You are on page 1of 4

Mahkamah Internasional

2010-12-02 10:18:57
Pendahuluan

Mahkamah Internasional (International Court of Justice) adalah organ yuridis dari Perserikatan
Bangsa Bangsa. Kedudukan Mahkamah berada di Istana Perdamaian (Peace Palace) di kota Den
Haag, Belanda. Mahkamah ini sejak tahun 1946 telah menggantikan posisi dari Mahkamah
Permanen untuk Keadilan Internasional (Permanent Court of International Justice) yang sudah
beroperasi sejak tahun 1922. Statuta Mahkamah Internasional menjadi bagian yang tak
terpisahkan dengan Piagam PBB.

Kata-Kata Kunci:

a. Fungsi
Mahkamah memiliki dua peranan yaitu untuk menyelesaikan sengketa menurut hukum
internasional atas perkara yang diajukan ke mereka oleh negara-negara dan memberikan nasehat
serta pendapat hukum terhadap pertanyaan yang diberikan oleh organisasi-organisasi
internasional dan agen-agen khususnya.

b. Komposisi
Mahkamah terdiri dari 15 orang hakim yang dipilih untuk masa tugas 9 tahun oleh Majelis
Umum PBB dan Dewan Keamanan. Pemilihan dilakukan setiap tiga tahun sekali untuk
menggantikan sepertiga kursi yang ada. Hakim yang ada dapat dipilih kembali. Keanggotaan
hakim tidak merupakan perwakilan dari negara-negaranya melainkan sesuai dengan kapasitas
pribadi mereka. Sekalipun demikian, peta geopolitik yang ada pada saat pemilihan sangat
mempengaruhi variasi kewarganegaraan sang hakim. Tidak mungkin ada dua hakim yang berasal
dari satu negara yang sama.
Jika dalam suatu perkara antar dua negara atau lebih, ada salah satu negara yang tidak memiliki
warga negaranya sebagai hakim sementara “lawan”nya memiliki warga negaranya menjadi
hakim dalam Mahkamah, maka negara tersebut berhak mengajukan warga negaranya sebagai
hakim ad hoc untuk mengadili perkara tersebut. 

c. Penanganan Perkara
Hanya negaralah yang bisa berperkara di Mahkamah. Semua anggota PBB secara ipso facto
adalah anggota Mahkamah Internasional yang karena satu dan lain hal dapat menyatakan diri
tunduk kepada kewenangan Mahkamah untuk memutuskan sengketa diantara mereka.
Mahkamah hanya punya kewenangan untuk mengadili perkara jika negara menyatakan
pengakuannya atas kewenangan mahkamah melalui:
1. perjanjian khusus di antara para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkaranya
melalui Mahkamah
2. pernyataan yang secara nyata tertera dalam sebuah perjanjian. Misalnya, ketika suatu negara
menyatakan diri terikat ke dalam sebuah konvensi yang di dalamnya secara tegas menunjukkan
bahwa setiap sengketa yang muncul karena ketentuan-ketentuan dalam konvensi itu akan
diselesaikan melalui Mahkamah Internasional. Ada banyak konvensi internasional yang ada saat
ini mencantumkan pasal semacam itu.
3. adanya dampak dari asas timbal balik (reciprocal effect) dari pernyataan negara untuk tunduk
kepada kewenangan mahkamah jika muncul sengketa atas peristiwa hukum tertentu yang sama
dengan pernyataan sejenis dari negara lain yang kebetulan bersengketa dengan negaar tersebut
atas peristiwa hukum tersebut. 
Jika terjadi keragu-raguan apakah Mahkamah memiliki kewenangan terhadap penanganan suatu
perkara yang diajukan kepadanya, maka Mahkamah punya kebebasan untuk menentukan apakah
akan menangani perkara itu atau tidak.

d. Tata Cara penyelesaian sengketa


Ada dua tahap dalam menangani perkara yang diajukan ke Mahkamah. Pertama adalah
pengajuan secara tertulis segala argumentasi dari masing-masing pihak disertai dengan bukti-
bukti tertulis lainnya. Kemudian para pihak akan saling menyampaikan gagasannya secara lisan
melalui rangkaian persidangan melalui agen dan penasehat hukum mereka masing-masing. 
Mahkamah menggunakan dua bahasa resmi yaitu Inggris dan Perancis sehingga setiap
keterangan baik lisan maupun tulisan selalu akan diterjemahkan ke dalam dua bahasa tersebut.
Sesudah keterangannya dibaca dan didengar hakim akan bersidang secara tertutup dan setelah
sampai kepada keputusan baru diumumkan secara terbuka. Keputusan yang diambil adalah final
dan tidak ada peradilan banding atasnya.
Jika ada pihak yang “kalah” dalam peradilan tidak mau melakukan kewajibannya sesuai dengan
keputusan Mahkamah, maka pihak yang lain bisa mnegajukan perkara tersebut ke Dewan
Keamanan.
Mahkamah secara umum akan bersidang dengan jumlah hakim yang lengkap (full court),
minimal 9 orang hakim hadir dari 15 hakim yang ada. Namun jika dikehendaki oleh para pihak
dapat dilakukan pemeriksaan dengan jumlah hakim yang terbatas (Chamber)

e. Sumber Hukum
Sumber hukum yang dipakai oleh Mahkamah tanpa melihat hirarkinya adalah perjanjian
internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum dan sumber
tambahan adalah keterangan para ahli, ajaran dan doktrin serta keputusan pengadilan

f. Nasehat dan Pendapat Hukum


Hanya organisasi internasional yang bisa mengajukan permintaan kepada Mahkamah untuk
memberikan pendapat yang akan berfungsi sebagai nasehat bagi organisasi internasional tersebut
dalam memahami atau menjelaskan sebuah perkara hukum.
Dalam upaya memberikan nasehat tersebut, Mahkamah bisa mencari penjelasan dari negara atau
organisasi internasional manapun dengan memberikan kebebasan bagi negara-negara ataupun
organisasi-organisasi internasional untuk memebrikan informasi atau keterangan baik tertulis
ataupun lisan kepada Mahkamah.
Setelah mendengar keterangan dan informasi dari berbagai pihak barulah Mahkamah menuliskan
nasehat dan pendapat hukumnya atas pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Mengingat
pendapat mereka dalam kasus ini adalah berupa nasehat maka tidak ada kewajiban bagi pihak
yang meminta untuk tunduk dan terikat pada nasehat tersebut.
Namun, dengan tambahan tata cara lain seperti dijanjikan terlebih dahulu oleh para pihak yang
meminta, nasehat dari Mahkamah bisa saja ditetapkan untuk mengikat.

Kasus-kasus yang sedang disidangkan

• Application of the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
(Bosnia and Herzegovina v. Serbia and Montenegro)
• Gabčíkovo-Nagymaros Project (Hungary/Slovakia)
• Ahmadou Sadio Diallo (Republic of Guinea v. Democratic Republic of Congo)
• Application of the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
(Croatia v. Serbia and Montenegro)
• Maritime Delimitation between Nicaragua and Honduras in the Caribbean Sea (Nicaragua v.
Honduras)
• Territorial and Maritime Dispute (Nicaragua v. Colombia)
• Certain Criminal Proceedings in France (Republic of the Congo v. France)
• Sovereignty over Pedra Branca/Pulau Batu Puteh, Middle Rocks and South
Ledge(Malaysia/Singapore)
• Maritime Delimitation in the Black Sea (Romania v. Ukraine)
• Dispute regarding Navigational and Related Rights (Costa Rica v. Nicaragua)

You might also like