You are on page 1of 83

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia

adalah di bidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan

penduduk berkisar antara 2.15% pertahun hingga 2,49% pertahun.

Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang

dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh

karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju

pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana (KB) yang

telah dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga

pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN).

Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan

kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan

kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui

usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk.

Hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007 menunjukkan program keluarga berencana (KB) mengalami

stagnasi, dengan angka kelahiran rata-rata tetap 2,6 - setara tahun

2003. Kesertaan ber-KB seperti tergambar pada pemakaian alat

kontrasepsi, juga menunjukan peningkatan yang sedikit sekali


2

sekitar 1 persen selama 5 tahun terakhir dan pencapaian tersebut

belum merata.

Pencapaian peserta KB baru semua metode kontrasepsi di

Kalimantan Timur sebanyak 74.675 akseptor atau 100.17% dari

prakiraan permintaan masyarakat (PPM) 74.550 peserta. Dengan

uraian 2.939 peserta Intra Uterine Devices (IUD), 632 peserta

Medis Operatif Wanita (MOW), 2.584 peserta kondom, 3.113

peserta Implant, 39.555 peserta Suntik dan 25.801 peserta Pil.

Pencapaian tertinggi pada metode suntik terdapat di kota

Samarinda dengan jumlah 10.907 peserta.

Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontrasepsi dapat

dikatakan bahwa 51,21% akseptor KB memilih Suntikan sebagai

alat kontrasepsi, 40,02% memilih Pil, 4,93% memilih Implant 2,72%

memilih IUD dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat lebih

memilih metode non MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang)

seperti suntik dan pil karena praktis, ekonomis, nyaman dan mudah

digunakan. Walaupun efek sampingnya berupa gangguan pola haid

dan kenaikan berat badan yang paling sering di alami.

Dari hasil SDKI (2007) diketahui banyak alasan yang

dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi KB

MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) seperti Intra Uterine

Devices (IUD), Implant, Medis Operatif Pria (MOP) dan Medis

Operatif Wanita (MOW) adalah karena alasan fertilitas. Selain

alasan fertilitas. Alasan lain yang banyak disebut adalah berkaitan


3

dengan alat/cara KB yaitu : masalah kesehatan, takut efek

samping, alasan karena pasangannya menolak dan alasan yang

berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal

(BKKBN, 2008).

Partisipasi masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa peserta

Keluarga Berencana (KB) aktif yang memilih alat kontrasepsi suntik

tetap menduduki peringkat tertinggi meskipun sering menimbulkan

gangguan haid (amenorea), menoragia dan muncul bercak

(spotting), peningkatan berat badan, sakit kepala, dan nyeri

payudara. Selain itu juga terlambat kembalinya kesuburan. Masa

subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya

kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup

tinggi. Usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun.

Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau

menjarangkan kelahiran lebih di prioritaskan untuk menggunakan

alat / cara KB (Dinkes, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Meliati (2005) dengan judul

hubungan pengetahuan aseptor KB tentang kontrasepsi rasional

dalam pemilihan metode kontrasepsi rasional dalam pemilihan

metode kontrasepsi di desa Bangun Cipto Yogyakarta

menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan tentang

kontrasepsi dengan pemilihan metode kontrasepsi yang signifikan.

Semakin tinggi nilai pengetahuan maka semakin cepat

keputusan ibu dalam menggunakan kontrasepsi suntik.


4

Pengetahuan ibu yang tinggi akan empat kalinya lebih cepat dalam

mengambil keputusan. Untuk mempunyai sikap yang positif tentang

KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila

pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan

kurang maka kepatuhan menjalani program KB berkurang

(Notoatmojo, 2003).

Selain itu status pekerjaan dan pendapatan juga dapat

berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya

faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang

untuk ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung akan

mempengaruhi status dalam pemakaian kontrasepsi. Semua

metode kontrasepsi mempunyai efek samping (akibat pemakaian

KB bukan gejala suatu penyakit), yang harus diketahui pemakai

(akseptor) sebelum memakainya. Oleh karena itu konseling

merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga

Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR).

Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien

dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

digunakan sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik juga

akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih

lama dan meningkatkan keberhasilan KB (BKKBN, 2006).

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Tumini (2004) tentang

pengaruh pemberian konseling terhadap pengetahuan tentang KB

dan kemantapan dalam pemilihan alat kontrasepsi pada calon


5

akseptor KB menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling dan

pengetahuan secara bersama-sama terhadap kemantapan

akseptor KB.

Pemilihan alat kontrasepsi oleh akseptor KB yang sesuai

keinginan sangat penting. Banyak wanita harus menentukan

pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya

jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode

tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan

kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas

wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih

suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk

status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode,

konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya

keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya

mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008).

Metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7

persen, 1994 menjadi 15,2 persen, 1997 menjadi 21,1 persen,

2003 menjadi 27,8 persen dan 2007 mencapai 31,6 persen.

(sumber: SDKI). Fakta tersebut menunjukkan bahwa masih

banyak pasangan usia subur yang belum terpenuhi jenis

kontrasepsi yang sesuai dengan pilihannya secara rasional, baik

sesuai dengan tujuan pengaturan kelahirannya atau kondisi fisik

biologisnya.
6

Untuk itu dalam memutuskan suatu cara kontrasepsi

sebaiknya mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi yang

rasional, efektif dan efisien. KB merupakan program yang

berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama

(post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi

(limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan

medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity).

(www.psikis.bkkbn.go.id).

Data yang diperoleh dari Badan Keluarga Berencana dan

Keluarga Sejahtera (BKBKS) Kota Samarinda (2009),

menunjukkan hasil pencapaian peserta KB baru di enam

kecamatan yang ada di wilayah kota Samarinda menurut jenis

kontrasepsi yang paling banyak digunakan pada tahun 2008 dan

2009 adalah jenis kontrasepsi suntik. Pengguna KB terbanyak ada

di wilayah Kecamatan Samarinda Seberang Puskesmas Kampung

Baqa Kota Samarinda pada tahun 2008 sebanyak 2130 peserta

dan mengalami peningkatan menjadi 2481 peserta di tahun 2009.

Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud untuk

mengetahui hubungan pengetahuan, pendapatan dan konseling

KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada

akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.


7

B. RUMUSAN MASALAH

Setelah mengidentifikasikan masalah, perumusan masalah,

penelitian yang diambil adalah “Apakah ada hubungan

pengetahuan, pendapatan dan konseling KB terhadap pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda Tahun 2010?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan, pendapatan dan

konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung

Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda

Tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB

di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

b. Mengetahui hubungan pendapatan terhadap pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB

di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.


8

c. Mengetahui hubungan konseling KB terhadap pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB

di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan .penerapan ilmu yang telah di

pelajari selama kuliah.

2. Bagi Akademik

Menambah pustaka perpustakaan dan sebagai salah satu

sumber acuan bagi pihak lain yang memerlukannya untuk

kepentingan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.

3. Bagi instansi kesehatan

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi instansi

kesehatan dalam pelayanan kesehatan serta sebagai bahan

pertimbangan perbaikan pelaksanaan program KB di

masyarakat.

4. Bagi masyarakat

Dapat menjadi sumber pengetahuan, saran dan masukan bagi

akseptor KB dalam rangka peningkatan pengetahuan

mengenai alat kontrasepsi suntik.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang Keluarga Berencana (KB)

1. Keluarga Berencana (KB)

Keluarga berencana adalah gerakan untuk membentuk

keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi

kelahiran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). KB

bertujuan mencegah kehamilan atau membatasi laju

pertambahan kelahiran juga merencanakan besar kecilnya

anggota keluarga atau jumlah anak agar dapat hidup layak

(family planning) (Supomo,2009).

Keluarga berencana adalah proses yang disadari oleh

pasangan untuk emutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu

kelahiran. Keluarga berencana merupakan suatu cara efektif

untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat

menolong pasangan suami istri menghindari kehamilan resiko

tinggi. KB tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan anak,

tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko

tinggi, menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan

(Hartanto,1996).

Menurut WHO (World Health Organisation) seperti yang

dikutip oleh Hartanto (2004), KB adalah tindakan yang

membantu individu atau pasangan suami istri untuk :


10

1. Mendapatkan objektif – objektif tertentu

2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan

3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

4. Mengatur interval diantara kehamilan

5. Mengontrol waktu saat kelahiraan dalam hubungan dengan

suami istri

6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga

Secara garis besar definisi ini mencakup beberapa

komponen dalam pelayanan kependudukan / KB yang dapat

diberikan sebagai berikut :

1. Komunikasi, Informasi dan Eduaksi (KIE)

2. Konseling

3. Pelayanan kontrasepsi

4. Pelayanan infertilitas

5. Pendidikan sexs (sex education)

6. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan

7. Konsultasi genetik

8. Test keganasan

9. Adopsi

2. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan dari keluarga berencana adalah :

a. Menghindari kehamilan yang tidak diharapkan melalui

kontrasepsi

b. Mengatur jarak kehamilan


11

c. Memutuskan jumlah anak yang akan diharapkan dalam

keluarga

d. Mencegah kehamilan pada wanita yang menderita penyakit

serius sehingga kehamilan dapat menempatkan wanita

tersebut pada risiko kesehatan

e. Memberikan pilihan untuk menghindari kehamilan pada wanita

carrier penyakit genetik

3. Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti

program keluarga berencana (KB), (kamus Bahasa Indonesia Edisi

III,2005). Pengertian akseptor Keluarga Berencana (KB) adalah

pasangan usia subur dimana salah seorang daripadanya

menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk tujuan

pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun nonprogram

(Kartoyo,2004).

4. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang artinya menolak dan

konsepsi yang artinya bertemunya sel telur dengan sperma

sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan (Supomo,2009).

Kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah

mencegah terjadinya pembuahan (konsepsi) dengan cara alat atau

obat-obatan (Mochtar,2000).
12

Syarat antikonsepsi yang ideal :

1. Efektif

2. Dapat di percaya

3. Tanpa resiko gagal

4. Tanpa efek samping buruk

5. Tidak mempengaruhi senggama

6. Mudah mendapatkan dan cara penggunaannya sederhana

7. Harga terjangkau

8. Reversibel

9. Akseptabel (Supomo,2009)

Menurut Burns seperti yang di kutip oleh Hartanto (2004),

kontrasepsi dapat didefinisikan sebagai tindakan – tindakan yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan,

dengan kata lain kontrasepsi dilakukan untuk pencegahan

kehamilan atau penjaringan kehamilan. Dewasa ini di kenal

beberapa metode kontrasepsi menurut Burns antara lain :

1. Metode perintang adalah yang bekerja dengan cara

menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur

(merintangi pembuahan).

2. Metode hormonal adalah yang mencegah indung telur

mengeluarkan sel – sel telur, mempersulit pembuahan dan

menjaga agar dinding – dinding rahim tidak mendukung

terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.


13

3. Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam

rahim Intra Uterine Device (IUD), gunanya untuk mencegah

pembuahan sel telur oleh sperma.

4. Metode alamiah merupakan yang membantu untuk

mengetahui kapan masa subur seorang wanita, sehingga

pasangan dapat menghindari hubungan seks pada masa itu.

5. Metode permanen atau metode yang menjadikan seseorang

atau pasangannya tidak dapat lagi memiliki anak untuk

selamanya lewat suatu operasi.

Ada dua pembagian cara kontrasepsi menurut Maryani (2000)

yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern.

1. Cara kontrasepsi sederhana

Cara kontrasepsi ini terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan

dengan alat yang dapat dilakukan dengan senggama terputus

dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat /

obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom,

diagframa atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vagina

tablet).

2. Cara kontrasepsi modern (metode efektif)

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak

pemanen dan permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat

dilakukan dengan pil, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR),

suntikan dan norplant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen

dapat dilakukan dengan metode mantap yaitu dengan cara


14

tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi

pada pria).

B. Kontrasepsi Rasional

1. Pengertian kontrasepsi rasional

Kontrasepsi rasional adalah suatu pola pemakaian

kontrasepsi dimana pilihan pemakaian kontrasepsi

disesuaikan dengan kurun reproduksi sehat.

Kurun reproduksi sehat sendiri mengandung pengertian

sebagai suatu pola perilaku reproduksi dimana pengaturan dan

perencanaan kehamilan dilaksanakan pada masa dimana

kehamilan akan berlangsung dengan aman dan pada tingkat

kesehatan yangsetinggi–tingginya (www.pustaka.BKKBN.go.id)

Pilihan kontrasepsi secara rasional pada dasarnya

adalah merupakan pilihan klien secara sukarela tanpa adanya

unsur paksaan, yang didasarkan pada pertimbangan secara

rasional dari sudut tujuan/teknis penggunaan, kondisi

kesehatan medis, dan kondisi sosial-ekonomis dari masing-

masing pasangan. Sedang kan Pilihan kontrasepsi secara tidak

rasional adalah pilihan klien tanpa di dasari pertimbangan

secara rasional (www.medicastore.com).

2. Tujuan dan manfaat

Tujuan pemakaian kontrasepsi rasional adalah

membantu setiap pasangan subur agar dapat mewujudkan

praktek reproduksi sehat, sehingga tujuan mewujudkan


15

keluarga kecil sejahtera dapat di capai. Manfaat yang diperoleh

dari pemakaian kontrasepsi rasional adalah :

a. Membantu pasangan usia subur yang umur istrinya kurang

dari 20 tahun untuk menunda kehamilannya dengan cara

menganjurkan mereka memakai alat kontrasepsi yang

sesuai sampai istrinya berumur 20 tahun atau lebih. Selain

itu apabila pasangan tersebut secara ekonomis /

pshycologis belum siap maka di anjurkan pula untuk

menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai.

b. Membantu pasangan usia subur yang istrinya berumur

antara 20 – 30 tahun untuk merencanakan kehamilan

pertamanya, mengatur jarak kehamilan pertama dan

kedua, dengan cara menganjurkan mereka memakai alat

kotrasepsi yang sesuai.

c. Membantu pasangan usia subur yang istrinya sudah

berumur lebih dari 30 tahun dan telah mempunyai dua

anak untuk tidak hamil lagi, dengan cara menganjurkan

mereka memakai alat kotrasepsi yang sesuai.

3. Sasaran kontrasepsi rasional

Sasaran pola pemakaian kotrasepsi rasional secara

langsung adalah semua pasangan usia subur dan peserta

keluarga berencana. Sedangkan Sasaran pola pemakaian

kotrasepsi rasional secara tidak langsung adalah para petugas

keluarga berencana baik yang ada di lapanan maupun


16

petugas yang memegang kebijaksanaan. Selain itu para

tokoh masyarakat, ahli agama, yang dapat membantu

memberikan pengertian dan dorongan kepada para pasangan

usia subur agar melaksanakan pemakaian alat kontrasepsi

secara rasional.

Sasaran tidak langsung lain adalah para kader yang

secara sukarela memantu membina para pasangan usia subur

dan para peserta keluarga berencana

(www.pustaka.BKKBN.go.id)

4. Pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional

Agar dapat mewujudkan pelayanan yang aman dan

bermutu diperlukan kesatuan pemikiran tentang pola dasar

penggunaan kontrasepsi yang rasional. Pola penggunaan

kontrasepsi yang ini haruslah sesuai dengan tahapan usia,

sesuai dengan penyakit dan mungkin ada banyak faktor

kesehatan yang lainnya.

Pola dasar penggunaan kontrasepsi tersebut menurut

Hartanto (1996) adalah sebagai berikut :

1. Fase Menunda / Mencegah Kehamilan

Umur di bawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai

anak dulu karena berbagai alasan dan prioritas

penggunaan kontrasepsi pil oral karena peserta masih

muda dibandingkan penggunaan kondom karena

pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggama,


17

sehingga akan memiliki kegagalantinggi. Penggunaan

IUD mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa

ini dapat dianjurkan terlebih bagi calon peserta dengan

kontra indikasi pil oral.

Ciri-ciri Kontrasepsi yang diperlukan adalah :

a. Reversibilitas yang tinggi artinya kembalinya kesuburan

dapat terjamin hampir 100% karena pada masa ini

peserta belum mempunyai anak.

b. Efektifitas yang tinggi kerena kegagalan akan

menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi

dan kegagalan ini merupakan kegagalan program.

2. Fase Menjarangkan Kehamilan

Umur diantara 20-30 tahun merupakan usia terbaik untuk

mengandung dan melahirkan. Segera setelah anak

pertama lahir maka dianjurkan untuk memakai IUD

sebagai pilihan utama. Kegagalan yang menyebabkan

kelahiran cukup tinggi namun disini kurang berbahaya

karena yang bersangkutan berada pada usia melahirkan

yang baik. Disini kegagalan kontrasepsi bukanlah

kegagalan program.

Ciri-ciri kontrasepsi yang dibutuhkan :

a. Efektifitas cukup tinggi.

b. Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih

mengharapkan punya anak lagi.


18

c. Dapat dipakai 2-4 tahun yaitu sesuai dengan jarak

kehamilan yang direncanakan.

d. Tidak menghambat ASI karena ASI adalah makanan

terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun akan

mempunyai angka kesakitan dan kematian anak.

3. Fase Menghentikan/mengakhiri Kehamilan/Kesuburan.

Alasan mengakhiri kesuburan :

a. Ibu-ibu diatas usia 30 tahun dianjurkan untuk tidak

hamil atau tidak punya anak lagi karena alasan medis

dan alasan lainnya.

b. Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.

c. Pil oral kurang dianjurkan karena usia itu yang relative

tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek

samping dan komplikasi.

Ciri-ciri kontrasepsi yang dibutuhkan :

a. Efektifitas sangat tinggi, kegagalan menyebabkan

terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi ibu dan

anak.

b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.

c. Tidak menambah kelainan yang ada

C. Tinjauan umum tentang alat kontrasepsi suntik

1. Latar belakang dan sejarah kontrasepsi suntikan

Kontrasepsi suntikan progestin yang pertama

dikembangkan tahun 1953 oleh Karl Junkmann. Tahun1957


19

Junkmann dan kawan-kawan menemukan NET EN. Pada saat

yang sama, Upjohn Company di Amerika Serikat menemukan

DMPA yang berasal dari hormon alamiah progesterone. NET

EN merupakan suntikan progestin pertama yang di pakai

sebagai kontrasepsi dan di beri nama dagang Noristerat.

Percobaan–percobaan klinik pertama dari DMPA sebagai

metode kontrasepsi dimulai tahun 1963, diikuti percobaan–

percobaann di lapangan tahun 1965.

Tahun 1967 Upjohn Company meminta ijin FDA US

(”POM”nya Amerika Serikat) untuk memasarkan DMPA

sebagai kontrasepsi di Amerika Serikat. Pada saat itu telah

diketahui dengan jelas bahwa estrogen dalam kontrasepsi

hormonal per-oral merupakan penyebab dari timbulnya efek

samping seperti mual, muntah, timbulnya bekuan darah.

Sehingga adanya metode kontrasepsi yang bebas estrogen

seperti DMPA dan Mini-Pil merupakan hal yang sangat

menarik. Tetapi tahun 1970, penelitian-penelitian

menunjukkan bahwa progestin, termasuk DMPA

menyebabkan timbulnya benjolan – benjolan pada payudara

binatang percobaan anjing beagle, sehingga menyebabkan

timbulnya kewaspadaan dari FDA.

Bulan September 1974 FDA menyatakan keinginannya

untuk menyetujui DMPA sebagai suatu metode kontrasepsi

tetapi hanya bagi wanita yang telah mengalami kegagalan


20

kontrasepsi dengan metode lain. Tidak berapa lama setelah

itu FDA kembali menangguhkan maksudnya tersebut setelah

timbul pertanyaan apakah DMPA dapat meninggikan resiko

karsinoma serviks. Tahun 1975 dinyatakan bahwa tidak ada

bukti-bukti bertambahnya risiko karsinoma serviks, dan di

usulkan kembali penggunan DMPA untuk kalangan wanita

yang terbatas.

Tetapi tahun 1978 FDA secara resmi menolak

pemakaian DMPA sebagai suatu metode kontrasepsi, dengan

alasan :

1. Masalah timbulnya benjolan-benjolan pada payudara

binatang anjing beagle yang di berikan DMPA belum

terpecahkan.

2. Adanya risiko yang potensial timbulnya cacad bawaan

pada kasus kegagalan kontrasepsi.

3. Pemberian estrogen untuk menanggulangi pendarahan

haid ireguler karena DMPA, akan mengurangi

keuntungan dari kontrasepsi berisi progestin saja.

4. Belum dapat ditunjukkan adanya kebutuhan yang

mendesak dari pemakaian DMPA di Amerika Serikat.

Disamping itu, pihak-pihak yang tidak menyetujui metode

kontrasepsi suntikan juga menyatakan bahwa :


21

1. Wanita mungkin tidak mengetahui obat apa yang

disuntikkan kepadanya atau wanita disuntik tanpa

seijinnya (tanpa informed consent).

2. Sebagai obat suntik berdaya kerja panjang, efeknya

termasuk efek samping utama maupun yang minor tidak

dapat segera dihentikan dengan jalan menghentikan

suntikannya. Baru pada bulan Oktober 1992 FDA

menyetujui Depo-Provera sebagai kontrasepsi suntikan

(Hartanto, 2004).

2. Kontrasepsi Suntikan (Injectables)

Suntik / injeksi Adalah sediaan steril berupa larutan,

emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara

parenteral, dengan cara menembus atau merobek jaringan ke

dalam atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006).

Kontrasepsi suntik merupakan suatu tindakan invasif

karena menembus pelindung kulit, penyuntikan harus

dilakukan hati-hati dengan teknik aseptik untuk mencegah

infeksi (Sarwono, 2003).

Salah satu tujuan utama dari penelitian kontrasepsi

adalah untuk mengembangkan suatu metode kontrasepsi

yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan

pemakaian setiap hari atau setiap akan bersenggama, tetapi


22

tetap reversibel. Dua kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama

yang sekarang banyak dipakai adalah :

1. DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat) = Depo

Provera

a. Dipakai di lebih dari 90 negara, telah digunakan

selama kurang lebih 20 tahun dan sampai saat ini

akseptornya berjumlah kira-kira 5 juta wanita.

b. Diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg.

Angka kegagalan < 1 per 100 wanita/tahun.

2. NET EN (Norethindrone Enanthate) = Noristerat

a. Dipakai di lebih dar 40 negara dengan jumlah akseptor

kira-kira 1,5 juta wanita.

b. Diberikan dalam dosis 200 mg sekali setiap 8 minggu

atau sekali setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama (=3

x suntikan per tama) kemudian selanjutnya sekali

setiap 12 minggu. Angka kegagalan 2 per 100

wanita/tahun.

Efek samping utama gangguan pola haid. Sedangkan

efek samping lain kecil sekali, antara lain : berat badan naik,

antara 1 – 5 kg (DMPA) dan sebagian besar wanita belum

kembali fertilitasnya selama 4 sampai 5 bulan setelah

menghentikan suntikannya. Kontinuitas kontrasepsi suntikan

cukup tinggi, 50 – 75% setelah 1 tahun. Kelainan haid

merupakan sebab utama dari penghentian kontrasepsi


23

suntikan. Penelitian – penelitian membuktikan bahwa sampai

saat ini kontrasepsi suntikan tidak menambah resiko terjadinya

karsinoma seperti karsinoma payudara atau serviks, malah

progesterone termasuk DMPA digunakan untuk mengobati

karsinoma endometrium.

3. Farmakologi dari Kontrasepsi Suntikan

a. DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat) :

1. Tersedia dalam larutan mikrokristaline

2. Setelah 1 minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar

puncak, lalu kadarnya tetap tinggi untuk 2 – 3 bulan

selanjutnya menurun kembali

3. Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari

penyuntikan, tetapi pada umumnya ovulasi baru timbul

kembali setelah 4 bulan atau lebih

4. Pada pemakaian jangka lama, tidak terjadi efek

akumulatif dari DMPA dalam darah / serum

b. NET EN (Norethindrone Enanthate) adalah :

1. Merupakan suatu progestin yang berasal dari

testosterone, di buat dalam larutan minyak. Larutan

minyak tidak mempunyai ukuran partikel yang tetap

dengan akibat pelepasan obat dari tempat suntikan ke

dalam sirkulasi darah dapat sangat bervariasi.

2. Lebih cepat di metabolisir dan kembalinya kesuburan

lebih cepat dibandingkan dengan DMPA


24

3. Setelah di suntikkan, NET EN harus di ubah menjadi

Norethindrone (NET) sebelum ia menjadi aktif secara

biologis

4. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam 7 hari

setelah penyuntikan, kemudian menurun secara tetap

dan tidak ditemukan lagi dalam waktu 2,5 – 4 bulan

setelah di suntikan.

4. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntikan

a. Primer : Mencegah Ovulasi

Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi

sentakan LH (LH Surge). Respons kelenjar hypophyse

terhadap gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak

berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di

hipotalamus daripada di kelenjar hypophyse. Ini berbeda

dengan POK yang tampaknya menghambat ovulasi melalui

efek langsung pada kelenjar hypophyse. Penggunaan

kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan

hipoestrogenik.

Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi

dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak

aktif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan

pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi

sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau

hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan


25

biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan tersebut akan

kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah

suntikan DMPA yang terakhir.

b. Sekunder :

1. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga

merupakan barier terhadap spermatozoa

2. Membuat endometrium menjadi kurang baik / layak

untuk implantasi dari ovum yang telah di buahi

3. Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di

dalam tuba fallopii

5. Efektifitas Kontrasepsi Suntikan

Baik DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat)

maupun NET EN (Norethindrone Enanthate) sangat efektif

sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita

akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA

dan 2 per 100 wanita pertahun pemakai NET EN. Kontrasepsi

suntikan sama efektifnya seperti POK (Pil Oral Kombinasi) dan

lebih efektif daripada IUD (Intra Uterine Devices).

Dosis DMPA dengan daya kerja kontraseptif yang

paling sering dipakai 150 mg setiap 3 bulan adalah dosis yang

tinggi. Setelah suntikan 150 mg DMPA. Ovulasi tidak akan

terjadi untuk minimal 14 minggu. Sehingga terdapat periode

”tenggang waktu / waktu kelonggaran” (grace period) selama

2 minggu untuk akseptor DMPA yang di suntik ulang selama 3


26

bulan. Penelitian dalam skala kecil akhir-akhir ini menemukan

bahwa dosis lebih rendah dari DMPA 100 mg sekali setiap 3

bulan hampir sama efektifnya dengan suntikan 150 mg

dengan angka kegagalan 0,44 per 100 wanita per tahun.

Sedangkan pemberian sekali setiap 6 bulan dengan dosis

250, 300, 400 atau 450 mg DMPA umumnya menunjukan

angka kegagalan yang sedikit lebih tinggi 0,36 kehamilan per

100 wanita per tahun.

NET EN 200 mg lebih efektif bila di berikan dalam jarak

waktu yang lebih pendek. Penyuntikan sekali setiap 8 minggu

angka kegagalan 0,4 – 1,8 per 100 wanita per 24 bulan.

Penyuntikan sekali setiap 12 minggu angka kegagalan 6,6 per

100 wanita per 24 bulan. Masa kerja NET EN lebih singkat

daripada DMPA, sehingga tidak terdapat ”tenggang waktu /

waktu kelonggaran” (grace period) untuk akseptor NET EN

yang terlambat di suntik ulang.

Menurut WHO, Pemakaian sekali setiap 8 minggu

sedikit lebih efektif dibandingkan dengan sekali setiap 8

minggu selama 6 bulan yang di susul suntikan sekali setiap 12

minggu. Efektifitas kontrasepsi suntikan, terutama NET EN

dapat bervariasi tergantung kepada :

1. Waktu penyuntikan pada saat siklus haid

a. Disarankan untuk mulai menggunakan kontrasepsi

suntikan selama 5 – 7 hari pertama dari siklus haid


27

b. Dari penelitian di Thailand terbukti bahwa DMPA yang

disuntikan setelah 7 hari pertama dari siklus haid tidak

selalu mencegah ovulasi dalam siklus tersebut

2. Metabolisme obatnya

a. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan

metabolisme obat suntikan belum diketahui dengan

jelas. Faktor ras tampaknya memegang peranan,

misalnya :

1. DMPA 150 mg : wanita India berovulasi dalam

waktu 2,5 bulan, sedangkan wanita Swedia tidak

mengalami ovulasi untuk minimal 5 bulan

2. NET EN 200 mg : wanita India dan Thailand

ovulasinya timbul 2 x lebih lama dibandingkan

wanita Brazil

b. Berat badan akseptor

1. Pada penelitian WHO yang pertama, akseptor NET

EN yang menjadi hamil mempunyai berat badan

yang lebih rendah

2. Tidak di jumpai perbedaan pada akseptornya

c. Teknik penyuntikan

Teknik penyuntikan sangat penting pada DMPA

mau pun NET EN. Semua obat suntik harus diisap ke

dalam alat suntiknya kemudian harus di kocok terlebih

dahulu dengan baik, penyuntikan harus dilakukan


28

dalam-dalam pada otot. Jangan melakukan masase

pada tempat suntikan.

Kedua hal terakhir ini sangat penting karena kalau

tidak ditaati, maka pelepasan obat dari tempat suntikan

akan dipercepat dengan akibat masa efektif

kontrasepsinya menjadi lebih pendek

6. Kontra Indikasi dari Kontrasepsi Suntik

WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi

suntikan pada :

a. Kehamilan

b. Karsinoma payudara

c. Karsinoma traktus genitalia

d. Perdarahan abnormal uterus

e. Mempertimbangkan kontra indikasi yang berlaku untuk

POK (Pil Oral Kombinasi)

f. Pada wanita dengan diabetes atau riwayat diabetes

selama kehamilan, harus dilakukan follow up dengan teliti,

karena dari beberapa percobaan laboraturium ditemukan

bahwa DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat

7. Efek Samping dari pemakaian alat kontrasepsi suntikan

yaitu :

a. Gangguan haid

Pola haid yang normal dapat berubah menjadi

amenore, perdarahan ireguler, perdarahan bercak,


29

perubahan dalam frekuensi, lama dan jumlah darah yang

hilang. Efek pada pola haid tergantung pada lam

pemakaian. Perdarahan inter menstrual dan perdarahan

bercak berkurang dengan jalannya waktu, sedangkan

kejadian amenore bertambah besar. Insidens yang tinggi

dari amenore diduga berhubungan dengan atrofi

endometrium. Sedangkan sebab-sebab dari pendarahan

ireguler masih belum jelas dan tampaknya tidak ada

hubungan dengan perubahan-perubahan dalam kadar

hormon atau histologi endometrium.

b. Berat badan yang bertambah

Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar,

bervariasi antara kurang dari 1 – 5 kg dalam tahun

pertama. Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas.

Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh dan

bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesis para ahli :

DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di

hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih

banyak dari biasanya.

c. Sakit kepala

Insidens sakit kepala adalah sama pada DMPA

maupun NET EN dan terjadi pada < 1 – 17% akseptor

d. Efek pada sistem kardiovaskuler


30

Perubahan dalam metabolisme lemak terutama

penurunan HDL kolesterol baik pada DMPA maupun NET

EN dicurigai dapat menambah besar resiko timbulnya

penyakit kardiovaskuler. HDL kolesterol yang rendah

menyebabkan timbulnya aterosclerosis. Sedangkan

terhadap trigliserida dan kolesterol total tidak di temukan

efek apapun dari kontrasepsi suntikan.

e. Efek pada sistem reproduksi :

1. Kembalinya kesuburan / fertilitas

Obat-obat untuk merangsang ovulasi sepaerti

Chlomiphene sitrat, dapat mengembalikan kesubura

pada wanita yang mengalami amenore berkepanjangan

setelah pemakaian DMPA. Akseptor yang memakai

kontrasepsi suntikan untuk waktu yang lama, dapat

menjadi hamil sama cepatnya dengan akseptor yang

hanya ikut beberapa kali suntikan, yang menunjukkan

bahwa tidak terjadi efek kumulatif dari obatnya. Pada

NET EN, kembalinya kesuburan dapat lebih cepat

dibandingkan dengan DMPA karena metaboliser nya

lebih cepat. Ovulasi sering terjadi dalam waktu 3 bulan

setelah penyuntikan kadang-kadang terlambat sampai

5 bulan.

2. Efek pada fetus / janin


31

Beberapa progestin terutama yang berasal dari

testerone kadang-kadang dapat menyebabkan

maskulinisasi dari genitalia eksterna (klitoris membesar

dan atau perlekatan / fusi labia) bayi perempuan.

3. Laktasi

Pada DMPA tidak ditemukan efek terhadap laktasi

malah mungkin dapat memperbaiki kuantitas ASI

(memperbanyak produksi ASI). DMPA juga tidak

merubah komposisi dari ASI. Juga tidak ditemukan efek

immunologik (perubahaan immunoglobin) pada ASI

mantan akseptor DMPA atau NET EN.

4. Efek non kontraseptif

Kontrasepsi suntikan juga mempunyai efek non

kontraseptif yang menguntungkan, yaitu :

a. DMPA telah di akui sebagai terapi untuk karsinoma

endometrium (primer maupun metastatik)

b. Pada wanita yang sedang menyusui, DMPA dapat

menambah jumlah ASI

c. Kadar Hb sering bertambah sehingga dapat

menolong mencegah anemia baik pada DMPA

maupun NET EN

d. Pada penderita penyakit sickle cell (suatu penyakit

genetikndi Afrika) DMPA mengurangi rasa sakit dan

terdapat lebih sedikit sel darah merah abnormal


32

e. DMPA juga memberi proteksi terhadap beberapa

macam infeksi traktus genitalia/PID

f. DMPA juga mencegah vulvo vaginal candidiasis

g. DMPA mengurangi resiko karsinoma ovarium dan

karsinoma endometrium

h. DMPA di perbolehkan di Amerika Serikat untuk

dipakai pada karsinoma ginjal (sebagai pengobatan

paliatif)

i. DMPA kadang-kadang digunakan untuk mengobati

pubertas praecox

j. DMPA dalam dosis sangat tinggi digunakan

mengurangi testerone pada pria dengan kelakuan

seksual yang abnormal (Hartanto,2004).

a. Akseptor KB yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik

Akseptor KB yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik

adalah :

a. Usia reproduksi

b. Nulipara dan yang telah memiliki anak

c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang

memiliki efektifitas tinggi

d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai

e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui

f. Setelah abortus atau keguguran

g. Telah banyak anak tetapi belum menghendaki tubektomi


33

h. Perokok

i. Tekanan darah < 180/11o mmHg, dengan masalah

gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit

j. Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat)

atau obat tuberkolosis (rifampisin)

k. Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung

estrogen

l. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi

m. Anemia defisiensi besi

n. Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak

boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi

b. Akseptor KB yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi

suntik adalah :

a. Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per

100.000 kelahiran)

b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya

c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama

amenorea

d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara

e. Diabetes melitus di sertai komplikasi (Saifuddin dkk,2006)

c. Cara penggunaan kontrasepsi suntikan

Cara penggunaan kontrasepsi suntikan di jelaskan di

bawah ini :
34

a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan

dengan cara disuntik intramuskular dalam daerah pantat.

Apabila suntikan diberikan terlalu dangkal, penyerapan

kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bekerja segera

dan efektif. Suntikan diberikan setiap 90 hari. Pemberian

kontrasepsi suntikan Noristerat untuk 3 injeksi berikutnya

diberikan setiap 8 minggu mulai dengan injeksi kelima

diberikan setiap 12 minggu.

b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol

yang dibasahi oleh etil / isopropil alkohol 60 – 90%.

Biarkan kulit kering sebelum disuntik. Setelah kulit kering

baru disuntik.

c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-

gelembung udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu

didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar

ampul, upayakan menghilangkannya dengan

menghangatkannya (BKKBN,2006).

D. Tinjauan umum tentang pengetahuan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah hasil dari tahu,

dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar penginderaan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga.


35

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Penelitian

Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoadmodjo (1997)

menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati 5

tahap yaitu awarenest (kesadaran), interest (tertarik pada stimulus),

evaluation (mengevaluasi atau menimbang baik tidaknya stimulus)

dan trial (mencoba) serta adoption (subjek telah berprilaku baru).

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku tidak didasari oleh pengetahuan, dan kesadaran maka

tidak akan berlangsung lama.

Menurut Soekidjo Notoadmodjo, pengetahuan dibagi menjadi

enam tingkatan yang tercakup dalam domain kognitif yaitu :

1. Tahu (know)

Dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Tahu (know) ini merupakan tingkatan pengetahuan

yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan


36

dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

Seseorang yang telah faham terhadap objek atau materi

tersebut harus dapat menyimpulkan dan menyebutkan contoh,

menjelaskan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus dan metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kepada

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi


37

baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang

cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat

menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat

menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

D. Tinjauan umum tentang pendapatan

1. Pengertian pendapatan

Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para

ahli antara lain Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers

(1982), pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa

uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil

sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku

pada saat itu. Sedangkan menurut Bayu Wijayanto (1999),

pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh

seluruh anggota keluarga yang bekerja.


38

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan

adalah uang atau barang yang diterima subjek ekonomi

sebagai balas jasa dari pemberian faktor-faktor produksi yang

diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun).

2. Macam Pendapatan

a. Pendapatan yang berupa uang

yaitu segala penghasilan yang berupa uang yang sifatnya

reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa

atau kontra prestasi, sumber-sumber utama adalah:

1. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok,

kerja sampingan, kerja lemburan, dan kerja kadang-

kadang.

2. Dari usaha sendiri yang meliputi: hasil bersih dari usaha

sendiri, komisi, dan penjualan dari kerajinan rumah.

3. Dari hasil investasi yakni pendapatan yang di peroleh

dari hak milik tanah.

4. Keuntungan sosial, yakni pendapatan yang diperoleh

dari kerja sosial

b. Pendapatan yang berupa barang

Yaitu segala penghasilan yang sifatnya regular dan biasa

akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan

diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Pendapatan

berupa :
39

1. Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam

beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dan

rekreasi.

2. Beras yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara

lain pemakaian barang yang diproduksi di rumah, sewa

yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri

yang di tempati.

c. Penerimaan yang merupakan pendapatan

Penerimaan yang merupakan pendapatan adalah berupa

pengambilan tabungan, penjualan barang-barang yang

dipakai , penagihan piutang, pinjamam uang, kiriman uang.

Hadiah atau pemberian uang

(http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect).

Distribusi pendapatan adalah pengukuran untuk

mengukur kemiskinan relative. Distribusi pendapatan biasanya

diperoleh dengan menggabungkan seluruh individu dengan

menggunakan skala pendapatan perorang kemudian di bagi

dengan jumlah penduduk ke dalam kelompok – kelompok

berbeda yang berdasarkan pengukuran atau jumlah

pendapatan yang mereka terima (Tjiptoherijanto, 2002).

Pendapat dari Birdsall dan Chester (1987) menyatakan

bahwa pengguna kontrasepsi memerlukan sejumlah biaya

untuk memperoleh dan menggunakan kontrasepsi selain biaya

untuk alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi yang


40

efektif mengurangi ketidakpastian tentang kapan melahirkan

anak dan memberi kesempatan untuk memanfaatkan waktu

dan tenaga pada peran ekonomi dalam keluarga.

Besarnya biaya untuk memperoleh alat atau cara KB

berkaitan dengan tingkat social ekonomi pendapatan keluarga,

untuk memenuhi kebutuhan dalam ber-KB keluarga akan

menyesuaikan dalam memilih biaya alat / cara Kb yang sesuai

dengan tingkat kemampuannya. Besar biaya selain terkait erat

dengan kemampuan ekonomi suatu keluarga, juga

berhubungan dengan jenis sumber atau tempat memperoleh

alat / cara KB (BKKBN, Sumber Advokasi KB, 2003).

E. Tinjauan umum tentang Konseling KB

1. Pengertian Konseling

Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa

latin yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama”

yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.

Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling

berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau

“menyampaikan” (Prayitno, 2004).

Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua

arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan

bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan

pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB


41

mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode

kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya (Sheilla, 2006).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu

dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan

bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada

satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.

Teknik konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan

cukup akan memberikan keleluasaan pada klien dalam

memutuskan untuk memilih kontrasepsi (Informed Choice)

yang akan digunakan (BKKBN, 2006).

2. Tujuan Konseling

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :

a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.

b. Memilih metode KB yang diyakini.

c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan

efektif.

d. Memulai dan melanjutkan KB.

e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang

metode KB yang tersedia.

3. Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan

keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima

layanan KB. Adapun keuntungannya adalah:


42

a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai

dengan kebutuhannya.

b. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau

penyesalan.

c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.

d. Membangun rasa saling percaya.

e. Mengormati hak klien dan petugas.

f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.

g. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah

(www.lusa.com)

4. Tempat Pelayanan Konseling

Dua jenis tempat pelayanan konseling, yaitu :

a. Konseling KB di lapangan (nonklinik)

Dilaksanakan oleh para petugas di lapangan yaitu

PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD dan kader yang

sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar.

Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB,

baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan.

Adapun informasi yang diberikan mencakup :

1. Pengertian manfaat perencanaan keluarga

2. Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat

3. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap

(cara kerja, manfaat, kemungkinan efek samping,


43

komplikasi, kegagalan, kontraindikasi, tempat

kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan serta biaya)

b. Konseling KB di klinik

Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis

terlatih di klinik diupayakan agar diberikan secara

perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di

klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai

pemantapan hasil konseling di lapangan, mencakup hal-hal

berikut :

1. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai

dengan kebutuhan klien

2. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah

sesuai dengan kondisi kesehatannya

3. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya

yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi

kesehatannya

4. Merujuk klien seandainya kontrasepsi ang dipilih tidak

tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan

medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui

masalah kesehatan lain

5. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk

memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan

dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya


44

5.
6. Pentingnya Informed Choice

Klien yang informed choice akan lebih baik dalam

menggunakan KB, karena :

a. Informed choice adalah suatu kondisi peserta / calon

peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh

pengetahuan yang cukup setelah mendapat informasi yang

lengkap melalui KIP/K

b. Memberdayakan para klien untuk melakukan informed

choice adalah kunci yang baik menuju pelayanan KB yang

berkualitas

c. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan

proses memahami kontrasepsi yang akan dipakainya

d. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek

samping, komplikasi dan kegagalan tidak terkejut karena

sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan dipilihnya

e. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang

timbul di kalangan masyarakat

f. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek

samping, komplikasi akan cepat berobat ke tempat

pelayanan

g. Bagi peserta KB yang infomed choice berarti akan terjaga

kelansungan pemakaian kontrasepsinya (BKKBN, 2006).


45

F. Kerangka Teori

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama, antara lain :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan denga kesehatan, sistem nilai

yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi dan sebagainya

2. Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor ini mencakup keteresediaan sarana dan prasarana

atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih,

tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,

ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya.

Termasuk juga fasilitas pelayan kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,

dokter atau bidan praktek swasta.

3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk

petugas kesehatan, terrmasuk juga undang-undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah

daerah yang terkait dengan kesehatan.


46

Kerangka teoritis tentang faktor yang mempengaruhi perilaku

pada gambar di bawah ini :

Faktor Predisposisi :
Pengetahuan
Sikap
Norma
Kepercayaan
Nilai

Faktor Enabling :
Sarana Prilaku
Prasarana Kesehatan

Faktor Reinforcing
Anjuran petugas
Saran tokoh
Anjuran orang terdekat

Gambar 1. Kerangka teoritis yang mempengaruhi perilaku menurut

Lawrence Green (1988) dalam Notoatmodjo (2003)


47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan jenis

penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu waktu periode

tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali

pengamatan selama penelitian (Budiarto, 2004).

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober

tahun 2010.

2. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kampung

Baqa Jalan Lamadukeleng no 106 Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Menurut pendapat Notoadmodjo (2002), populasi adalah

keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Adapun

yang menjadi populasi adalah seluruh akseptor KB yang

memakai alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Kampung


48

Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda,

sebanyak 2.481 peserta KB aktif tahun 2009.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoadmodjo, 2002).

Teknik sampling yang di gunakan dalam pengambilan

sampel adalah simple random sampling. Dimana semua

peserta KB aktif berpeluang untuk dijadikan sample

(Saryono,2008).

Besar sampel yang di ambil adalah 96 responden KB aktif

yang menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan terakhir

tahun 2010. Pengambilan sampel berdasarkan rumus yang

dikemukakan oleh Notoatmodjo 2002, diuraikan sebagai

N
berikut : n= 2
1+ N ( d )

2.481
n=
1+2.481(0,1)2

2.481
n=
25,81

n = 0.09612553

n=96

Keterangan :

N : Besar Populasi = 2.481 orang

n : Besar Sampel = 96 orang


49

d : Tingkat kepercayaan yang diinginkan = 95% (0,1)

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur

melalui penelitian yang dilakukan (Notoadmodjo, 2002). Karena

keterbatasan kemampuan dan waktu penelitian maka tidak semua

variabel dikemukakan dalam penelitian ini. Peneliti hanya meneliti

beberapa variabel yaitu:

1. Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional pada akseptor KB

2. Pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional pada akseptor KB

3. Konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional pada akseptor KB

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan

Pendapatan
pemilihan Pemilihan Alat suntik
alat kontrasepsi
Kontrasepsi Suntik
Secara Rasional
Konseling KB

Pendidikan

Sikap
50

Keterangan : Yang di teliti

Tidak di teliti

E. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional

2. Ada hubungan pendapatan terhadap pemilihan kontrasepsi

suntik secara rasional

3. Ada hubungan konseling KB terhadap pemilihan kontrasepsi

suntik secara rasional

F. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

1. Variabel independent/bebas : pengetahuan, pendapatan serta

Konseling KB

2. Variabel dependent/terikat : pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional

G. Definisi Operasional

Definisi Operasional menjelaskan batasan variabel yang akan

di teliti, pada tabel di bawah ini :


Tabel 1. Definisi Operasional 51

N Definisi Operasional Skala


Variabel Cara Pengukuran
o data
Variabel Dependen (Terikat)
1. pemilihan alat Pilihan responden Wawancara dan Ordinal
kontrasepsi secara sukarela tanpa kuesioner, dengan :
suntik secara adanya unsur paksaan, 0.Pemilihan alat
rasional yang didasarkan pada kontrasepsi
pertimbangan dari suntik secara
sudut tujuan / teknis tidak rasional.
penggunaan, kondisi 1.Pemilihan alat
kesehatan medis, dan kontrasepsi suntik
kondisi sosial ekonomis secara rasional.
dari masing-masing
pasangan.
Variable Independent (Bebas)
2. Pengetahuan Pemahaman responden Wawancara dan Ordinal
tentang dampak dan kuesioner, dengan :
keuntungan alat 1. Pengetahuan
kontrasepsi suntik dan kurang
alat kontrasepsi lain menjawab < 25
pada umumnya pertanyaan
2. Pengetahuan
baik menjawab ≥
25 pertanyaan
(80% jawaban
benar)
3. Pendapatan Tingkat pendapatan Wawancara dan Ordinal
penghasilan perkapita kuesioner, dengan :
keluarga 1. Rp. < 955.000
perbulan,berdasarkan 2. Rp. > 955.000
standar Upah Minimum
Regional (UMR) Kaltim
tahun 2009 yaitu Rp
955.000;
52

4. Konseling KB proses pertukaran Wawancara dan Ordinal


informasi dan interaksi kuesioner, dengan :
positif antara klien dan 1. Tidak pernah
petugas kesehatan mendapat
konseling KB
2. Pernah
mendapat
konseling KB

H. Teknik Analisa Data

1. Rencana Pengolahan Data

a. Pemeriksaan Data (Editing Data)

Pelaksanaan editing data berfungsi untuk meneliti setiap

pertanyaan yang telah terisi, antara lain pengisian yang

lengkap dan benar serta kesalahan dalam pengisian. Jika

jawaban ada yang kosong, maka peneliti selaku pengumpul

data bertanggung jawab untuk melengkapinya dengan

melakukan kunjungan ulang ke rumah responden.

b. Pemberian Kode (Koding)

Pelaksanaan koding bertujuan untuk memudahkan dalam

pengolahan data. Kegiatan yang di lakukan adalah

memberikan kode dengan tanda (√) yang telah ditetapkan

sebelumnya pada kotak – kotak yang telah disiapkan pada

bagian kanan kuisioner.

c. Pemasukan Data (Entri Data)

Entri data dengan menggunakan program komputer dengan

perangkat lunak pengolah data statistik.


53

3. Analisis Data

Pengolahan data dan analisa data statistik dilakukan dengan

menggunakan program perangkat lunak pengolahan statistik

dengan melakukan analisa:

a. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan adalah univariat, yaitu analisis yang

dilakukan pada tiap tabel dari hasil penelitian dan pada

umumnya dalam analisis ini dapat menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel. Analisis ini dimaksudkan untuk

mengetahui distribusi dari variabel-variabel yang diamati

sehingga dapat mengetahui gambaran tiap variabel. Analisis

univariat di lakukan dengan cara membuat tabel distribusi

frekuensi tiap-tiap variabel dan mencari rata-rata.

b. Analisis Bivariat

Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan atau

korelasi antara variable bebas (pengetahuan, pendapatan

keluarga dan sikap) dan variable terikat (pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional) dengan menggunakan uji

chi squere (Notoatmodjo,2002).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis
54

Wilayah kerja Puskemas Kampung Baqa Kecamatan

Samarinda Seberang terdiri dari dua puskesmas pembantu

yakni, puskesmas pembantu kelurahan Rapak Dalam dan

puskesmas pembantu kelurahan Sei.Keledang. Dengan

batasan wilayah sebelah utara dan timur berbatasan dengan

sungai Mahakam, sebelah barat berbatasan dengan

kelurahan Harapan Baru dan sebelah selatan berbatasan

dengan Kelurahan Mesjid. Keadaan geografis Kecamatan

Samarinda Seberang Kota Samarinda terdiri dari dataran

rendah dan berawa.

b. Sumber Daya Kesehatan

Jumlah tenaga kerja Puskesmas Kampung Baqa

Kecamatan Samarinda Seberang ada 26 orang dan 33

kader posyandu di kelurahan Baqa, 21 kader di kelurahan

Rapak Dalam dan 42 kader di Sei Keledang. Memiliki

posyandu lansia 2 tempat dan posyandu balita ada 33

tempat yaitu ada 9 posyandu di kelurahan Baqa, 9

posyandu di kelurahan Rapak Dalam dan 15 Posyandu di

Sei Keledang.

c. Presentase Peserta KB

Jumlah peserta Keluarga Berencana (KB) tahun 2008

sebanyak 2.130 peserta. Penggunaan jenis kontrasepsi

yang banyak yaitu suntik sebesar 1.396 peserta (65,6%)


55

sedangkan peserta KB aktif penggunaan jenis pil sebesar

669 peserta (31,4%). Sedangkan untuk peserta KB baru alat

kontrasepsi yang paling banyak digunakan dan dipilih

peserta adalah suntik dengan persentase sebesar 58,51

persen. Tahun 2009 persentase peserta KB mengalami

peningkatan menjadi 2.481 peserta dan jenis kontrasepsi

yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi suntik.

2. Karakteristik Umum Responden

a. Umur

Distribusi karakteristik umur responden berdasarkan

rumus sturges berkisar antara umur minimum 17 tahun dan

umur maksimum 40 tahun dengan rata – rata umur

responden 26,42 dapat di lihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan


Kelompok Umur Di Puskesmas Kampung
Baqa Kecamatan Samarinda Seberang
Tahun 2010.

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase


(Tahun) (%)
1 17 – 19 10 10,4
2 20 – 22 11 11,4
3 23 -25 24 25
4 26 – 28 19 19,7
5 29 – 31 18 18,7
6 32 – 34 6 6,25
7 35 - 37 5 5,2
8 38 - 40 3 3,1
Total 96 100

Kelompok umur responden terbanyak adalah pada

kelompok umur 23 – 25 tahun yaitu 25 % sedangkan pada

kelompok umur 38 – 40 tahun hanya sebesar 3,1 %.


56

b. Jumlah Anak

Karakteristik jumlah anak yang dimiliki responden di

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda sangat bervariasi mulai dari yang

tidak mempunyai anak sampai jumlah anak terbanyak yaitu

4 anak setiap satu kepala keluarga. Distribusi karakteristik

responden berdasarkan jumlah anak dapat di lihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah


Anak Di Puskesmas Kampung Baqa
Kecamatan Samarinda Seberang Kota
Samarinda Tahun 2010.

Persentase
No Jumlah Anak Frekuensi
(%)
1 Tidak ada 2 2.1
2 1 42 43.8
3 2 37 38.5
4 3 12 12.5
5 4 3 3.1
Total 96 100

Pada tabel di atas terlihat bahwa distribusi

karakteristik jumlah anak menunjukkan bahwa proporsi

terbesar adalah responden yang memiliki 1 anak dengan

persentase sebesar 43,8% dan persentase terkecil yaitu

2,1% adalah responden yang belum memiliki anak.

c. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan formal terakhir yang di

tempuh oleh responden diperoleh bahwa proporsi terbesar

adalah tamat SMA sebanyak 66,7% dan sebanyak 2,1%


57

responden lulusan perguruan tinggi. Tabel distribusi

karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal

terakhir yang diselesaikan adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan


Pendidikan Formal Terakhir Di Puskesmas
Kampung Baqa Kecamatan Samarinda
Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

No Frekuensi Persentase
Tingkat Pendidikan
(%)
1 Perguruan Tinggi 2 2.1
2 Akademi dan atau sederajat 6 6.2
3 Tamat SMA dan atau sederajat 64 66.7
4 Tamat SMP dan atau sederajat 16 16.7
5 Tamat SD atau sederajat 8 8.3
Total 96 100

d. Jenis Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan di

dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan


Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baqa Kecamatan Samarinda
Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


1 Honorer 6 6.2
2 Pegawai swasta 21 21.9
3 Dagang 7 7.3
4 Tidak bekerja 60 62.5
5 Lain - lain 2 2.1
Total 96 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa proporsi terbesar

jenis pekerjaan responden adalah tidak bekerja karena


58

sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 62.5%

sedangkan terkecil adalah 2.1% bekerja lain – lain.

3. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dari penelitian ini dapat di lihat dari

gambaran frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel.

a. Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik Secara Rasional

Pilihan kontrasepsi secara rasional pada dasarnya

adalah merupakan pilihan klien secara sukarela tanpa

adanya unsur paksaan, yang didasarkan pada pertimbangan

secara rasional dari sudut tujuan/teknis penggunaan, kondisi

kesehatan medis, dan kondisi sosial-ekonomis dari masing-

masing pasangan. Sedang kan Pilihan kontrasepsi secara

tidak rasional adalah pilihan klien tanpa di dasari

pertimbangan secara rasional. Gambaran pemilihan alat

kontrasepsi suntik di Puskesmas Kampung Baqa Samarinda

Seberang Kota Samarinda tahun 2010 dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan


Alat Kontrasepsi Suntik Secara Rasional di
Puskesmas Kampung Baqa Samarinda
Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.
59

Pemilihan Alat Kontrasepsi


Persentase
No Suntik Frekuensi
(%)
Secara Rasional
1 Tidak Rasional 55 57.3
2 Rasional 41 42.7
Total 96 100

Dari tabel di peroleh bahwa dari 96 responden terdapat

lebih dari setengah jumlah sampel dimana 55 responden

atau sebanyak 57,3% yang memilih alat kontrasepsi suntik

secara tidak rasional karena berdasarkan saran petugas

kesehatan / saran orang lain dan sisanya 41 responden atau

42,7% yang memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional

karena benar – benar mengetahui tujuan, manfaat dan

kegunaan dari alat kontrasepsi yang akan digunakan

b. Tingkat Pengetahuan

Distribusi tingkat pengetahuan responden mengenai

alat kontrasepsi suntik secara rasional di bagi menjadi 2 :

1. Pengetahuan kurang jika skor < 25

2. Pengetahuan baik jika skor > 25

Tabel 8. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Responden Di Puskesmas Kampung Baqa
Samarinda Kecamatan Samarinda Seberang
Kota Samarinda Tahun 2010.

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


1 Pengetahuan Kurang 72 75,0
2 Pengetahuan Baik 24 25,0
Total 96 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa tingkat

pengetahuan responden tentang pemilihan alat kontrasepsi


60

suntik secara rasonal menunjukkan perbedaan yang cukup

tinggi yaitu 75,0% untuk pengetahuan kurang dan sisanya

25,0% untuk pengetahuan baik. Hal ini dapat dilihat dari

hasil jawaban responden pada tabel berikut :

Tabel 9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Di


Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan
Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun
2010.

Jumlah
No Pengetahuan Baik Jawaban
n %
1. Mengetahui beberapa alat kontrasepsi
KB
a. Suntik Ya 96 100
b. Pil Ya 96 100
c. Implant Ya 96 100
d. Kondom Ya 92 95,8
e. IUD Ya 73 76,0
f. MOW Ya 45 46,9
g. MOP Ya 44 45,8
2. Mengetahui keuntungan pemakaian KB
suntik
a. Efektif Ya 37 38,5
b. Aman Ya 68 70,8
c. Praktis Ya 96 100
d. Murah Ya 53 55,2
e. Tidak mempengaruhi ASI Ya 39 40,6
3. Mengetahui kekurangan pemakaian KB
suntik
a. Sangat bergantung pada tempat
sarana pelayanan kesehatan (harus Ya 57 59,4
kembali untuk suntik)
b. Tidak dapat dihentikan sewaktu –
Ya 70 72,9
waktu sebelum suntikan berikut
c. Tidak menjamin perlindungan
terhadap Infeksi Menular Seksual Ya 24 25,0
(IMS), hepatitis B atau virus HIV
d. Terlambatnya kembali kesuburan
Ya 13 13,5
setelah penghentian pemakaian
e. Sering ditemukan gangguan haid
Ya 61 63,5
dan permasalahan berat badan
4. Mengetahui kriteria yang tidak boleh
menggunakan alat kontrasepsi suntik
a. Hamil atau di curigai hamil Ya 72 75,0
b. Pendarahan pervaginam yang
Ya 60 31,2
belum jelas penyebabnya
c. Gangguan haid terutama amenorea Ya 30 31,2
d. Menderita kanker payudara atau Ya 13 13,5
riwayat kanker payudara
61

e. Diabetes mellitus di sertai


Ya 28 29,2
komplikasi
5. Mengetahui waktu mulai menggunakan
alat kontrasepsi suntik
a. Selama siklus haid dan tidak hamil Ya 76 79,2
b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7
Ya 47 49,0
siklus haid
c. Bila telah menggunakan
kontrasepsi hormonal dan non
Ya 20 20,8
hormonal sebelumnya secara benar
dan tidak hamil
d. Ingin menggantikan AKDR dengan
kontrasepsi hormonal, diberikan
Ya 20 20,8
pada hari pertama sampai hari ke 7
siklus haid
e. Tidak haid atau dengan pendarahan
tidak teratur, tidak hamil, dan
Ya 22 22,9
selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual
6. Menggambarkan / menjelaskan efek
samping dari alat kontrasepsi suntik
a. Gangguan haid Ya 85 88,5
b. Berat badan yang bertambah Ya 94 97,9
c. Sakit kepala Ya 74 77,1
d. Nyeri payudara Ya 64 66,7
e. Kesuburan terlambat Ya 37 38,5
Jumlah
No Pengetahuan Kurang Jawaban
n %
1. Mengetahui beberapa alat kontrasepsi
KB
a. Kondom Tidak 4 4,2
b. IUD Tidak 23 24,0
c. MOW Tidak 51 53,1
d. MOP Tidak 52 54,2
2. Mengetahui keuntungan pemakaian KB
suntik
a. Efektif Tidak 59 61,5
b. Aman Tidak 28 29,2
c. Murah Tidak 43 44,8
d. Tidak mempengaruhi ASI Tidak 57 59,4
3. Mengetahui kekurangan pemakaian KB
suntik
a. Sangat bergantung pada tempat
sarana pelayanan kesehatan (harus Tidak 39 40,6
kembali untuk suntik)
b. Tidak dapat dihentikan sewaktu –
Tidak 26 27,1
waktu sebelum suntikan berikut
c. Tidak menjamin perlindungan
terhadap Infeksi Menular Seksual Tidak 72 75,0
(IMS), hepatitis B atau virus HIV
d. Terlambatnya kembali kesuburan
Tidak 83 86,5
setelah penghentian pemakaian
e. Sering ditemukan gangguan haid
Tidak 35 36,5
dan permasalahan berat badan
4. Mengetahui kriteria yang tidak boleh
62

menggunakan alat kontrasepsi suntik


a. Hamil atau di curigai hamil Tidak 24 25,0
b. Pendarahan pervaginam yang
Tidak 36 68,8
belum jelas penyebabnya
c. Gangguan haid terutama amenorea Tidak 66 68,8
d. Menderita kanker payudara atau
Tidak 83 86,5
riwayat kanker payudara
e. Diabetes mellitus di sertai
Tidak 68 70,8
komplikasi
5. Mengetahui waktu mulai menggunakan
alat kontrasepsi suntik
a. Selama siklus haid dan tidak hamil Tidak 20 20,8
b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7
Tidak 49 51,0
siklus haid
c. Bila telah menggunakan
kontrasepsi hormonal dan non
Tidak 76 79,2
hormonal sebelumnya secara benar
dan tidak hamil
d. Ingin menggantikan AKDR dengan
kontrasepsi hormonal, diberikan
Tidak 76 79,2
pada hari pertama sampai hari ke 7
siklus haid
e. Tidak haid atau dengan pendarahan
tidak teratur, tidak hamil, dan
Tidak 74 77,1
selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual
6. Menggambarkan / menjelaskan efek
samping dari alat kontrasepsi suntik
a. Gangguan haid Tidak 11 11,5
b. Berat badan yang bertambah Tidak 2 2,1
c. Sakit kepala Tidak 22 22,9
d. Nyeri payudara Tidak 32 33,3
e. Kesuburan terlambat Tidak 59 61,5

c. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden setiap bulan

berdasarkan standar Upah Minimum Regional (UMR)

Kalimantan Timur Tahun 2009 adalah Rp 955.000.

Gambaran tingkat pendapatan responden secara umum

dapat di lihat pada tabel di bawah ini :


63

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendapatan Di Puskesmas Kampung Baqa
kecamatan Samarinda Seberang Kota
Samarinda Tahun 2010.

Frekuensi Persentase
No Tingkat Pengetahuan
(%)
1 Dibawah Rp 955.000 26 27.1
2 Diatas Rp 955.000 70 72.9
Total 96 100

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa proporsi

terbesar responden adalah tingkat pendapatan diatas UMR

yaitu sebesar 72,9% dan sisanya 27,1% tingkat pendapatan

dibawah UMR.

d. Konseling KB

Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka

dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan

memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada

kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya

calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri

mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi

dirinya. Gambaran tingkat konseling KB responden secara

umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat


Konseling KB Di Puskesmas Kampung Baqa
Kecamatan Samarinda Seberang Kota
Samarinda Tahun 2010.

Frekuensi Persentase
No Tingkat Konseling KB
(%)
1 Tidak pernah konseling 42 43.8
2 pernah konseling 54 56.2
Total 96 100
64

Terlihat pada tabel bahwa tingkat responden yang

pernah melakukan konseling menunjukkan proporsi terbesar

yaitu 56,2% sedangkan 43,8% adalah responden yang tidak

pernah melakukan konseling.

4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui

interaksi dua variabel, untuk membandingkan variabel

dependen (terikat) yaitu pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional dengan variabel independen (bebas) yaitu

pengetahuan, pendapatan dan konseling KB menggunakan uji

statistic Chi Square untuk melihat ada tidaknya hubungan yang

bemakna antara kedua variabel.

a. Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional

Distribusi hubungan Pengetahuan dengan pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 12. Distribusi hubungan Pengetahuan dengan


pemilihan alat kontrasepsi suntik secara
rasional Di Puskesmas Kampung Baqa
Kecamatan Samarinda Seberang Kota
Samarinda Tahun 2010

Pemilihan Alkon
Suntik Secara
Tingkat P Phi
Rasional Total OR
Penget Value Value
Tidak
ahuan Rasional
Rasional
n % n % n %
Kurang 49 68,1 23 31,9 72 100
Baik 6 25,0 18 75,0 24 100 0.00 6,391 0,377
Total 55 57,3 41 42,7 96 100
65

Tabel 12 menunjukkan bahwa responden dengan

tingkat pengetahuan kurang tentang pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional ada 72 responden.

Dimana sebanyak 68,1% tidak rasional dan 31,9% memilih

alat kontrasepsi suntik secara rasional. Sedangkan tingkat

pengetahuan baik tentang pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional ada 24 responden. Dimana sebanyak

75,0% memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional dan

sisanya 25,0% memilih alat kontrasepsi suntik secara

rasional.

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,00 yang lebih

kecil dari nilai α = 0,05 maka dapat diberi kesimpulan

terdapat hubungan yang bermakna antara pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional dengan tingkat

pengetahuan.

Analisis selanjutnya diperoleh pula nilai OR = 6,391

artinya responden yang memiliki pengetahuan baik tentang

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional mempunyai

peluang 6,391 kali untuk menggunakan KB suntik secara

rasional dibandingkan dengan responden yang memiliki


66

pengetahuan rendah tentang pemilihan alat kontrasepsi

suntik secara rasional.

Perhitungan selanjutnya diperoleh nilai Phi Value 0,377

artinya terdapat keeratan hubungan yang kuat antara

pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional.

b. Hubungan tingkat pendapatan dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional

Distribusi hubungan tingkat pendapatan dengan

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 13. Hubungan Pendapatan dengan pemilihan alat


kontrasepsi suntik secara rasional Di
Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan
Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun
2010

Pemilihan Alkon
Suntik Secara
P
Tingkat Rasional Total OR
Value
Pendapatan Tidak
Rasional
Rasional
n % n % n %
< Rp 955.000 17 65,4 9 34,6 26 100
> Rp 955.000 38 54,3 32 45,7 70 100 0,362 1.951
Total 55 57,3 41 42,7 96 100

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa persentase

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional


67

dengan tingkat pendapatan di bawah Rp 955.000 adalah

sebesar 65,4% dan sisanya 34,6% adalah rasional.

Sedangkan untuk tingkat pendapatan diatas Rp 955.000

persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak

rasional sebesar 54,3% dan rasionalnya ada 45,7%.

Hasil uji statistic dengan menggunakan Chi Square test

di peroleh nilai P = 0,362 lebih besar dari nilai α (0,05) maka

berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan

Samarinda Seberang Kota Samarinda tahun 2010.

c. Hubungan antara konseling KB dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional

Hasil penelitian pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional dengan konseling KB dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 13. Hubungan Konseling KB dengan pemilihan


alat kontrasepsi suntik secara rasional Di
Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan
Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun
2010

Pemilihan Alkon Suntik


Secara Rasional P Phi
Konseling Total OR
Tidak Value Value
KB Rasional
Rasional
n % n % n %
Tidak pernah
37 87,8 5 12,2 41 100
konseling
Pernah 18 34,5 36 65,5 55 100 0,000 14.800 0,549
konseling
Total 55 57,3 41 42,7 96 100
68

Hasi

Analisis tabel 13 dapat dilihat bahwa responden yang

tidak pernah melakukan konseling berjumlah 41 orang

dengan persentase 87,8% memilih alat kontrasepsi suntik

secara tidak rasional dan 12,2% secara rasional. Sedangkan

yang pernah melakukan konseling ada 55 responden

dengan persentase 65,5% memilih alat kontrasepsi suntik

secara rasional dan sisanya 34,5% tidak rasional. Hasil uji

Chi Square diperoleh nilai P = 0,000 lebih kecil dari nilai α

(0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara konseling KB dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional.

Hasil analisis selanjutnya diperoleh nilai OR = 14,800

artinya responden yang pernah konseling memiliki peluang

14,800 kali untuk menggunakan alat kontrasepsi suntik

secara rasional dibandingkan dengan responden yang tidak

pernah melakukan konseling terhadap pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional. Perhitungan selanjutnya

diperoleh nilai Phi Value 0,549 artinya terdapat keeratan

hubungan yang kuat antara konseling KB dengan pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara rasional.

B. Pembahasan
69

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan dan konseling KB Sedangkan

variabel pendapatan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna

terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda Tahun 2010.

1. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional

Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para

ahli antara lain Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers

(1982), pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa

uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil

sendiri dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku

pada saat itu.

Menurut Bayu Wijayanto (1999), pendapatan rumah

tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota

keluarga yang bekerja. Dari definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa pendapatan adalah uang atau barang yang diterima

subjek ekonomi sebagai balas jasa dari pemberian faktor-faktor

produksi (Unnes, 2010). Sedangkan yang dimaksud

pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah pendapatan

yang berupa uang yang diperoleh orang tua dan anggota

keluarga lainnya yang bersumber dari kerja pokok dan kerja

sampingan perbulan.
70

Berdasarkan tingkat standar Upah Minimum Regional

(UMR) Kalimantan Timur sebesar Rp 955.000 dibagi dalam

dua kategori yaitu pendapatan diatas UMR dan pendapatan

dibawah UMR. Pada 96 responden terdapat Persentase

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional dengan

tingkat pendapatan di bawah Rp 955.000 adalah sebesar

65,4% sedangkan tingkat pendapatan diatas Rp 955.000

persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak

rasional sebesar 54,3%. Faktor yang mempengaruhi tahap

pengambilan keputusan untuk membeli dan menggunakan

sesuatu biasanya dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya

baik dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu maupun

pengaruh perilaku orang-orang terkemuka atau terpandang di

masyarakat. Pengaruh yang diterima akan berakumulasi

dengan sikap (pikiran, perasaan, dan kepercayaan) kemudian

menghasilkan sebuah keputusan (Unnes, 2010).

Analisis hasil Chi Square diperoleh nilai P lebih besar

dari α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pemilihan alat kontrasepsi

suntik secara rasional dengan pendapatan di Puskesmas

Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda Tahun 2010, walaupun harga kontrasepsi suntik

untuk yang 1 bulan Rp 20.000 dan yang 3 bulan suntik Rp

25.000. Hal ini disebabkan karena para istri diberikan


71

kebebasan dan di dukung penuh oleh suaminya untuk memilih

alat kontrasepsi yang diinginkan, terlihat dari pertanyaan

kuesioner apakah dengan jumlah pendapatan tersebut suami

ibu mendukung ibu memakai alat kontrasepsi suntik dan dari 96

responden 100% menjawab ya.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan Ilyas (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna antara pendapatan dengan

pemilihan alat kontrasepsi suntik di Kecamatan Ngaglik,

Yogyakarta.

2. Hubungan tingkat Pengetahuan dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu dan hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

serta persepsi terhadap objek yang sebagian besar diperoleh

melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan

(mata), pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang

yang sangat penting dalam pembetukan tindakan seseorang

(over behavior), Notoatmojo (2005).

Pada penelitian ini pengetahuan merupakan pemahaman

responden mengetahui beberapa alat kontrasepsi, mengetahui

keuntungan pemakaian KB suntik, mengetahui kekurangan

pemakaian KB suntik, mengetahui kriteria yang tidak boleh


72

menggunakan alat kontrasepsi suntik, mengetahui waktu mulai

menggunakan alat kontrasepsi suntik dan bisa menggambarkan

/ menjelaskan efek samping dari alat kontrasepsi suntik.

Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang

kota Samarinda tahun 2010, menunjukkan bahwa responden

yang memiliki pengetahuan baik tentang pemilihan alat

kontrasepsi secara rasional (75,0%) sedangkan responden

yang memiliki pengetahuan kurang (25,0%) tentang pemilihan

alat kontrasepsi secara rasional dengan hasil uji Chi Square P =

0,00 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional dengan tingkat pengetahuan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Astuti di kelurahan Sendang Guwo Temalang Kota

Semarang Tahun 2004 menunjukkan hasil perhitungan Chi

Square (p = 0,033) yang berarti ada hubungan bermakna antara

pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi secara

rasional.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang

kota Samarinda tahun 2010, menunjukkan bahwa responden

yang memiliki pengetahuan baik tentang pemilihan alat

kontrasepsi secara rasional (75,0%). Untuk mempunyai sikap


73

yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik,

demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan

menjalani program KB berkurang. Menurut Notoatmojo (2003)

jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik,

maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih

aman baginya.

Dari hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa

responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi pemilihan

alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional ada 25,0%

disebabkan karena mereka tidak mau melakukan dan mereka

tahu tetapi tidak mau melakukan pemilihan alat kontrasesi

suntik secara rasional. Faktor internal seperti motivasi yang

kurang dapat mempengaruhi pemilihan metode / alat

kontrasepsi. Motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan,

dorongan dan tujuan yang merupakan interaksi antara perilaku

dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan

atau mempertahankan perilaku. (Fitri, 2008).

Responden di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baqa

Kecamatan Samarinda Seberang kota Samarinda tahun 2010

yang memiliki pengetahuan kurang tetapi pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional (31,9%). Pada umumnya,

setiap pasangan yang menggunakan kontrasepsi dilandasi

keinginan yang jelas, apakah untuk menunda kelahiran anak

pertama (postponing), menjarangkan anak (spacing), atau


74

membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan. Kejelasan

maksud tersebut terkait dengan tersedianya teknologi

kontrasepsi sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan

kembalinya fase kesuburan (fecundity), efektifitas dan

efisiensinya. Pilihan yang didasarkan dari informasi yang

lengkap tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pilihan

metode kontrasepsi yang bersifat rasional (Sheilla,2006).

Selanjutnya responden di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda tahun 2010 yang memiliki pengetahuan kurang dan

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional

menunjukkan 68,1% dari hasil penelitian, hal ini disebabkan

karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap

pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan

dalam KB. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas

pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara

kehidupan baru (BKKBN, 1980). Hubungan antara pendidikan

dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang

sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan

berbagai keputusan (Radita,2009).


75

Dengan pendidikan yang cukup setidaknya pengetahuan

responden tersebut lebih baik dibandingkan dengan responden

yang tingkat pendidikannya jauh lebih rendah. Seperti

pernyataan Notoatmojo (2003) bahwa semakin tinggi

pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuannya semakin

baik, ini disebabkan karena materi yang didapat ketika belajar

dalam pendidikan serta informasi yang diperolehnya.

3. Hubungan Konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi

suntik secara rasional

Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua

arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan

bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan

pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB

mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode

kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya. Dengan melakukan

konseling yang baik maka klien dapat menentukan pilihan

kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan

mereka sendiri dan tidak akan menyesali keputusan yang telah

diambilnya di kemudian hari (Sheilla, 2006).

Analisa hasil uji Chi Square diperoleh P = 0,00 (lebih

kecil dari α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara konseling KB dengan

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor


76

KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang kota Samarinda tahun 2010.

Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang

kota Samarinda tahun 2010 menunjukkan bahwa responden

yang tidak pernah melakukan konseling dengan persentase

88,1% memilih alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional.

Kecenderungan pola pemakaian metode kontrasepsi di

Indonesia yang tidak rasional ini disebabkan bahwa pemilihan

kontrasepsi secara rasional masih belum tersosialisasi dengan

baik karena proses informed choice, KIE dan Konseling belum

dilaksanakan secara benar dan luas cakupannya. Padahal

perkembangan teknologi kontrasepsi sesungguhnya didasari

oleh konsep - konsep yang rasional sesuai tujuan

penggunaannya. Kontrasepsi rasional bukan hanya

mempertimbangkan aspek efektifitas teknologi kontrasepsi dan

tujuan penggunaan kontrasepsi (postponing, spacing atau

limiting), tetapi harus mempertimbangkan secara rasional dari

kriteria penerimaan dari aspek medis (medical eligible criteria),

(Sheilla, 2006).

Selanjutnya responden yang tidak pernah melakukan

konseling tetapi pemilihan alat kontrasepinya secara rasional

ada 11,9% pengetahuan adalah salah satu faktor yang

mempengaruhinya. Pengetahuan terhadap kesehatan


77

merupakan salah satu faktor prediposisi yang mempengaruhi

perilaku seseorang. Jadi jika seorang akseptor tidak pernah

mendapatkan informasi atau penyuluhan mengenai kontrasepsi

dapat berpengaruh dalam pemilihan alat kontrasepsi yang tepat

untuk dirinya.

Pada umumnya, setiap pasangan yang menggunakan

kontrasepsi dilandasi keinginan yang jelas, apakah untuk

menunda kelahiran anak pertama (postponing), menjarangkan

anak (spacing), atau membatasi (limiting) jumlah anak yang

diinginkan. Kejelasan maksud tersebut terkait dengan

tersedianya teknologi kontrasepsi sesuai dengan keamanan

medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan

(fecundity), efektifitas dan efisiensinya. Pilihan yang didasarkan

dari informasi yang lengkap tersebut pada akhirnya akan

menghasilkan pilihan metode kontrasepsi yang bersifat

rasional(cuweet.blogspot.com).

Sedangkan yang pernah melakukan konseling lebih dari

satu kali baik dengan petugas lapangan, dokter, bidan mau pun

perawat menunjukkan persentase 66,7% memilih alat

kontrasepsi suntik secara rasional. Konseling KB merupakan

aspek yang sangat penting yang dapat membantu memberikan

informasi yang tepat, lengkap, serta obyektif mengenai berbagai

metode kontrasepsi, mengidentifikasi dan menampung

perasaan-perasaan negative tentang KB, membantu untuk


78

memilih metode kontrasepsi yang terbaik, membantu agar dapat

menggunakan cara kontrasepsi yang di pilih secara aman dan

efektif, memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan

dan tempat pelayanan KB (BKKBN,2006).

Persentase responden yang pernah konseling tetapi

pemilihan alat kontrasepsinya tidak rasional menunjukkan

33,3%. Di Indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat

minim dan bahkan sulit sekali menemukan klinik yang secara

khusus menyediakan jasa konseling yang benar-benar

memenuhi standar. Selain itu, ketidakseimbangan antara jumlah

klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai konselor juga

akan mempengaruhi keberhasilan konseling. Selama ini belum

banyak tenaga medis yang menyadari, kegagalan konseling

juga berawal dari buruknya layanan para tenaga medis

(konselor) itu sendiri. Faktor – faktor yang mempengaruhi

keberhasilan konseling antara lain :

a. Faktor Individual

Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan faktor

individual yang dibawa seseorang dalam melakukan

interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :

1. Faktor Fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling

akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam

menangkap informasi yang disampaikan konselor.


79

3. Sudut Pandang

Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah

pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan

mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang

dikonselingkan.

4. Kondisi Sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan

memberikan pengaruh dalam memahami materi.

5. Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses

konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap

terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap

orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta

sejarah hubungan antara konselor dan asien akan

mempengaruhi kesuksesan proses konseling.

c. Faktor Situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi

percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda

dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar

lalu lintas.

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan


80

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku

kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat

menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

1. Kegagalan menyampaikan informasi penting.

2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.

3. Salah pengertian (www.wordpress.com)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2004) juga

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

interpersonal / konseling dengan pemilihan alat kontrasepsi

suntik (p=0,004). Konseling merupakan aspek yang sangat

penting dalam pelayanan Kelurga Berencana. Konseling dapat

membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya agar lebih

lama, konsisten dan meningkatkan keberhasilan KB.


81

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan ditemukan

bahwa :

1. Ada hubungan yang bermakna (p = 0,00) antara tingkat

pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara

rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Tahun 2010 (OR = 16.500) dengan tingkat keeratan

hubungan positif kuat.

2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,362) antara

tingkat pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik

secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan

Samarinda Seberang Tahun 2010 (OR = 1.951) dimana lebih

besar dari nilai α (0,05)

3. Ada hubungan yang bermakna (p = 0,00) antara konseling KB

dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang

Tahun 2010 (OR =14.800) dengan tingkat keeratan hubungan

positif kuat.
82

B. Saran

Dari hasil kesimpulan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat

disarankan yaitu :

1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pengetahuan dan

konseling KB memiliki hubungan yang bermakna dengan

pemilihan alat kontrasepsi secara rasional, namun karena

metode yang digunakan adalah cross sectional maka hubungan

yang diperoleh disini adalah bukan hubungan sebab akibat

sehingga diperlukan penelitian dengan desain yang lebih baik

lagi seperti kasus control, cohort, dan eksprimen untuk melihat

hubungan sebab akibat.

2. Meningkatkan program KIE kepada para akseptor KB dengan

melakukan sosialisasi tentang pengetahuan keluarga berencana

yang terdiri dari pengetahuan tentang kontrasepsi suntik,

seperti kriteria yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi

suntik, waktu mulai menggunakan alat kontrasepsi suntik, efek

samping kontrasepsi suntik, serta keuntungan dan kekurangan

dari pemakaian KB suntik.

3. Meningkatkan pemberian konseling KB agar akseptor dapat

memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional sehingga


83

mendapatkan metode kontrasepsi terbaik atau yang paling

sesuai bagi dirinya.

You might also like