Professional Documents
Culture Documents
tentang cara dan tujuan perang, cara/tujuan suatu negara dalam menguasai atau menaklukkan
negara lain. Semula untuk penguasaan teritori yang kadangkala berlatar belakang ideologi, telah
berubah menjadi penguasaan ekonomi (sumber daya). Cara perangpun lebih banyak dilakukan
dengan cara non militer dan menyangkut banyak aspek yang lebih efisien.
Namun demikian spektrum dan kom-pleksitas ancaman telah jauh melebar dan bersifat
multidimensional. oleh karenanya sishankamrata adalah jawaban yang tepat, karena hakekatnya
sishankam-rata adalah pengerahan total seluruh potensi bangsa, tidak hanya militer melainkan
potensi lain menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, informasi, diplomasi dan
lainnya dalam upaya bela negara. landasannya adalah nasionalisme-patriotisme, yaitu kesa-daran
bela negara yang kuat, tangguh dan sikap pantang menyerah.
Namun demikian, dalam perkembangan kekinian terdapat banyak masalah menyangkut,
sishankamrata tidak saja mengenai implementasinya tetapi juga termasuk pembiasan filosofi dan
makna sishankamrata. kalau hal ini dibiarkan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama niscaya
akan melemahkan sendi-sendi upaya pembelaan negara, membuat limbung sistem pertahanan-
keamanan, mengikis kedaulatan bangsa dan negara, sehingga dapat berujung pada perpecahan
bangsa.
Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap pembelaan negara seperti : interpretasi keliru
mengatakan “dalam sishankamrata, rakyat dijadikan tameng hidup” (kombatan),
secara negatif, berimplikasi pada perumusan dan perubahan undang-undang. terjadi penyeder-
hanaan pengertian dalam konteks pemahaman bela negara.
Dalam uud 1945 (asli) pasal 30 ayat (1) menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara”, tetapi dalam uud 2002 (hasil perubahan) menjadi :
“tiap - tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan-keamanan”, ini jelas
menyempitkan makna bela negara yaitu hanya pada aspek pertahanan-keamanan.
Disamping itu dalam uu no. 3 tahun 2002 tentang per-tahanan negara, istilah sishankamrata diganti
menjadi sishanta, ini berarti terjadi pembelokan dan pembiasan filosofi dan makna fundamental dari
sishankamrata.
Dalam sishankamrata seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan, kekuatan, potensi, profesi atau
latar belakang keahliannya, dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan guna mendukung
implementasi sishankamrata.
Tentang konsep “keamanan nasional”, hal ini harus ditangani secara arif dan cerdas. pemilahan
secara tajam, mutlak dan dikotomis antara pertahanan dan keamanan dapat mengabaikan adanya
overlapping atau gray area antara lingkup tugas polri dan tni. padahal bila kita cerdas dan arif
memahami sejarah bangsa dan negara kesatuan republik indonesia dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan, maka niscaya polri dan tni dapat didayagunakan secara optimal,
hingga dapat menangkal setiap ancaman, tanpa hambatan psikologis.
Berikutnya, pada era perang masa kini, kekuatan senjata (hard power), telah digantikan oleh senjata
“informasi” untuk membangun persepsi dan kekuatan finansial (modal) untuk menguasai ekonomi.
Lembaga swadaya masyarakat (lsm) dan perusahaan multi nasional (mnc) serta para elite politik dan
lsm dalam negeri yang terpengaruh sebagai kepanjangan tangan “mereka” adalah tentara baru bagi
penakluk sistem perekonomian dan sistem politik yang pada gilirannya “konstitusi dan nilai-nilai”
negara sasaranpun dirubahnya. tanpa disadari, sebenarnya saat ini bangsa indonesia sedang terlibat
dalam suatu peperangan dan ada dalam kondisi terkalahkan. terpinggirkan-nya nilai-nilai luhur
bangsa seperti kekeluargaan, gotong royong, toleransi, musyawarah mufakat diganti dengan
individualisme, kebebasan tanpa batas, pasar bebas, one man one vote, sistem politik yang “ultra
liberal” adalah pertanda bahwa bangsa indonesia dengan falsafah, ideologi pancasila telah
tersisihkan.
Sekali lagi ditegaskan, “ancaman lebih pada aspek non militer”, karenanya kita harus menajamkan
perhatian pada aspek ini. dan bila ancaman ini terus berlangsung akan melemahkan ketahanan
nasional dan kekuatan pertahanan kita, yang bermula dari melemahnya semangat bela negara,
patriotisme serta semangat pengabdian terhadap kepentingan bangsa dan negara indonesia.
Menghadapi situasi yang demikian ini, maka segenap komponen bangsa harus merespon positif dan
bersifat segera guna mencari formula yang tepat.
Sebagai salah satu komponen strategis bangsa yang berjiwa nasionalis, berwawasan kebangsaan
indonesia, para alumni resimen mahasiswa indonesia harus mengambil peran pada garda terdepan
dalam upaya kekuatan nasionalisme-patriotisme serta pening-katan kesadaran bela negara. dalam
kaitan ini sebagai motivator dan dinamisator, para alumni resimen mahasiswa indonesia dapat ikut
serta mendorong dan mendukung :
1. Mengembalikan makna filosofi sishan-kamrata. pengelolaan yang benar dan arif atas seluruh
aspek kehidupan bangsa, aspek demografis dan geografis yang sangat heterogen itu, niscaya akan
menghasilkan kekuatan pertahanan yang mampu memancarkan “daya tangkal” yang ampuh untuk
menghadapi setiap ancaman.
2. Berupaya mendorong pelurusan kembali (revisi dan reorientasi) perundang-undangan, uud yang
keluar dari spirit mukadimahnya, menimbulkan distorsi dalam beberapa pasal baik dalam uud sendiri
maupun dalam uu penja-barannya. karena itu perlu upaya pelurusan kembali agar tidak terjadi
proses implementasi sishankamrata yang justru keluar dari makna hakikinya.
3. Memberi pencerahan tentang upaya bela negara. sebagai sosok yang sempat mengenyam
pendidikan tinggi dan berkesempatan ikut latsarmil serta pernah ikut mengusir kaum penjajah (c.m.-
corps mahasiswa 45, tp-tentara pelajar, dll), tentu peduli dan berkemampuan untuk menularkan
pemikiran dan pengalamannya pada lingkungan sekelilingnya dimanapun alumni resimen mahasiswa
indonesia berada.
4. Penguatan patriotisme-nasio-nalisme akan kesadaran berbangsa-bernegara dan bela negara.
kedua hal ini merupakan syarat mutlak bagi implementasi sishankamrata. upaya ini harus diterapkan
kepada seluruh rakyat indonesia sejak usia dini lewat proses pendidikan formal maupun non formal.
dengan pengalaman, kemampuan dan keberadaan ditugas masing-masing tentu alumni mahasiswa
dapat berperan dibidang ini.
5. Pembangunan ekonomi nasional dan industri pertahanan. perekonomian nasional yang kuat
adalah penopang dari kekuatan pertahanan, sebaliknya sekuat apapun kekuatan-pertahanan akan
rontok manakala tidak ditunjang perekonomian yang kuat. karenanya perlu segera ada upaya
membebaskan diri dari ketergantungan pada bangsa dan negara lain. kemandirian bangsa dalam
pengelolaan aset strategis dan sumber daya alam bangsa harus ditegakkan kembali. tanpa
kemandirian, amat sulit bagi bangsa indonesia memiliki daya tahan terhadap gejolak dari luar,
apalagi menghadapi ancaman-ancaman yang sifatnya sudah multidimensional.
Spektrum ancaman yang demikian luas, mengharuskan kita dalam memahami arti pengertian bela
negara sebagai membela kepentingan nasional, bukan sekedar bela negara dalam konteks
pertahanan militer.
Dengan demikian semua warga negara wajib ikut serta dalam peperangan melawan ancaman yang
membahayakan, integritas nkri. ancaman yang membahayakan identitas kelangsungan hidup bangsa
serta ancaman yang membahayakan pencapaian tujuan nasional.
http://www.borneotribune.com/headline/perlunya-sishankamrata-dalam-upaya-bela-negara.html
Sudah saatnya, kita berbicara pertahanan negara seperti kita berbicara tentang masalah naik
turunnya nilai rupiah Bahan Bakar Minyak / BBM, karena aspek pertama yang
dipertimbangankan oleh investor asing maupun lokal adalah aspek Pertahanan suatu negara,
yang nantinya akan mengalir kearah aspek keamanan, ekonomi, hukum dan lain-lain.
Mengutip pernyataan Menteri Pertahanan dan Keamanan, Juwono Soedarsono yang
mengatakan bahwa persoalan pertahanan negara pada dasarnya memiliki ruang cakupan yang
luas, disatu sisi pertahanan dalam arti sempit menyangkut kekuatan militer, dan disatu sisi
lain,pertahanan secara luas menyangkut berbagai aspek kehidupan negara.
Menegakkan hukum dalam bidang pertahanan negara harus memiliki konsep yang
integralistik dan wawasan kebangsaan serta selalu mengedepankan aspek pertahanan negara
dalam mengambil keputusan, sehingga perlunya suatu hukum yang dapat memberikan sanksi
jika aspek pertahanan negara dikesampingkan, karena pertimbangan pertahanan dan
keamanan negara sudah bukan merupakan hal yang dapat ditawar-tawar lagi.
Penulis tidak membahas tentang fungsi dan tugas serta tanggung jawab TNI dan Polri yang
masih belum jelas. Penulis memfokuskan pada pertahanan dan keamanan yang menjadi tugas
dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Maka Meskipun Undang-Undang
yang mengatur sudah sedemikian lengkap dan banyak jumlahnya, sepertinya Undang-Undang
sebagai payung hukum yang dikeluarkan pun hanya bersifat “penanganan dini†atau
kita dapat mengistilahkan dengan “pertolongan pertama pada Kecelakaanâ€, sehingga
efektifitasnya masih perlu dipertanyakan.
Pertahanan Negara merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara, namun ironis,
pertahanan negara dan keamanan negara yang menjadi hak warga sipil (TNI dan Polri hanya
sebagai bagian, yang menjadi kekuatan utama), merasa seperti tidak memiliki kepentingan
apa-apa terhadap pertahanan dan keamanan negara tersebut, cenderung tidak mau tahu dan
menyerahkan pelaksanaannya kepada TNI dan Polri saja, meskipun banyak lembaga-lembaga
lain yang terlibat, seperti Badan Intelijen Negara, Departemen Pertahanan, Departemen
Politik Hukum dan Keamanan dan lain sebagainya.
Jika menyelesaikan suatu masalah pertahanan dan keamanan, sangat terlihat adanya
kecenderungan berjalan sendiri-sendiri, sebagai contoh adalah ketika menangani suatu kasus
konflik di Poso, apakah pihak Badan Intelijen Negara dapat dengan mudah mengakses data-
data yang dimiliki Polri sebagai lembaga keamanan masyarakat, demikian sebaliknya apakah
Polri juga dengan mudan mengakses data-data yang dimiliki Badan Intelijen Negara, Apakah
TNI dapat mengakses dengan mudah data-data bea cukai atau pihak syahbandar pelabuhan
untuk melihat data-data manifes kapal-kapal yang dicurigai mengangkut senjata, Apakah
dengan mudah Polri mengakses data milik Pemda setempat, demikian sebaliknya.
Sebagai contoh untuk memperkuat pertahanan negara dari ancaman Biodefence dengan
ditemukannya pusat penelitian berbasis militer milik Amerikat Serikat yang disebut dengan
Namroe terdapat diinstalasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal itu menunjukkan
tidak adanya keterangan atau data yang sinergis dan jelas antara kedua lembaga, padahal
keberadaanya bukan hanya urusan Departemen Kesehatan saja, namun juga merupakan
urusan Departemen Pertahanan, kecuali jika memang keberadaannya dibiarkan dengan alasan
kepentingan politik yang lebih besar. Kementerian Negara Ristek misalnya, terkait dengan
pengembangan dan pembangunan saint dan teknologi, Departemen Kesehatan lebih kepada
unsur kesehatan sumber daya manusia yang dapat menjadi potensi kekuatan pertahanan
negara.
Negara Indonesia masih sangat jauh untuk berbicara tentang pertahanan negara dalam bentuk
Peperangan antar negara, hal itu dapat kita lihat bahwa saat ini negara kita “membiarkan
diri†dijajah dalam bentuk lain oleh negara adidaya, dengan alasan politik. Jelaslah, bahwa
kita masih harus menggunakan soft power untuk pengertian persatuan dan kesatuan serta
keamanan bangsa Indonesia dalam satu istilah yaitu “Pertahanan Negaraâ€.
Pertahanan negara yang dibutuhkan saat ini adalah pertahanan negara secara internal atau
kedalam. Sebagai negara hukum, menurut penulis perlu adanya suatu norma hukum yang
mengatur bagaimana setiap warga negara Indonesia lebih mempertimbangkan aspek
Pertahanan Negara sebelum berbuat yang merugikan negara, baik merugikan secara Ideologi,
politik, ekonomi dan Sosial budaya. Kita dapat menyebutnya sebagai "Hukum Pertahanan
Negara". Hal tersebut sama saat umat beragama yang mengedepankan nilai-nilai agamanya
sebelum berbuat sesuatu.
Dengan kondisi negara yang sudah tidak terkendali lagi, baik dari segi hukum, tata
negara/pemerintahan, ekonomi, dimana korupsi dilakukan secara gotong royong, moralitas
bangsa yang rendah, rasa cinta tanah air yang menipis, rasa bela bangsa, bela negara yang
sudah hilang. Sebenarnya banyak cara dan sistem yang mudah untuk dilakukan, misalnya kita
mengenal yang dinamakan penataran “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasilaâ€, kita mengenal materi kuliah “Kewiraanâ€, kita mengenal materi pelatihan
“Bela bangsa†pada seluruh instansi, program itu dapat disosialisasikan kembali dengan
penerapan hukum yang jelas, agar kesalahan-kesalahan atau penyelewengan-penyelewengan
nilai-nilai Pancasila dapat diberi sanksi hukum yang jelas, tegas dan tepat sasaran.
Di Indonesia, sangat banyak yang mengupas masalah Pertahanan Negara, kita ambil contoh
yang buku-bukunya telah penulis baca antara lain : Letjen TNI Agus Widjojo dalam
“wawasan masa depan tentang sistem pertahanan keamanan negaraâ€, Dr. Dewi Fortuna
Anwar dalam “Sasaran Sishankamrata 5-10 tahun mendatangâ€, Indira Sambego dalam
“Sistem Pertahanan keamanan Negara, analisis Potensi dan Problemâ€, Connie
Rahakundini Bakrie dalam “ Pertahanan Negara dan Postur Ideal TNI†serta banyak
lagi para pengamat pertahanan negara yang panjang lebar menjelaskan sesuai dengan
keilmuannya, Namun, sepertinya tidak realistis untuk masa krisis seperti saat ini karena
kebanyakkan mengulas tentang bagaimana meningkatkan kekuatan militer sebagai kekuatan
inti dari pertahanan negara, baik pengadaan alat utama sistem persenjataan / Alutsista,
padahal kondisi ekonomi negara Indonesia masih sangat jauh dari ideal untuk mencapai
kebutuhan standart negara Indonesia.
Kondisi Negara Indonesia dalam bidang Pertahanan Negara masih harus lebih
mengedepankan soft power dengan kekuatan utamanya pada kekuatan rakyat secara
keseluruhan sehingga kita harus membiasakan diri bahwa berbicara pertahanan keamanan
sama halnya dengan prasarana umum yang sangat dibutuhkan oleh rakyat, begitu yang
disampaikan oleh Menteri Pertahanan Negara. Sebagaimana diketahui bahwa konsentrasi
strategi pertahanan negara maju berbeda dengan negara berkembang. Negara maju akan
memiliki konsepsi yang bersifat keluar (outward looking), sedangkan negara berkembang
masih banyak diwarnai oleh konflik internal, tindakan kuratif umumnya digunakan untuk
mencari solusi atas berbagai persoalan keamanan negara.
Sebagai Negara Hukum, yang mensinergiskan seluruh komponen bangsa dalam dimensi
hukum, maka mohon "Hukum Pertahanan Negara" sudah harus mulai dibuat rancangannya.
Penulis :
Arief Fahmi Lubis, SE, MH
( Perwira Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Militer)
arieflubis96_hukum@yahoo.co.id