You are on page 1of 10

Definisi Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar

banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa

diantaranya :

Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi- fungsi pekerjaan atau

kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993 dalam As’ad, 2003).

Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan

pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam As’ad, 2003). Sementara As’ad, (2003)

mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja

pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan

maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja

sejumlah individu dalam organisasi. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu : 1).

kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

mengidentifikasikan tingkat kinerjanya; 2). Produktifitas adalah kompetensi tersebut


diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk
mencapai hasil kinerja (outcome) (Yaslis Ilyas, 2002).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa
yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome). Bila
disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu
proses yang mengolahinput menjadioutput (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci
untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang
diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan
tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas
hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam
pencapaiannya.

Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan Siagian

(2001) adalah sebagai berikut :

1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan,

manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk

meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan

dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya


didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin

menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan

potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir,

yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.

6.Mendeteksi penyimpangan prosesstaf fing. Prestasi kerja yang baik atau


buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedurstaffing
departemen personalia.
7.Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek

mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya

manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan

pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-kcpulusan personalia tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda

kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan

tersebut.
9. Menjaminkesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-

keputusanpenempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja
organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu
dalam organisasi.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan
pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat
mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan
dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya
faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan
non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial
perusahaan.

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai
keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan
mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel
organisasi dan variabel psikologis. Menurut Gibson (1987), model teori kinerja individu
pernah dibahas dalam artikel lain di site ini.

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang
pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan ketrampilan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan
variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat
sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel
imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung
mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para
pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok
pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat
individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai
tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi,
menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi
melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini
tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem
imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek
kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.

TINJAUAN TEORITIS STANDAR PRAKTEK


KEPERAWATAN
Posted by Qittun on Tuesday, June 03, 2008
No comments yet
This item was filled under Askep Maternitas

A. PENGERTIAN

Standar adalah suatu pernyataan diskriptif yang menguraikan penampilan kerja yang dapat
diukur melalui kualitas struktur, proses dan hasil (Gillies, 1989,h.121).

Standar merupakan pernyataan yang mencakup kegiatan-kegiatan asuhan yang mengarah


kepada praktek keperawatan profesional (ANA,1992,h.1)

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-
spiritual yang komprehensif , ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup kehidupan manusia (lokakarya Nasional 1983)

Standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan suatu kualitas yang
diinginkan terhadap pelyanan keperawatan yang diberikan untuk klien ( Gillies, 1989h. 121).
Fokus utama standar praktek keperawatan adalah klien. Digunakan untuk mengetahui proses
dan hasil pelayanan keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan
keperawatan. Melalui standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atan tindakan
keperawatan itu yang telah diberi sesuai dengan yang direncanakan dan apakah klien dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.

Tipe standar praktek keperawatan

Beberapa tipe standar telah digunakan untuk mengarahakan dan mengontrol praktek
keperawatan. Standar dapat berbentuk ‘normatif’ yaitu menguraikan praktek keperawatan
yang ideal yang menggambarkan penampilan perawat yang bermutu tinggi, standar juga
berbentuk ‘empiris’ yaitu menggambarkan praktek keperawatan berdasarkan hasil observasi
pada sebagaian besar sarana pelayanan keperawatan (Gillies 1989,h.125).

B.TUJUAN STANDAR

Secara umum standar praktek keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan asuhan atau
pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha
pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan. Penyusunan standar praktek
keperawatan berguna bagi perawat, rumah sakit/institusi, klien, profesi keperawatan dan
tenaga kesehatan lain.

1. Perawat

Standar praktek keperawatan digunakan sebagi pedoman untuk membimbing perawat dalam
penentuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan teradap kien dan perlindungan dari
kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan dengan membimbing perawat dalam
melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan benar.

2. Rumah sakit

Dengan menggunakan standar praktek keperawatan akan meningkatkan efisiensi dan


efektifitas pelayanan keperawatan dapat menurun dengan singkat waktu perwatan di rumah
sakit.

3.Klien

Dengan perawatan yang tidak lama maka biaya yang ditanggung klien dan keluarga menjadi
ringan.

4. Profesi

Sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai ukuran untuk mengevaluasi
penampilan, dimana standar sebagai alat pengontrolnya.

5. Tenaga kesehatan lain

Untuk mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati
dan bekerja sama secara baik.

C. PENERAPAN STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN

Dalam penerapan standar praktek keperawatan dapat digunakan pendekatan secara umum dan
khusus. Pendekatan secara umum menurut Jernigan and Young,1983 h.10 adalah sebagai
berikut :

· Standar struktur : berorientasi pada hubungan organisasi keperawatan ( semua level


keperawatan ) dengan sarana/institusi rumah sakit. Standar ini terdiri dari : filosofi, tujuan,
tata kerja organisasi, fasilitas dan kualifikasi perawat.

· Standar proses : berorientasi pada perawat, khususnya ; metode, prinsip dan strategi yang
digunakan perawat dalam asuhan keperawatan. Standar proses berhubungan dengan semua
kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.

· Standar hasil : berorientasi pada perubahan status kesehatan klien, berupa uraian kondisi
klien yang dinginkan dan dapat dicapai sebagai hasil tindakan keperawatan.
Pendekatan lain (khusus) dalam menyusun standar praktek keperawatan sesuai dengan aspek
yang diinginkan antara lain :

1. Aspek Asuhan keperawatan, dapat dipilih topik atau masalah keperawatan klien yang
sering ditemukan, misalnya standar asuhan keperawatan klien anteatal, intranatal dan
postnatal.

2. Aspek pendidikan dapat dipilih paket penyuluhan/pendidikan kesehatan yang paling


dibutuhkan, misalnya penyuluhan tentang perawatan payudara.

3. Aspek kelompok klien, topik dapat dipilih berdasarkan kategori umur, masalah kesehatan
tertentu misalnya; kelompok menopouse.

Dalam penerapan standar prktek keperawatan dapt dimodifikasi keduanya dalam pelayanan
asuhan keperawatan. Contoh : pelaksanaan standar asuhan keperawatan pada klien postnatal,
perawat dapat mengunakan standar proses (metode, prinsip dan strategi dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.

D. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN STANDAR PRKTEK KEPERAWATAN

Penyusunan standar praktek keperawatan membutuhkan waktu lama karena ada beberapa
langkah yang harus ditempuh diantaranya menentukan komite (tim penyusun), menentukan
filosofi dan tujuan keperawatan, menghubungkan standar dengan teori keperawatan,
menentukan topik dan format standar (Irawaty,1996,h.9)

Ada pendapat lain bahwa penyusunan standar secara otomatis dilakukan oleh tim maka
langkah-langkah dalam penyusunan standar sebagai berikut : merumuskan filosofi dan
tujuan, menghubungkan standar dan teori yang relevan, menetapkan topik dan format standar
(Sahar,J, 1996)

Adapun langkah-langkah penyusunan standar menurut Dewi Irawaty,1996 adalah 1.


Menetukan komite (tim khusus)

Penyusunan standar praktek keperawatan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak,
untuk itu perlu dibentuk tim penyusun. Tim penyusun terdiri dari orang-orang yang memiliki
kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang luas tentang pelayanan keperawatan.

2. Menentukan filosofi dan tujuan keperawatan.

Filosofi merupakan keyakinan dan nilai dasar yang dianut yang memberikan arti bagi
seseorang dan berasal dari proses belajar sepanjang hidup melalui hubungan interpersonal,
agama, pendidikan dan lingkungan. Didalam pembuatan standar, serangkaian tujuan
keperawatan perlu ditetapkan berdasarkan filosofi yang diyakini oleh profesi.

3. Menghubungkan standar dan teori keperawatan.

Teori yang dipilih amat bermanfaat dalam merencanakan standar, mengarahkan dan menilai
praktek keperawatan. Konsep-konsep keperawatan dapat digunakan untuk menilai kembali
tentang teori keperawatan yang telah dipilih sebelumnya. Ada beberapa teori yang dapat
dipilih dan disepakati oleh kelompok pembuat standar keperawatan misalnya; teori Orem. Inti
dari teori Orem adalah adanya kepercayaan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk
merawat diri sendiri (Self Care).

Perawat profesional bertanggung jawab dalam membantu klien untuk dapat melakukan
perawatan mandiri, dengan melihat kemampuan yang dimiliki klien. Berdasarkan teori
tersebut maka dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan standar praktek
keperawatan.

4. Menentukan topik dan format standar

Topik-topik yang telah ditentukan disesuaikan pada aspek-aspek penyusunan standar


misalnya ; aspek asuhan keperawatan, pendidikan dan kelompok klien atau yang bersifat
umum yaitu menggunakan pendekatan meliputi standar struktur, standar proses dan standar
hasil.

Format standar tergantung dari cara pendekatan yang dipilih sebelumnya dan topik standar
yang telah ditentukan. Apabila standar praktek keperawatan yang digunakan adalah
pendekatan standar proses maka format standar yang dipakai adalah format standar ANA
1991 terdiri dari enam tahap yang meliputi ; pengkajian , diagnosa, identifikasi hasil,
perencanan, implementasi dan evaluasi.

Karena standar merupakan pendekatan sistematis yang terencana dalam praktek keperawatan
maka diharapkan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien juga termasuk
pendekatan diri klien dan keluarganya.

E. ASPEK HUKUM STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN

Dengan diberlakukannya standar praktek keperawatan, maka institusi memberikan


kesempatan pada klien untuk mengontrol asuhan keperawatan yang diberikan perawat pada
klien. Apabila klien tidak mendapat pelayanan yang memuaskan atau klien dirugikan karena
kelalaian perawat maka klien dan keluarga mempunyai hak untuk bertanya dan menuntut.

Dinegara maju dimana standar ini telah diberlakukan maka kekuatatan hukumnya sangat
kuat. Apabila perawat melakukan kelalaian karena tindakan yang menyimpang dari standar
maka perawat dianggap melanggar hukum dan harus dituntut pertanggung jawabannya. Oleh
karena itu setiap perawat harus betul-betul memahami standar praktek keperawatan agar
dapat memberikan pelayanan yang bermutu pada klien.

Sebagai contoh, Jensen dan Bobak mengemukakan hukum of Torts yang memuat tentang
kegiatan yang dikehendaki dari perawat : mencegah penyakit mata pada bayi baru lahir,
mendokumentasikan penyakit akibat hubungan seksual.

Pada pasal 53 ayat 2 dan 4 Undang-undang kesehatan Nomer 23 tahun 1992, dinyatakan
bahwa “tenaga kesehatan termasuk perawat dalam melakukan tugasnya berkewajiban
mematuhi standar profesi dan menghormati hak klien”. Dari uraian tersebut jelaslahbahwa
standar profesi keperawatan mempunyai dasar hukum dan barang siapa yang melanggar akan
menerima sangsi atau hukuman.
Dimensi praktek profesional adalah adanya sistem etik. Etik adalah standar untuk
menentukan benar atau salah dan untuk pengambilan keputusan tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh dan terhadap manusia. (Wijayarini M.A,1996,h.13) .

CONTOH STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN KLINIS ( ANA,1991,h..9 )

Standar I : Pengkajian

Perawat mengidentifikasi dan pengumpulan data tentang status kesehatan klien. Pengkajian
ini darus lengkap, sistematis dan berkelanjutan.

Kriteria pengukuran :

1. Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan-kebutuhan klien saat
ini.

2. Data tetap dikumpulkan dengan tehnik-tehnik pengkajian yang sesuai .

3. Pengumpulan data melibatkan klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan..

4. Proses pengumpulan data bersifat sistematis dan berkesinambungan.

5. Data-data yang relevan didokumentasikan dalam bentuk yang mudah didapatkan kembali.

Standar II :Diagnosa

Perawat menganalisa data yang dikaji untuk menentukan diagnosa.

Kriteria pengukuran :

1. Diagnosa ditetapkan dari data hasil pengkajian.

2. Diagnosa disahkan dengan klien, orang-orang terdekat klien, tenaga kesehatan bila
memungkinkan.

3. Diagnosa di dokumentasikan dengan cara yang memudahkan perencanaan perawatan.

Standar III : Identifikasi hasil

Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada klien.

Kriteria pengukuran :

1. Hasil diambil dari diagnosa.

2. Hasil-hasil didokumentasikan sebagai tujuan-tujuan yang dapat diukur.

3. Hasil-hasil dirumuskan satu sama lain sama klien, orang-orang terdekat klien dan petugas
kesehatan.
4. Hasil harus nyata (realistis) sesuai dengan kemampuan/kapasitas klien saat ini dan
kemampuan potensial.

5. Hasil yang diharapkan dapat dicapai dsesuai dengan sumber-sumber yang tersedia bagi
klien.

6. Hasil yang diharapkan meliputi perkiraan waktu pencapaian.

7. Hasil yang diharapkan memberi arah bagi keanjutan perawatan.

Standar IV : Perencanaan

Perawat menetapkan suatu rencana keperawatan yang menggambarkan intervensi


keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Kriteria pengukuran :

1. Rencana bersifat individuali sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kondisi klien.

2. Rencana tersebut dikembangkan bersama klien, orang-orang terdekat klien dan petugas
kesehatan.

3. Rencana tersebut menggambarkan praktek keperawatan sekarang

4. Rencana tersebut didokumentasikan.

5. Rencana tersebut harus menunjukkan kelanjutan perawatan.

Standar V : Implementasi

Perawat mengimplementasikan intervensi yang diidentifikasi dari rencana keperawatan.

Kriteria pengukuran :

1. Intervensi bersifat konsisten dengan rencana perawatan yang dibuat.

2. Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman dan tepat.

3. Intervensi didokumentasikan

Standar VI : Evaluasi

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah dicapai.

Kriteria pengukuran :

1. Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.

2. Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.


3. Keefektifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil.

4. Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan untuk merevisi


diagnosa, hasil-hasil dan rencana perawatan untuk selanjutnya,

5. Revisi diagnosa, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan.

6. Klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan dalam proses evaluasi

You might also like