You are on page 1of 6

PRESTASI DAN DISIPLIN KERJA

A. PRESTASI KERJA
Prestasi kerja merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris Job Performance.
Prestasi kerja dapat diartikan sebagai kinerja yang ditampilkan oleh seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya. Prestasi kerja menampilkan keterampilan seorang pegawai
secara umum.
Prestasi kerja adalah suatu perbuatan atau suatu penampilan umum keterampilan.1
Scott A. Snell dan Kenneth N Wexley dalam Timpe menyatakan bahwa kinerja adalah
kulminasi tiga elemen yang saling berkaitan, yaitu : keterampilan, upaya dan sifat
keadaan eksternal.2
Prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam kurun waktu tertentu.3
Prestasi kerja pegawai (employee performance) merupakan suatu tingkatan,
dimana para pegawai dapat mencapai persyaratan-persyaratan dari suatu pekerjaan.4
Prestasi kerja seseorang dapat dilihat dari ketercapaian target atau standar kerja yg
telah ditetapkan. Prestasi kerja juga dinilai melalui ketepatan dan efisiensi waktu.
Ketepatan dan efisiensi waktu dalam bekerja menunjukkan prestasi kerja yang tinggi.
Bacal berpendapat bahwa standar prestasi kerja merupakan suatu pernyataan yang
menguraikan kriteria-kriteria apa yang akan dipergunakan untuk menentukan berhasil
tidaknya pegawai mencapai masing-masing tujuan pekerjaannya. Biasanya persyaratan
atau Kriteria yang menjadi standar pekerjaan ditetapkan oleh organisasi tempat pegawai
tersebut bekerja. Standar suatu pekerjaan dapat ditentukan melalui tercapai tidaknya
target yang ditentukan. Terkadang, standar kerja juga ditentukan melalui kepuasan
orang yang memanfaatkan hasil kerja, seperti manajer, atau konsumen. Ketercapaian
standar kerja menunjukkan kualitas pegawai yang bersangkutan.
Spencer menjelaskan bahwa prestasi kerja diperlihatkan melalui tindakan pegawai
dalam menggunakan kompetensinya untuk mencapai suatu hasil kerja. Kompetensi
merupakan syarat mutlak terlaksananya pekerjaan sehingga prestasi kerja dapat dicapai.
Kompetensi di sini tak sebatas pada pengetahuan dan keterampilan saja, kepribadian
yang baik sehingga memungkinkan pegawai dapat mengoptimalkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya. Terdapat lima tipe karakteristik kompetensi yang
dimiliki pegawai yaitu : (1) Motives yang ditunjukkan oleh konsistensi antara pemikiran
atau keinginan sebagai penyebab tindakan; (2) Trait yang ditunjukkan karakteristik fisik
serta konsistensi respon terhadap situasi atau informasi; (3) Self concept yang meliputi
nilai, sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri; (4) Knowledge, yaitu informasi
yang diketahui secara spesifik; dan (5) Skill yaitu keterampilan untuk melakukan
pekerjaan khusus baik itu yang besifat pekerjaan mental ataupun pekerjaan fisik.
1
John Whitemore, Coaching for Performance ; Seni Mengarahkan untuk
Mendongkrak Kinerja, terjemahan Y. D. Helly Purnomo (Jakarta : Gramedia, 1997),
p. 104.
2
A. Dale Timpe (ed), Sari Ilmu dan seni Manajemen Bisnis : Kinerja (Jakarta :
Gramedia, 1993), p. 329.
3
John H. Bernardin and E. A. Russel, Human Resources Management, an Experiental
Approach (Singapore : McGraww-Hill, 1993), p. 378.
4
Hendri Simamora, manajemen sumber daya manusia (Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN, 1995), p.75
4
Hendri Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta; Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN, 1995), p.320
Prestasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, seperti situasi kerja, kondisi
kerja, dan lain-lain. Secara umum, prestasi kerja ini dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri,
sedangkan faktor eksternal merupakan merupakan faktor dari luar seperti lingkungan
kerja, kebijakan, rekan kerja, dan lain-lain. Menurut Sedarmayanti, ada tiga faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja seseorang, yaitu : (1) Faktor individu antara lain meliputi
intelektualitas, keterampilan, kepribadian atau psikologis, fisik, motivasi, dan orientasi
nilai; (2) Faktor organisasi meliputi sistem, peranan kelompok, dan iklim organisasi;
dan (3) Lingkungan eksternal seperti keluarga, kondisi politik, kondisi ekonomi, kondisi
sosial budaya, dan perubahan teknologi.
Prestasi kerja juga dipengaruhi oleh interaksi yang ada dalam organisasi. Hal-hal
semacam kebijakan, kapasitas pekerja, komunikasi, dan kepuasan kerja dapat
mempengaruhi prestasi kerja. Pendek kata, keharmonisan dan kondusifnya suatu
organisasi tempat bekerja dapat mempengaruhi prestasi kerja. James F. Bolt dalam
Timpe mengemukakan bahwa elemen-elemen dalam lingkungan kerja yang
mempengaruhi prestasi kerja antara lain sifat pekerjaan itu sendiri, sumberdaya yang
ada bagi individu, kapabilitas individu, umpan balik yang diterima, dan akibat-akibat
dari pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Mondy dan Noe berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah sistem formal
yang digunakan untuk memeriksa dan mengevaluasi secara berkala prestasi seseorang.
Penilaian prestasi kerja berguna untuk menentukan langkah perbaikan pekerjaan.
Melalui penilaian prestasi kerja ketercapaian target dapat diketahui. Pada tahap
selanjutnya akan dijelaskan bagaimana prestasi kerjaan dinilai atau dievaluasi. Tinggi
rendahnya prestasi kerja diketahui melalui proses penilaian terhadap pelaksanaan
pekerjaan. Dalam pandangan manajemen penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan.
Dalam pandangan manajemen, penilaian prestasi kerja merupakan bentuk controlling.
Ini salah satu sebab mengapa penilaian prestasi kerja menjadi salah satu hal yang
penting dalam sebuah organisasi.
Penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk menilai apakah seorang pegawai
telah melakukan pekerjaannya dengan efektif dalam mencapai target yang diajukan.
Pada sisi lain penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk memperbaiki cara dan hasil
pekerjaannya, karena pada hakikatnya, penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Hasil penilaian prestasi kerja dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
keputusan penting seperti seleksi, promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.
Penilaian prestasi kerja dapat mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Penilaian prestasi kerja dapat digunakan pemberian umpan-balik kepada pegawai
mengenai bagaimana pandangan organisasi terhadap prestasi kerja mereka. Penilaian
prestasi kerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk alokasi imbalan seperti untuk
menetapkan keputusan-keputusan kenaikan gaji dan jenis imbalan lainnya. Manajemen
dapat menggunakan hasil penilaian prestasi kerja untuk keputusan sumber daya manusia
yang umum. Hal ini senada dengan pendapat Robbins bahwa dilaksanakannya penilaian
prestasi kerja atau evaluasi kinerja memiliki sejumlah maksud dalam organisasi.
Menurut Siagian, ada lima tujuan penelitian penelitian prestasi kerja, antara lain :
(1) sebagai pendorong peningkatan prestasi kerja, (2) sebagai bahan pengambilan
keputusan dalam pemberian imbalan, (3) untuk kepentingan mutasi pegawai, (4) guna
menyusun program pendidikan dan pelatihan, dan (5) membantu para kepegawaian
untuk menyusun program pengembangan karir yang paling tepat.
Ruky menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian prestasi kerja antara lain: (1)
Meningkatkan prestasi kerja pegawai baik secara individu ataupun kelompok dengan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
dalam kerangka pencapaian tujuan perusahaan; (2) Mendorong kinerja secara
keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas kerjanya; (3) Merangsang
minat dalam pengembangan pribadi dengan cara memberikan umpan balik pada mereka
tentang prestasi kerja mereka; (4) Memudahkan penyusunan program pengembangan
dan pelatihan yang tepat guna; (5) Menjadi alat atau sarana pembanding prestasi kerja
pegawai kaitannya dengan kebijakan sistem imbalan; serta (6) Memberikan kesempatan
kepada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal-hal
yang ada kaitannya.
Sebagai sebuah evaluasi, tentu saja penilaian prestasi kerja harus memiliki standar
tertentu. Robbins mengemukakan bahwa ada tiga perangkat yang paling populer yaitu
hasil tugas individu, perilaku dan ciri. Hasil kerja menjadi cara yang paling umum untuk
menilai prestasi kerja, karena sebagai ‘produk’ pada dasarnya hasil kerja
memperlihatkan kualitas individu dalam bekerja. Disisi lain, kedisiplinan diterapkan
agar dapat membentuk perilaku kerja yang positif, maka dari itu, perilaku menjadi
kriteria tersendiri dalam penilaian prestasi kerja. Pendek kalimat, perilaku pekerja dapat
mencerminkan kedisiplinan pekerja yang bersangkutan. Umumnya, standar kinierja
diterjemahkan melalui kekhasan tertentu, sehingga standar kerja ini memiliki ciri
tertentu yang mengindikasikan tercapainya standar kerja.
T.R. Mitchel dalam Sedarmayanti, ada beberapa aapek prestasi kerja yang dapat
dijadikan ukuran dalam menilai prestasi kerja, antara lain: (1) Quality of work – kualitas
hasil kerja, (2) Promptness – ketepatan waktu, (3) Initiative – prakasa menyelesaikan
tugas, (4) Capability – kemampuan menyelesaikan tugas, dan (5) Comunication –
kemampuan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Namun demikian tidak semua jenis
pekerjaan dilihat berdasarkan kelima ukuran tersebut. Maka dari itu, aspek penilaian
prestasi kerja mesti disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Prestasi kerja
dapat dilihat dari spesifikasi pekerjaan. Penilaian prestasi kerja sebaiknya tidak hanya
difokuskan pada karakter pegawai secara individual seperti sifat, perangai, kecerdasan
dan sebagainya, akan tetapi menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat hasil kerja,
seperti kualitas dan kuantitas hasil kerja serta ketepatan waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan. Obyek yang menjadi sasaran penilaian prestasi kerja meliputi antara lain
hasil kerja, kemampuan, sikap terhadap pekerjaan, kepemimpinan kerja, dan motivasi
kerja. Manajemen organisasi harus mampu menciptakan assesment yang tepat untuk
menilai prestasi kerja pegawainya.
Ada beragam pandangan dalam cara menilai prestasi kerja. Penilaian prestasi
kerja bersifat relatif, tergantung dari situasi dan bentuk pekerjaan tersebut. Pegawai
bidang akutansi dinilai berdasarkan kualitas laporan keuangan. Front officer dinilai dari
kualitas pelayanannya. Jadi, penilaian prestasi kerja tidak dapat mutlak sama. Namun,
setidaknya ada prinsip-prinsip dalam melakukan prestasi kerja. Cascio dalam Ruky,
bahwa ada 6 syarat penilaian prestasi kerja yang efektif, yaitu: (1) Relevance, hal-hal
yang diukur terkait dengan pekerjaannya apakah itu input, proses, atau outputnya; (2)
Sensitivity, sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara pegawai
yang berprestasi atau pegawai yang tidak berprestasi; (3) Reliability, sistem yang
digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa menggunakan tolok ukur yang
obyektif, sahih, akurat, konsisten, dan stabil; (4) Acceptability, sistem yang digunakan
harus dapat dimengerti dan diterima oleh pegawai yang menjadi penilai ataupun yang
dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya, dan (5)
Practicality, semua instrumen misalnya formulir yang digunakan tidak rumit sehingga
mudah menerapkannya.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa agar pegawai mencapai prestasi kerja yang
tinggi, diperlukan pengetahuan dan keterampilan serta sikap positif terhadap pekerjaan,
penampilan dalam melaksanakan pekerjaan merupakan kriteria utama dalam penilaian
prestasi kerja.
Pengetahuan selalu dibutuhkan manusia dalam menjalankan aktivitas
kesehariannya. Manusia akan memerlukan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan,
tepatnya untuk mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Manusia menggunakan
pengetahuan untuk menemukan berbagai berbagai sudut pandang terhadap suatu hal,
sehingga dapat menemukan penyelesaian masalah yang paling baik.
Suriasumantri berpendapat bahwa pengetahuan pada hakekatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu termasuk didalamnya adalah
ilmu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langusng turut
memperkaya kehidupan kita.5
Menurut Davenport dan Prusak, pengetahuan merupakan sebuah sistem campuran
dari pengalaman yang terencana, nilai-nilai, informasi yang kontekstual dan keahlian
menyediakan sebuah kerangka kerja untuk mengevaluasi dan mempersatukan
pengalaman dan informasi baru. Hal ini berkembang dan terjadi dalam pikiran-pikiran
yang mengetahuinya. Dalam organisasi, hal ini menjadi melekat hanya dalam dokumen-
dokumen dan laporan-laporan tetapi juga dalam rutinitas organisasi, proses-proses,
praktek-praktek dan norma-norma.6
Suriaumantri mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah ahsil proses yang rumit
dimana merangsang panca indra yang menyebabkan perubahan dalam organ
badan.7Senada dengan pendapat tersebut Soekanto berpendapat bahwa pengetahuan
merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai penggunaan panca indranya dan
berbeda sekali dengan kepercayaan atau tahayul dan penerangan-penerangan yang
keliru.8
Gage dan Berliner berpendapat bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk
mengingat atau menyadari adanya ide-ide, fakta dan lain sebagainya dalam situasi
tertentu yang berbentuk isyarat, sinyal dan petunjuk untuk mengetahui apakah
pengetahuan itu telah disimpan.9 Sejalan dengan definisi tersebut, Denning berpendapat
bahwa pengetahuan adalah idea tau pengertian yang dimiliki secara keseluruhan yang
digunakan untuk mengambil aksi yang efektif untuk mencapai seluruh tujuan.10
Berdasarkan pernjelasan tersebut, dapat diklasifikasikan beberapa definisi
pengetahuan, antara lain : 1) Segala yang diketahui mengenai suatu objek, 2)
Pengetahuan merupakan kesan sebagai hasil penginderaan, 3) Pengetahuan merupakan
kemampuan mengingat dan menyadari ide-ide, fakta-fakta dan lain-lain, yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat
5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1990), p.104
6
Tom Davenport dan Larry Prusak, Definition For Knowledge, 2009
(http://www..org.br/slides/allez/tsld 013.hun). p.1
7
Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Obor, 1992), p.104
8
Suryono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali, 1988), p.6
9
N.L. Gage and David C. Berliner, Educational Psychology (USA: Houghton Miffin
Company, 1984), p.58
10
Stephen Denning, Knowledge Managemen, 2009 (http://www.stevedenning.com)
disimpulkan bahwa pengetahuan adalah segala yang diketahui mengenai suatu hal yang
berupa ide-ide atau fakta-fakta dalam bentuk isyarat, sinyal dan petunjuk.
Pengertian tadi mengindikasikan bahwa pengetahuan memiliki berbagai macam
rupa, konsep mengenai pengetahuan meliputi definisi, identifikasi, klasifikasi dan ciri-
ciri, kategori pengetahuan mengenai proporsi, yaitu menjelaskan dan menerapkan dalil
atau rumus, hukum, memecahkan soal menghitung serta penyelesaiannya.11
Pengetahuan juga mempunyai ciri-ciri khusus mengenai apa (ontology), bagaimana
(epistemology) dan untuk apa (aksiologi). Ketiga ciri tersebut dapat dibedakan melalui
pemikiran-pemikiran manusia itu sendiri.

B. Disiplin Kerja
Disiplin merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan
bermasyarakat misalnya di pemerintahan, sekolah, hingga lingkungan kerja.
Berdasarkan asal katanya, disiplin berasal dari kata latin “disciplina” yang artinya
latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Dalam
perspektif psikologi, disiplin identik dengan perkembangan, latihan fisik, mental, serta
perkembangan moral. Disiplin berkaitan dengan sikap yang layak dikembangkan.
Pengertian ini dipertegas oleh pendapat De Cenzo dan Robbins yang mengemukakan
bahwa disiplin adalah suatu keadaan dalam organisasi yang terdapat keteraturan,
dimana para pegawainya bertingkah laku sesuai dengan aturan dan perilaku yang
diterima dalam organisasi.
Disiplin merupakan ketaatan pada ketentuan yang ada dalam organisasi tanpa
memakai perasaan, hanya berdasarkan kesadaran bahwa tanpa adanya ketaatan
semacam itu, maka segala apa yang ,menjadi ketentuan tujuan organisasi tidak akan
tercapai. Selain itu disiplin tidak perlu melibatkan hukuman yang menjadikannya patuh,
atau bahkan segala bentuk hukuman. Berdasarkan definisi tadi, cukup jelas bahwa
disiplin ditentukan oleh kesadaran dari orang yang bersangkutan. Dengan kata lain,
disiplin bisa diartikan sebagai ketaatan kepada lembaga atau organisasi dan apa saja
yang menjadi ketentuannya yang didasarkan kepada kesadaran dari dalam diri sendiri
dan bukan didasarkan pada disiplin yang besifat mekanis yang menghasilkan unsur
paksaan.
Faktor-faktor yang berfungsi menumbuhkan dan memelihara disiplin itu ialah
kesadaran, keteladanan dan adanya ketaatan pengaturan. Kesadaran merupakan faktor
utama, sedangkan keteladanan dan ketaatan pengaturan hanyalah faktor penguat.
Keteladanan dan ketaatan tidak akan mampu bertahan apabila tidak dilandasi kesadaran.
Sebaliknya, apabila sudah ada kesadaran maka keteladanan dan ketaatan peraturan akan
memperkuat sikap disiplin.
Disiplin dapat diartikan sebagai pembelajaran atau latihan yang memperkuat
ketaatan. Itulah sebabnya mengapa disiplin identik dengan aturan atau kebiasaan yang
berlaku di suatu lingkungan. Disiplin akan menuntut kesanggupan untuk mentaati
aturan dan norma yang berlaku dalam lingkungannya. Idealnya kesanggupan tersebut
muncul melalui kesadaran dan tanggungjawab yang tinggi. Hakikatnya, disiplin adalah
sikap patuh pada norma yang berlaku. Artinya bila seseorang berperilaku disiplin, ia
dapat patuh, menurut dan mengikuti aturan-aturan tertentu di lingkungannya.
Davis mengemukakan bahwa disiplin adalah tindakan yang dilakukan oleh
manajemen untuk menguatkan standar-standar organisasi. Standar organisasi di sini
11
Charles M. Reight, Instructional Design Theories and Model (New Jersey: Lowrence
Erlbaum Associates, 1983), p.167-168
diartikan sebagai aturan-aturan atau norma tertentu yang berlaku dalam organisasi yang
menjadi pedoman dan ukuran pencapaian kerja organisasi yang bersangkutan. Hal-hal
yang termasuk dalam standar organisasi antara lain : peraturan pegawai, jadwal
kegiatan, prosedur pelaksanaan pekerjaan, dan hasil kerja yang harus dicapai oleh
pegawai yang ada dalam lingkungan organisasi tersebut.

You might also like