You are on page 1of 18

Pelangi Retak (Bag.

01) buncit hingga jasnya terkesan kekecilan dan


Oleh Dewi Anjani hampir tak cukup di tubuhnya. 

PENGGALAN 1 Belum lagi kumis hitam tebal yang melintang di


Suatu pagi di sebuah sudut ibukota yang buram atas bibirnya akan menambah seramnya wajah
Muram itu.
Berselimut jelaga hitam
Sebuah potret pagi yang terperangkap miris "Saya karyawan baru di sini, Pak..." ujarku
setenang mungkin setelah menyudahi
Mengiris pengembaraan imajinasiku. 
Ditingkahi gerimis
Rintik dan begitu ritmis... Kuputar tubuhku pelan mengikuti irama
Menyapa sudut hati yang tersipu... kalimatku. 
Aku yakin manajer itu sudah menangkap
Tuhan... cinta macam apalagikah yang kini kegugupanku.
menyapaku?
Tiba-tiba memoriku seperti berbalik. 
Suatu pagi di sebuah sudut ibukota yang buram.  Serotonin di otakku mengalami penipuan besar-
Muram.  besaran. 
Berselimut jelaga hitam. 
Sebuah potret pagi yang terperangkap miris.  Ternyata...
pemilik suara itu hanya seorang laki-laki bertubuh
Mengiris.  kurus, pendek. 
Bukan karena sepi. 
Tapi nyaris tanpa pelangi. Kukatakan pendek karena badannya tak jauh lebih
tinggi dariku. 
Tak berkumis seperti yang kubayangkan
sebelumnya. 
BE CAREFUL WITH A WOMAN ! Juga tak memakai jas seperti manajer pada
Kakiku mengejang. Ruangan apa ini ?  umumnya. 

Kenapa pula tulisan tak bermutu itu terpampang Kulit putihnya hanya terbalut kaos berkerah
dengan angkuhnya di dinding bercat elegan ini ?  dengan bawahan celana jins yang sudah agak
pudar warnanya. 
Huruf-hurufnya yang tercetak tebal semakin
menambah keangkuhannya.  Satu kelebihannya kukira, yaitu rambutnya yang
mengkilat karena mungkin terlalu banyak
Seakan ingin memberitahuku bahwa dialah yang diminyaki. 
berkuasa di sini. Tidak ! 
Mungkinkah dia manajerku ? 
Bukan tulisan itu yang berkuasa, tapi orang yang Ah...jangan-jangan aku salah orang !
memasangnya di sana. 
"Oooh...Anda berani sekali. 
Perlahan kuatur desahan nafasku yang lebih cepat Siapa yang menyuruh Anda masuk ke ruangan ini !
dari biasanya. "
Aku mengurungkan niat untuk duduk ketika
sebuah suara bariton menyapaku dengan sangat Hii...bulu kudukku bergidik. Suaranya masih
tidak ramah. Tepat di belakang telingaku. terdengar keras. 
Marahkah dia ?
" Anda siapa ? " tanyanya kasar. 
"Security yang mengantarkan saya ke sini, Pak. 
Sebenarnya aku ingin segera menoleh dan melihat
seperti apa bentuk orang yang menyapaku itu.  Dan...saya membawa surat pengantar dari bagian
personalia... 
Tapi otakku berhasil menahan gerakan tubuhku. tadi kebetulan bapak belum datang. 
Ah, dia pasti manajer departemen ini. 
Bukankah kata pak satpam tadi hanya manajer Jadi... saya langsung masuk..." Suaraku terbata-
dan asistennya yang boleh memasuki ruangan ini.  bata. 
Bodoh ! 
Huhh !  Kenapa aku mesti takut ? 
Toh, dia juga manusia. Bahkan wajahnya tak
Kalau dia memang manajerku, mana betah aku di menakutkan sedikitpun.
sini. Orangnya pasti galak dan amat sangat tidak
menyenangkan.  "Oh ya..? 
Memangnya apa posisi Anda di kantor ini ? "
Dari suara beratnya aku bisa membayangkan
tubuhnya yang tinggi besar dengan perut agak Aku benci tatapannya yang terkesan mengejekku. 
Apalagi gerakan alisnya yang sedikit terangkat Atau justru manajer itulah yang sebenarnya tak
seakan memandang rendah orang yang diajaknya punya perasaan ?
bicara. 
"Ok ! Anda staf baru. Saya juga manajer baru di
Sebenarnya aku ingin menjelaskan lebih banyak Departemen ini. Sebulan yang lalu, saya masih
lagi tapi suaraku tertahan di kerongkongan.  menduduki posisi anda sebagai asisten manajer. 

Kalau dia tidak menghargaiku, untuk apa aku Anda tahu, enam bulan pertama adalah masa
menghargainya ? percobaan. 
Dan selama masa percobaan Anda hanya akan
Hanya tanganku yang kemudian bergerak cepat menerima 50% dari gaji Anda. 
membongkar isi tasku dan menyerahkan surat
panggilan kerja yang kuterima dari perusahaan ini Kalau Anda tidak menunjukkan prestasi, maka
seminggu yang lalu.  bersiaplah untuk tidak mendapatkan gaji sama
sekali. Tapi saya percaya, anda tipe pekerja keras."
Berikut selembar surat pengantar dari Human &
Resources Department yang kudapatkan tadi pagi. Ah, sok tahu. 
Aku hanya diam saja mendengar ocehannya yang
"Oh... IT Asisstant Manager ? Jadi Anda yang akan kuanggap tidak bermutu. 
jadi asisten saya ? Kapan Anda menjalani tes
masuk ? " Toh, kemarin aku sudah mendengarnya dari HRD.
"Sebulan yang lalu, " jawabku pendek. 
"Ok ! Untuk hari pertama, anda belum boleh
Sebenarnya aku enggan menjawab menyentuh apapun di ruangan ini. Bisa meledak
pertanyaannya.  nanti ! 
Hatiku semakin kesal dengan tatapannya yang Jadi, biar saya yang bekerja."
menyebalkan.
"Mak...sud Bapak ? "
"Sepertinya Anda salah prosedur ! "
Hahh ? Aku terperanjat. Bodoh ! 
"Maksud... ba...pak?" tanyaku gugup. Kenapa aku mesti gugup lagi ?
"Tidak... santai saja ! 
"Mm...ternyata saya harus menggunakan bahasa
Saya tidak akan memecat Anda hanya karena anak kecil untuk membuat Anda mengerti. 
Anda lancang memasuki ruangan ini tanpa seizin
saya." Maksud saya... Anda tidak usah bekerja ! 

Setelah menyelesaikan kalimatnya, dia berjalan Anda tinggal melihat apa yang saya kerjakan. 
menuju kursinya dengan santai. Duduk di sana Catat baik-baik di otak Anda ! 
dan dengan santai pula dia memutar kursinya
seakan memamerkan padaku betapa empuknya Itu latihan sebelum Anda benar-benar menangani
kursi itu.  sistem IT di sini ! Ok? "

Kejam sekali.  Aku tidak tahu harus menjawab apa selain


mengangguk. 
Hingga detik ini dia belum menyuruhku duduk. 
Rasanya lututku sudah tak mampu lagi Tumitku sudah semakin nyeri. 
menyangga beban tubuhku. Tak sabar rasanya menunggu manajer aneh itu
menyuruhku duduk.
"Tapi ya, sudah. Tidak usah dipikirkan. Beberapa jam berikutnya aku menghabiskan
Kelancangan Anda saya maafkan. Anda sudah waktu untuk mengawasi dia bekerja. 
diterima, kan ? 
Jadi... saya ucapkan "Selamat Datang" di kantor ini. Mengutak-atik laptop dan komputer di ruangan
I T Department." server yang begitu dingin...

Begitu formalnya dia mengucapkan kalimat itu " Hhh! Begini ini kalau nggak bisa bikin server
hingga membuatku risih.  sendiri. 
Masih menggantungkan perusahaan lain."
Entah sudah semerah apa pipiku saat itu. 
" Kenapa, Pak ? "
Lancang ? 
Ah, baru kali ini aku dikatakan lancang oleh "ADSL-nya macet. 
seseorang.  Sudah lima hari yang lalu. 
Atasan baruku lagi.  Server cadangan sudah tak mampu lagi memback-
up semua informasi yang masuk. 
Memalukan ! 
Kapasitasnya rendah. 
" Ya, Pak... saya mau mengulang laporan saya
User juga gitu !  kemarin. 
Maunya terima beres. Nggak peduli orang IT ADSL kami macet sejak tiga hari yang lalu. 
pusing tujuh keliling ! " Dan sampai saat ini belum ada petugas yang
memperbaikinya..."
" Lalu ? " tanyaku culun.
Tiga hari ? 
" Kok lalu ?  Kenapa tadi dia bilang lima hari ? 

Kamu lulusan informatika kan ?  Hah...dasar orang aneh !


Kok bego, sih ! 
Atau memang belum punya pengalaman ? " "Oh ya, ya Pak... Ok !"
"Tapi Bapak tahu kan ? Kami online 24 jam. 
Mata itu melotot ke arahku.  Jadi kami tidak bisa menunggu terlalu lama ! "
Tapi aku merasa tatapan itu sedikit bersahabat. 
Bahkan, dari serangkaian pembicaraan kami, baru " Ya, saya tunggu ! "
sekarang "Si Sombong" itu memanggilku dengan " Terima kasih "
"sebutan kamu".  "Siang..."
Brakkk ! 
Bukan lagi "Anda".
Ah, hampir lepas jantungku rasanya. 
" Ma..af Pak ! Saya hanya bingung. Apa yang harus Gagang telepon dibantingnya dengan kasar. 
saya kerjakan ? " Diikuti sumpah serapah tak jelas yang mendesis
dari bibirnya.
" Oohh.. Ya ! 
"Ok ! 
Saya mengerti. Ini hari pertama Anda bekerja. Ya, Sekarang kita nggak bisa bekerja sebelum ada
sudah.  petugas yang memperbaiki sistem ADSL itu
Sekarang anda duduk saja. Saya akan hubungi datang. 
Telkom lagi.  So, waktu kita gunakan untuk perkenalan. Setuju ?
"
Sepertinya tidak mungkin lagi mengandalkan
server cadangan itu untuk selanjutnya..." Sudah tidak berminat ! 
Kalimat itu akhirnya hanya kusimpan dalam hati. 
Hhhhh !  Aku tidak ingin mencari masalah.
Aku menarik nafas panjang. Lega sekaligus kesal. 
"Kenapa diam ? 
Setelah beberapa jam dia baru menyuruhku Nggak mau ! 
duduk.  Ya, sudah ! "

Setelah seluruh pembuluh vena di kakiku melebar Ya ampun... temperamen banget sih !
entah berapa senti... dan satu lagi yang kucatat. 
Dia kembali memanggilku dengan sebutan "Anda". "Maaf, Pak. Saya diam karena berpikir bahwa
seharusnya itu yang harus saya lakukan sejak
Kulihat manajer pendek itu meraih gagang telepon pertama kali saya bertemu bapak tadi."
dan menekan beberapa angka. Aku hanya bisa
diam menatap lantai. Sambil menunggu perintah "Yah, gitu aja kok "mbulet". 
selanjutnya. Bilang aja "setuju". Titik. 

"Hei, kenapa menunduk ?  Lebih hemat kata-kata. 

Ini juga bagian dari pekerjaan Anda nantinya !  Atau...mungkin, respon Anda memang lambat
Jadi, perhatikan semua yang saya kerjakan ! " sekali ya ? 
Kalo semua komputer di kantor ini meniru cara
Ya, Tuhan... punya hati nggak sih orang itu ? kerja otak Anda, bisa bangkrut perusahaan..."

Kutarik nafas dalam-dalam.  Ya, Allah... beraninya dia menghina ciptaan-Mu. 


Benar-benar keterlaluan ! 
Sejelek-jeleknya otakku pasti masih lebih pintar
Aku tak tahu lagi sudah berapa kali dia daripada komputer yang hanya benda mati itu. 
membentakku. 
Aku ingin berontak tapi akhirnya suaraku Sayang, aku malas berdebat. 
tertahan.  Jadi, kubiarkan saja dia mau bilang apa. 
Hanya mataku yang kualihkan ke arah telepon Masa bodoh !
yang digenggamnya.
"Ok ! 
" Halo, Pak... Saya Aan Ardhianti dari Pena Mas ! " Siapa nama Anda ? "
Benar-benar aneh.  "Oh, masih single juga? 
Dari tadi kurasa, sudah lebih dari lima kali dia Baguslah! 
menambahkan kata "OK" dalam kalimat- Tapi jangan takut, saya tidak akan mengganggu
kalimatnya. Anda. 

" LILI " Dan siapapun yang bernama "WANITA". 


Ok?"
"Oh, sorry. 
Saya lupa kalau respon Anda lambat.  Manajer sombong itu menekan suaranya pada
Jadi saya harus mengulang pertanyaan saya.  kata "wanita". 
Siapa nama lengkap Anda ? "
Memoriku membuat kepalaku refleks menoleh ke
" Rienita Vilyastuti." tukasku kesal.  arah tulisan yang telah membuatku galau sejak
Sampai kapan dia akan terus menghinaku ? pertama kali menginjakkan kakiku di ruangan ini.

" Jadi, Lili panggilan Anda ? " " BE CAREFUL WITH A WOMAN "
"Oh, tulisan itu ? 
Aku hanya mengangguk.  Maaf kalau menyinggung perasaan Anda !"
Telingaku sudah cukup sakit mendengarkan kata- ujarnya seakan mengerti arti tatapanku.
katanya. 
" Bapak tidak menyukai wanita ? "
Dan diam adalah pilihan terbaik kukira.
" Bukan tidak suka. 
" Tidak bertanya nama saya ?  Saya hanya malas berinteraksi dengan makhluk
Oh ya, saya lupa.  itu ! "
Anda toh bisa membacanya di sana ! " 
" Berarti seharusnya saya tidak berada di sini ? "
Pandangannya mengarah ke dinding di atas kursi tanyaku datar tanpa ekspresi.
kerjanya.  "HRD yang memilih Anda. 
Sebuah nama terpampang besar-besar di sana.  Jadi, saya kira Anda adalah orang yang tepat. 

Tepat di bawah tulisan IT MANAGER. Meskipun... 


Aan Ardhiantie.  sampai sekarang, saya belum bisa melihat
ketepatan itu. Tenang saja ! Saya cukup
Tanpa sadar aku mengernyitkan keningku.  profesional. 
Nama itu kurasa lebih cocok untuk seorang Saya tidak akan mencampur adukkan masalah
wanita?  pekerjaan dengan urusan pribadi. Ok ? "
Jangan-jangan dia... Ah !
"Sepertinya Bapak punya masa lalu yang kurang
"Itu nama Bapak?"  menyenangkan dengan seorang wanita."
Rasa penasaran memaksa kata-kata itu melompat Entah setan mana yang membuatku bisa bertanya
begitu saja dari bibirku. seperti itu. Pertanyaan yang terlalu sensitif kukira.

"Kenapa ?  " Tepat ! "


Itu memang nama saya.  "Boleh saya tahu ? "
Bodoh ! Kenapa pula aku jadi sok akrab ?
Nama pemberian orang tua saya.  Jangan bermain api, Li !
Mungkin memang terlalu indah untuk seorang
laki-laki.  "Mmm... Anda tahu rasanya kehilangan ? 
Kehilangan itu sangat menyakitkan. Perih. 
Oh ya. 
Anda bisa memanggil saya Pak Aan, Mas Aan, Kak Dan itu yang membuat saya tidak ingin mengenal
Aan.  wanita. 
Atau bos atau apalah. Yang jelas, saya masih Cukup sekali saya terluka ! "
single, jadi belum pantas dipanggil bapak. 
Tapi kalau Anda mau memanggil saya "Mas" saya Dia berhenti. Tapi aku tak ingin menyela
rasa anda cukup tahu diri dan punya etika bahwa ceritanya. Dia terlalu jujur kurasa. Dan
ini kantor." kejujurannya telah membuatku menyesal kenapa
membiarkan diriku masuk terlalu jauh dalam
PD sekali sih orang ini.  kehidupan pribadinya. 
Masalah panggilan aja kok "Mbulet". 
Huhh... Dia toh bukan siapa-siapa. 
Bahkan baru kukenal beberapa jam yang lalu
"Status Anda?" sebagai sosok lelaki yang sangat menyebalkan !

"Belum meni..." "Saya sudah mempersiapkan segalanya. 


Rumah, mobil bahkan undangan.  Kenalan baru yang menyebalkan. 
Tapi ternyata... 
dia mendahului saya melihat kehidupan abadi..." Suasana yang begitu gerah .. cukup membuat
jalinan syaraf di otakku berpilin tak karuan. 
Aku merinding melihat tatapannya mendadak Semoga saja migrainku tidak kambuh. 
kosong. 
Oh... sejauh itukah kematian mengubah pribadinya Kalau penyakit lamaku itu datang lagi... berarti aku
? akan kehilangan waktu istirahatku malam ini.
"Ah, sudahlah. Perkenalan ini terlalu aneh untuk Mataku telah terpejam. Tapi rasanya, banyak hal
dilanjutkan, " ujarnya.  singgah di pikiranku tanpa kuminta. 

Sambil melirik arlojinya dia menyambung Padahal, saat ini otakku tak mau kuajak berpikir
kalimatnya. lagi. 
"Kita menghabiskan dua puluh menit untuk
perkenalan ini.  Ah, satu kemampuanku hilang. Biarlah. 
Sekarang sudah jam makan siang.  Untuk sementara tak apa kukira. 
Silahkan beristirahat.  Asal aku tak kehilangan dua kemampuanku yang
Saya akan keluar sebentar !  lain. 
Sepertinya ada yang harus saya cek di bagian
Finance." Kemampuan emosi dan spiritual... 

Dia beranjak dari kursinya.  Sebenarnya aku ingin segera tidur. 


Melangkah keluar tapi... kemudian langkahnya Sepulas-pulasnya. Tanpa sebutir mimpipun berani
tertahan. menyapa. 

"Oh ya... Selamat Datang di Pena Mas Media" Tapi, upps ! 


serunya lepas dari ambang pintu. 
Aku belum salat Isya.
Begitu lepas sampai-sampai aku tak melihat beban
itu lagi di matanya. 
Beban yang begitu berat yang tadi kulihat ***
mengantung dalam tatapannya. 

Ah, sejak kapan aku menjadi sok perhatian pada Paginya aku merasa seluruh tubuhku dihinggapi
orang yang telah menghinaku habis-habisan ngilu. 
hanya dalam waktu beberapa jam ?  Faringitisku juga tak mau kompromi. 

PENGGALAN 2 Penyakit yang telah empat tahun terakhir ini


Kuhempaskan tubuhku di kasur kos yang tak menjadi sahabatku itu pasti selalu datang kalau
pernah terasa empuk mesti telah dijemur aku kelelahan. 
seharian. 
Penat.  Ah, kutatap jam dinding. 
Lelah.  Masih menunjukkan angka dua belas. 

Seluruh tubuhku seperti kehilangan daya.  Kenapa pula benda penunjuk waktu itu marah
padaku. 
Hari pertama yang begitu menguras semua Kenapa dia harus mogok kerja saat aku sangat
persediaan energi yang kusiapkan dengan membutuhkan bantuannya ? 
sepiring pecel dalam sarapanku tadi pagi. 
Mana tidak punya persediaan baterai lagi ! 
Sore ini, aku tidak tahu apakah besok aku masih Akhirnya aku hanya bisa marah pada diriku
punya alasan atau pun sisa keberanian untuk sendiri. 
menginjakkan kakiku di kantor itu lagi. Kenapa mesti lupa mengganti baterainya. 

Hhh !  Tapi kemudian aku tersenyum...kuusap debu yang


That's life !  menempel di permukaan benda mungil itu. 

Entah sudah berapa tahun terakhir ini aku lebih Benda yang jujur dan setia. 
banyak menghabiskan waktuku di luar rumah.  Bahkan, di saat mati pun, dia masih bisa
menunjukkan angka yang benar meski hanya dua
Bahkan, sebelum Subuh pun kadang aku sudah kali dalam sehari.
harus berangkat untuk menghindari kemacetan. 
Dan hari ini...tanpa kusadari, dua belas jam Sedang aku ? 
waktuku kuhabiskan di kantor.  Bayangan suasana kantorku kemarin terpampang
dengan jelasnya. Betapa tak satupun pekerjaan
Berangkat jam delapan pagi. Tiba di rumah jam yang kulakukan bernilai "benar" di mata atasanku.
delapan malam. Tapi apa yang kudapat ? 
Ah, lagi-lagi aku melakukan kebodohan. 
Aku terlonjak ketika sebuah semburat merah "Tapi...kamu kenapa, sobat? 
kekuningan menyapa daun jendela kamar.  Aku kok seperti bicara dengan orang lain ya?
Segera aku meloncat dari kasur dan bergegas ke Bukan Lili yang biasanya selalu lembut dan selalu
kamar mandi.  tersenyum. Ciee..."

Melaksanakan salat Subuh dengan tergesa-gesa "Kenapa, nada bicaramu kasar sekali, Li? What
dan perasaan gundah  happen with you, honey?"
"Ceritanya panjang, non! Dan sepertinya aku
karena terlambat sekali... nggak bisa cerita sekarang. Aku harus berangkat
matahari sudah tersenyum lebar saat itu.  lebih awal. Pekerjaanku numpuk hari ini."

Aaah !  "What?? 
Ini kan baru hari kedua kamu bekerja, Li? Sepadat
Malas rasanya berangkat ke kantor lagi.  itukah? Sulit dipercaya. Pasti ada sesuatu."
Aku gagal menemukan alasan untuk bisa
memaksa kakiku kembali melangkah ke tempat "Hil...sori, ya! Aku harus segera..."
yang sama. "Ok, OK... tapi kamu nggak pa-pa kan manis?"
"Nggak pa-pa kok! Maafin aku, yah! Aku lagi nggak
Nokiaku berdering.  mood hari ini."
Sederet nomor tak kukenal terpampang di layar "Mmm... ya udah deh! Met, kerja, ya! 
mungilnya.
Ingat, bahwa sesuatu yang kita mulai dengan
"Assalamu'alaikum..." penuh kesulitan akan membuahkan sesuatu yang
"Pagi !  lebih memuaskan. 
Saya atasan anda.  Dan...jangan lupa, tetap jadi Lili yang selalu
Hanya ingin mengingatkan agar anda datang lebih semangat dan always smile... Ok, have a nice day,
awal pagi ini.  sobat!"
Ada banyak data yang harus di back-up, 
dan untuk hari ini, itu menjadi tugas anda. OK !  "Thanks ya...makasih banyak supportnya."

Thank you..." Aku tidak tahu bagaimana dengan tiba-tiba aku


Telepon ditutup.  beranjak ke kamar. Mengganti baju tidurku
Tanpa salam.  dengan pakaian kantor dan bergegas berangkat.
Kata-kata Hilma menohokku. 
Dasar ! 
Dan aku menjadi tertantang untuk terus melalui
Kalau memang mau ngirit pulsa kenapa tidak jalan berliku ini.
dengan sms saja. Praktis. Tidak usah pakai salam. 
Tidak perlu meminta pernyataan setuju dari
lawan bicara.  ***
Tidak perlu memperdengarkan suara baritonnya
yang lebih mirip suara kok... "Pagi... selamat datang di PMM!"
dan tentu saja tidak perlu menyakitiku karena aku
merasa tidak dihargai sedikitpun. Manajer aneh itu masih seperti kemarin. Dengan
rambut tersisir rapi dan kaos berkerah. Bukan
Semenit kemudian, pintu kamarku diketuk orang... kemeja. Bawahannya masih juga celana berbahan
jins. Tapi kaos dan celana itu bukan celana yang
"Rien...! Telepon..." teriak suara di luar sana dan kulihat kemarin.
segera kujawab dengan langkah cepat menuju
telpon. Hmm... rajin juga dia berganti pakaian, pikirku.

"Halo, manis... Assalamu'alaikum..." "Pagi, Pak! Terima kasih atas sambutannya, "
"Waalaikumsalam. Eh, Hilma! Gimana?" susah payah aku mencari nada ramah dalam
"Lho kok? Emang kamu baru bangun ta? Atau suaraku meski akhirnya kutemukan juga. 
mungkin masih mimpi. Seharusnya aku yang
nanya dong! Gimana first day-nya di PMM? Pasti Selerat senyum tipis kupaksakan menggantung di
menyenangkan." bibirku.
" Nggak. Nggak sama sekali ! "
"Lho?  "Gimana? Masih betah di sini ? "
Ini Lili, kan ?  "Mm...ya, Pak. Akan saya usahakan, " jawabku
Rienita Vilyastuti..." berat.

"Hilma !  "Saya sudah print semua flow chart dan arsip


Apa-apaan sih ?  desain sistem perusahaan ini. Silahkan anda
Ya jelas, ini aku.  pelajari. Selamat memulai pekerjaan Anda. 
Rienita Vilyastuti." Jangan sungkan bertanya apabila memang benar-
benar tidak tahu.  musik terkenal. 

Jangan sembarangan... Ok?" Syairnya yang berisi tentang penyesalan dan


perpisahan membuatku gundah. 
Aku hanya mengangguk.  Belum lagi suara sesenggukan yang kudengar
Setumpuk berkas sistem telah tertata rapi di sayup di antar lantunan lagu itu. 
mejaku. 
Dan aku boleh sedikit gembira karena hari ini aku Menangiskah dia ? 
mulai benar-benar diperbolehkan bekerja sesuai Aku diselimuti kebingungan.
profesiku. 
Ada apa sebenarnya di balik masa lalu laki-laki
Dunia sistem informasi ! bertubuh kecil yang sok perfeksionis itu ? 
Oh, sayang. Dia laki-laki. 
Hari ketiga masih menjadi hari yang
menyenangkan bagiku.  Aku tidak mau mengambil resiko untuk masuk
lebih jauh dalam kehidupannya. 
Meski lelah aku akhirnya dapat menikmati Lagipula, siapa aku ? 
pekerjaanku sekarang.  Toh, aku hanya karyawan baru di sini. 
Tak jauh berbeda dengan pekerjaanku
sebelumnya.  Mungkin dia memang atasanku. 
Back up, controlling system, planning program, Tapi kami punya kehidupan sendiri-sendiri. 
clearing database dan lain-lain.
Manajer aneh itupun perlahan sudah mulai Rasanya, belum saatnya untuk berempati pada
menanggalkan kecerewetannya.  masalahnya. 
Aku yakin, duniaku dan dunianya benar-benar
Tapi, ternyata...jam-jam selanjutnya tak semulus berbeda...
dugaanku. 
Tepat pada jam makan siang, Pak Aan membuat Entah berapa lama aku memandangi pintu
keributan.  ruangannya sambil melamun ketika kemudian
Kukatakan keributan karena aku yakin bahwa kulihat tiba-tiba pintu itu terbuka. 
seorang manajer tidak mungkin melakukan hal
sebodoh itu. Dan sosok manajer aneh itu terlihat begitu lemah. 
Berdiri dengan kepala terkulai di sudut pintu. 
Brakk !  Mirip orang yang baru saja bangun tidur dan
berusaha menemukan kembali sisa-sisa
Dia melempar sebuah buku yang cukup tebal dari tenaganya. 
arah ruangannya. 
Tepat mengenai mejaku yang hanya tersekat Matanya memerah saga terlapisi sisa air mata. 
dinding tipis dengan ruangannya.  Tak salah lagi, dia pasti baru saja menangis.
Buku itu jatuh tepat di atas gelas tehku dan
hancurlah benda yang tak bersalah itu.  “ Bapak teringat dia ? ”
Aku hanya bisa menatap kepingan-kepingan kaca Bodoh !
yang berhamburan dengan mata yang ikut
mengaca. Untuk kesekian kalinya aku mengulangi
Bulu kudukku bergidik.  kebodohanku. 
Entah perasaan apa saja yang bercampur aduk di Entah setan mana yang membuatku berhasil
hatiku saat itu.  mengumpulkan keberanian hingga mampu
melontarkan pertanyaan seperti itu. 
Takut, heran, kaget, marah, bingung dan entah apa Pertanyaan yang kurasa terlalu lancang. 
lagi. 
Yang jelas, aku sempat menatap manajer aneh itu Ah, kenapa harus bermain api ? 
dengan tatapan tak berkedip dan saat itulah
tatapan kami bertemu.  Tapi aku tidak pernah bermaksud untuk memulai. 
Aku hanya tidak mau dikatakan wanita tak
Duh !  berperasaan. 
Mata itu begitu berat. 
Menyimpan luka yang cukup dalam, kukira. Masa, atasannya sedih tidak menunjukkan sikap
simpati sama sekali ? 
“Maaf, Bu Rien...saya labil. 
Saya benci pada diri saya sendiri.” Aku juga tidak mau dibilang sok perhatian. 
Lagipula, buat apa perhatian sama orang
Setelah menyelesaikan kalimatnya, manajer aneh menyebalkan seperti dia.
itu masuk ke ruangannya dan menutup pintu
dengan kasar.  “ Saya benci pada diri saya sendiri. 
Ah, tapi sudahlah, mungkin memang beginilah
Beberapa menit kemudian yang kudengar adalah kehidupan.”
lantunan lagu-lagu populer dari sebuah grup
Nada suaranya memang pasrah.  Yang jelas aku tidak pernah mempengaruhi anda
untuk mengikuti apa yang kulakukan. 
Tapi aku tidak melihat kepasrahan di matanya. 
Ada ambisi terpendam yang tertanam di sana.  Jadi, jangan pernah menyalahkan aku kalau tiba-
Tergambar sebuah kekecewaan dan tiba anda terserang maag.
ketidakmampuan untuk menerima kenyataan dari
sikapnya. Suara MP3 kembali menjerit dari ruangannya. 
Aku hanya bisa menghela nafas panjang. 
“ Bu Rien nggak makan siang ? ” Jelas aku merasa terganggu. Tapi apa boleh buat ?
“Eh, masih ada yang belum selesai, Pak!”
Tepat saat aku melirik ke ruangannya, aku melihat
“Bu, kalau ngikutin pekerjaan ya nggak akan ada sebuah tulisan yang ditulis dengan huruf balok di
habisnya.  papan kerjanya. 
Nggak pa-pa.  Tulisan itu begitu besar hingga mataku dapat
Dipending aja dulu.  membacanya dengan mudah tanpa harus
Ini kan memang jam istirahat.” berpindah dari kursi kerjaku.

Ah, kukira Andalah yang lebih butuh istirahat dan “ NO BODY CARE WITH ME ”
refreshing, Pak! 
Namun kata-kata itu akhirnya tak jadi kuucapkan. Ya ampuuun... Ternyata orang seangkuh dia masih
juga menginginkan perhatian ? 
“Iya, Pak, ” aku menata kertas-kertas di
hadapanku.  Jelas aja nggak ada yang mau perhatian sama
anda. 
Sebenarnya perutku sudah sejak tadi minta diisi Gimana mau diperhatikan oleh orang lain, kalau
tapi lapar ini mendadak hilang setelah melihat dirinya sendiri nggak pernah menghargai apalagi
kepingan pecahan gelas tehku.  memperhatikan orang lain.
Kerasnya suara lemparan buku tadi pun sudah
cukup membuat mood-ku untuk melakukan “Bu Rien... Anda begitu tenang. 
sesuatu mendadak pergi entah ke mana.  Pasti dunia Anda penuh pelangi, ” suara itu tidak
terlalu keras tapi kudengar begitu jelas. 
Baik untuk makan atau meneruskan pekerjaan.
Aku tetap tak beranjak dari tempatku duduk.  Penuh Pelangi ? 

Makan siang yang kupilih adalah sepiring novel Oh, ungkapan yang indah. 
“Negeri Senja” karangan Seno Gumira Ajidarma Aku mengalihkan perhatianku ke buku yang
yang baru kubeli sekitar seminggu yang lalu kugenggam. 
namun belum selesai kubaca.  Aku tidak ingin dia tahu kalau diam-diam aku
memperhatikan gerak-geriknya.
Kupikir manajer aneh itu sudah pergi makan siang
sehingga aku bebas menghabiskan waktu untuk “Hidup berjalan seperti apa yang kita bayangkan,
menekuni hobi membacaku.  Pak. 
Tapi ternyata laki-laki pendek itu masuk lagi.
Kalau kita menggunakan kacamata hitam dalam
“ Lho, bu Rien nggak makan ? ” memandang hidup ini, tentu saja yang terlihat
“Sudah, Pak.” Jawabku pendek.  hanya warna-warna kelabu. 
Dahinya berkerut mendengar jawabanku.
“Di mana?” Tanyanya lagi. Tetapi, ketika kita mencoba menggunakan
kacamata hati yang bening untuk melihatnya,
“Makan siang kan nggak harus melahap nasi, Pak!  niscaya yang terlihat adalah barisan pelangi yang
Saya makan siang di sini dengan ini...” kuangkat menyejukkan.”
buku yang kugenggam dan mulai kubaca.
Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku mampu
“ Hahh ? ” dia tersenyum kecut. menyusun kalimat-kalimat itu. Sepertinya aku
“Kalo gitu, saya juga akan makan siang di sini.” menyalin kalimat itu dari sebuah buku. Tapi entah
“Maksud bapak?” tanyaku dengan nada menyesal. buku apa.
“Saya akan meniru anda untuk tidak makan siang Mungkin, buku-buku motivasi dan pengembangan
dengan nasi.” diri yang sering kupinjam dari Hilma.

“Lho, kok?” “Luar biasa. Anda hebat, Bu. Tapi sampai saat ini
saya belum menemukan kacamata itu. Boleh tahu,
Aneh sekali sih tuh orang. Benar-benar sulit anda membelinya di mana?”
dimengerti. Hh! 
Aku ikut-ikutan tersenyum kecut. “Anda pasti sudah pernah membelinya, Pak. Tapi
lupa meletakkannya di mana.”
Terserah ! 
“Oh, ya? Sekali lagi saya ucapkan luar biasa untuk
anda, Bu Rien.  Hmm...pintar juga orang ini. 

Sepertinya saya perlu banyak belajar dari anda. Tidak ! 


Maukah anda membantu saya mencari kacamata Aku tidak boleh kalah. 
itu?” Ego membuatku semakin semangat untuk
melanjutkan perdebatan ini. Ah, bukan
“ Terima kasih atas pujiannya, Pak. Tapi, ada perdebatan sebenarnya. 
syaratnya ! ” Hanya sebuah pertukaran pandangan.

“Oh ya?  “ Saya kira tidak ! 


What is it?” Prinsip yang saya pegang memiliki dasar yang
berasal dari wahyu. 
“ Bersiaplah untuk selalu menerima kritikan dan
saran dari orang lain. Siapa pun dia.  Sesuatu yang saya yakini bersifat universal dan
Dengarkan lingkungan tapi juga jangan akan selalu sesuai dengan nilai yang berlaku
mengabaikan kata hati yang terdalam.” kalam kehidupan.”

“OK !  “ Ah, anda masih terlalu muda untuk berpikir


serumit itu, Bu Rien ! 
Kritik dan saran dari orang seperti Anda pasti
akan menjadi anugerah terindah bagi orang Anda masih terlalu mudah terkontaminasi. 
sebodoh saya.” Dan itulah yang membuat saya kurang menyukai
wanita. 
Ah, ternyata anda memang bodoh.  Mudah menggunakan emosi sesaat. Sama seperti
Kurang jelaskah kata “siapapun dia”.  anda.”

Bukankah itu sudah cukup untuk menjelaskan Deg ! 


bahwa kritikan itu bisa berasal dari siapapun. Tak
hanya aku.  Aku tercekat. 
Dasar ! 
Sebegitu jujurnya orang ini sampai-sampai tidak
Awas kalau berani macam-macam. memikirkan perasaan lawan bicaranya. 
Sebegitu dinginkah segumpal darah yang
“Maaf, pak. Sebagai manusia yang memiliki tertanam di dalam dadanya ? 
kelebihan dan kekurangan, saya rasa harus siap
untuk selalu dikeritik, dicela, dicaci, tetapi saya “Bu Rien...
rasa saya belum siap untuk dipuji.” hidup itu terlalu rumit. 

“Kenapa?” Dan konsep anda saya rasa terlalu klise untuk


menjangkau semua sisi kehidupan yang rumit ini.”
“Karena kebaikan yang kelihatannya kita miliki
sebenarnya bukanlah milik kita sepenuhnya. “Hidup itu mudah, Pak. 
Semua itu hanya titipan dari yang Maha Pembuat Manusia sendirilah yang membuat hidup itu
Hidup.  rumit. 
Manusia suka membesar-besarkan masalah yang
Jadi, seharusnya hanya Dia-lah yang berhak dihadapinya. 
menerima pujian.”
Mendramatisir suasana. 
“Bu Rien...saya seperti kembali ke masa saat saya Akhirnya, hidup mereka lihat tak ubahnya seperti
menjadi mahasiswa dulu. Begitu idealis. Dan itu jalinan benang ruwet. 
yang saya tangkap dari Anda saat ini. Sikap seperti
itu tidak salah, tapi kita hidup dalam realitas. Dan Itu tidak akan terjadi kalau orang tidak melihatnya
kadang, realitas itu tidak sama dengan idealisme dari kain yang terbalik. 
yang ada di pikiran kita.”
Jalinan benang itu akan tampak sebagai sulaman
“Saya rasa apa yang saya katakan tadi bukanlah episode kehidupan yang indah, karena tangan-Nya
sebuah idealisme, tapi sebuah prinsip.  yang Maha Pandai telah menyulamnya dengan
Dan dalam hidup, kita harus punya prinsip.  penuh kasih sayang. 
Kita melakukan sesuatu berdasarkan prinsip yang
kita yakini.  Begitulah Tuhan merenda setiap peristiwa yang
Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang terjadi dalam kehidupan kita.”
tegar. 
Tidak plin-plan.” “Puitis. 

“ Dan itu akan membuat anda kaku dalam Sepertinya Anda lebih cocok menjadi seorang
bersikap ! ” penyair, Bu. 
Atau mungkin Anda terlalu sering membaca novel
hingga anda mengira bahwa hidup itu seperti fiksi Manajer aneh itupun asyik di ruangannya. 
yang sering Anda baca !  Aku berharap dia memang tidak akan pernah
keluar ruangan sebelum jam kerjanya habis. 
Dan itu tidak cocok dengan orang seperti Saya.  Agar aku tidak usah mendengar kalimat-kalimat
Saya tahu, Anda adalah seorang gadis agamis.” pedasnya.

“ Saya rasa setiap orang bisa mencoba untuk


menjadi lebih baik jika dia mau ! ” ***

“Oh, jadi Anda pikir saya tidak mau mencoba ? 


Saya sudah sering mencobanya dan selalu gagal.  “Bu Rien langsung pulang?” tanyanya ketika
dilihatnya aku mengemasi barang-barangku dan
Mungkin, Tuhan sudah melupakan Saya.  bersiap untuk pulang.
Bahkan, Dia telah mengambil satu-satunya orang
yang saya cintai.  “Tidak, Pak! Saya akan ke musholla dulu, ”
Dan yah, seperti inilah kehidupan yang harus saya jawabku datar.
jalani sekarang.  “Oh ya, nanti pulang naik apa?”

Hampa.” “Bis.”
“Boleh saya antar?”
“Maaf, Pak. Saya rasa...”
Wah, dia mulai menawarkan api, nih. 
“Oh, nggak pa-pa. Saya tahu, dunia kita memang Hati-hati Rien...
berbeda. Very-very...different.
“Saya belum memerlukannya, Pak, ” tukasku
Tapi, jangan khawatir, saya akan mencoba cepat.
menghargai Anda.  Bodoh ! 
Meskipun dunia kita jauh berseberangan.”
Kenapa tadi tidak kubilang saja “tidak
“Ya, saya juga akan memahami Bapak.” memerlukannya”. 

"Oh, jangan Bu !  Kata “ belum ” terlalu sopan untuk orang


Tidak usah.  seangkuh dia.
Saya tidak butuh untuk dipahami.  “Mm...belum. 
Dunia Anda terlalu cerah untuk bersentuhan Berarti suatu saat Anda akan memerlukan mobil
dengan dunia Saya yang buram.  Saya untuk mengantar Anda.”

Ok !  “ Saya harap tidak ! ”


Sekarang, waktu makan siang sudah habis. 
Dan kita harus segera kembali ke dunia Aku segera berlalu dari hadapannya. 
pekerjaan...setuju ? ” Kupercepat langkahku agar tak lagi mendengar
ocehannya yang menyakitkan. 
Huhh...dasar aneh.
Benar-benar menyebalkan. 
Aku hanya bisa mengangguk. 
Kesal. Jengkel.  Kapan sih, orang itu akan terdengar “very
nice”seperti yang dikatakan banyak orang di
Baru kali ini aku berhadapan dengan orang seaneh perusahaan ini. 
dia. 
Tidak mau dipahami ?  Security, driver, cleaning service, dan... 
Ah, angkuh.  ah, semua orang-orang itu bilang bahwa Mr. Aan
itu orangnya baik, perhatian, dan hih !
Memangnya anda siapa ? 
Aku toh cuma basa-basi.  Berkali-kali bibirku mengucapkan istighfar. 
Aku tak ingin hari-hariku dipenuhi kebencian. 
Aku pikir kita adalah rekan kerja yang cocok. 
Yang akan memulai hari-hari baru dengan
mencoba memahami karakter masing-masing.  *********

Tapi ternyata ? 
Byur...
Aku memang takkan pernah bisa memahamimu, Kuusapkan air wudhu perlahan ke wajahku yang
Tuan... kering .....
akibat serangan air conditioning. 
Jam-jam berikutnya kulalui di depan komputer
hingga jam kerjaku habis.  Air itu membelai lembut wajahku. 
Menyisakan segumpal kesegaran di sana.  lugas dan perfeksionis. 
Seakan ingin bersahabat dengan udara yang mulai
sejuk karena hari ini mulai merambat gelap.  Tapi ini di rumah...jangan lupa sama karakter “Lili”
yang...”
Tak hanya berhenti di wajahku, namun kesegaran
ini menembus ke dalam relung-relung hatiku yang “Iya, deh. Maaf...aku kan capek. 
akhir-akhir ini sering terasa hampa. So, harap dimaklumi kalau masih bawa angin
kantor ke rumah.”
Ah, kok Pak Aan nggak salat ya ? 
“Yang capek pasti nggak hanya badanmu.”
Tanganku jadi gatal untuk mengingatkan.  “Kok tahu?”
Dan refleks jemariku mengetikkan sebaris kalimat “Aku kan punya indera keenam...”
di layar mungil handphoneku. “Oh, iya ya...aku lupa kalau sahabatku ini lulusan
psikologi!”
Nggak salat, Pak?
Saya lagi cuti. Entah sampai kapan.  “Oh, ya, setelah mandi, kamu harus cerita banyak
Jadi tidak perlu mengingatkan Saya. tentang kantor barumu... Eh, mana buku
barunya?”
Duh, Ya Rabbii... balasannya sungguh
menyakitkan.  “Belum selesai kubaca. Nih!” kulempar sebuah
Terbersit sebait sesal di hatiku.  buku dari dalam tasku.

Kalau tahu seperti ini, lebih baik tidak pernah “Negeri Senja ? Kok kamu tertarik sama buku
berusaha mengingatkannya.  beginian, sih ? 
Menurut psikologi...”
Aku tidak mau dinilai sok perhatian. 
Nanti dia malah ge-er lagi. Hilma terlambat melontarkan pertanyaannya. 
Aku sudah berada di kamar mandi saat kalimat itu
Hh !  selesai dibuatnya. 
Terserah. 
Meski tak menjawab, tapi mau tak mau otakku
Aku tidak mau lama-lama memikirkannya.  berpikir juga.
Dan menit berikutnya aku telah tenggelam di
lautan teduh kasih-Nya.  Hil...aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku
menyukai buku-buku seperti itu. 
Bersama semburat saga yang selalu tersenyum
manis menyambut sang malam Aku takut, Hil. 
Mungkinkah hari-hari yang akan kulalui nanti
PENGGALAN 3 selalu berbingkai temaram senja seperti dunia
yang dilukiskan dalam roman itu ?
Hilma sudah berbaring manis di kamar kosku
ketika aku pulang sore itu. Senyum centilnya Ah, tidak. 
memaksaku mengubah ekspresi wajahku yang
kurasakan kering sejak tadi. Skenario-Nya pasti jauh lebih indah dari apa yang
pernah kubayangkan. Tidak ! Aku tidak boleh
“Waalaikum salam...” serunya dari dalam kamar pesimis. 
ketika aku langsung masuk tanpa suara.
Aku tidak mau ketularan manajer angkuh itu. 
“Assalamu’alaikum... Sorry, Hil. Kupikir nggak ada
orang.  Baginya, hidup mungkin adalah gumpalan awan
Eh, kapan nyampe? Kok nggak sms dulu, sih.  kelabu. 
Tahu kamu ke sini kan aku bisa pulang lebih Tapi bagiku, hidup adalah barisan pelangi. 
awal.”
Yang melengkung indah di setiap pagi...
“Baru sedetik yang lalu, kok!”

“Hah, dasar! Masa sedetik saja kamu udah bisa *****


ngacak-ngacak kamarku sampai nggak karuan
gini?”
“Mandinya kok lama, sih? Berendam ya?”
“Wah... kantor barumu, hebat ya !  “Nggak, kok. Cuma main air...” aku tersenyum
lebar. 
Tiga hari saja sudah bisa mengubah seorang
“Rienita” yang lembut dan murah senyum ini jadi Ahh... lega rasanya bisa tersenyum selepas ini. 
sensitif dan paranoid ! 
“ Li ! Tadi pas kamu mandi ada sms tuh ! ”
Li... di kantor kamu boleh jadi “Rienita” yang tegas, “ Dari siapa ? ”
“ Ya nggak tahu... mana berani aku buka. Jangan- “Berikan dia empati, Li! 
jangan rahasia lagi.  Dengarkan keluhannya. 
Sentuh hatinya... aku yakin kamu bisa
Atau mungkin tukang kredit yang nanyain mengubahnya menjadi pribadi yang normal. 
tunggakanmu ! ”
Sepertinya... dia tertarik padamu.”
Aku kembali tersenyum mendengar kelakar “Hil, aku bukan psikolog atau psikiater. Kamu kan
Hilma.  lebih tahu. 
Penasaran... cepat-cepat kubuka layar mungilku. Gimana, kalo kita tukar kantor?”

Rien... jangan munafik.  “Bisa hancur tuh jaringan sistem di PMM kalo aku
Aku yakin, setiap orang pernah merasakan saat- yang ngurusin...” 
saat di mana dia harus menangis dan kecewa. 
Hidup tak hanya pelangi, bukan ?  Hilma nyengir mendengar usulku yang tidak
Akuilah ! masuk akal.

Terlalu panjang untuk ukuran sebuah sms tetapi “Li...”


terlalu pendek untuk ukuran sebuah kalimat yang “Hmm...”
menyakitkan. “Kamu benci dia, ya?”
“Sangat!” tukasku mantap.
Kenapa nggak sekalian nulis surat aja untuk
menyakitiku sepuas hatimu, wahai tuan manajer !  “Hati-hati lo...orang yang sangat kita benci kadang-
kadang berubah jadi orang yang paling kita
Benar-benar kurang kerjaan. Dasar, sok tahu. cintai...”

“ Kenapa, Li ? ” tanya Hilma heran.  “Apa?” aku menatap Hilma tajam.


Dia menangkap perubahan di raut wajahku. “Kok marah?” Hilma hanya tersenyum melihat
reaksiku.
“Baca sendiri, nih!” “Ah, udah ah! Aku nggak mau ngomongin dia lagi.
“Dari siapa?  Capek!”
Dari Bos?”
“Li, kamu betah kan di sana?”
Mata Hilma membulat saat dilihatnya aku
mengangguk.  Ah, akhirnya Hilma menanyakan hal ini. 
Mengiyakan pertanyaannya. Entah sudah untuk keberapa kalinya aku
mendapatkan pertanyaan senada. 
“Kok? Aku bingung, Li! Ini dari bosmu yang baru? Sejak kepindahanku dari Alta Mara. 
Atau bosmu di kantor sebelumnya? Sejauh mana
hubungan kalian?”  Sebuah perusahaan industri kaca terbesar di
ibukota. 
Hilma mengekspresikan semua kebingungannya Tempatku dan Hilma pertama kali bekerja setelah
setelah membaca sepotong short message itu. lulus kuliah. 
Aku sendiri sudah pindah tiga kali. 
“Yah, begitulah. Bos baru. Orangnya unik. Angkuh.
Sombong. Sok tahu. Tapi juga labil.Nggak bis Sedangkan Hilma... masih bertahan di sana. 
kendalikan emosi.” Kemampuannya di bidang psikologi industri
mengantarkannya ke kursi manajer personalia
“Hahh? Dia sakit, Li! Kamu harus hati-hati...” perusahaan itu.

“Maksudmu?” kini giliran aku yang melongo Perusahaan kedua yang kumasuki adalah sebuah
mendengar kata-kata Hilma. perusahaan asing yang bergerak di bidang
produksi barang-barang convenience. 
“Mm... Psikoneurosa... penyakit kejiwaan yang
disebabkan karena seseorang selalu tertekan dan Di sana aku bertemu dengan atasan yang suka
dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak berganti-ganti wanita. 
sesuai dengan keinginannya.  Entah sudah berapa kali aku membohongi
Ah, benar. Ajak dia ke psikiater, Li!” isterinya untuk menyembunyikan perselingkuhan
suaminya.
“Apa? Ngaco, kamu. Memangnya aku isterinya?”
Perusahaan ketiga yang menerimaku adalah
“Lho, dia atasanmu, kan... Kalau nggak, kamu akan perusahaan real estate ternama. 
benar-benar ketularan. Sekarang aja, kamu udah
mulai terkontaminasi.” Sebenarnya aku senang bekerja di sana. 

“Hilma!” kulempar guling ke arahnya.  Bisa belajar banyak tentang arsitektur dan
Anak itu kalau sudah menggoda memang memanjakan mataku dengan beragam model
keterlaluan. rumah yang unik dan cantik. 
Yah, itu kan menurut Anda... Memangnya siapa
Tapi manajerku yang bukan main genitnya selalu yang mau disamakan dengan pacar Anda ? Apalagi
membuatku pusing tujuh keliling.  dia sudah meninggal. 

Kerjaannya tiap hari hanya berdandan dan tidak Hhh ! 


hentinya menghina jilbabku yang menurutnya Aku hanya bisa menggerutu dalam hati.
tidak modis sama sekali.
“Terima kasih atas smsnya semalam. Cukup
“Li, kenapa diam? Kamu nggak betah ya?” menyakitkan!”
“Ehm...maaf, tapi saya memang lebih suka hidup
“Entah. Aku sudah nyiapin surat pengunduran diri dalam realitas. 
yang entah kapan akan kuberikan.” Apa adanya. Bukan fiksi.”

“Jadi kamu akan keluar juga dari perusahaan itu?” “Tapi realitas tidak harus menyakiti. 
“Aku nggak bisa jawab sekarang, Hil. Terlalu dini Sepertinya Bapak masih harus belajar untuk
untuk mengambil keputusan.” menghargai perasaan orang lain.”

“Yap. Itu baru Lili yang aku kenal. Yang lembut “Begitu juga dengan anda, Bu Rien...”
dan penuh pertimbangan...”
“Doakan aku, ya...” Hhh ! 
“He-eh. Pasti...” Benar-benar nggak mau kalah. Tapi biarlah. Dia
punya hak untuk berbicara apapun. Dan aku juga
Hilma menipiskan bibirnya.  berhak untuk tidak mendengarkannya. 
Tangannya menggenggam tanganku erat. 
Seakan ingin menyalurkan sebuah kekuatan dari Lebih baik berpura-pura tuli daripada kepalaku
sana. migrain.

“Tetap tegar, yah!  “Maaf. Saya rasa hubungan kita begitu aneh. Kalau
Aku yakin, suatu saat kamu akan menemukan kita saudara, pasti akan bertengkar setiap hari.”
yang terbaik.”
“Makasih, Hil...” Semoga saja saya tidak pernah punya saudara
seperti Anda. 
Kami berangkulan hangat.  Tapi kalimat itu tak jadi kulontarkan. 
Ah, hatiku mulai lega.  Tersangkut di tenggorokanku yang mulai nyeri. 

Semakin aku percaya, bahwa sahabat memang Dan menit selanjutnya aku hanya bisa menelan
anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk ludah.
kita.
Mencoba membalikkan kain hidup ini, agar aku
“Boleh mengajak anda makan siang dengan nasi, mampu melihat sulaman yang sebenarnya. 
siang ini?” suara bariton itu kembali terngiang di
telingaku, setelah seharian aku terbebas darinya.  Tapi jalinan ruwet itu tetap saja terpampang di
hadapanku. 
Dari tadi pagi ia menghadiri meeting dengan klien. Bahkan, semakin bertumpuk. 
Berjejalan seperti ratusan ikan yang tergelepar
“Gimana hasil meetingnya, pak?” karena tertangkap jala.
“Anda belum menjawab pertanyaan saya!”
“E...saya...” “Saya rasa kita bisa saling berbagi. 
“Jangan bilang iya kalau ingin berkata tidak, ” Dan saya yakin, anda sebenarnya adalah pribadi
tukasnya tegas. Datar.  yang lembut. 
Tidak seketus yang saya lihat saat ini.”
Aku hanya bisa menarik nafas panjang.  Kemarin saya berpikir demikian, Bapak manajer. 
Apa sih maunya?
Tapi sekarang pikiran itu hilang entah ke mana... 
“Ternyata anda memang lebih menyukai buku itu
daripada nasi, ya?” “Bapak tidak menyukai wanita, bukan?”
Mata manajer aneh itu menatap sinis ke arah “Please! Lupakan itu. Kita partner satu
novel remaja yang tergeletak di mejaku. departemen. 
Pekerjaan kita akan hancur kalau kita terus-
“Kali ini yang lapar bukan perut saya, Pak!” terusan bertengkar.”
“Oh, ya? Anda mengingatkan saya pada
seseorang.” Anda yang memulai, Tuan manajer !
“Semoga bukan pacar Anda!”
“Ok! Sekarang kita berdamai !”
“Oh, no. Anda sangat berbeda dengannya. 
Dia terlalu baik. Sangat baik.” Aku hanya mengangguk. 
Aku benar-benar malas untuk mengeluarkan
suara.  mencoba mencari penggantinya.”
Apalagi berhadapan dengan orang egois seperti
dia. “Aneh.”
“Yah, begitulah kehidupan saya kira. 
“Selama ini saya menganggap wanita itu bisa
membawa madu perdamaian dan racun Aneh. 
kehancuran.  Sulit dimengerti.”

Pengalaman saya mengatakan bahwa hanya “Seharusnya kita sadar, betapa agungnya Sang
sekitar 10% wanita yang mampu membawa madu Maha Pembuat cerita kehidupan ini.”
itu, 
sedangkan 90% sisanya adalah pembawa racun.  “Itu dunia Anda.”

Tapi, saya yakin, anda termasuk kelompok 10%.  “Jangan pernah menyalahkan Tuhan !”
Jadi, saya tidak perlu membangun benteng
pertahanan untuk menghadapi anda.” “Saya lebih tahu apa yang harus saya lakukan.”

“Bapak egois.” Ya Robb...sekeras itukah hatinya ? 


Semoga dia menemukan jalan kembali pada-Mu...
“Masa lalu telah membentuk pola pikir saya.”
“Jam makan siang sudah berakhir, Pak, ” ujarku
“Sebuah pembelaan ego yang sempurna !” ujarku kemudian. 
dingin. Lelah rasanya setiap hari, jam istirahatku harus
kuisi dengan perdebatan tak berujung seperti ini.
“Yah, beginilah kehidupan. 
Dan Anda tidak akan berkata demikian kalau Anda “Ah, ya. Terima kasih.”
berada dalam posisi saya.”
Manajer aneh itu beranjak pergi tanpa berkata
Sepertinya tidak akan pernah.  apa-apa lagi. 
Karena cara pandang kita berbeda.  Menuju ruangannya dan menutup pintu. 
Tentu saja efek dari masalah itu tidak akan Suatu hal yang hanya dilakukannya jika dia sedih. 
seberapa bagiku. Katanya sih. 
Dan benar dugaanku. 
“Anda pikir saya tidak pernah kehilangan orang
yang sangat saya cintai ?  Beberapa saat kemudian kudengar musik itu lagi. 
Syair-syair yang sama. 
Saya juga pernah mengalaminya tapi saya cukup Kenangan sepahit apakah yang terkandung dalam
sadar bahwa pertemuan dan perpisahan adalah lagu-lagu itu ?
yang biasa terjadi dalam kehidupan. 
Demikian juga tangis dan tawa.  Huhh ! 
Aneh. 
Kuncinya, jangan terlalu gembira dengan apa yang
didapat dan tidak terlalu sedih dengan apa yang Biarlah dia asyik dengan dunianya sendiri. 
hilang dari kita.  Toh, aku juga punya duniaku sendiri yang jauh
lebih menyenangkan. 
Karena itu semua sifatnya hanyalah titipan.”
Kubuka mushaf kecilku. 
“Jadi kita tidak berhak untuk merasa memiliki?” Dan mengalunlah nada-nada lembut itu merayapi
hatiku yang mulai gersang.
“Jangan pernah merasa memiliki kalau tidak ingin
merasa kehilangan.  Ini adalah hari ketujuh aku menghirup udara
sedingin 16 derajat celsius di ruangan server. 
Semua hanya milik-Nya dan akan kembali kepada- Rasanya seperti sudah setahun. 
Nya. 
Cukuplah kita merasa memiliki Allah kalau ingin Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. 
merasakan kebahagiaan dalam hidup.” Di tanganku sudah tergenggam dua lembar
amplop. 
“Anda benar. Tapi itu tidak berlaku bagi saya.
Karena saya sudah terlanjur merasa memiliki. Surat Pengunduran Diri.
Saya sudah yakin bahwa dia adalah jodoh saya
tapi ternyata Tuhan mengambilnya.  Aku memang tidak punya alasan kuat untuk
memilih keputusan ini. 
Jadi, saya pikir saya memang harus hidup sendiri Aku hanya tidak ingin melangkah terlalu jauh. 
di dunia ini.”
Apalagi berhadapan setiap hari dengan orang
“Anda menyalahkan Tuhan?” seaneh Mr. Aan Ardhantie...
“Saya akan menyalahkan diri saya sendiri kalau
Yah, waktu seminggu mungkin begitu singkat tapi yang terlalu dingin, Pak. 
sudah terlalu panjang untuk membuat manajer Saya alergi dingin. 
angkuh itu menceritakan semua. 
Memaksaku masuk ke dalam masa lalunya.  Farangitis saya sering kambuh kalau terlalu lama
berada di udara dingin."
Dan itu berarti...aku telah menyalakan api. 
Ah, akhirnya kalimat yang telah kupelajari
Sebelum terbakar, aku benar-benar menjauh.  semalam itu mengalir dengan lancar. Meyakinkan. 
Aku tidak mau menjadi lilin yang rela dirinya Dan cukup logis kukira.
hancur luluh hanya karena ingin menerangi
sekitar. "Ya...saya kira saya bisa bertahan di sini. Tapi
ternyata tidak. 
"Sepertinya kehadiran Rieni akan membawakan Tadi malam mimisan saya kambuh dan saya tahu
setitik cahaya dalam hidupku." ujarnya kemarin.  pasti apa penyebabnya."
"Oh, kenapa selama ini Bu Rien tidak pernah
Dan itu untuk pertama kalinya dia memanggilku cerita? 
tanpa embel-embel "Bu".  Mungkin pihak perusahaan memiliki alternatif
solusi atas masalah Anda."
Ah, menakutkan. 
Dan adalah langkah terbaik kalau pagi ini aku "Tidak, Pak. Keputusan saya sudah bulat."
benar-benar harus berjanji pada diriku bahwa ini "Saya harap Bu Rien akan mempertimbangkannya
adalah  sekali lagi."
untuk yang terakhir kalinya aku melangkahkan
kaki di perusahaan ini. Saya sudah terlalu lama mempertimbangkannya,
Pak...

*** "Ok! 
Saya tidak bisa memaksa Anda untuk tetap
bekerja di sini. 
"Selamat pagi, Rien... Selamat datang. Gimana Yang jelas, saya pribadi tidak rela kalau anda
perasaanmu hari ini? Enjoy? Masih betah di sini meninggalkan kantor ini sekarang.
kan?" Dan saya harap, hubungan kita tidak akan
Sepagi ini dia sudah datang dengan sederet terputus sampai di sini."
pertanyaan yang tak mungkin bisa kujawab. 
Simpan saja basa-basimu, Tuan Manajer. 
Apa dia sudah punya firasat ya? Sepertinya harapan terbesar saya adalah
menghindari Anda.
"Saya ingin menyerahkan ini, Pak!"
"Anda tahu, dengan masa kerja sesingkat ini, anda
Kusodorkan salah satu surat pengunduran diriku.  tidak akan mendapatkan apa-apa dari
Yang satunya lagi masih kugenggam dan akan perusahaan. 
kuserahkan ke bagian personalia.
Tidak menyesal?"
"Apa ini?"
"Bapak bisa membacanya di ruangan Bapak!" "Ini yang terbaik buat saya, Pak!"

"Kok?" alisnya menyatu.  Ah, seharusnya aku tidak perlu berkata begitu. 
Kenapa aku harus membohongi diriku sendiri? 
Tapi aku tak peduli. 
Mungkin juga, ini adalah saat terakhir aku Bukankah aku menyukai pekerjaan ini? 
bertemu dengannya.
Kenapa begitu mudah meninggalkannya, padahal,
Tapi bukannya menuruti keinginanku, dia malah bukan hal yang mudah untuk bisa masuk ke
langsung menyobek kasar sudut surat itu.  perusahaan ini. 
Dan dengan gerakan mata yang cepat, manajer
aneh itu membaca suratku. Di luar sana, orang-orang kebingungan mencari
pekerjaan, sedangkan aku... dengan santainya
"Mengundurkan diri?  meninggalkan pekerjaan yang dicari banyak
Kamu?" orang.

"Ya, Pak!  "Pak, saya minta maaf kalau saya melakukan


Saya merasa kurang cocok bekerja di sini." banyak kesalahan."
"Oh, ya. Sama-sama. 
"Kurang cocok dengan pekerjaan atau dengan
saya?" Saya juga minta maaf kalau sering menyakiti
"Yang pasti dengan pekerjaan.  Anda. 
Saya tidak tahan dengan kondisi ruangan server Senang bisa mengenal Anda. 
Semoga menemukan apa yang Anda cari!" dengan uang!"

"Terima kasih, Pak." "Ok! 


I trust you, sobat. 
Nyess. 
Kau tahu ke mana harus mencari pelita 
Dadaku seperti baru dibebaskan dari sebuah ketika semuanya terasa gelap..."
beban maha berat yang menghimpit. Lega
rasanya.  PENGGALAN 4

Selamat tinggal PMM... 


selamat tinggal Mr. Aan yang super aneh.  Pagi ini aku sibuk menyiapkan segala sesuatu agar
Semoga anda menemukan jalan-Nya..... aku tampil sempurna. 

Tak sempat lagi menikmati barisan pelangi dan


*** semburat kemerahan sang mentari yang juga
mulai berbenah untuk menunaikan tugas rutinnya
menyinari dunia.
"Apa, Li? 
Kamu sudah benar-benar keluar dari perusahaan "Ingat, Li! Ini adalah kantor kelima yang kau
itu?  masuki. 
Kamu sadar kan dengan apa yang kamu pilih?" Aku berharap kamu akan menemukan apa yang
kau cari. 
"Of course.  Dan berusahalah untuk lebih bisa menerima
Masa aku gak sadar, sih!" keadaan. 

"Li! Kamu tau kan... cari kerjaan sekarang itu Terimalah kekurangan orang lain. 
sulitnya bukan main.  Kehidupan sering kali tidak seideal impian kita!"
begitu pesan Hilma kemarin yang masih tercatat
Dan ini... adalah perusahaan keempat yang kau rapi di memoriku. 
tinggalkan. 
Dengan alasan senada.  Kali ini aku sengaja meneleponnya lebih dulu
sebelum memulai hari pertamaku di Citra Persada,
Mungkin lebih baik kalau kamu mendirikan sebuah perusahaan outsourcing software di
perusahaan sendiri atau LSM yang isinya kawasan Jakarta Timur.
perempuan yang semuanya satu misi denganmu."
Perusahaan ini tidak terlalu besar jika
"Biarkan aku menuruti kata hatiku, sobat." dibandingkan dengan PMM atau tiga perusahaan
yang kumasuki sebelumnya. 
"I see, honey. Tapi aku jadi bingung. Apa sih
sebenarnya yang kau cari?" Namun, bangunannya yang kecil tertata begitu
artistik. 
"Aku nyari tempat dan lingkungan kerja yang
membuatku save.  Dua pilar beton berelief halus menyangga tepat di
Itu aja." kedua sisi bangunan. 

"Dan itu belum kau temukan?" Pintu utama seluruhnya terbuat dari glass art
"Hmm...yah, begitulah." dengan lukisan natural dengan warna-warna
cerah. 
"Li...tidak ada yang sempurna di dunia ini. 
Nggak ada yang seideal bayangan kita.  Di tengah-tengah halaman kantor terdapat sebuah
taman kecil berbentuk setengah lingkaran. 
Kau tahu, ideal itu hanya sesuatu yang utopis. 
Rasional, dong!" Ditumbuhi rumput jarum dan kolam air mancur
mungil di tengahnya. 
"Kalau memang nggak cocok kenapa harus
menyiksa diri?" Semuanya serba mungil, tapi terkesan mewah. 
Elegan.
"Kau berubah, Li!"
"Selamat datang di Citra Persada, Mbak. 
"Hilma...kita ganti topik, saja ya... daripada ntar Selamat memulai hari-hari yang lebih
jadi berantem." menyenangkan di sini." 

"Tapi kau harus sudah memikirkan masa depan, Kalimat pertama yang kudapat dari seorang
Li..." wanita yang tak terlalu muda, tapi dandanannya
yang naturalis cukup menyiratkan wibawanya. 
"Masa depan kan tidak hanya bisa dibangun Dia atasanku di sini. 
Dari sikapnya yang ramah, aku punya keyakinan
bahwa aku akan bertahan lebih lama di sini. Saya baru akan memulai pekerjaan ketika Anda
menelepon saya dan menanyakan sesuatu yang
"Untuk hari pertama, mungkin Mbak Rienita tidak terlalu penting."
belum bisa mengerjakan banyak hal. 
Pelajari saja semuanya terlebih dulu.  "Oww, maaf. Selamat kalau begitu. Saya tahu
pekerjaan itu sangat penting bagi anda. 
Saya sudah buatkan job description dan beberapa Ok, kapan-kapan saya call lagi. Terima kasih
penjelasan penting tentang tugas anda nantinya.  waktunya."

Silahkan buka di hard disk.  "Klik!"


Silahkan tanyakan apapun yang belum jelas. 
Saya yakin, anda punya kemampuan di atas rata- Sambungan terputus. 
rata. 
Tapi aku sudah kehilangan seleraku untuk
Jadi, saya harap kemampuan itu bisa tersalurkan melanjutkan pekerjaan. 
dengan optimal di sini. 
Hingga jam makan siang berlangsung, tetap tak
Ok, selamat bekerja!" banyak yang kulakukan. 
Hanya membolak-balik contoh-contoh design
Sebelum pergi menuju ruangannya sendiri, wanita program beberapa perusahaan asing yang
itu sempat menyalamiku hangat.  kebetulan menyerahkan Technology information
systemnya ke Citra Persada. 
Ah, begitu berbeda dengan manajerku
sebelumnya... Penat rasanya. 
Membuat satu desain flowchart saja aku
Ya Allah, segala puji bagimu.  melakukan banyak kesalahan. 
Aku merasa begitu dihargai dengan kepercayaan
yang diberikannya.  Hhh !

Tapi, baru saja aku akan memulai pekerjaanku, Sudah dua kali handphone-ku berdering namun
Nokiaku berdering.  tak pernah kuangkat. 
Sengaja kuprogram silent agar suara ringtone-nya
Sebuah nama terpampang di sana.  tak terdengar. 
Enggan aku mengangkatnya. Tapi suara Masih nama yang sama. 
ringtonenya yang terus melengking memaksa
tanganku untuk menekan tombol terima. Apa sih, maunya orang ini ?

"Ass...."
"Pagi, Rien!" dadaku berdegup kencang.  ***

Suara bariton itu membangunkan memoriku pada


peristiwa demi peristiwa beberapa minggu yang Sore itu tol Bekasi Timur macet total. 
lalu.  Bis hanya bergerak sekitar lima belas menit
sekali. 
Peristiwa yang sempat membuatku down. 
Apa pula ini ?  Suara klakson bersahutan. 
Dan waktu berlalu seperti dengungan lebah yang
Untuk apa dia meneleponku pagi-pagi dengan mengamuk karena sarangnya dirusak. 
gaya sok akrab. Kacau dan ruwet. 

"Kok diam? Kaget, ya. Maaf, ganggu.  Ah, jalan-jalan ini membuatku ingin kembali ke
Gimana kabarnya? masa-masa kuliah saja. 
Datang, duduk, diam, denger dan moga-moga aja
"Baik, Pak." Sahutku datar. enggak dapat D. 

"Ayolah...santai saja. Sekarang saya bukan lagi Begitu semboyan teman-temanku dulu. 
atasanmu. 
Jadi tidak usah memanggil saya, "Pak". Gimana?  Nggak ada waktu yang terbuang untuk
memusingkan sikap atasan yang aneh, gaji
Biar lebih akrab." dipotong karena kesalahan pembuatan program, 
deretan bahasa pemrograman COBOL dan syntax
"Tapi..." 4GL yang memusingkan. 
"Oh, I see. Ok-lah. Nggak pa-pa. Sudah dapat
pekerjaan baru?" Belum lagi serangkaian complain dari user-user
bawel tipe-tipe perfeksionis.
"Sudah, Pak. Ini adalah hari pertama saya bekerja.  Berbeda dengan Hilma yang tiap hari menghadapi
manusia. 

Manajemen motivasi, menyemangati karyawan,


seleksi bakat dan minat, memberikan konseling,
dan sederetan pekerjaan kemanusiaan lainnya. 

Ah, pasti dia selalu bahagia karena setiap hari


mendapatkan ucapan terima kasih dari
karyawannya. 

Kenapa dulu aku nggak masuk psikologi aja, ya...?

Perjalanan ke tempat kos terasa amat melelahkan. 


Dan baru saja kuhempaskan tubuhku di atas
tempat tidur, Nokiaku berdering lagi. 

Tapi kali ini hanya tanda "message receive".

Li, aku jadian. Sama atasanku. 


Saat makan siang tadi. 
Kasih selamat dong...

What ? 

Aku terlonjak. 
Anak ini memang benar-benar gila. 
Apa-apaan sih tuh anak. 
Katanya nggak mau pacaran. 

Semua yang ditampakkan semu, munafik, de el


el...sekarang buktinya ? 

Hilma...Hilma... 

Sekarang aku bersyukur dulu nggak jadi masuk


psikologi. 
Bisa-bisa aku ketularan sciezofrenia sepertimu.

Selamat ! 
Kenapa nggak nikah aja sekalian ?

Aku berharap Hilma tak lagi membalas smsku. 


Anak itu biasanya kalo dituruti bisa jadi chatting. 

Aku butuh waktu untuk meluruskan otot-otot


tubuhku. 

Dan memang...Hilma tak membalasnya. 


Hingga akhirnya aku bisa tertidur lelap... 

zzhh...zzhh...

You might also like