You are on page 1of 2

MENJAGA HIDUP BERTETANGGA DALAM RAMADHAN

َ ‫ل اللهِ؟ قَا‬
‫ الذِيى‬:‫ل‬ َ ْ‫سو‬
ُ ‫ن يَا َر‬
ْ ‫م‬
َ ‫ل‬ َ ْ ‫ قِي‬.‫ن‬ ِ ْ‫ َواللهِ ل َ يُؤ‬،‫ن‬
ُ ‫م‬ ِ ْ‫ َواللهِ ل َ يُؤ‬،‫ن‬
ُ ‫م‬ ِ ْ‫َواللهِ ل َ يُؤ‬
ُ ‫م‬
ْ
‫ه‬
ُ َ‫جاُرهُ بِوَاثِق‬َ ‫ن‬ َ ‫ل َ يَأ‬
ُ ‫م‬

“Demi Allah, tidak beriman … Demi Allah, tidak beriman …. Demi Allah, tidak beriman …!
Dikatakan kepada beliau, Sipa ia itu wahai Rasulullah? Rasulullan SAW menjawab, “yaitu
orang yang tetangganya tidak aman gara-gara ulahnya.” (H.R. Bukhari dari Abu
Hurairah r.a)
Hadits Rasulullah SAW yang berisi peringatan ini mengajarkan ke segenap
ummat untuk menelihara akhlakul kariman dalam berinteraksi sosial khususnya pada
kehidupan bertetangga. Terwujudnya suatu hubungan bermasyarakat yang nyaman
ditentukan oleh kebaikan hubungan bertetangga. Tetangga seakan saudara terdekat
dalam satu lingkungan. Sehingga baik buruknya bertetangga menjadi ukuran iman
seseorang. Maka, “memelihara hubungan dengan tetangga termasuk bagian dari
kesempurnaan iman”. Hadist Rasulullah SAW menegaskan, “Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah berlaku baik terhadap tetangganya,
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan
tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah
berbicara yang baik atau diam saja.” (H. R. Muslim)
Hadits shahih ini menjadi asuhan kehidupan bermasyarakat dengan
menekankan kepada berbuat baik pada tetangga, menghormati tamu, dan seorang
mukmin tidak boleh berkata, kecuali dengan perkataan yang baik. Memuliakan
tetangga dapat dilakukan dengan bersikap ihsan kepadanya menurut kemampuan
yang dimiliki, seperti sering hadiah menghadiahi, memberi salam, menampakkan
keceriaan dan wajah manis dengan ikhlas, serta saling membantu meringankan
kesulitan yang sedanag dihadapi.
Di dalam ajaran Islam kewajiban bermasyarakaat amatlah luas, di antaranya
hak tetangga, hak kerabat, hak sesama muslim dan hak sesama manusia walaupun
bukan seorang muslim yang bukan pula kalangan kerabatnya. Seseorang dapat
dikatakan “orang baik” apabila pergaulannya dan hubungan dengan tetangga di
lingkungannya baik. Apabila tingkah polah dan perilakunya selalu meresahkan atau
mengganggu tetangganya, maka dia akan sangat dibenci oleh Allah SWT. Demikian
tegasnya Rasulullah SAW menyebutkan di dalam hadits beliau,
ْ
‫ه‬
ُ َ‫جاَره ُ بِوَائِق‬
َ ‫ن‬ َ ‫ن ل َ يَأ‬
ُ ‫م‬ ْ ‫م‬ َ َّ ‫جن‬
َ ‫ة‬ َ ‫ل اْل‬ ُ ْ ‫ل َ يَد‬
ُ ‫خ‬

“Tidak dapat masuk sorga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”.
(H.R. Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, jika ada tetangga yang mencela, seharusnya tidak
membalas dengan celaan, dan bila ada tetangga yang menyakiti hati, tidaklah mesti
berbalas dengan menyakiti hatinya. Semestinya segala urusan dikembalikan kepada
Allah SWT sebagai penjaga dan pemelihara diri, jiwa dan kehormatan Dengan ini
sikap pemaaf adalah paling utama.
Wasiat Rasulullah berkenaan masalah tetangga mesti diupayakan terwujud
dalam kehidupan bermasyarakat, agar komuniotas lingkungan menjadi seperti
sebuah keluarga yang kuat. Kehidupan bermasyaraakat dalam lingkungan muslim
digambarkan sebagai batang tubuh yang satu. Manakala salah satu anggota tubuh
itu sakit, maka anggota tubuh yang lain ikut merasakan bertanggang sebagai satu
bentuk solidaritas yang spontan. Kehidupan masyarakatnya selalu diikat dengan
sikap saling tolong-menolong, bahu membahu dalam kebaikan dan taqwa.
Dengan terlaksananya berat sepikul ringan sejinjing atau amar ma’ruf dan nahi
munkar, maka terciptalah sebuah masyarakat yang rukun, damai, aman, sentosa dan
harmonis yang selalu diikat dengan nilai sopan santun. Masyarakat sedemikian
disebut “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur”. Sayyidah Aisyah Radhiaallahu
‘anha mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda ;
َ
‫مار‬
ِ َ ْ ‫ن فِى الع‬
َ ْ ‫ن الدِّيَاَر وَ يُزِد‬
َ ‫مْر‬ َ ِ ‫ن ال‬
ِّ َ‫جوارِ يُع‬ ُ ‫س‬
ْ ‫ح‬ ِ ُ ‫خل‬
ُ َ‫ق و‬ ُ ‫ن ال‬
ُ ‫س‬
ْ ‫ح‬
ُ َ‫حم ِ و‬ ُ َ ‫صل‬
ِ ‫ة الَّر‬ ِ

“Silaturrahmi, berakhlak mulia serta bertetangga dengan baik akan membangun dunia dan
memperpanjang usia”.(HR. Ahmad).
Di dalam bulan Ramadhan amat di anjurkan saling memberi perbukaan,
saling menegur dengan baik, saling menjauhi perkataan kumuh dan bohong, agar
terjaga hubungan bertetangga yang baik. Semoga Allah SWT selalu memberi kita
kekuatan. Amin.
Wassalam,
Buya H. Masoed Abidin

You might also like