You are on page 1of 50

KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT WHO

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu

keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya

bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat

meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan

eksternal.

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

SEHAT MENURUT DEPKES RI


UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini
maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –
unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian
integral kesehatan
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang
dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal
(lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit

menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas

kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari)


seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan

kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).

Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi


impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu
hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia

CIRI-CIRI SEHAT
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan
mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak
tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,
emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan
sebagainya.
3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam
fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam).
Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan
orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,
agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta
saling toleran dan menghargai.
5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,
dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut
(pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu,
bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni
mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya
berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau
pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

Paradigma sehat
paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan

kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah

kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis
dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan

pemeliharaan dan per - lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan

hanya penyembuhan penduduk yang sakit.

Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap

kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan

dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat

namun teta p mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan

tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan

daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit

yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural.

Aspek-aspek pendukung kesehatan


Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila
tidak ada gejala penyakit yg terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu
kurang tepat. Ada kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti
kanker yg baru diketahui setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit
kanker itu tidak ada? Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya
gejala penyakit bukan berarti sehat.
Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh
sistem organ di tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yg mempengaruhi
keselarasan tersebut berlangsung seterusnya adalah:
1. Nutrisi yang lengkap dan seimbang
2. Istirahat yang cukup
3. Olah Raga yang teratur
4. Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang
5. Lingkungan yang bersih

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN


TINDAKAN KESEHATAN
1. Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal
ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap
rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap
perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien
pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum
seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit
sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel
intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh
dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang
termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang
kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.
c. Persepsi tentang fungsi

Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada


keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh,
seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat
kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah
mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-
masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah
berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan
mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka
melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data
subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat
keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data objektif yang aktual
(seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan
perawatan klien secara lebih berhasil.
d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan
dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan
hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin
mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara
emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal
adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani
pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah
dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia
secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita
penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi
emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang
ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker
dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari
pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima
secara emosional, sehingga mereka akan mengakui gejala penyakit
yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari
harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam
kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara
pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas.
Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keyakinan
terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang
keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang
oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani
kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu
cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan
pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi
spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.
2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan
biasanya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan
kesehatannya.
Misalnya:
o Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit
dapat berpotensi mejadi penyakit berat dan mereka segera
mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan
malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
o Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan
pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama.
Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika
punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan
bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup,
dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari
kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan
kesehatan dan cara pelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara
pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan
dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.
Rentang sehat –sakit
 Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan
seseorang.
 Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan bersifat individual.
 Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan
kematian pada titik yang lain.

tahapan sakit menurut Suchman


1. terbagi menjadi 5 tahap yaitu Tahap mengalami gejala
 Tahap transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam
tubuhnya ; merasa dirinya tidak sehat/merasa timbulnya berbagai
gejala/merasa ada bahaya.
 Mempunyai 3 aspek :
 Secara fisik : nyeri, panas tinggi
 Kognitif : interprestasi terhadap gejala
 Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan
 Konsultasin dengan orang terdekat : gejala + perasaan, kadang-
kadangh mencoba pengobatan di rumah.

2. tahap asumsi terhadap peran sakit (sick Role)


 Penerimaan terhadap sakit
 Individu mencari kepastian sakitnya keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit.
 Mencari pertolongan dari profesi kesehatan, yang lain mengobati
sendiri, mengikuti nasehat teman/keluarga.
 Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa gejala telah berubah
dan merasa lebih baik. Invidu masih mencari penegasan dari
keluarga tentang sakitnya. Rencana pengobatan
dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman
selanjutnya.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan.
 Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas
inisiatif sendiri.
 3 tipe informasi
 validasi keadaan sakit
 Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti
 Keyakinan bahwa mereka akan baik
 Jika tidak ada gejala : individu mempersepsikan dirinya sembuh
jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan.

Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang
sakuit : menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh bantuan.

Setiap orang mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai


dengan kebutuhan.

4. Tahap penyembuhan
 Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada
peran sakit dan fungi sebelum sakit.
 Kesiapan untuk fungsi social.

Perawat – Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan


kemandirian
- Memberi harapan dan support.

D. SAKIT DAN PERILAKU SAKIT


Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial,
perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya
keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh
klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan
mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker
payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi
mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara
seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan
gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem
pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa
berfungsi sebagai mekanisme koping.
Bauman (1965)
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1. Adanya gejala : naiknya temperature, nyeri
2.Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit
3.Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.

CIRI-CIRI SAKIT
1. Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ; merasa dirinya
tidak sehat / merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
- secara fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
- Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.
2. Asumsi terhadap peran sakit (sick Rok).Penerimaan terhadap sakit.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit


1. Faktor Internal
a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut
dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia
merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam
kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat
yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang
serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau
mencari bantuan.
b. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat
serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada,
Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan
mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama
(>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh
dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat
disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan
sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan
termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi
Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah
mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan
serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap
gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman
penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B
berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda
telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan
SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya
masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari
pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak;
sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah
benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang
bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit.
Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya
yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan
lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga
ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan
medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki
sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang
kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi
Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau
perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut
dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan,
pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-
POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang,
lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit


1. Tahap I (Mengalami Gejala)
o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”
o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi
belum menduga adanya diagnosa tertentu.
o Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran
terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap
perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.
o Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.
2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
o Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang
terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga
harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan
terhadap perannya.
o Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan
juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks
atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat
ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan
kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan
kesehatan  akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin
memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem
pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
o Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan
dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan,
penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa
yang akan datang
o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak
menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka
menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya.  klien bisa
menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
o Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan
pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka
mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau
berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain
sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai
dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal
yang telah ditetapkan.
o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi
kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain
sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang
mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan
lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak
terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia
akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari
diagnosa yang sebenarnya.
4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)
o Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien
bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk
menghilangkan gejala yang ada.
o Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai
tuntutan dan stress hidupnya.
o Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan
tugas normalnya  semakin parah sakitnya, semakin bebas.
o Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan
jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien
di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.
5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara
tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh
perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya
pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien
melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman
terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam
mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-
sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

E. DAMPAK SAKIT
1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal
penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-
lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam
kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi
klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam,
mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk
menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan
menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam
kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang
lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga
terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
2. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari
nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua.
Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami
perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat
atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih
mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak
terlihat.
Perubahan jangka pendek  klien tidak mengalami tahap penyesuaian
yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang  klien
memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana
keperawatan.
3. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap
penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan
dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara
yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu
tergantung pada:
o Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau
organ tertentu)
o Kapasitas adaptasi
o Kecepatan perubahan
o Dukungan yang tersedia.
4. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri,
mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada
seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran
yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan
spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan
kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan
anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep
diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan
keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik.
Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan
dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada
anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya  klien akan
merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri
klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka
menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
5. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan
fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota
keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan
hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan
keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat
pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika
salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa
aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia
harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu
sebagai pencari nafkah.

F. PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT


Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep
yang berhubungan erat dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang
menjadi saling tumpang tindih satu sama lain.
Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki
tingkat kesehatan klien saat ini. Sedangkan Pencegahan Penyakit merupakan
upaya yang bertujuan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan yang
bersifat aktual maupun potensial.Persamaannya
Keduanya berorientasi pada masa depan.

Perbedaan
Terletak pada Motivasi dan Tujuan
Peningkatan Kesehatan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk
bertindak secara positif , untuk mencapai tujuan berupa tingkat kesehatan yang
stabil

Pencegahan Penyakit memberi motivasi kepada masyarakat untuk


menghindari penurunan tingkat kesehatan atau fungsi

Kegiatan Peningkatan Kesehatan dapat bersifat Aktif maupun Pasif


a. Peningkatan Kesehatan Pasif
Merupakan strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan
memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan oleh orang lain
tanpa harus melakukannya sendiri.
Misal: Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM);
Portifikasi pada susu dengan vitamin D.
b. Peningkatan Kesehatan Aktif
Pada strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan
program kesehatan tertentu.
Misal: Program Penurunan BB, dan Program pemberantasan rokok,
menuntut keikutsertaan klien secara aktif.

Sedangkan Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa tingkatan all:


a. Pencegahan Primer
o Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi
penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada klien yang
sehat secara fisik dan mental.
o Tidak bersifat terapeutik, tidak menggunakan tindakan yang
terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit
o Terdiri dari :
i. Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan,
standarisasi nutrisi, perhatian terhadap perkembangan
kepribadian, penyediaan perumahan sehat, skrining genetik dll
ii. Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan pribadi
(PHBS), sanitasi lingkungan, perlindungan tempat kerja,
perlindungan kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.
b. Pencegahan Sekunder
o Merupakan tindakan pencegahan yang
berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan
atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami
komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
o Pencegahan sekunder dilakukan melalui
pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat
sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan
memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang
normal sedini mungkin.
o Pencegahan komplikasi sebagian besar
dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang
memiliki fasilitas memadai.
o Pencegahan skunder terdiri dari teknik
skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini untuk
membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau
menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit.
c. Pencegahan Tersier
 Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau
ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak dapat
disembuhkan.
 Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit
atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk
mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan
 Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi,
dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit.
 Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu klien
mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan
keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.
 Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive,
karena didalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap
kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalam
merawat orang yang Buta, disamping memaksimalkan
kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga mencegah
terjadinya kecelakaan pada klien.

Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan


primer yang komprehensif, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatif,
mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi
keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan
Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis
(DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana
yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan.
Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia
ataupun jenis penyakitnya.

7 area kompetensi dokter yaitu:


1.Komunikasi efektif
2.Keterampilan Klinis
3.Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
4.Pengelolaan Masalah Kesehatan
5.Pengelolaan Informasi
6.Mawas Diri dan Pengembangan Diri
7.Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien

Tugas Dokter Keluarga:


1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu
guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2) Mendiagnosis
secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3) Memberikan
pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4)
Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina
keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut
dan kronik, 7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke
RS, 8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis
atau dirawat di RS, 9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya, 11)
Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien, 12)
Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar, 13) Melakukan
penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran
keluarga secara khusus.

Wewenang Dokter Keluarga:


1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan
pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan
penyakit, 4) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5) Mengatasi
keadaan gawat darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda
minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer, 7) Melakukan perawatan
sementara, 8) Menerbitkan surat keterangan medis, 9) Memberikan masukan
untuk keperluan pasien rawat inap, 10) Memberikan perawatan dirumah untuk
keadaan khusus.

Kompetensi Dokter Keluarga:

Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah
yang perlu dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini
hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis
besar. Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan
pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah
dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi,

menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :

(a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga
dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara
efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan
masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat
bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.

A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.

a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan


potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya,
b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan.

B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.

C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan


kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

Tindakan medis
• adalah suatu tindakan yang hanya boleh
dilakukan oleh tenaga medik, karena ditujukan
terutama bagi pasien yang mengalami
gangguan kesehatan
• dr. atau drg yang telah mempunyai STR
yang berhak melakukan tindakan medis
Untuk itu seorang dokter haruslah :
• Seorang Dokter harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan bidang keahliannya .
• Seorang Dokter dituntut untuk selalu
membuat rekam medis yang lengkap sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
KODEKI
– Kewajiban Umum ( Pasal 1 – 9)
– Kewajiban Dokter terhadap teman pasien
( pasal 10 – 13 )
– Kewajiban Dokter terhadap teman sejawat (
Pasal 14 – 15 )
– Kewajiban Dokter terhadap diri sendiri
( Pasal 16 – 17 )

KEWAJIBAN – KEWAJIBAN DOKTER


• “AEGROTI SALUS LOX SUPREME ” keselamatan pasien
adalah hukum yang tertinggi ( utama ) .
Menurut Leenen :
1. Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana
dokter harus bertindak sesuai dengan standar profesi
medis atau menjalankan praktek kedokterannya secara lege
artis
2. Kewajiban untuk menghormati hak – hak pasien yang
bersumber dari hak - hak asasi dalam bidang kesehatan
3. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial
pemeliharaan kesehatan

MENURUT Uu No.29 Th 2004


pasal 51
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan dengan
standar profesi profesi standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan ;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan,kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya; dan ;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
– Kewajiban dokter untuk memiliki pengetahuan
dan ketrampilan profesinya.
– Harus mempergunakan ilmu pengetahuan dan
ketrampilannya dengan hati – hati,
proporsional dan teliti .
– Dokter harus mempunyai pertimbangan yang
terbaik (to exercise the best judgment),
walapun sebagai manusia biasa tak pernah
lepas dari kesalahan , asalkan tidak tergolong
kesalahan yang kasar (gross negligence ) .
11

Sebuah evaluasi medis yang lengkap terdiri dari sebuah riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, hasil laboratorium atau citra medis, analisa data, dan penentuan
diagnosis, dan perencanaan perawatan atau pengobatan.[2]

Hal-hal yang termasuk dalam riwayat kesehatan:


 Keluhan utama (KU): alasan pasien datang kepada dokter. Hal ini disebut
tanda atau gejala. Dituliskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh pasien
dan sejak kapan hal tersebut di keluhkan pasien.
 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)(HPI: History of present illness): urutan
kronologis dari tanda-tanda dan klasifikasi dari setiap tanda.
 Aktivitas kini: hal-hal yang berkaitan aktivitas pasien sekarang seperti
pekerjaan, hobi, dan lainnya.
 Riwayat Pengobatan: obat apa yang digunakan pasien sebelum menemui
dokter, termasuk alergi.
 Riwayat Penyakit Dahulu/RPD(PMH: Past medical history): perawatan
yang pernah dijalani pasien sebelumnya, cedera, penyakit infeksi yang
pernah diderita, vaksinasi, alergi yang pernah diderita.
 Riwayat Sistemik (ROS: Review of systems): menanyakan pasien
mengenai kondisi sistem organ utamanya seperti jantung, paru-paru,
sistem pencernaan (traktus digestivus), dan lainnya.
 Riwayat sosial Ekonomi(SH: Social history): tempat lahir, tempat tinggal,
status perkawinan, status sosial ekonomi, kebiasaan (termasuk diet),
penggunaan obat, tembakau, dan alkohol.
 Riwayat keluarga (FH: Family history): membuat daftar penyakit apa saja
yang pernah diderita oleh keluarga pasien yang dapat diturunkan (penyakit
genetik). Biasanya dibuat dalam silsilah keluarga atau pohon keluarga.

Dalam pemeriksaan fisik, dokter berusaha mencari tanda yang dapat mendukung
proses pembuatan diagnosisnya. Dokter menggunakan indera penglihatan,
pendengaran, sentuhan, dan kadang-kadang juga dengan penciuman. Empat
metode utama untuk pemeriksaan fisik: melihat (inspeksi), merasakan/menyentuh
(palpasi), mengetuk untuk membedakan karakteristik resonansi (perkusi),
mendengar (auskultasi); mencium kadang-kadang diperlukan seperti untuk
membaui urea pada penyakit uremia.

Pemeriksaan fisik mencakup:

 Tanda vital termasuk tinggi, berat badan, suhu tubuh, tekanan darah,
denyut, kecepatan bernapas, tingkat hemoglobin darah,
 Tampakan umum pasien dan penunjuk spesifik dari penyakit.
 Kulit, kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok, dan kerongkongan.
 Kardiovaskular jantung dan pembuluh darah
 Saluran pernapasan (termasuk paru-paru)
 Tubuh (abdomen) dan rektum
 Organ genitalia (kelamin)
 Otot rangka (anggota gerak tubuh)
 Kondisi persarafan (kesadaran, orak, saraf kranial, saraf perifer)
 Psikiatrik atau kejiwaan (orientasi, mental)

Hasil laboratorium dan pencitraan medis dapat digunakan bila diperlukan.


Pemeriksaan ini dapat berlangsung hanya dalam beberapa menit bila masalahnya
sederhana maupun hingga berminggu-minggu bila pasien mengalami masalah
pada beberapa sistem tubuhnya sehingga diperlukan rujukan ke beberapa dokter
spesialis.

HAK PASIEN
UU No. 23 Th 1992 ttg Kesehatan psl 53 (2)
1. Hak atas informasi
2. Hak memberikan persetujuan
3. Hak atas rahasia kedokteran
4. Hak atas pendapat ke 2 ( second opinion)
12/30/2008
12
HAK PASIEN
UU Pradoks psl 52
1. Mendapat penjelasan secara lengkap ttg
tindakan medis
2. Meminta pendapat dr/drg lain
3. Mendapat pelayanan sesuai dng kebutuhan
medis
4. Mendapat isi rekam medis
Fred Ameln
• Hak pasien
1. Menerima pengobatan dan perawatan
2. Menghentikan p’obatan & p’rawatan
3. Menolak p’obatan &p’rawatan
4. Memilih dr & sarana pelayanan kes…
5. Mendapat informasi ttg penyakitnya
6. Atas rahasia kedokteran
12/30/2008
7. Hak bantuan medis
8. Mendapat perawatan terbaik & berlanjut
9. Menerima pelayanan/perhatian atas suatu
pengobatan

Di dalam UURI no.23, 1992, Bab V pasal 11, tertulis bahwa upaya

kesehatan dilaksanakan melalui 15 kegiatan sebagai berikut:

a. Kesehatan Keluarga

b. Perbaikan gizi

c. Pengamanan makanan dan minuman

d. Kesehatan Lingkungan
e. Kesehatan kerja

f. Kesehatan jiwa

g. Pemberantasan penyakit

h. Penyebuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

i. Penyuluhan kesehatan masyarakat

j. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

k. Pengamanan zat aditif

l. Kesehatan sekolah

m. Kesehatan olahraga

n. Pengobatan tradisional dan

o. Kesehatan matra

Dalam pada itu pelaksanaan pembangunan di bidang kese-hatan dalam Repelita I


dilakukan dengan pola prioritas sebagai berikut :
1. Peningkatan pembangunan kesehatan yang menunjang pelaksanaan program
keluarga berencana.
2. Peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat, terutama untuk mendorong turut
sertanya masyarakat secara aktif dalam usaha pembangunan di bidang kesehatan.
3. Pencegahan dan penanggulangan wabah serta penyakit rakyat lainnya.
4. Peningkatan jumlah dan mutu tenaga kesehatan.
5. Rehabilitasi/pembangunan sarana kesehatan (termasuk obat-obatan dan alat-alat
kesehatan).
6. Peningkatan penelitian dan survey (kesehatan).

Tugas dokter puskesmas

Berikut ini kami paparkan peran utama sesuai fungsi profesi dari masing-
masing petugas puskesmas.
A. PETUGAS MEDIS :

1. Dokter Umum : melakukan pelayanan medis di poli umum, puskel,


pustu, posyandu
2. Dokter Gigi : melaksanakan pelayanan medis di poli gigi, puskel, pustu
3. Dokter Spesialis : khusus untuk puskesmas rawat inap bagus juga ada
kunjungan dokter spesialis sebagai dokter konsultan, misalnya : dokter
ahli anak, kandungan dan penyakit dalam
B. PETUGAS PARA MEDIS :

1. Bidan : pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), pelaksana asuhan


kebidanan
2. Perawat Umum : pendamping tugas dokter umum, pelaksana asuhan
keperawatan umum
3. Perawat Gigi : pendamping tugas dokter gigi, pelaksana asuhan
keperawatan gigi
4. Perawat Gizi : pelayanan penimbangan dan pelacakan masalah gizi
masyarakat
5. Sanitarian : pelayanan kesehatan lingkungan pemukiman dan institusi
lainnya
6. Sarjana Farmasi : pelayanan kesehatan obat dan perlengkapan
kesehatan
7. Sarjana Kesehatan Masyrakat : pelayanan administrasi, penyuluhan,
pencegahan dan pelacakan masalah kesehatan masyarakat

C. PETUGAS NON MEDIS :

1. Administrasi : pelayanan administrasi pencatatan dan pelaporan


kegiatan puskesmas
2. Petugas Dapur : menyiapkan menu masakan dan makanan pasien
puskesmas perawatan
3. Petugas Kebersihan : melakukan kegiatan kebersihan ruangan dan
lingkungan puskesmas
4. Petugas Keamanan : menjaga keamanan pelayanan khususnya ruangan
rawat inap
5. Sopir : mengantar, membantu seluruh kegiatan pelayanan puskel di luar
gedung puskesmas

Konsep Promosi Kesehatan


• Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan
meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau
kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu
memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam
Ottawwa, 1986)

• Promosi Kesehatan merupakan program yang dirancang untuk memberikan


perubahan terhadap manusia, organisasi, masyarakat dan lingkungan.

Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :


1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara
ekonomi maupun sosial.
2. Pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan
penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan,
maupun program kesehatan lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat.

Dalam mencapai visi dari promosi kesehatan diperlukan adanya suatu upaya yang
harus dilakukan dan lebih dikenal dengan istilah “ Misi ”. Misi promosi kesehatan
merupakan upaya yang harus dilakukan dan mempunyai keterkaitan dalam
pencapaian suatu visi.

Misi Promosi Kesehatan


• Advokat (advocate)
Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan. Advokasi
merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para
penentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isyu kebijakan yang spesifik.
Dalam hal ini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi
para pembuat keputusan (decission maker) agar dapat mempercayai dan meyakini
bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui
kebijakan atau keputusan-keputusan.

• Menjembatani (mediate)
Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan
kesehatan. Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu
kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor
yang terkait. Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan
(partnership) dengan berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya
dengan kesehatan. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh
sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap
masalah kesehatan tersebut. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran
yang penting dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.

• Memampukan (enable)
Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara
mandiri. Masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mereka mampu dan
memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari
pemberian keterampilan kepada masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan
pendapatan keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi keluarga,
maka kemapuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga akan
meningkat.
PENDIDIKAN KESEHATAN

A. Prinsip pendidikan kesehatan

1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan


kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat
mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.

2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang


kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri
yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.

3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran


agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah
sikap dan tingkah lakunya sendiri.

4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan


(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap
dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :

1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat


tertentu.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan

a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan


keluarga

b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.

c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran


masyarakat atau pekerja.

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal :


peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.

b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection)


misal : imunisasi

c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early


diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.

d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan


memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

C. Metode pendidikan kesehatan

1. Metode pendidikan Individual (perorangan)


Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;

1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif

2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.

3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan


kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku)

b. Interview (wawancara)

1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan

2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima


perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau
yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran
yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih
mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok

Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu


besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun
akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

a. Kelompok besar

1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan


tinggi maupun rendah.

2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan


pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di
masyarakat.

b. Kelompok kecil

1) Diskusi kelompok ;

Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan


diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih
tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat,
pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan
mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi
dari salah satu peserta.

2) Curah pendapat (Brain Storming) ;

Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan


memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan
ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya
mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun,
baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

3) Bola salju (Snow Balling)

Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang).


Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih
kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya
dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,


kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan
kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
tersebut dan dicari kesimpulannya.

5) Memainkan peranan (Role Play)

Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan


tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai
dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan
anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka
memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.

6) Permainan simulasi (Simulation Game)

Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan


disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli.
Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan
menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main.
Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan
sebagai nara sumber.

3. Metode pendidikan Massa

Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung.


Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :

a. Ceramah umum (public speaking)

Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,


misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik
TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.

c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan


lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau
radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh :
”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.

d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk


pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari
Sabtu siang (th 2006)

e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun


tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.

f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan


sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh :
Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).

TINGKAT PELAYANAN PK, BERDASARKAN FIVE LEVELS OF


PREVENTION (LEAVEL & CLARK):

Health Promotion
PK dlm hal gizi, kebiasaan, sanitasi, hygiene perorangan
Specific Protection
Imunisasi, pemberian obat prophylaxis
Early Diagnosis and Prompt Treatment
PK utk berobat sedini mgk, deteksi dini penyakit
Disability Limitation
PK agar jangan tjd komplikasi penyakit
Rehabilitation
PK utk pemulihan kecacatan
Sub Bidang keilmuan pendidikan kesehatan
Komunikasi
Dinamika kelompok
Pengembangan dan Pengorganisasian Masy.
Pengembangan Kesehatan Masy. Desa
Pemasaran Sosial
Pengembangan Organisasi
pendidikan dan Pelatihan
Pengembangan Media
Perencanaan dan Evaluasi PK
Antropologi Kesehatan
Sosiologi Kesehatn
Psikologi Sosial
Batasan
PENDIDIKAN:
Segala upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan.
INPUT à PROSES à OUT PUT

INPUT : sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), pendidik.


PROSES : upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain
OUT PUT : melakukan apa yang diharapkan/perilaku

PENDIDIKAN KESEHATAN:
 merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya untuk
meningkatkan perilaku hidup sehat.
 Adalah upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsikan perilaku
kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi
informasi, memberi kesadaran dan sebagainya.
 Upaya agara perilaku individu, kelompok dan masyarakat mempunyai
pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
 Secara konsep: penkes merupakan upaya mempengaruhi/mengajak orang lain
(individu, keompok, masyarakat) agar berperilaku hidup sehat.
Secara operasional: penkes adalah semua kegiatan untuk memberikan/
meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara
dan meingkatkan kesehatannya.

(Blum, 1974) mengatakan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor,


berdasarkan hirarkinya adalah sebagai berikut:
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic

health well being , merupakan resultante dari 4 faktor(3)yaitu:

1. Environment atau lingkungan.

2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua d ihubungkan

dengan ecological balance.

3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi

penduduk, dan sebagainya.

4. Health care service berupa program kesehatan yang

5. bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan:


1. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif
2. Pendidikan kesehatan pada aspek preventif
3. Pendidikan kesehatan pada aspek kuratif
4. Pendidikan kesehatan pada aspek rehabilitatif.

Tempat Pelaksanaan :
1. Pendidikan kesehatan pada keluarga
2. Pendidikan kesehatan pada sekolah
3. Pendidikan kesehatan pada tempat kerja
4. Pendidikan kesehatan pada tempat umum
5. Pendidikan kesehatan pada instansi pelayanan kesehatan.
Tujuan pendidikan kesehatan ialah untuk mengubah perilaku

masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut dapat dicapai

dengan anggapan:

a. Bahwa manusia selalu dapat belajar atau berubah,

karena manusia selama hidupnya selalu berubah untuk

menyusuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, dan

b. Bahwa perubahan dapat diinduksikan

Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan

keinginan ataupun dorongan untuk berubah, yakni mengubah keadaannya

yang jelek menjadi baik; keadaan inilah yang menunjukkan motif pada

diri seseorang telah terbentuk. Atas dasar motif inilah akan terjadi

perubahan perilaku. Pendidikan kesehatan ini sangat penting dan

diperlukan oleh semua kegiatan dasar kesehatan masyarakat, termasuk

kesehatan lingkungan. Misalnya, tidak cukup kiranya kalau hanya

dibangun penyediaan air bersih, tetapinya harus yakin bahwa dengan

demikian masyarakat akan terlindung dari penyakit bawaan air. Hal ini

tidak terjadi secara otomatis, masyarakat harus berubah sesuai dengan

teknologi yang kita perkenalkan pada masyarakat. Misalnya, apabila


tadinya masyarakat mengambil air dari sungai, maka setelah ada

Penyediaan Air Minum (PAM), diharapkan bahwa mereka akan

menggunakan air PAM. Hal ini hanya dapat terjadi apabila dilakukan

penyuluhan tentang kegunaan dan manfaat air bersih. Selain itu penyakit

bawaan air hanya dapat menurun jumlahnya, apabila masyarakat mau

hidup lebih hiegenis. Inipun perlu dipelajari dengan demikian usaha

kesehatan lingkunganpun perlu didukung oleh usaha pendidikan

kesehatan.

Metode Pendidikan Kesehatan


1. individual
a. bimbingan dan konseling
b. wawancara
2. kelompok
a. kelompok besar: kegiatan cermah dan seminar
b. kelompok kecil: diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju,
kelompok2 kecil, bermain peran (role play), simulasi, dsb.
3. massa
a. ceramah umum
b. pidato
c. media (elektronik, cetak dan out door)

Media
Media pendidikan adalah alat (saluran) yang digunakan untuk penyampaian
pesan. Manusia menggunakan indra untuk berinteraksi dengan lingkungannya
sehingga untuk mempengaruhi interaksi tersebut digunakanlah berbagai media.
Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima suatu pesan maka akan
semakin mudah pesan itu diterima/dipahami.
Elgar Dale, membagi media dalam 11 macam sesuai dengan tingkatan
intensitasnya masing-masing.

Tulisan

Film
Televisi

Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan Kata-kata


paling bawah adalah benda asli
dan yang palinga atas adalah kata-kata. Hal ini berarti dalamproses pendidikan,
Rekaman
benda asli memiliki intensitas yang paling radio
kuat/besar untuk mempersepsikan
pesan yang disampaikan. Pameran
Fiel trip
Jenis media yang sering digunakan: Demonstrasi
a. media cetak Sandiwara
Benda tiruan
booklet, leaftlet, flyer (selebaran), flip chart Benda
(lembar Aslibalik), rubrik, poster,
foto, spanduk, umbul-umbul.
b. media elektronik
TV, radio, video, slide, film strip, dll
c. media papan (billboard)
poster, pamplet, baleho, dll
d. media peraga
alat tiruan seperti pantom, boneka, dami, dan instrumen lainnya. Atau benda
asli.
faktor2 yang mempengaruhi perilaku kes.
Lawrence Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor:
1. faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai,
pendidikan, sosial ekonomi, dsb.
2. faktor pemungkin(enambling factors), mencakup:
fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck,
makanan bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti
RS, poliklinik, puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat
dsb.
3. faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:
sikap dan perilaku: toma, toga, petugas kes. Kebijakan/peraturan/UU,
LSM.

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :


1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/quesioner
4. Dokumentasi

. Gastritis

A. PENGERTIAN

1. Gastritis adalah inflamasi dari dinding lambung terutama pada mukosa


gaster. (Hadi, 1995)

2. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat


akut, kronik, difus atau lokal. (Price & Wilson, 1992)

3. Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung,


yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain. (Charlene J, Reeves, 2001)

B. ETIOLOGI

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan pelindung


lambung (http://www.medicastore.com).

1) Gastritis Bakterialis
a. Infeksi bakteri Helicobacter Pylori yang hidup didalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Diperkirakan ditularkan
melalui jalur oral atau akibat memakan atau minuman ynag
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi ini sering terjadi pada masa
kanak-kanan dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan
perawatan.

b. Infeksi bakteri Campylobacter Pyloroides.

2) Gastritis Karena Stres Akut

a. Penyakit berat atau trauma ( cedera ) yang terjadi tiba – tiba.

b. Pembedahan

c. Infeksi berat

d. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung seperti terjadi


pada luka bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan
perdarahan hebat.

3) Gastritis Erosif Kronis

a. Pemakaian obat penghilang rasa nyeri secara terus – menerus. Obat


analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti Aspirin, Ibu
Profen dan Naproxen dapat menyebabkan perdarahan pada
lambung dengan cara menurunkan Prostaglandin yang bertugas
melindungi dinding lambung.

b. Penyakit Crohn, gejalanya sakit perut dan diare dalam bentuk


cairan. Bisa menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran
cerna namun, kadang – kadang dapat juga menyebabkan
peradangan pada dinding lambung.

c. Penggunaan Alkohol secara berlebihan , alkohol dapat mengiritasi


dan mengikis mucosa pada dinding lambung dan membuat dinding
lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun dalam
kondisi normal.

4) Gastritis Eosinofilik

Terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infeksi cacing gelang
Eosinofil (sel darah putih) terkumpul pada dinding lambung.

5) Gastritis Hipotropi dan Atropi

Terjadi karena kelainan Autoimmune, Autoimmune Atropic Gastritis


terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel – sel yang sehat
yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan
peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar –kelenjar penghasil asam lambung dan
mengganggu produksi faktor intrinsik (yaitu sebuah zat yang
membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12) kekurangan vitamin B12
akhirnya, dapat mengakibatkan Pernicious Anemia, sebuah kondisi
yang serius bila tidak segera dirawat dapat mempengaruhi seluruh
sistem dalam tubuh. Autoimmune Atropic Gastritis terutama terjadi
pada orang tua.

6) Penyakit Meiner

Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya


membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10 %
penderita ini menderita kanker lambung.

7) Gastritis Sel Plasma

Sel plasma ( salah satu jenis sel darah putih ) terkumpul dalam dinding
lambung dan organ lainnya.

8) Penyakit Bile Refluk


Bile ( empedu ) adalah cairan yang membantu mencerna lemak –
lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan,
empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju keusus
kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot Sphincter yang berbentuk
seperti cincin (Pyloric Valve) akan mencegah empedu mengalir balik
kedalam lambung. Tetapi jika katub ini tidak bekerja dengan benar,
maka empedu akan masuk kedalam lambung dan mengakibatkan
peradangan dan Gastritis.

9) Radiasi dan Kemoterapi

Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat


mengakibatkan peradangan pada dinding lambung dan selanjutnya
dapat berkembang menjadi Gastritis dan Peptic Ulcer. Ketika tubuh
terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya
sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan
tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta
merusak kelenjar – kelenjar penghasil asam lambung.

10) Faktor-faktor lain

Gastritis sering juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan lainnya


seperti HIV / AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.

C. PATOFISIOLOGI

Lambung adalah sebuah kantong otot yang kosong, terletak


dibagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa
memiliki panjang berkisar antara 10 inci dan dapat mengembang untuk
menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung
dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah
akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan – lipatan
tersebut secara bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara
bertahap melepaskannya kedalam usus kecil. Ketika makanan masuk
kedalam esofagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara
esofagus dan lambung ( Esophangeal Sphincer ) akan membuka dan
membiarkan makanan masuk lewat lambung. Setelah masuk kelambung
cincin ini menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan otot yang kuat.
Ketika makanan berada dilambung, dinding lambung akan mulai
menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar –
kelenjar yang berada dimucosa pada dinding lambung mulai
mengeluarkan cairan lambung ( termasuk enzim – enzim dan asam
lambung ) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.

Suatu komponen cairan lambung adalah Asam Hidroklorida.


Asam ini sangat korosif sehingga paku besipun dapat larut dalam cairan
ini. Dinding lambung dilindungi oleh mucosa – mucosa bicarbonate
(sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara
reguler sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung ) sehingga
terhindar dari sifat korosif hidroklorida. Fungsi dari lapisan pelindung
lambung ini adalah agar cairan asam dalam lambung tidak merusak
dinding lambung. Kerusakan pada lapisan pelindung menyebabkan cairan
lambung yang sangat asam bersentuhan langsung dengan dinding lambung
dan menyebabkan peradangan atau inflamasi.Gastritis biasanya terjadi
ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan
meradangnya dinding lambung.(http://google.com//Gastritis).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejalanya bermacam – macam, tergantung kepada penyebab Gastritisnya.


Biasanya penderita Gastritis mengalami gangguan pencernaan ( Indigesti )
dan rasa tidak nyaman diperut sebelah atas.(http://www.medicastore.com)

1) Gastritis Bakterialis

Dapat ditandai dengan adanya demam, sakit kepala dan kejang otot.
2) Gastritis Karena Stres Akut

Penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera)


biasanya menutupi gejala – gejala lambung : tetapi perut sebelah atas
terasa tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memar kecil dalam
lapisan lambung, dalam beberapa jam memar ini bisa berubah menjadi
ulkus. Ulkus dan Gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh
dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa
membesar dan mulai mengalami pendarahan, biasanya dalam waktu 2 –
5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja
berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan
dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas
dan berakibat fatal.

3) Gastritis Erosif Kronis

Gejalanya berupa mual ringan dan nyeri diperut sebelah atas. Tetapi
banyak penderita ( misalnya pemakai Aspirin jangka panjang ) tidak
merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus,
yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan
dari ulkus lambung, gejalanya berupa tinja berwarna kehitaman seperti
aspal ( Melena ), muntah darah ( Hematemesis ) atau makanan yang
sudah dicerna yang menyerupai endapan kopi.

4) Gastritis Eosinofilik

Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa disebabkan penyempitan


atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju keusus dua
belas jari.

5) Penyakit Meniere

Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya


nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang
terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan
dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya
protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini
bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.

6) Gastitis Sel Plasma

Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan


dengan timbulnya ruam dikulit dan diare.

7) Gastritis Akibat Terapi Penyinaran

Menyebabkan nyeri, mual dan Heartburn (rasa hangat atau rasa


terbakar dibelakang tulang dada), yang terjadi karena adanya
peradangan dan kadang karena adanya tukak dilambung. Tukak bisa
menembus dinding lambung sehingga isi lambung tumpah kedalam
rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan
nyeri yang luar biasa. Perut kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan
pembedahan darurat. Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk
jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung
yang menuju keusus duabelas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan
muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga
bakteri dapat masuk kedalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri
hebat yang muncul secara tiba – tiba.

Gejala Gastritis secara umum (http://www.google.com//Gastritis)

a. Hilangnya nafsu makan.

b. Sering disertai rasa pedih atau kembung di ulu hati, mual dan
muntah.

c. Perih atau sakit seperti rasa terbakar pada perut bagian atas yang
dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.

d. Perut terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan.


e. Kehilangan berat badan.

E. KLASIFIKASI

Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene.J.Reeves, 2001) yaitu:

1) Gastritis Akut

Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek dengan


konsumsi agen kimia atau makanan yang mengganggu dan merusak
mucosa gastrik. Agen semacam itu mencakup bumbu, rempah-rempah,
alkohol, obat-obatan, radiasi, chemoterapi dan mikroorganisme
infektif.

2) Gastritis Kronis

Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A mampu


menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari
kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi
gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia Pernisiosa
berkembang dengan proses ini. Sedangkan Gastritis tipe B lebih lazim,
tipe ini dikaitkan dengan infeksi bakteri Helicobacter Pylori, yang
menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila pasien didiagnosis terkena Gastritis, biasanya dilanjutkan dengan


pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.
(http://www.google.com//Gastritis)

Pemeriksaan ini meliputi :

1) Pemeriksaan Darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam


darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat
pendarahan lambung akibat Gastritis.

2) Pemeriksaan Pernafasan

Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.


Pylori atau tidak.

3) Pemeriksaan Feses

Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukan
adanya perdarahan pada lambung.

4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas

Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran


cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test ini
dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-
rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan untuk memastikan
pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika ada jaringan dalam
saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil
sedikit sampel (biopsi) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian
akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Test ini memakan waktu
kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai
efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir
tidak ada resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas

Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit


pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

G. PENCEGAHAN

Walaupun infeksi H.Pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa


saran untuk dapat mengurangi resiko terkena Gastritis.

(http://www.Google.com//Gastritis)

1) Makan secara benar

Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang


pedas, asam, gorengan, atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan
pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana
cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada
waktunya dan lakukan dengan santai.

2) Hindari Alkohol

Penggunaan Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapaisan mucosa


lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.

3) Jangan merokok

Merokok mengganggu kerja lapisan lambung, membuat lambung


lebih rentan terhadap Gastritis dan borok. Merokok juga
meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan
lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung.

4) Lakukan olah raga secara teratur


Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernafasan dan jantung, juga
dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

5) Kendalikan stres

Stres meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan


sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan
kulit. Stres juga dapat meningkatkan produksi asam lambung dan
memperlambat kecepatan pencernaan. Karena stres bagi sebagian
orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah dengan
mengendalikannya secara efektif dengan cara diet yang bernutrisi,
istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.

6) Ganti obat penghilang nyeri

Jika memungkinkan ahindari penggunaan AINS, obat-obat golongan


ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan
penghilang nyeri yang mengandung Acetaminophen.

7) Ikuti rekomendasi dokter

H. PENATALAKSANAAN

Terapi Gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan


mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau
dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengobatinya.

(http://www.google.com)

1) Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter Pylori, maka


diberikan Bismuth, Antibiotik (misalnya Amoxicillin &Claritromycin)
dan obat anti-tukak (misalnya Omeprazole).
2) Penderita Gastritis karena stres akut banyak mengalami penyembuhan
(penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar
2 % penderita Gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang
sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan
memberikan Antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat
anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan
pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena Gastritis
akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan
dengan tindakan Endoskopi. Jika perdarahan masih berlanjut mungkin
seluruh lambung harus diangkat.

3) Penderita Gastritis Erosif Kronis bisa diobati dengan Antasid. Penderita


sebaikanya menghindari obat tertentu (misalnya Aspirin atau obat anti
peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan
iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko
terbentuknya Ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.

4) Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung pada


Gastritis Eosinofilik, bisa diberikan Kortikosteroid atau dilakukan
pembedahan.

5) Gastritis Atrofik tidak dapat disembuhkan, sebagian besar penderita


harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.

6) Penyakit Meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau


seluruh lambung.

7) Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti Ulkus yang
menghalangi pelepasan asam lambung.

8) Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit


tapi sering.

9) Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan berlemak


seperti sambal, bumbu dapur dan gorengan.
10) Kedisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat
membantu pasien dengan gastritis.

You might also like