Professional Documents
Culture Documents
Kenapa pula tulisan tak bermutu itu terpampang Kulit putihnya hanya terbalut kaos berkerah
dengan angkuhnya di dinding bercat elegan ini ? dengan bawahan celana jins yang sudah agak
pudar warnanya.
Huruf-hurufnya yang tercetak tebal semakin
menambah keangkuhannya. Satu kelebihannya kukira, yaitu rambutnya yang
mengkilat karena mungkin terlalu banyak
Seakan ingin memberitahuku bahwa dialah yang diminyaki.
berkuasa di sini. Tidak !
Mungkinkah dia manajerku ?
Bukan tulisan itu yang berkuasa, tapi orang yang Ah...jangan-jangan aku salah orang !
memasangnya di sana.
"Oooh...Anda berani sekali.
Perlahan kuatur desahan nafasku yang lebih cepat Siapa yang menyuruh Anda masuk ke ruangan ini !
dari biasanya. "
Aku mengurungkan niat untuk duduk ketika
sebuah suara bariton menyapaku dengan sangat Hii...bulu kudukku bergidik. Suaranya masih
tidak ramah. Tepat di belakang telingaku. terdengar keras.
Marahkah dia ?
" Anda siapa ? " tanyanya kasar.
"Security yang mengantarkan saya ke sini, Pak.
Sebenarnya aku ingin segera menoleh dan melihat
seperti apa bentuk orang yang menyapaku itu. Dan...saya membawa surat pengantar dari bagian
personalia...
Tapi otakku berhasil menahan gerakan tubuhku. tadi kebetulan bapak belum datang.
Ah, dia pasti manajer departemen ini.
Bukankah kata pak satpam tadi hanya manajer Jadi... saya langsung masuk..." Suaraku terbata-
dan asistennya yang boleh memasuki ruangan ini. bata.
Bodoh !
Huhh ! Kenapa aku mesti takut ?
Toh, dia juga manusia. Bahkan wajahnya tak
Kalau dia memang manajerku, mana betah aku di menakutkan sedikitpun.
sini. Orangnya pasti galak dan amat sangat tidak
menyenangkan. "Oh ya..?
Memangnya apa posisi Anda di kantor ini ? "
Dari suara beratnya aku bisa membayangkan
tubuhnya yang tinggi besar dengan perut agak Aku benci tatapannya yang terkesan mengejekku.
Apalagi gerakan alisnya yang sedikit terangkat Atau justru manajer itulah yang sebenarnya tak
seakan memandang rendah orang yang diajaknya punya perasaan ?
bicara.
"Ok ! Anda staf baru. Saya juga manajer baru di
Sebenarnya aku ingin menjelaskan lebih banyak Departemen ini. Sebulan yang lalu, saya masih
lagi tapi suaraku tertahan di kerongkongan. menduduki posisi anda sebagai asisten manajer.
Kalau dia tidak menghargaiku, untuk apa aku Anda tahu, enam bulan pertama adalah masa
menghargainya ? percobaan.
Dan selama masa percobaan Anda hanya akan
Hanya tanganku yang kemudian bergerak cepat menerima 50% dari gaji Anda.
membongkar isi tasku dan menyerahkan surat
panggilan kerja yang kuterima dari perusahaan ini Kalau Anda tidak menunjukkan prestasi, maka
seminggu yang lalu. bersiaplah untuk tidak mendapatkan gaji sama
sekali. Tapi saya percaya, anda tipe pekerja keras."
Berikut selembar surat pengantar dari Human &
Resources Department yang kudapatkan tadi pagi. Ah, sok tahu.
Aku hanya diam saja mendengar ocehannya yang
"Oh... IT Asisstant Manager ? Jadi Anda yang akan kuanggap tidak bermutu.
jadi asisten saya ? Kapan Anda menjalani tes
masuk ? " Toh, kemarin aku sudah mendengarnya dari HRD.
"Sebulan yang lalu, " jawabku pendek.
"Ok ! Untuk hari pertama, anda belum boleh
Sebenarnya aku enggan menjawab menyentuh apapun di ruangan ini. Bisa meledak
pertanyaannya. nanti !
Hatiku semakin kesal dengan tatapannya yang Jadi, biar saya yang bekerja."
menyebalkan.
"Mak...sud Bapak ? "
"Sepertinya Anda salah prosedur ! "
Hahh ? Aku terperanjat. Bodoh !
"Maksud... ba...pak?" tanyaku gugup. Kenapa aku mesti gugup lagi ?
"Tidak... santai saja !
"Mm...ternyata saya harus menggunakan bahasa
Saya tidak akan memecat Anda hanya karena anak kecil untuk membuat Anda mengerti.
Anda lancang memasuki ruangan ini tanpa seizin
saya." Maksud saya... Anda tidak usah bekerja !
Setelah menyelesaikan kalimatnya, dia berjalan Anda tinggal melihat apa yang saya kerjakan.
menuju kursinya dengan santai. Duduk di sana Catat baik-baik di otak Anda !
dan dengan santai pula dia memutar kursinya
seakan memamerkan padaku betapa empuknya Itu latihan sebelum Anda benar-benar menangani
kursi itu. sistem IT di sini ! Ok? "
Begitu formalnya dia mengucapkan kalimat itu " Hhh! Begini ini kalau nggak bisa bikin server
hingga membuatku risih. sendiri.
Masih menggantungkan perusahaan lain."
Entah sudah semerah apa pipiku saat itu.
" Kenapa, Pak ? "
Lancang ?
Ah, baru kali ini aku dikatakan lancang oleh "ADSL-nya macet.
seseorang. Sudah lima hari yang lalu.
Atasan baruku lagi. Server cadangan sudah tak mampu lagi memback-
up semua informasi yang masuk.
Memalukan !
Kapasitasnya rendah.
" Ya, Pak... saya mau mengulang laporan saya
User juga gitu ! kemarin.
Maunya terima beres. Nggak peduli orang IT ADSL kami macet sejak tiga hari yang lalu.
pusing tujuh keliling ! " Dan sampai saat ini belum ada petugas yang
memperbaikinya..."
" Lalu ? " tanyaku culun.
Tiga hari ?
" Kok lalu ? Kenapa tadi dia bilang lima hari ?
Setelah seluruh pembuluh vena di kakiku melebar Ya ampun... temperamen banget sih !
entah berapa senti... dan satu lagi yang kucatat.
Dia kembali memanggilku dengan sebutan "Anda". "Maaf, Pak. Saya diam karena berpikir bahwa
seharusnya itu yang harus saya lakukan sejak
Kulihat manajer pendek itu meraih gagang telepon pertama kali saya bertemu bapak tadi."
dan menekan beberapa angka. Aku hanya bisa
diam menatap lantai. Sambil menunggu perintah "Yah, gitu aja kok "mbulet".
selanjutnya. Bilang aja "setuju". Titik.
Ini juga bagian dari pekerjaan Anda nantinya ! Atau...mungkin, respon Anda memang lambat
Jadi, perhatikan semua yang saya kerjakan ! " sekali ya ?
Kalo semua komputer di kantor ini meniru cara
Ya, Tuhan... punya hati nggak sih orang itu ? kerja otak Anda, bisa bangkrut perusahaan..."
" Jadi, Lili panggilan Anda ? " " BE CAREFUL WITH A WOMAN "
"Oh, tulisan itu ?
Aku hanya mengangguk. Maaf kalau menyinggung perasaan Anda !"
Telingaku sudah cukup sakit mendengarkan kata- ujarnya seakan mengerti arti tatapanku.
katanya.
" Bapak tidak menyukai wanita ? "
Dan diam adalah pilihan terbaik kukira.
" Bukan tidak suka.
" Tidak bertanya nama saya ? Saya hanya malas berinteraksi dengan makhluk
Oh ya, saya lupa. itu ! "
Anda toh bisa membacanya di sana ! "
" Berarti seharusnya saya tidak berada di sini ? "
Pandangannya mengarah ke dinding di atas kursi tanyaku datar tanpa ekspresi.
kerjanya. "HRD yang memilih Anda.
Sebuah nama terpampang besar-besar di sana. Jadi, saya kira Anda adalah orang yang tepat.
Sambil melirik arlojinya dia menyambung Padahal, saat ini otakku tak mau kuajak berpikir
kalimatnya. lagi.
"Kita menghabiskan dua puluh menit untuk
perkenalan ini. Ah, satu kemampuanku hilang. Biarlah.
Sekarang sudah jam makan siang. Untuk sementara tak apa kukira.
Silahkan beristirahat. Asal aku tak kehilangan dua kemampuanku yang
Saya akan keluar sebentar ! lain.
Sepertinya ada yang harus saya cek di bagian
Finance." Kemampuan emosi dan spiritual...
Ah, sejak kapan aku menjadi sok perhatian pada Paginya aku merasa seluruh tubuhku dihinggapi
orang yang telah menghinaku habis-habisan ngilu.
hanya dalam waktu beberapa jam ? Faringitisku juga tak mau kompromi.
Seluruh tubuhku seperti kehilangan daya. Kenapa pula benda penunjuk waktu itu marah
padaku.
Hari pertama yang begitu menguras semua Kenapa dia harus mogok kerja saat aku sangat
persediaan energi yang kusiapkan dengan membutuhkan bantuannya ?
sepiring pecel dalam sarapanku tadi pagi.
Mana tidak punya persediaan baterai lagi !
Sore ini, aku tidak tahu apakah besok aku masih Akhirnya aku hanya bisa marah pada diriku
punya alasan atau pun sisa keberanian untuk sendiri.
menginjakkan kakiku di kantor itu lagi. Kenapa mesti lupa mengganti baterainya.
Entah sudah berapa tahun terakhir ini aku lebih Benda yang jujur dan setia.
banyak menghabiskan waktuku di luar rumah. Bahkan, di saat mati pun, dia masih bisa
menunjukkan angka yang benar meski hanya dua
Bahkan, sebelum Subuh pun kadang aku sudah kali dalam sehari.
harus berangkat untuk menghindari kemacetan.
Dan hari ini...tanpa kusadari, dua belas jam Sedang aku ?
waktuku kuhabiskan di kantor. Bayangan suasana kantorku kemarin terpampang
dengan jelasnya. Betapa tak satupun pekerjaan
Berangkat jam delapan pagi. Tiba di rumah jam yang kulakukan bernilai "benar" di mata atasanku.
delapan malam. Tapi apa yang kudapat ?
Ah, lagi-lagi aku melakukan kebodohan.
Aku terlonjak ketika sebuah semburat merah "Tapi...kamu kenapa, sobat?
kekuningan menyapa daun jendela kamar. Aku kok seperti bicara dengan orang lain ya?
Segera aku meloncat dari kasur dan bergegas ke Bukan Lili yang biasanya selalu lembut dan selalu
kamar mandi. tersenyum. Ciee..."
Melaksanakan salat Subuh dengan tergesa-gesa "Kenapa, nada bicaramu kasar sekali, Li? What
dan perasaan gundah happen with you, honey?"
"Ceritanya panjang, non! Dan sepertinya aku
karena terlambat sekali... nggak bisa cerita sekarang. Aku harus berangkat
matahari sudah tersenyum lebar saat itu. lebih awal. Pekerjaanku numpuk hari ini."
Aaah ! "What??
Ini kan baru hari kedua kamu bekerja, Li? Sepadat
Malas rasanya berangkat ke kantor lagi. itukah? Sulit dipercaya. Pasti ada sesuatu."
Aku gagal menemukan alasan untuk bisa
memaksa kakiku kembali melangkah ke tempat "Hil...sori, ya! Aku harus segera..."
yang sama. "Ok, OK... tapi kamu nggak pa-pa kan manis?"
"Nggak pa-pa kok! Maafin aku, yah! Aku lagi nggak
Nokiaku berdering. mood hari ini."
Sederet nomor tak kukenal terpampang di layar "Mmm... ya udah deh! Met, kerja, ya!
mungilnya.
Ingat, bahwa sesuatu yang kita mulai dengan
"Assalamu'alaikum..." penuh kesulitan akan membuahkan sesuatu yang
"Pagi ! lebih memuaskan.
Saya atasan anda. Dan...jangan lupa, tetap jadi Lili yang selalu
Hanya ingin mengingatkan agar anda datang lebih semangat dan always smile... Ok, have a nice day,
awal pagi ini. sobat!"
Ada banyak data yang harus di back-up,
dan untuk hari ini, itu menjadi tugas anda. OK ! "Thanks ya...makasih banyak supportnya."
"Halo, manis... Assalamu'alaikum..." "Pagi, Pak! Terima kasih atas sambutannya, "
"Waalaikumsalam. Eh, Hilma! Gimana?" susah payah aku mencari nada ramah dalam
"Lho kok? Emang kamu baru bangun ta? Atau suaraku meski akhirnya kutemukan juga.
mungkin masih mimpi. Seharusnya aku yang
nanya dong! Gimana first day-nya di PMM? Pasti Selerat senyum tipis kupaksakan menggantung di
menyenangkan." bibirku.
" Nggak. Nggak sama sekali ! "
"Lho? "Gimana? Masih betah di sini ? "
Ini Lili, kan ? "Mm...ya, Pak. Akan saya usahakan, " jawabku
Rienita Vilyastuti..." berat.
Ah, kukira Andalah yang lebih butuh istirahat dan “ NO BODY CARE WITH ME ”
refreshing, Pak!
Namun kata-kata itu akhirnya tak jadi kuucapkan. Ya ampuuun... Ternyata orang seangkuh dia masih
juga menginginkan perhatian ?
“Iya, Pak, ” aku menata kertas-kertas di
hadapanku. Jelas aja nggak ada yang mau perhatian sama
anda.
Sebenarnya perutku sudah sejak tadi minta diisi Gimana mau diperhatikan oleh orang lain, kalau
tapi lapar ini mendadak hilang setelah melihat dirinya sendiri nggak pernah menghargai apalagi
kepingan pecahan gelas tehku. memperhatikan orang lain.
Kerasnya suara lemparan buku tadi pun sudah
cukup membuat mood-ku untuk melakukan “Bu Rien... Anda begitu tenang.
sesuatu mendadak pergi entah ke mana. Pasti dunia Anda penuh pelangi, ” suara itu tidak
terlalu keras tapi kudengar begitu jelas.
Baik untuk makan atau meneruskan pekerjaan.
Aku tetap tak beranjak dari tempatku duduk. Penuh Pelangi ?
Makan siang yang kupilih adalah sepiring novel Oh, ungkapan yang indah.
“Negeri Senja” karangan Seno Gumira Ajidarma Aku mengalihkan perhatianku ke buku yang
yang baru kubeli sekitar seminggu yang lalu kugenggam.
namun belum selesai kubaca. Aku tidak ingin dia tahu kalau diam-diam aku
memperhatikan gerak-geriknya.
Kupikir manajer aneh itu sudah pergi makan siang
sehingga aku bebas menghabiskan waktu untuk “Hidup berjalan seperti apa yang kita bayangkan,
menekuni hobi membacaku. Pak.
Tapi ternyata laki-laki pendek itu masuk lagi.
Kalau kita menggunakan kacamata hitam dalam
“ Lho, bu Rien nggak makan ? ” memandang hidup ini, tentu saja yang terlihat
“Sudah, Pak.” Jawabku pendek. hanya warna-warna kelabu.
Dahinya berkerut mendengar jawabanku.
“Di mana?” Tanyanya lagi. Tetapi, ketika kita mencoba menggunakan
kacamata hati yang bening untuk melihatnya,
“Makan siang kan nggak harus melahap nasi, Pak! niscaya yang terlihat adalah barisan pelangi yang
Saya makan siang di sini dengan ini...” kuangkat menyejukkan.”
buku yang kugenggam dan mulai kubaca.
Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku mampu
“ Hahh ? ” dia tersenyum kecut. menyusun kalimat-kalimat itu. Sepertinya aku
“Kalo gitu, saya juga akan makan siang di sini.” menyalin kalimat itu dari sebuah buku. Tapi entah
“Maksud bapak?” tanyaku dengan nada menyesal. buku apa.
“Saya akan meniru anda untuk tidak makan siang Mungkin, buku-buku motivasi dan pengembangan
dengan nasi.” diri yang sering kupinjam dari Hilma.
“Lho, kok?” “Luar biasa. Anda hebat, Bu. Tapi sampai saat ini
saya belum menemukan kacamata itu. Boleh tahu,
Aneh sekali sih tuh orang. Benar-benar sulit anda membelinya di mana?”
dimengerti. Hh!
Aku ikut-ikutan tersenyum kecut. “Anda pasti sudah pernah membelinya, Pak. Tapi
lupa meletakkannya di mana.”
Terserah !
“Oh, ya? Sekali lagi saya ucapkan luar biasa untuk
anda, Bu Rien. Hmm...pintar juga orang ini.
“ Dan itu akan membuat anda kaku dalam Sepertinya Anda lebih cocok menjadi seorang
bersikap ! ” penyair, Bu.
Atau mungkin Anda terlalu sering membaca novel
hingga anda mengira bahwa hidup itu seperti fiksi Manajer aneh itupun asyik di ruangannya.
yang sering Anda baca ! Aku berharap dia memang tidak akan pernah
keluar ruangan sebelum jam kerjanya habis.
Dan itu tidak cocok dengan orang seperti Saya. Agar aku tidak usah mendengar kalimat-kalimat
Saya tahu, Anda adalah seorang gadis agamis.” pedasnya.
Hampa.” “Bis.”
“Boleh saya antar?”
“Maaf, Pak. Saya rasa...”
Wah, dia mulai menawarkan api, nih.
“Oh, nggak pa-pa. Saya tahu, dunia kita memang Hati-hati Rien...
berbeda. Very-very...different.
“Saya belum memerlukannya, Pak, ” tukasku
Tapi, jangan khawatir, saya akan mencoba cepat.
menghargai Anda. Bodoh !
Meskipun dunia kita jauh berseberangan.”
Kenapa tadi tidak kubilang saja “tidak
“Ya, saya juga akan memahami Bapak.” memerlukannya”.
Tapi ternyata ?
Byur...
Aku memang takkan pernah bisa memahamimu, Kuusapkan air wudhu perlahan ke wajahku yang
Tuan... kering .....
akibat serangan air conditioning.
Jam-jam berikutnya kulalui di depan komputer
hingga jam kerjaku habis. Air itu membelai lembut wajahku.
Menyisakan segumpal kesegaran di sana. lugas dan perfeksionis.
Seakan ingin bersahabat dengan udara yang mulai
sejuk karena hari ini mulai merambat gelap. Tapi ini di rumah...jangan lupa sama karakter “Lili”
yang...”
Tak hanya berhenti di wajahku, namun kesegaran
ini menembus ke dalam relung-relung hatiku yang “Iya, deh. Maaf...aku kan capek.
akhir-akhir ini sering terasa hampa. So, harap dimaklumi kalau masih bawa angin
kantor ke rumah.”
Ah, kok Pak Aan nggak salat ya ?
“Yang capek pasti nggak hanya badanmu.”
Tanganku jadi gatal untuk mengingatkan. “Kok tahu?”
Dan refleks jemariku mengetikkan sebaris kalimat “Aku kan punya indera keenam...”
di layar mungil handphoneku. “Oh, iya ya...aku lupa kalau sahabatku ini lulusan
psikologi!”
Nggak salat, Pak?
Saya lagi cuti. Entah sampai kapan. “Oh, ya, setelah mandi, kamu harus cerita banyak
Jadi tidak perlu mengingatkan Saya. tentang kantor barumu... Eh, mana buku
barunya?”
Duh, Ya Rabbii... balasannya sungguh
menyakitkan. “Belum selesai kubaca. Nih!” kulempar sebuah
Terbersit sebait sesal di hatiku. buku dari dalam tasku.
Kalau tahu seperti ini, lebih baik tidak pernah “Negeri Senja ? Kok kamu tertarik sama buku
berusaha mengingatkannya. beginian, sih ?
Menurut psikologi...”
Aku tidak mau dinilai sok perhatian.
Nanti dia malah ge-er lagi. Hilma terlambat melontarkan pertanyaannya.
Aku sudah berada di kamar mandi saat kalimat itu
Hh ! selesai dibuatnya.
Terserah.
Meski tak menjawab, tapi mau tak mau otakku
Aku tidak mau lama-lama memikirkannya. berpikir juga.
Dan menit berikutnya aku telah tenggelam di
lautan teduh kasih-Nya. Hil...aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku
menyukai buku-buku seperti itu.
Bersama semburat saga yang selalu tersenyum
manis menyambut sang malam Aku takut, Hil.
Mungkinkah hari-hari yang akan kulalui nanti
PENGGALAN 3 selalu berbingkai temaram senja seperti dunia
yang dilukiskan dalam roman itu ?
Hilma sudah berbaring manis di kamar kosku
ketika aku pulang sore itu. Senyum centilnya Ah, tidak.
memaksaku mengubah ekspresi wajahku yang
kurasakan kering sejak tadi. Skenario-Nya pasti jauh lebih indah dari apa yang
pernah kubayangkan. Tidak ! Aku tidak boleh
“Waalaikum salam...” serunya dari dalam kamar pesimis.
ketika aku langsung masuk tanpa suara.
Aku tidak mau ketularan manajer angkuh itu.
“Assalamu’alaikum... Sorry, Hil. Kupikir nggak ada
orang. Baginya, hidup mungkin adalah gumpalan awan
Eh, kapan nyampe? Kok nggak sms dulu, sih. kelabu.
Tahu kamu ke sini kan aku bisa pulang lebih Tapi bagiku, hidup adalah barisan pelangi.
awal.”
Yang melengkung indah di setiap pagi...
“Baru sedetik yang lalu, kok!”
Rien... jangan munafik. “Bisa hancur tuh jaringan sistem di PMM kalo aku
Aku yakin, setiap orang pernah merasakan saat- yang ngurusin...”
saat di mana dia harus menangis dan kecewa.
Hidup tak hanya pelangi, bukan ? Hilma nyengir mendengar usulku yang tidak
Akuilah ! masuk akal.
“Maksudmu?” kini giliran aku yang melongo Perusahaan kedua yang kumasuki adalah sebuah
mendengar kata-kata Hilma. perusahaan asing yang bergerak di bidang
produksi barang-barang convenience.
“Mm... Psikoneurosa... penyakit kejiwaan yang
disebabkan karena seseorang selalu tertekan dan Di sana aku bertemu dengan atasan yang suka
dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak berganti-ganti wanita.
sesuai dengan keinginannya. Entah sudah berapa kali aku membohongi
Ah, benar. Ajak dia ke psikiater, Li!” isterinya untuk menyembunyikan perselingkuhan
suaminya.
“Apa? Ngaco, kamu. Memangnya aku isterinya?”
Perusahaan ketiga yang menerimaku adalah
“Lho, dia atasanmu, kan... Kalau nggak, kamu akan perusahaan real estate ternama.
benar-benar ketularan. Sekarang aja, kamu udah
mulai terkontaminasi.” Sebenarnya aku senang bekerja di sana.
“Hilma!” kulempar guling ke arahnya. Bisa belajar banyak tentang arsitektur dan
Anak itu kalau sudah menggoda memang memanjakan mataku dengan beragam model
keterlaluan. rumah yang unik dan cantik.
Yah, itu kan menurut Anda... Memangnya siapa
Tapi manajerku yang bukan main genitnya selalu yang mau disamakan dengan pacar Anda ? Apalagi
membuatku pusing tujuh keliling. dia sudah meninggal.
“Jadi kamu akan keluar juga dari perusahaan itu?” “Tapi realitas tidak harus menyakiti.
“Aku nggak bisa jawab sekarang, Hil. Terlalu dini Sepertinya Bapak masih harus belajar untuk
untuk mengambil keputusan.” menghargai perasaan orang lain.”
“Yap. Itu baru Lili yang aku kenal. Yang lembut “Begitu juga dengan anda, Bu Rien...”
dan penuh pertimbangan...”
“Doakan aku, ya...” Hhh !
“He-eh. Pasti...” Benar-benar nggak mau kalah. Tapi biarlah. Dia
punya hak untuk berbicara apapun. Dan aku juga
Hilma menipiskan bibirnya. berhak untuk tidak mendengarkannya.
Tangannya menggenggam tanganku erat.
Seakan ingin menyalurkan sebuah kekuatan dari Lebih baik berpura-pura tuli daripada kepalaku
sana. migrain.
“Tetap tegar, yah! “Maaf. Saya rasa hubungan kita begitu aneh. Kalau
Aku yakin, suatu saat kamu akan menemukan kita saudara, pasti akan bertengkar setiap hari.”
yang terbaik.”
“Makasih, Hil...” Semoga saja saya tidak pernah punya saudara
seperti Anda.
Kami berangkulan hangat. Tapi kalimat itu tak jadi kulontarkan.
Ah, hatiku mulai lega. Tersangkut di tenggorokanku yang mulai nyeri.
Semakin aku percaya, bahwa sahabat memang Dan menit selanjutnya aku hanya bisa menelan
anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk ludah.
kita.
Mencoba membalikkan kain hidup ini, agar aku
“Boleh mengajak anda makan siang dengan nasi, mampu melihat sulaman yang sebenarnya.
siang ini?” suara bariton itu kembali terngiang di
telingaku, setelah seharian aku terbebas darinya. Tapi jalinan ruwet itu tetap saja terpampang di
hadapanku.
Dari tadi pagi ia menghadiri meeting dengan klien. Bahkan, semakin bertumpuk.
Berjejalan seperti ratusan ikan yang tergelepar
“Gimana hasil meetingnya, pak?” karena tertangkap jala.
“Anda belum menjawab pertanyaan saya!”
“E...saya...” “Saya rasa kita bisa saling berbagi.
“Jangan bilang iya kalau ingin berkata tidak, ” Dan saya yakin, anda sebenarnya adalah pribadi
tukasnya tegas. Datar. yang lembut.
Tidak seketus yang saya lihat saat ini.”
Aku hanya bisa menarik nafas panjang. Kemarin saya berpikir demikian, Bapak manajer.
Apa sih maunya?
Tapi sekarang pikiran itu hilang entah ke mana...
“Ternyata anda memang lebih menyukai buku itu
daripada nasi, ya?” “Bapak tidak menyukai wanita, bukan?”
Mata manajer aneh itu menatap sinis ke arah “Please! Lupakan itu. Kita partner satu
novel remaja yang tergeletak di mejaku. departemen.
Pekerjaan kita akan hancur kalau kita terus-
“Kali ini yang lapar bukan perut saya, Pak!” terusan bertengkar.”
“Oh, ya? Anda mengingatkan saya pada
seseorang.” Anda yang memulai, Tuan manajer !
“Semoga bukan pacar Anda!”
“Ok! Sekarang kita berdamai !”
“Oh, no. Anda sangat berbeda dengannya.
Dia terlalu baik. Sangat baik.” Aku hanya mengangguk.
Aku benar-benar malas untuk mengeluarkan
suara. mencoba mencari penggantinya.”
Apalagi berhadapan dengan orang egois seperti
dia. “Aneh.”
“Yah, begitulah kehidupan saya kira.
“Selama ini saya menganggap wanita itu bisa
membawa madu perdamaian dan racun Aneh.
kehancuran. Sulit dimengerti.”
Pengalaman saya mengatakan bahwa hanya “Seharusnya kita sadar, betapa agungnya Sang
sekitar 10% wanita yang mampu membawa madu Maha Pembuat cerita kehidupan ini.”
itu,
sedangkan 90% sisanya adalah pembawa racun. “Itu dunia Anda.”
Tapi, saya yakin, anda termasuk kelompok 10%. “Jangan pernah menyalahkan Tuhan !”
Jadi, saya tidak perlu membangun benteng
pertahanan untuk menghadapi anda.” “Saya lebih tahu apa yang harus saya lakukan.”
*** "Ok!
Saya tidak bisa memaksa Anda untuk tetap
bekerja di sini.
"Selamat pagi, Rien... Selamat datang. Gimana Yang jelas, saya pribadi tidak rela kalau anda
perasaanmu hari ini? Enjoy? Masih betah di sini meninggalkan kantor ini sekarang.
kan?" Dan saya harap, hubungan kita tidak akan
Sepagi ini dia sudah datang dengan sederet terputus sampai di sini."
pertanyaan yang tak mungkin bisa kujawab.
Simpan saja basa-basimu, Tuan Manajer.
Apa dia sudah punya firasat ya? Sepertinya harapan terbesar saya adalah
menghindari Anda.
"Saya ingin menyerahkan ini, Pak!"
"Anda tahu, dengan masa kerja sesingkat ini, anda
Kusodorkan salah satu surat pengunduran diriku. tidak akan mendapatkan apa-apa dari
Yang satunya lagi masih kugenggam dan akan perusahaan.
kuserahkan ke bagian personalia.
Tidak menyesal?"
"Apa ini?"
"Bapak bisa membacanya di ruangan Bapak!" "Ini yang terbaik buat saya, Pak!"
"Kok?" alisnya menyatu. Ah, seharusnya aku tidak perlu berkata begitu.
Kenapa aku harus membohongi diriku sendiri?
Tapi aku tak peduli.
Mungkin juga, ini adalah saat terakhir aku Bukankah aku menyukai pekerjaan ini?
bertemu dengannya.
Kenapa begitu mudah meninggalkannya, padahal,
Tapi bukannya menuruti keinginanku, dia malah bukan hal yang mudah untuk bisa masuk ke
langsung menyobek kasar sudut surat itu. perusahaan ini.
Dan dengan gerakan mata yang cepat, manajer
aneh itu membaca suratku. Di luar sana, orang-orang kebingungan mencari
pekerjaan, sedangkan aku... dengan santainya
"Mengundurkan diri? meninggalkan pekerjaan yang dicari banyak
Kamu?" orang.
"Li! Kamu tau kan... cari kerjaan sekarang itu Terimalah kekurangan orang lain.
sulitnya bukan main. Kehidupan sering kali tidak seideal impian kita!"
begitu pesan Hilma kemarin yang masih tercatat
Dan ini... adalah perusahaan keempat yang kau rapi di memoriku.
tinggalkan.
Dengan alasan senada. Kali ini aku sengaja meneleponnya lebih dulu
sebelum memulai hari pertamaku di Citra Persada,
Mungkin lebih baik kalau kamu mendirikan sebuah perusahaan outsourcing software di
perusahaan sendiri atau LSM yang isinya kawasan Jakarta Timur.
perempuan yang semuanya satu misi denganmu."
Perusahaan ini tidak terlalu besar jika
"Biarkan aku menuruti kata hatiku, sobat." dibandingkan dengan PMM atau tiga perusahaan
yang kumasuki sebelumnya.
"I see, honey. Tapi aku jadi bingung. Apa sih
sebenarnya yang kau cari?" Namun, bangunannya yang kecil tertata begitu
artistik.
"Aku nyari tempat dan lingkungan kerja yang
membuatku save. Dua pilar beton berelief halus menyangga tepat di
Itu aja." kedua sisi bangunan.
"Dan itu belum kau temukan?" Pintu utama seluruhnya terbuat dari glass art
"Hmm...yah, begitulah." dengan lukisan natural dengan warna-warna
cerah.
"Li...tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Nggak ada yang seideal bayangan kita. Di tengah-tengah halaman kantor terdapat sebuah
taman kecil berbentuk setengah lingkaran.
Kau tahu, ideal itu hanya sesuatu yang utopis.
Rasional, dong!" Ditumbuhi rumput jarum dan kolam air mancur
mungil di tengahnya.
"Kalau memang nggak cocok kenapa harus
menyiksa diri?" Semuanya serba mungil, tapi terkesan mewah.
Elegan.
"Kau berubah, Li!"
"Selamat datang di Citra Persada, Mbak.
"Hilma...kita ganti topik, saja ya... daripada ntar Selamat memulai hari-hari yang lebih
jadi berantem." menyenangkan di sini."
"Tapi kau harus sudah memikirkan masa depan, Kalimat pertama yang kudapat dari seorang
Li..." wanita yang tak terlalu muda, tapi dandanannya
yang naturalis cukup menyiratkan wibawanya.
"Masa depan kan tidak hanya bisa dibangun Dia atasanku di sini.
Dari sikapnya yang ramah, aku punya keyakinan
bahwa aku akan bertahan lebih lama di sini. Saya baru akan memulai pekerjaan ketika Anda
menelepon saya dan menanyakan sesuatu yang
"Untuk hari pertama, mungkin Mbak Rienita tidak terlalu penting."
belum bisa mengerjakan banyak hal.
Pelajari saja semuanya terlebih dulu. "Oww, maaf. Selamat kalau begitu. Saya tahu
pekerjaan itu sangat penting bagi anda.
Saya sudah buatkan job description dan beberapa Ok, kapan-kapan saya call lagi. Terima kasih
penjelasan penting tentang tugas anda nantinya. waktunya."
Tapi, baru saja aku akan memulai pekerjaanku, Sudah dua kali handphone-ku berdering namun
Nokiaku berdering. tak pernah kuangkat.
Sengaja kuprogram silent agar suara ringtone-nya
Sebuah nama terpampang di sana. tak terdengar.
Enggan aku mengangkatnya. Tapi suara Masih nama yang sama.
ringtonenya yang terus melengking memaksa
tanganku untuk menekan tombol terima. Apa sih, maunya orang ini ?
"Ass...."
"Pagi, Rien!" dadaku berdegup kencang. ***
"Kok diam? Kaget, ya. Maaf, ganggu. Ah, jalan-jalan ini membuatku ingin kembali ke
Gimana kabarnya? masa-masa kuliah saja.
Datang, duduk, diam, denger dan moga-moga aja
"Baik, Pak." Sahutku datar. enggak dapat D.
"Ayolah...santai saja. Sekarang saya bukan lagi Begitu semboyan teman-temanku dulu.
atasanmu.
Jadi tidak usah memanggil saya, "Pak". Gimana? Nggak ada waktu yang terbuang untuk
memusingkan sikap atasan yang aneh, gaji
Biar lebih akrab." dipotong karena kesalahan pembuatan program,
deretan bahasa pemrograman COBOL dan syntax
"Tapi..." 4GL yang memusingkan.
"Oh, I see. Ok-lah. Nggak pa-pa. Sudah dapat
pekerjaan baru?" Belum lagi serangkaian complain dari user-user
bawel tipe-tipe perfeksionis.
"Sudah, Pak. Ini adalah hari pertama saya bekerja. Berbeda dengan Hilma yang tiap hari menghadapi
manusia.
What ?
Aku terlonjak.
Anak ini memang benar-benar gila.
Apa-apaan sih tuh anak.
Katanya nggak mau pacaran.
Hilma...Hilma...
Selamat !
Kenapa nggak nikah aja sekalian ?
zzhh...zzhh...