You are on page 1of 117

POKOK – POKOK MATERI PERKULIAHAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Arwin Zoelfatas
BAB I PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PERILAKU
A. Tujuan : Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisik
an psikologi dan psikologi pendidikan 2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan in
dividu, indikator-indikator motivasi, bentukbentuk konflik, bentuk-bentuk perila
ku salah-suai dan taksonomi perilaku individu. 3. Menjelaskan psikologi pendidik
an sebagai ilmu, arti penting psikologi pendidikan bagi guru, peranan dan pengar
uh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku individu. 4. Mengurai
kan mekanisme pembentukan perilaku menurut pandangan behaviorisme dan holistik.
B. Pokok Bahasan 1. Pengertian Psikologi Pendidikan. 2. Perilaku Individu. 3. Ta
ksonomi Perilaku Individu. 4. Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan Perilaku da
n Pribadi Individu. C. Intisari Bacaan 1. Pengertian Psikologi Pendidikan Secara
etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup
, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merup
akan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada s
alah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat ji
ka kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tenta
ng jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diam
ati secara langsung. Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mung
kin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dala
m bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demik
ian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tenta
ng perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi terbagi
ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji per
ilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam si
tuasi khusus, diantaranya :
Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perk
embangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat. Psikologi Kepribadi
an; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya. P
sikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal. Psikolo
gi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri. P
sikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan Disampi
ng jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis
psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkemba
ng, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Psi
kologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah mem
iliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni : Ontologis; obyek dari psikologi p
endidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, oran
g tua peserta didik dan masyarakat pendidikan. Epistemologis; teori-teori, konse
p-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdas
arkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross se
ctional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. Aksiol
ogis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapa
ian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan. Dengan demikian, psikologi pend
idikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus me
ngkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk me
nemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan
pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapai
an efektivitas proses pendidikan. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari p
sikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pen
didikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Prose
s Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupak
an beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya membutuhkan psikolo
gi. Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang,
diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua pes
erta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efekti
f dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogya
nya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilak
unya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi pa
ra peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku
dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,--terutama peri
laku peserta didik dengan segala aspeknya--, sehingga dapat menjalankan tugas da
n perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyat
a bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Di sinilah arti penting Psikolog
i Pendidikan, dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimb
angan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : (a) merumuskan tujuan pembel
ajaran, (b) memilih strategi atau metode pembelajaran, (c) memilih alat bantu da
n media pembelajaran yang tepat, (d) memberikan bimbingan atau bahkan memberikan
konseling kepada peserta didiknya, (e) memfasilitasi dan memotivasi belajar pes
erta didik, (f) menciptakan iklim belajar yang kondusif, (g) berinteraksi secara
bijak dengan peserta didiknya, (h) menilai hasil pembelajaran, dan (i) dapat me
ngadministrasikan pembelajaran secara efektif dan efisien. Selain itu, dengan me
mahami Psikologi Pendidikan para guru juga dapat memahami dan mengembangkan diri
-pribadinya untuk menjadi seorang guru yang efektif dan patut diteladani. Pengua
saan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang haru
s dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bah
wa diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adal
ah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar menga
jar peserta didik. 2. Perilaku Individu Salah satu tugas utama guru adalah berus
aha mengembangkan perilaku peserta didiknya. Dalam hal ini, Abin Syamsuddin Makm
un (2003) menyebutkan bahwa tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku pes
erta didik (behavioral changes). Oleh karena itu itu, agar perilaku peserta didi
k dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya dapat memahami te
ntang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didiknya
. Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan, yang salin
g bertolak belakang, yaitu: (1) behaviorisme dan (2) holistik atau humanisme. Ke
dua pendekatan ini memiliki implikasi yang luas terhadap proses pendidikan, baik
untuk kepentingan pembelajaran, pengelolaan kelas, pembimbingan serta berbagai
kegiatan pendidikan lainnya. Di bawah ini akan diuraikan mekanisme pembentukan p
erilaku dilihat dari kedua pendekatan tersebut dengan merujuk pada tulisan Abin
Syamsuddin Makmun (2003). a. Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Behav
iorisme Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melal
ui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau me
nciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan.
Behaviorisme menjelaskan mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku in
dividu dapat digambarkan dalam bagan berikut :
S
R atau S
O
R
S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (in
dividu/manusia). Karena stimulus datang dari lingkungan (W = world) dan R juga d
itujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan
seperti tampak dalam bagan berikut ini :
W
S
O
R
W
Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua je
nis yaitu :
(1) Lingkungan objektif (umgebung=segala sesuatu yang ada di sekitar individu da
n
secara potensial dapat melahirkan S). (2) Lingkungan efektif (umwelt=segala sesu
atu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga me
nimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya) Perilaku y
ang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas biasa disebut dengan peri
laku spontan. Contoh : seorang mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan Psikologi
Pendidikan di ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa tersebut
mengipasngipaskan buku untuk meredam kegerahannya. Ruangan kelas yang panas mer
upakan lingkungan (W) dan menjadi stimulus (S) bagi mahasiswa tersebut (O), seca
ra spontan mengipaskan-ngipaskan buku merupakan respons (R) yang dilakukan mahas
iswa. Merasakan ruangan tidak terasa gerah (W) setelah mengipas-ngipaskan buku.
Sedangkan perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut:
W
S
Ow
R
W
Contoh : ketika sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kel
as yang terasa agak gelap karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, a
da seorang mahasiswa yang sadar kemudian dia berjalan ke depan dan meminta ijin
kepada dosen untuk menyalakan lampu neon yang ada di ruangan kelas, sehingga di
kelas terasa terang dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan. Ruan
gan kelas yang gelap, waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan lingkungan (W
), ada mahasiswa yang sadar akan keadaan di sekelilingnya (Ow), --
meski di ruangan kelas terdapat banyak mahasiswa namun mereka mungkin tidak meny
adari terhadap keadaan sekelilingnya--. berjalan ke depan, meminta ijin ke dosen
, dan menyalakan lampu merupakan respons yang dilakukan oleh mahasiswa yang sada
r tersebut (R), suasana kelas menjadi terang dan mahasiswa menjadi lebih menyama
n dalam mengikuti perkuliahan merupakan (W). Sebenarnya, masih ada dua unsur pen
ting lainnya dalam diri setiap individu yang mempengaruhi efektivitas mekanisme
proses perilaku yaitu receptors (panca indera sebagai alat penerima stimulus) da
n effectors (syaraf, otot dan sebagainya yang merupakan pelaksana gerak R). Sele
ngkapnya mekanisme perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut :
Ow W S r e R W
Dengan mengambil contoh perilaku sadar tadi, bagan di atas dapat dijelaskan bahw
a mahasiswa yang sadar (Ow) mungkin merasakan penglihatannya (receptor) menjadi
tidak jelas, sehingga tulisan dosen di papan tulis tidak terbaca dengan baik. Me
nggerakkan kaki menuju ke depan, mengucapkan minta izin kepada dosen, tangan men
ekan saklar lampu merupakan effector. b. Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut
Aliran Holistik (Humanisme) Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu
bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam d
iri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun
tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelas
kan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan w
hy (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/ purpose) a
pa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada j
enis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakuny
a itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggera
kan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri indiv
idu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (m
otivasi ekstrinsik). Secara skematik rangkaian, proses dan mekanisme terjadinya
perilaku menurut pandangan Holistik, dapat dijelaskan dalam bagan berikut :
Kebutuhan dirasakan (felt needs)
Dorongan (motivation)
Aktivitas yang dilakukan (Instrumental behavior)
Tujuan dihayati (goals/ incentive)
Berdasarkan bagan di atas tampak bahwa terjadinya perilaku individu diawali dari
adanya kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningk
atkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutu
han-kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-
jenis kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal, se
perti : sandang, pangan dan papan; (2) kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisi
k, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan kasih sa
yang atau penerimaan; (4) kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) kebutuhan aktualisasi dir
i. Tingkatan kebutuhan tersebut dapat diragakan seperti tampak dalam gambar beri
kut ini :
SELF ACTUALIZATION ESTEEM NEEDS LOVE NEEDS SAFETY NEEDS PHYSIOLOGICAL NEEDS
Sementara itu, Stranger (Nana Syaodih Sukmadinata,2005) mengetengahkan empat jen
is kebutuhan individu, yaitu: (1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement),
yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain d
alam mencapai prestasi yang tertinggi. (2) Kebutuhan berkuasa (need for power),
yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang
lain. (3) Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutu
han untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun p
ersahabatan. (4) Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yait
u kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat pe
rkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motiva
si) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat pe
rsistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersum
ber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar i
ndividu (motivasi ekstrinsik). Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka po
la mekanisme perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehin
gga membentuk suatu siklus, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Motif
Rasa puas atau kecewa
Perilaku Instrumental
Tujuan
Berkaitan dengan motif individu, untuk keperluan studi psikologis, motif individ
u dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : 1. Motif primer (basic motive
dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal de
ngan istilah drive, seperti : dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menye
rang, menyelamatkan diri dan sejenisnya. 2. Motif sekunder; menunjukkan kepada m
otif yang berkembang dalam individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti :
takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas dan sebag
ainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi. minat), maksu
d dan aspirasi serta motif berprestasi. Untuk memahami motivasi individu dapat d
ilihat dari indikator-indikatornya, yaitu : (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi k
egiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan da
lam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencap
ai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakuk
an; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari keg
iatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Dalam diri indiv
idu akan didapati sekian banyak motif yang mengarah kepada tujuan tertentu. Deng
an beragamnya motif yang terdapat dalam individu, adakalanya individu harus berh
adapan dengan motif yang saling bertentangan atau biasa disebut konflik. Bentuk-
bentuk konflik tersebut diantaranya adalah : 1. 2. Approach-approach conflict; j
ika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sam
a-sama kuat, dikehendaki serta bersifat positif. Avoidance-avoidance conflict; j
ika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sam
a-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif. Approach-avoidance con
flict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih, yang satu positif dan
dikehendaki dan yang lainnya motif negatif serta tidak dikehendaki namun sama k
uatnya.
3.
Jika seorang individu dihadapkan pada bentuk-bentuk motif seperti dikemukakan di
atas tentunya dia akan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan dan sangat
mungkin menjadi perang batin yang berkepanjangan. Dalam pandangan holistik, dis
ebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas ya
ng dilakukan individu akan mengarah pada tujuan
tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai
tujuan tersebut. Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh kese
imbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercap
ai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi di
sebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilaku
nya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatny
a berani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secar
a sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal sehatnya tidak berfungs
i sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, m
aka dia akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment). Bentuk peril
aku salah suai (maldjustment), diantaranya : (1) agresi marah; (2) kecemasan tak
berdaya; (3) regresi (kemunduran perilaku); (4) fiksasi; (5) represi (menekan p
erasaan); (6) rasionalisasi (mencari alasan); (7) proyeksi (melemparkan kesalaha
n kepada lingkungan); (8) sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang
sejenis); (9) kompensasi (menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bi
dang lain); (10) berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai
tujuan yang didambakannya). Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membant
u para peserta didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa
frustasi yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai. Sekaligus juga dapat membe
rikan bimbingan untuk mengatasinya apabila peserta didik mengalami konflik yang
berkepanjangan dan frustrasi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukaka
n contoh terbentuknya perilaku berdasarkan pendekatan holistik. Contoh 1 : Karen
a gagal mengikuti mengikuti testing pada salah satu Fakultas di Perguruan Tinggi
ternama melalui jalur UMPTN (frustration), dan setelah mempertimbangkan segala
sesuatunya (moralitas), secara sukarela Arjuna memutuskan untuk melanjutkan pada
salah program studi yang ada di FKIP UNIKU (sublimasi). Ketika mengikuti perkul
iahan Psikologi Pendidikan yang merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diik
uti para mahasiswa, sejak awal dia sudah menyadari bahwa dia kekurangan pengetah
uan, sikap dan keterampilannya dalam bidang Psikologi Pendidikan sehingga dia me
nyadari Psikologi Pendidikan merupakan kebutuhan bagi dirinya (need felt) dalam
rangka mencapai tujuan-tujuannya (goals/incentives). Untuk tujuan jangka pendekn
ya, dengan berbekal kesadaran diri bahwa dia memiliki potensi dalam bidang psiko
logi pendidikan, dia berharap dapat memperoleh kemampuan baru berupa pengetahuan
, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan, yang dipe
rolehnya dari setiap pertemuan tatap muka dengan dosen.
Tujuan jangka menengah, pada akhir semester dia berharap lulus mata kuliah Psiko
logi Pendidikan dengan mendapatkan nilai A (kebutuhan harga diri). Selain itu, n
anti pada saat mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), dia berharap dapat mela
ksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai untuk jan
gka panjang, dia benar-benar berharap dapat menjadi guru yang efektif dan kompet
en. Keinginan dan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bid
ang psikologi pendidikan, memperoleh kesuksesan belajar dengan mendapatkan nilai
A, memperoleh kesuksesan dalam mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), keingi
nan menjadi guru yang efektif dan kompeten kemudian berkembang menjadi dorongan
yang kuat dalam dirinya (motivasi intrinsik) Pada saat mengikuti perkuliahan Psi
kologi Pendidikan dia senantiasa aktif bertanya dan mengemukakan pendapatnya ten
tang materi yang disampaikan, membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidika
n yang diwajibkan dan dianjurkan oleh dosen. Setiap tugas yang diberikan diseles
aikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Dia juga sangat menyukai diskusi te
ntang psikologi pendidikan dengan teman-temannya di luar kelas (perilaku instrum
ental). Berkat aktivitas dan kesungguhannya dalam mengikuti perkuliahan Psikolog
i Pendidikan, dia memperoleh pengetahuan yang luas, sikap yang positif dan memil
iki keterampilan yang bisa dibanggakan dalam menerapkan prinsip-prinsip psikolog
i. Pada akhir semester, dia memperoleh nilai terbaik di kelasnya, pada saat PPL
dia termasuk mahasiswa praktikan yang disukai oleh peserta didiknya, bahkan kepa
la sekolahnya meminta dia untuk menjadi guru di sekolah menjadi tempat praktekny
a. Setelah dia selesai kuliah dia menjadi guru di sebuah sekolah, para peserta d
idik sangat menyenangi dia karena dia sangat dekat dan akrab dengan peserta didi
knya. Begitu juga, rekan-rekan seprofesinya sangat hormat dan kagum atas kinerja
nya sebagai guru. Pada saat mengikuti lomba pemilihan guru berprestasi tingkat k
abupaten, dia berhasil meraih sebagai juara pertama. Dia sangat mensyukuri atas
segala keberhasilannya, baik ketika selama menjadi mahasiswa maupun setelah menj
adi guru (homeostatis). Bagi dirinya, Perkuliahan Psikologi Pendidikan telah men
dasari dia menjadi seorang yang sukses. Contoh 2 : Astrajingga rekan seangkatan
Arjuna. Dia bercita-cita menjadi seorang ekonom, karena gagal mengikuti mengikut
i testing pada Fakultas Ekonomi di Perguruan Tinggi ternama melalui jalur UMPTN
(frustration), kemudian dia dipaksa orang tuanya untuk melanjutkan pada salah sa
tu program studi di FKIP UNIKU (motivasi ekstrinsik/substitusi), sehingga selama
kuliah, dia belum menemukan apa tujuan kuliahnya.
Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata kuliah kependidikan, termas
uk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang merasakan adanya kebutuhan dan kekur
angan motivasi). Pikirannya selalu terganggu bahwa seolah-olah dia sedang kuliah
pada Fakutas Ekonomi di Perguruan Tinggi yang diidam-idamkannya dan dia merasa
seolah-olah bakal menjadi Ekonom (fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah, sekal
ipun dia masuk kuliah hanya sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan
dan takut dinyatakan tidak lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberik
an dosen pun jarang dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu
telat disetorkan. Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan stu
di yang tidak sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko o
rang tua akan marah besar terhadap dirinya (conflict). Selama satu semester meng
ikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia hanya memperoleh sebagian kecil saja
pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan dan pada akhir
nya dia dinyatakan tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti remedial. Sambil men
angis (regresi), dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak becus mengajar (proy
eksi). 3. Taksonomi Perilaku Individu Kalau perilaku individu mencakup segala pe
rnyataan hidup, betapa banyak kata yang harus dipergunakan untuk mendeskripsikan
nya. Untuk keperluan studi tentang perilaku kiranya perlu ada sistematika pengel
ompokan berdasarkan kerangka berfikir tertentu (taksonomi).Dalam konteks pendidi
kan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta sub kaw
asan dari masing-masing kawasan, yakni : a. Kawasan Kognitif; yaitu kawasan yang
berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar.
1) Pengetahuan (knowledge);
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, id
e prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau
kesimpulan. Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongk
an sebagai berikut : a) Mengetahui sesuatu secara khusus; terdiri dari : Mengeta
hui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah
atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal
maupun non verbal. Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kemb
ali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebu
dayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu
. b) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu. Mengetahui
kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman
Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala
atau fenomena pada waktu yang berkaitan. Mengetahui penggolongan atau pengkatego
risasian. Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di d
alam bidang tertentu, atau memproses sesuatu. Mengetahui kriteria yang digunakan
untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan. Mengetahui meto
dologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyel
esaikan masalah. Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tert
entu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenome
na atau pikiran. Mengetahui prinsip dan generalisasi Mengetahui teori dan strukt
ur.
2) Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan m
ental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-tem
uan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta d
isusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuantemuan ini diakomodasikan
dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk
struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi :
a) translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa
perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, b
agan atau grafik;
b) interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik
dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dapat dikatakan telah da
pat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia tela
h mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu yan
g lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep tentang “motivasi
kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”; dan
c) Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu
temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, den
gan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 d
an ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa ya
ng bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan te
rsebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdas
arkan prinsip tersebut.
3) Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dal
am kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia da
pat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan
dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperk
enalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama
yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang suda
h dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi
. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut d
engan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan ko
nsep terhadap sebuah temuan baru.
4) Penguraian (analysis);
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagia
n tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-
argumen yang menyokong suatu pernyataan. Secara rinci Bloom mengemukakan tiga je
nis kemampuan analisis, yaitu : a) Menganalisis unsur : Kemampuan melihat asumsi
-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan Kemampuan u
ntuk membedakan fakta dengan hipotesa. Kemampuan untuk membedakan pernyataan fak
tual dengan pernyataan normatif. Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif da
n membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok. Kemampuan untuk me
misahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya. b) Menganalisi
s hubungan Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide den
gan ide. Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pern
yataan. Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari
suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya. Kemampuan untu
k memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.
Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna memb
edakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak. Kemampuan untuk mendeteksi
hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen. Kemampuan untuk mengenal hubung
an kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitung
an historis.
c) Menganalisis prinsip-prinsip organisasi Kemampuan untuk menguraikan antara ba
han dan alat Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka me
mahami maknanya. Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tu
lis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam
karyanya. Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu mat
eri yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda.
5) Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan
atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen mer
upakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian manggabun
gkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru, memberi nama yang sesuai bagi
suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi.
6) Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau
bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif
maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu : a)
Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan k
onsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsurunsur yang ada di dalam obj
ek yang diamati. b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan be
rdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati., misalnya
kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
b. Kawasan Afektif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
1) Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu : a) Kesiapan untuk mene
rima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (feno
mena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha
untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan. b) Kemauan untuk meneri
ma (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada sti
mulus yang bersangkutan. c) Mengkhususkan perhatian (controlled or selected atte
ntion). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata ter
tentu saja.
2) Sambutan (responding)
Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut : a) Kes
iapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, me
nempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan,
atau mentaati peraturan lalu lintas. b) Kemauan menanggapi (willingness to respo
nd), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan.
Misalnya pada desain atau warna saja. c) Kepuasan menanggapi (satisfaction in r
esponse), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk me
muaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menangga
pi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang me
njadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.
3) Penghargaan (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan mengha
yati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebag
ai berikut : a) Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usah
a memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif. b) Menyeleksi nilai yan
g lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk men
cari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memil
iki yang memuaskan. c) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan ala
san-alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman. Komitmen ini dinyatak
an dengan rasa senang, kagum, terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunj
ukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang dihargainya.
4) Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai terten
tu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan
untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan,
yakni : a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya oran
g lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sis
tem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul k
emudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan kepenti
ngan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5) Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai K
alau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berub
ah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selal
u konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu : a) Generalisasi, yaitu k
emampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karak
terisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersen
diri pada kepribadian diri yang bersangkutan.
c. Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular syste
m) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) penirua
n (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e)
menciptakan (origination) 1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk
melatih diri tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk me
laporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi, men
jawab pertanyaan. 2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan conto
h yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan i
tu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti
artinya. 3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa
harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.
4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan d
engan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan. 5) Menciptaka
n (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya. S
ementara itu, Abin Syamsuddin Makmun( 2003) memerinci dengan tahapan yang berbed
a, yaitu : sub kawasan ini
1) Gerakan refleks (reflex movements). Basis semua perilaku bergerak atau respon
s
terhadap stimulus tanpa sadar, misalnya : melompat, menunduk, berjalan, dan seba
gainya. Gerakan dasar biasa (Basic fundamental movements) yaitu gerakan yang mun
cul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, yang terpola dan dapat
ditebak. Gerakan Persepsi (Perceptual abilities) yaitu gerakan sudah lebih menin
gkat karena dibantu kemampuan perseptual. Gerakan fisik (Physical Abilities) yai
tu gerakan yang menunjukkan daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kelentu
ran (flexibility) dan kegesitan. Gerakan terampil (skilled movements) yaitu dapa
t mengontrol berbagai tingkatan gerak secara terampil, tangkas, dan cekatan dala
m melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks). Gerakan indah dan kreatif (
Non-discursive communication) yaitu mengkomunikasikan perasan melalui gerakan, b
aik dalam bentuk gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah
maupun gerak kreatif: gerakangerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasi
kan peran.
2)
3) 4) 5)
6)
4. Peranan dan Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan dan Perkembangan Perilaku
Pendidikan memang sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusi
a dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya
manusia itu sendiri. Bagi kalangan behaviorisme, pendidikan dipahami sebagai se
bagai alat pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, s
erta media untuk meningkatkan keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendid
ikan lebih diyakini sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai
moral dan ajaran keagamaan, atau sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, ser
ta wahana untuk pembebasan manusia. Penyelenggaraan pendidikan selanjutnya menja
di kewajiban kemanusiaan dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Melihat begit
u pentingnya pendidikan bagi umat manusia, banyak peradaban manusia yang “mewajibk
an” masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.
Yang menjadi persoalan, sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan da
n perkembangan perilaku individu. Bagaimana pula kontribusi individu itu sendiri
terhadap perubahan dan perkembangan perilakunya. Dengan menggunakan konsep dasa
r psikologis, khususnya dalam pandangan behaviorisme, pendidikan pada hakekatnya
merupakan usaha conditioning (penciptaan seperangkat stimulus) yang diharapkan
dapat menghasilkan pola-pola perilaku (seperangkat respons) tertentu, yang diman
ifestasikan dalam bentuk perubahan dan perkembangan perilaku, baik dalam aspek k
ognitif, afektif, maupun psikomotor. Seberapa besar tingkat atau derajat perubah
an dan perkembangan perilaku yang dicapai melalui usaha – usaha conditioning diken
al dengan istilah prestasi belajar atau hasil belajar (achievement).Dengan demik
ian, menurut pandangan behaviorisme, arah dan kualifikasi perubahan dan perkemba
ngan perilaku akan sangat bergantung pada faktor S (conditioning). Sementara itu
, dalam pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu sendiri yan
g memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses pendidikannya.
Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali potensi-potensi tertentu, ter
utama potensi intelektual, selanjutnya dengan bantuan atau tanpa bantuan orang l
ain, individu yang bersangkutan berupaya aktif mengembangkan segenap potensi yan
g dimilikinya melalui interaksi dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sekola
h. Sehingga potensi yang semula masih bersifat laten (terpendam) dapat diaktuali
sasikan menjadi prestasi. Jika kita amati dari kedua pandangan tersebut tampak a
da hal yang kontras. Menurut pandangan behaviorisme hasil belajar individu merup
akan hasil reaktif dari lingkungan. Sedangkan dalam pandangan humanisme, hasil b
elajar individu merupakan hasil dari upaya aktif dan pro-aktifnya terhadap lingk
ungan. Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut menyebabkan pula terjadinya pe
rbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan teknis proses pendidikan. Walaupun demiki
an, harus diakui bahwa kedua pandangan tersebut memiliki peranan penting dan mem
berikan kontribusi terhadap perubahan dan perkembangan pribadi atau perilaku ind
ividu. Secara skematik, pengaruh fungsional pendidikan terhadap perubahan dan pe
rkembangan perilaku, dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :
P = f (S,O)
P= person (pribadi, perilaku) f = function (fungsi) S=stimulus (pendidikan/belaj
ar) O=organisme Contoh : Untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tent
ang Psikologi Pendidikan (P), seorang mahasiswa (O) dengan segala karakteristikn
ya (kondisi fisik, bakat, minat,
motivasi, hasil belajar sebelumnya serta karakteristik lainnya) mengikuti kegiat
an belajar Psikologi Pendidikan. Melalui interaksi belajar mengajar yang disepak
ati dengan Dosen, dia memperoleh sejumlah pengalaman belajar, misalnya melalui:
diskusi dengan teman, membaca dan mengkaji buku-buku yang relevan, mengobservasi
perilaku di kelas, bahkan melakukan penelitian, maka pada akhirnya, dia mendapa
tkan pengetahuan, sikap dan memiliki keterampilan baru tentang psikologi pendidi
kan, baik untuk kepentingan diri-pribadi sehari-hari maupun dalam rangka mempers
iapkan diri untuk menjadi guru kelak di kemudian hari. Dengan demikian, kiranya
bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya kemampuan individu, dis
amping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan (belajar) juga dipengaruhi oleh fa
ktor internal dari individu itu sendiri. D. Latihan Soal : Pilihan Ganda : Pilih
lah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan ta
nda silang (X) ! 2. Psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai : 1) 2) 3) 4) I
lmu Jiwa Ilmu yang mempelajari tentang perilaku peserta didik . Ilmu yang mempel
ajari perilaku individu dalam situasi pendidikan. a, b, dan c benar
3. Beberapa persyaratan ilmu yang sudah dipenuhi oleh Psikologi Pendidikan, kecu
ali :
a. Memiliki obyek yang jelas yaitu perilaku individu yang terlibat dalam pendidi
kan. b. Konsep dan teori Psikologi Pendidikan diperoleh berdasarkan upaya yang s
istematis, baik melalui pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. c. Menjadi ped
oman bagi para pendidik dalam mengembangkan proses pendidikan. d. Memberikan man
faat untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pendidikan. 4. Arti penting Psi
kologi Pendidikan bagi guru adalah : a. b. c. d. Guru dapat menjalankan peran tu
gas dan fungsinya secara efektif dan efisien Guru dapat merencanakan pembelajara
n dengan sebaik-baiknya Guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif. Gur
u dapat menilai peserta didiknya secara efisien.
5. Mekanisme terbentuknya perilaku sadar menurut pandangan Behaviorisme a. b. c.
d. W S S S O WS Ow R R O R R W W
6. Di bawah ini merupakan jenis-jenis kebutuhan individu yang dikemukakan oleh M
aslow,
kecuali : a. Kebutuhan akan prestasi. b. Kebutuhan akan harga diri. c. Kebutuhan
akan rasa aman. d. Kebutuhan akan aktualisasi diri. 7. Konflik yang dialami jik
a individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-
sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif. a. Approach- avoidance c
onflict b. Approach-approach conflict c. Avoidance-avoidance conflict d. a, b ,
dan c benar 8. Di bawah ini merupakan indikator untuk mengetahui tingkat motivas
i individu. a. durasi, frekuensi dan persistensi kegiatan. b. ketabahan, keuleta
n dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan. c. tingkat kualifikas
i prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan dan a
rah sikap terhadap sasaran kegiatan. d. a, b, dan c benar 9. Reaksi frustasi ind
ividu atas kegagalan dalam mencapai tujuan dan tidak terpenuhinya kebutuhan indi
vidu dengan cara mencari kambing hitam. a. agresi b. regresi c. fiksasi d. proye
ksi 10. Di bawah ini merupakan kemampuan yang berkaitan dengan perilaku kawasan
afektif. a. evaluasi b. Non-discursive communication c. characterization by valu
e or value complex d. a, b dan c benar 11. Dapat menyimpulkan, menghubungkan, me
nggabungkan merupakan indikator atau kata kerja operasional untuk mengukur perub
ahan perilaku dalam aspek : a. application b. analysis c. synthesis d. evaluatio
n Uraian 1. Jelaskan peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perk
embangan perilaku individu ! 2. Uraikan dan berikan gambaran secara skematik ten
tang mekanisme pembentukan perilaku dan pribadi individu menurut aliran holistik
!
BAB II KERAGAMAN INDIVIDU DALAM KECAKAPAN DAN KEPRIBADIAN
ujuan :
A. T
Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisikan kecakapan
nyata, kecakapan potensial, kecerdasan (inteligensi), dan kepribadian 2. Mengid
entifikasi tentang indikator kecerdasan, ukuran kecerdasan, ciri-ciri keberbakat
an, aspek-aspek kepribadian. 3. Menjelaskan tentang teori-teori kecerdasan dan p
engukuran kecerdasan. 4. Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya ke
ragaman dalam kecakapan dan kepribadian.
B. Pokok Bahasan 1. Keragaman Individu dalam Kecakapan dan Kepribadian. 2. Fakto
r-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Keragaman Kepribadian. dalam Kecakapan dan
C. Intisari Bacaan 1. Keragaman Individu dalam Kecakapan dan Kepribadian Dalam m
elaksanakan tugasnya, seorang guru mungkin akan dihadapkan dengan puluhan atau b
ahkan ratusan peserta didiknya, dengan masing-masing karakateristik yang dimilik
inya. Di antara sekian banyak karakteristik yang dimiliki peserta didik, yang pe
nting dan perlu diketahui guru adalah berkenaan dengan kecakapan dan kepribadian
peserta didiknya.Dari segi kecepatan belajar, ada peserta didik yang menunjukka
n cepat dalam menangkap pelajaran, namun sebaliknya ada juga yang sangat lambat.
Dari segi
kepribadian, guru akan berhadapan dengan ciri-ciri kepribadian para peserta didi
knyanya yang khas atau unik. Berhadapan dengan peserta didik yang memiliki kecep
atan belajar dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang positif, guru mungkin akan
menganggap seolah-olah tidak ada hambatan. Namun ketika berhadapan dengan pesert
a didik yang lambat dalam belajar atau ciri-ciri kepribadian yang negatif, adaka
lanya guru dibuat frustrasi. Ujung-ujungnya dia langsung saja akan menyimpulkan
bahwa peserta didiklah yang salah. Peserta didik dianggap kurang rajin, bodoh, m
alas, kurang sungguh-sungguh dan sebagainya. Jika saja guru tersebut dapat memah
ami tentang keragaman individu, belum tentu dia akan langsung menarik kesimpulan
bahwa peserta didiklah yang salah. Terlebih dahulu mungkin dia akan mempelajari
latar belakang sosio-psikologis peserta didiknya, sehingga akan diketahui secar
a akurat kenapa peserta didik itu lambat dalam belajar, selanjutnya dia berusaha
untuk menemukan solusinya dan menetukan tindakan apa yang paling mungkin bisa d
ilakukan agar peserta didik tersebut dapat mengembangkan perilaku dan pribadinya
secara optimal. Membicarakan tentang keragaman individu secara luas dan mendala
m sebetulnya sudah merupakan kajian tersendiri yaitu dalam bidang Psikologi Dife
rensial. Untuk kepentingan pengetahuan guru dalam memahami peserta didiknya, di
bawah ini akan diuraikan dua jenis keragaman individu yaitu keragaman dalam keca
kapan dan kepribadian. a. Keragaman Individu dalam Kecakapan Kecakapan individu
dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecak
apan potensial (potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecak
apan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi), yang dapat seger
a didemonstrasikan dan diuji sekarang. Misalkan, setelah selesai mengikuti prose
s perkuliahan (kegiatan tatap muka di kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa d
iuji oleh dosen tentang materi yang disampaikannya (tes formatif). Ketika mahasi
swa mampu menjawab dengan baik tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut
merupakan atau kecakapan nyata (achievement). Sedangkan kecakapan potensial mer
upakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh d
ari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua
bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan) dan kecakapan da
sar khusus (bakat atau aptitudes). C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian int
eligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi bar
u secara cepat dan efektif. Pada awalnya teori inteligensi masih bersifat unidim
ensional (kecerdasan tunggal), yakni hanya berhubungan dengan aspek intelektual
saja, seperti teori inteligensi yang dikemukakan oleh Charles Spearman (1904) de
ngan teori “Two Factors”-nya. Menurut pendapatnya bahwa inteligensi terdiri dari kem
ampuan umum yang diberi
kode “g” (genaral factor) dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factor). S
elanjutnya, Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa in
teligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu : (1) kemampuan berb
ahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory); (3) kemampuan na
lar atau berfikir (reasoning); (4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (
5) kemampuan bilangan (numerical ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (
word fluency); dan (7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual s
peed). Sementara itu, J.P. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat
dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu : 1. Operasi Mental (Pros
es Befikir) a. Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi
yang baru). b. Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari).
c. Memory Recording (ingatan yang segera). d. Divergent Production (berfikir mel
ebar=banyak kemungkinan jawaban/
alternatif). e. Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu kemungkinan
jawaban/alternatif). f. Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu
baik, akurat, atau memadai). 2. Content (Isi yang Dipikirkan) a. Visual (bentuk
konkret atau gambaran). b. Auditory. c. Word Meaning (semantic). d. Symbolic (i
nformasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik). e. Behavi
oral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka at
au suara). 3. Product (Hasil Berfikir) a. Unit (item tunggal informasi). b. Kela
s (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama). c. Relasi (keterkaitan an
tar informasi). d. Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan). e. Transform
asi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi). f. Implikasi (informasi
yang merupakan saran dari informasi item lain). Belakangan ini banyak orang meng
gugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional), yang konon dianggap sebag
ai anugerah yang dapat mengantarkan
kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh duni
a, seperti Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, ata
u Maradona dan Pele sang legenda sepakbola dunia,. Apakah mereka termasuk juga o
rang-orang yang genius atau cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensi
onal), kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka
muncullah, teori inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan ind
ividu yang tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, H
oward Gardner (1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspe
knya sebagai tampak dalam tabel di bawah ini: INTELIGENSI 1. Logical – Mathematica
l 2. Linguistic 3. Musical 4. Spatial 5. Bodily Kinesthetic 6. Interpersonal 7.
Intrapersonal KEMAMPUAN INTI Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola lo
gis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional. Kepekaan terhadap suar
a, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa. Kemampuan untuk m
enghasilkan dan mengapresiasikan ritme. Nada dan bentukbentuk ekspresi musik. Ke
mampuan mempersepsi dunia ruangvisual secara akurat dan melakukan tranformasi pe
rsepsi tersebut. Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-obj
ek secara terampil. Kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temper
amen, dan motivasi orang lain. Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan k
elemahan serta inteligensi sendiri.
Kecakapan potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indi
kator-indikatornya. Jika kita perhatikan penjelasan tentang aspek-aspek intelige
nsi dari teori-teori inteligensi di atas, maka pada dasarnya indikator kecerdasa
n akan mengerucut ke dalam tiga ciri yaitu : kecepatan (waktu yang singkat), ket
epatan (hasilnya sesuai dengan yang diharapkan) dan kemudahan (tanpa menghadapi
hambatan dan kesulitan yang berarti) dalam bertindak. Dengan indikator-indikator
perilaku inteligensi tersebut, para ahli mengembangkan instrumen-instrumen stan
dar untuk mengukur perkiraan kecakapan umum (kecerdasan) dan kecakapan khusus (b
akat) seseorang. Alat ukur inteligensi yang paling dikenal dan banyak digunakan
di Indonesia ialah Tes Binet Simon -- walaupun sebetulnya menurut hemat penulis
alat ukur tersebut masih terbatas untuk mengukur inteligensi atau bakat persekol
ahan (scholastic aptitude), belum dapat mengukur
aspek – aspek inteligensi secara keseluruhan (multiple inteligence). Selain itu, a
da juga tes intelegensi yang bersifat lintas budaya yaitu Tes Progressive Metric
es (PM) yang dikembangkan oleh Raven. Dari hasil pengukuran inteligensi tersebut
dapat diketahui seberapa besar tingkat integensi (biasa disebut IQ = Intelligen
t Quotient yaitu ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang. Rumus yang b
iasa digunakan untuk menghitung IQ seseorang adalah :
MA (Mental Age) IQ= 100 x CA (Chronological Age)
Di bawah ini disajikan norma ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang.
IQ > 140 130-139 120-129 110-119 90-109 80 - 89 70 - 79 50 - 69 25 - 49 < 25 KAT
EGORI Jenius (Genius) Sangat Unggul (Very Superior) Unggul (Superior) Diatas rat
a-rata (High Average) Rata-rata (Average) Dibawah Rata-Rata (Low Average) Bodoh
(Dull) Debil (Moron) Imbecil Idiot PERSENTASE 0.25 % 0.75 % 6% 13 % 60 % 13 % 6%
0.75 % 0.20 % 0.05 %
Selain menggunakan instrumen standar, seorang guru pada dasarnya dapat pula mend
eteksi dan memperkirakan inteligensi peserta didiknya, melalui pengamatan yang s
istematis tentang indikator – indikator kecerdasan yang dimiliki para peserta didi
knya, yaitu dengan cara memperhatikan kecenderungan kecepatan ketepatan, dan kem
udahan peserta didik dalam dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan me
ngerjakan soal-soal pada saat ulangan atau ujian, sehingga pada akhirnya akan di
ketahui kelompok peserta didik yang tergolong cepat (upper group), rata-rata (mi
dle group) dan lambat (lower group) dalam belajarnya. Untuk mengukur bakat seseo
rang, dapat menggunakan beberapa instrumen standar, diantaranya : DAT (Different
ial Aptitude Test), SRA-PMA (Science Research Action – Primary Mental Ability), FA
CT (Flanagan Aptitude Calassification Test). Alat tes ini dapat mengungkap tenta
ng : (1) pemahaman kata; (2) kefasihan mengungkapkan kata; (3) pemahaman bilanga
n; (4) tilikan ruangan; (5) daya ingat; (6) kecepatan pengamatan; (7) berfikir l
ogis; dan (8) kecakapan gerak. Perlu dicatat bahwa pengukuran tersebut, baik men
ggunakan instrumen standar atau hanya berdasarkan pengamatan sistematis guru buk
anlah bersifat memastikan tingkat kecerdasan atau bakat seseorang namun hanya se
kedar memperkirakan (prediksi)
saja, untuk kepentingan pengembangan diri. Begitu juga kecerdasan atau bakat ses
eorang bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tingkat keberhasilan atau ke
suksesan hidup seseorang. Dalam rangka Program Percepatan Belajar (Accelerated L
earning), Balitbang Depdiknas (1986) telah mengidentifikasi ciri-ciri keberbakat
an peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas dan komitmen terhada
p tugas, yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pikirannya); Memiliki rasa ingin tahu yang
besar terhadap ilmu pengetahuan; Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir l
ogis dan kritis Mampu belajar/bekerja secara mandiri; Ulet menghadapi kesulitan
(tidak lekas putus asa); Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau pe
rbuatannya Cermat atau teliti dalam mengamati; Memiliki kemampuan memikirkan beb
erapa macam pemecahan masalah; Mempunyai minat luas; Mempunyai daya imajinasi ya
ng tinggi; Belajar dengan dan cepat; Mampu mengemukakan dan mempertahankan penda
pat; Mampu berkonsentrasi; Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar.
b. Keragaman Individu dalam Kepribadian Para ahli tampaknya masih sangat beragam
dalam memberikan rumusan tentang kepribadian, tergantung sudut pandang masing-m
asing. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport
(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbedabeda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya d
ia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menur
ut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu
sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penye
suaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengata
si kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konf
lik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tu
ntutan (norma) lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas pe
rilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu la
innya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya k
onstitusi dan kondisi fisik,
tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpen
garuh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersang
kutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menjelaskan tentang kepriba
dian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, di
antaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gust
av Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori P
ersonologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual
dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Sel
f dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemu
kakan kepribadian, yang di dalamnya mencakup : tentang aspek-aspek
a. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten ti
daknya dalam memegang pendirian atau pendapat. b. Temperamen; yaitu disposisi re
aktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang
datang dari lingkungan. c. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif
, negatif atau ambivalen d. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emos
ional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, m
arah, sedih, atau putus asa e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk
menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerim
a resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadap
i. f. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan inter
personal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berko
munikasi dengan orang lain. Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian terse
ndiri, mulai dari yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai denga
n ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock (Syam
su Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak sehat,
sebagai berikut : KEPRIBADIAN YANG SEHAT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Mampu menilai diri sendiri secara realistik Mampu menilai situasi secara realist
ik Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik Menerima tanggung jawa
b Kemandirian Dapat mengontrol emosi Berorientasi tujuan Berorientasi keluar (ek
strovert)
KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT 1. Mudah marah 2. Menunjukkan kekhawatiran dan kece
masan 3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi) 4. Bersikap kejam 5. Ketid
akmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang 6. Kebiasaan berbohong 7. Hi
peraktif
9. Penerimaan sosial 10. Memiliki filsafat hidup 11. Berbahagia
8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas 9. Senang mengkritik/ mencemooh 10. S
ulit tidur 11. Kurang rasa tanggung jawab 12. Sering mengalami pusing kepala 13.
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama 14. Pesimis 15. Kurang be
rgairah
Berdasarkan uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadap
an dengan peserta didiknya di kelas, dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman ke
cakapan dan kepribadian yang dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, se
yogyanya guru dapat memperlakukan peserta didik dan mengembangkan strategi pembe
lajaran, dengan memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepri
badian yang dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangka
n diri sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik perilaku dan kepribadia
nnya masing-masing. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Keragaman dalam
Kecakapan dan Kepribadian Timbulnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian d
ipengaruhi oleh bebagai faktor. Kendati demikian, para ahli sepakat bahwa pada d
asarnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian dipengaruhi oleh tiga faktor u
tama, yaitu : a. Herediter; pembawaan sejak lahir atau berdasarkan keturunan yan
g bersifat kodrati, seperti : konstitusi dan struktur fisik, kecakapan potensial
(bakat dan kecerdasan). Seberapa kuat pengaruh keturunan sangat bergantung pada
besarnya kualitas gen yang dimiliki oleh orang tuanya (ayah atau ibu). Berdasar
kan percobaannya dengan cara mengawinkan bunga merah dengan bunga putih, Gregor
Mendel mengemukakan pandangannya, bahwa : (1) tiap-tiap sifat (traits) makhluk h
idup itu dikendalikan oleh keturunan; (2) tiap-tiap pasangan faktor keturunan me
nentukan bentuk alternatif sesamanya, dan satu dari pada pasangan alternatif itu
memegang pengaruh besar; dan (3) pada waktu proses pembentukan sel-sel kelamin,
pasangan faktor keturunan itu memisah, dan tiap-tiap sel kelaminnya menerima sa
lah satu faktor dari pasangan keturunan itu. Hasil percobaan Mendel ini menjelas
kan kepada kita bahwa faktor keturunan memegang peranan penting bagi perilaku da
n pribadi individu. Beberapa asas tentang keturunan di bawah ini akan memberikan
gambaran pembanding kepada kita tentang apa-apa yang diturunkan dari orang tua
kepada anaknya : 1. Asas Reproduksi Menurut asas ini bahwa kecakapan (achievemen
t) dari masing-masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-anakny
a. Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang tua kepada anaknya
hanyalah bersifat
2.
3.
4.
5.
reproduksi, yaitu memunculkan kembali mengenai apa yang sudah ada pada hasil per
paduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku orang tua yang diperolehny
a melalui hasil belajar atau hasil berinteraksi dengan lingkungannya. Asas Varia
si Bahwa penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada anak-anaknya akan berva
riasi, baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini disebabkan karena pad
a waktu terjadinya pembuahan komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari
ayah maupun ibu. Oleh karena itu, akan didapati beberapa perbedaan sifat dan cir
i-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara, walaupun berasal dari ayah
dan ibu yang sama, sehingga mungkin saja kakaknya lebih banyak menyerupai sifat
dan ciri-ciri perilaku ayahnya sedangkan adiknya lebih banyak menyerupai sifat d
an ciri-ciri perilaku ibunya atau sebaliknya. Asas Regresi Filial Terjadi pensur
utan sifat atau ciri perilaku dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan o
leh gaya tarik-menarik dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga akan
didapati sebagian kecil dari sifat-sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari si
fat-sifat ibunya. Sedangkan perbandingannya mana yang lebih besar antara sifat-s
ifat ayah dan ibunya ini sangat tergantung kepada daya kekuatan tarik menarik da
ri pada masing-masing sifat keturunan tersebut. Asas Jenis Menyilang Menurut asa
s ini bahwa apa yang diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-anaknya
mempunyai sasaran menyilang jenis. Seorang anak perempuan akan lebih banyak mem
ilki sifat-sifat dan tingkah laku ayahnya, sedangkan bagi anak laki-laki akan le
bih banyak memilki sifat pada ibunya. Asas konformitas Berdasarkan asas konformi
tas ini bahwa seorang anak akan lebih banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri
tingkah laku yang diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku bangsanya.Misalnya,
orang Eropa akan menyerupai sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku seperti orang
-orang Eropa lainnya dibandingkan dengan orang-orang Asia.
b. Environment; lingkungan tempat di mana individu itu berada dan berinteraksi,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya ad
alah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai e
mpirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai meng
alami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mu
tlak dari pada pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedi
a di sekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat k
ita ikuti pada uraian berikut : 1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk s
osial
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau
manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehin
gga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam
keadaan bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan m
asyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan
berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai ma
nusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan se
samanya. Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya
dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walau
pun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kep
ada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu be
rbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaup
un dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat la
mbat sekali. 2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu Lingkungan dengan
aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah m
enjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseoran
g, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta
mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya. Lingkungan me
miliki peranan bagi individu, sebagai : a. Alat untuk kepentingan dan kelangsung
an hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat
dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah. b. Tant
angan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : a
ir banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk menga
tasinya. c. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senant
iasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya
serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai de
ngan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang
rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehi
ngga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin. d. Obyek penyesuaian
diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian dir
i alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh
: dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga dikamarnya me
njadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usa
ha untuk
memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedang
kan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar
dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit,
pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia me
njadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai deng
an lingkungannya.
c. Maturity; kematangan yang mengacu pada tahap-tahap atau fase-fase perkembanga
n
yang dijalani individu. Kematangan pada awalnya merupakan hasil dari adanya peru
bahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktural pada diri individu, seperti
adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, otot, syaraf dan kelenjar. Kematangan
seperti ini disebut kematangan biologis. Kematangan terjadi pula pada aspek-asp
ek psikis, seperti : kemampuan berfikir, emosi, sosial, moral, dan kepribadian,
religius. Kematangan aspek psikis ini diperlukan adanya latihan dan belajar tert
entu. Ketiga faktor tersebut di atas dapat dibuat formulasi sebagai berikut :
P= f (H.E.M)
P= Pribadi atau perilaku f = fungsi H= Herediter (pembawaan) E=Environment (ling
kungan, termasuk belajar) M=Maturity (tingkat kematangan)
D. Latihan Soal : Pilihan Ganda Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda pa
ling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) ! 1. Kecakapan khusus indivi
du yang merupakan hasil pembawaan. a. Achievement b. Aptitude c. Inteligensi d.
Kepribadian 2. Untuk mengenali tingkat kecerdasan peserta didiknya, seorang guru
dapat melakukan pengamatan dengan melihat indikator sebagai berikut : a. hasil
belajar yang diperoleh peserta didik, terutama dalam mata pelajaran Matematika d
an bahasa Inggris b. kecepatan ketepatan, dan kemudahan peserta didiknya dalam m
enyelesaikan tugastugas yang diberikan dan mengerjakan soal-soal pada saat ulang
an atau ujian.
c. cara berbicara dan bertindak peserta didik sehari-hari. d. a, b dan c benar.
3. Inteligensi merupakan penjelmaan dari : (1) kemampuan berbahasa (verbal
comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory); (3) kemampuan nalar atau berfi
kir (reasoning); (4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (5) kemampuan b
ilangan (numerical ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency);
dan (7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed). Merupak
an teori inteligensi :
a. b. c. d.
Two Factors Primary Mental Abilities Multiple Intlelligence a, b, dan c benar
4. Intelligence Quotient (IQ) merupakan ukuran tingkat kecerdasan seseorang diba
ndingkan dengan : a. b. c. d. kemampuan usia prestasi belajar a, b, dan c benar
5. Berdasarkan hasil test kecerdasan, siswa X memperoleh ukuran kecerdasan (IQ)
sebesar 135. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa X memiliki kecerdasan tergolong :
a. b. c. d. Very Superior Superior Genius Di atas rata-rata
6. Di bawah ini merupakan ciri-ciri keberbakatan dalam rangka percepatan belajar
(accelerated learning), kecuali : a. b. c. d. tidak memerlukan dorongan (motivas
i) dari luar. selalu memperoleh peringkat pertama di kelas memiliki kemampuan me
mikirkan beberapa macam pemecahan masalah. mampu belajar/bekerja secara mandiri.
7. Di bawah ini merupakan aspek-aspek kepribadian menurut Abin Syamsuddin Makmun
: a. b. c. d. karakter dan temperamen stabilitas emosi sikap dan stabilitas emo
si responsibilitas dan sosiabilitas a, b, dan c benar terhadap rangsangan-
8. Disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi rangsangan yang data
ng dari lingkungan. a. karakter
b. temperamen c. stabilitas emosi d. sikap dan stabilitas emosi 9. Terjadi pensu
rutan sifat atau ciri perilaku dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan
oleh gaya tarik-menarik dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya. a. b. c. d. A
sas Reproduksi Asas Variasi Asas konformitas Asas Jenis Menyilang
10. Penyesuaian diri yang dilakukan individu dengan berusaha merubah lingkungann
ya. a. alloplastis b. autoplastis c. mal-adjusment d. well-adjusment Uraian 1. J
elaskan tentang teori Multiple Inteligensi menurut Howard Gardner ! 2. Jelaskan
bagaimana cara mengukur kecerdasan seseorang ? 3. Jelaskan bahwa faktor heredite
r, lingkungan dan kematangan dapat mempengaruhi terhadap timbulnya keragaman dal
am kecakapan dan kepribadian !
BAB III PERKEMBANGAN INDIVIDU
A. Tujuan : Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisik
an perkembangan, tugas perkembangan individu dan masa remaja. 2. Mengidentifikas
i ciri-ciri umum perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan, dan model pentahapa
n perkembangan individu. 3. Menjelaskan tahapan perkembangan individu berdasarka
n pendekatan didaktis. 4. Menjelaskan tentang aspek-aspek perkembangan individu,
aspek-aspek perkembangan perilaku dan pribadi pada masa remaja, serta problema
yang dihadapi pada masa remaja. 5. Menguraikan tugas-tugas perkembangan individu
pada masa bayi kanak-kanak, dan remaja. B. Pokok Bahasan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Peng
ertian Perkembangan. Ciri-Ciri Umum Perkembangan Individu Model Pentahapan Perke
mbangan. Aspek – Aspek Perkembangan Individu. Tugas – Tugas Perkembangan Individu Pe
rkembangan Pada Masa Remaja
C. Intisari Bacaan 1. Pengertian Perkembangan Perkembangan dapat diartikan sebag
ai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu
sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – p
erubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.
Yang dimaksud dengan sistematis adalah bahwa perubahan dalam perkembangan itu be
rsifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara satu bagian dengan
bagian lainnya, baik fisik maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmon
is. Contoh : kemampuan berbicara seseorang akan sejalan dengan kematangan dalam
perkembangan intelektual atau kognitifnya. Kemampuan berjalan seseorang akan sei
ring dengan kesiapan otot-otot kaki. Begitu juga ketertarikan seorang remaja ter
hadap jenis kelamin lain akan seiring dengan kematangan organ-organ seksualnya.
Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, ba
ik secara kuantitatif (fisik) mapun kualitatif (psikis). Contoh : perubahan prop
orsi dan ukuran fisik (dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar);
perubahan pengetahuan dan keterampilan dari sederhana sampai kepada yang komple
ks (mulai dari mengenal huruf sampai dengan kemampuan membaca buku). Berkesinamb
ungan artinya bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung
secara beraturan atau berurutan. Contoh : untuk dapat berdiri, seorang anak terl
ebih dahulu harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya yaitu kemampuan dudu
k dan merangkak. Lebih jauh lagi, Syamsu Yusuf (2003) memerinci, individu, yaitu
: a. b. c. d. e. f. beberapa prinsip perkembangan
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Semua aspek perkembang
an saling berhubungan. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan. Setiap fa
se perkembangan mempunyai ciri khas. Setiap individu normal akan mengalami tahap
an/fase perkembangan. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu. Yelon dan
Winstein (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan tentang arah atau pola perkembangan s
ebagai berikut : 1. Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia itu mu
lai dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru dan sebagainya) ke sampin
g (tangan). 2. Struktur mendahului fungsi. 3. Diferensiasi ke integrasi. 4. Dari
konkret ke abstrak. 5. Dari egosentris ke perspektivisme. 6. Dari outer control
ke inner control.
2. Ciri-Ciri Umum Perkembangan Individu Perkembangan individu mempunyai ciri-cir
i umum sebagai berikut : a. Terjadinya perubahan dalam aspek : 1. Fisik; seperti
: berat dan tinggi badan. 2. Psikis; seperti : berbicara dan berfikir. b. Terja
dinya perubahan dalam proporsi.
1. Fisik; seperti : proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangann
ya. 2. Psikis; seperti : perubahan imajinasi dari fantasi ke realistis. c. Lenya
pnya tanda-tanda yang lama. 1. Fisik; seperti: rambut-rambut halus dan gigi susu
, kelenjar thymus dan kelenjar pineal. 2. Psikis; seperti : lenyapnya masa mengo
ceh, perilaku impulsif. d. Diperolehnya tanda-tanda baru. 1. Fisik; seperti : pe
rgantian gigi dan karakteristik sex pada usia remaja, seperti kumis dan jakun pa
da laki dan tumbuh payudara dan menstruasi pada wanita, tumbuh uban pada masa tu
a. 2. Psikis; seperti berkembangnya rasa ingin tahu, terutama yang berkaitan den
gan sex, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral dan keyakinan beragama. 3. Model Pe
ntahapan Perkembangan Individu Memperhatikan kompleksitas dari sifat perkembanga
n individu, maka untuk kepentingan studi para ahli telah mencoba mengembangkan m
odel pentahapan (stages) mengenai proses perkembangan. Para ahli mengemukakan pe
ndapat tentang model – model petahapan yang beragam, yang secara garis besarnya da
pat dikelompokkan ke dalam tiga pendekatan yaitu pendekatan biologis, didaktis,
dan psikologis. Di bawah ini disajikan tabel tentang model tahapan perkembangan
yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Nama Ahli Aristoteles Tahapan Masa Kanak-Kanak Masa Anak Sekolah Masa Remaja Mas
a Usia Pra Sekolah Masa Usia Sekolah Dasar Masa Usia Sekolah Menengah Masa Usia
Mahapeserta didik Tahap I Masa Asuhan Tahap II Masa Pendidikan Jasmani dan latih
an Panca Indera Tahap III Masa Pendidikan Akal Tahap IV Masa Pendidikan Watak da
n Agama Fullungs (Pengisisian) I Streckungs (Rentangan) I Fullungs (Pengisisian)
II Streckungs (Rentangan)II Pranatal Infancy (orok) Babyhood (bayi) Childhood (
kanak-kanak) Adolesence/puberty (masa remaja): - Pre Adolesence - Early Adolesen
ce - Late Adolesence Adulthood (masa dewasa) Middle age (tengah baya) Old Age (m
asa tua) Waktu 0-7 th 7-14 th 14-21 th 0- 6 th 6-12 th 12-18 th 18- 25 th 0-2 th
2-12 th 12-15 th 15-20 th 0-3 th 3-7 th 7-13 th 13-20th 9 bln-280 hr 10 hr-14 h
r 2 mng -2 th 2 th-remaja 11-13 th 16-17 th 18-21 th 21-25 th 25-30 th 30- wafat
Syamsu Yusuf
Rosseau
Kretschmer
Elizabeth Hurlock
Piaget
Sensori-motor Pra-operasional : - Pre-konseptual - Intuitif Konkret -Operasional
Formal - operasional
0-2 th 2-7 th 2-4 th 4-7 th 7-11 th 11-15 th
Loevenger sebagaimana dikemukakan oleh Sunaryo dkk (2003) mengemukakan tentang f
ase-fase perkembangan individu beserta ciri-cirinya, yaitu :
Tahap Impulsif Ciri – Ciri Identitas diri terpisah dari orang lain Bergantung pada
lingkungan Beorientasi hari ini Individu tidak menempatkan diri sebagai penyeba
b perilaku Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari berh
ubungan dengan orang lain 2. Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik
3. Berfikir tidak logis dan stereotip 4. Melihat kehidupan sebagai “zero-sum game”
5. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain 1. Peduli terhadap penampilan di
ri 2. Berfikir sterotip dan klise 3. Peduli akan aturan eksternal 4. Bertindak d
engan motif dangkal 5. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi 6. Kurang introspeks
i 7. Perbedaan kelompok didasarkan ciri-ciri eksternal 8. Takut tidak diterima k
elompok 9. Tidak sensitif terhadap keindividualan 10. Merasa berdosa jika melang
gar aturan 1. Bertindak atas dasar nilai internal 2. Mampu melihat diri sebagai
pembuat pilihan dan pelaku tindakan 3. Mampu melihat keragaman emosi, motif. Dan
perspektif diri 4. Peduli akan hubungan mutualistik 5. Memiliki tujuan jangka p
anjang 6. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial 7. Berfikir lebih kom
pleks dan atas dasar analisis 1. Peningkatan kesadaran invidualitas 2. Kesadaran
akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan 3. Menjadi lebi
h toleran terhadap diri sendiri dan orang lain 4. Mengenal eksistensi perbedaan
individual 5. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan 6. Me
mbedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya 7. Mengenal kompleksitas
diri 8. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial 1. Memiliki pandanga
n hidup sebagai suatu keseluruhan 2. Bersikap realistis dan obyektif terhadap di
ri sendiri maupun orang lain 3. Peduli akan paham abstrak, seperti keadilan sosi
al. 4. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan 1. 2. 3. 4. 1.
Perlindungan Diri
Konformistik
Seksama
Individualistik
Otonomi
5. 6. 7. 8. 9.
Peduli akan self fulfillment Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
Respek terhadap kemandirian orang lain Sadar akan adanya saling ketergantungan
dengan orang lain Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan kece
riaan
Dengan memperhatikan fase dan ciri-ciri perkembangan di atas, Sunaryo, dkk. tela
h mengembangkan suatu instrumen untuk melacak tugas-tugas perkembangan individu.
Yang dikenal dengan sebutan Inventori Tugas Perkembangan (ITP). Selanjutnya, de
ngan merujuk pada pemikiran Syamsu Yusuf (2003), di bawah ini dikemukakan tahapa
n perkembangan individu dengan menggunakan pendekatan didaktis: a. Masa Usia Pra
Sekolah Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua yaitu (1) Masa Vital dan (2) Masa Est
etik 1. Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis un
tuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama
dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena
mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eks
plorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar
menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pa
da tahun kedua umunya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan ke
bersihan, anak belajar mengendalikan impulsimpuls atau dorongan-dorongan yang da
tang dari dalam dirinya. 2. Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan ras
a keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa i
ni panca indera masih sangat peka. b. Masa Usia Sekolah Dasar Masa Usia Sekolah
Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6
-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Da
sar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 – 9/10 tahun) : 1. 2. 3. 4. 5. Adanya k
orelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi Sikap tunduk
kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. Adanya kecenderungan memuji di
ri sendiri Membandingkan dirinya dengan anak yang lain Apabila tidak dapat menye
lesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
6. Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor ya
ng baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau
tidak. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) : 1. Minat ter
hadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret 2. Amat realistik, rasa ingin t
ahu dan ingin belajar 3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal
atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus 4. Samp
ai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesa
ikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghad
api tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya 5. Pada masa
ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi s
ekolahnya. 6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam perma
inan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sud
ah ada), mereka membuat peraturan sendiri. c. Masa Usia Sekolah Menegah Masa usi
a sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam 3 bagia
n yaitu : 1. masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dal
am jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial, 2. masa remaja; pada masa i
ni mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat mem
ahami dan menolongnya. Pada masa ini sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang
bernilai, pantas dijunjung dan dipuja. 3. masa remaja akhir; setelah remaja dap
at menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir
dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan member
ikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa. d. Masa Usia Kemahas
iswaan (18,00-25,00 tahun) Masa ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sam
pai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pem
antapan pendirian hidup. 4. Aspek- Aspek Perkembangan Individu a. Perkembangan F
isik Perkembangan fisik individu mencakup aspek-aspek : 1. Perkembangan anatomis
; adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang, indeks tinggi dan berat bad
an, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara secara kese
luruhan.
2. Perkembangan fisiologis; ditandai dengan adanya perubahan secara kualitatif,
kuantitaif dan fungsional dari sistem kerja biologis, seperti konstraksi otot-ot
ot, peredaran darah dan pernafasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan
. Laju perkembangan berjalan secara berirama, pada masa bayi dan kanak-kanak per
ubahan fisik sangat pesat, pada usia sekolah menjadi lambat, mulai masa remaja t
erjadi amat mencolok. Kemudian, pada permulaan masa remaja akhir bagi wanita dan
penghujung masa remaja akhir bagi pria, laju per- kembangan menurun sangat lamb
at bahkan menjadi mapan. b. Perkembangan Perilaku Psikomotorik Perkembangan psik
omotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (s
istem syaraf dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, konatif). Dua prins
ip utama dalam perkembangan psikomotorik, yaitu : (1) bahwa perkembangan itu ber
langsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dari yang kasar dan g
lobal (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik dan terkoordinasik
an (finely coordinated movements). Loree dalam Abin Syamsuddin (2003) mengatakan
bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus d
ikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau masa kanak-kanak yaitu berjalan
(walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan ini menjadi
dasar bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks untuk bermain (playing
) dan bekerja (working). c. Perkembangan Bahasa Kemampuan berbahasa merupakan ke
mampuan yang membedakan antara manusia dengan hewan. Melalui bahasa, manusia, me
ngkodifikasikan, mencatat, menyimpan, mengekspresikan dan mengkomunikasikan berb
agai informasi, baik dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, lukisan gerak - gerik,
dan mimik serta simbol ekspresif lainnya. Perkembangan bahasa dimulai dengan ma
sa meraban, bicara monolog, haus nama-nama, gemar bertanya yang tidak selalu har
us dijawab, membuat kalimat sederhana, dan bahasa ekspresif dengan belajar menul
is, membaca dan menggambar permulaan. d. Perkembangan Perilaku Kognitif Dengan m
enggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information an
d Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree,1970) menunjukkan bahwa laju perkemb
angan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepes
atannya berangsur menurun. Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghuju
ng masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan s
etelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya beran
gsur menurun.
Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase tar
af perkembangan sebagai berikut :
Usia 1 tahun 4 tahun 8 tahun 13 tahun Perkembangan Sekitar 20 % Sekitar 50 % Sek
itar 80 % Sekitar 92 %
Secara kualitatif perkembangan perilaku kognitif diungkapkan oleh Piaget, sebaga
i berikut : 1. Tahap Sensori-Motor (0-2) Inteligensi sensori-motor dipandang seb
agai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar
berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang i
a perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun me
rupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fondasi tipe-tipe inte
ligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belu
m mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak i
a sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda it
u ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak ters
ebut muncul secara bertahap dan sistematis. 2. Tahap Pra Operasional (2 – 7) Pada
tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Art
inya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yan
g harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sud
ah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi
benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak
bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya eg
osentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-i
mitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata
yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. 3
. Tahap konkret-operasional (7-11) Pada periode ditandai oleh adanya tambahan ke
mampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfa
at untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dal
am pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari
karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih
ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode in
i anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristi
wa yang konkret. 4. Tahap formal-operasional (11 - dewasa)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : a. Kapasit
as menggunakan hipotesis Kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal
pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkun
gan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. b. Kapas
itas menggunakan prinsip-prinsip abstrak Kemampuan untuk mempelajari materi-mate
ri pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam. e. Perkembangan Perilaku Sos
ial Sejak individu dilahirkan ke muka bumi ini ia telah mulai belajar tentang ke
adaan lingkungan sosialnya. Pada awalnya, ia mempelajari segala yang terjadi dal
am lingkungan keluarga. Ia mencoba meniru, mengidentifikasi dan mengamati segala
sesuatu yang ditampilkan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Selanjutnya ia
mempelajari keadaan-keadaan di luar rumah, baik yang menyangkut nilai, norma, d
an kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Akhirnya, ia menyadari bahwa d
irinya merupakan bagian dari masyrakat dan dituntut untuk berperilaku sesuai den
gan tuntutan masyarakat. Proses tersebut biasa disebut sosialisasi. Kagan (1972)
mengartikan sosialisasi sebagai: “…the process by which the child is integrated int
o the society throgh exposure to the actions and opnions of older members of the
society”. Sementara itu Gilmore (1974) mengemukakan bahwa “…socialization is the proc
ess whereby an individual is prepared or trainned to participate in his environm
ent”. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi pada intinya
merupakan upaya mempersiapkan individu untuk dapat berperilaku sesuai dengan li
ngkungan sosialnya. Krech et. al. (1962) mengemukan bahwa untuk memahami perilak
u sosial individu, dapat dilihat dari ciri-ciri respons interpersonalnya, yang d
ibagi ke dalam tiga kategori :
1. Kecenderungan peranan (role disposition); ciri-ciri respons interpersonal yan
g
merujuk kepada tugas dan kewajiban dari posisi tertentu. 2. Kecenderungan sosiom
etrik (sociometric disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang bertalian
dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain. 3. Kecenderungan ekspresif
(expressive disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang bertautan dengan
ekspresi diri, dengan menampilkan kebiasaan-kebiasaan khasnya (particular fashio
n).
Sementara itu, Buhler (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ci
ri-ciri perkembangan perilaku sosial individu sebagaimana dapat dilihat dalam ta
bel berikut :
Tahap Kanak-Kanak Awal ( 0 – 3 ) Subyektif Kritis I ( 3 - 4 ) Trozt Alter Kanak – Ka
nak Akhir ( 4 – 6 ) Masa Subyektif Menuju Masa Obyektif Anak Sekolah ( 6 – 12 ) Masa
Obyektif Kritis II ( 12 – 13 ) Masa Pre Puber Remaja Awal ( 13 – 16 ) Masa Subyekti
f Menuju Masa Obyektif Remaja Akhir ( 16 – 18 ) Masa Obyektif
Ciri-Ciri Segala sesuatu dilihat berdasarkan pandangan sendiri Pembantah, keras
kepala Mulai bisa menyesuaikan diri dengan aturan Membandingkan dengan aturan – at
uran Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji Mulai menyadari adanya kenyata
an yang berbeda dengan sudut pandangnya Berperilaku sesuai dengan tuntutan masya
rakat dan kemampuan dirinya
f.
Perkembangan Moralitas Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian
dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai meny
adari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma/nilai
-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan s
esuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu
disebut moralitas. Dalam hal ini, Kohlberg mengemukakan tahapan perkembangan mor
alitas individu, sebagaimana tampak dalam tabel berikut :
Tingkat Pre Conventional (0 – 9) 1. 2. Tahap Orientasi terhadap kepatuhan dan huku
man Relativistik hedonism
Conventional (9 – 15) Post Conventional ( > 15 )
3. 4. 5. 6.
Orientasi mengenai anak yang baik Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas
Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial Prinsip e
tis universal
g. Perkembangan Penghayatan Keagamaan Dengan melalui pertimbangan fungsi afektif
, kognitif, dan konatifnya, pada saat-saat tertentu, individu akan meyakini dan
menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agu
ng yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu disebut peng
alaman keagamaan (religious experience) (Zakiah Darajat, 1970). Brightman (1956)
menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan ata
s kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang
abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manus
ia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan diserta
i penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun ko
lektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari. Abin Sy
amsuddin (2003) menjelaskan tahapan sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :
Tahapan Ciri-Ciri Sikap reseptif meskipun banyak bertanya Masa Kanak-Kanak Panda
ngan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi Penghayatan secara rohaniah yang belum men
dalam Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadin
ya) Sikap reseptif yang disertai pengertian Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangk
an secara rasional Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan ke
giatan ritual diterima sebagai keharusan moral Sikap negatif disebabkan alam pik
irannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pur
a) Masa Sekolah Masa Remaja Awal Masa Remaja Akhir Pandangan ke-Tuhan-an menjadi
kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan Penghayatan roha
niahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang
selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan Sikap kembali ke arah positif, bersa
maan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya P
andangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihny
a Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan
merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manu
sia
perkembangan
keagamaan
h. Perkembangan Perilaku Konatif Perilaku konatif merupakan perilaku yang berhub
ungan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber da
ri kebutuhan-kebutuhannya. Freud (Di Vesta & Thompson dalam Abin Syamsuddin,2003
) mengemukakan tentang tahapan-tahapan perkembangan perilaku yang berhubungan ob
yek pemuasan psychosexual, sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :
Daerah Sensitif Pre Genital Period Oral Stage Early Oral Late Oral Anal Stage Ea
rly Anal Late Anal Early Genital Period (phalic stage) No New Zone (tidak ada da
erah sensitif baru) Late Genital Period Hidup kembali daerah sensitif waktu masa
kanak-kanak Akhirnya, siap berfungsinya alat kelamin
Cara Pemuasan
Sasaran Pemuasan
A. MASA BAYI DAN KANAK-KANAK (INFANCY PERIOD) Infantile Sexuality Mulut dan bend
a Menghisap ibu jari Menggigit, merusak dengan mulut Mulut sendiri, memilih dan
memasukkan benda kemulut Memilih benda dan digigitnya secara sadis Dubur dan ben
da Memeriksa dan memainkan duburnya Memainkan dan memperhatikan duburnya Menyent
uh, memegang, menunjukkan alat kelaminnya melihat, Ditujukan kepada orang tuanya
(oediphus atau electra phantaties) Memilih benda dan menyentuhnya/memasukkan ke
dubur
B. MASA ANAK SEKOLAH (LATENCY PERIOD) Represi Reaksi formasi Sublimasi dan kecen
- derungan kasih sayang Berkembangnya perasaan sosial perasaan–
C. MASA REMAJA (ADOLESENCE PERIOD)
Mengurangi cara-cara waktu masa kanakkanak Munculnya cara orang memperoleh pemua
san dewasa
Menyenangi diri sendiri (narcisism) atau objeck oediphus-nya Objek pemuasannya m
ungkin diri sendiri/sejenis (homosexual) atau lain jenis (heterosexual)
i.
Perkembangan Emosional Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya selalu
melibatkan tiga variabel, yaitu : (1) rangsangan yang menimbulkan emosi (stimulu
s); (2) perubahan– perubahan fisiologis yang terjadi pada individu; dan (3) pola s
ambutan. Yang mungkin dirubah dan dipengaruhi adalah variabel yang kesatu (stimu
s) dan yang ketiga (respons), sedangkan variabel yang kedua merupakan yang tidak
mungkin dirubah karena terjadinya pada individu secara mekanis. Terdapat dua di
mensi emosional yang sangat penting untuk dipahami yaitu : (1) senang – tidak sena
ng (suka-tidak suka); dan (2) intensitasnya (kuat-lemah). Bridges (Loree, 1970)
menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak, sebag
ai berikut :
Usia Pada saat dilahirkan 0 - 3 bln 3 – 6 bln 9 – 12 bln 18 bulan pertama 2 th 5 th
Ciri-Ciri Bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu
(bunyi, cahaya, temperatur) Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari
emosi orang tuanya Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian
dan ketakutan Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang
Kecemburuan mulai berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang Kenikmata
n dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan Ketidaksenangan berdiferensiasi
di dalam rasa malu, cemas dan kecewa sedangkan kesenangn berdiferensiasi ke dala
m harapan dam kasih sayang
j.
Perkembangan Kepribadian Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, nam
un dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mun
gkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik
. Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 mengemukakan perkembangan kepriba
dian dengan kecenderungan yang bipolar : tahapan
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku
bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di se
kitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap as
ing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis b
ila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepa
da orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara as
ing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut s
eringkali bayi menangis.
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudah bisa
berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari
botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia ga tela
h mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta
pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative –
guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-k
ecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemam
puan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-
kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementa
ra waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui
dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena ke
terbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadangkadang dia menghadapi
kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebab
kan anak merasa rendah diri.
5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity
Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan
kecakapan–kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihat
kan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan mem
perlihatkan identitas diri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim da
n berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimp
angan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu piha
k, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelo
mpok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan
seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masi
ng anggota.
6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy
– isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan
kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Merek
a sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang
tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubu
ngan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang deng
an yang lainnya.
7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity –
stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah men
capai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, k
ecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun
pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat m
enguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga
tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal
– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity –
despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi,
semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi
yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mu
ngkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya teta
pi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. D
alam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi mas
ih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan t
ersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya. Kedelapan tahapan perkemb
angan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental Stage Infancy Early childhood Preschool age School age Adolescence
Young adulthood Adulthood Senescence Basic Components Trust vs Mistrust Autonom
y vs Shame, Doubt Initiative vs Guilt Industry vs Inferiority Identity vs Identi
ty Confusion Intimacy vs Isolation Generativity vs Stagnation Ego Integrity vs D
espair
k. Perkembangan Karier Perkembangan karier sangat erat kaitannya dengan pekerjaa
n seseorang. Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan bukanlah sesuatu yang
diperoleh secara tiba-tiba atau secara kebetulan, namun merupakan suatu proses p
anjang dari tahapan perkembangan karier yang dilalui sepanjang hayatnya, mulai d
ari usaha memperoleh kesadaran karier, eksplorasi karier, persiapan karier hingg
a sampai pada penempatan kariernya. Tylor & Walsh (1979) menyebutkan bahwa kemat
angan karier individu diperoleh manakala ada kesesuaian antara perilaku karier d
engan perilaku yang diharapkan pada umur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan p
erilaku karier yaitu segenap perilaku yang ditampilkan individu dalam usaha meny
iapkan masa depan untuk memperoleh kematangan kariernya. Selanjutnya, berkenaan
dengan tahapan perkembangan karier, Zunker (Popon Sy. Arifin,1983) mengemukakan
lima tahapan perkembangan karier individu, sebagaimana tampak dalam tabel beriku
t ini :
Tahap Growth Exploratory Ciri-Ciri Development of capacity, attitudes, interest,
and needs associated with self concept Tentative phase in which choices are nar
rowed but not finalized Usia (birth -14 or 15) (15 – 24)
Establishment Maintenance Decline
Trial and stabilization trhough work experiences A continual adjustment process
to improve working position and situation Preretirement consideration, work out
put, and eventual retirement.
(25 – 44) (45 – 64) (65 - …)
5. Tugas – Tugas Perkembangan Individu Salah satu prinsip perkembangan bahwa setia
p individu akan mengalami fase perkembangan tertentu, yang merentang sepanjang h
idupnya fase-fase perkembangan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
Masa Dewasa : Masa Tua Tengah Baya Masa Dewasa Awal Masa Remaja (Adolesence) : (
1) Late Adolesence (18 – 21 th) (2) Early Adolesence (16 – 17 th) (3) Pre Adolesence
(11 – 13 th) Masa Kanak-Kanak (2 th – Remaja) Masa Bayi (2 Minggu s.d. 2 th) Masa O
rok (10 –14 hari) Masa Konsepsi (Pranatal) (0-9 bln) Pada setiap fase perkembangan
menuntut untuk tertuntaskannya tugas-tugas perkembangan. Tugas–tugas perkembangan
ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang seyogyanya dikuasai
sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst (1961) memberikan penge
rtian tugas-tugas perkembangan bahwa : “ A developmental task is a task which aris
es at or about a certain period in the life of the individual, succesful achieve
ment of which leads to his happiness and to success with later task, while failu
re leads to unhappiness in the individual, disaproval by society, difficulty wit
h later task. Tugas perkembangan bersumber pada faktor – faktor : (1) kematangan f
isik; (2) tuntutan masyarakat secara kultural; (3) tuntutan dan dorongan dan cit
a-cita individu iru sendiri; dan (4) norma-norma agama. Pendidikan sebagai upaya
sadar untuk mengantarkan individu mencapai kedewasaan. Yang dimaksud dengan ked
ewasaan adalah dapat terpenuhinya tugas-tugas perkembangan, sehingga dapat berti
ndak wajar sesuai dengan tingkat usianya. Oleh karena itu segenap proses pendidi
kan seyogyanya diarahkan untuk tercapainya tugastugas perkembangannya para peser
ta didik. Di bawah ini dikemukakan tugas-tugas perkembangan dari setiap fase men
urut Havighurst.
a. Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
(0,0–6.0)
Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan. Belajar memakan makan padat. Belajar
berbicara. Belajar buang air kecil dan buang air besar. Belajar mengenal perbeda
an jenis kelamin. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. Membentuk konsep-kon
sep sederhana kenyataan sosial dan alam. Belajar mengadakan hubungan emosional d
engan orang tua, saudara, dan orang lain. 9. Belajar mengadakan hubungan baik da
n buruk dan pengembangan kata hati. b. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir
dan Anak Sekolah (6,0-12.0) 1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk mela
kukan permainan. 2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri
sebagai makhluk biologis. 3. Belajar bergaul dengan teman sebaya. 4. Belajar mem
ainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. 5. Belajar keterampilan dasar dal
am membaca, menulis dan berhitung. 6. Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari
-hari. 7. Mengembangkan kata hati. 8. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat
pribadi. 9. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial. c. Tugas
Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mencapai hubungan
yang lebih matang dengan teman sebaya. Mencapai peran sosial sebagai pria atau w
anita. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Mencapai kemand
irian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Mencapai jaminan kemand
irian ekonomi. Memilih dan mempersiapkan karier. Mempersiapkan pernikahan dan hi
dup berkeluarga. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang d
iperlukan bagi warga negara. 9. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara
sosial. 10.Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing
dalam berperilaku. d. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal 1. Memilih pasangan.
2. Belajar hidup dengan pasangan. 3. Memulai hidup dengan pasangan.
4. 5. 6. 7. 8.
Memelihara anak. Mengelola rumah tangga. Memulai bekerja. Mengambil tanggung jaw
ab sebagai warga negara. Menemukan suatu kelompok yang serasi.
Sementara itu, Depdiknas (2003) memberikan rincian tentang tugas perkembangan ma
sa remaja untuk usia tingkat SLTP dan SMTA, yang dijadikan sebagai rujukan Stand
ar Kompetensi Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, yaitu :
a. Tugas Perkembangan Tingkat SLTP 1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mempersiapkan diri, men
erima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yan
g terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat. 3. Mencapai pola hubunga
n yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita. 4. Me
mantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sos
ial yang lebih luas. 5. Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderu
ngan karier dan apresiasi seni. 6. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan se
suai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau memp
ersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat. 7. Mengenal gambaran
dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi. 8. Me
ngenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggo
ta masyarakat dan minat manusia. b. Tugas Perkembangan Peserta didik SLTA 1. Men
capai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Mencap
ai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebag
ai pria dan wanita. 3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat 4. M
engembangkan penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kuri
kulum, persiapan karir dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam ke
hidupan masyarakat yang lebih luas.
5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir 6. Mencapai kematangan gambaran dan s
ikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi
. 7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang berkehidupan berkeluarga, be
rmasyarakat, berbangsa dan bernegara. 8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosi
al dan intelektual serta apresiasi seni. 9. Mencapai kematangan dalam sistem eti
ka dan nilai.
6. Perkembangan Pada Masa Remaja a. Pengetian dan Makna Masa Remaja Fase remaja
merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957)
mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang d
ijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai deng
an awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang am
at kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time. P
ara ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 1113
tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini
(sekitar 6 – 7 th) terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik se
cara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan
masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 1415 t
h); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th). Kita menemukan berbagai tafsir
an dari para ahli tentang masa remaja : 1. Freud menafsirkan masa remaja sebagai
suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. 2. Charl
otte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. 3. Spran
ger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan st
ruktur kejiwaan yang fundamental. 4. Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai sua
tu masa pembentukan sikapsikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. 5.
G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan
topan). b. Karakteristik Perilaku dan Pribadi Pada Masa Remaja
Dengan merujuk pada berbagai ciri-ciri dari aspek perkembangan individu sebagaim
ana telah dikemukakan terdahulu, di bawah ini disajikan berbagai karakteristik p
erilaku dan masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja
awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi
aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, kona
tif, emosi afektif dan kepribadian.
Remaja Awal (11-13 Th s.d.14-15 Th) Fisik 1. Laju perkembangan secara umum berla
ngsung pesat. 2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seim
bang.
Remaja Akhir (14-16 Th.s.d.18-20 Th) 1. Laju perkembangan secara umum kembali me
nurun, sangat lambat. 2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang m
endekati kekuatan orang dewasa. 3. Siap berfungsinya organ-organ reproduktif sep
erti pada orang dewasa.
3.
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pad
a bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelami
n (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki. Psikomotor
1. Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan. 2. Aktif dalam perma
inan. berbagai jenis cabang
1. Gerak gerik mulai mantap.
2. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampil
an yang menunjang kepada persiapan kerja. Bahasa
1. Berkembangnya penggunaan bahasa sandi 1. Lebih memantapkan diri pada bahasa d
an mulai tertarik mempelajari bahasa asing tertentu yang dipilihnya. asing. 2. M
enggemari literatur yang bernafaskan dan 2. Menggemari literatur yang bernafaska
n mengandung segi erotik, fantastik dan dan mengandung nilai-nilai filosofis, es
tetik. ethis, religius. Perilaku Kognitif 1. Proses berfikir sudah mampu mengope
rasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausali
tas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. 2. Kecakapan dasar intele
ktual menjalani laju perkembangan yang terpesat. 1. Sudah mampu meng-operasikan
kaidahkaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih be
rsifat konklusif dan komprehensif.
2.
Tercapainya titik puncak kedewasaan bahkan mungkin mapan (plateau) yang
suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi. 3. Kecakapan dasar khusus (bakat) mul
ai 3. Kecenderungan bakat tertentu mencapai menujukkan kecenderungan-kecendetiti
k puncak dan kemantapannya rungan yang lebih jelas. Perilaku Sosial 1. Diawali d
engan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul denga
n banyak teman tetapi bersifat temporer. 2. Adanya kebergantungan yang kuat kepa
da kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. 1. Bergaul dengan
jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).
2. Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan tem
an dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat. Moralitas 1. Sudah dapa
t memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pe
ndukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan. 2. Sudah berangsur
dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai y
ang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
1. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua de
ngan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. 2. Dengan sikapnya dan cara berfikirn
ya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyata
annya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. 3. Mengidentifikasi den
gan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
3. Mulai dapat memelihara jarak dan batasbatas kebebasan- nya mana yang harus di
rundingkan dengan orang tuanya. Perilaku Keagamaan 1. Eksistensi dan sifat kemur
ah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaa
n atau agama yang dianutnya. 2. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mula
i dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara
tulus ikhlas 3. Mulai menemukan pegangan hidup
1. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyaka
n secara kritis dan skeptis.
2. Penghayatan kehidupan keagamaan seharihari dilakukan atas pertimbangan adanya
semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. 3. Masih mencari dan mencoba m
enemukan pegangan hidup Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian 1. Lima kebutuha
n dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) m
ulai menunjukkan arah kecenderungannya 2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalny
a masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesed
ihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat 3. Kecender
ungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis,
sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencobaco
ba.
1. Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar k
epribadiannya. 2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya tampak mulai terkendali
dan dapat menguasai dirinya.
4. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat
3. Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas sepe
rti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendi
dikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya. 4. K
alau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan
dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
ditemukan identitas kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hi
dupnya sampai masa dewasa.
c. Problema pada Masa Remaja Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubah
an, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problem
a tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan
pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kena
kalan remaja dan kriminal. Problema yang mungkin timbul pada masa remaja diantar
anya : 1. Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik. Pada masa re
maja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada mas
a remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik ti
dak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self pict
ure) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, per
kembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa r
emaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapa
t menjurus pada penyimpangan perilaku seksual. 2. Problema berkaitan dengan perk
embangan kognitif dan bahasa. Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan
kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kes
empatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekol
ah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu
juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal da
n mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana d
an pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tid
ak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing
merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang
. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing
tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan karierny
a. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek
emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya. 3. Problem
a berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan. Masa r
emaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai d
engan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayan
ya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menja
dikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila rema
ja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan
merasa bangga dan memiliki kehormatan
dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelomp
ok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, term
asuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya rema
ja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keing
inan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, na
mun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Seja
lan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada
masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus
dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpanga
n perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan ad
anya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tid
ak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya
maupun dengan lingkungannya. 4. Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadi
an, dan emosional. Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri
(self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjuk
kan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal
menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity c
onfusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan men
ggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional ya
ng masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidu
pan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram du
rja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan per
kelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Selain yang te
lah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbu
lnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun ekst
ernal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya
diperlukan kearifan dari semua pihak. Upaya untuk memfasilitasi perkembangan rem
aja menjadi amat penting. Dalam hal ini, peranan orang tua, sekolah, serta masya
rakat sangat diharapkan. D. Latihan Soal : Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu j
awaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) !
1. Perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling
mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya.
a. b. c. d.
Perkembangan bersifat progresif. Perkembangan bersifat sistematis Perkembangan b
erkesinambungan. a, b dan c benar
2. Di bawah ini merupakan ciri-ciri umum perkembangan individu, kecuali :
a. b. c. d. Terjadinya perubahan dalam proporsi. Diperolehnya tanda-tanda baru S
etiap individu menjadi lebih matang. Lenyapnya tanda-tanda yang lama.
3. Ahli yang mengelompokkan tahapan perkembangan berdasarkan pendekatan didaktis
. a. b. c. d. Rosseau Kretschmer Piaget Elizabeth Hurlock
4. Menurut Lovenger, tahapan perkembangan tertinggi untuk siswa tingkat SMTA, ya
itu : a. b. c. d. Konformistik Seksama Individualistik Otonomi
5. Perkembangan fisik yang sangat pesat terjadi pada masa : a. b. c. d. bayi (0-
2 th), kanak-kanak (2-7 th) dan sekolah (7-12 th). bayi (0-2 th), kanak-kanak (2
-7 th) dan remaja (12-20 th). kanak-kanak (2-7 th) dan remaja (12-20 th) bayi (0
-2 th) dan remaja (12-20 th).
6. Perkembangan psikomotorik utama yang harus dikuasai pada masa bayi dan masa k
anakkanak : a. b. c. d. Merangkak dan memegang Memegang dan berjalan Berjalan da
n berbicara Memegang dan berbicara
7. Pola urutan perkembangan bahasa adalah : a. Meraban, bicara monolog, gemar be
rtanya, bahasa ekspresif, haus nama-nama. b. Meraban, bicara monolog, gemar bert
anya, haus nama-nama,. membuat kalimat sederhana, bahasa ekspresif. c. Meraban,
bicara monolog, haus nama-nama, gemar bertanya, membuat kalimat sederhana, dan b
ahasa ekspresif. d. Meraban, bicara monolog, gemar bertanya, bahasa ekspresif, h
aus nama-nama, membuat kalimat sederhana. 8. Kemampuan kognitif anak sudah sama
dengan kemampuan kognitif orang dewasa, namun masih ada keterbatasan kapasitas d
alam mengkoordinasikan pemikirannya. a. Tahap Sensori-Motor b. Tahap Pra-Operasi
onal
c. Tahap Konkret-Operasional d. Tahap Formal-Operasional 9. Perkembangan perilak
u sosial yang ditandai dengan usaha untuk membandingkan aturan – aturan, terjadi p
ada masa : a. b. c. d. Kanak-Kanak Awal (0–3 th) Kanak – Kanak Akhir (4–6 th) Anak Sek
olah (6–12 th) Remaja Awal (13–16 th)
10. Tahap perkembangan moralitas yang ditandai dengan orientasi mengenai anak ya
ng baik dan mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
a. Pre Conventional b. Conventional c. Post Conventional d. Non Conventional
11. Perkembangan penghayatan keagamaan pada masa kanak-kanak ditandai oleh adany
a :
a. Sikap negatif yang disebabkan melihat realita orang – orang beragama yang hypoc
rit (pura-pura). b. Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic. c. Pandanga
n ke-Tuhan-an yang kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentanga
n. d. Penghayatan rohaniah yang skeptik, sehingga enggan melaksanakan ritual. 12
. Perkembangan emosi pada usia 0-3 bulan ditandai oleh adanya : a. Kesenangan da
n kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya. b. Kepekaan umum terh
adap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur) c. Ketidaksenang
an berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan. d. Kegembiraan b
erdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang. 13. Perkembangan kepribadia
n yang ditandai oleh adanya dorongan untuk membentuk dan memperlihatkan identita
s diri, terjadi pada masa : a. b. c. d. Infancy Early Childhood Pre-Schoolage Ad
olescence.
14. Perkembangan karier yang ditandai oleh adanya proses penyesuaian yang
berkesinambungan untuk meningkatkan posisi dalam pekerjaan, terjadi pada tahap:
a. b. c. d. Growth Exploratory Establishment Maintenance
15. Perkembangan fisik pada masa remaja awal ditandai oleh adanya:
a. Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat. b. Proporsi ukuran tinggi da
n berat badan seringkali kurang seimbang. c. Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbu
l bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai
mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day d
reaming pada laki-laki. d. a, b, dan c benar 16. Perkembangan perilaku motorik p
ada masa remaja awal ditandai oleh adanya : a. b. c. d. Aktif dalam berbagai jen
is cabang permainan. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif. Gerak ger
ik mulai mantap. a, b, dan c benar.
17. Perkembangan perilaku sosial pada masa remaja awal ditandai oleh adanya :
a. Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (
teman dekat). b. Kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semang
at konformitas yang tinggi. c. Menarik diri dari lingkungan sosialnya. d. Berupa
ya mempelajari norma-norma yang berlaku di lingkungan sosialnya.
18. Perkembangan perilaku moralitas pada masa remaja akhir ditandai oleh adanya
:
a. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idol
anya. b. Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang uni
versal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan.
. c. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua
dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. d. Dengan sikap dan cara berfikirny
a yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataa
nnya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
19. Ciri-ciri Perkembangan perilaku keagamaan pada masa remaja awal, kecuali :
a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyaka
n secara kritis dan skeptis. b. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dila
kukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
c. Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam. d. Masih mencari dan mencoba
menemukan pegangan hidup. 20. Di bawah ini merupakan ciri perkembangan konatif
pada masa remaja awal. a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih say
ang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya. b
. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seper
ti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan sil
ih berganti dalam yang cepat. c. Kecenderungan-kecenderungan arah sikap dan nila
i mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), mes
ki masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
d. Masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaru
hi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya. Uraian 1.
Apa yang dimaksud dengan tugas perkembangan ? 2. Jelaskan tugas-tugas perkembang
an individu pada masa remaja ! Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan ? 3. J
elaskan problema-problema yang terjadi pada masa remaja ! dan bagaimana pula per
an orang tua, guru serta masyarakat dalam upaya mencegah timbulnya berbagai prol
ema pada remaja ?
BAB IV PROSES BELAJAR MENGAJAR
A. Tujuan : Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisik
an belajar dan pengelolaan kelas. 2. Mengidentifikasi ciri-ciri belajar, bentuk-
bentuk perubahan perilaku sebagai hasil belajar, pendekatan - pendekatan pembela
jaran, masalah-masalah dalam pengelolaan kelas. 3. Menjelaskan secara skematik t
entang perubahan perilaku dan pribadi yang terjadi dari proses belajar, peran da
n kompetensi guru. 4. Menerapkan berbagai pendekatan dalam mengatasi masalah pen
gelolaan kelas. B. Pokok Bahasan 1. 2. 3. 4. 5. Hakekat Belajar. Teori-Teori Pok
ok Belajar. Pembelajaran Peran dan Kompetensi Guru Pengelolaan Kelas.
C. Intisari Bacaan
1. Hakekat Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) meny
ebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiat
an belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ? Di bawah ini disampaikan tent
ang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan o
leh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebaga
i hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkunga
nnya”. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dim
anifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah di
perolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”. Hilgard (1962) : “belaj
ar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karen
a adanya respons terhadap sesuatu situasi” Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar
adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”. Gag
e & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul ka
rena pengalaman” Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari
belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan
ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : a. Perubahan yang disadari dan disen
gaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan di
sengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, indi
vidu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, mi
salnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat,
dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahas
iswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang
berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar
Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang be
rhubungan dengan Psikologi Pendidikan. b. Perubahan yang berkesinambungan (konti
nyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya mer
upakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelum
nya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu,
akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikut
nya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakek
at Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka penget
ahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapa
t dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
c. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat diman
faatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepenting
an masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tenta
ng psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pe
ndidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya
sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kel
ak ketika dia menjadi guru.
d. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat nor
matif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belaj
ar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Menga
jar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembanga
n perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Ps
ikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prins
ip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia ke
lak menjadi guru. e. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku ba
ru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mah
asiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka maha
siswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi
pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya
. f. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari pro
ses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Mis
alnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan m
engoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa te
rsebut. g. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan bel
ajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka mene
ngah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendid
ikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperole
h pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudk
an dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka pan
jangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang mema
dai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan unt
uk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
h. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya
sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubaha
n dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teor
i Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Bel
ajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Te
ori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori
Belajar”. Belajar merupakan suatu proses, terjadinya perubahan perilaku diperoleh
tidak secara tiba-tiba, tetapi melalui berbagai tahapan dan kegiatan yang harus
ditempuh individu. Di Vesta dan Tompson dalam Abin Syamsuddin (2003:157) mengga
mbarkan perubahan perilaku atau pribadi yang terjadi dari suatu proses belajar s
eperti tampak dalam bagan berikut:
Perilaku/Pribadi sebelum belajar (Pre Learning) X=0 Y=1 Z= 1 Perilaku/Pribadi se
telah belajar (Post Learning) X = (X+1) = 1 Y = (Y+1) = 2 Z = (Z-1) = 0
Pengalaman, Praktik, Latihan (Learning Experience)
Contoh 1 : Mahasiswa X belajar akan mempelajari tentang “Teori-Teori Belajar” dalam
perkuliahan Psikologi Pendidikan pada semester 1. Pada awalnya dia tidak memilik
i pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang “Teori-Teori Belajar” (Pre learning),
namun setelah dia membaca dan mengkaji buku dan berlatih mempraktekan “Teori-Teori
Belajar” dalam kegiatan simulasi (Learning Experience), maka dalam dirinya telah
bertambah kemampuannya, dengan bertambah pengetahuan, sikap keterampilannya tent
ang “TeoriTeori Belajar” (Post Learning). Contoh 2 : Mahasiswa Y akan mempelajari te
ntang “Metode-Metode Pembelajaran”, dalam perkuliahan Strategi Belajar Mengajar pada
semester 2. Pada semester 1 dia telah menguasai tentang “Teori-Teori Belajar” yang
akan mendasari penguasaan “MetodeMetode Pembelajaran” (Pre Learning). Setelah dia me
mbaca dan mengkaji buku dan berlatih mempraktekan “Metode-Metode Pembelajaran” dalam
kegiatan simulasi (Learning Experience), maka kemampuannya akan meningkat, deng
an bertambah pengetahuan, sikap keterampilannya tentang “Metode-Metode Pembelajara
n” (Post Learning). Contoh 3 : Mahasiswa Z memiliki kebiasaan merokok yang ingin d
ihilangkannya, lalu dia datang meminta bantuan dari konselor yang ada di kampus
(PreLearning). Kemudian oleh
konselor dia dilatih untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya,-- menggunakan tek
nikteknik konseling tertentu-. Dengan tekun dan penuh kesungguhan dia mengikuti
apa-apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya (Learning
Experience). Akhirnya, dia dapat berhasil menghilangkan kebiasaan merokoknya (Po
st Learning). Belajar terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong (motivasi) da
n ada suatu tujuan yang ingin dicapai. Seberapa kuat motivasi belajar yang dimil
iki individu, --khususnya motif berprestasi-- dan seberapa kuat komitmen individ
u terhadap tujuan belajarnya akan menentukan kualitas perubahan perilaku belajar
nya. Misalnya, seorang mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidika
n, dia memiliki motivasi yang sangat kuat untuk menjadi yang terbaik (the best)
di kelasnya. Begitu juga, dia memiliki komitmen yang kuat serta memiliki tujuan-
tujuan yang ingin dicapainya secara jelas, maka sangat mungkin mahasiswa tersebu
t akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi dalam mata kuliah Psikologi Pendi
dikan Belajar juga merupakan bentuk pengalaman kehidupan melalui situasi nyata.
Dalam belajar, individu memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indraw
i yang memungkinkan mereka memperoleh pengetahuan dari melihat, mendengar, merab
a/menjamah, mencicipi, dan mencium. Selain itu, dalam belajar individu juga memp
eroleh berbagai pengalaman sosial melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Misalnya, mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan ingin memp
eroleh pengetahuan tentang “Keterampilan Pengelolaan Kelas”, lalu dia bersamasama ka
wan-kawannya melakukan observasi langsung ke kelas. Dia dapat mengamati langsung
bagaimana guru mempraktekkan berbagai pendekatan dalam mengatasi masalah-masala
h yang muncul dalam pengelolaan kelas. Selain itu, dia juga memperoleh pengalama
n bagaimana bekerjasama dengan temannya dan berkomunikasi dengan orang lain. Men
urut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan has
il belajar dapat berbentuk :
a. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara
tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, defi
nisi, dan sebagainya. b. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dala
m melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, mis
alnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual ada
lah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep
abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi p
emecahan masalah. c. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan penge
ndalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelaja
ran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfi
kir agar
terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pem
ikiran. d. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keada
an dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam mengha
dapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan y
ang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. e. Kecakapan motorik; iala
h hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fi
sik. Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tamp
ak dalam : a. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali men
ghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhir
nya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar; b. Keterampilan;
seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan
-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tin
ggi; c. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsan
gan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mamp
u mencapai pengertian yang benar; d. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan c
ara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat; e. Ber
fikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar peng
ertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why); f
. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik
atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan ke
yakinan; g. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir); h. Apresiasi (menghargai ka
rya-karya bermutu); i. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan
perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebaga
inya. Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil bel
ajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor,
beserta tingkatan aspek-aspeknya. (lihat tentang taksonomi perilaku individu pa
da Bab I)
2. Teori-Teori Pokok Belajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi.Namun dalam kesempatan ini hanya akan di
kemukakan lima jenis teori belajar saja, yaitu: (a) teori behaviorisme; (b) teor
i belajar
kognitif menurut Piaget; (4) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (5) teor
i belajar gestalt. a. Teori Behaviorisme Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab
II bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku in
dividu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui ad
anya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristi
wa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari di
antaranya : 1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Dari eksperimen yang
dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaran
ya: a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang m
emuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semaki
n tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan ya
ng terjadi antara Stimulus- Respons. b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan
mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan sat
uan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan
yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. c. Law of Exe
rcise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertam
bah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tid
ak dilatih. 2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Dari eksperimen yang d
ilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantar
anya : a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. J
ika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. b. Law of
Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang s
udah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa men
ghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. pendekatan behaviorisme ini
,
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan huk
um-hukum belajar, diantaranya : a. Law of operant conditining yaitu jika timbuln
ya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut ak
an meningkat. b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat
, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Reber (Muhibin Sya
h, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditio
ning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan
oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meni
ngkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja di
adakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. 4
. Social Learning menurut Albert Bandura Teori belajar sosial atau disebut juga
teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behavi
orisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks ot
omatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebaga
i hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyaji
an contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditi
oning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir d
an memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak
tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti :
Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan
teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the tre
shold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengu
rangan dorongan. b. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget Dalam bab sebelumnya t
elah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu ta
hap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) for
mal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila dises
uaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif P
iaget dalam pembelajaran adalah : 1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda denga
n orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang ses
uai dengan cara berfikir anak. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapa
t menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinte
raksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hend
aknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar se
suai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluan
g untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. c. Teori Pemrosesan I
nformasi dari Robert Gagne Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelaj
aran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merup
akan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran t
erjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya i
nteraksi antara kondisikondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapa
i hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondi
si eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan
fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) i
ngatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. d. Teori Be
lajar Gestalt Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti seb
agai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peri
stiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-sama
r, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertent
u. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan di
pandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. Arah bersama (common direction
); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderun
g akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. Kesederhanaan (simpl
icity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan su
sunan simetris dan keteraturan; dan Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung
akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
3. 4.
5.
6.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 1. Perilaku “Molar“ h
endaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecul
ar” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari,
berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Per
ilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”. 2. Hal yang p
enting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis d
engan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenar
nya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misal
nya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan be
havioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hut
an yang lebat (lingkungan geografis). 3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangs
angan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhada
p keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang,
seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari pr
insip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang terten
tu. 4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamat
an merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsa
ngan yang diterima. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain
:
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
2.
3.
4.
5.
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu o
byek atau peristiwa. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermakn
aan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pem
belajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yan
g dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal ya
ng dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan
proses kehidupannya. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku te
rarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons
, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pemb
elajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dic
apainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. Prinsip ruang h
idup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkunga
n dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki ke
terkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. Transfe
r dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi de
ngan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tert
entu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susuna
n yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang
luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generali
sasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prins
ip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hen
daknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari m
ateri yang diajarkannya.
3. Pembelajaran.
Belajar tidak hanya berlangsung sekolah saja, namun juga dilaksanakan di rumah m
aupun masyarakat. Misalnya, seorang anak perempuan memiliki keterampilan bagaima
na cara mencuci piring, memasak, menyeterikan baju, sopan santun berhadapan deng
an orang tua dan sebagainya, biasanya lebih banyak diperoleh dari pengalaman bel
ajarnya di rumah. Orang tua memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsinya se
bagai pendidik di rumah, sementara tuntutan kehidupan yang harus dipenuhi indivi
du semakin tinggi, maka kegiatan belajar di sekolah dijadikan pilihan untuk meng
embangkan perilaku dan pribadi individu dalam rangka memenuhi berbagai tuntutan
kehidupan.
Berbeda dengan kegiatan belajar di rumah, kegiatan belajar yang berlangsung di s
ekolah lebih bersifat formal, disengaja dan direncanakan, dengan bimbingan guru
atau pendidik lainnya. Kegiatan belajar di sekolah ditandai dengan adanya intera
ksi antara atau pendidik dengan peserta didik, atau peserta didik dengan peserta
didik untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Interaksi pendidikan
seperti itu biasa disebut pembelajaran. Bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dil
akukan peserta didik di sekolah sangat ditentukan oleh pendekatan-pendekatan pem
belajaran yang diberikan oleh guru. Secara garis besarnya, terdapat dua pendekat
an pembelajaran, yaitu : a. Pendekatan Ekspositorik adalah pendekatan yang bisa
dijadikan pedoman dalam memilih metode yang sifatnya penyampaian informasi, term
asuk metode ceramah dan sejenisnya. Pendekatan ini lebih berpusat kepada guru da
n pada umumnya guru bertindak sebagai sumber informasi yang utama.
b. Pendekatan Heuristik yaitu yang bisa dijadikan pedoman dalam memilih metode
yang sifatnya praktek, termasuk discovery-inquiry, eksperimen, observasi dan sej
enisnya. Pendekatan ini lebih menekankan kepada aktivitas siswa dan guru lebih b
anyak berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing untuk kepentingan b
elajar peserta didiknya.
4. Peran dan Kompetensi Guru
Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada per
an dan kompetensi guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengerti
an pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan seb
agai : a. b. c. d. konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber n
orma kedewasaan; inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; transmitor
(penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; transformator (pen
terjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan p
erilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; e. organisator (penyele
nggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secar
a formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (k
epada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya). Sedangkan dalam pengertia
n pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan B
erliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang m
encakup :
a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan
dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; b. Guru seb
agai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, mera
ngsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan re
ncana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person),
konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusi
awi) selama proses berlangsung (during teaching problems). c. Guru sebagai penil
ai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya ha
rus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembel
ajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan pr
osesnya maupun kualifikasi produknya. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar
mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai
pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikas
i peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnos
a, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahan
nya (remedial teaching). Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang p
eranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebag
ai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran pe
serta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam
keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Seme
ntara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social develo
per), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). L
ebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivit
as pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dar
i sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pengajaran dan ad
ministrasi pendidikan, guru berperan sebagai : a. Pengambil inisiatif, pengarah,
dan penilai pendidikan; b. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan s
ebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; c. Seorang pak
ar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; d. Penegak di
siplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
e. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidik
an dapat berlangsung dengan baik; f. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertan
ggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda y
ang akan menjadi pewaris masa depan; dan g. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu
guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolo
gi kepada masyarakat. Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seor
ang guru berperan sebagai :
a. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan
kepada masyarakat; b. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa b
elajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
c. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap pese
rta didik di sekolah; d. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku y
ang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan e. Pemberi keselamatan bagi set
iap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didika
n gurunya. Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai : a. Paka
r psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi p
endidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
b. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya gu
ru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manus
ia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidika
n; c. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelo
mpok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; d. Catalyc
agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suat
u pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan e. Petugas kesehatan mental
(mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehat
an mental para peserta didik. a. Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh S
udarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru yaitu menciptakan keteratur
an (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning)
. Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau
tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, di
siplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interak
si peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelaja
ran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem
yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain. Sejalan d
engan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendat
ang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan ber
bagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus leb
ih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Gu
ru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well info
rmed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang,
berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-s
atunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya. Jika guru tida
k memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercaya
an baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi
tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan p
roaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimil
ikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham peneliti
an guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga
dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran y
ang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kre
ativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian ya
ng mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari ta
hun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan tekno
logi yang sedang berlangsung. Untuk meningkatkan profesionalisme guru di Indones
ia, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, yang di dalamnya mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan profesi guru
, diantaranya adalah berkenaan dengan kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan r
emunerasi guru. Berkenaan dengan kompetensi guru, dalam Undang-Undang tersebut d
ikemukakan empat jenis kompetensi yang harus dikuasai guru yaitu : a. Kompetensi
pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang melipu
ti: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. b. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; pemaha
man terhadap peserta didik; pengembangan kurikulum/silabus; perancangan pembelaj
aran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; evaluasi hasil belaja
r; dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang : 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. mantap; stabil; dewasa; arif dan bijaksana; berwibawa; berakhlak
mulia; menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; mengevaluasi kinerja s
endiri; dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.
c.
Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyara
kat untuk : 1. berkomunikasi lisan dan tulisan; 2. menggunakan teknologi komunik
asi dan informasi secara fungsional;
3. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependid
ikan, orangtua/wali peserta didik; dan 4. bergaul secara santun dengan masyaraka
t sekitar. d. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembe
lajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: 1. konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/ koheren dengan materi ajar; 2. materi aja
r yang ada dalam kurikulum sekolah; 3. hubungan konsep antar mata pelajaran terk
ait; 4. penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan 5. kom
petisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai d
an budaya nasional, Sementara itu, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto da
n Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi yang seyogyanya dimili
ki guru, yaitu : a. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari
bidang studi yang diajarkannya, dapat memilih dan menggunakan berbagai metode me
ngajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. b. Kompetensi k
emasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan peserta didik, sesama guru, maup
un masyarakat luas. c. Kompetensi personal; memiliki kepribadian yang mantap dan
patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemi
mpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tu
t wuri handayani. Dengan jumlah yang berbeda namun esensinya sama, mengetengahka
n lima jenis kompetensi guru, meliputi : Moh. Surya (1997)
a. Kompetensi profesional, yaitu berbagai kemampuan yang diperlukan untuk dapat
mewujudkan dirinya sebagai guru profesional . Kompetensi profesional meliputi as
pek kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus di
ajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya, dan rasa kebers
amaan dengan sejawat guru lainnya. b. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan yang di
perlukan oleh seorang guru agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Da
lam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan interaksi sosial dan melaksanaka
n tanggung jawab sosial. c. Kompetensi personal, yaitu kualitas kemampuan pribad
i seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi per
sonal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, pener
imaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. d. Kompetensi intelektual, yai
tu penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya sebagai
guru.
e. Kompetensi spiritual, yaitu kualitas keimanan dan ketaqwaan sebagai seorang y
ang beragama. Sebagai pembanding, National Board for Profesional Teaching Skill
(NBPTS) merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar b
agi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should
Know and Be Able to Do, di dalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu: a
. Teachers are Committed to Students and Their Learning : 1. 2. 3. 4. Penghargaa
n guru terhadap perbedaan individual peserta didik. Pemahaman guru tentang perke
mbangan belajar peserta didik. Perlakuan guru terhadap seluruh peserta didik sec
ara adil, dan Misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir peserta didik.
b. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Stud
ents : 1. Apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasik
an, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain. 2. Kemampuan guru untuk
menyampaikan materi pelajaran, 3. Mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahu
an dengan berbagai cara (multiple path). c. Teachers are Responsible for Managin
g and Monitoring Student Learning : 1. Penggunaan berbagai metode dalam pencapai
an tujuan pembelajaran. 2. Menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting k
elompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keber
hasilan peserta didik. 3. Menilai kemajuan peserta didik secara teratur, dan 4.
Kesadaran akan tujuan utama pembelajaran. d. Teachers Think Systematically About
Their Practice and Learn from Experience : 1. Guru secara terus menerus menguji
diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik. 2. Guru meminta saran dari piha
k lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan prakte
k pembelajaran. e. Teachers are Members of Learning Communities: 1. Guru memberi
kan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan p
rofesional lainnya. 2. Guru bekerja sama dengan tua orang peserta didik. 3. Guru
dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas dalam bukunya Effective Schools
and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) memaparkan tentang beb
erapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup : a. Ke
mampuan yang terkait dengan iklim kelas, seperti : 1. Memiliki kemampuan interpe
rsonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada peserta
didik, dan ketulusan. 2. Memiliki hubungan baik dengan peserta didik 3. Secara
tulus menerima dan memperhatikan peserta didik. 4. Menunjukkan minat dan enthusi
as yang tinggi dalam mengajar. 5. Mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama
dan kohesivitas dalam kelompok. 6. Melibatkan peserta didik dalam mengorganisasi
kan dan merencanakan kegiatan pembelajaran. 7. Mampu mendengarkan peserta didik
dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan 8. Mm
eminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada. b. Kemampuan yang terkait dengan st
rategi manajemen, seperti: 1. Memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi
peserta didik yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicara
an, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar. 2. Mampu bertanya atau memberi
kan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda. c. Kemampuan yang ter
kait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement), yaitu : 1. Mamp
u memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik. 2. Mampu me
mberikan respon yang membantu kepada peserta didik yang lamban belajar. 3. Mampu
memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan. 4. Mampu membe
rikan bantuan kepada peserta didik yang diperlukan. d. Kemampuan yang terkait de
ngan peningkatan diri, antara lain: 1. Mampu menerapkan kurikulum dan metode men
gajar secara inovatif. 2. Mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metod
e pengajaran. 3. Mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan
metode pengajaran.
5. Pengelolaan Kelas
Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa salah satu keterampilan yang harus d
imiliki guru adalah keterampilan dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupa
kan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran l
ebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanj
ut dalam suatu
pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya unt
uk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses be
lajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik seca
ra tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pe
ngaturan orang (peserta didik) dan fasilitas. Terdapat dua macam masalah pengelo
laan kelas, yaitu :
a. Masalah Individual :
1. 2. 3. 4. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian). Power
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan) Revenge seeking behavior
s (pola perilaku menunjukkan balas dendam). helplessness (peragaan ketidakmampua
n).
b. Masalah Kelompok :
1. Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial eko
nomi, dan sebagainya. 2. Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disep
akati sebelumnya. 3. Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggot
anya. 4. “Membombong” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok. 5. Kelompo
k cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap. 6. Sema
ngat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas
yang diberikan kurang fair. 7. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaa
n baru. Berangkat dari teori-teori belajar sebagaimana telah dikemukakan terdahu
lu, terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan kelas, y
aitu : a. Behavior - Modification Approach (Behaviorism Apparoach) Asumsi yang m
endasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu mer
upakan hasil belajar. Upaya memodifikasi perilaku dalam mengelola kelas dilakuka
n melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan
negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). b. Socio-Emotional C
limate Approach (Humanistic Approach) Asumsi yang mendasari penggunaan pendekata
n ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubung
an interpersonal yang baik antara peserta didik - guru dan atau peserta didik – pe
serta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim, sosio-emo
sional yang baik. Dalam hal ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tu
lus dari guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta
didik sebagai
manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut pandangan p
eserta didik sendiri (emphatic understanding). Sedangkan Haim C. Ginnot mengemuk
akan bahwa dalam memecahkan masalah, guru berusaha untuk membicarakan situasi, b
ukan pribadi pelaku pelanggaran dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasaka
n; serta mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaia
n. Hal senada dikemukakan William Glasser bahwa guru seyogyanya membantu mengara
hkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi; menganalisis dan
menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan peserta didik agar
committed terhadap rencana yang telah dibuat; memupuk keberanian menanggung akib
at “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian
baru yang lebih baik. Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Dem
ocratic Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik unt
uk dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yan
g dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan membe
ri kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat. c. G
roup Process Approach Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bah
wa pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru a
dalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Sch
muck & Patricia A. Schmuck menegemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendeka
tan group proses, yaitu : (a) mutual expectations; (b) leadership; (c) attractio
n (pola persahabatan); (c) norm; (d) communication; (d) cohesiveness
D. Latihan : Soal : Pilihan Ganda
1. Di bawah ini merupakan hakekat belajar, kecuali :
a. b. c. d. Belajar sebagai usaha untuk memperoleh pengetahuan. Belajar merupaka
n usaha individu, dari tidak tahu menjadi tahu. Belajar merupakan usaha individu
memperoleh perubahan perilaku. Belajar merupakan kegiatan individu di sekolah u
ntuk memperoleh pengetahuan
2. Di bawah ini merupakan ciri-ciri perubahan perilaku dari kegiatan belajar : e
. f. g. h. Perubahan yang bersifat intensional, kontinyu, positif, dan permanen
Perubahan yang bersifat fungsional, bertujuan dan terarah, Perubahan yang bersif
at aktif dan menyeluruh. a, b dan c benar
3. Keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan m
enggunakan simbol-simbol merupakan bentuk perubahan perilaku dalam : a. b. c. d.
Informasi verbal Kecakapan intelektual Strategi kognitif Sikap dan kecakapan mo
torik
4. Jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus
Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai
respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons
. a. b. c. d. Law of Effect Law of Readiness Law of Exercise Law of Respondent C
onditioning
5. Teori belajar yang menganggap pentingnya imitation dan modelling dalam belaja
r.
a. b. c. d. Connectionism (S-R Bond) Classical Conditioning Social Learning Oper
ant Conditioning
6. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a. b
. c. d. Pentingnya reinforcement dalam pembentukan perilaku individu Bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Dalam proses pembelajaran, henda
knya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkait
an unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. a, b, dan c benar.
7. Materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondi
si lingkungan kehidupan peserta didik merupakan salah satu aplikasi dalam pembel
ajaran yang dihasilkan dari teori belajar : a. b. c. d. Behaviorisme Gestalt Kog
nitif Pemrosesan Informasi
8. Pendekatan pembelajaran yang dianggap paling sesuai untuk pembentukan kompete
nsi peserta didik, adalah : a. b. c. d. Ekspositorik Heuristik Discovery Inquiry
9. Dapat menciptakan situasi belajar, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan me
ngarahkan kegiatan belajar mengajar merupakan peran guru sebagai : a. b. Perenca
na Pembelajaran Pelaksana Pembelajaran
c. d.
Evaluator Pembelajaran Fasilitator Pembelajaran
10. Kompetensi guru yang berhubungan dengan pemahaman perkembangan peserta didik
, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. a. b. c. d. Uraian 1
. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas ? 2. Jelaskan secara skematik tenta
ng perubahan perilaku dan pribadi yang terjadi dari proses belajar !. 3. Sebagai
guru, apa yang akan dilakukan jika di kelas menemukan: a. siswa yang sedang asy
ik ngobrol dengan temannya. b. para siswa kurang kompak dan selalu berisik. Komp
etensi akademik Kompetensi personal Kompetensi pedagogik Kompetensi sosial
BAB V BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
A. Tujuan : Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisik
an bimbingan dan konseling. 2. Mengidentifikasi fungsi, prinsip, asas, jenis lay
anan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. 3. Menjelaskan peran kepala
sekolah dan guru mata pelajaran dalam Bimbingan dan Konseling, orientasi baru,
prosedur umum bimbingan dan konseling. bimbingan terhadap peserta didik bermasal
ah, proses konseling. 4. Menerapkan teknik – teknik dalam konseling. 5. Menganalis
is kasus dan mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik. B. Pokok Bahasan 1.
Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. 2. Peran Kepala Sekolah dan Guru Mata Pela
jaran dan Wali Kelas dalam Bimbingan dan Konseling. 3. Kegiatan Layanan dan Pend
ukung Bimbingan dan Konseling. 4. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling. 5. Bimb
ingan terhadap Peserta Didik Bermasalah. 6. Proses dan Teknik Konseling.
C. Intisari Bacaan 1. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbing
an dan Konseling Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya te
rkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance beras
al kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukk
an, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (198
1) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : “ showing a way”
(menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructi
ons (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan gi
ving advice (memberikan nasehat). Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukak
an di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pemb
imbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini
, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan pen
ting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuh
nya terhadap keputusan yang diambilnya. Untuk memahami lebih jauh tentang penger
tian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli : Miller (I
. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan ter
hadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan pen
yesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat. Peters dan Sh
ertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of
helping the individual to understand himself and his world so that he can utili
ze his potentialities. United States Office of Education (Arifin, 1978) memberik
an rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan
secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap
berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabat
an, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengara
hkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai i
ndividu maupun sebagai anggota masyarakat. Jones et.al. (1970) mengemukakan : “gui
dance is the help given by one person to another in making choice and adjusment
and in solving problem. I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimb
ingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis ke
pada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan
untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dir
inya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction)
dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan pote
nsi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik ke
luarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 ten
tang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diber
ikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, d
an merencanakan masa depan”. Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan da
n konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pri
badi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbaga
i jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku. Da
ri beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan
pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah,
bahwa : Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau
peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis. Tercap
ainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan ya
ng ingin dicapai dari bimbingan. Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pe
ngertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan me
nggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dal
am sistem pendidikan nasional. Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam
sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kuran
g lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali p
ergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 d
an sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama me
njadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebut
an Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan. Untuk kep
entingan penulisan ini, penulis akan menggunakan istilah Bimbingan dan Konseling
sesuai dengan istilah formal yang saat ini dipergunakan dalam sistem pendidikan
nasional. b. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling Pada masa sebelumnya (atau
mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa penyelenggara
an Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunaka
n pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang ber
masalah saja. Padahal kenyataan di sekolah
jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya s
atu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5 hingga 10
(5% - 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) ker
apkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbinga
n dan konseling memiliki citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh peserta d
idik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling merupakan
“polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang
melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan k
onseling sebagai “keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta did
ik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang
guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan d
iatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaika
n oleh guru pembimbing. Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orie
ntasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau developmental
dan pencegahan pendekatan preventif. . Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan ba
ru bimbingan dan konseling, yaitu : landasan-landasan filosofis dari orientasi
1. Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembanga
n peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik
. 2. Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki poten
si untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diata
sinya sendiri. 3. Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik
haruslah manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dia
nggap sanggup mengembangkan diri dan potensinya. 4. Profesional, yaitu proses bi
mbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar filosofis, t
eoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan ko
nseling. Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan d
an konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bim
bingan dan konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang bersifat pengembanga
n dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah
akan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi pes
erta didik yang bermasalah saja. c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Dengan orient
asi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi m
elalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:
1. Pemahaman;
2. 3. 4. 5.
menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan mas
alah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan kondisi peserta didik, oran
g tua, guru pembimbing; (2) lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya lingku
ngan sekolah; dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih lu
as, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama nilai-ni
lai oleh peserta didik. Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya p
eserta didik dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkem
bangannya. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai pe
rmasalahan yang dialami peserta didik. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan
terhadap pengingkaran atas hakhak dan/atau kepentingan pendidikan. Pemeliharaan
dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berke
lanjutan.
d.
Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling : Sejumlah prinsip mendasari gerak langk
ah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berkait
an dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta b
erbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsi
p tersebut adalah : 1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a
) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan s
tatus sosial; (b) memperhatikan tahapan perkembangan; (c) perhatian adanya perbe
daan individu dalam layanan. 2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalah
an yang dialami individu; (a) menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik in
dividu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masy
arakat sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjang
an sosial, ekonomi dan budaya. 3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program
pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a) bimbingan dan konseling bagian integral d
ari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseli
ng diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (
b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutu
han peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun
dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program pelayan
an bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a)
diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimb
ing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya at
as kemauan diri sendiri; (c) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli/pro
fesional yang relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu adanya kerja sama
dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berk
ewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan bimbingan dan k
onseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaia
n layanan. e. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Penyelenggaraan layanan dan kegi
atan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan
pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbi
ngan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat men
ghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan
hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Betapa pentingnya as
as-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari s
eluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak di
jalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan
tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali. Asas- asas bimbingan dan kon
seling tersebut adalah : 1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang men
untut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang men
jadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak laya
k diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban m
emelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar
-benar terjamin, 2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesuka
an dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan meng
embangkan kesukarelaan seperti itu. 3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghen
daki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap t
erbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang bergu
na bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembang
kan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, g
uru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan
tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan
dan dan kekarelaan. 4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta d
idik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam pe
nyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan
memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang d
iberikan kepadanya. 5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan
umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layan
an/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang ma
ndiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselo
r) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berk
embangnya kemandirian peserta didik. 6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghenda
ki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang di
hadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa
depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan di
perbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang. 7. Asas Kedinamisan; yaitu asa
s yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klie
n) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta ber
kelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu
. 8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan keg
iatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun p
ihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama
dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling
menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaikbaiknya. 9. Asas Kenormatifan
; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan ko
nseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat is
tiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jau
h lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan men
gamalkan norma-norma tersebut. 10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki ag
ar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah
-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbinga
n dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan d
an konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik
dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. 11. Asas Alih Tangan Kasu
s; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggaraka
n layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalaha
n peserta didik (klien) kiranya dapat mengalihtangankan kepada pihak yang lebih
ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (kons
elor), dapat mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang
berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah. 12. Asas Tut Wuri Handa
yani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengemba
ngkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
2. Peranan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas dalam Bimbingan da
n Konseling Dalam kurikulum 2004, secara tegas dikemukakan bahwa : “Sekolah berkew
ajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang p
ribadi, sosial, belajar, dan karier”. Dengan adanya kata “kewajiban”, maka setiap seko
lah mutlak harus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Keberhasilan penyelen
ggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pi
hak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, pe
nyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala s
ekolah , guru mata pelajaran dan wali kelas. Kepala sekolah selaku penanggung ja
wab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dal
am mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besarn
ya, peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, sebagai berikut : a. Mengkoo
rdinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga p
elayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatu
an yang terpadu, harmonis, dan dinamis. b. Menyediakan prasarana, tenaga, dan be
rbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efekt
if dan efisien. c. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan p
elaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan kon
seling.
d. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling Di sekol
ah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya. e. Menyediakan fasilitas, kes
empatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas S
ekolah Bidang BK. Sedangkan, peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pela
jaran dalam bimbingan dan konseling adalah : a. Membantu memasyarakatkan pelayan
an bimbingan dan konseling kepada siswa b. Membantu Guru Pembimbing mengidentifi
kasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpu
lan data tentang siswa-siswa tersebut. c. Mengalihtangankan siswa yang memerluka
n pelayanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing d. Menerima siswa ali
h tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang menuntut Guru Pembimbing memerlu
kan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, p
rogram pengayaan). e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa
dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan k
onseling. f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan la
yanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiat
an yang dimaksudkan itu. g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masa
lah siswa, seperti konferensi kasus. h. Membantu pengumpulan informasi yang dipe
rlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tind
ak lanjutnya. Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan kon
seling, Wali Kelas berperan : a. membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tug
asnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya; b. membantu Guru Mata
Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khusu
snya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya; c. membantu memberikan kesempatan d
an kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk
mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling; d. berpa
rtisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferens
i kasus; dan e. mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan ko
nseling kepada Guru Pembimbing. Berkenaan peran guru mata pelajaran dan wali kel
as dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa gur
u-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-re
ligius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan meng
hargai tanpa syarat.
3. Kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling Kegiatan layanan merup
akan kegiatan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Sedan
gkan kegiatan pendukung merupakan kegiatan untuk menopang terhadap keberhasilan
layanan yang diberikan. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini
terdapat tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung. Namun sangat mungkin k
e depannya akan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan maupun kegiatan pen
dukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan dua je
nis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun, kedua jeni
s layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem pendidikan.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tujuh jenis layanan dan lima k
egiatan pendukung bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam pendidi
kan nasional. a. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Layanan Orientasi;
Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami ling
kungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk
mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru i
tu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awa
l semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang ber
fungsi untuk pencegahan dan pemahaman. 2. Layanan Informasi; merupakan layanan y
ang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti
: informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan inf
ormasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat
tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarka
n informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untu
k pencegahan dan pemahaman.
3. Layanan Pembelajaran; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belaj
ar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya
serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar pes
erta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pe
mbelajaran berfungsi untuk pengembangan. 4. Layanan Penempatan dan Penyaluran; m
erupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyal
uran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, m
agang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat meng
embangkan segenap
bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berf
ungsi untuk pengembangan.
5. Layanan Konseling Perorangan; merupakan layanan yang memungkinan peserta
didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengenta
skan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan kons
eling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihad
apinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi. 6
. Layanan Bimbingan Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan sejumlah pesert
a didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan memba
has pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan ke
mampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui
dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan
membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembang
an kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu me
lalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman da
n Pengembangan
7. Layanan Konseling Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan peserta
didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan da
n pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar
peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan perm
asalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi
untuk pengentasan dan advokasi. b. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling U
ntuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukak
an di atas, kiranya perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini
, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu : 1. Apl
ikasi Instrumentasi Data; merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keteran
gan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainn
ya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun
non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristikn
ya dan memahami karakteristik lingkungan. 2. Himpunan Data; merupakan kegiatan u
ntuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengem
bangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistem
atik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
3. Konferensi Kasus; merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didi
k dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan ket
erangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemua
n konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adala
h untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan
memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan kli
en. 4. Kunjungan Rumah; merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, ke
mudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kun
jungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarg
a untuk mengentaskan permasalahan klien. 5. Alih Tangan Kasus; merupakan kegiata
n untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalaha
n yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebi
h kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli
lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih
tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih ko
mpeten. 4. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling Secara umum, prosedur bimbingan
dan konseling dapat ditempuh melalui prosedur seperti tampak dalam bagan beriku
t : Datang Sendiri/Dicari Informasi yang Ada/Dicari Informasi yang Ada/Dicari In
formasi yang Ada/Dicari
Identifikasi Kasus Identifikasi Masalah Diagnosis Prognosis Remedial/Referal Eva
luasi/Follow Up
a. Identifikasi kasus; merupakan upaya untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makm
un (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi p
eserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni : 1.
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik sec
ara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang
benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban s
ehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik
. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pad
a hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kuri
kuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. 3. Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta did
ik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan pese
rta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligens
i, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupay
akan berbagai tindak lanjutnya. 4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar pes
erta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kega
galan belajar yang dihadapi peserta didik. 5. Melakukan analisis sosiometris, de
ngan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan peny
esuaian sosial b. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memaha
mi jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dala
m konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan de
ngan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral
; dan atau (4) personality. Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik, Prayit
no dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik,
dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membant
u untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek :
(1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi d
an keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama,
nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan
(10) waktu senggang. c. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab
atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik, b
isa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton mem
bagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan
atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang b
esumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan
kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi p
sikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan
sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya. d.
Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta
didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahan
nya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keput
usan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, de
ngan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani k
asus - kasus yang dihadapi. e. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika j
enis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembel
ajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pem
bimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimb
ing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian
yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbi
ng sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten. f. Evaluas
i dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masal
ah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa penga
ruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah
yang dihadapi peserta didik. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling,
Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan
konseling yaitu : 1. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik
berkaitan dengan masalah yang dibahas; 2. Perasaan positif sebagai dampak dari p
roses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan 3. Rencana kegiatan yang ak
an dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewu
judkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya. Sementara itu, Ro
binson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari k
eberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila: 1. Pese
rta didik telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi. 2.
Peserta didik telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi. 3. Pese
rta didik telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan ma
salahnya secara obyektif (self acceptance). 4. Peserta didik telah menurun keteg
angan emosinya (emotion stress release). 5. Peserta didik telah menurun penentan
gan terhadap lingkungannya 6. Peserta didik mulai menunjukkan kemampuannya dalam
mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan r
asional. 7. Peserta didik telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perba
ikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbang
an dan keputusan yang telah diambilnya.
5. Bimbingan terhadap Peserta Didik Bermasalah Bimbingan terhadap peserta didik
bermasalah tetap menjadi perhatian bimbingan dan konseling, namun perlu diingat
bahwa tidak semua masalah peserta didik harus ditangani oleh Guru Pembimbing (ko
nselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah b
erserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut
:
Ringan Masalah peserta didik Sedang Berat Semua Guru/Wali Kelas Guru Pembimbing
Alih Tangan Kasus
a. Masalah (kasus) ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada bid
ang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras ta
hap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kel
as dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing
) dan mengadakan kunjungan rumah. b. Masalah (kasus) sedang, seperti : gangguan
emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kes
ulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengah
an, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang di
bimbing oleh guru pembimbing (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala seko
lah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konfer
ensi kasus. c. Masalah (kasus) berat, seperti : gangguan emosional berat, kecand
uan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, peserta didik hamil, percobaan b
unuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilaku
kan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, poli
si, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kas
us. 6. Proses Konseling dan Teknik-Teknik Konseling Dari beberapa jenis layanan
Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk lay
anan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang sa
tu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling.
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebi
h dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan
, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh
karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai
teknik
konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pen
gentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. a. Proses Konseli
ng Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal
(tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akh
ir (tahap perubahan dan tindakan). 1. Tahap Awal Tahap ini terjadi dimulai sejak
klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masa
lah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya : a. Me
mbangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan m
embangun hubungan terletak pada terpenuhinya asasasas bimbingan dan konseling, t
erutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan. b. Memperjela
s dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas
masalah klien. c. Membuat penaksiran dan perjajagan Konselor berusaha menjajagi
atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan,
yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alterna
tif yang sesuai bagi antisipasi masalah. d. Menegosiasikan kontrak Membangun per
janjian antara konselor dengan klien, berisi : 1. Kontrak waktu, yaitu berapa la
ma waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan. 2
. Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien. 3. Kontrak kerja
sama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama a
ntara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling. 2. Taha
p Inti (Tahap Kerja) Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseli
ng selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terda
pat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya : a. Menjelajahi dan mengeksp
lorasi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif
baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor melakukan reassessment (p
enilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadap
i klien. b. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terj
adi jika : 1. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konse
ling, serta menampakan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah
yang dihadapinya. 2. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik kons
eling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar
– benar peduli terhadap klien. c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak
konselor maupun klien. 3. Tahap Akhir (Tahap Tindakan) Pada tahap akhir ini terd
apat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : a. Konselor bersama klien membua
t kesimpulan mengenai hasil proses konseling b. Menyusun rencana tindakan yang a
kan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling
sebelumnya. c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian sege
ra). d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya Pada tahap akhir ditandai
beberapa hal, yaitu ; a. b. c. d. Menurunnya kecemasan klien Perubahan perilaku
klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis. Pemahaman baru dari klien t
entang masalah yang dihadapinya. Adanya rencana hidup masa yang akan datang deng
an program yang jelas.
b. Teknik-Teknik Konseling Dalam konseling perorangan terdapat dua jenis teknik
yang biasa dilakukan, yaitu : (1) teknik umum dan (2) teknik khusus. 1. Teknik U
mum Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapantah
apan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh kon
selor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik
umum, diantaranya :
a. Perilaku Attending Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien
yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku at
tending yang baik dapat : 1. Meningkatkan harga diri klien. 2. Menciptakan suasa
na yang aman 3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas. Contoh perilak
u attending yang baik : 1. Kepala : melakukan anggukan jika setuju 2. Ekspresi w
ajah : tenang, ceria, senyum 3. Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak
antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdamping
an. 4. Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan
tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan. 5. Mendengar
kan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti
saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara. Contoh perilaku
attending yang tidak baik : 1. Kepala : kaku 2. Muka : kaku, ekspresi melamun,
mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot. 3.
Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh,
duduk kurang akrab dan berpaling. 4. Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tan
pa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara. 5. Per
hatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar. b. Empati Empati ialah kemamp
uan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersa
ma klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan per
ilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Terdapat du
a macam empati, yaitu : a. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusah
a memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat
terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer :
” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”. ” Sa
ya mengerti keinginan Anda”. b. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepaha
man konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih m
endalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keiku
tan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi
hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaanny
a. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : ”Saya dapat merasakan apa yang Anda ras
akan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
c. Refleksi Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentan
g perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku v
erbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu : 1. Refleksi peras
aan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebag
ai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tamp
aknya yang Anda katakan adalah ....” ” Barangkali Anda merasa....” ” Hal itu rupanya sep
erti ...(kiasan)” ” Adakah yang Anda maksudkan...” 2. Refleksi pikiran, yaitu teknik u
ntuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terha
dap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan..
.” ” Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...” ” Adakah yang Anda maksudkan...” 3. Ref
leksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalamanpengalaman klien seba
gai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu...” ” Barangkali yang akan Anda utarakan
adalah...” ” Adakah yang Anda maksudkan peristiwa...” d. Eksplorasi Eksplorasi adalah
teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting d
ilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak m
ampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik re
fleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu : 1. Eksplorasi peras
aan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh : ” B
isakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ....” ” Saya kira rasa
sedih Anda sangat mendalam. Dapat Anda kemukakan lebih lanjut ?” 2. Eksplorasi pi
kiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Sa
ya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bek
erja” ” Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu baik. Dapatkah Anda menguraikannya
lebih lanjut ? 3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk me
nggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh : ” Saya terkesan dengan pengalaman yan
g Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut da
n pengaruhnya terhadap pendidikan Anda” e. Menangkap Pesan (Paraphrasing) Menangka
p Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi
ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalim
at yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai
dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhada
p konselor. Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada kli
en bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan kli
en; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) mem
beri arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tent
ang apa yang dikemukakan klien. Contoh dialog : Klien Konselor f. : ” Itu suatu pe
kerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa
demikian ? ” : ” Tampaknya Anda masih ragu.”
Pertanyaan Terbuka (Opened Question) Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk meman
cing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikiranny
a dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang d
iajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertan
yaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-s
ebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah
, dapatkah. Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ” ”
Bagaimana perasaan Anda saat ini ?” ” Dapatkah Anda mengemukakan hal itu lebih lanju
t ?”
g. Pertanyaan Tertutup (Closed Question) Dalam konseling tidak selamanya harus m
enggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan perta
nyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-ka
ta singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) m
enjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yan
g melantur atau menyimpang jauh. Contoh dialog : Klien : ”Saya berusaha meningkatk
an prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya
lakukan”. : ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”. : ” Empat ” : ” Sekarang berapa

Konselor Klien Konselor
Klien
: ” Sebelas ”
h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement) Dorongan minimal adalah teknik untuk
memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemuk
akan klien.Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh..., ya...., lalu..., terus.
...dan... Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah
agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan me
ngurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan
pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog : Klien : ” Saya putus asa... dan saya nyaris... ” (klien menghentika
n pembicaraan) : ” ya...”
Konselor Klien
: ” nekad bunuh diri” : ” lalu...”
Konselor i. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan meru
juk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk me
mberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dar
i hasil rujukan baru tersebut. Contoh dialog : Klien : ” Saya pikir dengan berhent
i sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada
keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.” : ” Pendidikan t
ingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hi
dup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka d
ibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, n
amun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalka
n SMA”.
Konselor
j.
Mengarahkan (Directing) Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melaku
kan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau me
nghayalkan sesuatu.
Klien
: ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Ak
hirnya terjadi pertengkaran sengit.” : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, baga
imana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
Konselor
k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing) Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementar
a pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan semen
tara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas
balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pemb
icaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam foku
s pada wawancara konseling. Contoh : ” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alan
gkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari
materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal:
pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih
ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan A
nda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntuta
n dari perusahaan yang akan Anda masuki.” l. Memimpin (leading) Yaitu teknik untuk
mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling . C
ontoh dialog : Klien Konselor :” Saya mungkin berfikir juga tentang hubungan denga
n pacar. Tapi bagaimana ya?” masalah
: ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda
tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga ?”
m. Fokus Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembi
caraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumla
h permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dap
at membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya den
gan mengatakan :
” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan A
nda dengan orang tua yang kurang harmonis ”. Ada beberapa yang dapat dilakukan, di
antaranya : 1. Fokus pada diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang
akan Anda lakukan ”. ” Tampaknya Anda berjuang sendirian” 2. Fokus pada orang lain. Co
ntoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang
telah dilakukannya ?”
3. Fokus pada topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? P
ikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”. 4. Fokus mengenai budaya. Co
ntoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas sendiri o
leh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.” n. Konfrontasi Yaitu t
eknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan d
engan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan
kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah : (1) mendorong klien mengadakan pe
nelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien ke
pada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya. Peng
gunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1) membe
ri komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yan
g tepat;(2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan perilaku att
ending dan empati. Contoh dialog : Klien : ” Saya baik-baik saja”. (suara rendah, wa
jah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor
:” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres” ”Saya melih
at ada perbedaan antara kenyataan diri ”. ucapan dengan
o. Menjernihkan (Clarifying) Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien
yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah : (1) mengu
ndang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tega
s, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan, mengulang da
n mengilustrasikan perasaannya. Contoh dialog : Klien : ” Perubahan yang terjadi d
i keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pem
impin di rumah itu.” : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran
ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”
Konselor
p. Memudahkan (facilitating) Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien de
ngan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan penga
lamannya secara bebas Contoh : ” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena
saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.” q. Diam Teknik diam dilakukan deng
an cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk
perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sev
agai protes jika klien ngomong berbelit-belit; (3) menunjang perilaku attending
dan empati sehingga klien babas bicara. Contoh dialog : Klien :”Saya tidak senang
dengan perilaku guru itu” :”..............” (diam)
Konselor Klien
:” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu.. :”..............” (diam)
Konselor r.
Mengambil Inisiatif
Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering d
iam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam me
nuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1) mengambil inisiatif jika klien kur
ang semangat; (2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika
klien kehilangan arah pembicaraan. Contoh: ” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai s
atu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”. s. Memberi N
asehat Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun dem
ikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nase
hat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling y
akni kemandirian klien harus tetap tercapai. Contoh respons konselor terhadap pe
rmintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ?
Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya
.” t. Pemberian informasi Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki
informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pu
n konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh : ” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya
sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs
www.upi.com di internet”. u. Merencanakan Teknik ini digunakan menjelang akhir ses
i konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), p
erbuatan yang produktif untuk kemajuan klien. Contoh : ” Nah, apakah tidak lebih b
aik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita
sejak tadi ” v. Menyimpulkan Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembic
araan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama
mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru
klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutny
a, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan. 2. Teknik-Teknik Khu
sus Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal te
rtentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikemban
gkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Ration
al Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya Di bawah disampaikan beberapa teknik
– teknik khusus konseling, yaitu : a. Latihan Asertif Teknik ini digunakan untuk
melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya a
dalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyata
kan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelomp
ok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini. b. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan
bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengaj
arkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang d
iperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku y
ang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikeh
endaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatn
ya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperku
at secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang b
erlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. c. Pengkondisian Aversi Teknik
ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disen
anginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yan
g disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang t
idak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi
antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d. Pembentukan Perilaku Model Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilak
u baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini k
onselor
menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio,
model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku
yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari k
onselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial. e. Permainan Dial
og Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kec
enderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderung
an under dog, misalnya : 1. 2. 3. 4. 5. Kecenderungan orang tua lawan kecenderun
gan anak. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh. Kecend
erungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”. Kecenderungan otonom lawan kecende
rungan tergantung. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya kl
ien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resik
o. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “ku
rsi kosong”. f. Latihan Saya Bertanggung Jawab Merupakan teknik yang dimaksudkan u
ntuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada me
mproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor memint
a klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pern
yataan itu dengan kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu” “Saya tidak tahu a
pa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahu
an itu”. “Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu” Meskipun tampakny
a mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien ak
an perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya. g. Bermain Proyeksi P
royeksi :
Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau m
elihat atau menerimanya Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memant
ulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan k
epada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyek
si konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang di
proyeksikan kepada orang lain. h. Teknik Pembalikan Gejala-gejala dan perilaku t
ertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mend
asarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang ber
kebalikan dengan perasaanperasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor member
i kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu ya
ng berlebihan. i. Bertahan dengan Perasaan Teknik ini dapat digunakan untuk klie
n yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sa
ngat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan
perasaan yang ingin dihindarinya itu. Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari
stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenang
kan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakuta
n atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk men
yelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu
. Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang le
bih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang
ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan
dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu. j. Home work assigments, T
eknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasaka
n diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perila
ku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat me
ngurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional da
n tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah a
spek-aspek
kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas ya
ng diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan
oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksu
dkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pad
a diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan
mengurangi ketergantungannya kepada konselor. k. Adaptive Teknik yang digunakan
untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus meny
esuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan
lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
l.
Bermain peran Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian r
upa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui pera
n tertentu.
m. Imitasi Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tert
entu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif
.
D. Latihan : Soal :
1. Di bawah ini merupakan pengertian bimbingan dan konseling, kecuali : a. Bimbi
ngan dan konseling merupakan proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat. b. Bimbingan dan konseling merupak
an bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, m
engenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. c. Bimbingan dan konseling meru
pakan upaya untuk membantu mengatasi masalahmasalah yang dihadapi peserta didik.
d. Bimbingan dan konseling merupakan layanan bantuan untuk peserta didik, baik
secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, da
lam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier
,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma y
ang berlaku.
2. Fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap
pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan. a. b. c. d. Pemahaman
dan pencegahan Pengembangan Advokasi Pengentasan
3. Prinsip bimbingan dan konseling berkenaan dengan sasaran layanan
a. Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sen
diri b. Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang usia, je
nis kelamin, suku, agama dan status sosial. c. Program bimbingan dan konseling h
arus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.
d. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya
mampu secara mandiri membimbing diri sendiri. 4. Di bawah ini merupakan beberapa
asas yang harus dipenuhi dalam layanan bimbingan dan konseling, a. b. c. d. a.
b. c. d. kerahasiaan, sukarela, keterbukaan, keahlian kegiatan, kemandirian, kek
inian, kedinamisan, keterpaduan kenormatifan, alih tangan kasus, tut wuri handay
ani a, b, dan c benar Orientasi dan Informasi Konseling Perorangan dan Konseling
Kelompok Pembelajaran dan Bimbingan Kelompok Penempatan
5. Layanan bimbingan dan konseling yang memiliki fungsi pemahaman dan pencegahan
.
6. Jenis layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tat
ap muka untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan diriny
a. a. b. c. d. Orientasi Informasi Konseling Perorangan Pembelajaran
7. Bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu, setiap l
ayanan yang diberikan kepada peserta didik hendaknya didukung oleh : a. b. c. d.
Petugas bimbingan yang profesional Data yang lengkap dan memadai Bekerja sama d
engan kalangan profesional lainnya a, b, dan c benar
8. Tujuan dilaksanakan kegiatan konferensi kasus. a. Mencari cara yang terbaik g
una menyelamatkan kepentingan dan nama baik klien maupun sekolah. b. Memperoleh
keterangan yang lebih lengkap tentang klien dan membangun komitmen dari para pes
erta konferensi dalam rangka pengentasan masalah klien.
c. Membangun komitmen dari para peserta konferensi dalam rangka disiplin sekolah
. d. a, b, dan c benar
penegakan
9. Kegiatan pendukung yang dilakukan guru atau konselor, apabila kasus yang dita
ngani berada diluar kemampuan atau kewenangannya. a. b. c. d. Kunjungan rumah Ko
nferensi kasus Alih tangan kasus Aplikasi instrumentasi data
10. Penanganan peserta didik yang menunjukkan permasalahan atau perilaku menyimp
ang tingkat ringan, seperti bolos, berkelahi dengan teman, dapat dilakukan oleh
: a. b. c. d. Guru pembimbing/konselor Guru dan wali kelas Polisi a, b dan c ben
ar
11. Upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timb
ulnya masalah peserta didik. a. b. c. d. Identifikasi kasus Diagnosis Prognosis
Treatment
12. Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap awal konselin
g, kecuali
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. c. Menjelajahi dan mengeksplorasi mas
alah klien lebih. d. Membuat penaksiran dan perjajagan 13. Contoh ungkapan pengg
unaan teknik konfrontasi : a. ”Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena s
aya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.” b. ”Anda mengatakan baik-baik saja, ta
pi kelihatannya ada yang tidak beres”. c. ” Saya kira rasa sedih Anda sangat mendala
m. Dapat Anda kemukakan lebih lanjut ? ” d. ”Saya dapat memahami pikiran Anda”.
14. Teknik konseling dengan menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif
dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. a. b.
c. d. Aversi Desensitisasi Latihan asertif Pembentukan Perilaku Model
15. Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaanp
erasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingg
a klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
a. Imitasi b. Permainan dialog
c. Bermain peran d. Home work assigments Uraian 1. Jelaskan orientasi baru bimbi
ngan dan konseling ! 2. Jelaskan peran Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran da
lam Bimbingan dan Konseling ! 3. Mengapa guru pembimbing (konselor) perlu menjag
a kerahasiaan data klien ? 4. Analisis Kasus : Fulan seorang siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Nunjauh Disana. Ketika dia masih duduk di bangku kelas VIII SMP, dia te
lah menjadi anak yatim dan semenjak itu dia hidup bersama dengan kakek-neneknya,
dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Sementara itu, sang ibu sudah satu tahun
ini pergi merantau ke Malaysia menjadi TKI di sana namun jarang memberi khabar
apalagi memberi kiriman uang untuk anaknya. Berdasarkan catatan absensi yang ada
di wali kelas, pada semester yang lalu dia sering tidak masuk sekolah, tanpa al
asan yang jelas. Selama bulan Februari 2006, tercatat sudah tujuh hari dia tidak
masuk kelas. Padahal ketika masih duduk di kelas X kehadirannya termasuk bagus.
Berdasarkan informasi dari rekan sekelasnya, bahwa jika dia tidak masuk kelas,
dia suka nongkrong di terminal. Bahkan Andi, kawan sekelasnya, pernah menyaksika
n dia dalam keadaan teler di terminal dan sempat meminta paksa uang kepadanya. D
alam buku Laporan Pendidikan semester yang lalu, prestasi belajarnya sungguh san
gat tidak memuaskan, hampir terjadi pada semua mata pelajaran, kecuali untuk Mat
a Pelajaran Kesenian, prestasinya malah jauh berada di atas kawan-kawannya. Keti
ka dia masih duduk dibangku SD, dia pernah meraih predikat sebagai Siswa Berpres
tasi seKecamatan Nunjauh Disana dan pernah menjadi Juara Pertama Lomba Nyanyi An
akAnak se- Kabupaten Nun Jauh Disana. Melihat kondisi demikian, jika dibiarkan t
entunya Fulan sangat beresiko tinggi untuk tidak naik kelas bahkan mungkin dikel
uarkan dari sekolah. Tugas : Tuntaskan kasus tersebut di atas dengan memperhatik
an dan menggunakan prinsipprinsip dan prosedur bimbingan dan konseling !
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Rem
aja. Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori
Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono
).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada. Depdiknas
, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkata
n Tenaga Akdemik Dirjen Dikti --------- 2003. Pedoman Penyelenggaraaan Program P
ercepatan Belajar SD, SMP dan SMA. Jakarta : Dirjen Dikdasmen. E. Mulyasa. 2003.
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep,Karakteristik dan Implementasi.Bandung :
P.T. Remaja Rosdakarya. ---------. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pe
mbelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. Gendler, Margaret E..1992. Lea
rning & Instruction; Theory Into Practice. Publishing. New York : McMillan
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Tera
yon Press. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : Mc
Graw-Hill Book Company Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.
Bandung PPB - IKIP Bandung. Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT
Raja Grafindo. Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendid
ikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. National Board for Professional Teaching
Standards. 2002 . Five Core Propositions. NBPTS Home Page. <http://www.nbpts.or
g/ standards/fivecore.html>. (Accessed, 31 Oct 2002). Prayitno, dkk. 2004. Pedom
an Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas. ----------, dkk. 2004. P
anduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabe
ta Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesion
alisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia. Sugiharto.(2005. Pendekatan
dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Ke
pribadian. Jakarta : Rajawali. Sunaryo Kartadinata.2003. Inventori Tugas Perkemb
angan. Bandung : Lab. PPB-UPI Bandung Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi
dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita
. Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT R
osda Karya Remaja. www.puskur.go.id.

You might also like