You are on page 1of 9

Cecep Darmawan, Citra Birokrasi No.

1/XVIII/1999

Citra Birokrasi di Indonesia dan Upaya


Pemberdayaannya

 Cecep Darmawan
(FPIPS IKIP Bandung)

P emerintah yang bersih dan berwibawa


(good and clean goverment)
merupakan dambaan setiap umat manusia di
demokrasi, dapat menjadi penyebab timbulnya
patologi tertentu dalam birokrasi pemerintahan.
Selama ini persepsi masyarakat tentang
sepanjang zaman. Namun yang kita jumpai birokrasi selalu negatif. Dalam pandangannya
seringkali merupakan suatu produk baik perilaku masyarakat birokrasi adalah raksasa buruk yang
maupun performancenya. Hal ini ditandai manakut-kan. Ia identik dengan penyelewengan,
dengan terciptanya kekuasaan yang sentralistik, keruwet-an, berbelit-belit, suap-menyuap
otoriter-birokratik, korup dan tidak memiliki ataupun tidak berkualitasnya palayanan pada
gezag (kewibawaan) di mata rakyatnya. Justru masyarakat, bahkan pemerasan yang
bentuk pemerintah seperti inilah yang banyak "dilegalkan" karena posisi kekuasaan. Hal seperti
dijumpai pada banyak negara, bahkan hampir ini hampir menjadi pemandangan keseharian di
sepanjang sejarah negara-negara di dunia. sekitar kita.
Sebagaimana halnya dengan semua jenis Selain itu, pada era Orde Baru campur
organisme, negara termasuk di dalamnya tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat
pemerintahan, menurut para pakar seperti dan pembangunan semakin kuat. Segalanya
Sondang P. Siagian (1994), Nicholas Henry diatur secara sentralistik dan menyeragamkan
(1995), Amitai Etzioni (1964), "sehat tidaknya aturan main (rule of game) tiap-tiap daerah,
suatu organisasi sangat ditentukan oleh prestasi yang sesungguhnya memiliki karakteristik yang
yang dimiliki oleh para pejabat pimpinannya khas satu-sama lain. Penyeragaman inilah yang
tentang semua segi kehidupan organisasi, barangkali juga mengakibatkan mandegnya
termasuk tentang justifikasi eksistensinya, kreativitas para birokrat karier sehingga para
perilaku dan budayanya, peranan yang birokrat lebih mementingkan loyalitas kepada
dimainkan, batas-batas wewenangnya, dan atasannya dari para prestasinya. Akibat lainnya
hakikat tugas fungsionalnya. Tidak kalah adalah birokrasi menjadi "kendaraan" politik
pentingnya adalah perilaku dan gaya manajerial Orde Baru dengan berbagai kekuatan yang
yang digunakan dalam mengemudikan roda menyertai seperti militer, dan state-corporatism
organisasi. yang hegemonik.
Lebih lanjut Siagian meneruskan Argumen di atas disokong oleh pendirian
argumentasinya dengan menegaskan bahwa Mohtar Mas'oed (1990:81) bahwa dalam prak-
keseluruhan perilaku dan gaya manajerial yang teknya birokrasi Orde Baru, tidak lebih merupa-
seyogianya digunakan oleh para pejabat kan implikasi dari konsep-konsep bureaucratic
pimpinan pada semua jenjang hirarki organisasi polity. bureaucratic authoritarianism, state-
adalah bertumpu pada gaya demokratik. Persepsi corporatism, dan technocratic-state". dalam
yang tidak tepat dan perilaku serta gaya konsep bureaucratic polity, Fred W. Riggs
manajerial yang menyimpang dari prinsip-prinsip (1994:62) mencoba menjelaskan bahwa birokrasi

Mimbar Pendidikan
26
No. 1/XVIII/1999 Cecep Darmawan, Citra Birokrasi

menjadi arena utama permainan politik yang prinsip yang melekat dalam diri birokrasi. Dalam
dipertaruhkan dalam permainan itu seringkali perkembangan selanjutnya keberadaan sisi
adalah kepentingan pribadi, bukan kepentingan negatif dari birokrasi lebih disebabkan oleh
publik. Sehingga birokrasi "encapsulated" dan faktor pelaksanaan birokrasi (aparatur). Oleh
tidak tanggap terhadap kepentingan di luar karenanya dalam kajian birokrasi dikenal istilah
dirinya atau terjadi imunitas birokrasi terhadap pathologi atau panyakit birokrasi.
tuntutan masyarakat. Walaupun demikian memang tidak ada
Analisis yang lebih jauh diberikan oleh birokrasi yang betul-betul terbebas dari penyakit
Amir Santoso (1993:2-3) bahwa birokrasi Orde birokrasi dan sebaliknya tidak ada birokrasi yang
Baru dianggap tidak peka (tidak responsive) memiliki semua panyakit yang ada di dalamnya.
terhadap tuntutan masyarakat, kurang Kenyataan ini menunjukkan bahwa identifikasi
bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas- patalogi birokrasi harus menjadi sorotan utama
tugasnya, dan memberikan pelayanan yang dalam rangka usaha menanggulanginya, baik
bermutu rendah serta prosedur yang berliku. yang bersifat teoritik maupun praktis yang
Sehingga banyak orang yang menghindari cara- memiliki nilai aplikatif yang tinggi.
cara birokrasi seperti yang diatas dan mencari Di samping itu, pemahaman masyarakat
jalan pintas melalui kolusi, korupsi dan mengenai birokrasi ini dipengaruhi oleh budaya
nepotisme (KKN). birokrasi yang berkembang dalam suatu
Kondisi sepeerti diulas di atas menjadikan masyarakat tertentu. Budaya birokrasi menurut
birokrasi sebagai sesuatu yang pathologis, Miftah Thoha (1994:185) merupakan "cara
inefisiensi dan lemah dalam produktivitasnya. berfikir, berperasa, dan berpercaya, suatu
Keterkaitan yang tak sehat menjadikan birokrasi kebiasaan dan adat kebiasaan yang dijalankan
menjadi mahal dan tidak efisien. Dengan kata untuk kehidupan birokrasi". Dalam masyarakat
lain birokrasi harus mimbayar social-cost yang tradisional budaya birokrasinya menjadi tunduk
menjadi eksesnya. kepada tuntutan masyarakat yang masih
Perilaku disfungsional para pejabat dalam tradisional. Sementara pada masyarakat modern
birokrasi pemerintahan paling sering terjadi dan birokrasi memiliki ruang gerak yang banyak,
oleh karenanya mendapat sorotan masyarakat berkesusuaian dengan alam pemikiran
adalah penyalahgunaan kekuasaan dan masyarakat modern, karena pada hakikatnya
jabatannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa birokrasi merupakan organisasi modern yang
perilaku disfungsional demikianlah yang menjadi menuntut tingkat rasionalitas yang tinggi,
sumber dari berbagai perilaku lainnya. Hal ini impersonal, hirarkis, efektif dan efisien.
juga menjadi dasar tumbuhnya persepsi yang Pembahasan birokrasi pada masa Orde
tidak tepat tentang peranannya dalam kehidupan Baru menjadi menarik ketika wacana
berorganisasi. Perilaku itu pulalah yang menjadi demokratisasi menjadi agenda penting di Era
alasan mengapa seorang pejabat pimpinan Reformasi dan upaya pemberdayaan masyarakat
menggunakan gaya manajerialnya yang tidak melalui gerakan dan penguatan pada kekuatan
demokratik (Siagian: 1994). Civil Society menjadi kaharusan zaman yang
Birokrasi seringkali menjadi sasaran selama rezim Orde Baru kekauatan-kekuatan di
utama bagi ketidakpuasan masyarakat terhadap luar negara telah terpinggirkan dan terjadi
pelayanan yang diberikan oleh aparatur marginalisasi oleh keangkuhan kekuasaan. Kita
pemerintah. Kondisi ini sebenarnya merupakan menginginkan kembalinya kedaulatan pada
dampak negatif dari pelakasaan oleh aparatur rakyat melalui pembenahan dan reformasi
pemerintah yang tidak sesuai dengan prinsip- birokrasi yang mengabdi kepada pelayanan dan

Mimbar Pendidikan
27
Cecep Darmawan, Citra Birokrasi No. 1/XVIII/1999

kesejahteraan rakyat, pemegang teguh terhadap aktivitas orang-orang dan sangat


kedaulatan seperti diamanatkan oleh para pendiri terspesialisasi, maka bentuk organisasi yang
bangsa ini. diterapkan tidak lain adalah organisasi
birokratif. Organisasi birokratif ini menurut
Konsepsi Teoritik tentang Birokrasi Weber mendasarkan diri pada hubungan
kewenangan menempatkan, mengingat pegawai
Birokrasi dimaksudkan sebagai suatu
dengan menentukan tugas dan kewajiban di
sistem otorita yang ditetapkan secara rasional
mana perintah dilakukan secara tertulis, ada
dalam berbagai peraturan untuk
pengaturan mengenai hubungan kewenangan,
mengorganisasikan secara teratur, bersifat
dan promosi kepegawaian didasarkan atas
spesialisasi, hirarkis dan terelaborasi.
aturan-aturan tertentu. Tetapi tidak ada
Max Weber berpendapat bahwa birokrasi
hubungannya dengan prosedur yang berbelit-
sebagai suatu organisasi yang amat efisien, yang
belit (red tape), penundaan pekerjaan atau
dapat digunakan lebih efektif bagi organisasi
ketidakefisien, seperti yang dibayangkan oleh
yang kompleks sipatnya, misalnya perusahaan,
banyak orang dewasa ini (Ali Mufiz, 1984).
pemerintahan, militer, dengan makin
Dalam membahas birokrasi, lebih lanjut
meningkatkan kebutuhan dari masyarakat
Max Weber mengemukakan adanya enam
modern.
karakteristik, yaitu:
Birokrasi dipahami Max Weber sebagai
1. Pembagian kerja atas dasar spesialisasi
organisasi sosial yang paling rasional untuk
fungsi dan tugas masing-masing posisi
mencapai tujuan pembangunan sosial ekonomi.
ditentukan oleh otoritas legal.
Di dalamnya, terdapat lima elemen yang saling
2. Adanya hirarki kekuasaan yang jelas.
terkait. Pertama, peranan mesti didefinisikan
3. Didasarkan pada aturan-aturan yang
secara spesifik. Kedua, job descriptionnya harus
diformulasikan dicatat dalam dokumen
jelas. Ketiga, terdapat aturan yang pasti untuk
tertulis.
membimbing job description. Keempat, peranan
4. Hubungan yang terjadi dalam organisasi
yang ada dalam job description berada dalam
merupakan hubungan yang bersifat
hirarki kekuasaan dan status yang jelas,
impersonal.
sehingga, kekuasaan yang muncul dalam urutan
5. Latihan dan komptetensi khusus merupakan
hirarki, status maupun peranan atas dasar
kriteria utama dari kedudukan administrasi,
peraturan, bukan orang. Orang dapat berganti
sehingga keahlian dan karier merupakan
tetapi birokrasi jalan terus. Kelima, posisi yang
landasan promosi dan pemilihan pekerja.
ada dalam hirarki diisi oleh orang yang tepat dan
6. Aktivitis organisasi menurut kapasitas
mampu, the rigth man and the right place.
pekerja secara penuh.
Elemen-lemen tersebut merupakan dasar dari
Berbicara mengenai model pengembangan
konsepsi birokrasi Weber.
birokrasi menurut David Beetham (1990:1-2)
Jika semua elemen tersebut diterapkan
ada tiga model birokrasi yang dikembangkan di
dalam pelaksanaan birokrasi, maka masyarakat
dalam berbagai disiplin administratif yang
maupun para birokrat juga bisa bergandeng
berbeda. Ketiga model tersebut, pertama, model
tangan menghadapi musuh birokrasi, seperti
definisional tentang birokrasi. Model ini
penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada
berkepentingan untuk menjelaskan kriteria yang
masa pemerintahan Orde Baru.
mempengaruhi atau menentukan apakah yang
Jadi setiap aktivitas yang kompleks dan
harus dianggap sebagai birokrasi. Kedua, model
rutin sifatnya memerlukan koordinasi yang ketat
normatif yang berusaha menjelaskan kondisi-

Mimbar Pendidikan
28
No. 1/XVIII/1999 Cecep Darmawan, Citra Birokrasi

kondisi yang diperlukan bagi efektivitas dan Pada tataran aplikasi, sosok birokrasi
efesiensi organisasional, dan mengeksplorasi yang ideal itu tidak akan muncul dengan
seberapa jauh birokrasi mampu mencapai sempurna, karena memang birokrasi itu sendiri
kondisi-kondisi ini. Dan ketiga, model hanya cocok organsiasi yang sudah rasional dan
eksplanation yang bermaksud mencari serta syarat-syarat lain seperti yang dikemukakan
menyediakan kerangka kerja bagi penjelasan Weber. Tidak mustahil pula birokrasi tidak
cara bekerjanya birokrasi secara praktis, dan pernah terwujud dalam kenyataannya. Bahkan
mengapa ia melahirkan rangkaian konsekuensi Warren Bennis (Stepen P. Robbin, 1995:348-
seperti yang sering dilahirkan dalam membentuk 349) menyebutkan empat faktor sebagai
dan malaksanakan kebijaksanaan. ancaman langsung terhadap birokrasi yaitu: 1)
Berbagai pemikiran tentang kehidupan perubahan yang cepat dan tidak diduga, 2)
masa depan bangsa dan negara akan memberikan pertumbuhan yang besar, 3) perbedaan yang
indikasi bahwa tantangan yang mungkin akan meningkat, dan 4) perubahan perilaku manajer.
dihadapi oleh birokrasi pemerintahan di masa Secara singkat Werren Bennis melihat
yang akan datang akan semakin kompleks baik bahwa struktur birokrasi terlalu mekanis bagi
dalam bentuk dan jenisnya maupun dalam kebutuhan organisasi modern. Ia menyatakan
indentitasnya. Begitu pula yang dialami oleh bahwa struktur tersebut telah usang karena
bangsa Indonesia, birokrasi memiliki tantangan- didesain untuk menghadapi lingkungan yang
tantangan yang harus dihadapi dengan berbagai stabil, sedangkan kebutuhan saat ini adalah
kebijakan yang berpihak pada kepentingan struktur yang dirancang untuk menanggapi
masyarakat. Untuk itu diperlukan aparatur perubahan yang terjadi secara efektif. Setelah ia
pemerintah bukan saja yang memiliki sifat bersih memberikan ramalan yang mengagetkan tentang
dan berwibawa, tetapi juga dituntut memiliki birokrasi dalam tulisannya Beyond Bureaucracy
kepekaan terhadap tuntutan pelayanan (1966), kemudian ia mencoba meramalkan
masyarakat. Dengan demikian aparatur jatuhnya birokrasi di masa-masa yang akan
pemerintah harus profesional dan dapat dijadikan datang seperti yang dituturkannya dalam karya
panutan bagi masyarakat lainnya. The Fate of Bureaucracy. Ramalan Bennis itu
Dalam dua dekade terakhir ini, terutama didasarkan atas suatu prinsip evolusi bahwa
dekade akhir pemerintahan Orde Baru, seolah- setiap zaman ada upaya untuk mengembangkan
olah timbul suatu kesan bahwa birokrasi suatu bentuk organisasi yang cocok dengan
pemerintahan di Indonesia akan diatur zamannya. Birokrasi yang kita kenal sekarang ini
menyerupai apa yang oleh Max Weber disebut merupakan produk zamannya yang merupakan
sebagai "legal rasional" yang bercirikan: 1) ritalisasi yang sesuai dengan perkembangan
tingkat spesialisasi yang tinggi; 2) struktur zaman.
kewenangan hirarkis dengan batas-batas Namun pada tataran lain, birokrasi yang
kewenangan yang jelas; 3) hubungan antar harus direvitalisasi itu sebenarnya hanya
anggota organisasi yang tidak bersifat pribadi mengalami semacam shock of disillusioment
dan; 4) diferensiasi antara pendapatan resmi dan yang ditimbulkan dari perubahan untuk
pribadi. Kualitas ini ingin dicapai melalui merevitalisasi birokrasi. Upaya-upaya itu harus
pengaturan struktural seperti hirarki berlangsung sampai akhir abad ini seperti
kewenangan, pembagian kerja, profesionalisasi, tercermin dalam tulisan-tulisan Reinventing
tata kerja dan sistem pengupahan yang Govermment (1994) karya David Osbom dari
kesemuanya berlandaskan peraturan-peraturan Ted Geabler, Ring of Power (1994) karya
(Moeljanto Tjokrowinoto, 1989:2). Hammer N. Champy dan James Champy, Post

Mimbar Pendidikan
29
Cecep Darmawan, Citra Birokrasi No. 1/XVIII/1999

Bureaucracy Organization (1994) karya Charles berkembang tanpa dapat membedakan dengan
Heckscher dan Anne Donnellon, dan tegas berdasarkan sistem politik atau tradisi
Reengineering Management (1995) karyanya kebudayaannya.
James Champy. Dengan bahasa yang lain, John Hal ini memang merupakan kelemahan
W. Newstrom dan Keith Davis (1993:272) organisasi mekanistik yang bersifat birokratik
memandang "perubahan sebagai masalah berlebihan seperti yang digambarkan Karhi
manusia seperti masalah teknik (change is a Nisjar Sardjudin (Judistira K. Garma, 1996:
human as well as a technical problem)". 263-264) pada disertasinya, yaitu sentralistik,
Disamping itu, beberapa karakteristik fleksibilitas rendah, kaku prosedur kerja yang
birokasi saat ini terlihat beberapa kecenderungan panjang. Ini mengakibatkan fungsi manajemen
yang bisa digambarkan oleh Talizduhu Ndraha organisasi tak dapat dilaksanakan sesui dengan
(1986:50-55), sebagai berikut: pertama, dalam kebutuhannya. Birokrat tak tanggap terhadap
mengendalikan lingkungan dan mengatur tuntutan kebutuhan masyarakat, lambatnya
masyarakat, birokrasi cenderung mengatur pengambilan keputusan sebagai akibat dari
segenap segi kehidupan masyarakat dan negara kurangnya pendelegasian wewenang. Selain itu
dengan berbagai aturan yang kadang-kadang prosedur kerja yang tidak mengikuti dimensi
tidak obyektif sifatnya dan seakan-akan dibuat waktu menimbulkan biaya tinggi. Belum lagi
sekedar melukiskan kehendak para birokrat. kerugian sosial seperti hilangnya citra dan
Kedua, dalam usahanya melayani masyarakat, kepercayaan. Keadaan-keadaan seperti ini kalau
pola "top-down approach" yang diterapkan oleh tidak cepat diatasi, bisa menjadi hambatan serius
birokrasi cenderung semakin mengingat dan bagi kelangsungan pembangunan akan adanya
meluas sampai ke tingkat paling bawah di ketidaksesuaian antara kebutuhan dominasi di
pedesaan (grass-roots). Ketiga, dalam usahanya satu pihak dengan tuntutan partisipasi dalam
mempercepat pembangunan, birokrasi proses pembangunan yang berwawasan nasional.
melakukan pembangunan besar-besaran dan
dimotivasi melalui pentargetan yang didorong Upaya Pemberdayaan Birokrasi
oleh sukses awal akan tetapi pada akhirnya
Pada dasarnya ada tiga model kognitif
mengalami kerugian karena tidak didukung oleh
tentang birokrasi yang bisa digunakan untuk
kemampuan administratif yang memadai.
menganalisis karakteristik birokrasi di Indonesia.
Seorang ilmuwan administrasi
Pertama, model kognitif yang bersumber pada
pembangunan sekaliber Milton J Erman (dalam
birokrasi tradisional di dalam kerangka otoritas
Riggs, 1994:66) menemukan sejumlah penyakit
tradisional. Model ini mengutamakan
lama seperti adanya kesulitan mewujudkan
terwujudnya keharmonisan hirarkis yang pada
koordinasi diantara aktivitis pokok yang saling
hakikatnya mencerminkan pandangan kosmologi,
berkaitan; keengganan pendelegasian wewenang
yaitu bahwa eksistensi hirarkis berbeda dalam
dari struktur yang lebih tinggi sehingga
jagad yang utuh dan berjenjang serta
mengakibatkan keterlambatan kerja, kelebihan
mengandalkan loyalitas dan keselarasan yang
muatan, kekakuan dan gaya kepemimpinan
tercermin dalam kerukunan. Kedua, model
otoriter, keengganan bawahan mengambil
kognitif yang diperkenalkan oleh penguasa
inisiatif kecuali sebatas tanggung jawabnya;
Kolonial Belanda dalam bentuk ambtenaar
sikap sewenang-wenang kepada masyarakat;
(pangreh praja) dan beambtenstaat untuk
legalisme dan formalisme; pelembagaan korupsi;
menguasai tanah jajahannya. Model ini
berlebihan pembantu, kesemuanya merupakan
merupakan hasil rekayasa sosial penguasa
gejala memasyarakat dalam negara yang sedang

Mimbar Pendidikan
30
No. 1/XVIII/1999 Cecep Darmawan, Citra Birokrasi

kolonial dengan menempatkan wahana struktural apa yang dinyatakan atau yang hendak
apolitis, terinsulasi dan rakyat, yang dipimpin ditampilkan dengan kenyataan. Riggs
oleh elite tradisional yang disebut "priyayi". menyebutkan fenomena umum ini sebagai
Ketiga, model kognitif birokrasi tipe ideal yang formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang
dikonseptualisasikan Max Weber seperti telah pada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal
dijelaskan sebelumnya. Perpaduan ketiga model dibanding yang sesungguhnya terjadi. Kelima,
birokrasi inilah yang mewarnai sosok birokrasi birokrasi di negara berkembang acap kali
Indonesia saat ini. Meskipun pencerminan ketiga bersifat otonom, artinya lepas dari proses politik
model tersebut dalam perilaku birokrasi masing- dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan
masingnya berbeda dalam berbagai kasus yang warisan administrasi kolonial yang memerintah
ada, namun kelihatannya pengaruh nilai-nilai secara absolut, atau sikap feodal dalam zaman
budaya tradisional Jawa jauh lebih besar. kolonial yang terus hidup dan berlajut setelah
Priyo Budi Santoso menjelaskan bahwa merdeka.
secara umum konsep "birokrasi" mengandung Untuk mendiagnosis dan menyembuhkan
beberapa pengertian, yaitu: 1) birokrasi dalam masalah-masalah birokrasi yang berkembang
pengertian yang baik atau rasional (bureau- dalam suatu masalah demokrasi, menurut Martin
rationality) seperti yang ada dalam konsep Albrow (1989:109-110) kita terlebih dahulu
Hegel dan Weber, 2) birokrasi dalam pengertian harus melihat perbedaan tiga posisi dasar tentang
sebagai suatu penyakit (bureau-pathologi) fungsi-fungsi pejabat. Pertama, bahwa pejabat
seperti yang ada dalam konsep Karl Marx, menuntut kekuasaan terlalu besar dan perlu
Laski, Robert Michel, Donald P Warwick, Fred dikembalikan pada fungsinya semula. Kedua,
Luthan dan sebagainya, dan 3) birokrasi dalam pejabat benar-benar memiliki kekuasaan dan
pengertian netral (value-free) yang tidak terkait tugas semakin besar dan jabatan itu harus secara
dengan baik atau buruk. bijaksana. Ketiga, bahwa kekuasaan itu
Untuk memperjelas kondisi birokrasi di diperlukan oleh para pejabat dan yang harus
negara kita, analisis yang dikemukakan oleh dicari adalah yang dengannya pelayanan mereka
Ferrel Heady (Riggs, 1994:141) dapat dapat disalurkan bersama-sama. Penekanan yang
membantu. Heady memberikan 5 (lima) ciri berbeda pada fungsi pejabat negara mencakup
administrasi negara yang indikasinya interpretasi yang berbeda tentang apa yang
diketemukan secara umum dibanyak negara dipahami oleh administratif yang demokratis dan
berkembang. begitu juga mencakup perspektif yang berbeda
Pertama, pola dasar (basic pattern) tentang masalah birokrasi.
administrasi publik atau administrasi negara Fungsi-fungsi pejabat dikhawatirkan
bersifat jiplakan (imitative) daripada asli terlalu diperluas terutama berkaitan dengan
(indigenous). Kedua, birokrasi di negara ber- gagasan kekuasaan berdasarkan hukum dan
kembang kekurangan (deficient) sumber daya pengawasan pemerintah oleh wakil yang dipilih.
manusia terampil untuk menyelenggarakan pem- Bahkan fungsi--fungsi pejabat dalam pembuatan
bangunan. Ketiga, birokrasi lebih berorientasi kebijakan kurang dapat diterima lebih cenderung
kepada hal-hal lain daripada mengarah kepada mengembangkan gagasan-gagasan pemerintah
yang benar-benar menghasilkan (production yang mengekspresikan keinginan dasar rakyat
directed). Dengan kata lain, birokrat lebih dan gagasan tentang arus informasi yang bebas
berusaha mewujudkan tujuan pribadinya, antara yang memerintah dan yang diperintah.
dibanding pencapaian sasaran program. Menurut pendiriannya masalah birokrasi
Keempat, adanya kesenjangan yang lebar antara timbul manakala pejabat gagal memahami atau

Mimbar Pendidikan
31
Cecep Darmawan, Citra Birokrasi No. 1/XVIII/1999

menanggapi kebutuhan umum, pejabat negara Birokrasi seperti ini mungkin lebih representatif
yang gagal meraih keahlian profesional yang bila dibandingkan dengan birokrat yang diangkat
dibutuhkan dan gagal memanfaatkan secara politis.
pengetahuan spesialis. Sebagai solusi awal, Kedua, dengan sistem pertanggung-
analisis dari Stephen Robbins (1996:324-328) jawaban birokrasi kepada Presiden atau kepada
yang menyarankan adanya pengelolaan DPR. Sebagai contoh dapat dibandingkan
perubahan dalam organisasi termasuk birokrasi dengan Amerika Serikat, dimana Presiden dan
dapat diterima. Menurutnya agar organisasi Congres melakukan pengawasan politis terhadap
(birokrasi) tidak gagal dalam menjalankan birokrasi pemerintah. Contoh Presiden dan
fungsinya maka harus diciptakan perubahan Congres mengeluarkan Undang-undang untuk
yang berencana, yaitu perubahan yang disengaja mengatur tujuan dan kekuasaan birokrasi,
dan beroreintasi pada tujuan. Disamping itu mereka menetapkan anggaran bagi birokrasi,
pimpinan birokrasi harus menjadi agen mereka menetapkan pejabat yang akan diangkat
perubahan yang dapat merubah struktur, untuk jabatan tertentu, mereka kadang-kadang
tehnologi, setting fisik dan sekaligus orangnya. atau menghentikan langkah-langkah yang sudah
Oleh karenanya harus ada perubahan dilakukan oleh pejabat birokrasi, atau pada saat
orientasi birokrasi dari kekakuan dan statisme tertentu Congress membentuk komite investigasi
menuju birokrasi dan antisipatif terhadap untuk meneliti pelaksanaan tugas-tugas
perubahan zaman yang mengutamakan birokrasi. Atau seperti di beberapa negara yang
pelayanan publik. Bagaimana patron-client di menganut sistem parlemeter, misalnya, dikenal
Indonesia dalam bidang birokrasi dapat adanya hak interpelasi, dimana parlemen
dieliminir bahkan dihapuskan sama sekali. mempunyai hak untuk meminta keterangan dari
Penilaian negatif terhadap birokrasi seperti menteri untuk melaporkan kebijakan-kebijakan
diuraikan sebelumnya merupakan implikasi dari kementriannya, baik lisan atau tertulis, lalu
konsep birokrasi yang digunakan dalam hal ini arlemen mengadakan debat mengenai laporan itu
adalah konsep Kramer, yaitu birokrasi sebagai apakah bisa diterima atau tidak.
pemerintahan yang kaku, macet dan segala Ketiga, Pengawasan melalui pengadilan
tuduhannya yang negatif terhadap instansi yang terhadap pelaksanaan administrasi dan birokrasi
berkuasa. negara, seperti yang diraktekkan di Perancis,
Disamping itu untuk menciptakan Italia dan Swedia,misalnya, dimana pengadilan
aparatur negara yang responsif dan efisien dalam khusus dibentuk (didirikan) untuk melakukan
sistem politik yang demokratis dapat ditempuh tugas pengawasan terhadap pelaksanaan
dalam beberapa cara: birokrasi; atau seperti di Amerika Serikat dan
Pertama, membentuk suatu birokrasi Inggris, dimana pengadilan membuat judicial
perwakilan atau birokrasi yang mewakili review bila seandainya ada pelanggaran terhadap
(representatif bureaucracy). Artinya roses pelaksanaan tugas administrasi negara (semacam
rekruitmen personalia dalam birokrasi dilakukan PPTUN di Indonesia).
dengan memperhatikan suku, agama, ras, jenis Keempat, dengan cara pembentukan
kelamin dan kelompok-kelompok lainnya. Hal ini Ombudsman, yaitu seorang pejabat yang
dimaksud agar semua kelompok sekurang- diangkat oleh parlemen untuk mendengarkan dan
kurangnya terwakili dalam birokrasi. Dengan menyelidiki pengaduan yang dibuat oleh
birokrasi seperti ini diharapkan aspirasi perseorangan terhadap aparatur negara. Dalam
masyarakatbisa tertampung karena para pegawai hal ini setiap warga negara diperbolehkan
(birokrat) itu merupakan wakil dari masyarakat. mengadukan permasalahan kepada Ombudsman

Mimbar Pendidikan
32
No. 1/XVIII/1999 Cecep Darmawan, Citra Birokrasi

yang kemudian ia boleh mempublikasikan hasil potensi budaya luhur bangsa sudah dimiliki,
temuannya, dan bila tidak mencapai tinggal bagaimana menularkan virus budaya
penyelesaiannya ia boleh meneruskan perkara luhur itu pada struktur birokrasi. Artinya
tersebut ke pengadilan (Amir Santoso, 1993). keselarasan struktur dan kultur modern akan
Dengan berdasarkan empat cara di atas menciptakan birokrasi yang kapabel, adaptabel,
maka untuk negara kita Indonesia nampaknya dan kredibel.
kita harus mengkombinasikan keempat cara-cara Ketiga, proses rekruitmn pegawai negeri
tersebut. Dengan cara-cara tersebut diharapkan harus dilakukan sebaik-baiknya dengan
upaya kita untuk menciptakan aparatur negara profesional tanpa unsur KKN. Proses ini akan
yang responsif terhadap tuntutan masyarakat dan mudah manakala ciri selanjutnya, sistem
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi yang banyak
kewajibannya, Insya Allah dapat diwujudkan. mencetak para kader birokrat
Disamping itu, agenda penting yang harus menumbuhsuburkan sikap yang jujur, adil,
dijalankan oleh pemerintah di Era Reformasi ini bersahaja, demokratis, terbuka, tanggung jawab,
adalah menciptakan pemerintahan yang toleran terhadap perbedaan dan sebagainya.
memperoleh daya dukung dan kepercayaan dari Keempat, yang tidak kalah pentingnya,
rakyat dan dukungan internasional. Dukungan adalah sistem kesejahteraan karyawan birokrasi
internasional merupakan konsekuensi logis dari mesti diperhatikan dan diperhitungkan secara
upaya pemerintah dan birokrasi dalam rasional. Jangan sampai karena "demi loyalitas
memberdayakan potensi masyarakat dan dan kesetiaan kepada negara" hak-hak pribadi,
menyejahterakan rakyat banyak dengan keluarga dan masyarakat dikorbankan, yang
menjunjung tinggi pelaksanaan hak azasi pada gilarannya pada suatu saat muncul dan
manusia. berkembang disfungsional birokrasi seperti
Akhirnya berapa alternatif pemberdayaan KKN.
(mpowerment) birokrasi seperti diungkapkan di Kelima, fungsi kontrol dari masyarakat
atas, tidak akan banyak bermakna apabila tidak baik melalui media massa, LSM, Komnasham
dibenahi beberapa hal, diantaranya: dan sejenisnya harus benar-benar terwujud,
Pertama, perlunya menanamkan etika disamping pengawasan melekat dan pengawasan
birokrasi yang berlandaskan nilai-nilai fungsional yang sudah ada selama ini walaupun
ketauhidan dan aqidah yang kokoh. Dengan tetap belum otimal.
landasan ini perilaku birokrasi kita bukan hanya Keenam, birokrasi kita harus benar-benar
didasarkan kepada hal-hal yang sifatnya steril dari kepentingan langsung politik praktis
rasional-efiseinsi, efektifitas, melainkan jauh (patai politik), tidak boleh ada monoloyalitas
lebih penting menghargai nilai kemanusiaan terhadap kekuasaan. Terakhir, sistem kariernya
universal yang dimiliki oleh semua orang. melalui sistem merit (bukan loyalitas tai prestasi
Prinsip pelayanan publik akan bergeser dari kerja).
birokrat yang "ingin dilayani" menjadi "siap
melayani" dengan keikhlasan dan "tanpa Daftar pustaka
pamrih". Albrow, Martin. 1996. Birokrasi.Tiara Wacana Yogyakarta.
Kedua, birokrasi kita harus ditumbuhkan Beetham, David. 1990. Birokrasi. Bumi Aksasara, Jakarta.
nilai-nilai yang sesuai dengan budaya luhur Etzioni, Amitai. 1964. Modem Organization. Prentice-Hall
bangsa. Sementara ahli mengatakan birokrasi Foundations of Modern Sociology Series.
Henry, Nicholas. 1995. Publik Adminintration and Public Affiars.
hanya hidup dan berkembang di negeri maju Prentice-Hall International. (Sixt Edition).
karena budayanya juga sudah maju. Tetapi bagi Karten, David C. 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat.

Mimbar Pendidikan
33
Cecep Darmawan, Citra Birokrasi No. 1/XVIII/1999

(terjemahan). Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan. Santoso, Amir. Administrasi dan Pembangunan Birokrasi. Makalah
Mas'oed, Mohtar. 1997. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. pada Seminar Birokrasi di Bandung. 18 Desember 1993.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santoso, Priyo Budi. 1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru:
Ndraha, Taliziduhu. 1996. Birokrasi Dalam Pembangunan: Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: PT. Raja
Dominasi atau Alat Demokrasi? Suatu Telaah Grafindo Persada.
Pendahuluan (dalam: Jurnal Ilmu Politik 1). Jakarta: Siagian, Sondang P. 1994. Patalogi Birokrasi. Gahlia Indonesia.
Gramedia. Jakarta.
Newsstrom, Jhon W and Davis, Keith. 1993. Organizational Thoha, Miftah. 1990. Perspektif Perilaku Birokrasi. Rajawali Pers.
Behavior: Human Behavior at Work. McGraw-hill Inc. Jakarta.
New York. ---------, 1991. Perilaku Birokrasi dalam Negara. (dalam Fauzie
Osborne, David and Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: Ridjal dan M. Rsuli Karim ed. Dinamika Budaya dan
How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Politik dalam Pembangunan). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sector. A William Patrick Book. New York. ---------, 1996. Revitalisasi Birokrasi dalam Rangka Peningkatan
Riggs, Fred W. 1996. Administrasi Pembangunan: Sistem Kualitas Pelayanan Masyarakat. (dalam Riza Noer Arfani.
Administrasi dan Birokrasi (Terjemahan). Jakarta: Raja Demokrasi Indonesia Kontemporer). Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Grafindo Persada.
Robbin, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi Jilid 1 dan 2 Tjokrominoto, Moeljarto. 1989. Sosok Birokrasi Indoensia Dalam
(terjemahan). Prehelindo. Jakarta. Era Tinggal Landas. Jakarta.
--------, 1995. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi
(terjemahan). Arcan. Jakarta.

Mimbar Pendidikan
34

You might also like