You are on page 1of 9

METODE PENDIDIKAN RASULULLAH TELADAN

DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM BAGI PENDIDIK UMAT

Oleh : ARIF FIRMANSYAH

1. LATAR BELAKANG

Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah
keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik
antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi tak jarang memiliki
pengaruh dan dampak yang negatif pula jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi
pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta
memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja
akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Bidang pendidikan pun juga tidak luput dari efek yang ditimbulkan dari globalisasi. Isu yang digulirkan untuk
pendidikan adalah kompetensi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan maupun keunggulan
kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam
agenda globalisasi nampak universal dan tidak memiliki dampak negatif. Namun jika ditelaah standard
kompetensi dan keunggulan kompetitif yang seperti apa inilah yang perlu dicermati dengan seksama.
Faktanya, standard tersebut tampak di permukaan ditentukan oleh dunia internasional melalui lembaga
internasional semacam UNESCO atau yang sejenis dan menjadi sebuah kesepakatan dunia, akan tetapi ada
sisi gelap yang belum terkuak yaitu pihak perumus standard tersebut adalah negara Eropa dan Amerika. Bagi
kalangan masyarakat awam, kedua kawasan (Eropa dan Amerika) tersebut masih relevan menjadi kiblat
peradaban modern dan mapan. Dikatakan demikian karena penampakan yang ada dan diopinikan dengan
sistematis bahwa Amerika dan Eropa telah berhasil menjadi negara yang unggul dibandingkan negara lainnya
dan menampakkan gambaran kesejahteran dan kemakmuran yang dirasakan oleh setiap orang yang berada di
kawasan tersebut.
Pandangan akan kemilau keberhasilan Amerika dan Eropa membangun peradaban modernnya yang
didalamnya juga terdapat pola pendidikan diasumsikan terbaik tidak hanya bagi masyarakat awam. Negara-
negara di dunia ketiga yang notabene banyak diantaranya adalah negeri-negeri muslim silau dengan
keberhasilan pendidikan di kedua kawasan tersebut dan menjadikannya benchmark / patokan untuk
pengembangan pendidikan di negaranya masing-masing.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu
tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara
agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan
namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk
dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua
pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Ambillah contoh, baru-baru ini seluruh pelajar SMA di Indonesia melangsungkan Ujian Akhir Nasional.
Standard kelulusan yang ditetapkan Mendiknas tiap tahunnya dinaikkan mulai dari 3,00 pada tahun 2003 hingga
5,25 pada 2008 ini. Penetapan standard ini sebagai implementasi penyetaraan kompetensi pelajar Indonesia
dengan pelajar Internasional. Tapi di tataran praktik, banyak terjadi fenomena paradoks dan fakta yang ironis.
Seperti anak yang dikenal pintar ternyata tidak lulus UAN dengan berbagai alasan, belum lagi variasi
kecurangan selama UAN berlangsung yang ternyata tidak dominasi pelajar tapi juga sampai pada jajaran guru
dan sekolah untuk mengelabui dan mengejar standard kelulusan.(JawaPos, 23/04/2008)
Juga, Indonesia diketahui sebagai negara pada urutan ketujuh dunia sebagai negara pengakses situs-situs
porno. Lebih jauh lagi, dibahas didalamnya ternyata sebagai pengakses situs porno dari Indonesia dari kalangan
pelajar. Prosentase terbesar diduduki oleh pelajar SMA sejumlah 38% diikuti oleh mahasiswa sebesar 33,6%
dan ternyata dari kalangan siswa SMP juga menjadi pengakses situs porno17,3% sisanya sebesar 11%
ditempati oleh masyarakat non pelajar. (Times, 14/12/2006)
Kasus parah lainnya yang tampak sebagai indicator degradasi moral dalam pandangan umum adalah
tawuran yang sering dilakukan di kalangan pelajar ternyata juga merambah di kalangan mahasiswa. Padahal
jika memandang secara idealnya, seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang dilalui oleh anak didik
semestinya yang bersangkutan mengedepankan etika dan logika-rasional akademisi. Maksudnya mahasiswa
sebagai insan pendidikan yang menjalani jenjang tertinggi tidak seharusnya terbawa emosi sehingga berujung
pada tawuran. Peristiwa yang sering terjadi di kota Jakarta, maupun Makassar, Medan, Palu itu yang tampak,
mungkin akan banyak lagi yang belum terjangkau liputan media massa sehingga tidak tampak di permukaan.
Beberapa contoh kasus diatas merupakan efek negatif dari pola pendidikan yang diadopsi Indonesia dari
negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika. Dikatakan berefek negatif karena ditinjau secara kebijakan makro,
pendidikan Barat tidak lepas dari kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak dikupas
habis banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideology kapitalisme sebagai buah tangan manusia.
Sedangkan jika ditinjau secara mikro, permasalahan tidak adanya link and match antara materi yang didapatkan
di bangku sekolah dengan realitas yang ada di lapangan. Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan
sesuai menyelesaikan masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan belum sempat
menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya tata kehidupan materialistic.
Selain itu, esensi materi pendidikan yang distandardisasi (baca : ditiru) dari Barat bermuatan budaya dan
pemikiran yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Indikasi yang bisa dijumpai, masih diajarkannya teori evolusi
Darwin tanpa diimbangi dengan pemahaman Islam terhadapnya. Hukum kekekalan massa pada fisika yang juga
semestinya dinilai secara kritis dalam pandangan Islam oleh gurunya. Belum lagi pelajaran yang berkaitan

1 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
dengan sosial-ekonomi yang bisa dikatakan sekitar 85% tidak sesuai dengan Syari’at Islam. Ditambah lagi mata
pelajaran agama yang diajarkan di sekolah maupun pendidikan tinggi cuma +2 jam dalam seminggu. Itupun
materi ajarnya ‘menjenuhkan’ artinya dari mulai Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi pembahasannya
berputar permasalahan ibadah mahdloh. Sedangkan permasalahan interaksi manusia (muamalat) hampir tidak
ada sama sekali.
Derasnya serangan tsaqofah Barat seperti sikap hedonistic dengan implikasinya berupa gaya hidup hura-
hura, konsumeristik, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas, individualistic, kebebasan yang salah arah dan
lepas kendali serta tampilan pada anak didik sebagai generasi permisif dan anarkis yang telah disebutkan diatas
secara eksplisit wujudnya. Serangan tersebut berakibat pada pengaruh dan peran pendidik umat (guru)
menurun drastic sehingga pendidik umat secara perlahan-lahan kehilangan kewibawaan dan keteladanan di
tengah-tengah anak didik.
Akhirnya kita dihadapkan pada perkara inti yaitu bagaimana gambaran pola pendidikan Islam ? bagaimana
pula sosok pendidik umat yang dibutuhkan untuk membangun kepribadian Islam pada anak didik kaum
muslimin?. Pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab jika kita memiliki pedoman yang jelas dan kembali pada
Al-Qur’an dan Sunnah serta ber-azzam (bertekad kuat) untuk menggali dan mengeksplorasi khazanah Islam
sebagai fundamendal pendidikan generasi muda yang handal. Karena sungguh didalam Al-Qur’an Sunnah telah
dijelaskan dengan mendalam segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Maka dari itu penulis
mencoba akan menguraikan pada penjelasan berikut ini.

2. ARAH DAN PILAR PENDIDIKAN ISLAM

Kerusakan yang lama ada pada pola pendidikan di negara Barat sepatutnya ditinggalkan oleh kaum
muslimin. Kerusakan tersebut timbul dikarenakan tidak adanya muatan ruhiyah dalam penelitian dan
pengembangan sains dan teknologinya. Sehingga dampak yang bisa dirasakan, pola pendidikan tersebut
menghasilkan output berpikir dan bersikap berdasarkan pada prinsip materialisme dengan menanggalkan
prinsip syari’at Islam. Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan.
sebagaimana telah disitir dalam ayat berikut ini

“ Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan – tangan manusia “. (Ar- Rum : 41).

Segala urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum
Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah
fenomena tambal sulam ataupun gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin
menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.
Islam diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad tidak sekadar melakukan perbaikan akhlaq.
Namun lebih jauh lagi, turunnya Islam menjadi penyempurna dari semua agama yang ada dan memuat semua
tata aturan kehidupan secara paripurna. Islam menjelaskan aturan mulai dari masuk kamar mandi hingga masuk
parlemen, mulai dari menegakkan sholat hingga menegakkan Negara Islam. Demikian pula, Islam menjelaskan
secara total bagaimana kaidah pendidikan sesuai dengan Khitab As-Syaari’. Jadi sangat disayangkan jika kaum
muslimin berpaling dari Islam malah meniru total pendidikan ala Barat karena silau dengan kemajuannya.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah “
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-
(Baqoroh : 208

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka
sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”(QS.Al-Ahzab : 36)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi
Allah (untuk menyiksamu)?” (QS.An-Nisa’: )

Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan
mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya
+13 abad lamanya. Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah
keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola
pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga
kini.
Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran
dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh
dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan
teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm
(bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-
Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak
Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains
dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah.

2 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
Kalau begitu pola pendidikan seperti apa yang mampu mencetak generasi islam berkualitas sekaliber
tokoh-tokoh dunia tersebut? Penting kiranya menyatukan persepsi tentang pendidikan sesuai kaidah Syara’.
Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut
menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab
puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu, keberhasilan
pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling
maksimal. Setelah diketahui hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam
yang diinginkan yaitu :
1. Membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara
menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak
didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
2. Mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik
ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika,
kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan
zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.

Kedua tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan pilar yang akan menjaga
keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut. Pilar penopang pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk
bekerja sinergis terdiri dari :
1. Keluarga
Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan gerbang utama dan pertama yang membukakan
pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak. Keluarga-lah yang memiliki andil besar
dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani
aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu
setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab
yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya, keluarga sebagai
cermin keteladanan bagi generasi baru. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

‫جسانه‬
ّ ‫صرانه أو يم‬ ّ ‫ك‬
ّ ‫ل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ين‬
“Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

‫ب في سخط الولد‬
ّ ‫ب في رضى الوالدوسخط الّر‬
ّ ‫رضى الّر‬
“Ridho Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan terletak pada kemurkaan
orang tua.” (HR.Al-Bukhori no.6521)

2. Masyarakat
Pendidikan generasi merupakan aktivitas yang berkelanjutan tanpa akhir dan sepanjang hayat manusia.
Oleh karena itu, pola pendidikan Islam tidak berhenti dan terbatas pada pendidikan formal (sekolah), namun
justru pendidikan generasi Islami yang bersifat non formal di tengah masyarakat harus beratmosfer Islam
pula. Kajian tsaqofah islam serta ilmu pengetahuan dan sarana penunjangnya menuntut peran aktif dari
masyarakat pula. Ada beberapa peran yang bisa dimainkan masyarakat sebagai pilar penopang pendidikan
generasi islami yaitu sebagai control penyelenggaraan pendidikan oleh negara dan laboratorium
permasalahan kehidupan yang kompleks.

‫خذاالحكمة ممن سمعتموها فانه قديقول الحكمة غير الحكيم وتكون الرمية من غير‬
‫رام‬
“Ambillah hikmah yang kamu dengan dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang diucapkan oleh
seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?”
(HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful Khafa’ Jilid II, h.62))

‫العلم ضالة المؤمن حيث وجده أخذه‬


Hikmah laksana hak milik seorag mukmin yang hilang. Dimanapun ia mejumpainya, disana ia
mengambilnya (HR. Al-Askari dari Anas ra)

3. Madrasah
Tempat untuk mengkaji keilmuan lebih intensif dan sistematis terletak pada
Madrasah. Semasa Rasulullah SAW, masjid-masjid yang didirikan kaum muslimin
menjadi lembaga pendidikan formal bagi semua manusia. Didalamnya tidak semata-
mata membahas ilmu diniyah, namun juga ilmu terapan. Rasulullah menjadikan
masjid untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam, tapi penyusunan strategi perang
pun juga seringkali dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat didalam
masjid. Sedangkan dimasa modern saat ini pendidikan bisa dialihkan yang semula
masjid ke tempat dengan fasilitas yang menunjang dalam proses pembelajaran lebih efektif baik itu sekolah
maupun perguruan tinggi. Hal ini sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai upaya memisahkan anak
didik dari masjid.

3 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan pada saat Bani Abbasiyah memegang tampuk
kekuasaan dalam system pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang pemerintahan Khilafah Abbasiyah,
perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dengan pola pendidikan islami.
Sejarah mencatat berdirinya Bait Al-Hikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang
sistematis. Bait Al-Hikmah dibangun oleh Khalifah Al-Ma’mun yang dikenal sebagai khalifah pencinta ilmu
pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah disebutkan
sebelumnya. Juga Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan yang didatangi oleh semua
orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan munculnya Renaissance di Eropa terjadi setelah
banyak orang Eropa menggali ilmu pengetahuan dari bait Al-Hikmah.
Sistematika pendidikan islam yang bisa diterapkan dalam madrasah dikelompokkan secara berjenjang
(marhalah) yang harus memperhatikan fakta anak didik di setiap tingkatan. Tentunya bobot yang diberikan
disetiap tingkatan memiliki komposisi yang berbeda namun proporsional. Sedangkan keberhasilan
sistematika pendidikan islami yang ada pada madrasah tergantung pada para tenaga pendidiknya.
Perkembangan sikap dan pemahaman yang terdapat pada anak didik merupakan tanggung jawab terbesar
pada para tenaga pendidik. Lebih dari itu, syakhsiyah Islamiyah yang dicita-citakan pada anak didik menjadi
sempurna apabila para tenaga pendidiknya lebih dahulu memiliki syakhsiyah islamiyah tersebut dan mampu
meningkatkan secara berkelanjutan. Madrasah meletakkan harapan besar kepada para tenaga pendidik
untuk memberikan proses yang tidak sekadar transfer of knowledge tapi juga cultivate of spirit and value.
Maka dari itu arti guru yaitu digugu dan ditiru benar-benar bisa terlaksana dan terjaga dengan baik.

4. Negara
Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih optimal, efektif dan
sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini
berlandaskan syari’at Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola pendidikan
Islami diantaranya :
a. Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan
perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui
standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin,
ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.
b. Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian
syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai
kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa focus
dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari
penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
c. Menyajikan content pendidikan dengan prinsip Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu yang bisa
diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan)
sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya.
d. Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena hakekat
pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah mengamanahkan
penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.
‫المام راع وهو مسؤول عن رعيته‬
“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban
atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar)
NEGAR
A

PENDIDIKA MADRASA
N H
KELUAR
GA

MASYARAK
AT

4 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
Arah Pendidikan

KECERDAS
SIKAP KEPRIBADI AN
AN ISLAM INTELEKTU
AL

KECERDAS Generasi Cerdas


peduli bangsa
PENDIDIK AN
Pemimpin yang
AN SPIRITUAL pu-nya
kemampuan
dan keahlian
PENGETAH TSAQOFAH (kafa’ah),
UAN ISLAM ISLAMIYAH KECERDAS himmah, dan
ama nah
AN
EMOSIONA
L
ILMU

PENGETAHU SAINS, KECERDAS


AN ILMU TEKNO AN POLITIK
KEHIDUPAN LOGI, SENI

Sumber : (MR Kurnia, 2004)

5 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun Kepribadian Umat”,


Bangkalan, 1 Mei 2008
3. PERAN PENDIDIK DALAM ISLAMIC CHARACTER BUILDING

Rasulullah SAW selaku penyampai risala Islam yang mulia merupakan cerminan
yang komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir.
Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya
semua kaidah kehidupan yang ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh
sudah terdapat dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi
seorang nabi, tapi juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru
dengan teladan yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah
SAW dalam ayat-Nya :

      “


    
   
  
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.” (QS.Al-Ahzab : 21)

Jaminan mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali dan meneladani
kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah.
Jadi tidak ada keraguan lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan
selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma kalangan dunia Islam namun
juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya
Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing
manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa
Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu
revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep
pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-
pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia
adalah seorang pangeran di antara pendidik”. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia
meletakkan Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan oleh
sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun waktu singkat sehingga terwujud
kehidupan yang mulia.
Wujud pendidik umat yang mampu membangun generasi islami dengan ciri yang melekat padanya berupa
pola pikir dan pola jiwa yang islami sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah bisa ditinjau dari sifat seorang
pendidik serta strategi pendidikan yang dimiliki pendidik. Jika kedua hal ini dipahami dengan benar dan
diimplementasikan dengan istiqomah, niscaya generasi islami akan terwujud. Sifat Rasulullah memang yang
paling khas adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah. Namun secara spesifik untuk seorang pendidik,
bisa dijumpai sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW berikut ini :
a. Kasih Sayang. Wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang diberikan
menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini adalah pendidik menolak untuk tidak suka
meringankan beban orang yang dididik.

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS.Al-Fath : 29)

b. Sabar. Bekal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik yang sukses. Keragaman sikap dan
kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik menjadi tantangan bagi pendidik. Terutama bagi anak
didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus
mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya dengan yang lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).

c. Cerdas. Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul dan memberikan
solusi yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya merupakan wujud dari sifat cerdas. Kecerdasan
yang dibutuhkan tidak cuma intelektual namun juga emosional dan spiritual.
d. Tawadhu’. Pantang bagi seorang pendidik memiliki sifat arogan (sombong) meski itu kepada anak
didiknya. Rasulullah mencontohkan sifat tawadhu’ kepada siapa saja baik kepada yang tua maupun yang
lebih muda dari beliau. Sehingga tidak ada jarang yang renggang antara pendidik dengan anak didik dan
akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik pendidik kepada anak didik karena
penghormatan.29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari

6 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar.
)‫يفعله‬ ‫ي صلى الله عيه وسّلم‬
ّ ‫ن فسّلم عليهم وقال كان النب‬
ٍ ‫عن أنس بن مالك رض الله عنه مّر صبيا‬
(HR.Bukhori
e. Bijaksana. Seorang pendidik umat tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan bahkan oleh
keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah baginya
memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut
f. Pemberi Maaf. Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tentunya tidak luput dari kesalahan
maupun sikap-sikap yang tidak terpuji lainnya. Maka dari itu pendidik umat dituntut untuk mudah
memberikan maaf meskipun ada sanksi yang diberikan kepada anak didik yang menjadi pelaku kesalahan
sebagai bagian dari edukasi.
g. Kepribadian yang Kuat. Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak didik jika seorang
pendidik umat memiliki kepribadian yang kuat (kewibawaan, tidak cacat moral, dan tidak diragukan
kemampuannya) sehingga memunculkan apresiasi dari anak didik, bukannya apriori. Sehingga secara
otomatis bisa mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri anak
h. Yakin terhadap Tugas Pendidikan. Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi umat selalu
optimis dan penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya. Patutlah jika pendidik umat juga memiliki
sifat ini yaitu yakin usaha sampai, karena Allah SWT akan mempercepat pemberian terhadap manusia
yang memiilki keyakinan tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan. Sesuai dengan hadits
Qudsi bahwa Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Sifat-sifat diatas menjadi bekal dan support bagi pendidik umat untuk berhasil dalam mengimplementasikan
strategi yang disusunnya. Rasulullah sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui.
Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal
untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :
1. Spiritual-Mentality Building. Rasulullah meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat
terhadap kaum muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun
manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam yang kuat akan
menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong,
pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi
besar untuk sukses.
2. Applicable. Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata.
Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan teoritis dengan
aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki yang lahir dari aplikasi praktis terhadap
pengetahuan teoritis tersebut.

“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”
(QS.Ar-Ra’d : 29)

3. Balance in Capacity. Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah
memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang
dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut
dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah

‫فاذا أمرتكم بشيء فاتوامنه مااستطعتم‬


“jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kalian
(yang paling maksimal). (HR.Muslim no. 1307)

‫ة‬ ّ ‫دث قوم حديًثا لتبلغه عقولهم إ‬


ً ‫لكان لبعضهم فتن‬ ّ ‫ما انت بمح‬
“ Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum, penjelasan yang tidak bisa
dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka.”(HR.Muslim)

4. Right Treatment for Diversity. Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak
didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan
berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan orang kota, antara orang
yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk islam. Sehingga jika tepat dalam memberi
perlakuan terhadap keragaman anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak
didik.
5. Priority & Thing First Thing. Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada
yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal terpenting
dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan
efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu
dengan benar.

7 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
‫حتك قبل سقمك وفراغك قبل شغلك وشبابك‬
ّ ‫سا قبل خمس حياتك قبل موتك وص‬
ً ‫إغتنم خم‬
‫قبل هرمك وغناك قبل فقرك‬
“Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima perkara : masa hidupmu sebelum (datang) matimu,
masa sehatmu sebelum (datang) masa sakitmu, masa senggangmu sebelum (datang) masa sempitmu,
masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan masa kayamu sebelum (datang) masa miskinmu.”
(GR. Tirmidzi)
6. Good Advice for Good Time. Pendidik umat harus mampu memberikan konseling kepada anak didik
yang sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu
diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing. Kuantitas
maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya.
Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan
lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang
tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa kepada anak didik.
7. Achievement Motivation.Motivasi berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami
karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada sikap dan
tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu
melenyapkan keburukan sesuai dengan ayat Al-Qur’an :
“….Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk..”.(QS.Huud:114)

8. Coercive and Reward.Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada
kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan mendapat
pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang
sanksi karena Allah SWT mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena
suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang dada.
9. Self-Evaluation. Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang
beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi
diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami akan memacu diri anak didik untuk melakukan
perbaikan sehingga akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
10. Sustainable Transfer.Pendidikan islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa
didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap
hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak
singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau
hingga kembali ke haribaan tidak pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.

Penjelasan singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi bekal untuk
melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat
luas sekali-hingga tak terhitung jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika
kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada peningkatan
bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan
kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi kehandalannya.

4. KHATIMAH

Pembangunan dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at
dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami. Generasi islam dinilai
berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga
mampu mengintegrasikan keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada
semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan banyak keteladanan yang
bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah
tercatat dalam sejarah dunia tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju
pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat terbaik
sesuai dengan ayat al-Qur’an :
      
    
     
    
     
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)

‫م الذين يلونهم‬
ّ ‫م الذين يلونهم ث‬
ّ ‫مالذين يلونهم ث‬
ّ ‫خير كم قرني ث‬

8 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008
“Sesungguhnya yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang yang
hidup selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas mereka”. (HR. Al-Bukhori no.
1496)

DAFTAR PUSTAKA

- Abdurrahman, Hafidz., Membangun Kepribadian Pendidik Umat, WADI Press, 2008


- Ahmed, Shabir., Anas Abdul Muntaqim., Abdul Satar., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Penerbit Al-Izzah,
1999
- Al-Baghdadi, Abdurrahman., Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Penerbit Al-Izzah, 1996
- Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-Lembaga Pendidikan,
Mizan, 1994
- Hizbut Tahrir Indonesia, Membangun Generasi Berkualitas Dengan Perspektif Islam, 2003
- Hizbut Tahrir Indonesia, Generasi Cerdas, Generasi Peduli Bangsa : Solusi Tuntas Krisis
Kepemimpinan, Proceedings Lokakarya Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004
- Lukman, H. Fahmy. Syariat Islam dalam Kebijakan Pendidikan, www.icmimuda.org, 2006
- Yasin, Abu., Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, 2004

PROFIL SINGKAT

NAMA : ARIF FIRMANSYAH


ALAMAT : JL.WONOCOLO-PABRIK KULIT 7 / 20 A SURABAYA
KONTAK : 08993389031 / 08885151253 / 031-8473437
EMAIL : arif_unair@yahoo.co.uk / arif.firmansyah9@gmail.com / arif_firmansyah@hotmail.com
SITE : www.ekonomiislam.multiply.com / www.managementbiz.multiply.com
PENDIDIKAN : S-1 MANAJEMEN, UNIVERSITAS AIRLANGGA
S-2 MANAJEMEN, UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TEACHING COURSE WORK & INTERNSHIP, Auckland University of Technology, NEW
ZEALAND
PROFESI : - DOSEN TETAP UNIVERSITAS AIRLANGGA, SURABAYA
- DOSEN LUAR BIASA, STIE-SYARI’AH, SURABAYA
- DOSEN LUAR BIASA, FAKULTAS DAKWAH, IAIN SURABAYA
- PENELITI, TRAINER, KONSULTAN INDEPENDEN
ORGANISASI : - ISEI (IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA)
- HIZBUT TAHRIR INDONESIA (Lajnah Mashlahiyah - Surabaya )
MOTTO : HIDUP SEKALI HARUS BERARTI DISISI ILAHI

9 Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan “ Membangun


Kepribadian Umat”,
Bangkalan, 1 Mei 2008

You might also like