Professional Documents
Culture Documents
DEFENISI RADANG
Radang atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003). Inflamasi
melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau
menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian
menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun
kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erta dengan
proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel
parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut
fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel & Cotran, 2003).
Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat kompleks berbagai kejadian yang
sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus awal
radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari jaringan ikat.
Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal
radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respon vaskular dan
selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan
menghilang dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel
& Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor),
kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara
histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol,
kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi
cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus peradangan.
(Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
Tanda-Tanda Radang
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-
tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda
radang ini (Tabel 1) masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup
rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan).
Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa
(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari
37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas
dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang
terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas
lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal
tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-
ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Tumor
Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002).
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang
(Abrams, 1995).
RADANG
Radang atau inflamasi ialah proses reaksi tubuh lokal (di tempat dimana terjadi
rangsangan / cedera jaringan.
Yaitu reaksi jaringanyang terjadi segera dan hanya dalam waktu tidak lama
(beberapa jam sampai beberapa hari), disertai tanda radang akut.
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, karena adanya pelebaran
pembuluh darah kecil yang mengalami kerusakan.
b. Panas ( kalor )
Peningkatan suhu tampak pada bagian tepi / perifer tubuh, seperti kulit, oleh
karena meningkatnya aliran darah ( hiperemia ) melalui daerah tersebut.
c. Bengkak ( tumor )
Rasa sakit disebabkan oleh regangan jaringan akibat edema maupun karena
penekanan nanah dalam suatu rongga abses.
Gerakan yang terjadipada daerah radang akan mengalami hambatan oleh rasa
sakit, atau oleh karena pembengkakan sehingga mengakibatkan berkurangnya gerak.
Radang kronik dapat terjadi dari radang akut yang tidak mengalami perbaikan
secara sempurna sehingga berkembang menjadi bentuk kronik, atau sejak semula
memang bersifat menahun, disebabkan oleh rangsang menahun / kuman yang
virulensi-nya rendah dengan rangsang menahun. Radang kronik berjalan berminggu-
minggu sampai bertahun – tahun.
3. Radang subakut
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen
yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-
reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas
atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia,
dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan
proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa
degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang
disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel
darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan
makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-
perubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang (Abrams, 1995).
Mekanisme radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit
yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya
berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah
dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler
yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi
darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas
melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,
bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh
perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada
orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan
pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas.
Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan
bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat
meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid
bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial
yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding
kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins
& Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas
vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang
meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis,
dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan
beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang,
dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti (Robbins &
Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-
sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar
daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan
terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian
tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan
sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel
tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar
dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit,
tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang
tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
2. Radang kronis
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang
akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda,
disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses
penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses
primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan
penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi
penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti
basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan
bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu
radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan
waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya
berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai
penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera
langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein
dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat
mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip
dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang
akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada
hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme
biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol
yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
1. Amina vasoaktif
2. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga faktor
plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan komplemen.
Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga
faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu protein yang
disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga bertemu kolagen,
membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan
bantuan kofaktor high-molecular-weight kininogen (HMWK)/kininogen berat
molekul tinggi, faktor XII kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi faktor
XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah
substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi sistem
fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan dengan cara
memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini,
akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan pada
keseluruhan vaskular. Plasminogen activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan
jaringan lain) dan kalikrein adalah protein plasma yang terikat dalam perkembangan
gumpalan fibrin. Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease
multifungsi yang memecah fibrin (Mitchell & Cotran, 2003).
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan penting
dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi biologi
komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh
apa yang disebut ”jalur klasik” yang tercetus oleh pengikatan C1 pada kompleks
antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang dicetuskan oleh
polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi,
dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk properdin dan faktor B dan
D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen akan memakai
urutan efektor akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan
pembentukan beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi
antibodi (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
b. Produk leukosit
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis
dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas yang
sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak endotel
kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga dapat menyebabkan
peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat terbentuk lipid-lipid
kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes
tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon
terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus peradangan adalah
reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan,
hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,penghancuran jaringan
nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik
yang dinamis dan kontinue . Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan
harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Sehingga
dimaksud dengan radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan
cedera.
Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam
cairan jaringan sekitarnya. (Price, 1994)
Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:
proses terjadinya peradangan yakni pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi
inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan
kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan
terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala,
struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat
dibatasi. Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit
membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease
selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear
besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya
terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel
darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang
disebut eksudat. Perbedaan antara Eksudat dan Transudat yaitu, Eksudat adalah cairan
radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.
Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan
hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Sedangkan
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak
disebabkan proses peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat pada umumnya
kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh
transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.
(Price, 1994)
Tonsilitis adalah peradangan pada amandel disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri. Peran amandel adalah sebagai penyaring atau fileter bakteri dan virus yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi yang lebih berbahaya. Tindakan operasi sudah
jarang dilakukan, kecuali bila peradangan sering sekali terjadi atau bila peradangan
tersebut menyebabkan kesulitan untuk bernapas dan menelan.
Gejala radang amandel cukup mudah dikenali, yaitu adanya 5 tanda yaitu :
kalor, dolor, rubor, tumor, dan fungsiolasea yang detailnya dapat dilihat disini.
Ya, virus dan bakteri cenderung untuk berkembang pada orang-orang yang
berhubungan dekat satu sama lain. Pada anak-anak dapat terjadi seperti di sekolah
atau di fasilitas penitipan anak.
RADANG LAMBUNG
Lambung adalah salah satu bagian dari alat pencernaan, merupakan organ
berotot yang berongga dan mempunyai dua lubang, yatu satu lubang berupa pintu
masuk dari esofagus dan satu lagi merupakan pintu keluar menuju usus kecil.
Sebelum fathur-net bahas mengenai bagaimana cara mengobati / mengatasi radang
lambung atau maag? Fungsi lambung antara lain yaitu untuk menyimpan makanan
untuk sementara, mencampur dan membantu mencerna makanan dengan bantuan
sekresi-sekresi lambung dan asam hidroklorida, dan mengkontraksi makanan ke
dalam usus kecil.
Radang lambung, atau gastritis, atau lebih dikenal juga dengan penyakit
maag merupakan suatu gangguan pencernaan yang umum terjadi. Pada penyakit ini
terjadi suatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa lambung sehingga menjadi
merah, bengkak, berdarah dan luka. Radang lambung dapat berupa serangan akut atau
gangguan kronis. Serangan akut terjadi mendadak misalnya setelah minum alkohol,
kopi, makanan berbumbu banyak atau yang susah dicerna.
Pada umumnya radang lambung dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut
ini :
• Terlalu banyak makanan yang mengiritasi lambung, seperti yang pedas, asam,
minuman beralkohol,
• obat-obatan seperti aspirin (dosis tinggi), kortison, kafein, kortikosteroid.
• adanya stress dan tekanan emosional yang berlebihan pada seseorang.
• Adanya asam lambung yang berlebihan.
• Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau makan
berlebihan.
• Tertelannya substansi/zat yang korosif, seperti alkali, asam kuat, cairan
pembersih kimiawi, dan lain-lain.
• Infeksi bakteri
Gejala dari penyakit radang lambung umumnya, yaitu :
• Mual dan sering muntah agak asam. Pada kondisi berat lambung mungkin
dapat mengelupas sehingga mengakibatkan muntah darah
• perut terasa nyeri, pedih, kembung dan sesak (sebah) pada bagian atas perut.
• Napsu makan menurun drastis, wajah pucat, keringat dingin, pusing.
• Sering sendawa terutama bila dalam keadaan lapar
• Sulit tidur karena gangguan rasa sakit pada daerah perut sebelah atas (ulu
hati).Pada radang lambung kronis gejala yang ditunjukan lebih ringan,
seringkali gejala menjadi samar, seperti tidak toleran terhadap makanan pedas
atau berlemak atau nyeri ringan yang akan hilang setelah makan.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah radang lambung, antara lain :
Khasiat : antiradang, mengurangi perut kembung, mual, muntah, nyeri, dan sebagai
penghangat badan.
Dosis : 10-25 gram rimpang kencur, direbus, airnya diminum.
catatan : untuk perebusan gunakan periuk tanah atau panci enamel atau panci
kaca/pyrex
Pemeriksaan diagnosa Penyakit Radang Usus Buntu
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk
menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh
Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiology ;
1. Pemeriksaan fisik.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan
usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu
ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium.
3. Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama
untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah
dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas
gambaran apendiks.
Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran
cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya
tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren)
karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera
ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut
yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang
semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
Daftar Pustaka
3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.)
(Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku
asli diterbitkan 1996).
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L.
M. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-
61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam
S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59).
Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar
laboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli
diterbitkan 1987).
Sumber:http://id.shvoong.com/medicine-and-health/otolaryngology/2053480-
penyebab-gejala-dan-pencegahan-amandel/#ixzz1LZhUqxrH
A. Radang Tenggorokan
Demam tinggi
Telinga pekak
Patut diingat, pemberian antibiotik hanya boleh dilakukan pada penderita radang
tenggorokan akibat bakteri. Obat-obatan tersebut efektif membunuh bakteri tapi tidak
menghilangkan virus.
Hal lain yang dapat mengurangi risiko terkena radang tenggorokan adalah
tidak merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.
Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu sebuah usus
kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di sebelah kanan bawah
rongga perut. Usus buntu yang mengalami peradangan kadang-kadang pecah terbuka,
yang menyebabkan peradangan selaput perut(peritonitis).
Peradangan selaput perut adalah peradangan yang gawat dan mendadak pada
selaput yang melapisi dinding dalam rongga perut atau pada kantong yang
membungkus usus. Peradangan ini terjadi kalau usus lainnya pecah atau robek.
Penyebab umum
Adanya benda kecil atau keras (faecaliths) yang berada di appendix dan tidak
bisa keluar.
Tanda-tanda appendicitis:
Tanda yang utama ialah keluha nyeri yang menetap pada perut dan semakin
lama semakin memburuk.
Rasa nyeri mulai terjadi di sekitar pusar, tetapi segera nyeri tersebut
berpindah kesisi kanan bawah.
Mungkin selera makan menghilang, muntah, sembelit atau terdapat panas
yang ringan.
C. Radang Kulit
Radang kulit, dermatitis, merupakan suatu gejala pada kulit saat jaringan terinfeksi
oleh bakteri atau virus. Ada beberapa tipe radang kulit, yaitu:
sebhorrheic dermatitits
atopic dermatitis (eczema)
Kedua tipe tersebut sangat bervariasi tergantung dari penyebab dan gejala
yang terjadi. Sesungguhnya penyakit ini tidak merupakan penyakit seumur hidup. Ia
hanya akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan mengurangi penampilan diri.
Kombinasi antara perawatan kesehatan mandiri dan pengobatan medis akan
menghilangkan radang kulit.
D. Radang Sendi
Radang sendi, osteoarthritis, adalah salah satu arthritis yang disebabkan oleh
berkurangnya cartilage terutama di daerah persendian. Cartilage sendiri merupakan
substansi protein yang menjadi semacam “oli” bagi tulang dan persendian. Ketika
cartilage mengalami penurunan dalam jumlah, selanjutnya struktur tulang akan
tergerus. Penyakit ini sering menyerang mereka yang sudah berusia lanjut.
Penyebab radang sendi adalah bertambahnya kandungan air pada cartilage
sehingga membuat jumlah proteinnya berkurang drastis.
Peran perdangan:
1. Siapnya tentara untuk memfagosit (makan) seperti leukosit PoliMorfoNuklear
(PMN) dan makrofag
2. Terbentuknya berbagai macam antibodi (berhubungan dengan limfosit B)
5. Penyembuhan
Pembagian radang:
1. Akut
2. Sub Akut
Ciri-ciri radang:
1. Rubor—Merah
2. Kalor—Panas
3. Dolor—Nyeri
4. Tumor—Pembengkakan
Genesis radang:
cedera jaringan menyebabkan degenerasi/nekrose (terlepasnya hisatamine dan
mediator lain menyebabkan nyeri) – dilatasi kapiler (menyebabkan merah dan
panas)-- terkumpulnya cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan tempat radang
disertai poliferasi jaringan makrofag (menyebakan tumor dan disfungsi organ)--
terjadi perang (fagositosis)-- terjadi perubahan imunologik
Salah satu penyebab utama rasa sakit adalah karena adanya radang/ inflamasi.
Peradangan adalah salah satu cara sistem imunitas tubuh dalam merespon terhadap
segala tantangan yang dihadapi tubuh seperti misalnya infeksi, ataupun adanya
ketidak seimbangan dalam sistem tubuh.
Jika kita mendengar kata “Itis” berarti penyakit itu menyangkut masalah
peradangan, seperti misalnya Arthritis, yaitu Radang Sendi, Radang pada Colon
(Colitis), radang pada paru-paru (bronchitis), radang pada sinus (sinusitis), lalu ada
lagi penyakit yang melibatkan radang tapi namanya agak berbeda adalah eczema,
yaitu radang pada kulit, ashma, radang pada saluran pernapasan, dan lain-lain.
Sebanarnya mengapa tubuh bisa merasa sakit?
Sakit yang dirasakan oleh tubuh kita dipicu oleh kimia tertentu bernama
“Inflammatory mediator”, unsur kimia ini diproduksi oleh tubuh untuk merespon
kerusakan jaringan.
Jika sakit dan peradangan ini berlangsung lama, maka jaringan tubuh ini akan
menjadi rusak, pada kasus radang sendi, persendian menjadi keras dan kaku, lama
kelamaan bagian ini tidak bisa digunakan lagi.
Dan untuk diketahui, prostaglandin yang disebut PGE2 inilah yang menyebabkan rasa
sakit.
GEJALA GEJALANYA :
- Kelopak mata bengkak, mata memerah dan terdapat bintik bintik perdarahan pada
selaput mata
PENYEBAB :
Sejenis kuman atau mahluk yang sangat keciltidak tampak dilihat mata biasa yang
disebut virus. Penyakit ini dapat menular
PERTOLONGAN ;
- istirahatkan penderita dirumah dan jauhkan dari anggotakeluarga yang lain agar
tidak terjadi penularan, hindari pemakaian kaca mata, handuk dll bekas penderita.
- bersihkan mata dengan hati hati dari cairan radang dengan kapas yang dibasahi air
hangat atau boorwater
- dapat juga digunakan uap daun saga yang direbus. (Cara mambuatnya sebagai
berikut : Daun saga digiling halus, direbus dalam air mendidih, uap yang keluar
digunakan untuk obat mata bila nyeri dirasakan semakin hebat dan setelah 4-5 hari
belum ada tanda tanda penyembuhan, sebaiknya agar dibawa ke Puskesmas atau unit
layanan pengobatan lainnya.
SARAN SARAN :
- menjaga kebersihan mata, antara lain tidak mengusap usap mata dengan
tangan apalagi bila tangan kita kotor tidak saling meminjamkan barang barang
keperluan pribadi misalnya handuk, saputangan, pakainan dan lain lain,apalagi
barang barang penderita radang mata.
RADANG SELAPUT OTAK
RADANG PARU-PARU
Radang paru-paru (pneumonia) adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru.
Radang paru pada anak-anak dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri. Biasanya
radang paru-paru disebabkan oleh adanya infeksi virus.
Karena adanya infeksi, jalan udara kecil yang ada di paru-paru menjadi bengkak dan
menghasilkan banyak lendir. Lendir ini menghalangi jalannya udara dan mengurangi
jumlah oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Radang paru-paru dapat terjadi pada
hanya satu bagian dari paru-paru atau seluruh bagian dari paru-paru.
Dokter anda biasanya akan mencari apakah anak anda menderita radang paru dengan
mengajukan pertanyaan pada anda dan melakukan pemeriksaan pada anak anda. Tes
darah seringkali dapat membantu untuk menentukan apa penyebab terjadinya rada
paru (apakah bakteri atau virus). Foto dengan sinar x pada bagian dada anak anda
dapat mengkonfirmasikan diagnosis tersebut. Bila anak anda mengidap radang paru
maka hasil foto dengan sinar x akan menunjukkan adanya cairan (consolidation) di
bagian paru-parunya.
Radang paru dapat terjadi setelah adanya infeksi saluran pernapasan, seperti selesma
atau flu. Kebanyakan, anak-anak yang menderita radang paru akan membaik dengan
cepat dan tanpa bekas.
Bila anak anda mengidap radang paru mereka biasanya memiliki gejala
sebagai berikut:
1. Panas tinggi
2. Napas cepat dan/atau sulit bernapas—bagi anak yang terkena radang paru
bernapas adalah pekerjaan yang sulit dan anda bisa melihat tulang iga mereka
lebih jelas dari biasanya.
3. Batuk
1. Muntah-muntah (mual)
2. Rewel atau lebih cepat lelah daripada biasanya
3. Kadang-kadang ada rasa sakit di dada, terutama saat bernapas
4. Sakit perut
Perawatan di Rumah
Biasanya anak yang menderita radang paru dapat menjalani perawatan di rumah.
Bila radang paru yang diderita oleh anak anda disebabkan oleh bakteri, maka
akan diberikan obat-obatan berupa antibiotik untuk mengobatinya. Anak-anak yang
mengidap radang paru karena bakteri biasanya kondisinya akan jauh lebih baik dalam
waktu 24 sampai dengan 48 jam setelah pemberian antibiotik. Panasnya akan turun,
mereka akan memiliki lebih banyak energi dan napasnya akan lebih lega. Meskipun
demikian, mereka mungkin akan tetap batuk selama beberapa hari hingga beberapa
minggu. Penting untuk diingat bahwa pengobatan dengan antibiotik harus dilakukan
sesuai dengan dosisnya. Terapi obat ini akan dilanjutkan selama 7 hingga 10 hari.
Antibiotik tidak dapat menyembuhkan sakit karena virus dan tidak akan
diberikan untuk radang paru yang disebabkan oleh virus. Proses penyembuhannya
biasanya lebih lambat, sekitar 2 hingga 4 minggu.
Perawatan di Rumah
Anak-anak yang mengidap radang paru perlu dirawat di rumah sakit. Hal ini
dibiasanya terjadi bila anak-anak tersebut:
Saat berada di rumah sakit, anak anda akan diawasi secara intensif dan akan
mengikuti berbagai terapi yang dianggap perlu.
Anda harus menghubungi dokter anda bila anak anda menjalani perawatan radang
paru dan:
Ada anak-anak pengidap radang paru yang harus diperiksa kembali setelah beberapa
hari. Dokter anda akan memberitahu kapan anda harus kembali.
Dalam waktu 6 minggu setelah jatuh sakit, anda harus memeriksakan anak anda
kembali ke dokter untuk meyakinkan bahwa anak anda telah sembuh total.
Hal-hal yang Perlu Diingat
1. Sebagian besar anak-anak yang mengalami radang paru dapat sembuh dengan
cepat dan tuntas.
2. Bila anak anda menderita radang paru, mereka perlu banyak istirahat dan
minum cairan dalam jumlah sedikit tapi sering.
3. Obat batuk tidak dapat membantu anak-anak yang menderita radang paru.
4. Penting untuk diingat bahwa antibiotik harus digunakan sesuai dengan
dosisnya sesuai dengan resep yang telah diberikan oleh dokter.