You are on page 1of 16

Wa'alaikum Salam wr. wb.

> Sepanjang yang saya tahu, bukankah dalam piagam madinah


> tersebut -sebagaimana panjengan ungkap- itu adalah dalam lingkup
> pemeliharaannya?. Buka najis dan sucinya? Juga bukan halal haramnya daging
> anjing untuk dijadikan menu makan umat manusia?

'Piagam Madinah' tidak pernah membahas anjing. Masak soal anjing saja
dibahas dalam 'konstitusi'. Yah paling-paling 'undang-undang', itupun sudah
cukup tinggi. 'Kepres' saja saya kira sudah cukup.

Menurut perkiraan saya, adanya larangan memelihara anjing dan perintah


membunuhnya ditetapkan oleh "kepres" pada tahun ke 2-3 setelah hijrah. Pada
masa ini, tidak ada klausul mengenai najis atau tidaknya. Saya sudah coba
membuka dokumen-dokumen yang ada, dan saya tidak temukan itu.

Saya juga tidak menemukan dokumen-dokumen yang melarang memakan anjing.


Larangan ini muncul pada masa-masa perkembangan fikih, tidak pada masa Nabi
Muhammad menjabat sebagai pemimpin umat.

[Ini bukan berarti saya hendak memperbolehkan memakan anjing, saya hanya
menyampaikan data-data yang saya peroleh dari dokumen2 yang ada]

> Bukankah dalam salah satu


> haditsnya, Rosululloh pernah memerintahkan kepada kita untuk menyucikan
> tempat yang telah dijilat anjing dengan tujuh kali sucian? Sehingga dari
> hadits ini Imam Syafi'i mengqiyaskan kenajisan anjing secara keseluruhan
> dengan qiyas Aulawy?

Dokumen yang sampean paparkan ini, muncul sekitar tahu ke 7 dari hijrah
Rasul. Tidak jelas, apa pada tahun2 sebelumnya telah keluar "kepres"
mengenai perintah membasuh tujuh kali atau belum. Kamungkinan besar memang
kepres itu keluar sekitar tahun itu.

Pelacakan mengenai tahun keluarnya ini,bisa didapat melalui penelusuran


sejarah pembawa dokumen tsb [perawi], yaitu Abu Harayrah dan Abdullah bin
Mughaffal. Keduanya masuk dalam komunitas umat [masuk Islam] setelah tahun
ke tujuh, dan keduanya mendokementasikan kepres tsb. langsung dari Nabi SAW,
tidak melalui perantara yang lain.

Memang ada kemungkinan dokemen2 yang lain hilang, akan tetapi dengan tidak
ditemukannya dokumen yang lain ini, menyulitkan argumentasi adanya perintah
membasuk tujuh kali sebelum tahun tsb. Karena itu, anggap saja -sesuai
dengan model penafsiran undang-undang yang berlaku selama ini, kepres tsb.
memang baru keluar setalah tahun ke tujuh.

Artinya, selama bertahun2, tiga belas tahun masa Makkah dan tujuh tahun masa
Madinah, umat Islam tidak pernah menyibukkan diri dengan liur anjing.
Dokumen Ibn Umar mendukung hal ini: Dulu, anjing-anjing itu kencing dan
keluar masuk masjid. Dan mereka tak menggebyurkan air atas itu semua.
[Bukhari].

"Kepres" itu sendiri cukup kontroversial, karena dokumen yang satu dengan
yang lain tidak bersesuaian. Ada yang menginformasikan perintah membasuh
tujuh kali, dan ada yang menginformasikan delapan kali; ada yang berisi
perintah mencampur debu pada basuhan yang pertama, basuhan terakhir, dan ada
yang boleh memilih salah satu dari ketujuh basuhan. Sementara yang
menginformasikan delapan kali basuhan, dokumen ini mengharuskan pencampuran
debu pada basuhan yang terakhir.

Yang perlu dicatat, semua dokumen itu bersumber langsung dari Nabi Muhammad,
setidaknya sesuai dengan pengakuan para pembawanya. Kemudian salah satu
pembawa dokumen tsb, yaitu Abu Hurayrah, ketahuan membasuh liur anjing hanya
dengan tiga kali basuhan saja, Namun pada kesempatan lainnya ia membasuh
tujuh kali.

Kedua info ini sama2 valid-nya, hanya saja sebagian ulama melakukan
kesalahan cara pandang, dimana keduanya dikonfrontir, jika A valid maka info
B adalah invalid, dan sebaliknya jika B valid, maka A invalid. Akhirnya
terpaksa memilih salah satunya, memilih info tujuh kali atau info tiga kali.
Padahal permasalahannya sangat jelas, kedua-duanya pernah dilakukan oleh Abu
Hurayrah, yang nota bene adalah pembawa dokumen, selain Abdullah bin
Mughaffal, perintah tujuh kali basuhan dari Nabi.

Artinya, Abu Harayrah sendiri, sang pembawa dokumen penting ini, tidak
menganggap perintah tujuh kali basuhan sebagai "kepres" yang mengikat, akan
tetapi hanya sebatas anjuran. Namun --atas nama kejujuran ilmiyah, saya
sampaikan bahwa perilaku Abu Hurayrah ini tidak merupakan penafsiran atau
kerangka acuan yang harus dirujuk dalam menafsirkan kepres. Ia hanya sebatas
apa yang dalam bahasa Arab disebut "at-Ta'nis" [Apa yach, padanannya dalam
bahasa Indonesia?]. Karena itu, walau ia tidak mengikat, akan tetapi layak
diperhatikan dalam memahami kepres.

Dan Abu Hurayrah tidak sendirian, sekedar menyebut nama selain Imam Malik:
Imam Zuhri, Daud, al-Hasan al-Bashry, dan 'Urwah bin Zubair. Imam Malik,
yang sangat faham dengan baik akan sosiologi masyarakat Madinah itu,
mengatakan, perintah membasuh tujuh kali adalah hal yang tak terfahami
[ghair mafhuum]. Imam Malik tentu sangat tahu, bagaimana anjing-anjing itu
berkeliaran di kota Madinah, layaknya kucing-kucing berkeliaran di
kampung-kampung kita. Bagaimana harus memandang makhluk-makhluk ini sebagai
barang najis? Imam Malik adalah pencetus kaidah "amal ahlil Madinah", atau
praktik-praktik penduduk Madinah yang diwariskan secara turun-temurun sejak
masa Nabi. Dan menurutnya, praktik-praktik ini lebih handal dari pada
info-info perseorangan.

Perlu dicatat pula, pada kira2 tahun ke tujuh [ini kemungkina paling cepat,
sementara perkiraan lebih pasnya kira-kira lebih dari tahun ini], tahun
ditemukannya dokumen perintah membasuh tujuh kali, turun QS al-Maidah 5:4 ,
mengenai halalnya hewan hasli buruan anjing. Kutipan terjemahannya:

"Mereka menanyakan kepadamu:"Apakah yang dihalalkan bagi mereka".


Katakanlah:"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang-binatang buas yang telah kamu ajarkan dengan melatihnya untuk
berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu,
maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah
atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah
sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya". (QS. 5:4)

Ayat ini diterjemahkan secara baik dalam dokumen berikut: 'Ady bin Hatim
bertanya kepada Baginda Rasul SAW: "Kami adalah masyarakat yang gemar
berburu dengan anjing2 ini".

Maka kemudian Nabi mengatakan: "Apabila kamu memerintahkan anjing-anjing


kamu yang telah terdidik dengan baik, dan kamu menyebut nama Allah, maka
makanlah hasil buruannya, walau mereka membunuhnya [walau anjing2 itu
membunuh hewan buruannya]. [Bukhari].

Penelitian bodoh saya memperkirakan [baca kronologi Hudaybiyah, dokument


perkawinan dengan ahlul kitab, dan secara umum interaksi dengan mereka, yang
kesemuanya muncul secara beriringan], bahwa ayat ini turun setelah dokumen
Abu Hurayrah dan Ibn Mughaffal. Dan tak ada klausul mengenai apa yang harus
diperbuat dengan bekas-bekas gigitan atau air liur yang jelas akan mengenai
hewan buruan. Setahu saya, anjing memburu dengan mulut dan cengkeramannya.
Klausul-klausul itu baru lahir dari penafsiran2 yang berkembang berikutnya.
Berdasarkan ini pula, Imam Malik mengatakan apa yang telah saya sampaikan
sebelumnya: perintah membasuh tujuh kali tak terfahami [ghair mafhum].

Adalah tak terfahami, memperbolehkan memelihara anjing sementara air liurnya


[dan juga seluruh badannya, sebagaimana penafsiran-penafsiran yang
berkembang berikutnya] dianggap najis. Bagaimana harus memberi makan,
bagaimana harus membersihkannya agar tak terjangkit penyakit, dan bagaimana
bagaimana yang lainnya, yang kesemuanya bermuara pada apa yang pernah
dikeluhkan oleh Imam Malik: tak terfahami.

Namun "sayang", Imam Malik kemudian agak ragu, karena dokumen Abu Harayrah
dan Ibn Mughaffal tak dapat dipandang sebelah mata begitu saja. Ia kemudian
menempuh jalur krompromistis: perintah itu hanya sekedar "ta'abbudy".
Mungkin ia melihat basis metafisik yang melatari pelarangan memelihara
anjing, dimana dikisahkan, malaikat Jibril tidak berkenan memasuki rumah
Rasul SAW karena ada seekor anak anjing. Dan setelah anak anjing keluar,
baru sang malaikat berkenan masuk [Muslim]. Padahal kalau basis metafisik
ini ditarik pada 'ruang sosial', akan tampak jelas basis reason fisiknya.
Sejak kapan malaikat berubah membenci anjing? Apa beliau-beliau lupa dengan
anjing kesayangan ahlul kahfi?
Permasalahannya jelas bukan pada anjing itu sendiri, akan tetapi keadaannya
yang dekil, galak, dan tak terawat dengan baik, sehingga menimbulkan
kehawatiran wabah "kalab".

Saya husnudz-dzon, Malaikat akan berkenan hadir di rumah dengan


anjing-anjingnya yang lucu-lucu, bersih terawat, dan tentu saja .. sangat
menggemaskan. Ahlan Wasahlan yaa Malaaikatanaa al-kiraam .. SalaamulLaahi
'Alaikum wa'alainaa Jamii'an.

> Bagaimana dengan hukum daging babi?


> Sebagaimana disepakati oleh semua madzhab (Maliki, Hanafi, Hambali dan
> Syafi'i) maka hukumnya adalah Najis dan Haram dimakan berdasarkan nash al
> Qur'an.
> Tapi kalau hukum anjing memang khilaf. Ada yang mengatakan Suci secara
> muthlaq (Maliki). Suci kecuali air liurnya (Hanafi) dan Najis secara
Muthlaq
> (Syafi'i dan Hambali)

Babi?

Tak ada dokumen yang menjelaskan kenajisannya. Ia hanya dikiyaskan dengan


anjing. Selain qiyas ini "bermasalah", kenajisan anjing juga "bermasalah"
pula.

Sekali lagi, saya tidak sedang membahas memakan daging babi atau daging
anjing. Saya sedang membahas kenajisannya.

Demikian,

Age Maemun,

Kang Abdullah,

Sampean masih di Langitan?

assalamu'alaikum wr. wb.


langsung saja ustadz, ada dua
pertanyaan:
1. apa hukumnya daging anjing, saya
membaca ada sebagian kalangan yang
tidak mengharamkan daging anjing
karena tidak ada dalil yang jelas
tentang pengharamannya?
2. tentang babi, saya baca juga yang
haramnya adalah dagingnya saja, apa
betul? kalau ya batasan daging babi itu
apa?
itu saja, jawabannya sangat saya
tunggu. jazakallah khaira jaza.

Jawaban Assalamu alaikum wr.wb.

ٍٍٍSemoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita.


anjing dan babi menjadi pembahasan luas para fukaha.
Terkait dengan babi, madzhab Hanafi, Syafii, dan
Hambali sepakat bahwa babi berikut semua bagian
tubuhnya dan yang keluar darinya, seperti air liur, kotoran
dan keringatnya adalah najis. Adapun anjing maka
menurut madzhab Hanafi dan Maliki secara umum adalah
suci. Yang najis darinya menurut madzhab Hanafi
hanyalah air liur yang ada di sekitar mulut dan hidung
serta kotorannya. Sementara, menurut Maliki yang najis
hanya kotorannya.Hal ini berbeda dengan pendapat
madzhab Syafi’I dan Hambali yang menegaskan bahwa
anjing secara keseluruhan adalah najis.

Dalil yang menyebutkan kenajisannya dan karenanya


menjadi haram untuk dimakan adalah  sabda Nabi yang
memerintahkan untuk mencuci wadah yang dijilati anjing
dengan tujuh kali serta satu kali dengan tanah. Perintah ini
menjadi tanda akan najisnya air liur dan daging sebagai
sumbernya. 

Wallahu a’lam bi al-shawab

Wassalamu alaikum wr.wb

Kepada Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary

PERTANYAAN :
Ustadz, yang semoga Allah Ta’ala senantiasa menjagamu, saya ingin menanyakan
beberapa hal ;

1. <!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Bagaimana tinjauan Islam mengenai hukum


memakan daging anjing dan babi ?
2. <!--[if !supportLists]-->Sebagian orang beralasan bahwa alasan diharamkannya
daging babi adalah karena adanya penyakit dan cacing pita didalamnya, sehingga
dengan teknologi proses pemasakan yang tepat maka cacing pita tersebut bisa
dihilangkan dan boleh dimakan. Bagaimana dengan pendapat tersebut ?

Jazaakumullaahu Khairan Katsiiran atas jawabannya.

dr.Abu Hana

http://kaahil.wordpress.com

JAWABAN :

Anjing adalah binatang yang menjijikan, sehingga para ‘ulama sepakat akan keharaman
memakan dagingnya dan tidak ada perselisihan yang dapat dianggap dalam hal ini.

Adapun dalil-dalil tentang keharamannya adalah :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Keumuman hadits : “Tiap-tiap yang bertaring dari


binatang buas, maka memakan (dagingnya) adalah haram” (HR. Muslim no.1933 dari
sahabat Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu)
‫ك عن‬FF‫ حدثنا عبدالرحمن (يعني ابن مهدي) عن مال‬.‫) وحدثني زهير بن حرب‬1933(
‫لى هللا‬FF‫بي ص‬FF‫ عن الن‬،‫رة‬FF‫ عن أبي هري‬،‫فيان‬FF‫دة بن س‬FF‫ عن عبي‬،‫ماعيل بن أبي حكيم‬FF‫إس‬
.)‫ فأكله حرام‬،‫عليه وسلم قال (كل ذي ناب من السباع‬

.‫ مثله‬،‫ بهذا اإلسناد‬،‫ أخبرني مالك بن أنس‬.‫ أخبرنا ابن وهب‬.‫) – وحدثنيه أبو الطاهر‬1933(
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Diriwayatkan dari Abu Zubair Radhiallaahu ‘anhu, ia
berkata : “Saya bertanya kepada sahabat Jabir tentang uang hasil penjualan anjing, maka
Beliau menjawab “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang keras dari hal tersebut”.
(HR. Muslim no.1569)
.‫ حدثنا معقل عن أبي الزبير‬.‫ حدثنا الحسن بن أعين‬.‫) حدثني سلمة بن شبيب‬1569(
‫ زجر النبي صلى هللا عليه وسلم عن‬:‫ سألت جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال‬:‫قال‬
.‫ذلك‬
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiallaahu
‘anhuma, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah
apabila mengharamkan pada suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Allah haramkan
pula atas mereka uang yang didapat dari hasil penjualannya”. (HR. Abu Daud no.3488)
‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد أَ َّن بِ ْش َر ْبنَ ْال ُمفَض َِّل َوخَ الِ َد ْبنَ َع ْب ِد هَّللا ِ َح َّدثَاهُ ُم – ْال َم ْعنَى – ع َْن خَ الِ ٍد ْال َح َّذا ِء‬
‫ث خَ الِ ِد ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن بَ َر َكةَ أَبِى ْال َولِي ِد ثُ َّم اتَّفَقَا – ع َِن اب ِْن‬
ِ ‫ال ُم َس َّد ٌد ِفى َح ِدي‬ َ َ‫ع َْن بَ َر َكةَ ق‬
َ َ‫ َجالِسًا ِع ْن َد الرُّ ْك ِن – ق‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
‫ال – فَ َرفَ َع‬ َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ال َرأَي‬ َ َ‫س ق‬
ٍ ‫َعبَّا‬
‫ ثَالَثًا « إِ َّن هَّللا َ َح َّر َم َعلَ ْي ِه ُم ال ُّشحُو َم‬.» ‫ال « لَ َعنَ هَّللا ُ ْاليَهُو َد‬ َ َ‫ض ِحكَ فَق‬ َ َ‫ص َرهُ إِلَى ال َّس َما ِء ف‬ َ َ‫ب‬
‫ َولَ ْم‬.» Zُ‫فَبَا ُعوهَا َوأَ َكلُوا أَ ْث َمانَهَا َوإِنَّ هَّللا َ إِ َذا َح َّر َم َعلَى قَ ْو ٍم أَ ْكلَ ش َْى ٍء َح َّر َم َعلَ ْي ِه ْم ثَ َمنَه‬
.» ‫ال « قَاتَ َل هَّللا ُ ْاليَهُو َد‬ َ َ‫ َوق‬.» ‫ْت‬ ُ ‫َّان « َرأَي‬ ِ ‫ث َخالِ ِد ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ الطَّح‬ ِ ‫يَقُلْ فِى َح ِدي‬
Mengenai daging babi, juga tidak ada perselisihan di kalangan ahlul ‘ilmi tentang
keharamannya. Berdasarkan Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat yang ketiga
dan Al-Qur’an surat Al-An’am ayat yang ke 145.

ُ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َو ْال َّد ُم َولَ ْح ُم ا ْل ِخ ْن ِزي ِر َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّللا ِ بِ ِه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُو َذةُ َو ْال ُمت ََر ِّديَة‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
‫ق‬ٌ ‫وا بِاألَ ْزالَ ِم َذلِ ُك ْم فِ ْس‬ ْ ‫ب َوأَن تَ ْستَ ْق ِس ُم‬ ِ ‫ص‬ ُ ُّ‫يحةُ َو َما أَ َك َل ال َّسبُ ُع إِالَّ َما َذ َّك ْيتُ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن‬ َ ‫َوالنَّ ِط‬
ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم‬ ُ ‫اخ َشوْ ِن ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬ ْ ‫ُوا ِمن ِدينِ ُك ْم فَالَ ت َْخ َشوْ هُ ْم َو‬ ْ ‫س الَّ ِذينَ َكفَر‬ َ ِ‫ْاليَوْ َم يَئ‬
ِ ‫ف إِّل ِ ْث ٍم فَإ ِ َّن هّللا َ َغفُو ٌر ر‬
‫َّحي ٌم‬ ٍ ِ‫ص ٍة َغ ْي َر ُمتَ َجان‬ َ ‫يت لَ ُك ُم ا ِإل ْسالَ َم ِدينا ً فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِي َم ْخ َم‬ ُ ‫ض‬ ِ ‫نِ ْع َمتِي َو َر‬
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk,
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan..” (QS. 5:3)

ُ
ٍ َ‫يَ ُكونَ َم ْيتَةً أَوْ دَما ً َّم ْسفُوحا ً أَ ْو لَ ْح َم ِخن ِزي ٍر فَإِنَّهُ ِرجْ سٌ أَوْ فِسْقا ً أ ِه َّل لِ َغي ِْر هّللا ِ بِ ِه فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر ب‬
‫اغ َوالَ عَا ٍد فَإ ِ َّن‬

Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Rabbmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 6:145)

Alasan sebagian orang bahwa diharamkannya daging babi adalah karena sebatas adanya penyakit
dan cacing pita didalamnya, sehingga jika dapat diatasi dan dihilangkan baik penyakit atau
cacing pitanya menjadikan daging babi halal boleh untuk dimakan, ini adalah alasan yang tidak
benar.

Justeru memakan daging babi berdasarkan penelitian diduga kuat akan menimbulkan hal yang
disebutkan tadi, dan ini tentu menambah kuat akan keharaman memakannya.

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa daging babi itu adalah rijsun (kotor) dan yang rijsun
adalah haram harus dijauhi.

(Lihat Ruuhul Ma’aani karya Al-Aluusi dan Ahkaamul Qur’an karya Ibnul Arabi).

Baca Juga :

 DALIL TENTANG HARAMNYA MAKAN DAGING ANJING


 GELATIN HALAL DAN GELATIN HARAM
 Obat-Obatan Mengandung Babi ?
 Makanan : Hukum Memakan Ular, Monyet, Musang, Kepiting, Kodok, Landak,
Kadal, Kepiting, Kelelawar,dll (Bag.5 selesai)
 Makanan : Hukum Bangkai, Darah, Daging Babi, Kuda, Keledai dll (Bag.4 dari 5
tulisan)
 Makanan : Bagaimana HUKUM HEWAN YANG HIDUP DI 2 ALAM..? (Bag.3
dari 5 tulisan)
 Makanan : Kaidah Islam dalam Penghalalan & Pengharaman makanan (Bag.2 dari
5 tulisan)

TUESDAY, AUGUST 28, 2007

Penjelasan gambar siswi muslim memegang anjing & babi

Oleh Dr Mohd. Dzulhamka Kamaluddin

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kepada yang berkenaan,


Semoga sentiasa dalam lingkungan rahmat dan kasih sayang Allah swt. Saya merasa terpanggil untuk
memberikan sedikit maklumbalas berkenaan beberapa gambar yang diedarkan menerusi internet yang
menunjukkan seorang siswi Fakulti Perubatan Veterinar UPM yang bergambar berdekatan serta
memegang/menyentuh anjing dan babi.

Email ini saya tulis secara panjang lebar dengan harapan huraiannya dapat difahami dengan jelas dan
tidak disalah tafsirkan. TETAPI buat mereka yang tidak mempunyai masa yang banyak untuk membaca
cukuplah saya katakan TIADA APA-APA MASALAH PADA GAMBAR TERSEBUT!. IA TIDAK MENGHINA ISLAM
SEBALIKNYA MENERANGKAN BAHAWA UMAT ISLAM BOLEH MENYENTUH ANJING DAN BABI. ADALAH
MENJADI TANGGUNGJAWAB MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH UNTUK MENGURUSKAN KESELESAAN HIDUP
HAIWAN INI DENGAN MEMASTIKAN KEBEBASAN DAN KESIHATANNYA TERJAGA.

Tiada nas yang mengatakan menyentuh anjing dan babi itu haram.Yang haram ialah memakannya. Kita
perlu jelas pandangan Islam terhadap 2 makhluk ini. Kedua-duanya adalah ciptaan Allah, dan Allah
tidak menjadikan sesuatu itu sia-sia, sebaliknya setiap sesuatu itu ada hikmahnya. Adakah Allah
menciptakan anjing dan babi ini untuk dipandang hina oleh umatnya?

Sebelum meneruskan perbincangan, izinkan saya memberi sedikit pengenalan diri, saya merupakan
salah seorang graduan Doktor Perubatan Veterinar tahun 2006. Kini menyambung pelajaran dalam
bidang master fisiologi di Fakulti Perubatan Veterinar UPM semester pertama. Sebelum ini, bersekolah
di Sek. Men. Keb. Agama Kuala Selangor. Saya bukanlah orang yang paling sesuai untuk memberi
penjelasan kerana yang terbaik adalah mereka yang mendalami ilmu agama agar dapat menjelaskan
dengan menyatakan nas-nas serta tafsiran yang tepat serta mendalam. Walaubagaimanapun saya akan
cuba menjelaskan dengan pengetahuan agama sedikit yang saya ada dan hasil daripada perbincangan
secara peribadi dengan ustaz-ustaz serta seminar yang pernah kami adakan di fakulti sendiri berkenaan
dengan isu ini.

Pertamanya, sebagai seorang doktor veterinar (doktor haiwan) sememangnya kami mungkin akan
berhadapan dengan situasi merawat anjing atau babi. Bagi doktor veterinar atau ringkasnya vet, yang
bekerja di klinik-klinik haiwan kebanyakannya akan merawat anjing dan juga kucing.
Walaubagaimanapun terdapat sesetengahnya yang menghadkan rawatan kepada kucing
sahaja.Berkenaan dengan babi, kebiasaannya tiada vet muslim yang akan bekerja di ladang ternakan
babi. Walaubagaimanapun,bagi vet yang bekerja di jabatan perkhidmatan haiwan, adakalanya mereka
akan ke ladang ternakan babi untuk membuat pemeriksaan bagi memastikan ladang tersebut
mengamalkan amalan pengurusan ladang yang baik supaya bebas daripada penyakit-penyakit berbahaya
seperti penyakit Nipah yang merebak pada tahun 1999 yang turut membahayakan nyawa manusia.
Terdapat juga vet yang bekerja di makmal yang memproses sampel-sampel yang datang daripada babi
atau anjing seperti darah, najis, organ-organ dan sebagainya

Justeru, dalam kurikulum Doktor Perubatan Veterinar, pelajar akan terlibat mengendalikan anjing dan
babi. Bermula dengan organ-organ haiwan tersebut dalam amali bagi subjek anatomi dan fisiologi
sehinggalah kepada mengendali, merawat dan membuat post mortem terhadap haiwan tersebut secara
seluruhnya apabila memasuki tahun para-klinikal dan klinikal. Secara umumnya saya bersetuju dengan
perkataan '³desensitization '´ yang digunakan oleh salah seorang yang menghantar email tersebut
kepada saya. Sebagai vet, proses ini perlu kerana kami tidak sepatutnya jijik untuk merawat pesakit
kami kerana itu merupakan tanggungjawab kami yang juga terkandung dalam ikrar yang dilafazkan oleh
setiap vet ketika bergraduan.

Apabila memasuki tahun ke 4, pelajar vet akan mengikuti subjek pengenalan terhadap klinik. Dan
subjek klinik pada tahun ke 5. dalam kedua-dua subjek ini pelajar akan dibahagikan kepada kumpulan-
kumpulan yang kecil dan kumpulan '¶ kumpulan iniakan bergilir membuat praktikal dalam amalan-
amalan yang telah ditetapkan. Pelajar-pelajar ini akan membuat praktis selamaseminggu dalam setiap
amalan. Amalan-amalan ini termasuklah amalan haiwan kesayangan yang melibatkan rawatan terhadap
anjing dan amalan ternakan babi yang memerlukan pelajar ke ladang ternakan babi untuk membuat
pemerhatian, diagnosis penyakit serta rawatan. Daripada apa yang saya lihat, gambar-gambar yang
diedarkan menerusi internet itu adalah gambar yang diambil oleh pelajar ketika praktikal sama ada
dalam subjek pengenalan klinik atau subjek klinik ini. Pada pandangan saya, pelajar itu berkongsi
gambar '¶ gambar tersebut secara umum dalam internet bukanlah bertujuan menghina agama atau
sebagainya, sebaliknya sekadar berkongsi suatu pengalaman yang mungkin tidak dilalui oleh orang
ramai.

Berkenaan dengan isu menyentuh, memegang, merawat anjing dan babi yang dikategorikan sebagai
najis '³mughollazoh '´ iaitu najis berat dalam feqah, ianya bukanlah haram seperti mana yang dikatakan
oleh sesetengah masyarakat melayu. Ramai yang bertanya kepada saya bagaimana saya sebagai seorang
muslim boleh menyentuh anjing dan babi yang haram disentuh?. Berdasarkan pelajaran feqah yang saya
pelajari sejak sekolah rendah agama hinggalah sekolah menengah, menyentuh najis '³mughollazaoh '´
tidak haram. Apa yang dinyatakan oleh hukum feqah ialah apabila kita menyentuh najis '³mughollazoh
'´ kita dikehendaki menyucikannya dengan bersamak iaitu membasuh dengan air yang telah
dicampurkan dengan tanah sekali dan membilasnya dengan air '³musta '²mal '´ (air yang bersih dan
suci) sebanyak 6x. Yang haram berkaitan dengan anjing dan babi ialah memakannya bukan
menyentuhnya.
Sebagai seorang melayu, saya maklum pandangan masyarakat melayu yang merasakan '±geli '² atau jijik
terhadap anjing dan babi. Mungkin ini adalah disebabkan nilai yang diwarisi daripada ibubapa yang
mungkin berasal daripada usaha untuk mengelak daripada tersentuh anjing dan babi yang mana proses
menyucikannya dilihat sebagai agak leceh dan jika tidak dilakukan akan menjejaskan ibadah. Saya
sendiri, walaupun telah jelas berkenaan dengan hukum menyentuh anjing dan babi, merasa kekok dan
sedikit '±geli '² apabila kali pertama memegang jantung babi apatah lagi ketika kali pertama
mengangkat anjing untuk diletakkan di atas meja pemeriksaan yang mana tekniknya memerlukan kita
merapatkan badan anjing tersebut ke badan sendiri kerana itu merupakan teknik yang selamat bagi
mengelakkan kecederaan yang tidak dingini dalam proses mengangkat tersebut. Namun, kita perlu jelas
pandangan Islam terhadap 2 makhluk ciptaan Allah ini. Adakah Allah menciptakan anjing dan babi ini
untuk dipandang hina kerana itu ianya diistilahkan sebagai najis berat? Jika ya mengapa terdapat
hukum feqah yang menyatakan haiwan buruan yang dibunuh oleh anjing buruan yang terlatih halal
dimakan dengan syarat pemburu berniat kerana Allah ketika melepaskan anjing buruan tersebut.
Bagaimana pula dengan kisah seorang pelacur yang diampunkan dosanya dan dimasukkan ke dalam
syurga hanya kerana memberi minum kepada seekor anjing yang kehausan dengan menggunakan
kasutnya?

Anjing dan babi juga merupakan makhluk ciptaan Allah yang mana termasuk dalam tanggungjawab
manusia sebagai khalifah di mukabumi untuk menguruskannya. Sebagai makhluk ia juga seperti manusia
memerlukan makanan apabila ia lapar, minuman apabila haus dan ia perlukan rawatan apabila ia sakit,
walaupun mungkin dari sudut keutamaannya berbeza dengan manusia. Justeru saya melihat apa yang
dipelajari oleh vet berkenaan dengan anjing dan babi serta kewajipan merawatnya termasuk dalam
perkara fardhu kifayah dan ia memenuhi sebahagian tanggungjawab manusia sebagai khalifah.

Walaubagaimanapun menjadi tanggungjawab vet untuk mengetahui tuntutan agama yang perlu
dipenuhi dalam kerjayanya. Vet dan pelajar doktor perubatan veterinar perlulah berhati-hati dan tidak
sambil lewa dalam soal kesucian tubuh badan dan pakaiankerana ianya akan menjejaskan ibadah. Yang
terbaik ialah mengasingkan pakaian kerja dengan pakaian harian terutamanya pakaian untuk solat jika
tidak mahu menyamak pakaian kerana khuatir pakaian akan rosak dan sebagainya. Bagi orang awam
pula tidak perlu risau kerana najis ini '³tidak berjangkit '´ maksudnya jika seorang vet hanya membasuh
tangannya dan telah membersihkan zat najis tersebut selepas bertugas tetapi masih belum menyamak
tangannya, ia tidak '³berjangkit '´ jika anda bersalaman dengannya kerana tiada zat najis (warna, bau
dan rasa) pada tangan vet tersebut. Tetapi vet tersebut perlu menyucikan tangannya dengan bersamak
sebelum solat. Hal yang sama jika anda bersalaman dengan orang bukan Islam yang mungkin
memelihara anjing di rumahnya. B itu juga dengan tapak kasut anda yang memijak mukabumi yang
pernah dipijak oleh anjing atau babi. Tidak perlu risau dan terlalu was-was selagi tiada zat najis.
Walaubagaimanapun terdapat cadangan daripada sesetengah ustaz untuk menyamak seluruh badan
sekali sekala bagi orang awam dan mungkin berkala bagi vet seperti sebulan sekali supaya jika terdapat
najis '³mughollazoh '´ pada badan yang tidak diketahuinya, ia dapat disucikan. Namun saya kira ini
adalah sekadar satu pandangan bukan kewajipan yang baik untuk mereka yang was-was praktikkan.
Sebenarnya terdapat pelbagai persoalan - persoalan yang timbul yang berkait dengan kerjaya vet
seperti bagaimana vet muslim merawat kuda yang terlibat dalam lumba kuda, apakah hukumnya?,
bagaimana pula dengan bayaran upah perkhidmatan yang diterimanya? adakah ianya halal? Begitu juga
jika vet muslim memberi perkhidmatan nasihat untuk memperbaiki usaha perladangan babi,
bagaimanakah hukumnya? Adakah ianya berdosa kerana membantu orang memakan babi? Bagaimana
jika membuat pembedahan yang panjang sehingga terlepas solat? Adakah sama seperti pembedahan
manusia yang membolehkan solat tersebut dijamakkan?

Banyak lagi soalan-soalan yang datang samada daripada orang awam, dikalangan vet atau pelajar vet
sendiri yang saya sendiri tidak mampu menjawabnya dengan ilmu agama yang cetek ini. Saya kira
perkara yang sama juga berlaku atau akan berlaku dalam bidang kerjaya anda jika anda mencarinya
'¥ini kerana Islam itu adalah cara hidup yang syumul, elemennye terdapat dalam semua bidang, dan
yang indahnya, Islam sudah pun ada jawapannya, terpulang pada kita untuk menyelidik dan
memahaminya dengan panduan dan tunjuk ajar daripada mereka yang ahlinya.

Akhirnya, sebagai seorang muslim, marilah kita bersama mengambil tanggungjawab untuk
memperbetulkan salah faham masyarakat khasnya masyarakat melayu berkaitan dengan isu ini. Perkara
ini banyak dipertikaikan oleh masyarakat yang bukan Islam terutamanya mereka yang kuat memegang
nilai kebajikan haiwan. Seorang senior saya dalam projek tahun akhirnya yang berkenaan dengan
kebajikan haiwan, menjalankan satu soal selidik. Salah satu daripada soalannya adalah '³jika anda
melihat seekor anjing yang tersepit kakinya, adakah anda akan menolong melepaskan kakinya?
Nyatakan alasan bagi setiap jawapan anda '´. Sebagai seorang muslim saya merasa sedih dan malu
apabila terdapat satu jawapan yang menyatakan '³Tidak, kerana saya seorang Islam '´. Senario ini harus
kita ubah kerana sebagai seorang Islam kita perlu menjaga 3 hubungan iaitu hubungan dengan Allah,
hubungan sesama manusia dan hubungan dengan makhluk yang lain. Sesungguhnya Islam itu syumul,
segalanya sudah pun digariskan panduannya, terpulang kepada kita untuk mencari, memahami dan
mengamalkannya.

Wallahua '²lam
Saya mengalu-alukan mereka yang ingin mengemuka pandangan, memperbetulkan fakta atau berkongsi
maklumat baru berkenaan dengan hal ini. Anda bolehlah menghantar email kepada lapanjuta@yahoo .
co.uk. Sekian moga bermanfaat untuk semua.

Terima kasih.

Dr. Mohd Dzulhamka Kamaluddin


DVM, UPM

Disemak oleh,
Prof. Dr. Rasedee Abdullah
Pensyarah
Fakulti Perubatan Veterinar
Universiti Putra Malaysia

Dari blog isuhangat

imej-imej dari blalang


Posted by *pu_jie* at 3:35 PM

2 Comments:

hypronet_income said...

aku dari dulu dah faham sangat pasal hukum memegang babi atau anjing nih....pegang je
la...dengan confidentnya...tak salah pun...tak haram pun memegangngnya...pastu ape pulak
nak pandang hina dengan binatang2 ni...takde nas pun yang menyuruh kita memandang hina
pada binatang...lagi kita sebagai khalifah di muka bumi..diminta sangat untuk menyanyangi
sekalian makhluk di muka bumi..pastu pulak aku nak tanya yang dok sibuk2 kata haram sana
haram sini nih....korang dulu pegang tak tangan awek2 korang tu...sekiranya pernah...lebih
baik korang yang begitu memegang dan mencium tangan dan jemari babi tu...pegang babi
tak dosa pun...tapi pegang tangan awek ...haram tu...pastu...bernafsu betul korang tengok
awek2 tu yek...tak hina pula perasaan dan pandangan tu yerk...lebih baik korang tengok je
babi2 tu dengan perasaan kasihan..itu lebih baik...Wallahu a'lam

October 7, 2009 6:43 PM

hypronet_income said...

aku dari dulu dah faham sangat pasal hukum memegang babi atau anjing nih....pegang je
la...dengan confidentnya...tak salah pun...tak haram pun memegangngnya...pastu ape pulak
nak pandang hina dengan binatang2 ni...takde nas pun yang menyuruh kita memandang hina
pada binatang...lagi kita sebagai khalifah di muka bumi..diminta sangat untuk menyanyangi
sekalian makhluk di muka bumi..pastu pulak aku nak tanya yang dok sibuk2 kata haram sana
haram sini nih....korang dulu pegang tak tangan awek2 korang tu...sekiranya pernah...lebih
baik korang yang begitu memegang dan mencium tangan dan jemari babi tu...pegang babi
tak dosa pun...tapi pegang tangan awek ...haram tu...pastu...bernafsu betul korang tengok
awek2 tu yek...tak hina pula perasaan dan pandangan tu yerk...lebih baik korang tengok je
babi2 tu dengan perasaan kasihan..itu lebih baik...Wallahu a'lam

October 7, 2009 6:43 PM

Post a Comment

You might also like