Professional Documents
Culture Documents
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui perkembangan industri perikanan tuna Indonesia.
2. Mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatannya.
3. Mengetahui kendala dan permasalahan yang dihadapi industri perikanan
.tuna Indonesia.
4. Menyusun strategi dan kebijakan pengembangannya
BAB II. INDUSTRI PERIKANAN
TUNA INDONESIA
Selain dipasarkan (ekspor) dalam bentuk tuna segar, tuna beku dan
produk olahan beku, produk tuna dunia juga dipasarkan dalam bentuk tuna
kaleng. Tidak semua produksi tuna kaleng masuk ke pasar ekpor, hal ini
dikarenakan sebagian dikonsumsi di dalam negeri negara produsen
tersebut, sisanya sejumlah 857,8 ribu ton (55,3 %) yang masuk pasar
ekspor dunia atau setara dengan 2.029,2 milyard US$, sementara untuk
Indonesia, produksi tuna kalengnya 100 % untuk ekspor.
Sejak tahun 1981 – 2000, Produksi dan ekspor tuna kaleng Indonesia
tumbuh dari 0,5 juta karton menjadi 5 juta karton, artinya baru 20 %
kapasitas produksi yang dapat dimanfaatkan. Problem yang muncul ke
permukaan pada industri pengalengan nasional adalah tidak dapat
bersaing dengan industri pengalengan dari negara tetaga seperti Thailand
dan Philiphina, serta negara pengekspor tuna kaleng utama lainnya
dikarenakan kurangnya pasokan bahan baku dari industri penangkapan
tuna nasional yang lebih cenderung mengekspornya dalam bentuk segar
atau beku karena harganya jauh lebih tinggi dan menguntungkan.
Disamping itu industri pengalengan tuna nasioanal umumnya tidak memiliki
armada penangkapan sendiri sehingga kontinuitas bahan baku kurang
terjamin karena hanya mengandalkan pasokan dari nelayan tradisonal
dengan hasil tangkapan yang kurang memadai dan kualitasnya rendah.
Secara geografis Perairan Indonesia sebenarnya sangat menguntungkan
bila ditinjau dari penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan
khususnya industri pengalengan tuna. Sumber bahan baku dapat diperoleh
dari perairan Pasifik Barat dengan produksi 1 – 1,5 juta ton/ tahun dan
perairan Indonesia sebesar 0,2 juta ton/ tahun, ironis memang bila industri
pengalengangan nasional mengalami kekurangan pasokan bahan baku,
tapi kenyataanya demikian, untuk itulah Direktorat Kelembagaan Dunia
Usaha, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan mencoba menjembatani
dengan mempertemukan pelaku usaha (stakeholder ), melalui Workshop
Revitalisasi Industri Pengolahan Hasil Perikanan, awal September 2004.
Diharapkan melalui kegiatan tersebut dapat dicari jawabannya guna
mengatasi permasalahan di atas.
Bila dibandingkan dengan nilai ekspor tuna kaleng dari negara
lainnya, posisi ekspor tuna kaleng Indonesia berada pada urutan ke 7,
setelah Thailand, Ecuador, Spanyol, Cote d´lvoire, Seychelles dan
Philiphina (Tabel. 2.6). Sementara itu bila dilihat dari produksi tuna kaleng
negara produsen tuna kaleng dunia, posisi Indonesia berada pada urutan
ke 11 setelah Thailand, Spanyol, Amerika Serikat, Cote d´lvoire, Ecuador
Italia, Mexico, Jepang, Philiphina dan Iran.
Estimasi penerimaan devisa negara dari industri pengolahan
nasional, bila permasalahan kelangkaan bahan baku dapat teratasi.
Kapasitas industri pengolahan yang ada sebesar 800 MT/ hari,
membutuhkan bahan baku sebanyak 208.000 MT dalam 260 hari kerja/
tahunnya. Kemampuan produksi industri pengalengan nasional 24,5 juta
karton (48 x 6,5 Oz), apabila harga perkartonnya 18 US$, devisa yang
didapat sebesar 490 juta US$ setiap tahunnya. Sementara selama lima
tahun berturut-turut dari hasil ekspor tuna kaleng indonesia cederung
mengalami penurunan. Tahun 1998 dengan volume ekspor 39,9 ribu ton,
nilai ekspor sebesar 104,2 juta US$, tahun 1999 sebesar 82,6 juta US$,
tahun 2000 sebesar 87,8 juta US$, tahun 2001 sebesar 84,1 juta US$ dan
pada tahun 2002 dengan total ekspor 38,3 ribu ton, nilai ekspornya
sebesar 82,6 juta US$, (Fishdap, 2004).
Ikan tuna tergolong jenis scombrid yang sangat aktif dan umumnya
menyebar di perairan yang oseanik sampai ke perairan dekat pantai.
Pergerakan (migrasi) kelompok ikan tuna di wilayah perairan indonesia
mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung
pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidro-
oseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis
ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna
dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan
antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Berikut disajikan data
produksi tuna di Samudera Hindia, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.
Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang
secara komersial dibagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna
besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye-Thunnus
obesus),madidihang (yellowfin – Thunnus albacares), tuna albakora
(albacore – thunnus alalunga), tuna sirip biru Selatan (southern bluefin –
Thunnus maccoyii).dan tuna abu-abu (longtail tuna – Thunnus tonggol),
sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack –
Katsuwonus pelamis).
Sumber daya ikan tuna menyebar tidak merata di seluruh wilayah
perairan Indonesia demikian juga dengan tingkat pemanfaatannya. Tabel
3.2 menyajikan estimasi potensi, produksi, dan tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis besar di wilayah penangkapan.
Dalam rangka pengembangan industri perikanan tuna Indonesia untuk
tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat maka diperlukan suatu konsep
strategi optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Indonesia yang
mengacu pada strategi potensi wilayah perairan dan strategi implementasi
teknologi penangkapan.
V.1. KEBIJAKAN
· Untuk pasar
- menghilangkan image Indonesia yang selama ini dikenal sebagai
pemasok bahan baku industri perikanan di luar negeri, dengan
meningkatkan produksi produk bernilai tambah
- meningkatkan aplikasi teknologi yang lebih tinggi dan mutakhir dalam
pengolahan hasil perikanan, melalui pemberdayaan riset dan
pengembangan maupun kerjasama riset dan pengembangan dengan
lembaga riset/pendidikan
- meningkatkan kesadaran dan pengetahuan aplikasi sistem HACCP serta
HACCP PLUS (own check system) pada industri pengolahan berorientasi
ekspor.
- menerapkan sistem pengawasan jaminan mutu pada industri-industri
dilakukan secara intensif oleh competent authority.
- mendorong unit pengolahan ikan yang telah memenuhi syarat untuk
melakukan ekspor, dan mencabut ijin (approval number) bagi unit
pengolahan ikan yang tidak kontinyu melakukan ekspor ke UE.
- melakukan harmonisasi standar mutu dengan negara-negara pengimpor
dan standar internasional.
- melakukan negosiasi secara intensif dengan negara importir untuk
menurunkan tarrief dan non-tarrief barriers.