You are on page 1of 12

Membaca 

Puisi
 
1. Membaca puisi sebagai Apresiasi Puisi
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan
pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby
dalam Sayuti, 1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah
menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
Pada dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung,
bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi
pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek
dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa
saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk
merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi,
tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup,
pembaca dapat membaca puisi.
Karena kata “membacakan” mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan untuk
orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi
pembaca terhadap makna dalam puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang
telah didapatkan dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membaca puisi. Dapat pula
dikatakan sebagai suatu kegiatan transformasi dari apresiasi pembaca dengan karakter pembacaannya,
termasuk ekspresi terhadap penonton.
 
2. Faktor-faktor Penting dalam Membaca puisi
Setiap bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan
tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara:
pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan
tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang,
dendam, keadilan, kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4) pemilihan bentuk dan gaya baca
puisi, (5) tempat acara: indoor atau outdoor, (6) audien, (7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi:
penghayatan, ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika menggunakan bentuk dan
gaya teaterikal, harus memperhatikan (a) pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang
efektif dan efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik
pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi
 
3. Bentuk dan Gaya dalam Membaca puisi
                Suwignyo (2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan mejadi
tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara
deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.
 
3.1.  Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi.
Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan
(3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan
melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi
rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan
melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah:
mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan
bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya.
Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2)
membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus
dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata
dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang
yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu,
dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman
dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan
terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara
(1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3)
membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
 
3.2. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari
pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi
ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi
disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2)
gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-
gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyumm, mengatup,
melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca
dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-
kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang
dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi
mriing dan badan agak membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap
dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah
menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat
bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak
tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca
dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
 
3.3. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
                Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian
unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks
puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun
deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona.
                Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala,
bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi
harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau
diekspresikan dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan,
membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi.
Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.
Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.
1. INTRODUKSI

Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau declaim yang membawa makna
membaca sesuatu hasil sastera yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu.
Gerak yang dimaksudkan ialah gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi bacaan.

Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi, akan tetapi membaca sebuah cerpen dengan
lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasi. Mendeklamasikan puisi atau cerpen bermakna
membaca, tetapi membaca tidak sama dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini bahawa
apapun pengertian membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud deklamasi.

2. MAKNA KATA DEKLAMASI

Sudah jelas deklamasi itu berasal dari bahasa asing, jadi maknanya ia bukan kata asli Malaysia atau
Indonesia. Ia sudah lama digunakan hingga menjadi bahasa Malaysia. Memang keadaan semacam ini
sering berlaku di Malaysia, misalnya kata neraka, izin, zaman, ajal, karam dan lain-lain berasal dari
bahasa Arab, sedang tauco, tauge berasal dari bahasa Tionghua. Manakala dastar, kenduri, kelasi berasal
dari bahasa Persi. Lampu, mesin, koki, repot dari bahasa Belanda, manakala pensil, botol berasal dari
bahasa Inggeris dan demikianlah halnya deklamasi berasal dari bahasa Latin.

Di Indonesia perkataan deklamasi sudah ada lewat tahun 1950 dan di Malaysia hanya terkenal sejak
kebelakangan ini, tetapi sebelum itu disebut baca puisi dan adapun orang mulai mendeklamasi puisi
sudah sejak berpuluh tahun yang lalu, baik di Malaysia ataupun di luar negeri. Deklamasi ertinya
membawa puisi-puisi, sedang orang yang melakukan deklamasi itu disebut "Deklamator" untuk lelaki
dan "Deklamatris" untuk perempuan.

Apa bezanya deklamasi dan nyanyi? Menyanyi ialah melagukan suatu nyanyian dengan menggunakan
not-not do-re-mi atau not balok, sedang deklamasi ialah membawakan pantun-pantun, syair, puisi atau
sajak dengan menggunakan irama dan gaya yang baik. Disamping itu kita mengenal pula: menari,
melukis, memahat, sandiwara dan lain-lain. Semuanya itu mempunyai cara-cara dan aturannya sendiri-
sendiri.

3. BAHAN YANG DIDEKLAMASIKAN

Tentu saja tidak semua pantun, sajak atau puisi dapat dideklamasikan, malah cerpen dan novel juga
boleh dideklamasikan/soalnya kita harus memilih mana sajak, puisi, pantun-pantun yang baik dan
menarik untuk dideklamasikan.

Kala kita menyanyi biasanya memilih lagu-lagu yang dapat kita nyanyikan, seperti "Bintang Kecil" atau
lagu-lagu yang rentaknya keroncong dan lain-lain, pokoknya semua lagu yang telah kita nyanyikan.
Bagaimana kita akan menyanyi, kalau kita tidak dapat menyanyikan sesuatu lagu?

Demikian pula halnya dengan deklamasi. Hanya saja kalau menyanyi itu harus mempelajari not-notnya
dahulu, sedang pada deklamasi harus dipelajari tanda-tanda atau aturan-aturannya dahulu. Seperti
telah kita terangkan di atas, yang dideklamasikan itu hanya yang berupa pantun, syair, sajak atau puisi
dalam bahasa Malaysia, tetapi sejak dulu orang pernah juga mendeklamasikan puisi dalam bahasa
daerah seperti bahasa Bajau, Kadazan, Murut, Brunei, Iban atau Dusun dan di sini hanya diperkatakan
dan dipelajari deklamasi dalam bahasa Malaysia saja.

4. CARA BERDEKLAMASI

Seperti telah dijelaskan bahawa berdeklamasi itu membawakan pantun, syair dan sajak atau puisi.
Kemudian apakah cukup hanya asal membawakan sahaja? Tentu tidak! Berdeklamasi, selain kita
mengucapkan sesuatu, haruslah pula memenuhi syarat-syarat lainnya. Apakah syarat-syarat itu?
Sebelum kita berdeklamasi, kita harus memilih dulu pantun, syair, sajak apa, yang rasanya baik untuk
dideklamasikan. Terserah kepada keinginan masing-masing.
Yang penting pilihlah sajak atau puisi, pantun atau syair yang memiliki isi yang baik dan bentuk yang
indah dideklamasikan. Mengenai hal isi tentunya dapat minta nasihat, petunjuk dan bimbingan daripada
mereka yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan atau ahli dalam bidang deklamasi.

Kalau kita sudah memilih sebuah puisi misalnya, tentu saja boleh lebih dari sebuah. Hal ini sering terjadi
dalam sayembara yang dikira harus terdiri puisi wajib dan puisi pilihan. Nah, sesudah itu, lalu apa lagi
yang harus kita perbuat? Maka tidak boleh tidak harus mentafsirnya terlebih dahulu.

5. MENAFSIR PUISI

Apakah puisi yang kita pilih itu berunsur kepahlawanan, keberanian, kesedihan, kemarahan,
kesenangan, pujian dan lain-lain? Kalau puisi yang kita pilih itu mengandung kepahlawanan, keberanian
dan kegagahan, maka kitapun harus mendeklamasikan puisi tersebut dengan perasaan dan laku
perbuatan, yang menunjukkan seorang pahlawan, seorang yang gagah berani. Kita harus dapat
melukiskan kepada orang lain, bagaimana kehebatan dan kegagahan kapal udara itu. Bagaimana harus
mngucapkan kata-kata yang seram dan menakutkan.

Sebaliknya kalau saja puisi yang kita pilih itu mengadung kesedihan, sewaktu kita berdeklamasi haruslah
betul-betul dalam suasana yang sedih dan memilukan, bahkan harus bisa membuat orang menangis bagi
orang yang mendengar dan melihat kita sedih, ketika dideklamasikan menjadi sebuah puisi yang
gembira, bersukaria atau sebaliknya. Tentu saja hal-hal seperti itu harus dijaga benar-benar. Kerana itu,
harus berhati-hati, teliti, tenang dan sungguh-sungguh dalam menafsir sebuah puisi.

Bacalah seluruh puisi itu berulang-ulang sampai kita mengerti betul apa-apa yang dikandung dan
dimaksud oleh puisi tersebut. Juga kata-kata yang sukar dan tanda-tanda baca yang kurang jelas harus
difahami benar-benar, Jika sudah dimengerti dan diselami isi puisi itu, barulah kita meningkat ke soal
yang lebih lanjut.

6. MEMPELAJARI ISI UNTUK MENDEKLAMASI PUISI


Cara mengucapkan puisi itu tak boleh seenaknya saja, tapi harus tunduk kepada aturan-aturannya: di
mana harus ditekankan atau dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana harus
dilambatkan atau dilunakkan, di mana harus diucapkan biasa dan sebagainya. Jadi, bila kita
mendeklamasikan puisi itu harus supaya menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri:

------- Diucapkan biasa saja

/ Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di tengah baris

// Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan

ertinya dengan baris berikutnya

/// Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabis

san puisi

^ Suara perlahan sekali seperti berbisik

^^ Suara perlahan sahaja

^^^ Suara keras sekali seperti berteriak

V Tekanan kata pendek sekali

VV Tekanan kata agak pendek

VVV Tekan kata agak panjang

VVVV Tekan kata agak panjang sekali

____/ Tekanan suara meninggi

____ Tekanan suara agak merendah


\

Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing orang berbeda tergantung
kepada kemahuannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita dapat menilai: siapa orang yang mahir dan pandai
berdeklamasi.

Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan dalam meletakkannya jangan asal
meletakkan saja, tapi harus memakai perasaan dan pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca
berita: ada koma, ada titik, tanda-tandanya, titik koma dan lain-lain.

Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca puisi tersebut berulang-ulang
sesuai dengan irama dan aturan tanda itu. Dengan sendirinya kalau kita sudah lancar benar, tekanan-
tekanan, irama-irama dan gayanya takkan terlupa lagi selama kita berdeklamasi.

7. PUISI HARUS DIHAFAL

Mendeklamasi itu ialah membawakan puisi yang dihafal. Memang ada juga orang berdeklamasi puisi di
atas kertas saja. Cara seperti itu kurang enak kecuali jika untuk siaran pembacaan puisi di radio atau
rakaman. Tetapi deklamasi itu selalu saja didengar dan ditonton orang. Mana mungkin para penonton
akan senang, melihat kita berdeklamasi kalau muka kita tertunduk melulu terus menerus kala
mendeklamasikan puisi itu. Tentu saja membosankan bukan?

Makanya sebaik mungkin deklamator harus menghafal puisi yang mahu dideklamasi itu. Caranya
ulangilah puisi itu berkali-kali tanpa mempergunakan teks, sebab jika tidak demikian di saat kita telah
naik pentas, kata-kata dalam puisi itu tak teringat atau terputus-putus.

Betapa lucunya seorang deklamator, ketika dengan gaya yang sudah cukup menarik di atas panggung, di
muka penonton yang ramai, tiba-tiba ia lupa pada kalimat-kalimat dalam puisi. Ia seperti terhenti,
terpukau, mau bersuara tak tentu apa yang harus diucapkan. Mau mengingat-ingat secara khusuk terlalu
lama. Menyaksikan keadaan demikian itu sudah tentu para penonton akan kecewa. Bagi sideklamator
sendiri akan mendapat malu. Oleh kerana itu dihafalkanlah puisi itu sebaik-baiknya sampai terasa lancar
sekali. Setelah dirasakan yakin, bahawa sebuah puisi telah sanggup dibaca di luar kepala, barulah
berlatih mempergunakan mimik atau "action"

Cara menghafal tentu saja dengan cara mengingatnya sebaris demi sebaris dan kemudian serangkap
demi serangkap disamping berusaha untuk mengerti setiap kata/ayat yang dicatatkan kerana hal itu
menjadi jelasnya maksud dan tujuan isi puisi itu.

8. DEKLAMASI BUKAN UCAPAN SEMATA

Deklamasi bukan ucapan semata. Deklamasi harus disertai gerak-gerak muka, kalau perlu dengan gerak
seluruh anggota badan atau seluruh tubuh, tetapi yang paling penting sekali ialah gerak-gerak muka.
Dengan ucapan-ucapan yang baik dan teratur, diserta dengan gerak geri muka nescaya akan bertambah
menarik, apa lagi kalau ditonton. Dari gerak geri muka itu penonton dapat merasakan dan menyaksikan
mengertikan puisi yang dideklamasikan itu. Apakah puisi itu mengandung kesedihan, kemarahan,
kegembiraan dan lain-lain.

Hanya saja dalam melakukan gerak geri itu jangan sampai berlebih-lebihan seperti wayang orang yang
bergerak ke sana ke mari, sehingga mengelikan sekali. Berdeklamasi secara wajar, tertib dan
mengesankan.

9. CARA MENGHAKIMI
Untuk mudahnya bagi seorang deklamator/deklamatris melengkapi dirinya dalam mempersiapkan
kesempurnaan berdeklamasi, maka seorang calon harus mengetahui pula hal-hal yang menjadi penilaian
hakim dalam suatu sayembara deklamasi. Yang menjadi penilaian hakim terhadap pembawa puisi atau
deklamator meliputi bidang-bidang seperti berikut:

A. PENAMPILAN/PERFORMANCE

Sewaktu pembawa puisi itu muncul di atas pentas, haruslah diperhatikan lebih dahulu hal pakaian yang
dikenakannya. Kerapian memakai pakaian, keserasian warna dan sebagainya akan menambahkan angka
bagi si pembawa puisi. Tentu saja penilaian pakaian ini bukan terletak pada segi mewah tidaknya
pakaian itu, tetapi dalam hal kepantasan serta keserasiannya. Kerana itu, perhatikanlah pakaian lebih
dahulu sebelum tampil di atas pentas. Hindarikan diri dari kecerobohan serta ketidakrapian berdandan.

B. INTONASI/TEKANAN KATA DEMI KATA

Baris demi baris dalam puisi, sudah tentu tidak sama cara memberikan tekanannya. Ini bergantung
kepada kesanggupan dipembawa puisi menafsirkan tiap-tiap kata dalam hubungannya dengan kata
lainnya. Sehingga ia menimbulkan suatu pengungkapan isi kalimat yang tepat. Kesanggupan sipembawa
puisi memberikan tekanan-tekanan yang sesuai pada tiap kata yang menciptakan lagi kalimat pada
baris-baris puisi, akan memudahkan mencapai angka tertinggi dalam segi intonasi.

C. EKSPRESI/KESAN WAJAH

Kemampuan sipembawa puisi dalam menemukan erti dan tafsiran yang tepat dari kata demi kata pada
tiap baris kemudian pada kelompok bait demi bait puisi akan terlihat pada kesan air muka atau
wajahnya sendiri. Ada kalanya seorang pembawa puisi tidak menghayati isi dan jiwa tiap baris puisi
dalam sebuah bait, sehingga antara kalimat yang diucapkan dan airmuka yang diperlihatkan tampak
saling bertentangan.
Jadi, penghayatan itu sangat penting dan ia harus dipancarkan pada sinar wajah si pembawa puisi.
Misalnya sebuah bait dalam puisi yang bernada sedih haruslah digambarkan oleh sipembawa puisi itu
melalui airmukanya yang sedih dan bermuram durja.

D. APRESIASI/PENGERTIAN PUISI

Seorang pembawa puisi akan dinilai mempunyai pengertian terhadap sesuatu puisi, manakala ia
sanggup mengucapkan kata demi kata pada tiap baris puisi disertai kesan yang terlihat pada
airmukanya. Jika tidak berhasil, dikatakannya sipembawa puisi itu belum mempunyai apresiasi atau
apresiasinya terhadap puisi itu agak kurang. Dalam istilah umumnya apresiasi diterjemah lebih jauh lagi
sebagai penghayatan.

Seorang pendeklamator yang baik/ia harus menghayati makna dan isi puisi yang mahu dideklamasikan
dan tanpa menghayatinya, maka sudah tentu persembahannya bakal hambar, lesu dan tak bertenaga.

E. MIMIK/ACTION

Mimik atau action dalam sebuah deklamasi puisi sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan
suasana pembacaan puisi. Seorang pembawa puisi yang berhasil ia akan mengemukan sesuatu action
atau mimik itu sesuai dengan perkembangan kata demi kata dalam tiap baris dan tidak bertentangan
dengan jiwa dan isi kata-kata kalimat dalam puisi.

Terjadinya kontradiksi antara apresiasi dan action menimbulkan kesan yang mungkin bisa menjadi
bahan tertawaan penonton, Hal ini harus dipelajari sebaik-baiknya oleh sipembawa puisi. Tanpa hal itu,
ia tak mungkin bisa mndapatkan angka terbaik dalam pembawaan puisi.

Sebagi contoh: ketika dipembawa sajak menyebut "dilangit tinggi ada bulan" tetapi mimik kedua belah
tangan menjurus ke bumi, Hal ini akan menimbulkan bahan tertawaan bagi penonton, mana mungkin
ada bulan di bumi, tentu hal itu tidak mungkin sama sekali. Betapapun bulan selalu ada di langit. Inilah
yang dimaksud betapa pentingnya pembawa sajak menguasai apresiasi puisi, sehingga dapat
menciptakan mimik yang sesuai dengan keadaan isi dan jiwa puisi itu.

F. TATATERTIB

Untuk menambahkan lebih sempurna lagi bagi pengetahuan seorang deklamator atau deklamatris,
maka dibawa ini kita kemukakan beberapa tatatertib berdekmalasi:

F.1 Berdirilah baik-baik di atas pentas yang telah tersedia

F.2 Pakaian harus menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan

F.3 Menghadap kepada penonton, memandang ke sekeliling dengan airmuka yang berseri-seri, lalu
memberi salam kepada hadirin dengan hormat, Dengan jalan menganggukkan kepala.

F.4 Bacalah jodol puisi dan sebut nama penulisnya dengan suara yang jelas/tepat dengan nada suara
yang wajar

F.5 Berhenti beberapa detik, menyiapkan nafas, lalu mulailah pembacaan deklamasi itu sebaris demi
sebaris, bait demi bait.

F.6 Selama pembacaan puisi, perhatian harus tercurah kepada puisi itu sendiri dan jangan tergoda oleh
hiruk pikuk suara atau bunyi lain terutama sekali penonton.

F.7 Ketika pembacaan puisi itu selesai, berhentilah beberapa saat, melepaskan nafas, lalu menghormati
penonton dan kepada para hakim.

F.8 Biasakanlah dengan sikap yang tenang dan wajar ketika meninggalkan pentas dan tidak usah tergesa-
gesa.

10. HARAPAN DAN ANJURAN

Sesuai dengan pembangunan yang berencana di bidang pendidikan dan pengajaran, maka pelajaran
deklamasi itu mendapat tempat dan sambutan yang baik di kalangan murid-murid sekolah dan orang
awam, guru-guru dan masyarakat Malaysia. Sebab pelajaran deklamasi amat penting sekali dan tentu
saja diharapkan sangat deklamasi terus mendapat perhatian yang besar.

Murid sekolah sangat-sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk dari guru yang berkebolehan, apa
lagi dengan adanya acara hari kemerdekaan, hari guru, hari ibu dan sebagainya dan dengan bantuan dari
mereka yang berkebolehan, maka sudah tentu bidang deklamasi ini akan lebih hebat lagi dan sekaligus
akan dapat membentuk manusia Malaysia yang baik, berjiwa besar dan punya semangat yang kuat
untuk mempertahankan maruah bangsa sejagat.

You might also like