bahwa masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, maka kami sangan mengharapkan saran ataupun
kritik untuk memperlengkap ilmu yang kita peroleh. Atas peterima
kasih.rhatiannya kami ucapkan
2
BAB I Pendahuluan
3
diolah lebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang baku
atau standar.
Dalam pengolahan dan mengubah skor mentah menjadi nilai itu ada dua
cara yang dapat ditempuh, yaitu:
a. Mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium (criterion=patokan). Cara ini
sering dikenal dengan Criterion Reverenced Evaluation, yang dalam dunia
pendidikan di tanah air disebut dengan istilah Penilaian Acuan Patokan (PAP).
b. Mengacu atau mendasarkan diri pada kelompok. Cara ini sering dikenal
dengan Norm Reverenced Evaluation atau Penilaian Acuan Norma (PAN) atau
Penilaian Acuan Kelompok (PAK).
Nah, sekarang jelas lah untuk apa kita membahas atau mempelajari standar
penilaian ini.
4
BAB II Pembahasan
1. Bahwa setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen, akan selalu
didapati kelompok, baik, sedang, dan keleompok kurang, yang
distribusinya membentuk kurva normal dan kurva simetrik. Asumsi
pertama ini mengandung makna bahawa pada setiap kegiatan pengukuran
dan penilaian hasil belejar peserta didik, sebagian besar dari peserta didik
tersebut nilai-nilai belajar terkonsentrasi atau memusat disekitar nilai
pertengahan (nilai rata-rata), dan hanya sebagian kecil saja yang nilainya
sangat tinggi atau sangat rendah.
sedang baik
kurang
5
2. Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi
relatif daripada peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu
apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di atas, di tengah,
ataukah di bawah.
(1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang
memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang
lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini
menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa.
(2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara
para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat
nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk
mendapatkannya.
Contoh 1:
Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:
6
Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu
persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi
diberikan nilai tertinggi.
Contoh 2:
55 43 39 38 37 35 34 32
52 43 40 37 36 35 34 30
49 43 40 37 36 35 34 28
48 42 40 37 35 34 33 22
46 39 38 37 36 34 32 21
7
15 33 2 6,0
16 32 2 5,8
17 30 1 5,5
18 28 1 5,1
19 22 1 4,0
20 21 1 3,8
Jumlah Mahasiswa 40
Jika skor mentah yang paling tinggi (55) diberi nilai 10 maka nilai untuk
:
8
(60 – 2 S.B.) sampai dengan (60 – 3 S.B.) adalah 2,14%
Dengan kata lain mahasiswa yang mendapat skor antara (+1 S.B. s.d. -1
S.B.) adalah 68,26%, yang mendapat skor (+2 S.B. s.d. -2 S.B.) adalah
95,44%.
Dengan demikian dapat dibuat tabel konversi skor mentah ke dalam nilai
1-10.
9
jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-
masing individu siswa, dengan skor maksimum ideal yang mungkin dapat
dicapai oleh siswa, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan benar.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada
kriterium atau pada patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai
yang diberikan kepada masing-masing individu siswa, mutlak ditentukan oleh
besar kecil atau tinggi rendahnya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing
siswa yang bersangkutan. Itu lah sebabnya mengapa penentuan nlai dengan
mengacu kepada kriterium sering disebut sebagai penentuan nilai secara
mutlak (absolute) atau penentuan nilai secara individual.
Disamping itu karena penetuan nilai seorang siswa dilakukan
denagan jalan membandingkan skor mentah hasil tes dengan skor maksimum
idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini sering juga
dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau penentuan nilai secara
teoritik, atau penentuan nialai secara das sollen.
Adapun rumus yang dapat digunakan adalah:
Nilai 85 keatas = A
Nilai 75 – 84 = B
Nilai 65 – 74 = C
Nilai 55 – 64 = D
Nilai dibawah 55 = E
10
pengajaran dengan jangka waktu tertentu. Dengan menggunakan PAP ini,
guru dapat mengetahui beberapa orang siswa yang tingkat penguasaanya
tinggi, sedang maupun rendah, maka guru tersebut akan dapat melakukan
upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai
secara optimal.
2.3 Perbedaan antara Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP)
Secara singkat, perbedaan antara PAN dan PAP dapat dilihat pada table
berikut:
11
Penilaian acuan norma (PAN) Penilaian acuan patokan (PAP)
PAN digunakan untuk PAP digunakan untuk
menentukan status setiap peserta menentukan status setiap
terhadap kemampuan peserta peserta terhadap tujuan yang
lain direncanakan
12
sangat istimewasampai dengan
yang mengalami kesulitanan
serius
13
BAB III Penutup
14
ijazah maupun penentuan kelulusan seperti yang terjadi pada ujian akhir nasional
yang banyak menuai kontroversi, karena penilaian acuan patoakan ini dalam
penerapannya sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-
rata kelas) sehingga dikatakan kurang manusiawi, maka dengan penerapan
penilaian patokan dalan tes sumatif bias menyebabkan sebagian besar siswa
dinyatakan tidak naik kelas. Kelemahan lain adalah bahwa apabila butir-butr soal
yang dikeluarkan terlalu sukar, maka siswa betapapun pandainya akan
memperoleh nilai-nilai rendah, sedengkan jika butir-butir soal terlalu yang rendah,
maka siswa betapa bodohnyapun akan memperoleh nilai-nilai yang tinggi.
Jadi, kita sebagai guru harus tahu, dalam arti bisa melihat kondisi dan
waktu dalam menggunakan salah satu dari kedua acuan tersebut. Hal ini agar tidak
mengecilkan motivasi siswa.
15
Daftar Pustaka
16