You are on page 1of 23

(Adab Bertamu Dan Menerima Tamu)

D
I
S
U
S
U
N
oleh
(kelompok 3)

KELAS X.4

Ketua: Harmika Lukman

sekretaris: Muzdalifah Muslimin

moderator: Asriani Darwis

anggota :

-Fauziah Mas’ud

-Nadra Juharis

-Alfa Sa’ad

-Suharyono

-Gusman

SMAN 1 PINRANG

TAPEL 2010/2011
KATA PENGANTAR

P uji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kesehatan dan berkat yang berlimpah sehingga kelompok kami ( kelompok 3 ) dapat
menyelesaikan tugas makalah kami, dengan mengambil judul “ Adab bertamu dan menerima
tamu “. Dalam hal ini, kelompok kami akan memberikan pandangan dan pemaparan dari beberapa
penjelasan dari berbagai media, mulai dari internet, buku maupun dari orang yang lebih
berpengetahuan . Kemudian dari berbagai pendapat tersebut, kami akan menyajikan pandangan
terhadap pendapat tersebut dan memberikan pendapat kami sendiri terhadap adab dalam bertamu dan
menerima tamu .

Pada kesempatan ini, kami juga ingin banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah
turut menyumbangkan berbagai ide, pendapat, masukan, saran, bahkan membantu dalam segi materi
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Terutama kepada pihak – pihak yang secara
langsung membantu kami .

Dari makalah ini pula, kami dengan kerendahan hati ingin menyampaikan maaf bila ada hal
atau tindakan kami yang kurang ilmiah sebagai seorang siswa. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritikkan yang membangun dari semua pembaca untuk kesempurnaan tugas
makalah kami ini.

Pinrang, 3 April 2011

Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
……………………………………………………………………………………………………………………. i

Daftar isi
……………………………………………………………………………………………………………………………… ii

Pendahuluan
………………………………………………………………………………………………………………………. 1

Pembahasan
………………………………………………………………………………………………………………………. 2

Penutup………………………………………………………………………………………………………………………
…….. 20
Pendahuluan

D i antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi


atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan
masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat
(dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili
dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.

Tapi kita tidak boleh asal berkunjung kerumah sanak family, dalam islam
terdapat adab-adab yang mengatur masalah Bertamu dan menerima tamu. Dimana
ternyata banyak aturan-aturan yang sudah kita anggap biasa.seperti banyak dari
kebanyakan kita tidak kenal waktu dalam berkunjung, misalnya saja, kita berkunjung
kerumah orang pada jam-jam istirahat dimana pemilik rumah telah tertidur, bukankah
hal itu sangat menggangu? . Misalnya lagi, kita bertamu dan memberatkan bagi sang
pemilik rumah, seperti kita menginap lama dan meminta ini itu, hal seperti ini tentunya
membuat pemilik rumah menjadi jengkel dan kesal terhadap kita.

Bukan hanya bertamu, dalam menerima tamu juga banyak aturan-aturannya,


contohnya. Kita sebagai pemilik rumah tidak boleh menunjukkan muka bosan dan
terkesan tidak ikhlas dalam menerima tamu kita.melainkan kita harus menunjukkan
kegembiraaan atas kehadiran tamu kita.

Makalah ini akan memaparkan lebih jauh mengenai adab-adab dalam bertamu
dalam bertamu.
PEMBAHASAN

Adab Bertamu

D alam kehidupan sehari-hari, dapat dipastikan bahwa seorang manusia tidak


dapat hidup seorang diri, sekaya dan secukup apapun, pastilah seorang
manusia membutuhkan pertolongan dan bantuan orang lain. Dari rasa saling
membutuhkan inilah timbul jalinan persaudaraan atau ukhuwah, pertemanan, dll. Dan
setiap kegiatan sosialisasi tentunya ada kegiatan saling berkunjung baik ke rumah
kerabat maupun menghadiri undangan walimahan kerabat, dll.

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi


atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat.
Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan
khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat
hubungan kekerabatan.

Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak
lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan
di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu
sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama
muslim.

Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian


dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan
bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)

Rasulullah bersabda yang artinya:


“Bila seseorang mengunjungi saudaranya, maka Allah berkata kepadanya: “Engkau dan
perjalananmu itu adalah baik, dan engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di al
jannah (surga).” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 345, dari shahabat Abu Hurairah )

Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah
mengetahui adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya
perangai (akhlaq) seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga
perangai (akhlaq) yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana
beliau bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”

  Siapapun kita, tentu pernah bersilaturrahmi ke rumah teman, walau sekadar


bercakap-cakap atau karena ada kepentingan bisnis.Sebab manusia selalu
membutuhkan orang lain, siapapun dia tua-muda, pria maupun wanita. Islam sebagai
agama yang sempurna tidak membiarkan masalah ini begitu saja, namun Islam
mengajarkan adab-adab bertamu, sehingga tujuan bersilaturrahmi bisa terlaksana
dengan baik. Berikut adalah beberapa adab bertamu yang diajarkan agama Islam yang
mulia ini.

1. Beri’tikad Yang Baik

Di dalam bertamu hendaknya yang paling penting untuk diperhatikan adalah


memilki i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari i’tikad dan niat yang baik ini akan
mendorong kunjungan yang dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan
dan kelembutan kepada pihak yang dikunjungi.

Bahkan bila ia bertamu kepada saudaranya karena semata-mata rasa cinta


karena Allah dan bukan untuk tujuan yang lainnya, niscaya Allah akan mencintainya
sebagaimana ia mencintai saudaranya. Sebagaimana Rasulullah :
“Ada seseorang yang berkunjung kepada saudaranya di dalam suatu kampung, maka
Allah mengirim malaikat untuk mengawasi arah perjalanannya. Ia (malaikat) bertanya
kepadanya: “Mau kemana anda pergi? Ia menjawab: “Kepada saudaraku yang ada di
kampung ini. Malaikat berkata: “Apakah dia memiliki nikmat (rizki) yang akan diberikan
kepada engkau. Dia menjawab: “Tidak, semata-mata saya mencintainya karena Allah.
Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya diutus oleh Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu.” (Shahih Al Adabul Mufrad no.
350, Ash Shahihah no. 1044)

 2. Tidak Memberatkan Bagi Tuan Rumah

Hendaknya bagi seorang tamu berusaha untuk tidak membuat repot atau
menyusahkan tuan rumah, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah yang artinya :

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya yang kemudian
saudaranya itu terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Para shahabat bertanya: “Bagaimana
bisa dia menyebabkan saudaranya terjatuh ke dalam perbuatan dosa?” Beliau
menjawab: “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak
memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim)

Al Imam An Nawawi berkata: “Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga
hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat
untuk menyakitinya atau berburuk prasangka (kecuali bila mendapat izin dari tuan
rumah).” (Lihat Syarh Shahih Muslim 12/28)
3. Memilih Waktu Berkunjung

Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu juga memperhatikan dengan cermat
waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa
menimbulkan perasaan yang kurang baik dari tuan rumah bahkan tetangganya.

Dikatakan oleh shahabat Anas :

“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau
biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Demikianlah akhlak Nabi , beliau memilih waktu yang tepat untuk mengunjungi
keluarganya, lalu bagaimana lagi jika beliau hendak bertamu/mengunjungi orang lain
(shahabatnya)? Tentunya kita semua diperintahkan untuk meneladani beliau .

4. Mengucapkan Salam

Ucapkanlah salam dengan suara yang sekiranya didengar tuan rumah, tidak
terlalu pelan dan tidak pula terlalu keras. Dengan salam berarti sang tamu berdo'a
semoga tuan rumah memperoleh keberkahan dan keselamatan. Demikianlah perintah
Allah dalam Alquran. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki
rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya." (QS.An-Nur ayat 27). Dalam riwayat Turmudzi dikisahkan bahwa Kaldah
bin Hanbal disuruh Shafwan bin Umaiyah untuk mengantarkan susu dan makanan
kepada Rasulullah yang sedang berada di atas lembah Kaldah langsung menemui
Rasulullah tanpa mengucapkan salam dan tidak minta izin. Rasulullah lalu menyuruhnya
keluar kembali dan mengucapkan, Assalamualaikum, apakah aku boleh masuk ?" Inilah
ajaran Rasulullah yang seharusnya dilakukan setiap muslim.
5. Meminta Izin Kepada Tuan Rumah

Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah di dalam firman-Nya (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An Nur: 27)

Di dalam ayat tersebut, Allah memberikan bimbingan kepada kaum mukminin


untuk tidak memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. Di antara hikmah
yang terkandung di dalamnya adalah:

Untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah bersabda yang artinya:

“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.”
(Muttafaqun ‘Alaihi)

Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya
sebagaimana pakaian itu sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta
izin kepada penghuni rumah terlebih dahulu, maka ada kesempatan bagi penghuni
rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya tersebut. Sehingga tidaklah
dibenarkan ia melihat ke dalam rumah melalui suatu celah atau jendela untuk
mengetahui ada atau tidaknya tuan rumah sebelum dipersilahkan masuk.

Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni
rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan
bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk
rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itulah
Allah melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin
penghuninya. (Taisirul Karimir Rahman, Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di)
Bagaimana Tata Cara Meminta Izin?

Para pembaca, dalam masalah meminta izin Rasulullah telah memberikan sekian


petunjuk dan bimbingan kepada umatnya, di antaranya adalah:

a. Mengucapkan salam

Diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu.

Pernah salah seorang shahabat beliau dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah
yang ketika itu beliau sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan:
“Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah pun memerintahkan pembantunya dengan
sabdanya yang artinya:

“Keluarlah, ajari orang ini tata cara meminta izin, katakan kepadanya: Assalamu
‘alaikum, bolehklah saya masuk?

Akhirnya Nabi pun mempersilahkannya untuk masuk rumah beliau. (HR. Abu Dawud)

Lihatlah wahai pembaca, perkataan “Bolehkah saya masuk” atau yang semisalnya saja
belum cukup. Bahkan Nabi memerintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dulu.

Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan adab yang pernah
dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang kepada
Nabi Ibrahim sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya (artinya):
“Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam.” (Adz Dzariyat: 25)

b. Meminta izin sebanyak tiga kali


Rasulullah bersabda yang artinya:

“Meminta izin itu tiga kali, apabila diizinkan, maka masuklah, jika tidak, maka
kembalilah.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin
itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak
maka kembalilah. Dan itu bukan merupakan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut
atau celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh
syari’at. Bahkan hal itu merupakan penerapan dari firman Allah (artinya): “Jika kamu
tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembalilah, maka hendaklah kamu
kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(An Nur: 28)

6. Membelakangi Pintu

Janganlah berdiri menghadap ke dalam rumah melalui pintu yang terbuka atau
mengintip dari balik jendela, ketika anda mengetuk pintu atau mengucapkan salam.
Tapi, berdirilah membelakangi pintu. Hal ini untuk lebih menjaga pandangan dari hal-
hal yang tidak diinginkan. Saad berkata: "Seseorang berdiri di depan pintu Rasulullah
sambil menghadap ke dalam rumah, ia bermaksud minta izin. Kemudian Rasutullah
berkata: ‘Seharusnya kamu begini atau begitu, sesungguhnya disunahkannya minta izin
hanyalah untuk menjaga pandangan.’” (HR Abu Dawud.)
7. Mengenalkan Identitas Diri

Ketika Rasulullah menceritakan tentang kisah Isra’ Mi’raj, beliau bersabda:


“Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit.
Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.” Kemudian ditanya lagi: “Siapa yang
bersama anda?” Jibril menjawab: “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua,
ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril
menjawab: “Jibril.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Sehingga Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal


Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika
seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya: “Siapa anda?” maka harus dijawab
dengan nama atau kunyah (panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah
dikenal, dan makruh jika hanya menjawab: “Saya” atau yang semisalnya.”

Ummu Hani’, salah seorang shahabiyah Rasulullah mengatakan:”Aku mendatangi


Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi beliau. Beliau bersabda: “Siapa
ini?” Aku katakan: “Saya Ummu Hani’.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Demikianlah bimbingan Nabi yang langsung dipraktekkan oleh para shahabatnya,


bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang shahabatnya ketika kurang
memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau bimbingkan ini. Sebagaimana
dikatakan oleh Jabir :”Aku mendatangi Nabi , kemudian aku mengetuk pintunya, beliau
bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab: “Saya.” Maka beliau pun bersabda: “Saya,
saya..!!.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
8. Menyebutkan Keperluannya

Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia
kepada tuan rumah. Supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah
tujuan kujungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu/
keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana Allah mengisahkan para malaikat yang
bertamu kepada Ibrahim u di dalam Al Qur’an (artinya): “Ibrahim bertanya: Apakah
urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami diutus kepada
kaum yang berdosa.” (Adz Dzariyat: 32)

9. Segera Kembali Setelah selesai Urusannya

Termasuk pula adab dalam bertamu adalah segera kembali bila keperluannya
telah selesai, supaya tidak mengganggu tua rumah. Sebagaimana penerapan dari
kandungan firman Allah : “…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah
selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan,…” (Al Ahzab: 53)

10.Bertamu Tidak Lebih dan Tiga Hari

Boleh saja seorang tamu menginap, namun sebaiknya tidak melebihi tiga hari.
cukuplah kiranya tiga han untuk melayani sang tamu. Janganlah menunggu hingga diusir
tuan rumah. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia memuliakan tamunya.” Kewajiban menenima tamu selama tiga hari bila
lebih dan itu maka ini adalah shadaqah.” (HR Bukhari Muslim).

11.Kembali Pulang bila Tuan Rumah Tidak Mengizinkan Masuk

Tak jarang tenjadi tuan rumah tidak suka diganggu dan tidak mau menenima
tamu. Karena itu, pilihlah waktu yang tepat untuk bertamu. Dan bila anda mengalami
ha! mi, pulangtah dan jangan memaksakan din untuk menemuinya. Sebab seandainya
bisa bertemu pun suasana nya tentu tidak kondusif dan mungkin serba canggung dan
kaku. Allah berfirman: “Dan jika dikatakan kepadamu.‘Kembali (saja) lah. ‘Maka
hendaklah k.amu kembali.” (QS. An-Nur ayat 28).”

 12. Tidak Memandang Sekeliling Ruangan Penuh Selidik.

Bila telah diizinkan masuk, jagalah mata dan hal-hal yang tidak boleh dilihat.
Jangan biarkan mengikuti nafsu penasaran yang serba ingan tahu dan menyelidiki
sekitan. lnilah alasan mengapa disyariatkan minta izin. Rasulullah bersabda,
‘Sesungguhnyo disyanatkan minta izin tidak lain untuk menjaga pandangan.” (HR
Turmudzi)

13. Bersikap Tawadlu dalam Majlis Tuan Rumah

Hal ini, sudah menjadi hal biasa, bahwa siapapun yang menjadi tuan rumah
tentu ia tidak ingin melihat tamunya berlaku tidak sopan. Misalnya dengan mencari-
cari majalah untuk dibaca tanpa izin. Demikianlah adab-adab dalam bertamu Dengan
memperhatkan adab-adab tersebut. sebuah kunjungan tidak saja sesuai syani’at Islam,
tapi juga bisa menjadi ajang silaturahmi yang mudah-mudahan mendatangkan
berkah.’

14. Mendo’akan Tuan Rumah

Hendaknya seorang tamu mendoakan atas jamuan yang diberikan oleh tuan
rumah, lebih baik lagi berdo’a sesuai dengan do’a yang telah dituntunkan Nabi , yaitu:

“Ya Allah…, berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki
kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim)

Demikianlah tata cara bertamu, mudah-mudahan pembahasan ini menjadi bekal


bagi kita (kaum muslimin) untuk lebih bersikap sesuai dengan bimbingan Nabi dalam
bertamu. Wallahu a’lam bis showab.
ADAB MENERIMA TAMU

S
elaku manusia yang selalu berinteraksi sesamanya, kita tentu memiliki banyak
teman, baik karena hubungan keluarga maupun karena hubungan lainnya.
Suatu saat kita tentu berkunjung kekediaman / rumah teman atau keluarga kita,
atau sebaliknya kita menerima mereka, atau orang yang belum dikenal.
Nah sebagai penerima tamu, ada baiknya diperhatikan adab berikut, yang antara
lain adalah :

1.Menjawab Salam

Menjawab salam saudara kita sesama muslim berarti merealisasikan sunnah


Rosululloh dan menunaikan hak sesama muslim.
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda:
“Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab
salam… ”
Adapun apabila ahli kitab yang mengucapkan salam, maka jawabannya
cukup hanya dengan ucapan “alaik” atau “alaikum”
saja, sebagaimana keterangan yang lalu.

2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya

Ketika sohibul bait (tuan rumah) mengetahui ada tamu yang sedang
meminta izin masuk ke rumahnya sedangkan dia tidak mengenal sebelumnya,
maka boleh menanyakan namanya. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan:
“Siapa nama Anda?”, “Siapa itu?”
atau pertanyaan serupa lainnya.
Dari Qotadah dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada sahabat Anas: Apakah berjabat
tangan itu ada pada zaman sahabat Nabi” Maka dia menjawab:
“Ya”.

Hikmah berjabat tangan sesama muslim sangat banyak sekali, antara


lain: dapat melapangkan dada, menambah erat ukhuwah Islamiyah dan
dapat menghapus dosa selama belum berpisah.

3. Boleh Menolak Tamu

Alloh memberi wewenang kepada shohibul bait untuk menentukan


sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan menolak. Jika
memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya dia menolak
dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang baik.

Dari Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata:

… barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya
memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan
hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam.

4. Berjabat Tangan

Ketika bertemu dengan tamu saudara sesama muslim, disunnahkan berjabat


tangan sebagaimana amalan para sahabat Nabi Muhammad.

Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata:


Saya datang kepada Rosululloh untuk membayar hutang ayahku, aku mengetuk
pintu rumahnya. Beliau bertanya: “Siapa itu?

5. Mencium Tangan

Ulama berbeda pendapat tentang hukum mencium tangan orang lain. Sebagian
berpendapat hukumnya haram. Seperti Imam Al-Qurthubi, Abu Sa’id Al-Mutawali
dan lainnya, karena mencium tangan orang lain adalah kebiasaan orang
asing dalam rangka mengagungkan pimpinannya.

Sebagian lain berpendapat bahwa boleh mencium tangan orang yang ahli
zuhud, ahli ilmi, orang yang shalih dan orang yang memiliki kemuliaan
dien. Hal itu tidak dibenci bahkan disunnahkan.

Tetapi jika mencium tangan orang karena kekayaannya, atau karena kedudukan
urusan dunianya atau karena kekuatannya maka sangat dibenci. Hal ini
sebagaimana dituturkan oleh Imam Nawawi.

Adapun dalil yang membolehkannya:

Usamah bin Syarik pernah mencium tangan Rosululloh. Sahabat Umar pernah
berdiri mencium tangan Rosululloh. Rosululloh pun pernah mengizinkan
orang Arab Badui mencium kepala dan kakinya. Tsabit pernah mencium
tangan Anas. Ali bin Abu Thalib pernah mencium tangan dan kaki Al-Abbas.

Syaikh Muhammad Abu Bakar berkata:

"Abdur Rohman bin Ka’ab bin Malik ketika turun ayat yang
menjelaskan diterima taubatnya oleh Alloh dia mencium tangan dan kedua
lutut Rosululloh ".
Pendapat yang lain mengatakan:

"Jika mencium itu dimaksudkan untuk mengagungkan dan membesarkannya


maka hukumnya harom sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Abhari. ketika
menukil kalam Imam Malik."

Kesimpulannya: Syaikh Jamil Zainu berkata,


"Kami berpendapat boleh mencium tangan utama bila mereka
mengulurkan tangannya bukan karena sombong, bukan untuk dimintai barokah,
tidak dijadikan kebiasaan, tidak membatalkan jabat tangan dan tangannya
tidak diletakkan di atas keningnya".

6. Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis

Maksudnya, jika yang bertamu adalah kaum laki-laki sedangkan shohibul


bait-nya seorang wanita, maka hendaknya shohibul bait tidak
segera mengizinkan para tamu untuk masuk rumah sebelum memberitahu
suami atau mahromnya supaya tidak terjadi kholwat atau bersepi-sepi
dengan laki-laki yang bukan mahromnya dan agar tidak menimbulkan fitnah
di dalam keluarga.

Dari Ibnu Abbas dari Nabi beliau bersabda: "Janganlah seorang


laki-laki menyepi dengan seorang perempuan kecuali ada mahromnya,
lalu ada seorang laki-laki berdiri seraya bertanya:

"Wahai Rosululloh, istriku akan menjalankan haji, sedangkan


aku telah mewajibkan diriku untuk mengikuti perang ini dan ini?"

Beliau berkata: "Kembalilah dan berangkatlah haji bersama


istrimu ". (HR Bukhori).
7. Menolak Tamu Yang Membanci

Dari Ibnu Abbas ia berkata:

Nabi melaknat orang laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita


dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki. Beliau bersabda:
"Keluarkan mereka dari rumahmu!" ia (Ibnu Abbas)
berkata: Lalu Nabi mengeluarkan fulan yang banci dan sahabat Umar
pun mengeluarkan fulan yang membanci.

Alloh membedakan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana yang tercantum


dalam surat Ali Imron ayat 36. Laki-laki dilarang menyerupai perempuan,
demikian pula sebaliknya.

Larangan penyerupaan ini meliputi tingkah laku, pakaian dan keindahan


yang menjadi kekhususan masing-masing. Jika hal ini dilanggar maka
akan dikenakan hukuman sebagaimana maksud hadits di atas.

Kita sekarang hidup di zaman fitnah, fitnah syubhat dan fitnah syahwat.
Banyak laki-laki bertingkah seperti wanita, memakai kalung, memakai
anting-anting, rambutnya dipanjangkan dan disanggul. Sebaliknya wanitapun
bertingkah seperti laki-laki.

Maka kita sebagai umat Islam wajib memahami hadits di atas agar menjadi
pengingat untuk kita dan keluarga kita semua. Mengusir orang yang
membanci karena ingin membela dan mempertahankan sunnah Nabi Muhammad
lebih utama dan terpuji, walaupun mendapat penilaian manusia sebagai
orang yang kurang sopan.
Kita beramal hanya untuk mencari ridlo Alloh, untuk mendapat pahala-Nya
dan supaya dijauhkan dari siksaan-Nya; bukan untuk menyenangkan manusia
apalagi mereka tidak merasa malu melanggar hukum Alloh.

8. Menyambut Tamu Dengan Gembira

Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira,


wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap
atau akhlaknya yang jelek.

Dari Aisyah ia berkata:

"Sesungguhnya ada seorang yang mints izin kepada Nabi. Ketika


Nabi melihatnya sebelum dia masuk, beliau berkata:

"Dialah saudara golongan terjelek, dialah anak golongan terjelek"

Kemudian setelah dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan mempersilakan


padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah berkata kepada Rosululloh:

"Wahai Rosululloh ketika engkau lihat laki-laki itu tadi,


engkau berkata begini dan begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan
engkau mempersilakan padanya?"

Maka Rosululloh bersabda:

"Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor? Sesungguhnya


sejelek-jelek manusia di sisi Alloh pada hari Qiamat adalah orang
yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya ".

9. Menjamu Tamu Sesuai Kemampuan


Memuliakan tamu adalah sunnah Rosululloh dan para sahabatnya. Memuliakan
tamu bisa dengan penampilan wajah yang berseri-seri, atau jamuan makan
dan minum sesuai kemampuan lebih-lebih apabila tamu itu datang dari
jauh. Silahkan simak hadits ini berulang-ulang, semoga kita dapat
mengambil manfaatnya:

Dari Abu Hurairoh, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertamu kepada


Nabi, lalu beliau menyuruh utusan untuk meminta makanan kepada istrinya.
Sang istri berkata: "Kita tidak mentpunyai apa-apa kecuali
air".

Lalu Rosululloh bertanya kepada sahabatnya: "Siapa yang bersedia


menjamu dan menanggung tamu ini?" Ada salah seorang sahabatAl-Anshor
berkata: "Saya sanggup wahai Nabi.”

Maka dibawalah tamu tersebut ke rumah istrinya, lalu sahabat itu berkata
kepada istrinya: "Jamulah tamu Rosululloh ini".
Istrinya menjawab: "Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan
untuk anak-anak kita yang masih kecil ini".

Sahabat itu berkata: "Siapkan makananmu itu sekarang. Nyalakan


lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin makan malam ". Sang
istri itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan makanan untuk tamunya,
menyalakan lampu dan menidurkan anaknya.

Lalu sang istri berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampu lalu


mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan tamunya seolah-olah keduanya
ikut makan, lalu semalaman suanti istri tidur dengan menahan lapar.

Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah Rosululloh. Lalu Rosululloh
bersabda: "Tadi malam Alloh tertawa, atau heran (takjub)
dengan perbuatan kamu berdua ", maka turunlah ayat:
Dan mereka (yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan kepentingan (sahabat
muhajirin daripada kepentingan dirinya sendiri), sekalipun mereka
dalant keadaan sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga dari
kebakhilan maka mereka itulah orang yang beruntung. (QS. Al-Has.yr:9) ".

Begitulah keindahan kehidupan para sahabat, karena hati mereka penuh


dengan iman, mereka lebih mendahulukan kepentingan saudaranya sesama
muslim daripada kepentingan pribadinya sendiri.

Memang hidup indah bila dibekali dengan iman. Hal ini kita ungkapkan
untuk mengoreksi diri kita semua sejauh mana kita mengamalkan sunnah
Rosululloh.

Akhirnya kami mohon kepada Alloh semoga dengan ilmu yang telah kita
terima berupa adab bertamu dan menerima tamu ini, kita diberi kemampuan
untuk mengamalkan dan menda’wahkannya.
PENUTUP

yukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa karena telah memberi kami waktu dan

kesempatan untuk menyelesaikan makalah kami yang berjudul ADAB BERTAMU DAN

MENERIMA TAMU, dan kami sungguh sangat berterima kasih kepada bapak guru karena telah

banyak membantu dalam penyelesian makalah kami ini .Dan dari makalah ini pula, kami dengan

kerendahan hati ingin menyampaikan maaf bila ada hal atau tindakan kami yang kurang ilmiah

sebagai seorang siswa. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritikkan yang

membangun dari semua pembaca untuk kesempurnaan tugas MAKALAH kami ini.

You might also like