You are on page 1of 11

IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID)

PADA IBU HAMIL ( BUMIL)


April 20, 2005 oleh putriazka 36 Komentar

Posted By: Deswita

1. Pengertian

Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya
pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005).
Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian
dimurnikan (Setiawan, 2006).
Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III (Dinkes
Jateng, 2005)

1. Manfaat imunisasi TT ibu hamil

a. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum (BKKBN, 2005; Chin,
2000). Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi
berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistim saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001).
b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000)

Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program
imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum
(Depkes, 2004)

1. Jumlah dan dosis pemberian imunisasi TT untuk ibu hamil

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001),
dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000).

1. Umur kehamilan mendapat imunisasi TT

Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan


imunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005). TT1 dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil
dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan
(Depkes RI, 2000)

1. Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2

Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu
(Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).
1. Efek samping imunisasi TT

Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan
pada tempat suntikan (Depkes RI, 2000). TT adalah antigen yang sangat aman dan juga
aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT (Saifuddin dkk, 2001).

Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak
perlukan tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2000).

1. Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT

a. Puskesmas
b. Puskesmas pembantu
c. Rumah sakit
d. Rumah bersalin
e. Polindes
f. Posyandu
g. Rumah sakit swasta
h. Dokter praktik, dan
i. Bidan praktik (Depkes RI, 2004).

Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah imunisasi diberikan dengan gratis.

Pustaka:

BKKBN., 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak Balita).

Chin, James., Kandun, I Nyoman., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Available at
www.ppmplp.depkes.go.id

Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi

Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi ketujuh.

Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at http://adln.lib.unair.ac.id

Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Waspodo, Djoko.,
2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-
POGI dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Jumat, 25 Februari 2011
Evaluasi Program Puskesmas Imunisasi TT(Tetanus Toxoid) pada Ibu Hamil
Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional
yang berkesinambungan (Depkes RI, 2005).

Keberhasilan Pembangunan Kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya


manusia yang sehat, terampil dan ahli serta disusun dalam satu program kesehatan dengan
perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi  epidemiologi yang valid (Depkes
RI, 2005). 
Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada program-program penurunan Angka Kematian
Bayi (AKB) sebagai salah satu indikator penting dalam kesehatan masyarakat. AKB telah
menurun dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2005, dan diproyeksikan terus menurun menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup  pada
tahun 2010. AKB ini sangat penting, karena tingginya AKB menunjukkan rendahnya kualitas
perawatan selama masa kehamilan, saat persalinan, masa nifas, status gizi dan penyakit infeksi
(Depkes RI, 2006).

Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang disusun oleh
WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, tetanus masih merupakan penyebab
utama kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian akibat tetanus di negara
berkembang 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 % (18032
bayi) dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian: imunisasi tetanus tetap rendah (Depkes
RI-WHO, 2006). 

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus Neonatorum (TN)
merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke 5 dengan
proporsi 5,5 %. (SubDit Imun.Epim-Kesma, 2003). Kematian bayi karena Tetanus Neonatorum
(TN) disebabkan oleh infeksi basil tetani (Clostridium Tetani) dalam bentuk spora tahan
bertahun-tahun di tanah dan saluran cerna, oleh karena itu penyakit TN tidak dapat dibasmi
melainkan hanya ditekan angka kejadian TN hingga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup (Panitia
PIN, 1996).

Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi diantaranya adalah pemberian
imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada calon pengantin wanita dan ibu hamil. Pada ibu hamil
imunisasi TT ini diberikan selama masa kehamilannya dengan frekuensi dua kali dan interval
waktu minimal empat minggu. Tujuan imunisasi ini adalah memberikan kekebalan terhadap
penyakit tetanus neonatorum kepada bayi yang akan dilahirkan dengan tingkat perlindungan
vaksin sebesar 90-95 %. Oleh karena itu cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan
secara sungguh-sungguh dan menyeluruh (Azwar, 2002). 

Pemberian imunisasi TT tersebut dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan seperti


puskesmas, posyandu, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karenanya kunjungan
ibu hamil untuk memeriksakan diri pada tempat-tempat pelayanan kesehatan tentunya akan
memberikan dampak positif terhadap peningkatan cakupan pelayanan imunisasi TT ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan frekuensi kunjungan ibu hamil ke bagian Kesehatan ibu dan Anak
(KIA) di puskesmas diperlukan upaya Pemantauan wilayah Setempat (PWS) mengenai program
KIA dan Imunisasi di Puskesmas (Depkes RI, 2005).

Dengan pencapaian cakupan TT ibu hamil, Tetanus Neonatorum (TN) dapat dieliminasi. Jika
dilihat dari hasil pencapaian TT ibu hamil maka dari tahun ke tahun pencapaiannya masih belum
mencapai target yang diharapkan dan keadaan ini akan memungkinkan terjadinya kasus  tetanus
neonatorum di mana saja, terutama pada daerah-daerah yang cakupan TT ibu hamilnya masih
rendah. Pada tahun 2002, cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional telah mencapai 78,5
% untuk pemberian TT1, sedangkan untuk TT2 mencapai 71,6 %. Tetapi, pada tahun 2003
cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional menjadi turun, untuk TT1 cakupannya 71,71 %
sedangkan untuk TT2 hanya mencapai 66,1 %. Dari data diatas dapat dilihat bahwa upaya
pencegahan tetanus neonatorum dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil melalui
kegiatan rutin belum menunjukkan hasil yang efektif, disebabkan cakupan imunisasi tersebut
mengalami penurunan dan belum mencapai 100 % (Depkes RI, 2003).

Cakupan TT lengkap ibu hamil  pada tiap puskesmas juga belum merata dimana dari 20
puskesmas hanya 8 puskesmas yang cakupan TT lengkap ibu hamil mencapai UCI dan ada 12
puskesmas yang cakupannya belum mencapai UCI dimana cakupan indikator UCI minimal 80
%. Banyak faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi TT  ibu hamil
diantaranya adalah waktu pelayanan imunisasi, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan
rantai vaksin, peralatan suntik imunisasi, pelatihan petugas imunisasi, kerja sama lintas program,
kerja sama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS),
penyuluhan ( Depkes RI, 2005).

Selain itu, pada pelaksanaan di lapangan ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pencapaian
cakupan imunisasi diantaranya adalah  pendidikan petugas imunisasi, pengetahuan petugas,
jumlah petugas pelaksana imunisasi, pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi TT dan
tersedianya kendaraan operasional.
Cakupan imunisasi TT1 dan TT2 pada ibu hamil di Propinsi Lampung pada tahun 2002-2004
berfluktuatif naik turun. Sasaran imunisasi TT1 dan TT2 dari tahun 2002 yaitu 182.983 ibu
hamil, cakupan TT1 ibu hamil di propinsi Lampung tahun 2002 adalah 84,10% (153.834 ibu
hamil) dan cakupan TT2 80,70% (147.665 ibu hamil) kemudian pada tahun 2003 mengalami
penurunan. Sasaran ibu hamil 186.228, cakupan TT1 75,26% (140.146 ibu hamil) dan TT2
70,69%(131.650 ibu hamil) dan TT2 pada tahun 2003 belum mencapai target yaitu 73,29%.
Kemudian pada tahun 2004 meningkat kembali, cakupan TT1 90,41% dan TT2 87,21% (Profil
Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung terdapat satu angka kejadian tetanus
neonatorum pada tahun 2009 dan tidak menyebabkan kematian. Hal ini meningkat dari tahun
sebelumnya pada tahun 2008 yang tidak terdapat kasus infeksi tetanus neonatorum. Dengan
ditemukannya kasus tersebut membuktikan bahwa tetanus belum musnah dan masih mengancam
siapa saja terutama bayi yang akan lahir. Untuk itu peran tenaga kesehatan dalam upaya untuk
memberantas penyakit tetanus toksoid sangat diperlukan. Tidak hanya tenaga kesehatan saja
yang bertanggung jawab untuk memusnahkan kasus tersebut namun peran dari seluruh lapisan
masyaarakat sangat diperlukan terutama bagi remaja putri yang akan menikah dan ibu hamil
untuk berpartisipasi dalam pogram pemerintah untuk menghilangkan angka kematian bayi yang
diakibatkan oleh infeksi tetanus toksoid (Dinkes Lampung, 2009).

Data sasaran dan cakupan program imunisasi TT pada ibu hamil di Puskesmas Rawat Simpur
pada Januari – Desember 2010 di dapatkan cakupan sebesar 58 % sedangkan targetan imunisasi
TT adalah 80 %. Sehingga dari data yang diperoleh terdapat kekurangan cakupan dari targetan
yang cukup signifikan yaitu 22 % (Puskesmas Simpur, 2011)

TINJAUAN PUSTAKA
Tetanus Neonatorum

Pengertian
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari  (Stoll, 2007). Tetanus adalah
suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama
kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran ((Ismoedijanto, 2006).    Tetanus
neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh
Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf
pusat (Saifuddin, 2001).

Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi
hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan
seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan
kejang–kejang (WHO, 1989). 

Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia,
tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat
pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih (Ngastijah, 1997).

Etiologi 
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang
hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang
berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick)
(Bleck, 2000). Spora ini mampu bertahan hidup dalam lingkungan panas, antiseptik, dan di
jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan bertahun. (Ritarwan,
2004). Bakteria yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia,
dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah yang terkontaminasi (Arnon, 2007). Clostridium
tetani merupakan bakteria Gram positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat
neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot (Suraatmaja,
2000).

Faktor Risiko

Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:


a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan Clostridium tetani lebih
mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai
riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat
penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.

b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat


Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko penularan
penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang
dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan
seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).

c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat


Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan untuk
menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut
dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut
bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi
risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).

d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan


Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting. Tempat pelayanan
persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko untuk menimbulkan penyakit pada bayi yang
akan dilahirkan, malah pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal
sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008).
  
e. Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah
kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat
disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah
mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

Patogenesis
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan memudahkan spora
Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan
berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui
sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang
otak, seterusnya menyebabkan gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer (Arnon,
2007). Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah
keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga
terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga
penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu (Abrutyn,
2008).

Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher. Pada
saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi.
Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sebaik sahaja
toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan. Pada sistim saraf
otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses pernafasan,
metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot.
Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara berlebihan
(hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom. Kejadian gejala penyulit ini
jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala tersebut timbul
(Ismoedijanto, 2006).

Gejala Klinis
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku seperti menangis dan
menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala
tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat
mecapai 1 – 2 hari dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi
makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani
dengan susunan saraf pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit;
semakin jauh tempat invasi, semakin panjang masa inkubasi.

Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:


a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan otot
pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-
kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi
tak dapat menetek (Chin, 2000).
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak
tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada
tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur
tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan. Selain
otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita
merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. e. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih
dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
f. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus
dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan
gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut
jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan
hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil
(retensi urin).
g. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah
penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang
kuat dan sebagainya. Lambat laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga
menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama
lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan
kematian (Ningsih, 2007).

Pencegahan
Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan pada tindakan
menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan pengendalian lingkungan
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat
wajib menggunakan alat yang steril (WHO, 2006).

Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan


semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan,
pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu bersih
tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan
tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang
bersih dan perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil (Djaja, 2003). Pemberian imunisasi TT
minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus
neonatorum (Vandaler, 2003; WHO, 2008).

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Pengertian
Imunisasi ialah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Depkes
RI, 1999).

Imunisasi TT adalah suntikan vaksin tetanus untuk meningkatkan kekebalan sebagai upaya
pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005).

Tujuan program Imunisasi di Puskesmas


Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I)
Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010
b. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum/ETN (insiden dibawah 1/1000 kelahiran hidup
dalam satu tahun) pada tahun 2005
c. Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005 serta sertifikasi
bebas polio pada tahun 2008
d.Tercapainya Reduksi Campak (Recam) pada tahun 2004 (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung,
2006).

 Manfaat
Manfaat imunisasi TT pada ibu hamil adalah:
- Dapat melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum (Chin, 2000).
- Dapat melindungi ibu hamil terhadap kemungkinan terjadinya tetanus apabila terluka (Depkes
RI, 2000).

Kedua-dua manfaat tersebut adalah penting dalam mencapai salah satu tujuan dari program
imunisasi secara nasional yaitu, eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum (Depkes,
2004).

Jumlah dan Dosis Imunisasi TT untuk Ibu Hamil


Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (Saifuddin, 2001), dengan dosis 0,5 cc
disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan (Depkes RI, 2000). Sebaiknya imunisasi TT
diberikan sebelum kehamilan 8 bulan. Suntikan TT1 dapat diberikan sejak diketahui postif hamil
dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI,
2000). Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu
(Saifuddin, 2001; Depkes RI, 2005).

Efek Samping
Biasanya hanya terjadi gejala-gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada
tempat suntikan (Depkes RI, 2000). TT adalah antigen yang sangat aman untuk wanita hamil.
Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT (Saifuddin, 2000).
Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari dan akan sembuh sendiri tanpa diperlukan
tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2000).
Tempat Pelayanan
Pelayanan imunisasi TT dapat dujumpai di:
a. Puskesmas,
b. Puskesmas pebantu,
c. Rumah sakit,
d. Rumah bersalin,
e. Polindes,
f. Posyandu,
g. Rumah sakit swasta,
h. Dokter praktik, dan
i. Bidan praktik (Depkes RI, 2004).

Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah imunisasi diberikan dengan gratis

You might also like