You are on page 1of 2

Fungsi Instrumen Gamelan dalam Karawitan.

Oleh Saptono, Dosen PS Seni Karawitan


1. Ricikan/instrumen gamelan di dalam karawitan secara fungsional musikal digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu;
(a). Kelompok ricikan balungan, yaitu; ricikan-ricikan yang lagu permainannya sangat
dekat dengan kerangka gending (balungan gending). Ricikan/instrumen gamelan
dalam kelompok ini, yaitu; saron demung, saron barung, saron penerus, slentem,
dan bonang penembung.
(b). Kelompok ricikan/instrumen garap, yaitu; ricikan-ricikan yang menggarap balungan
gending, yang dengan cera menafsirkan yang kemudian menerjemahkan lewat
vokabuler-vokabuler (konvensi) garapan. Rcikan/insrumen yang termasuk dalam
kelompok tersebut, yaitu; rebab, kendang, gender, gender penerus, bonang, bonang
oenerus, siter, suling, gambang, sinden, dan gerong.
(c). Kelompok ricikan/instrumen struktural, yaiu;ricikan-ricikan yang membuat suatu
jalinan permainan dengan membentuk setruktur berdasarkan (menentukan) bentuk
gending. Ricikan/instrumen yang termasuk dalam kelompok tersebut, yaitu; kethuk,
kempyang, engkuk, kenong, kempul, gong, kecer, kemanak, keplok alok, dan
kendang.
Kelompok ricikan (a) disebut dengan balungan, karena lagu permainan kelompok
ricikan tersebut dekat dengan lagu balungan gending terutama jika dibandingkan dengan
pola permainan kelompok ricikan yang lain. Beberapa musikolog seperti, Kunst
(1949:167), Mantle Hood (1954:3-9), Jodit Becker (1980:108-249), dalam (Supanggah,
1990:116), menganggap bahwa ricikan balunganlah yang memainkan balungan gending.
Dalam kata lain, balungan gending adalah identik dengan lagu permainan saron atau
penembung. Menurut Supanggah, hal ini sedikit berbeda dengan pendapat sarjana-sarjana
Barat, bahwa para pengamat karawitan dalam negeri menyebut balungan atau catatan
gending yang dapat tertulis pada buku-buku atau catatan-catatan gending yang ada pada
saku pengrawit (bahwa balungan yang ditulis sebenarnya juga berbeda dengan melodi
saron). Lebih lanjut Supanggah, bahwa catatan notasi balungan gending yang biasa
ditabuh oleh ricikan balungan sebenarnya masih merupakan bahan mentah yang perlu
pengolahan lebih lanjut; dengan kata lain perlu digarap oleh keseluruhan ricikan gamelan
terutama ricikan garap.
Kelompok (b) disebut dengan ricikan garap, karena lagu permainan kelompok
ricikan tersebut merupakan penjabaran siseniman dengan tindakan kreatifnya dengan
imajinasi dan segala kemampuan interpretasinya di dalam menterjemahkan balungan
gending ke dalam garap permainan ricikan yang menjadi tanggung jawabnya terutama
instrumen garap (Waridi,2002: 15-16).
Kelompok (c) disebut dengan ricikan setruktural, karena lagu permainan
kelompok instrumen ini yang membuat suatu jalinan permainan dengan membentuk
setruktur berdasarkan (menentukan) bentuk gending.
Bentuk gendhing di dalam karawitan Jawa dilihat dari sisi ukuran panjang
pendeknya, setidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu gendhing alit,
tengahan, dan gendhing ageng. Disamping gending Jawa dapat diklasifikasikan menurut
bentuknya, gendhing Jawa juga dapat dibedakan atas dasar peranan instrumen (fungsi)
dan struktur bentuk. Karena itu karawitan juga sangat memungkinkan adanya perbedaan
penyajian pada saat yang berbeda. Perbedaan penyajian tersebut antara lain ditentukan
oleh fungsi dan kegunaan karawitan yang dapat dikelompokan menjadi dua golongan,
yaitu fungsi sosial dan fungsi musikal. Fungsi sosial menyangkut penyajian karawitan
yang berkaitan dengan penggunaannya untuk kegiatan sosial, seperti berbagai upacara
keagamaan, kenegaraan, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan fungsi musikal
menyangkut hubungan karawitan dalam kaitannya dengan peristiwa kesenian yang lain,
misalnya karawitan konser (klenengan), karawitan tari, karawitan pakeliran, karawitan
teater, dan sebagainya. Faktor lain yang menentukan perbedaan karawitan adalah
senimannya (pengrawitnya) sendiri. Hal ini sangat ditentukan oleh latar belakang
pendidikan keseniannya, lingkungan sosial dan budayanya, wawasan serta kepekaannya
menanggapi suasana lingkungan, termasuk masyarakat penonton pada saat penyajian
karawitan berlangsung (R.Supanggah, 1990:119).

You might also like