You are on page 1of 82

POTENSI ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHAMBAT

PERTUMBUHAN BAKTERI (Ralstonia solanacearum) DAN JAMUR


(Fusarium sp. dan Phytopthora infestans) PENYEBAB
PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN

SKRIPSI

Oleh:

SHOHIHATUD DINIYAH
NIM. 05520026

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
POTENSI ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI (Ralstonia solanacearum) DAN JAMUR
(Fusarium sp. dan Phytopthora infestans) PENYEBAB
PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada :
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

SHOHIHATUD DINIYAH
NIM. 05520026

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
POTENSI ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI (Ralstonia solanacearum) DAN JAMUR
(Fusarium sp. dan Phytopthora infestans) PENYEBAB
PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN

SKRIPSI

Oleh :

SHOHIHATUD DINIYAH
NIM. 05520026

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ulfah Utami, M. Si Dr. Ahmad Barizi, MA


NIP. 19650509 199903 2 002 NIP. 19731212 199803 1 001

Tanggal, 9 Juli 2010


Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi

Dr. Eko Budi Minarno, M. Pd


NIP. 19630114 199903 1 001
POTENSI ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI (Ralstonia solanacearum) DAN JAMUR
(Fusarium sp. dan Phytopthora infestans) PENYEBAB PENYAKIT LAYU
PADA TANAMAN

SKRIPSI

Oleh:

SHOHIHATUD DINIYAH
NIM. 05520026

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan


Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Tanggal, 27 Juli 2010

Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Ir. Lilik Haranie AR, M.P ( )


NIP. 19620901 199803 2 001
2. Ketua : Suyono, MP ( )
NIP. 19710622 200312 1 002
3. Sekretaris : Dr. Ulfah Utami, M. Si ( )
NIP. 19650509 199903 2 002
4. Anggota : Dr. Ahmad Barizi, MA ( )
NIP. 19731212 199803 1 001

Mengetahui dan Mengesahkan


Ketua Jurusan Biologi

Dr. Eko Budi Minarno, M. Pd


NIP. 19630114 199903 1 001
SURAT PERNYATAAN
ORISINILITAS PENELITIAN

Saya yang betanda tangan di bawah ini :


Nama : Shohihatud Diniyah
NIM : 05520026
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi /Biologi
Judul Penelitian : Potensi Isolat Bakteri Endofit sebagai Penghambat
Pertumbuhan Bakteri (Ralstonia solanacearum) dan
Jamur (Fusarium sp. dan Phytopthora infestans)
Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini


tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang
pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,
maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai
peraturan yang berlaku.

Malang, 27 Juli 2010


Yang Membuat Pernyataan

Shohihatud Diniyah
NIM. 05520026
SURAT PERNYATAAN
ORISINILITAS PENELITIAN

Saya yang betanda tangan di bawah ini :


Nama : Shohihatud Diniyah
NIM : 05520026
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi /Biologi
Judul Penelitian : Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghambat Pertumbuhan
Bakteri (R. solanacearum) dan Jamur (Fusarium sp. dan
P. infestan) Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini


tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang
pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,
maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai
peraturan yang berlaku.

Malang, 27 Juli 2010


Yang Membuat Pernyataan

Shohihatud Diniyah
NIM. 05520026
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

∩⊇∪ 5βρã—öθ¨Β &óx« Èe≅ä. ÏΒ $pκŽÏù $uΖ÷Fu;/Ρr&uρ zÅ›≡uρu‘ $yγŠÏù $uΖøŠs)ø9r&uρ $yγ≈tΡ÷Šy‰tΒ uÚö‘F{$#uρ

Artinya: “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya


gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu
menurut ukuran.” (QS. Al Hijr: 19)

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Ayah dan Ibu tercinta

Kakak dan adik-adik tersayang

Teman-teman seperjuangan
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Potensi

Bakteri Endofit sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri (R. solanacearum) dan

Jamur (Fusarium sp. dan P. infestan) Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman”.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang akan memberi syafaat kepada umatnya yang taat.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terlepas dari

bimbingan, dukungan, dan bantuan dari semua pihak sehingga terselesaikannya

skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang, yang memberikan dukungan serta

kewenangan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U,DSc, selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Ibrahim Malang.

3. Dr. Eko Budi Minarno, M. Pd selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Dr. Ulfah Utami, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar

memberikan bimbingan, arahan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

i
5. Dr. Ahmad Barizi, MA selaku Dosen Pembimbing Agama yang telah

sabar memberikan bimbingan, arahan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

6. Para Dosen / Staf Pengajar di lingkungan UIN Maliki Malang.

7. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa, semangat, motivasi serta

nasehat-nasehat dengan penuh keikhlasan, kesabaran serta kasih sayang

yang tiada tara sehingga penulis bisa mengenyam pendidikan setinggi ini.

8. Kakak dan adik-adikku yang telah memberikan doa, motivasi, kasih

sayang serta semangat yang tiada hentinya sehingga terselesaikannya

skripsi ini.

9. Seluruh keluargaku terima kasih atas doa, motivasi dan jasa-jasanya.

10. Teman-temanku Biologi angkatan 2005 terima kasih untuk semua

persahabatan dan kekompakannya.

Sebagai ungkapan terima kasih, penulis hanya mampu berdoa semoga

bantuan yang telah diberikan kepada penulis diterima disisi-Nya serta mendapat

imbalan yang setimpal.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Malang, Juli 2010

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vii
ABSTRAK................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5 Batasan Masalah ......................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Macam-macam Tanaman dalam Alqur’an .................................. 9
2.2 Penyakit Layu Tanaman .............................................................. 10
2.3 Bakteri Ralstonia solanacearum .................................................. 13
2.3.1 Deskripsi Bakteri Ralstonia solanacearum ......................... 13
2.3.2 Klasifikasi Bakteri Ralstonia solanacearum ........................ 14
2.3.3 Mekanisme Kerusakan pada Tanaman ................................. 15
2.3.4 Gejala Serangan Bakteri Ralstonia solanacearum................ 16
2.4 Jamur Phytophthora infestans ...................................................... 16
2.4.1 Deskripsi Jamur Phytophthora infestans .............................. 16
2.4.2 Klasifikasi Phytophthora infestans ...................................... 17
2.4.3 Siklus penyakit .................................................................... 17
2.4.4 Gejala Penyakit ................................................................... 19
2.5 Jamur Fusarium sp. ..................................................................... 20
2.5.1 Deskripsi Jamur Fusarium sp. ............................................. 20
2.5.2 Klasifikasi Jamur Fusarium sp. . ......................................... 22
2.5.3 Gejala kerusakan ................................................................. 22
2.6 Deskripsi Bakteri Endofit............................................................. 23
2.6.1 Potensi Bakteri Endofit........................................................ 23
2.6.2 Mekanisme Kerja Bakteri Endofit Sebagai Antimikroba...... 28
2.7 Bahan Antimikroba..................................................................... 31
2.8 Mekanisme kerja bahan antimikroba ........................................... 32
2.9 Pengujian Aktivitas Bahan Antimikroba ..................................... 34

iii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 36
3.2 Waktu dan Tempat ...................................................................... 36
3.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 36
3.3.1 Variabel Bebas ................................................................... 36
3.3.2 Variabel Terikat ................................................................. 36
3.4 Alat dan Bahan ........................................................................... 36
3.4.1 Alat ..................................................................................... 36
3.4.2 Bahan ................................................................................. 37
3.5 Prosedur Penelitian ..................................................................... 37
3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan.................................................... 37
3.5.2 Pembuatan Media ................................................................ 37
3.5.2.1 Pembuatan Media TSA............................................. 37
3.5.2.2 Pembuatan Media TSB ............................................. 38
3.5.2.3Pembuatan Media PDA ............................................. 38
3.5.2.4 Pembuatan Media NA ............................................. 38
3.5.3 Penyiapan dan Peremajaan Isolat Bakteri Endofit ................. 39
3.5.4 Produktifitas Metabolit Antibakteri dan Antijamur ............... 39
3.5.5 Uji Antibakteri ..................................................................... 38
3.5.6 Uji Antijamur ....................................................................... 40
3.5.7 Pengukuran Zona Hambat .................................................... 40
3.5.8 Tabel Pengamatan ................................................................ 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan
Bakteri Ralstonia solanacearum .................................................. 41
4.2 Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan
Jamur Fusarium sp. dan Phytopthora infestan ............................ 42

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 56
5.2 Saran .......................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 62

iv
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


4.1 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap bakteri
Ralstonia solanacearum (dalam mm) ..................................................... 41
4.2 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap jamur
Fusarium sp. (dalam mm) ...................................................................... 47
4.3 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap bakteri
jamur Phytopthora infestan (dalam mm) ................................................ 47

v
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


2.1 Tanaman Kentang terinfeksi bakteri Ralstonia solanacearum.................. 16
2.2 Morfologi Phytophthora infestan ............................................................ 17
2.3 Siklus Hidup Phytophthora infestan ...................................................... 19
2.4 Serangan Phytophthora infestan pada tanaman kentang .......................... 20
2.5 Morfologi Fusarium oxysporum .............................................................. 22
2.6 Siklus Fusarium sp ................................................................................. 24
4.1 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri Ps. Pseudomallei terhadap
bakteri R. solanacearum pada medium NA ............................................. 43
4.2 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap bakteri
R. solanacearum pada medium NA ......................................................... 43
4.3 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycotes terhadap bakteri
R. solanacearum pada medium NA ......................................................... 44
4.4 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycoides terhadap jamur
Fusarium sp. pada medium PDA ............................................................. 49
4.5 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap jamur
Fusarium sp. pada medium PDA ............................................................. 49
4.6 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri P. Pseudomallei terhadap
jamur Fusarium sp. pada medium PDA ................................................... 50
4.7 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycoides terhadap jamur
P. infestans pada medium PDA ............................................................... 50
4.8 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap jamur
P. infestans pada medium PDA ............................................................... 51
4.9 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri P. pseudomallei terhadap
jamur P. infestans pada medium PDA ..................................................... 51

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


Lampiran 1. Analisis Data............................................................................. 62
Lampiran 2. Alat Penelitian .......................................................................... 63

vii
ABSTRAK

Diniyah, Shohihatud. 2010. Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghambat


Pertumbuhan Bakteri (Ralstonia solanacearum) dan Jamur (Fusarium
sp. dan Phytopthora investans) Penyebab Penyakit Layu Pada
Tanaman.
Pembimbing I : Dr. Ulfah Utami, M.Si
Pembimbing II: Dr. Ahmad Barizi, MA

Kata Kunci: Bakteri Endofit, Bakteri Ralstonia solanacearum, Jamur Fusarium


sp., Jamur Phytopthora investans, Layu Tanaman

Penyakit layu pada berbagai jenis tanaman,selalu dikaitkan dengan


beberapa patogen penyebab, yaitu bakteri Ralstonia solanacearum, Jamur
Fusarium sp., dan Jamur Phytopthora investans, serta penyebab lainnya.
Ralstonia solanacearum masih menjadi kendala produksi berbagai tanaman
pertanian Indonesia, terutama pada kentang, tomat, cabai, tembakau, kacang
tanah, jahe dan pisang. Di Indonesia penyakit layu daun yang disebabkan oleh
jamur Phytopthora investans dan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur
Fusarium oxysforum merupakan penyakit yang sangat penting pada tanaman
kentang dan tomat. Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
jamur pada tanaman yang paling banyak dilakukan saat ini adalah penggunaan
pestisida dan fungisida kimia. Cara pengendalian bakteri dan jamur dengan
menggunakan pestisida dan fungisida kimiaiwi dapat menimbulkan dampak
negatif berupa keracunan pada manusia dan hewan peliharaan, pencemaran air
tanah, serta terbunuhnya organisme bukan sasaran. Beberapa tahun terakhir ini
penggalian sumber daya mikrobia yang terdapat di dalam jaringan tanaman mulai
banyak mendapat perhatian. Telah diketahui pula bahwa hubungan antara
mikrobia endofit dengan tanaman adalah karena kontribusi senyawa kimia yang
dihasilkan oleh mikrobia yang memiliki berbagai jenis bioaktif. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam
menghambat pertumbuhan Bakteri (Ralstonia solanacearum) dan Jamur
(Fusarium sp. dan Phytopthora investans).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2010, di
laboratorium Mikrobiologi Universitas islam negeri maulana Malik Ibrahim
Malang. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental
dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum
tuberosum L) terhadap bakteri Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum, jamur
Fusarium sp., dan jamur Phytopthora infestans.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahawa Isolat bakteri endofit P.
pseudomallei, B. mycoides, dan K. ozaenae memiliki kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri R. solanacearum. Dengan potensi berturut-
turut “sangat kuat”, “kuat”, dan “sedang”. Isolat bakteri endofit P. pseudomallei,
B. mycoides, dan K. ozaenae memiliki kemampuan dalam menghambat
pertumbuhan jamur Fusarium sp., masing-masing memiliki potensi "lemah".
Sedangkan jamur p. Infestan. mempunyai potensi “kuat” dan “lemah”.

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit layu pada berbagai jenis tanaman, antara lain pada tanaman

kentang, selalu dikaitkan dengan dua patogen penyebab, yaitu bakteri Ralstonia

solanacearum dan jamur Fusarium oxysforum. Selain itu, ada lagi penyebab

penyakit layu yang sangat jarang diperhatikan, yaitu penyakit busuk daun yang di

sebabkan jamur Phytopthora infestans (Suganda dkk, 2009).

Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum

merupakan salah satu penyakit tanaman paling berbahaya yang tersebar luas di

daerah tropika dan sub tropika (Hayward, 1984). Penyakit tersebut masih menjadi

kendala produksi berbagai tanaman pertanian di Indonesia, terutama pada

kentang, tomat, cabai, tembakau, kacang tanah, jahe, dan pisang (Machmud,

1986).

Selain penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri patogen, petani juga

seringkali direpotkan dengan serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Di

Indonesia penyakit busuk daun yang di sebabkan oleh jamur Phytopthora

infestans dan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysforum

merupakan penyakit yang sangat penting pada tanaman kentang dan tomat

(Purwanti, 2002).

Dampak dari serangan mikroba tersebut sangat merugikan para petani

kentang, tomat, nilam, tembakau, pisang dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini

1
2

penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum pada pisang

sudah sampai pada tingkat membahayakan industri pisang di tanah air karena

penyakit layu ini sulit dikendalikan (Machmud dkk, 2009).

Penyakit busuk daun dan umbi (lodoh) tanaman kentang yang disebabkan

oleh serangan jamur patogen ganas Phytophthora infestans merupakan penyakit

yang paling penting di antara penyakit dan hama yang menyerang tanaman

kentang di Indonesia. Penyakit ini dapat menurunkan produksi kentang hingga

90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Serangan

penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium sp. juga memiliki dampak yang

besar bagi pertanian karena selain menyerang tanaman kentang di lahan pertanian,

jamur ini juga menyerang umbi yang ada di gudang peyimpanan sehingga

menurunkan hasil produksi (Yunasfi, 2002).

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur pada

tanaman yang paling banyak dilakukan saat ini adalah menggunakan bakterisida

dan fungisida kimia. Cara pengendalian bakteri dan jamur dengan menggunakan

bakterisida dan fungisida kimiawi dapat menimbulkan dampak negatif berupa

keracunan pada manusia dan hewan peliharaan, pencemaran air tanah, serta

terbunuhnya organisme bukan sasaran (Mustika dan Nuryani, 2006).

Segala yang terjadi sekarang, menunjukkan fakta bahwa manusia telah

melalaikan tanggung jawabnya sebagai khalifah dengan cara menghancurkan

alam ciptaan Allah, manusia cenderung mengeksploitasi kemampuan tanah tanpa

memperhatian keberlanjutan suatu sistem usahatani, misalnya mengatasi serangan

hama atau penyakit (Khalid, 1999).


3

Penggalian manfaat dari alam, harus juga diikuti upaya pelestarian itu

sendiri. Artinya, hendaklah dijaga keseimbangan ekologi dan dihindari

pencemaran serta diupayakan agar kekayaan itu digunakan sehemat mungkin

(Khaelany, 1996).

Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip

keseimbangan dan keharmonisan hidup, firman Allah SWT dalam Alqur'an surat

Al-Mulk ayat 3.

ÆìÅ_ö‘$$sù ( ;Nâθ≈xs? ÏΒ Ç≈uΗ÷q§9$# È,ù=yz †Îû 3“ts? $¨Β ( $]%$t7ÏÛ ;N≡uθ≈yϑy™ yìö7y™ t,n=y{ “Ï%©!$#

∩⊂∪ 9‘θäÜèù ÏΒ 3“ts? ö≅yδ uŽ|Çt7ø9$#


Artinya: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang ?(Qs. Al-Mulk /67:3).

Keseimbangan dan keharmonisan dalam Islam sesuai dengan bentuk dan

jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan sebagaimana

yang diungkapkan Al-qur’an denga n istilah fitrah. Fitrah pada Q.S. Al-Mulk

(67):3, menggunakan kata yang diartikan seimbang, karena sifat fitrah itu sendiri

adalah seimbang dan harmoni (Yusuf, 2006).

Pada Alqur'an surat Al-A’raf ayat 56 Allah telah memperigatkan bahwa:

«!$# |MuΗ÷qu‘ ¨βÎ) 4 $—èyϑsÛuρ $]ùöθyz çνθãã÷Š$#uρ $yγÅs≈n=ô¹Î) y‰÷èt/ ÇÚö‘F{$# †Îû (#ρ߉šøè? Ÿωuρ

∩∈∉∪ tÏΖÅ¡ósßϑø9$# š∅ÏiΒ Ò=ƒÌs%


Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (Qs. Al-
A’raf/7: 56).
4

Kata-kata “ba’da ishlahiha” pada ayat di atas dengan jelas menunjukkan

adanya hukum keseimbangan (equilibrium) dalam tatanan lingkungan hidup yang

harus diusahakan agar tetap terpelihara kelestariannya (Khalid, 2006). Salah satu

rahmat yang diturunkan oleh Allah SWT adalah bakteri endofit untuk membantu

menjaga keseimbangan di alam. Hal ini dikarenakan endofit menempati relung

ekologi yang sama dengan hama, hal ini menyebabkan terjadinya kontak antara

hama dan endofit semakin dekat sehingga endofit dapat digunakan sebagai agen

pengendalian secara biologi (Athman, 2006).

Beberapa tahun terakhir ini penggalian sumber daya mikrobia yang

terdapat di dalam jaringan tanaman mulai banyak mendapat perhatian. Mikrobia

tersebut mulai dipelajari untuk berbagai tujuan. Telah diketahui pula bahwa

hubungan antara mikrobia endofitik dengan tanaman adalah karena kontribusi

senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikrobia yang memiliki berbagai jenis

bioaktif (Melliawati, 2006).

Pemanfaatan bakteri endofit sebagai antibakteri dan antijamur pada

tanaman merupakan pengendalian yang tidak menimbulkan efek negatif terhadap

kehidupan manusia dan lingkungan. Compant dkk, (2005) dalam Firmansah

(2008), melaporkan bahwa bakteri endofit telah diketahui mempunyai

kemampuan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.

Ketahanan tanaman terhadap penyakit didefinisikan sebagai suatu karakter yang

memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan atau daya sembuh dari

serangan penyakit dalam kondisi yang akan menyebabkan kerusakan lebih besar
5

pada tanaman oleh patogen (Hammerschmidt dan Dann, 2000 dalam Firmansyah,

2008).

Manfaat bakteri endofit juga dijelaskan oleh Arwiyanto (1997) dalam

Djatmiko (2007) yang menyimpulkan bahwa bakteri endofit kelompok

“Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. mempunyai kemampuan yang baik dalam

menekan pertumbuhan jamur Ralstonia solanacearum secara in vitro”.

Bakteri endofit didefinisikan sebagai bakteri yang hidup dalam jaringan

tanaman, tanpa menyebabkan kerugian bagi tanaman inang. Hubungan antara

tanaman dan bakteri endofit merupakan interaksi secara tertutup, hubungan ini

berjalan dengan tanaman menyediakan nutrien bagi bakteri endofit dan bakteri

endofit meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman (Hallmann, 1999).

Banyak endofit mampu menghasilkan senyawa bioaktif untuk

menghambat pertumbuhan organisme lain. Pada beberapa kasus, mereka mampu

mensintesis senyawa alami yang diproduksi oleh tanaman sebagai alat pertahanan

(Strobel dan Strobel, 2007). Chandrashekhara dkk (2007), menyatakan bahwa

bakteri endofit dari beberapa genera seperti Pseudomonas, Bacillus dan

Azospirillum, dilaporkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman,

menguraikan dinding sel patogen, dan menghambat pertumbuhan patogen dengan

menghasilkan senyawa antimikroba seperti siderophores. Siderofor adalah

senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam pengendalian hayati

penyakit tumbuhan (Fravel 1988 dalam Hasanudin, 2003).

Menurut Saikkonen dkk, (1998) dalam Arnold dkk, (2003), keuntungan

dengan adanya endofit pada tanaman inang adalah meningkatnya toleransi


6

terhadap logam berat, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, menekan

serangan hama dan meningkatkan resistensi sistemik terhadap patogen.

Peningkatan ketahanan menggunakan bakteri endofit pada tanaman

terhadap serangan patogen dapat menjadi alternatif pengendalian patogen. Untuk

mengetahui potensi bakteri endofit dalam memproteksi tanaman dari serangan

penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur, maka dilakukan penelitian

dengan Judul “Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri

(R. solanacearum) dan Jamur (Fusarium sp. dan P. infestan) Penyebab Penyakit

Layu pada Tanaman”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah bakteri endofit dapat menghambat pertumbuhan bakteri Ralstonia

solanacearum?

2. Apakah bakteri endofit dapat menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp.

dan Phytopthora infestans?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum.

2. Untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam menghambat

pertumbuhan jamur Fusarium sp. dan Phytopthora infestans.


7

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pengembangan ilmu biologi, dapat memberikan sumbangan berupa data

tentang pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan mikroba patogen.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan sekaligus

bermanfaat bagi pengembangan mikrobiologi pada umumya, bakteriologi dan

mikologi pada khususnya.

3. Dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya untuk

mengembangkan bakteri endofit sebagai agen pengendali patogen tanaman.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini diharapkan dapat mengena pada sasaran dan tidak

menyimpang dari permasalahan yang dibahas, karena itu perlu diberikan batasan-

batasan masalah yang meliputi:

1. Isolat bakteri endofit yang digunakan diperoleh dari koleksi laboratorium

mikrobiologi UIN Maliki Malang. Isolat bakteri endofit yang digunakan

terdiri dari: Bacillus mycoides, Pseudomonas pseudomallei dan Klebsiella

ozaenae.

2. Zona penghambatan adalah diameter daerah dimana tidak ada pertumbuhan

koloni di sekitar kertas cakram yang ditandai dengan adanya zona

bening/hambat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Macam-macam Tanaman dalam Alqur’an

Allah Swt. menciptakan bumi beserta isinya untuk kemaslahatan manusia,

diantaranya adalah ditumbuhkannya berbagai macam tanaman yang memiliki

banyak keragaman baik dalam segi bentuk pohon, bentuk buah, rasa dan

manfaatnya. Sebagaimana yang tercantum dalam Alqur'an surat Al-An'am ayat

141 yang berbunyi:

…ã&é#à2é& $¸Î=tFøƒèΧ tíö‘¨“9$#uρ Ÿ≅÷‚¨Ζ9$#uρ ;M≈x©ρâ÷÷êtΒ uŽöxîuρ ;M≈x©ρá÷è¨Β ;M≈¨Ψy_ r't±Σr& ü“Ï%©!$# uθèδuρ

(#θè?#uuρ tyϑøOr& !#sŒÎ) ÿÍν̍yϑrO ÏΒ (#θè=à2 4 7µÎ7≈t±tFãΒ uŽöxîuρ $\κÈ:≈t±tFãΒ šχ$¨Β”9$#uρ šχθçG÷ƒ¨“9$#uρ

∩⊇⊆⊇∪ šÏùΎô£ßϑø9$# =Ïtä† Ÿω …çµ‾ΡÎ) 4 (#þθèùΎô£è@ Ÿωuρ ( ÍνÏŠ$|Áym uΘöθtƒ …絤)ym


Artinya: Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-
macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan. (Qs. Al-An'am/6: 141).

Ayat di atas menjelaskan beberapa jenis tanaman yang ada di bumi.

Tanaman tersebut memiliki beberapa kelompok berdasarkan ukuran, bentuk,

warna dan rasanya. Dalam ayat tersebut terdapat lafadh "ma'rusyatin wa ghoiro

ma'rusyatin" yang bermakna "berjunjung dan tidak berjunjung". Dalam hal ini

yang dimaksud tanaman yang tidak berjunjung adalah tanaman yang memiliki

8
9

ukuran yang tidak terlalu tinggi atau yang disebut dengan tanaman herba /semak,

contohnya adalah tanaman kentang, tomat, cabai dan lain sebagainya.

Ditambahkan dalam Alqur’an surat ‘Abasa ayat 27-32:

∩⊂⊃∪ $Y6ù=äñ t,Í←!#y‰tnuρ ∩⊄∪ WξøƒwΥuρ $ZΡθçG÷ƒy—uρ ∩⊄∇∪ $Y7ôÒs%uρ $Y6uΖÏãuρ ∩⊄∠∪ ${7ym $pκŽÏù $uΖ÷Kt7/Ρr'sù

∩⊂⊄∪ ö/ä3Ïϑ≈yè÷ΡL{uρ ö/ä3©9 $Yè≈tG¨Β ∩⊂⊇∪ $|/r&uρ ZπyγÅ3≈sùuρ


Artinya: Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran,
zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buahbuahan serta
rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang
ternakmu. (Qs. ‘Abasa/80: 27-32).

Secara tersurat tanaman kentang tidak dijelaskan dalam Alqur’an, tetapi

merupakan salah satu jenis tanaman sayur-sayuran (Qodlban) sebagaimana

disebutkan pada ayat tersebut, berbagai macam tumbuhan yang disebutkan antara

lain anggur, sayur-sayuran, zaitun, kurma, buah-buahan, tanaman perkebunan dan

rumput-rumputan. Keanekaragaman jenis tumbuhan juga diikuti dengan

keanekaragaman manfaatnya bagi kehidupan manusia, seperti tumbuh-tumbuhan

sebagai bahan makanan, bahan bangunan, bahan obat dan potensi lainnya yang

masih perlu dicari. Salah satu jenis tanaman sayur-sayuran ciptaan Allah Swt.

adalah tanaman kentang yang memiliki kandungan protein cukup tinggi

dibandingkan biji serealia dan umbi lainnya. Kandungan asam aminonya juga

seimbang sehingga sangat baik bagi kesehatan manusia (Nurmayulis, 2005).

2.2 Penyakit Layu Tanaman

Menurut Sitohang (2008), penyakit yang umumnya menyerang tanaman

terutama kentang adalah:

a) Penyakit Bercak Kering (Early Blight)


10

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Alternaria solani. Jamur ini hidup

disisa tanaman sakit dan berkembang di daerah kering. Gejala yang timbul adalah

daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun

muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan

keras. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan pergiliran tanaman.

b) Penyakit Layu Bakteri

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala

yang ditimbulkan yaitu beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun

tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara

sanitasi kebun, pergiliran tanaman.

c) Penyakit Busuk Umbi

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colleotrichum coccodes. Gejalanya

daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian tanaman yang

berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan

menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian dapat dilakukan dengan

pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik.

d) Penyakit Busuk Daun

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Phytopthora infestans. Gejalanya

timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga

warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna

putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati. Pengendalian

dilakukan dengan sanitasi kebun.

e) Penyakit Fusarium
11

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Gejala yang timbul

adalah busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga

menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka

yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian dilakukan dengan

menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran.

f) Penyakit karena Virus

Virus yang menyerang adalah: Potato Leaf Roll Virus (PLRV)

menyebabkan daun menggulung; Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik

laten pada daun; Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal;

Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak, Potato Virus M (PVM)

menyebabkan mosaik menggulung, Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik

lemas. Akibat serangan tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi

kecil-kecil atau tidak menghasilkan sama sekali, daun menguning dan jaringan

mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis

spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella

dan nematoda.

Penggunaan pestisida tidak dapat digunakan untuk mengendalikan

serangan virus. Pencegahan dan pengendalian terhadap serangan virus dilakukan

dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan

membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan

melakukan pergiliran tanaman (Sitohang, 2008).

2.3 Bakteri Ralstonia solanacearum


12

2.3.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bakteri Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum adalah bakteri aerobik, berbentuk batang,

berukuran (0,5 – 1,0 x 1,5 – 2,5) µm, gram negatif, bergerak dengan satu flagel

yang terletak diujung sel. Umumnya isolat yang virulen memiliki flagella

sedangkan isolat non virulen flagelnya panjang (Goto, 1992 dalam Wijiono,

2009). Bakteri ini diketahui mempunyai banyak ras yang berbeda virulensinya.

Ras 1 menyerang terung-terungan dan tanaman lain, seperti tomat, tembakau, dan

kacang tanah. Ras 2 menyerang pisang dan Heliconia. Ras 3 khususnya

menyerang tanaman kentang (Semangun, 1996 dalam Anaf, 2009).

Bakteri ini mampu menghidrolisa gelatin dan twin 80, mampu mereduksi

nitrat, dapat menghasilkan asam sukrosa, arginin, dehidrolase negatif, jumlah

guanin, dan sitosin dalam DNA 66-69%. Mengandung poly B-hidroksibutirat.

Beberapa strain dapat menghasilkan gas dan nitrat (Hayward, 1983 dalam Anaf,

2009).

Bakteri mempunyai generasi waktu yang sangat pendek pada keadaan

optimal < 20 menit. Selama pertumbuhan, bakteri dalam media cair akan

membentuk suspensi yang keruh sedangkan pada media padat akan membentuk

koloni yang bervariasi bergantung pada jenisnya (Habazar dan Rivai, 2000).

Menurut Rukmana (1997) dalam Wijiono (2009), bakteri ini mempunyai

banyak ras dan dapat diisolasi dengan baik pada medium yang mengandung 2, 3,

5- trifenil-tetra sodium klorida (Medium TTK). Infeksi terutama melalui luka pada

bagian tanaman. Bakteri terangkut dalam pembuluh kayu dan pada batang yang

lunak, masuk dalam ruang antar sel dalam kulit dan empulur, menguraikan sel-sel
13

sehingga terjadi rongga-rongga. Suhu yang relatif tinggi mendukung

perkembangan penyakit. Di dataran rendah penyakit timbul lebih berat karena

suhu udara relatif tinggi. Bakteri berkembang baik di tanah alkalis yang suhunya

agak tinggi di saat banyak hujan. Intensitas penyakit sangat dipengaruhi oleh

tanaman terinfeksi pada musim sebelumnya. Penyakit ini banyak dijumpai di

Jawa, Sumatera dan Sulawesi khususnya di Sulawesi Utara.

Klasifikasi bakteri Ralstonia solanacearum penyakit layu pada kentang

menurut E.F. Smith dalam Buchman dan Gibbions (1974), Yabuuch dkk (1995)

dalam Wijiono (2009) adalah :

Kingdom : Prokariotik

Divisio : Gracilicutes

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Ralstonia

Spesies : Ralstonia solanacearum

Sinonim : Pseudomonas solanacearum

2.3.2 Mekanisme Kerusakan pada Tanaman

Virulensi merupakan kapasitas relatif patogen untuk merusak tanaman

inang. Virulensi penyakit tanaman berhubungan dengan sifat-sifat bakteri yang

menetukan kecepatan pertumbuhan dan penyebarannya pada inang dan

meningkatkan kerusakan pada jaringan tanaman. Faktor virulensi yang


14

disekresikan dapat berupa toksin termasuk Ekstraseluler Polisakarida, enzim, dan

hormon tumbuh yang menginduksi seperti jenis gejala seperti menguning, busuk

lunak, hiperplasia, nekrosis dan layu (Habazar dan Rivai, 2000 dalam Anaf,

2009).

Pada bakteri Ralstonia solanacearum, Ekstraseluler Polisakarida sangat

berperan dalam patogenis, utamanya dalam menghambat translokasi unsur hara

dan air, juga menjadi pelindung bakteri dari keadaan yang ekstrim, dapat

menetralisir senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman (Wydra dan

Rudolph, 1993 dalam Wijiono, 2009).

Beberapa mekanisme kerusakan Ekstraseluler Polisakarida sebagai

penyebab layu antara lain: penyebaran patogen dalam xylem, pembentukan

senyawa ekstraseluler polisakarida hanya pada isolat yang virulen dan pemberian

dengan senyawa metabolit dari patogen pada tanaman. Aspek-aspek penyebab

layu adalah: pengaliran terbatas dan transportasi air ke daun menjadi terhambat,

viskositas cairan dalam jaringan pembuluh meningkat, terjadi penyumbatan

terhadap transport air, bagian yang paling kritis adalah tangkai dan tulang daun,

terjadinya kerusakan pada membran luar dan membran dalam sel dan keluarnya

elektrolit dari dalam sel (Habazar dan Rivai, 2000 dalam Anaf, 2009).

2.3.3 Gejala Serangan Bakteri Ralstonia solanacearum

Gejala awal adalah tanaman mulai layu. Kemudian menjalar ke daun

bagian bawah. Gejala yang lebih lanjut : seluruh tanaman layu, daun menguning

sampai coklat kehitam-hitaman, dan akhirnya tanaman mati (Gambar 2.1).


15

Serangan pada umbi menimbulkan gejala dari luar tampak bercak-bercak kehitam-

hitaman, terdapat lelehan putih keruh (massa bakteri) yang keluar dari mata tunas

atau ujung stolon (Rukmana, 1997).

Gambar 2.1 (a) Tanaman Kentang terinfeksi bakteri Ralstonia solanacearum


(Thurston, 2009).

2.4 Jamur Phytophthora infestans

2.4.1 Deskripsi dan Klasifikasi Jamur Phytophthora infestans

Phytophthora infestans memiliki bentuk miselium interseluler tidak

bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit,

berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang

khas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32

terlihat pada (Gambar 2.2). Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan

membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk

spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau

zoosporangium seperti pada (Gambar 2.2). Cendawan ini dapat membentuk

oospora meskipun agak jarang. Jamur P. infestans diketahui mempunyai banyak


16

ras fisiologi (Semangun, 1991).

Gambar 2.2 Morfologi Phytophthora infestan (a) konidium, (b) hifa


(Istiarini, 2009).

Menurut Hawksworth et al (1995), klasifikasi cendawan Phytophthora

infestans adalah

Kingdom : Stramenopiles

Divisio : Eumycota

Kelas : Oomycetes

Ordo : Peronosporales

Famili : Pythiaceae

Genus : Phytophthora

Spesies : Phytophthora infestans.

2.4.2 Siklus Penyakit

Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam

jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel di dalamnya. Selanjutnya,

miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan
17

vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika

mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi

sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar

melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel

dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas

sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor

timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi

tanaman baru (Agrios, 1996). Siklus penyakit P. infestans dapat dilihat pada

Gambar 2.3.

Selama musin hujan, sporangia terbawa sampai ke tanah. Umbi dekat

permukaan tanah dapat terserang zoospore yang bertunas dan berpenetrasi pada

umbi menembus lenti sel atau melalui luka alami atau luka akibat serangga dan

alat pertanian (Cholil dan Abadi, 1991).


18

Gambar 2.3 Siklus Hidup Phytophthora infestan (Agrios, 1996).

2.4.3 Gejala Penyakit

Gejala awal penyakit ini berupa bercak pada bagian tepi dan ujung daun,

kemudian bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat

(Gambar 2.6). Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih

dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan

umbi. Jamur ini berkembang baik pada musim hujan dengan kelembaban sekitar

20o C. Serangan berat terjadi pada bulan Oktober-Februari (Anonymous, 2002).

Jika suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak

tersebut akan meluas dengan cepat dan menyebabkan kematian seluruh daun.

Bahkan jika cuaca demikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atas

akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengering

dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari

satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3

minggu (Semangun, 2001).

a
19

Gambar 2.4 (a) Serangan Phytophthora infestan pada tanaman kentang


(Anonymous, 2001).

Phytophthora infestans dapat juga menyerang umbi, jika keadaan baik

bagi pertumbuhannya pada umbi terjadi bercak yang agak mengendap, berwarna

coklat atau hitam ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke dalam umbi. Bagian yang

terserang ini tidak menjadi lunak. Bagian yang busuk kering tadi dapat terbatas

sebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga meliputi suatu bagian yang luas

pada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada waktu umbi digali, tetapi sering

tampak jelas setelah umbi disimpan (Semangun, 2000).

2.4 Jamur Fusarium sp.

2.5.1 Deskripsi dan Klasifikasi Jamur Fusarium sp.

Bagian vegetatif jamur pada umumnya berupa benang-benang halus

memanjang, bersekat (septa) atau tidak, disebut hifa. Kumpulan benang-benang

hifa disebut miselium. Hifa bercabang-cabang atau tidak, tebalnya 0,5-100 µm.

Demikian pula pada seluruh miselium mungkin hanya mempunyai beberpa µm,

tetapi dapat pula membentuk lapisan atau benang-benang besar yang panjangnya

bermeter-meter (Semangun, 1996).

Daerah–daerah yang terserang oleh cendawan ini adalah pada pangkal

batang dan akar, sedikit di bawah permukaan tanah. Jamur ini menyerang
20

pertanaman dan penyebarannya sangat luas hampir di seluruh dunia. Jamur ini

menghasilkan tiga macam toksin yang menyerang pembuluh xylem yaitu : asam

fusaric, asam dehydrofusaric dan lycomarasmin. Toksin-toksin tersebut akan

mengubah permeabilitas membrane plasma dari sel tanaman inang sehingga

mengakibatkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air daripada

tanaman yang sehat (Sastrahidayat, 1990).

Morfologi dari Fusarium oxysporum yaitu memiliki struktur yang terdiri

dari mikronidia dan makronidia. Permukaan koloninya berwarna ungu, tepinya

bergerigi, permukaannya kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, jamur ini

membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium

berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Miselium terutama

terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium

yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di

dekat terjadinya infeksi. Fusarium oxysporum adalah fungi aseksual yang

menghasilkan tiga spora yaitu mikronidia, makronidia, dan klamidospora.

Mikronidia adalah spora dengan satu atau dua sel yang dihasilkan Fusarium pada

semua kondisi dan dapat menginfeksi tanaman (Gambar 2.5 ). Makronidia adalah

fungi dengan tiga sampai lima sel biasanya ditemukan pada permukaan (Gambar

2.5). Klamidospora adalah spora dengan sel selain diatas, dan pada waktu dorman

dapat menginfeksi tanaman, sporanya dapat tumbuh di air (Gambar 2.5)

(Damayanti, 2009).
21

Gambar 2.5 Morfologi Fusarium oxysporum (Damayanti, 2009).

Menurut Agrios (1996), bahwa klasifikasi dari cendawan ini adalah

sebagai berikut:

Kindom : Fungi

Divisi : Eumycota

SubDivisi : Deuteromycotina

Kelas : Hypomycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Tuberculariaceae

Genus : Fusarium

Spesies : Fusarium oxysporum

2.5.3 Gejala Kerusakan

Gejala permulaan dari serangan penyakit ini adalah terjadinya pemucatan

daun dan tulang daun, diikuti dengan merunduknya tangkai daun. Daun layu dan

lambat laun berwarna kuning, tangkai daun tersebut bila disentuh akan mudah
22

lepas dan jatuh dari batang utama. Kelayuan terjadi mulai dari daun terbawah dan

terus ke daun bagian atas, kelayuan tanaman mungkin hanya terjadi sebagian saja

atau dapat juga secara keseluruhan (Sastrahidayat, 1990).

Keefektifan serangan dari cendawan ini ditentukan oleh banyaknya spora

yang diproduksi, karena spora merupakan sumber inokulum yang paling penting

dari cendawan. Kapasitas penyebaran dari Fusarium oxysporum merupakan

kemampuan mendistribusi dari dalam lingkungan inang. Patogen dapat memiliki

virulensi dan daya tahan yang tinggi, tetapi ada kalanya tidak mampu menyebar,

tergantung agen biotik (Steinhaus 1963 dalam Agustina, 2004).

Daur hidup jamur Fusarium spp. Dalam menginfeksi tanaman berawal

dari benih yang yang ditumbuhi jamur tersebut, kemudian menjalar ke dalam

tanaman, selanjutnya tanaman menjadi layu dan berwarna coklat kehitam-

hitaman. Hal ini disebabkan karena permeabilitas membran terganggu sehingga

pergerakan air terhambat yang mengakibatkan kematian tanaman, seperti terlihat

pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Siklus Fusarium sp. (Anonymous, 2009)


23

Parasit-parasit tanaman terutama jamur, menghasilkan bermacam-macam

senyawa kinia yang dapat menghasilkan gejala penyakit-penyakit tanaman

meskipun tidak ada organisme penyebab penyakit. Salah satu contohnya adalah

asam fusarat yang dihasilkan oleh Fusarium spp. Asam fusarat atau asam 5-

nbutilpiridin-2-karboksilat merupakan racun yang larut dalam air yang sekaligus

juga merupakan antibiotik. Toksin ini mengganggu permeabilitas membran dan

akhirnya mempengaruhi kebutuhan air tanaman. Adanya hambatan pergerakan air

dalam tubuh tanaman menyebabkan terjadinya layu patologis yang tidak bisa

balik yang berakibat kematian tanaman seperti kasus-kasus penyakit layu pada

kapas dan tomat yang disebabkan oleh Fusarium spp (Yunasfi, 2002).

2.6 Deskripsi Bakteri Endofit

2.6.1 Potensi Bakteri Endofit

Selain mengkaji sumberdaya tumbuhan, Islam juga menganjurkan untuk

mengkaji sumberdaya hewan seperti mikroba atau hewan dengan ukuran yang

sangat kecil, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah 26.

šÏ%©!$# $¨Βr'sù 4 $yγs%öθsù $yϑsù Zπ|Êθãèt/ $¨Β WξsVtΒ z>ΎôØo„ βr& ÿÄ÷∏tGó¡tƒ Ÿω ©!$# ¨βÎ) *

yŠ#u‘r& !#sŒ$tΒ šχθä9θà)u‹sù (#ρãxŸ2 tÏ%©!$# $¨Βr&uρ ( öΝÎγÎn/§‘ ÏΒ ‘,ysø9$# çµ‾Ρr& tβθßϑn=÷èuŠsù (#θãΨtΒ#u

āωÎ) ÿϵÎ/ ‘≅ÅÒム$tΒuρ 4 #ZŽÏWx. ϵÎ/ “ωôγtƒuρ #ZŽÏVŸ2 ϵÎ/ ‘≅ÅÒム¢ WξsVtΒ #x‹≈yγÎ/ ª!$#

∩⊄∉∪ tÉ)Å¡≈xø9$#
24

Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa


nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. adapun orang-orang yang
beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan
mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah
menjadikan Ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak
orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu (pula)
banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan
Allah kecuali orang-orang yang fasik (Qs. Al-Baqarah/2 26).

Mikroba walaupun berukuran sangat kecil (matsalamma ba’udlotan fama

fauqoha) dan umumnya sangat dibenci orang karena merugikan manusia, tetapi

sekali lagi segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di bumi ini tidak sia-sia.

Mikroba ada yang merugikan, tetapi juga ada yang menguntungkan yaitu salah

satunya mikroba endofit yang hidup pada jaringan tanaman dan dapat

menghasilkan zat antibiotik yang sangat berguna sebagai obat.

Menurut Purwanto (2009), mikroba endofit umumnya dapat menghasilkan

senyawa sejenis yang terkandung pada tanaman inang dengan bantuan aktivitas

suatu enzim. Beberapa senyawa endofit yang bersimbiose dengan tanaman

inangnya juga ada yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Senyawa

antibiotik ini aktif terhadap mikroba-mikroba patogen manusia dan patogen

tanaman.

Bekteri endofit adalah mikroorganisme yang sebagian atau seluruh dari

siklus hidupnya tinggal dalam jaringan tanaman tanpa menyebabkan gejala

penyakit bagi tanaman inang. Mereka berada pada jaringan yang sehat seperti

berbagai macam jaringan, biji, akar, batang dan daun. Tanaman mendapatkan

manfaat dengan kahadiran bakteri endofit ini seperti memacu pertumbuhan

tanaman, dan meningkatkan resistensi tanaman pada dari berbagai macam patogen
25

dengan memproduksi antibiotik. Endofit juga memproduksi metabolit sekunder

yang sangat penting bagi tumbuhan (Bandara dkk, 2006).

Bakteri endofit awalnya berasal dari lingkungan eksternal dan masuk ke

dalam tanaman melalui stomata, lentisel, luka (seperti adanya trichoma yang

rusak), melalui akar lateral dan akar yang berkecambah (Kaga, 2009). Luka pada

tumbuhan yang diakibatkan oleh faktor biotik seperti nematoda juga menjadi

faktor utama untuk masuknya bakteri endofit ke dalam tanaman (Athman, 2006).

Petrini dalam artikelnya yang berjudul Ecology, Metabolite Production

and Substrate Utilization in Endophytic Fungi menyatakan bahwa dalam satu

jaringan tanaman kemungkinan ditemukan beberapa jenis mikroba endofit.

Jumlah taksa isolate yang diperoleh dari suatu bagian tanaman inang sangat

banyak, tetapi hanya beberapa jenis saja yang dominan pada satu inang. Tanaman

obat tradisional besar kemungkinan memiliki mikroba endofit berpotensi yang

terkandung dan hidup secara simbiotik di dalamnya. Bergantung dari potensi

tanaman yang diteliti, ada juga Mikroba endofit yang mampu menjadi sumber

senyawa bioaktif yang memiliki potensi sebagai antimikroba (Syarmalina, 2009).

Senyawa anti mikroba yang dihasilkan tersebut mampu menghambat

pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba yang merugikan. Berdasarkan

sifat kerjanya, antimikroba melawan mikroba patogen dengan cara mengganggu

metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu

permeabilitas membrane sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba,

atau menghambat sintesis/merusak asam nukleat sel mikroba. Mikroorganisme

endofit memiliki hubungan mutualistik dengan tanaman inang, yaitu


26

mikroorganisme tersebut memperoleh kebutuhan hidupnya pada tanaman inang

yang di tempatinya dan berperan dalam melindungi tanaman inang terhadap hama

serangga, patogen, dan hewan pemangsanya (Purwanto, 2009).

Produksi enzim oleh mikroorganisme endofit dapat mendegradasi atau

memecah peptin dan polygalacturonic yang berperan untuk degradasi pada

lapisan tengah dinding sel selama penetrasi dan kolonisasi pada jaringan inang

oleh simbion-simbion (Purwanto, 2009).

Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit

merupakan suatu zat aktif atau antibiotik atau produk toksin yang mampu

melindungi tanaman dari serangan insekta, mikroba patogen atau hewan

pemangsanya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen biokontrol. Proses

terinfeksinya tanaman dengan jamur endofit dapat dilihat dengan mekanisme

masuknya jamur tersebut ke dalam biji, sehingga siklus hidup jamur endofit dapat

dianggap mengikuti siklus hidup pembentukan biji baik secara langsung maupun

tidak langsung (Purwanto, 2009).

Antibiotik menggambarkan kemampuan dari bakteri endofit untuk

menghambat pertumbuhan patogen dengan memproduksi antibiotik atau toksin.

Walaupun sebagian besar dari bakteri endofit menunjukkan perlawanannya

terhadap patogen secara in vitro (Krechul dkk, 2002, Sturz dkk, 1999 dalam

Schulz, 2006), sangat sedikit yang mengetahui tentang pengaruh dari antibiotik

sebagai kontrol patogen pada jaringan akar (Schulz, 2006).

Bagaimanapun, hanya mikroba antagonis yang mampu memanfaatkan

bermacam-macam hasil dari mekanisme untuk mendominasi interaksi dengan


27

patogen. Patogen mempunyai bermacam-macam respon untuk melawan antagonis

(Duffy dan Defago, 1997 dalam Schulz, 2006). Bakteri endofit diisolasi dari akar

kentang yang menghasilkan enzim hidrolisis seperti selulase, kitinase dan

glukanase (Krechel dkk, 2002 dalam Schulz, 2006).

Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba

endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang

diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari

tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan RX dkk, 2001 dalam Radji,

2005). Menurut pandangan evolusi, bakteri endofit mula-mula berasal dari

patogen tanaman yang virulensinya hilang dan berada dalam tanaman selama

periode pertumbuhan tanaman tersebut atau merupakan patogen yang tidak

mampu mengekspresikan gen spesifik penyebab penyakit (Hallmann, 1999).

Asosiasi endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol (1988) dalam

Worang (2003), digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif

dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara endofit

dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini endofit

menginfeksi ovula (benih) inang dan penyebarannya melalui benih serta organ

penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara endofit dengan

tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara.

Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang. Kolonisasi bakteri endofit

pada lapisan luar sel (exodermis, sclerenchyma) dan korteks akar, terjadi secara

inter dan intraseluler dalam waktu 2-3 minggu, menyebabkan bagian aerenchyma

(korteks) menjadi berair dan ini merupakan tempat terbesar bagi terbentunya
28

mikrokoloni. Sebagain besar kolonisasi secara interseluler menyebabkan

pengambilan nutrient, terutama karbon oleh bakteri. Kadangkala bakteri endofit

mampu melakukan penetrasi ke dalam akar sampai pada Stele, dan juga terdapat

pada parenchyma dan dalam jaringan xylem (Prakamhang, 2007).

2.6.2 Mekanisme Kerja Bakteri Endofit Sebagai Antimikroba

Antimikroba alamiah merupakan suatu produk atau bahan metabolit yang

dihasilkan oleh satu jenis mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lainnya. Bahan metabolit yang dapat menghambat atau

membunuh mikroorganisme disebut antibiotika dan cara kerjanya disebut

antibiosis. Antibiotika tersebar dialam bebas, tetapi hanya beberapa yang tidak

toksit dipakai dalam pengobatan dan kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus

pinicillium dan Stepomyces. Sebagai contoh antiboitika alami adalah pinisilin,

tetrasiklin dan aritromisin (Tortoa dkk, 2001).

Volk dan Wheeler (1993), senyawa antimikroba didefinisikan sebagai

senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas

mikroba. Beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah

sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai médium

dan esternya, sulfur dioksida, nitrit, senyawa kolagen, dimetil karbonat dan metil

askorbat.

Menurut Volk dan Wheeler (1984), berdasarkan cara memperoleh obat

antimikroba ada tiga jenis golongan antimikroba yaitu antimikroba sintetik,

antimikroba semisintetik dan mikroba alamiah. Antimikroba sintetik secara kimia


29

dibuat dilaboratorium. Obat antimikroba tersebut bisa disebut dengan istilah

kemoteraputika misalnya obat golongan sulfonamid dan golongan kuinolon.

Menurut Van Vuurde dan Recuenco (2005) dalam Firmansah (2008),

bakteri endofit dapat mengolonisasi apoplas pada ruang antar sel (interselular),

terutama jaringan korteks, jaringan pembuluh, bahkan ke bagian antar sel

(intraselular), sehingga dapat secara sistemik menyebar keseluruh jaringan

tanaman. Bakteri endofit juga dapat menghasilkan zat antimikroba seperti

antibiotik atau HCN yang berperan penting dalam mekanisme melawan patogen

tanaman (Reiter dkk, 2002).

Sturz (2006), menyatakan bahwa bakteri endofit ditemukan mampu

melawan invasi pitopatogen. Adapun lima mekanisme penghambatan patogen

oleh bakteri yang sering disebutkan adalah:

1) Kompetisi sumber daya (unsur hara). Sebagai contoh siderophore (chelator),

dihasilkan oleh bakteri dalam jumlah yang sangat banyak, untuk bersaing

memanfaatkan unsur-unsur mineral spesifik sehingga dapat menghambat

phytopatogen untuk memenuhi unsur-unsur kebutuhannya pada mineral-

mineral yang terbatas.

2) Menghasilkan antibiosis; pada mulanya diketahui bahwa bakteri mampu

memproduksi metobolit antibakteri, antijamur dan antinematoda. Beberapa

antibiotik telah diidentifikasi, seperti yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp.,

zat yang berfungsi sebagai antibiotik tersebut diantaranya adalah

phloroglucinols, phenazine derivative, pyoluteorin, pyrrolnitrin, siklis

lipopeptides dan sianida hydrogen, dan zat antibiotic lainnya adalah agrocin
30

84 (Agrobacterium sp.), Herbicolin A (Erwinia sp.), Iturin A, surfactin, dan

zwittermicin A (Bacsil sp.) dan xanthobacin (Stenotrophomonas sp.).

3) Aktivitas enzim lytic: Beberapa jenis bakteri yang berfungsi sebagai agen

pengendali terbukti benar, dan biasanya mengakibatkan degradasi dinding sel

patogen atau mengakbatkan gangguan pada bagian-bagian tertentu. Sebagai

contoh enzim kitinase yang diproduksi oleh Serratia plymuthica dilaporkan

mampu menghambat pertumbuhan spora dan elongasi jaringan (germ-tube)

pada Botrytis cinerea. Sedangkan enzim ß- 1,3-glucanase yang disintesis dari

Paenibacillus sp. and Streptomyces sp. Dapat menyebabkan lisis pada dinding

sel jamur Fusarium oxysporum dan enzim lain yang diproduksi oleh bakteri

tersebut meliputi hydrolase, laminarinase and protease.

4) Sistem resistensi pada tanaman: bakteri mempengaruhi gen ketahanan dengan

melalui produksi jasmonate yang disandikan, peroxidase atau enzim yang

terlibat dalam sintesis phytoalexins. Sampai sekarang bukti keterlibatan

liposakarida, siderophores dan phloroglucinols telah banyak diketahui.

5) Kamuflase akar. Hal ini berarti bahwa baberapa bakteri yang bersifat resisten

pada beberapa jenis penyakit meminimalkan “ketertarikan alami” pada sistem

akar inang dengan meningkatkan kepadatan populasi untuk menghindari

kehadiran patogen tanaman.

Siderophore merupakan suatu zat yang memiliki berat molekul rendah,

yang dapat terikat erat dengan besi (Fe). Siderophore dihasilkan oleh berbagai

mikroorganisme sehingga dapat menjamin bahwa mikroorganisme bersangkutan

dapat memperoleh cukup Fe dari lingkungan tumbuhnya. Beberapa strain RPTT


31

seperti Pseudomonas fluorescens B10 mampu menghasilkan yellow-green

florescent siderophores (disebut pseudobactin) yang dapat menghambat

perkembangan jamur patogen Erwinia caratovora penyebab busuk pada kentang

(Husen, 2006).

Siderofor diproduksi secara ekstrasel, senyawa dengan berat molekul

rendah dengan affinitas yang sangat kuat terhadap besi (III). Kemampuan

siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain,

banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor berperan aktif dalam

menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Hasanudin, 2003:5).

2.7 Bahan Antimikroba

Menurut Pelczar dan Chan (1988) bahan antimikroba/antifungi adalah

suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme

mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk

mengendalikan bakteri maupun jamur, yaitu segala kegiatan yang dapat

menghambat, membasmi, atau menyingkirkan mikroorganisme. Dijelaskan lebih

lanjut oleh Pelczar dan Chan (1988) tujuan utama pengendalian mikroorganisme

adalah:

a. Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi

b. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi.

c. Mencegah pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme

2.8 Mekanisme kerja bahan antimikroba


32

Menurut Pelezar dan Chan (1988) cara kerja zat antimikroba dalam

melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :

1. Merusak dinding sel

Pada umumnya bekteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut

dinding sel. Dinding sel ini berfungsi untu mempertahankan bentuk dan menahan

sel, dinding sel bakteri tersusun atas lapisan peptidoglikan yang merupakan

polimer komplek yang terdiri atas rangkaian asam N-asetil glukosaminm dan

asam N-asetilmuramat yang tersusun secara bergantian.

Keberadaan lapisan peptidoglikan ini menyebabkan dinding sel bersifat

kaku dan kuat sehingga mampu menahan tekanan osmotik dalam sel yang kaku.

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau

dengan mengubahnya setalah selesai dibentuk. Pada konsentrasi rendah, bahan

antimikroba yang ampuh akan menghambat pembentukan ikatan glikosida

sehingga pembentukan dinding sel baru tergangu. Selanjutnya dijelaskan bahwa

pada konsentrasi tinggai bahan antimikroba akan memyebabkan ikatan glikosida

menjadi terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti.

2. Merubah protein dan asam nukleat

Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul-molekul protein

dan asam nukleat. Hal ini berati bahwa gangguan apapun yang terjadi pada

pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total

pada sel (Pelezar dan Chan, 1988). Bahan antimikroba yang dapat mendenaturasi

protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki lebih lanjut.

3. Merubah permeabilitas sel


33

Sitoplasma dibatasi oleh selaput yang disebut membran sel yang

mempunyai permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas fosfolipid dan

protein. Membran sitoplasma berfungsi mengatur keluar masuknya bahanbahan

tertentu dalam sel. Proses pengangkutan zat-zat yang lebih diperlukan baik

kedalam maupun keluar sel kemungkinan karena didalam membran sitoplasma

terdapat enzim protein untuk mensintesis peptidoglikan komponen membran luar.

Apabila fungsi membran sel terganggu oleh adanya bahan antimikroba, maka

permeabilitas sel bakteri akan mengalami perubahan, sehingga akan

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian sel .

4. Menghambat kerja enzim

Di dalam sel terdapat enzim protein yang membantu kelangsungan proses-

proses metabolisme, banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi

biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga, perak, air raksa dan senyawa

logam berat lain, umumnya efektif sebagai bahan antimikroba pada konsentrasi

relatif rendah. Dengan demikian kerja enzim yang terhambat akan menyebabkan

proses metabolisme terganggu, sehinga aktifitas sel bakteri akan terganggu, hal ini

dapat menyebabkan sel bakteri hancur dan akan mati.

5. Menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein

DNA, RNA, dan protein memegang peranan penting dalam proses

kehidupan normal sel, beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik dapat

menghambat sintesis protein. Apabila keberadaan DNA, RNA dan protein


34

mengalami gangguan atau hambatan pada pembentukan atau fungsi zat tersebut

dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga proses kehidupan sel terganggu.

2.9 Pengujian Aktivitas Bahan Antimikroba

Menurut Tortora dkk, (2001) dalam Utami (2005), pengujian aktivitas

bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

1. Metode Dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan

KBM (kadar bunuh minimum) dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode dilusi

adalah menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan sejumlah

tertentu sel mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan

bahan antimikroba yang telah diencerkan secara serial, kemudian seri tabung

diinkubasi pada suhu 37 o C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan

konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung yang ditunjukkan dengan

hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan jamur adalah

merupakan konsentrasi hambat minimum). Biakan dari semua tabung yang jernih

ditumbuhkan pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada

tidaknya koloni jamur yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada

medium padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan jamur adalah

merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap jamur uji.

2. Metode Difusi Cakram (Uji Kirby-Bauer)

Prinsip dari metode difusi cakram adalah menempatkan kertas cakram

yang sudah mengandung bahan antimikoba tertentu pada medium lempeng padat
35

yang telah dicampur dengan jamur yang akan diuji. Medium ini kemudian

diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati adanya area

(zona) jernih disekitar kertas cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling

kertas cakram menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Jamur yang

sensitif terhadap bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah

hambatan disekitar cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh

pada tepi kertas cakram.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan
menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum L)
terhadap bakteri Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum, jamur Fusarium sp.,
dan jamur Phytopthora infestans.

3.2 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2010, di
Laboratorium Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies bakteri
endofit dengan beberapa spesias bakteri endofit yang ditumbuhkan pada medium
TSA (Triptic Soy Agar).

3.3.2 Variabel Terikat


Variabel terikat dalam penelitian ini merupakan variabel yang dapat
diukur yaitu daya hambat bakteri endofit terhadap bakteri Ralstonia
solanacearum, jamur Fusarium sp., dan jamur Phytopthora infestans yang
diletakkan pada cawan petri.

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: cawan petri,
Autoklaf, laminar flow cabinet, jarum ose, kertas label, kertas saring, beaker
glass, oven, bunsen, hot plate, pengaduk kaca, pinset, inkubator, benang woll,

36
37

kapas, plastik tahan panas, korek api, kain kasa, alumunium voil, gelas ukur,
shaker, sentrifugasi, tabung reaksi, mikro pipet, erlenmeyer, jangka sorong,
timbangan analtik dan plastik wrap.

3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan bakteri
Ralstonia solanacearum, jamur Fusarium sp., dan jamur Phytopthora infestans,
biakan bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman kentang varietas Granola
Kembang yang sehat, TSA (Triptic Soy Agar), TSB, PDA, NA, Aquades, apirtus
dan alkohol 70%.

3.5 Prosedur Penelitian


3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi alat dan bahan dengan cara membungkus alat-alat dengan
alumunium foil dan plastik tahan panas, kemudian memasukkannya ke dalam
autoklaf pada suhu 121° C dengan tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15
menit.

3.5.2 Pembuatan Media


3.5.2.1 Pembuatan Media TSA
Pembuatan media TSA (Triptic Soy Agar) dilakukan sebagai berikut:
1) TSB (Triptic Soy Broth) ditimbang sebanyak 30 g.
2) Media agar ditambahkan 15 g.
3) Aquades diukur sebanyak 1000 ml.
4) TSB dan agar dicampur dengan 1000 ml aquades.
5) Campuran dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Kemudian media
ditunggu sampai hangat-hangat kuku.
6) Dimasukkan ke dalam erlenmeyer masing-masing 250 ml.
7) Menutup erlenmeyer dengan kapas dan alumunium foil.
38

3.5.2.2 Pembuatan Media TSB


Pembuatan media TSB (Triptic Soy broth) dilakukan sebagai berikut:
1) TSB (Triptic Soy Broth) ditimbang sebanyak 30 g.
2) Aquades diukur sebanyak 500 ml.
3) TSB dicampur dengan 500 ml aquades.
4) Campuran dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Kemudian media
ditunggu sampai hangat-hangat kuku.
5) Dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 100 ml masing-masing 18 ml.
6) Menutup erlenmeyer dengan kapas dan alumunium foil.

3.5.2.3 Pembuatan Media PDA


Pembuatan media PDA (Potato Destrosa Agar) dilakukan sebagai berikut:
1) PDA (Potato Destrosa Agar) ditimbang sebanyak 19,5 g.
2) Aquades diukur sebanyak 500 ml.
3) PDA dicampur dengan 500 ml aquades.
4) Campuran dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Kemudian media
ditunggu sampai hangat-hangat kuku.
5) Dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing 10 ml dan erlenmeyer.
6) Menutup erlenmeyer dengan kapas dan alumunium foil.

3.5.2.4 Pembuatan Media NA


Pembuatan media PDA (Potato Destrosa Agar) dilakukan sebagai berikut:
1) NA (Nutrient Agar) ditimbang sebanyak 19 g.
2) Aquades diukur sebanyak 500 ml.
3) NA dicampur dengan 500 ml aquades.
4) Campuran dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Kemudian media
ditunggu sampai hangat-hangat kuku.
5) Dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing 10 ml dan erlenmeyer.
6) Menutup erlenmeyer dengan kapas dan alumunium foil.
39

3.5.3 Penyiapan dan Peremajaan Isolat Bakteri Endofit


Penyiapan dan peremajaan bakteri endofit dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Bakteri endofit diremajakan pada media TSA masing-masing pada medium
lempeng agar dan medium TSA miring.
2. Menginkubasi selama 24-48 jam pada suhu kamar.
3. Kemudian isolat murni bakteri endofit yang telah diperoleh diperbanyak.

3.5.4 Produktivitas Metabolit Anti Bakteri dan Anti Jamur


Produksi metabolit anti bakteri oleh bakteri endofit dilakukan dengan cara
menumbuhkannya di dalam medium TSB. Koloni bakteri di ambil 1µL kemudian
di encerkan dengan 18 ml medium TSB, kemudian diinkubasi dengan shaker
selama 24 jm dengan kecepatan 130 rpm pada suhu 30°C. Kemudian
disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm.

3.5.5 Uji Antibakteri


Medium yang digunakan untuk uji aktivitas anti bakteri yaitu medium NA.
Uji aktifitas antibakteri metabolit bakteri endofit terhadap bakteri Ralstonia
solanacearum dilakukan dengan metode difusi agar (Kirby – Bauer)
menggunakan kertas cakram. Kertas cakram dibuat dari kertas saring Whatman
dengan cara melubanginya dengan alat pembolong kertas sehingga didapatkan
kertas cakram dengan diameter 6 mm.
Secara aseptic, kertas cakram yang sudah disterilkan direndam di dalam
supernatan kultur bakteri endofit selama 30 menit. Kertas cakram diambil dengan
menggunakan pinset steril dan diletakkan di atas medium uji aktifitas antibakteri
(media plat NA) yaitu media yang telah terinokulasi bakteri patogen. Kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah masa inkubasi selesai,
dilakukan pengamatan terhadap zona jernih yang terbentuk dan diukur
diameternya. Sampel yang mempunyai potensi menghasilkan zat antibakteri
ditunjukkan dengan adanya zona jernih.
40

3.5.6 Uji Antijamur


Medium yang digunakan untuk uji aktivitas antifungi yaitu media PDA.
Uji aktivitas antifungi metabolit bakteri endofit terhadap jamur Fusarium sp. dan
Phytopthora infestans dilakukan dengan metode uji Kirby-bauer menggunakan
kertas saring whatman dan membuat bulat dengan alat lubang kertas sehingga
didapatkan kertas cakram dengan diameter 6 mm.
Secara aseptic kertas cakram yang sudah disterilkan direndam di dalam
supernaton kultur bakteri endofit selama 30 menit. Kertas cakram diambil dengan
menggunakan pinset steril dan diletakkan diatas medium uji aktivitas antifungi
(medium PDA), kemudian diinkubasi selama 3x24 jam pada suhu 37°C. Setelah
masa inkubasi selesai, dilakukan pengukuran diameter zona jernih yang terbentuk.
Sampel yang mempunyai potensi menghasilkan zat antifungi ditunjukkan dengan
terbentuknya zona jernih atau zona hambat.

3.5.7 Pengukuran Zona Hambat


Data diperoleh dengan cara mengukur diameter zona hambat yang
terbentuk, pengumpulan data dilaksanakan sebagai berikut, mengukur diameter
zona hambat dengan menggunakan jangka sorong. Diameter zona hambat adalah
diameter yang tidak ditumbuhi oleh jamur di sekitar kertas cakaram dikurangi
diameter kertas cakram.

3.5.8 Tabel Pengamatan


Ulangan Rata-
Bakteri Endofit Mikroba Uji 3 Total rata
1 2
R. solanacearum
P. pseudomealleiFusarium sp.
P. infestans
R. solanacearum
K. ozaenae Fusarium sp.
P. infestans
R. solanacearum
B. mycoides Fusarium sp.
P. infestans
Total
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri


Ralstonia solanacearum

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diameter zona hambat/bening

(dalam mm) melalui pengukuran dengan penggaris. Pengamatan dilakukan setelah

bakteri Ralstonia solanacearum diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C,

adapun rata-rata deameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri dan anti jamur

metabolit bakteri endofit dari akar kentang terhadap bakteri Ralstonia

solanacearum dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap bakteri
Ralstonia solanacearum (dalam mm)
Rata-rata Perbandingan Zona Hambat
Species Keterangan
R. solanacearum (mm)
P. pseudomallei 20 Sangat kuat
K.ozaenae 15,33 Kuat
B.mycoides 5 Sedang

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, tampak bahwa 3 isolat bakteri endofit

mampu menghambat pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum. Hal ini

menunjukkan bahwa bakteri endofit dari akar kentang mampu menghasilkan

metabolit sekunder sebagai antibakteri. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa

3 isolat bakteri dari akar tanaman kentang terhadap bakteri Ralstonia solanacerum

mempunyai potensi antibiotik “sangat kuat”, “kuat”, dan “sedang” ditandai

dengan terbentuknya zona hambat. Terbentuknya zona hambat tersebut

menandakan bahwa bakteri endofit tersebut kemungkinan mengandung antibiotik.

41
42

Antibiotik digolongkan sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri

endofit dalam jalur metabolisme dan oleh enzim yang tidak diperlukan untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan sel tumbuhan. Antibiotik merupakan suatu

substansi yang dihasilkan oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah

dapat menghambat atau membunuh organisme lainnya (Hasim, 2003).

Dari hasil penelitian terlihat bahwa bakteri Ps. pseudomallei (Gambar 4.1)

membentuk zona hambatan rata-rata 20 mm, memiliki potensi antibiotik “sangat

kuat”, K. ozanae (Gambar 4.2) membentuk zona hambatan rata-rata 15,33 mm,

memiliki potensi antibiotik “kuat”, sedangkan B. mycoides (Gambar

4.3)membentuk zona hambatan 5 mm, memiliki potensi antibiotik “sedang”.

Menurut Hasim (2003), kekuatan antibiotik dapat ditentukan sebagai berikut:

daerah hambatan 20 mm atau lebih mempunyai potensi antibiotik “sangat kuat”,

daerah hambatan 10 mm-20 mm mempunyai potensi antibiotik “kuat”, daerah

hambatan 5-10 mm mempunyai potensi antibiotik “sedang” dan daerah hambatan

5 mm atau kurang mempunyai potensi antibiotik “lemah”.

Isolat Ps. pseudomallei pada Tabel 4.1 pada uji metabolit bakteri endofit

terhadap bakteri R. solanacearum menghasilkan rata-rata deameter zona hambatan

tertinggi yaitu 20 mm, sedangkan isolat K. ozaenae menghasilan rata-rata

diameter zona hambatan terendah yaitu 5 mm. Hasil pengujian beberapa isolat P.

fluorescens yang berasal dari rizosfer nilam menunjukkan sebagian besar isolat

tersebut dapat menghambat pertumbuhan koloni R. solanacearum secara

bakteriostatik dan bakterisidal dengan zona penghambatan 1−40 mm (Nasrun dkk,

2004).
43

Adapun zona hambatan yang ditimbulkan metabolit bakteri endofit

terhadap bakteri R. solanacearum dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri Ps. Pseudomallei terhadap
bakteri R. solanacearum pada medium NA

Gambar 4.2 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap bakteri
R. solanacearum pada medium NA
44

Gambar 4.3 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycotes terhadap bakteri
R. solanacearum pada medium NA

Arwiyanto (1997), menyatakan bahwa Pseudomonas fluoresen yang

diperoleh dari mimosa infisa mampu menghambat pertumbuhan R. solanacearum.

Mekanisme penghambatan sebagian besar adalah bakterisidal dan hanya beberapa

yang bersifat bakteriostatik. Isolat Bacilus spp. Cenderung memiliki kemampuan

yang sama sebagai pengendali R. solanacearum.

Menurut Djatmiko (1997), kemampuan antagonis dalam menekan patogen

in vitro karena pada kondisi laboratorium antagonis hanya berhadapan dengan

patogen dan ada pada lingkungan yang kaya nutrisi sehingga mampu

memunculkan kemampuannya dalam menghambat patogen.

Supriyadi (2006). Menyatakan bahwa B. subtilis diketahui secara luas

sebagai bakteri saprofit, tidak menyebabkan penyakit pada tanaman, dapat hidup

dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen), bersifat Gram positif, dan membentuk

spora, serta menghasilkan beberapa jenis senyawa antimikroba seperti basitrasin,

basilin, basilomisin B, difisidin, oksidifisidin, lesitinase, dan subtilisin.

Menurut Sastrosuwignyo (1988) dalam Chrisnawati dkk (2009), bahwa

Bacillus spp. dapat menghasilkan antibiotic polipeptida-subtilin, gramisidin,


45

bacitracin, polimiksin, fitoaktin dan bulbiformin. Begitu pula dengan strain

Pseudomonad fluoresen juga dapat menghasilkan antibiotic seperti Pseudomonas

fluorescens CHAO dapat menghasilkan antibiotik pyoluteorin (Plt) dan 2-4-

diacetyl phyloroglucinol (Phl) yang dapat menghambat Erwinia carotovora dan

Gaeunannomyces graminis.

Hasil penelitian Sachdev dkk (2009), menunjukakan bahwa bakteri

Klebsiella pneumoniae yang diinkubasi selama 72 jam mampu menghasilkan

mampu menghasilkan hormon IAA sebesar 22,7 mg/l. Menurut Kremer (2006),

adanya hormon auksin (IAA) dapat mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap

serangan penyakit. Adanya respon tanaman terhadap sintesis auksin secara

mikrobiologi dipengaruhi oleh konsentrasi yang dilepaskan ke rizosfer. Bakteri

yang mendukung pertumbuhan tanaman secara tidak langsung memproduksi

senyawa antagonis berupa siderophores atau menginduksi sistem pertahanan

tanaman terhadap patogen.

Pleban dkk (1997), menganalisis pentingnya enzim lisis antagonis dari Bacillus

cereus strain 65 ke arah jamur pathogen Rhizoctonia solani. B. cereus strain 65 diisolasi

dari benih Sinapis arvensis yang permukaannya disterilisasi terlebih dahulu, hasil isolasi

memperlihatkan bahwa bakteri ini mengeluarkan enzim kitinase 36 kDa, hasil obserasi

menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memproteksi benih tanaman kapas dari penyakit

akar yang disebabkan oleh R. solani. Sebagai tambahan, enzim pengurai kitin Bacillus

subtilis juga dapat mengurangi penyakit Verticillium dahlia pada beberapa tanaman

(Tjamos dkk,. 2004).


46

Menurut Cook and Baker (1996) dalam Djatmiko (2002), kemampuan

ketiga bakteri endofit tersebut dalam menekan pertumbuhan bakteri Ralstonia

solanacerum karena ketiga bakteri tersebut mempunyai sprektum yang luas.

Menurut Tortora (2001), aktivitas antibiotik yang senesitif menghambat

pertumbuhan bakteri baik golongan bakteri Gram positif maupun Gram negatif,

dikatakan mempunyai spektrum yang luas. Sebaliknya suatu antibiotik yang

hanya efektif terhadap golongan bakteri Gram tertentu dikatakan antibiotik

spektrum sempit. Seperti golongan pinisilin yang aktif pada bakteri Gram positif,

golongan streptomycin aktif menghambat pada golongan bakteri Gram negatif

sedangkan tetracyclin mempunyai spektrum luas pada dua daerah bakteri Gram

positif dan Gram negatif.

Muncul penyakit pada tanaman termasuk penyakit yang disebabkan oleh

bakteri merupakan salah satu peringatan kepada umat manusia untuk selalu

memperhatikan keseimbangan dan kelestarian makhluk hidup. Munculnya

penyakit pada tanaman mengingatkan pada Firman Allah Swt. dalam surat Az-

Zumar ayat 21 yang berbunyi:

ϵÎ/ ßl̍øƒä† ¢ΟèO ÇÚö‘F{$# †Îû yì‹Î6≈oΨtƒ …çµs3n=|¡sù [!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr& ©!$# ¨βr& ts? öΝs9r&

šÏ9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 $¸ϑ≈sÜãm …ã&é#yèøgs† ¢ΟèO #vxóÁãΒ çµ1uŽtIsù ßkŠÎγtƒ §ΝèO …çµçΡ≡uθø9r& $¸Î=tGøƒ’Χ %Yæö‘y—

∩⊄⊇∪ É=≈t7ø9F{$# ’Í<'ρT{ 3“tø.Ï%s!

Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah


menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air
di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman
yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu
melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur
47

berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar


terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Qs. Az-
Zumar/39:21).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa selain menciptakan tumbuh-tumbuhan

di muka bumi, Allah Swt. juga berkuasa untuk merusaknya, kerusakan tersebut di

tandai dengan munculnya hama, penyakit dan penyebab kerusakan lainnya. Salah

satu penyakit yang menyerang tanaman yaitu penyakit layu yang disebabkan oleh

bakteri R. solanacearum. Dengan adanya fenomena tersebut hendaknya manusia

dapat berfikir bagaimana cara menanggulangi masalah tersebut, dalam hal ini

adalah mencari agensia hayati yang dapat digunakan untuk pengendalian penyakit

tersebut.

Allah Swt. telah menciptakan dan menghidupkan senyawa bioaktif melalui

mikroba endofit yang juga tumbuh bersama-sama dengan senyawa yang

terkandung di dalam jaringan tumbuhan. Sehingga senyawa metabolit sekunder

bisa bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk ciptaan Allah

lainnya.

4.2 Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur

Fusarium sp. dan Phytopthora infestan

Pengamatan dilakukan setelah jamur Fusarium sp. dan Phytopthora

infestan pada suhu 37 0C. Kemudian hasil penelitian diperoleh diameter zona

hambat/bening (dalam mm) melalui pengukuran dengan jangka sorong, adapun

rata-rata deameter zona hambat dari uji aktivitas antijamur metabolit bakteri
48

endofit dari akar kentang terhadap jamur Fusarium sp. dan Phytopthora infestan

dapat dilihat pada tabel berukit ini:

Tabel 4.2 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap jamur
Fusarium sp. (dalam mm)
Rata-rata Perbandingan Zona Hambat
Species Keterangan
terhadap Fusarium sp. (mm)
P. pseudomallei 1,67 Lemah
K.ozaenae 2,67 Lemah
B.mycoides 4,67 Lemah

Tabel 4.3 Rata-rata diameter zona bening/hambat bakteri endofit terhadap bakteri
jamur Phytopthora infestan (dalam mm)
Rata-rata Perbandingan Zona Hambat
Species Keterangan
terhadap P. Infestan (mm)
P. pseudomallei 17 Kuat
K.ozaenae 1,33 Lemah
B.mycoides 1 Lemah

Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa 3 isolat bakteri endofit mampu

menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp. dan Phytopthora infestans. Hal ini

menunjukkan bahwa bakteri endofit dari akar tanaman kentang mampu

menghasilkan metabolit sekunder berupa antibiosis sebagai antijamur. Menurut

Schulz, dkk. (2006), antibiosis dideskripsikan sebagai kemampuan bakteri endofit

dalam menghambat pertumbuhan patogen dengan menghasilkan antibiotik atau

toksin. Meskipun demikian, mayoritas bakteri endofit memperlihat sifat sebagai

antibiosis melawan jamur patogen, namun sangat sedikit diketahui antibiosis yang

mengendalikan jamur patogen pada jaringan akar tanaman.

Dari hasil penelitian, ketiga isolat bakteri tersebut terlihat membentuk

zona hambatan yang memiliki potensi “lemah” yaitu antara 1,67 – 4,67 mm.
49

Sedangkan dari hasil penelitian bakteri endofit terhadap jamur P. infestans memiliki

dua golongan, terlihat bahwa P. pseudomallei membentuk zona hambatan 17 mm

yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki potensi “kuat” sedangkan

bakteri K. ozanae dan B. mycoides membentuk zona hambatan 1,33 dan 1 mm,

menunjukkan bahwa kedua bakteri tersebut memiliki potensi “lemah”.

Menurut Davis Stout dalam dalam Hasim (2003), kekuatan antibiotik

dapat ditentukan sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih mempunyai

potensi antibiotik “sangat kuat”, daerah hambatan 10 mm-20 mm mempunyai

potensi antibiotik “kuat”, daerah hambatan 5-10 mm mempunyai potensi

antibiotik “sedang” dan daerah hambatan 5 mm atau kurang mempunyai potensi

antibiotik “lemah”.

Isolat K.ozaenae pada Tabel 4.2, uji metabolit bakteri endofit terhadap

jamur Fusarium sp. tampak menghasilkan rata-rata diameter zona hambatan

tertinggi yaitu 4,67 mm, sedangkan isolat Ps.pseudomallei menghasilkan rata-rata

diameter zona hambatan terendah yaitu 1,67 mm. Isolat Ps.pseudomallei pada uji

metabolit bakteri endofit terhadap jamur P. Infestan tampak menghasilkan rata-

rata diameter zona hambatan tertinggi yaitu 17 mm, sedangkan isolat B. mycoides

menghasilkan rata-rata diameter zona hambatan terendah yaitu 1 mm.

Adapun zona hambatan yang ditimbulkan metabolit bakteri endofit

terhadap jamur Fusarium sp. dan Phytopthora infestans dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut:
50

Gambar 4.4 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycoides terhadap jamur
Fusarium sp. pada medium PDA

Gambar 4.5 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap jamur
Fusarium sp. pada medium PDA
51

Gambar 4.6 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri P. Pseudomallei terhadap
jamur Fusarium sp. pada medium PDA

Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Mehrotra (1980) dan Modjo (1991)

dalam Djatmiko (2002), bahwa Bacillus sp. dapat menghasilkan antibiotik yang

mampu menekan pertumbuhan berbagai patogen tanaman. Schulz dkk, (2006),

menambahkan bahwa senyawa antijamur yang berhubungan dengan bakteri endofit

adalah iturin A (dihasilkan oleh Bacillus subtilis) dan pyrrolnitrin (dihasilkan oleh

Serratia plymuthica).

Gambar 4.7 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri B. mycoides terhadap jamur
P. infestans pada medium PDA
52

Zona hambat

Gambar 4.8 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri K. ozanae terhadap jamur
P. infestans pada medium PDA

Gambar 4.9 Zona hambat yang di bentuk oleh bakteri P. pseudomallei terhadap
jamur P. infestans pada medium PDA

Menurut Campbell (1989) dan Keel (2003), P. fluorescens dapat menekan

pertumbuhan patogen di dalam tanah dan permukaan akar melalui mekanisme

kompetisi ruang dan nutrisi, produksi antibiosis (antibiotik dan asam sianida) dan

siderofor serta stimulasi ketahanan tanaman.

Menurut Schulz, dkk. (2006), kompetisi dianggap sebagai faktor yang

sangat penting dalam pengendalian jamur patogen oleh bakteri endofit, kompetisi
53

terjadi ketika kedua organisme berada pada tempat yang sama dan menggunakan

nutrisi yang sama. Data yang memperlihatkan kompetisi sebagai mekanisme

pengendalian yang sangat besar oleh bakteri endofit sangat sedikit.

Pada bakteri rizosfer memperlihatkan bahwa dibawah kondisi terbatasnya

unsur besi, bakteri menghasilkan siderophores (senyawa organik selain antibiotik)

dengan afinitas yang sangat tinggi untuk unsur besi ferric. Melalui pengikatan unsur besi

yang ada oleh bakteri, maka dapat jamur patogen akan kekurangan unsur besi, sehingga

dapat membatasi pertumbuhan jamur tersebut (Schulz, dkk, 2006).

Selain itu, menurut (Krechel dkk, 2002), penguraian dinding sel merupakan

mekanisme potensial lain yang dimiliki oleh bakteri endofit dalam mengendalikan

jamur patogen. Mekanisme ini telah ditetapkan dalam pengendalian jamur

patogen oleh bakteri rhizosphere. Bakteri endofit dari akar tanaman kentang

memperlihatkan tingginya enzim hidrolisis seperti cellulase, chitinase dan glucanase.

Antibiotik yang dihasilkan mikrorganisme termasuk dalam hal ini bakteri

endofit, dalam melakukan kerjanya menghambat mikroorganisme lain menurut

Suwandi (1992) terdapat 4 jalur, yaitu: menghambat sintesis dinding sel,

menghambat fungsi selaput sel, menghambat sintesa protein dan menghambat

sintesis asam nukleat.

Adapun rendahnya potensi bakteri endofit dalam menekan pertumbuhan

jamur patogen dikarenakan beberapa faktor. Sebagian besar pekerjaan pada area

ini berada pada tingkatan bakteri endofit, dan hampir tidak diketahui regulasi

metabolit antijamur yang diperlihatkan oleh bakteri endofit. Meskipun demikian,


54

karena antibiosis kelihatannya menjadi salah satu mekanisme yang digunakan oleh

bakteri endofit dalam mengendalikan jamur patogen.

Menurut Rahman (1989), fase pertumbuhan stationer merupakan fase

dimana bakteri endofit mengahasilkan metabolit sekunder, pada saat ini aktivitas

metabolit bakteri sangat menentukan pembentukan zona hambat/ bening karena

bakteri endofit telah siap mensekresikan metabolitnya yang dapat digunakan

sebagai antibakteri. Menurut Stobel (2002), terbentuknya zona hambat juga dapat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bakteri uji yang berlebihan sehingga

pengaruh metabolit yang dihasilkan oleh bakteri endofit tidak signifikan terhadap

pertumbuahan bakteri R. Solanacearum, jamur Fusarium sp dan jamur P. infestan.

Penelitian ini membuktikan bahwa akar kentang (Solanum tuberosum L.)

ditemukan adanya bakteri endofit, dimana semua senyawa kimia yang dihasilkan

bakteri endofit terbukti mempunyai potensi sebagai penghambat pertumbuhan

bakteri R. Solanacearum, jamur Fusarium sp. dan jamur P. Infestan.

Dari pernyataan di atas, menujukkan banyaknya kekayaan alam yang telah

Allah ciptakan yang seharusnya dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia,

sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 19-20:

∩⊇∪ 5βρã—öθ¨Β &óx« Èe≅ä. ÏΒ $pκŽÏù $uΖ÷Fu;/Ρr&uρ zÅ›≡uρu‘ $yγŠÏù $uΖøŠs)ø9r&uρ $yγ≈tΡ÷Šy‰tΒ uÚö‘F{$#uρ

∩⊄⊃∪ tÏ%Η≡tÎ/ …çµs9 ÷Λäó¡©9 tΒuρ |·ÍŠ≈yètΒ $pκŽÏù ö/ä3s9 $uΖù=yèy_uρ


Artinya: Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-
keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhlukmakhluk yang
kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. (QS. Al- Hijr/15: 19-
20)
55

Ayat di atas menjelaskan bahwa semua kekayaan alam yang ada di bumi

diciptakan Allah untuk kemaslahatan hidup manusia. Karena semuanya yang ada

di alam baik yang hidup maupun yang mati, yang kecil maupun yang besar sudah

pasti memiliki manfaat masing-masing. Dan telah dijelaskan bahwa dibumi ini

Allah telah menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan menurut timbangan dan

ukuran masing-masing, maka tidak ada sesuatu tumbuhan yng tidak terukur

unsur-unsur yang tidak mengandung faedah. Semua tumbuhan mempunyai

hikmah dan maslahat walaupun itu tidak diketahui oleh banyak manusia (As-

Shiddieqy, 2000).

Allah SWT telah menciptakan dan menghidupkan mikroba endofit di

dalam jaringan tumbuhan yang mana senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan

bermanfaat bagi kelangsungan hidup tumbuhan itu sendiri dan makhluk ciptaan

Allah lainnya.

Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan imam Bukhari berbunyi:

ْ‫ ِ ُآ‬
َ ‫ب َأ‬
ِ ‫َا‬
َ ِ ‫ب‬
ُ َ
 ‫" ِإذَا َو َ َ ا‬#‫ و‬$%" &‫(ل ا& '" ا‬#‫ ل ر‬: ‫ ا
هة ل‬

(‫
<رى‬$2-‫َ ًء )أ‬,#
ِ ِ -
َ .َ ْ‫ دَا ًء َوِى‬$ِ %ْ 
َ َ12
َ ِ 
َ ‫ن ِ َأ‬
3 5َِ $ُ
ْ 6َ 1ْ %َ ْ 3 7ُ $ُ 8
ْ 9ِ :ْ %َ "ْ َ

Artinya: Dari abu hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bila ada lalat
yang jatuh di dalam minuman salah satu di antara kalian semua maka
tenggelamkanlah kemudian ambillah lalat itu karena sesungguhnya di
salah satu kedua sayap lalat itu ada satu penyakit dan sayap yang lain
terdapat obat” (HR. Bukhori).

Hadits tersebut memberi pandangan pada manusia bahwa obat-obatan bisa

diperoleh dari mana saja termasuk dari organisme itu sendiri, yang mana dari

hadits tersebut memberi contoh pada seekor lalat yang memiliki dua sisi yang
56

berbeda. Di mana sayap yang satu mengandung penyakit sedangkan sayap yang

lain mengandung obat. Hal tersebut dapat diaplikasikan terhadap tanaman kentang

yang mana dalam akar tanaman kentang yang terserang penyakit yang disebabkan

oleh bakteri dan jamur patogen ternyata di dalam jaringan akar tanaman

terkandung bakteri yang perperan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan

jamur patogen tersebut.

Dari hasil penelitian ini diharapkan sudah dapat memberikan informasi

atau petunjuk sebagai alternatif baru dalam pemanfaatan sumber daya hayati

tanpa harus mengurangi populasi yang ada melainkan dengan cara menggali

bakteri endofit dalam jaringan tanaman yang mempunyai fungsi yang sama

dengan tumbuhan aslinya. Beberapa isolat bakteri yang di isolasi dari akar

tanaman kentang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur patogen,

selain disebabkan oleh kemampuan bakteri endofit yang menghasilkan senyawa

kimia juga disebabkan oleh kemampuan bakteri endofit dalam menghasilkan

enzim kitinase.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Isolat bakteri endofit Ps. pseudomallei, B. mycoides, dan K. ozaenae memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri R. Solanacearum,
dengan potensi “sangat kuat” yaitu zona hambat 20 mm, “kuat” zona hambat
15,33 mm, dan “sedang” zona hambat 5 mm.
2. Isolat bakteri endofit Ps. pseudomallei, B. mycoides, dan K. ozaenae memiliki
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp., dengan
potensi "lemah" zona hambat 1,6 mm, “lemah” zona hambat 2,67 mm dan
“lemah” zona hambat 4,67 mm. Sedangkan jamur P. Infestans mempunyai
potensi “kuat” zona hambat 17 mm, “lemah” zona hambat 1,33 mm dan
“lemah” zona hambat 1 mm.

5.2 Saran
Penelitian tentang potensi bakteri endofit sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri (R. solanacearum) dan jamur (Fusarium sp. dan P.
infestans) penyebab penyakit layu pada tanaman ini perlu dilanjutkan dan
disarankan untuk melakukan aplikasi isolat bakteri endofit ke dalam tanah dan
melakukan kombinasi perlakuan untuk mencari teknik terbaik.

56
DAFTAR PUSTAKA

Agriseeds. 2009. Endophyt Summary. www.cycle.files.endophyte-summary.htm.


Akses 01 Oktober 2009

Anaf. 2009. Ralstonia solanacearum. http://iant.toulouse.inra.fr/bacteria


/annotation /cgi/ralso.cgi. Akses 7 Mei 2009.

Arnold, A. E. 2003. Fungal Endophytes Limit Pathogen Damage in a Tropical


Tree. PNAS vol. 100 No. 26: 15649 – 15654.

Arwiyanto, T. 1997. Potensi Tiga Genus Bakteri dari Tiga Rizosfer Tanaman
sebagai Agensia Pengendali Penyakit Lincat. Jurnal ilmu-ilmu pertanian
Indonesia.

Athman, S. Y. 2006. Review of The Role of Endophytes in Biological Control of


Plant-Parasitic Nematodes with Special Reference to The Banana
Nematode, Radopholus Similes (Cobb) Thourne. University of Pretoria.
Pp 5-28. http://www.upetd.up.ac.za/thesis/available/etd - 12072006 -
105803/unrestricted/01 chapter 1. Akses 7 Mei 2009.

Bandara, W.M.MS. Seneviratne, Gammi, dan Kulasoonya, S.A. 2006. Interactions


among Endophytic Bacteria and Fungi : Effects and Potentials. J. Biosci.
31 (5), December 2006, 645-650. Indian academy of Sciences,
http://www.ias.ac.in/jbiosci. Akses 24 April 2009.

Biro Pusat Statistik. 1998. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan
Buah-Buahan 1998. BPS, Jakarta.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Minuman). 2008. Racun Alami pada Tanaman
Pangan http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0308.pdf.
Akses 19 Mei 2009.

Chandrashekhara. 2007. Endophytic Bacteria from Different Plant Origin


Enhance Growth and Induce Downy Mildew Resistance in Pearl Millet.
http://www. scialert.net/qredirect.php?doi=ajppaj.2007.1.11&linkid=pdf -
similarby-SN-Chandrashekhara–2007. Akses 25 Mei 2009

Compant, S., Duffy, B., Nowak, J., Clement,C dan Barka, E. A. 2005. Use of
Plant Growth-Promoting Bacteria for Biocontrol of Plant Diseases:
Principles, Mechanisms of Action, and Future Prospects. Applied and
Environmental Microbiology.Vol.71,No.9

Damayanti, D. 2009. Jamur Fusarium. http://sciweb.nybg.org/science2


/hcol/fusarium3.asp. Akses 03 Oktober 2009

57
58

Department of Plant Pathology. 2009. Late Blight of Potato and Tomato. Akses
11 September 2009.

Djatmiko, H A. 2007. Potensi Tiga Genus Baketri dari Rizosfer Tanaman Sebagai
Agensia Pengendali Hayati Penyakit Lincat. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia. Volume 9, No. 1. Hal: 40-47.

Firmansah, R. 2008. Effectiveness of Endophyte and Philloplen Bacteria of


Mucuna pruriens Linn Leaves in Promoting Plant Growth and Suppressing
Leaf Spot Desease (Cercospora sp.) on Peanut (Arachis hipogaea L.).
http:www.doestoc.com/does/2324531. Akses 25 Mei 2009.

Gallery Pustaka. 2009. Tanaman Kentang.


http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=1. Akses
29 mei 2009.

Hallmann, J. 1999. Plant Interactions with Endophytic Bacteria.


http://www.bspp.org.uk/archives/bspp1999/session3.php. Akses 25 Mei
2009.

Harni, R, Supramana, Munif, A dan Mustika, I. 2006. Pengaruh Metode Aplikasi


Bakteri Endofit Terhadap Perkembangan Nematoda Pelukaa Akar
(Platylenchus brachyurus) pada Tanaman Nilam. Jurnal Litri 12 (4) Hal:
161-165.

Hasim. 2003. Menanam Rumput, Memanen Antibiotik. Jakarta :Kompas No.


127. Tahun ke-39

Khaelany. 1996. Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Rineka


Cipta.

Khalid, F M. 1999. Al-Qur’an: Ciptaan dan konservasi. Jakarta: Conservation


International Indonesia

Kahar, A. 1996. Pengarahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura


pada Seminar Agribisnis Kentang, Jakarta 18-19 Januari 1996.

Kompas. 1998. Berharap kentang mampu berdentang. Kompas Senin 4 Mei 1998,
Halaman D.

Kuc, J. 1995. Phytoalexins, Stress Metabolism, and Disease Resistance in Plants.


Annual Review of Phytopathology. Terjemahan Willy Bayuardi Suwarno.
http://willy.situshijau.co.id. Akses 21 Mei 2009.

Machmud M. 1986. Bacterial wilt in Indonesia. In Persley, G.J. (Ed.). Bacterial


Wilt in Asia and Southern Pacific. ACIAR Proc. 13:30-34.
59

Melliawati, R. 2006. Pengkajian Bakteri Endofit Penghasil Senyawa


Bioaktif untuk Proteksi Tanaman. Jurnal Bioteknologi. Hlm 221-224.

Minarno, E. B., dan Hariani, L. 2008. Gizi dan Kesehatan Perspektif Al-Qur’an
dan Sains. Malang: UIN Malang Press.

Mustika, Ika dan Nuryani, Y. 2006. Strategi Pengendalian Nematoda Parasit


pada Tanaman Nilam. Jurnal Litbang Pertanian, 25(1).
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3251062.pdf. Akses 7 Mei
2009.

Nasrun, Crhistanti, Triwidodo A., dan Ika M. 2009. Karakteristik Fisiologis


Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Nilam. Jurnal
penelitian. Hlm 1-7.

Nur, H S. 2005. Pembentukan Asam Organik oleh Isolat Bakteri Asam Laktat
pada Media Ekstrak Daging Buah Durian (Durio zibethinus Murr.).
Bioscientiae, Vol. 2, No. 1. Hal: 15-24.

Nurmayulis. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum


tuberosum L.) yang Diberi Pupuk Organik Difermentasi, Azospirillum sp.,
dan Pupuk Nitrogen di Pangalengan dan Cisarua. Disertasi Tidak
Diterbitkan. Bandung: Magister Ilmu Pertanian Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran Bandung.

Pelczar, M J dan Chan, E S C. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Edisi 2.


Terjemahan Ratna Siri H, Teja Imas, S. Sutarmi dan Sri Lestari A.
Jakarta: UI-Press.

Prabowo, Y A. 2009. Budidaya Kentang. http://teknis-


budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kentang.html. Akses 29 Mei
2009.

Purwantisari, S. 2004. Produksi Biofungisida Berbahanbaku Mikroba Antagonis


Indigenous untuk Pengendalian Penyakit Lodoh Tanaman Kentang Di
Sentra-sentra Penanaman Kentang di Jawa Tengah. Jurnal Bioma 10 (2):
13-19. Diakses tanggal 12 November 2009

Purwanto. 2008. Peranan Mikroorganisme Endofit sebagai Penghasil Antibiotik.


www.kabarindonesia.com. Akses 12 April 2009.

Rubatzky, V E dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi,


dan Gizi. Edisi kedua. ITB, Bandung.

Rukmana, R. 1997. Kentang Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.


60

Samanhudi. 2009. Skrining ketahanan klon kentang terhadap penyakit Layu


bakteri. Staf Pengajar Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Diakses 18 April
2009.

Schulz, B J E, Boyle, C J C, Sieber, T N. 2006. Microbial Root Endophytes.


Jerman: Springer.

Simarmata, R. 2007. Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat


Sambung Nyawa (Gynura Procumbens) dan Analisis Potensinya sebagai
Antimikroba. Berk. Penel. Hayati (13) Hal: 1-6.

Sitohang, B. 2009. Kentang. http://www.benss.co.cc/budidaya-tanaman/102-


kentang?tmpl. Diakses 29 Mei 2009.

Strobel, S A dan Strobel, G A. 2007. Plant Endophytes as a Platform for


Discovery-Based Undergraduate Science Education. Nature
Chemical Biology Volume 3. http://www.nature.com/naturechemical
-biology. Akses 25 Mei 2009.

Suganda. 1995. Deteksi jamur Verticillium dahkiae Kelebihan Penyebab Penyakit


Layu Tanaman Di Sentra Budidaya Kentang Lembang dan Pangalengan.
Bandung. Laporan Penelitian. http://www.iptek.net. Akses 18 April 2009

Sugih Cipta Santosa. 2004. Penyakit Lodoh pada Kentang.


http://sugihsantosa.atspace.com/artikel/lodoh.html. Akses 29 Mei 2009.

Sunarjono, H. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya Kentang. Jakarta: Agromedia


Pustaka.

Supriadi. 2006. Analisis Risiko Agens Hayati untuk Pengendalian Patogen pada
Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. Akses 20 Juni 2009

Suwarno, W B. 2008. Sistem Perbenihan Kentang di Indonesia.


http://www.situshijau.co.id. Diakses Tanggal 13 April 2009.

Syarmalina. 2009. Endofit dan Pelestarian Alam. www.isfinational.or.id/endofit


dan pelestarian alam. Akses 12 april 2009.

Thurston, 2009. Ralstonia Solanacearum. Jurnal Nasional. Hal: 1–2.

Tortoa. 2001. Microbiology in Introduction. International Edition. Banjamin


Cummings, Inc

Utami, U. 2005. Isolasi Bakteri Endofit Penghasil Antimikroba Dari Tanaman


Rhizopora musronata. Malang: UIN Malang
61

Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Wijiono. 2009. Ralstonia solanacearum. http://wijiyovan.wordpress.com. Akses 3


Oktober 2009

Wikipedia. 2009. Kentang. http://id.wikipedia.org/wiki/Kentang. Akses 29 Mei


2009.

Wikipedia, 2009. Ralstonia solanacearum. http://www.wikipedia.org/ralstonia.


Akses 20 Mei 2009.

Yunasfi. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan


Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur. USU Digital Library.

Yusuf, A A. 2006. Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam terhadap


berbagai Disiplin Ilmu. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Lampiran 1. Analisis Data

A. Data Hasil Rata-Rata Zona Hambat Bakteri dan Jamur

Data hasil penelitian untuk rata-rata zona hambat bakteri dan jamur.

Pengamatan ini dilakukan terhadap bakteri Ralstonia solanacearum, jamur

Fusarium sp. dan jamur Phytopthora infestan.

Tabel 1 Data Rata-Rata Zona Hambat Bakteri dan Jamur


Perlakuan Ulangan Total zona Rata-Rata
Endofit Mikroba uji I II III hambat (mm) (δ)
Be1 M1 39 14 7 60 20
M2 2 1 2 5 1,6
M3 19 18 14 51 17
Be2 M1 28 9 9 46 15,33
M2 5 1 2 8 2,67
M3 2 1 1 4 1,33
Be3 M1 4 3 8 15 5
M2 3 6 5 14 4,67
M3 1 1 1 3 1
Total 103 54 49 206

Keterangan:
Be1 = Pseudomonas pseudomeallei
Be2 = Klebsiella ozaenae.
Be3 = Bacillus mycoides

M1 = Ralstonia solanacearum
M2 = Fusarium sp.
M3 = Phytopthora infestans

62
63

Lampiran 2. Foto Penelitian

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1: Alat-alat penelitian (a) Autoklav, (b) Timbangan analtik, (c) inkubator,
(d) hot plate
64

Gambar 2: Shaker

Gambar 3: Laminar air flow


DEPARTEMEN AGAMA RI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
Jl. Gajayana 50 Malang Telp. (0341) 551354 Fax. (0341) 572533

BUKTI KONSULTASI

Nama : Shohihatud Diniyah


NIM : 05520026
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi/Biologi
Pembimbing : Dr. Ulfah Utami, M.Si
Judul : Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghambat Pertumbuhan
Bakteri (R. solanacearum) dan Jamur (Fusarium sp. dan
P. infestan) Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman

No. Tanggal Hal yang dikonsultasikan Tanda Tangan


1. 29 Mei 2009 Pengajuan Bab I, II, III 1.
2. 5 Juni 2009 Revisi Bab I, II, III 2.
3. 10 Juni 2009 Revisi Bab I, II, III 3.
4. 12 November 2009 Acc Bab I, II, III 4.
5. 17 November 2009 Seminar Proposal 5.
6. 26 Juni 2010 Pengajuan Bab IV dan V 6.
7. 2 juli 2010 Revisi Bab IV dan V 7.
8. 8 Juli 2009 Acc Bab IV dan V 8.

Malang, 27 Juli 2010


Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi

Dr. Eko Budi Minarno, M. Pd


NIP. 19630114 199903 1 001
DEPARTEMEN AGAMA RI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
Jl. Gajayana 50 Malang Telp. (0341) 551354 Fax. (0341) 572533

BUKTI KONSULTASI

Nama : Shohihatud Diniyah


NIM : 05520026
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi/Biologi
Pembimbing : Dr. Ahmad Barizi, MA
Judul : Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghambat Pertumbuhan
Bakteri (R. solanacearum) dan Jamur (Fusarium sp. dan
P. infestan) Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman

No. Tanggal Hal yang dikonsultasikan Tanda Tangan


1. 26 Juni 2010 Pengajuan Bab I, II, III, IV dan 1.
V
2. 2 Juli 2010 Revisi Bab I, II, III, IV dan V 2.
3. 9 Juli 2010 Acc Keseluruhan 3.

Malang, 27 Juli 2010


Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi

Dr. Eko Budi Minarno, M. Pd


NIP. 19630114 199903 1 001

You might also like