You are on page 1of 8

Konsep Ketuhanan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tuhan dalam agama Buddha

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda
dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir
dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.

“ Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma,
Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang
Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari
kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena
ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada
kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang
lalu. ”

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3,
yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa
dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang
Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang
tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak
berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari
lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep
Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh
agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih
banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan
konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap
bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam
agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka
bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi
banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan
konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta,
terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau
Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak
sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal
lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada
dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai.
Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan
mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
[sunting]Moral Buddha

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan.
Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan
Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam

Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

yang artinya:

aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.

aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.

aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila

aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta

aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan
lemahnya kesadaran

Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu
yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta)
berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat
ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai
hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta;
Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang
melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang
dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang
jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja
berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma
(perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang
ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

[sunting]Aliran Buddha
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:

Buddha Theravada

Buddha Mahayana: Zen

Buddha Vajrayana

[sunting]Buddha Mahayana

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Buddha Mahayana

Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong

Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im
yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh
Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat
manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut.
Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah
pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan
dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.

Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha
Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka
meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak
perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih
menderita di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha
Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap
mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada
lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha
adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil
amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.

Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi,
tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep
ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva
(makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat
membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang
Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang,
Buddha Maitreya .
[sunting]Buddha Theravada

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan
untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok
bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian
Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

[sunting]Gramatika

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti
sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada
berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal
sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan
sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah
satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) ,
sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan
juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis)
atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

[sunting]Sejarah

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah
Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha
Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh
Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di
Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah
menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang
berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang
Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A.
Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di
satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain
kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya
memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana.
Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini
memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang
menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu
pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang.
Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang
sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai
Theravada.

[sunting]Kitab Suci

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka yang
dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui
hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut
sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutranta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka.
Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

[sunting]Ajaran

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang
merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan
yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),

Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan
orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),

Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus


keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).

Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita
ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok
pembahasan yang selanjutnya.

Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada
penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia
merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan
lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan
yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang
kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber
kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak
mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua
penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut
pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki
keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi
fokus pratitya samutpada.
Ajaran tentang Delapan Jalan Kelepasan

Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui 8 jalan kebenaran yang dibagi menjadi
3 tahap bagian, yaitu:

Sradha / iman

1.Percaya yang benar (Samma ditthi). Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini
memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai
guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau
ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan
diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi

2.Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan
petunjuka budha adalah jalan yang benar

3.Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan
dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan
percakapan yang tidak senonoh.

4.Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak
boleh mencari keuntungan sendiri.

5.Hidup yang benar (Sama ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atu bebas dari
penipuan diri

6.Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan
sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.

7.Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak
kesehatan moral Semadi

8.Semadi yang benar (Samma samadhi) Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan
atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus
merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan 4
bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita
(kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja
yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal
tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir
dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi
orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya
disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai
pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan),
samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup
pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul
Buddha-Buddha lainnya.

Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna
yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

[sunting]Hari Raya

Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas
masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang
dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

[sunting]Waisak

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari
kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan
Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari
Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan
Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali
"Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

[sunting]Kathina

Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa.
Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam
kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana
kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan
kemajuan agama Buddha.

[sunting]Asadha

Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya
Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana
Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di
Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna,
Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka
mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di
hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai
kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca
Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu
Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana
(Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh
Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana
merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan
memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat
Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma
berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan
mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin
bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.

Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama
Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah
tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang
menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

[sunting]Magha Puja

Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan
Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat
tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang
dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di
Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

[sunting]Li

You might also like