Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHARUAN ISLAM
(Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab,
Jamaluddin Al Afghani)
Disusun Oleh:
Wieke Anggraini
70 2008 014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
Jalan Jenderal Ahmad Yani Talang Banten Kampus B
13 Ulu Telp. 0711-7780788
PALEMBANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan materi paparan yang berjudul “Tokoh Tokoh Gerakan
Pembahruan Islam” sebagai tugas kelompok presentasi Mata Kuliah AIK IV. Salawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa materi paparan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian materi paparan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat
1. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
2. Ibu Nilam Khairani,S.Ag, selaku pembimbing
3. Teman-teman seperjuangan
4. Semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian materi paparan ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga materi paparan ini bermanfaat bagi kita
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
IBNU TAIMIYAH
Abu al-Abbas Taqi al-Din Ahmad ibn Abd al-Salaam ibn Abdullah ibn Taymiya al-
Harrani (Bahasa Arab: )أبو عباس تقي الدين أحمد بن عبنند السننلم بننن عبنند ال ن ابننن تيميننة الحرانننيadalah Sang
Pahlawan yang menjadi komandan, ulama, mujtahid, dan mujahid pembela Islam.
Lahir:22 Januari 1263 (10 Rabiul Awwal 661 H) – wafat: 1328 (20 Dzulhijjah 728 H) ),
adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu
Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'un, yaitu generasi yang
mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'it al-Tabi'un, yaitu generasi yang mengenal
langsung para Tabi'un adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab:
)محمند بنن عبند الوهناب التميمنىadalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin
gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi.
Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan".
Muhammad bin Abdul Wahhab, yang memiliki nama lengkap Syaikh al-Islam al-Imam
Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin
Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi adalah seorang ulama
berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam. Para pendukung pergerakan ini
sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut
mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih
memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu
Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan
kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana
mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-
Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa
al-Jama'ah.
Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-
Wahhab iaitu bapa kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi.
Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahhabi sendiri dan
mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun(3) (unitarians) kerana
mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan
murni menurut sunnah Rasulullah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud,
seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai
pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual.
Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud.
Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz
bin Abdillah bin Baz.
KEHIDUPAN
Masa Kecil
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di
kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab
Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah
seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti
besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan
dengan agama.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab
sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh
ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan
kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30
juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya
kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa
bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerasan Muhammad. Ia pernah
berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku
Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh
ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang
kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya
kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan
menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di
Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-
Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu
ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang
dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu
kepada akidah Islam yang menurutnya murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul,
atau bidah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang di tulis para ulama
terdahulu.
Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah
memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu
'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada
waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama
lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun
1206 H.
WAFAT
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di
Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan
berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad
bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H,
bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah
(Najd).
Jamaluddin Al Afghani
Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al Afghani, dilahirkan diAsadabad,
Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama SayyidSafdar al-
Husainiyyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi(seorang perawi hadits
yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali
bin Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau
tekun mempela jari bahasa Arab, sejarah, matematika, fil safat, fiqh dan ilmu keislaman
lainnya. Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan
meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Al-
Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak
ensiklopedia.
Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat
(terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-
tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya.
Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika
Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh
India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam
peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke
Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa
Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam
pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan
memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya
Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya,
efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan
melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869
Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India,
tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan
dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat
melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke
Terusan Suez yang sedang bergolak.
Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum
dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid
Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di
ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di
Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia
segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya,
Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.
Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di Mesir Afghani
melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan
ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada
tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang
pemberontakan.
Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam perjalanan ke
London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu
dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.
Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama empat tahun di St.
Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya
oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin
pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.
Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah.
Bapak pembaharu Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam
bahasa dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).
Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak
tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan
dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah
dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-
Afghani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana
Sultan untuk membinasakannya.