Professional Documents
Culture Documents
“Life belongs to the living, and he who lives must be prepared for
changes”,
--Johann Von Goethe (budayawan).
Metode arkeologi memfokuskan kajian pada pernyataan atau wacana dengan sistem
prosedur yang memproduksi, mengatur, mendistribusi, mensirkulasi, dan
mengoperasikannya. Mengupas wacana sebagai suatu sistem ‘internal’ dengan
‘prosedur-prosedurnya’ yang teratur. Sedangkan geneologi memberikan pusat
perhatian pada hubungan timbal balik antara sistem kebenaran
(pernyataan/wacana) dengan sistem kuasa (mekanisme yang didalamnya suatu
“rezim politis” memproduksi kebenaran). Geneologi tidak berusaha menegakkan
pondasi-pondasi epistemologis yang istimewa, tapi ia mau menunjukkan bahwa asal-
usul apa yang kita anggap rasional, pembawa kebenaran, berakar dalam dominasi,
penaklukan, hubungan kekuatan-kekuatan atau dalam suatu kata, kuasa. 2
1
Michel Foucault lahir pada 15 Oktober 1926 di Pointers, Perancis. Ia menempuh pendidikan di ENS
(Ecole Normale Superieme) Universitas Sorbornne, Paris. Dia menulis banyak karya yang mengejutkan,
diantaranya Histoire de la folie a l ‘age classiqe: Une archeologie du regard medical (Lahirnya Klinik: Sebuah
Arkeologi tentang Tatapan Medis) (PUF, 1963); Les Mots et les Choses: Une archeologie des sciences
humaines (Kata-kata dan benda-benda: Sebuah Arkeologi tentang Ilmu-Ilmu Manusia) (Gallimard, 1966);
L ‘archeologie du Savoir (Arkeologi Pengetahuan) (Gallimard, 1969); Surveiller et Punir: Naissance de la
Prison (Menjaga dan Menghukum: Lahirnya Penjara) (Gallimard, 1974): dan trilogi Histoire de la Sexualite
(Sejarah Seksualitas) (Gallimard, 1976-1984). Serta sebuah esai terkenal Nietzsche, Genealogy, History
(1971).
2
A. Widyarsono, Sekilas Mengenal Michel Foucault, dalam Pendahuluan buku P. Sunu Hardiyanta,
Michel Foucault Disiplin Tubuh Bengkel Individu Modern, LkiS, Yogyakarta, 1997, hal 10-11. Contoh
penerapan arkeologi dan geneologi pengetahuan adalah kajian Simon Philpott terhadap wacana politik
Indonesia, ia menemukan bahwa wacana politik Indonesia dikendalikan oleh (relasi kuasa) pertama,
faktor dekolonisasi, perang dingin, dan peran Amerika Serikat di Indonesia. Kedua, kehadiran teks-teks
hegemonik yang dilahirkan para Indonesianis, yang hadir di awal kemunculan kajian politik Indonesia,
yang kemudian membentuk rezim kajian. Faktor-faktor tersebut menghasilkan wacana politik Indonesia
menjadi elitis, historisis, orientalis, dan terjebak dalam nalar realis yang spasial. Lihat Simon Philpott,
Meruntuhkan Indonesia: Politik Postkolonial dan Otoritarianisme, penerjemah Nuruddin Mhd Ali & Uzair
Fauzan, LkiS, Yogyakarta 2003.
3
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
sebagai fundamental codes of cultures 3 yang mewakili dimensi “nalar” dan relasi kuasa
mewakili dimensi politis.
Konsekuensi dari perspektif ini adalah bahwa realitas HMI saat ini tidaklah
merupakan suatu realitas yang terbentuk dengan sendirinya melainkan terbentuk
melalui proses diskursif dimana terjadi proses pengukuhan fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa tertentu dan proses peminggiran fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa yang lainnya. Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa
tersebut kemudian “berwenang” menentukan mana fakta-fakta sosial dan
pengetahuan yang dapat terus eksis, bahkan muncul sebagai “pemenang” dan
menjadi mainstream (arus utama) atau mendominasi “wajah” realitas namun juga
ada fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang jadi “pecundang” dan terpinggirkan
(pheripheri) sehingga ia bisa jadi hanya berupa bercak saja atau malah benar-benar
tersamar dari “wajah” realitas. Contohnya, di HMI berkembang beragam wacana
keagamaan, wacana keagamaan yang modern-moderat-inklusif nampaknya
merupakan “pemenang” dan wacana keagamaan yang tradisional-radikal-eksklusif
merupakan “pecundang”, tetap berkembang namun tidak menjadi mainstream.
Contoh lain, frame berpikir political oriented merupakan “pemenang”, sementara
frame berpikir yang berorientasikan profesi adalah “pecundang”. Kemudian,
orientasi politik-struktural merupakan “pemenang”, dan orientasi politik-kultural
merupakan “pecundang”. Semangat ketergantungan terhadap senior/alumni adalah
“pemenang” dan semangat independen/mandiri adalah “pecundang”, serta masih
banyak contoh lainnya yang menentukan siapa pemenang dan pecundangnya
merupakan “kewenangan” atau tergantung “selera” fundamental codes of cultures dan
relasi kuasa.
Ketika sistem pengetahuan tersebut dengan fundamental codes of cultures dan relasi
kuasa yang dimilikinya sudah demikian eksis dan tidak ada perlawanan
terhadapnya, maka anggota HMI saat ini sesungguhnya tidak lebih dari robot-robot
yang digerakkan secara otomatis oleh fundamental codes of cultures dan relasi kuasa
tersebut. Ia dideterminasi cara berpikir dan tindakannya oleh fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa tersebut.
Dus, anggota HMI tidak lebih sebagai pelanjut tradisi tanpa inovasi. Sebagai pelanjut
saja dari senior-seniornya, maka wajar saja bila istilah-istilah seperti “bagaimana
senior? apa perintahnya”, “adinda terserah senior saja” dan sebagainya menjadi
cukup populer di HMI. Istilah-istilah tersebut, secara ekstrim menggambarkan
hubungan patron-client (tuan-hamba) antara senior (alumni) dan anggota HMI.
3
Secara bebas kita bisa menterjemahkan fundamental codes of cultures sebagai kaidah-kaidah dasar yang
mengendalikan suatu kebudayaan. Dia juga dapat diartikan sebagai logika dasar atau nalar yang
membentuk pola pikir dan pola tindakan suatu komunitas. Fundamental codes of cultures dapat
diibaratkan suatu rel dan kereta api adalah pernyataan dan tindakan suatu komunitas. Fundamental codes
of cultures tidak nampak di permukaan namun pernyataan-pernyataan yang dihasilkan suatu komunitas
bila dianalisa lebih dalam melalui suatu metode tertentu akan menggambarkan keberadaan fundamental
codes of culture-nya dengan sangat jelas.
4
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa ada yang buruk, dan tentu ada juga
yang baik. Namun pasti ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa (yang
buruk) yang menyebabkan kader HMI saat ini demikian pasrah pada “memory of the
past”, pada kenangan masa lalu. Menggantungkan eksistensinya pada “kebesaran
seniornya”, “berlindung di balik keagungan sejarah HMI” yang tidak pernah
dibuatnya namun ia terus asyik memparasitkan diri menghisap “keberkahan”
darinya. Inilah potret kader HMI yang kehilangan kritisismenya, tuli terhadap
“memory of the future” (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap ‘resist to change’,
menolak perubahan. Kader HMI lupa bahwa pernyataan senior/masa lalu memang
ada benarnya namun banyak juga yang sudah tidak benar lagi karena ‘zaman telah
berubah’. Dalam konteks ini, pernyataan almarhum Nurcholish Madjid agar HMI
dibubarkan saja menemukan pembenar karena beliau melihat bahwa relevansi HMI
bagi masa kini dan apalagi bagi masa depan sudah jauh berkurang, kalaupun
bukannya tidak ada lagi. HMI tidak lagi menjadi elemen penggerak kemajuan
melainkan kekuatan status quo dan bahkan sebaliknya menggerakkan pada
kemunduran.
Dengan demikian siapakah yang patut disalahkan atas kondisi HMI yang katanya
mengalami kemunduran, mengalami konflik perpecahan di tubuh PB HMI yang
terjadi dua kali berturut-turut, dan kelemahan lainnya dari organisasi HMI saat ini?
Tidak ada seorang pun yang perlu disalahkan karena kondisi HMI saat ini
merupakan produk fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang hidup dalam
tubuh HMI. Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa dapat bersemayam dan
dikukuhkan dalam media seperti doktrin organisasi, aturan organisasi (AD, ART
dan penjabarannya), dalam pola pendanaan aktivitas HMI, dan dalam pola interaksi
keseharian antara kader dan pengurus HMI atau antara kader/pengurus dengan
alumninya. Semuanya terbentuk melalui proses historis yang agak sulit
dikendalikan oleh orang per orang, hanya tanggung jawab kolektif (generasi) yang
dapat menghadapinya. Persoalannya adalah telah terdapat sejumlah generasi yang
tidak menyadari bahwa ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang
bekerja di tubuh HMI, yang disamping mengusung kebesaran HMI namun juga
bekerja “menghancurkan” HMI, menghantarkan HMI pada ketidakrelevanannya
dengan zaman.
Bila fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang buruk adalah dominasi
materialisme dan political oriented dalam cara berpikir kita; ketidakpastian sumber
pendanaan organisasi yang diantaranya berpengaruh pada kesulitan dalam
mensinambungkan kerja-kerja organisasi dan kesulitan transparansi penggunaan
dana; relasi kuasa yang dominan dengan politisi; serta sistem kepengurusan yang
mengoligarki maka ‘HMI Baru’ harus membebaskan diri dari semua itu.
Secara normatif, kita dapat meraba bahwa ‘HMI Baru’ adalah HMI yang bila
sebelumnya ia adalah organisasi kumpulan pemalas, maka ia adalah organisasi
kumpulan orang rajin. BiIa sebelumnya adalah organisasi yang administrasi
organisasinya buruk, maka ia adalah organisasi yang administrasi organisasinya
baik. Bila sebelumnya adalah organisasi yang tidak transparan dalam pengelolaan
uang, maka ia adalah organisasi yang transparan dalam pengelolaan uang. Bila
sebelumnya ia adalah organisasi yang berkonflik dengan buruk, maka ia adalah
organisasi yang berkonflik dengan baik. Bila sebelumnya adalah organisasi yang
tidak independen, maka ia adalah organisasi yang independen. Bila sebelumnya
adalah organisasi yang tidak inovatif, maka ia adalah organisasi yang inovatif, dan
seterusnya. Masing-masing dari kita dapat menambahkan daftar tersebut dengan
memasukkan apa yang tidak ideal dan memasukkan lawannya yang ideal sebagai
satu karakter dari ’HMI Baru’. Namun yang pasti ’HMI Baru’ tidak asal beda dan
tidak untuk benar-benar mendirikan suatu organisasi baru sebagai sempalan HMI
seperti HMI MPO.
6
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
HMI BARU DAN MASA DEPAN BANGSA
7
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 01/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahiim
MEMUTUSKAN :
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 24 Muharam1427 H
23 Februari 2006 M
Waktu : 00.31 WITA.
8
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
M. N A S I R RISMAN PASIGAI
SC SC
9
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 02/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahhiim
MEMUTUSKAN :
10
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
i. M. Rasulika j. Hariyadi Hamid
BADKO HMI Kalbar BADKO HMI Kaltim
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
11
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
SITI MAFRUROH ZULFIKAR
SC SC
M. N A S I R RISMAN PASIGAI
SC SC
12
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 03/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahhiim
Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan
rahmat dan ridho Allah SWT, setelah :
MEMUTUSKAN :
13
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 25 Muharam 1427 H
24 Februari 2006 M
Waktu : 01.05 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
14
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 04/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahhiim
15
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
MEMUTUSKAN :
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
16
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
o. Alvian p. Rahmat Umar
BADKO HMI Kalselteng BADKO HMI Sultenggo
17
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 05/K-25/01/1427
Tentang
PENJELASAN AZAS
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirahhiim
MEMUTUSKAN :
18
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.33 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
19
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 06/K-25/01/1427
Tentang
TAFSIR TUJUAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirahhiim
Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan
rahmat dan ridho Allah SWT, setelah :
MEMUTUSKAN :
20
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.36 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
21
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 07/K-25/01/1427
Tentang
TAFSIR INDEPENDENSI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirahhiim
MEMUTUSKAN :
22
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.40 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
23
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 08/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahhiim
MEMUTUSKAN :
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
25
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 09/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahhiim
MEMUTUSKAN :
26
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.50 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
27
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 10/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahiim
Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan
rahmat dan ridho Allah SWT, setelah :
MEMUTUSKAN :
28
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.53 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
29
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 11/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahhiim
MEMUTUSKAN :
30
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.55 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
31
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 12/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN : 1. Mengukuhkan Penjelasan tentang Mekanisme
Pengesahan Pengurus HMI.
2. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
akan ditinjau kembali bilamana terdapat kekeliruan
didalamnya.
32
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 27 Muharram1427 H
26 Februari 2006 M
Waktu : 22.58 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
33
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 13/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirahiim
MEMUTUSKAN :
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
35
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 14/K-25/01/1427
Tentang
PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
37
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 15/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahhiim
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN : 1. Pedoman-pedoman Pokok Kepengurusan
yang terdiri dari :
38
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
a. Pedoman Kepengurusan
b. Pedoman Administrasi
Kesekretariatan
c. Pedoman Keuangan dan Harta Benda
HMI
d. Ikrar Pelantikan Pengurus
e. Ikrar Pelantikan Anggota
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 03.30 WITA
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
41
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 17/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
42
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 06.35 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
43
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 18/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
44
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 14.05 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
45
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 19/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanniraahiim
MEMUTUSKAN :
46
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 14.07 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
47
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 20/K-25/01/1427
Tentang
KETUA UMUM/FORMATEUR
PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan
rahmat dan ridho Allah SWT, setelah :
MEMUTUSKAN :
48
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 12.10 WITA
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
49
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 21/K-25/01/1427
Tentang
MIDE FORMATEUR
PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
50
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 13.25 WITA.
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
51
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 22/K-25/01/1427
Tentang
NAMA-NAMA
ANGGOTA MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI
PB HMI PERIODE 2006-2008
Bismillaahirrahmaanirrahiim
MEMUTUSKAN :
52
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Billahittaufiq Wal Hidayah
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 28 Muharram1427 H
27 Februari 2006 M
Waktu : 14.05 WITA
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
53
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
NOMOR : 23/K-25/01/1427
Tentang
Bismillaahirrahmaanniraahiim
MEMUTUSKAN :
54
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
55
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
AGENDA ACARA
KONGRES XXV HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
Makassar, 20 - 25 Februari 2006
56
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
1. Laporan “Mengembalikan Kedaulatan
Pertanggungjawaban Bangsa: Membangun
PB HMI Kemandirian Ekonomi dan
2. Pandangan Umum Tegaknya Keadilan Sosial”
terhadap LPJ PB HMI (Tidak Terlaksana)
12.30 – 13.30 Istirahat
13.30 – 15.30 Lanjutan Sidang Pleno II Seminar III (Ruang B)
(Ruang A) “Mengembalikan Kedaulatan
Pernyataan Demisioner PB Bangsa: Pemberantasan KKN
HMI dan Penegakan Hukum”
(Tidak Terlaksana)
15.30 – 16.00 Istirahat
16.00 – 18.00 Sidang-Sidang Komisi
18.00 – 19.30 Istirahat
19.30 – 24.00 Lanjutan Sidang Komisi Seminar IV
“Demokrasi dan Strategi
Kebudayaan Islam Indonesia”
(Tidak Terlaksana)
24.00 – 08.00 Istirahat
Rabu, 22 Februari 2006
08.00 – 12.30 Lanjutan Sidang Komisi
12.30 – 13.30 Istirahat
13.30 – 15.00 Sidang Pleno III :
Pembahasan Hasil Sidang Komisi
15.00 – 15.30 Istirahat
15.30 – 18.00 Lanjutan Sidang Pleno III : Pembahasan Hasil Sidang
18.00 – 19.00 Komisi
19.00 – 24.00 Sidang Pleno III
24.00 – 08.00 Lanjutan Sidang Pleno III : Pembahasan Hasil Sidang
Komisi
Istirahat
Kamis, 23 Februari 2006
08.00 – 12.30 Sidang Pleno IV
1. Pembahasan Tata Tertib Pemilihan
Formateur/Ketua Umum.
2. Pembahasan Tata Tertib Pemilihan Mide
Formateur.
3. Pembahasan Tata Tertib Pemilihan Anggota MPK
PB HMI.
4. Pembahasan Tata Tertib Pemilihan Calon Tempat
Kongres XXVI HMI.
12.30 – 13.30 Istirahat
13.30 – 17.00 Sidang Pleno V
57
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
1. Pencalonan Ketua Umum/Formateur Kongres
XXV HMI.
2. Uji Kriteria Calon Ketua Umum/Formateur
Kongres XXV HMI.
3. Pemilihan Ketua Umum/ Formateur Kongres
XXV HMI.
4. Pencalonan Mide Formateur Kongres XXV HMI.
5. Uji Kriteria Mide Formateur Kongres XXV HMI.
6. Pemilihan Mide Formateur Kongres XXV HMI.
7. Pencalonan Anggota MPK.
17.00 – 19.00 8. Uji Kriteria Calon Anggota MPK.
19.00 – 03.00 9. Pemilihan Anggota MPK.
10. Pemilihan Calon Tempat Kongres XXVI HMI.
03.00 – 08.00 Istirahat
Istirahat
Lanjutan Sidang Pleno V
Istirahat
Penyerahan Hasil-hasil ketetapan Kongres XXV HMI
kepada Ketua Umum/Formateur.
Jumat, 25 Februari 2006
08.00 – 12.00 MUNAS KOHATI
12.00 – 13.30 Istirahat
13.30 – 17.00 Lanjutan MUNAS KOHATI
17.00 – 19.00 Istirahat
19.00 – 24.00 Penutupan Kongres XXV HMI
1. Pembukaan.
2. Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an.
3. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne
HMI.
4. Laporan Ketua Panitia Nasional Kongres XXV
HMI.
5. Sambutan-sambutan
Ketua Umum PB HMI dan Pejabat Ketua
Umum PB HMI
Ketua Umum/Formateur Kongres XXV HMI
Alumni HMI
Walikota Makassar
Gubernur Sulawesi Selatan
Wakil Presiden RI, sekaligus Menutup acara
Kongres XXV HMI
6. Pembacaan Do’a.
58
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
TATA TERTIB KONGRES Ke - 25 HMI
a. Nama
Kongres ke - 25 Himpunan Mahasiswa Islam.
c. Status
a. Kongres merupakan musyawarah utusan Cabang-Cabang.
b. Kongres memegang kekuasaan tertinggi organisasi.
c. Kongres diadakan dua (2) tahun sekali.
d. Kekuasaan
a. Membahas laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar.
b. Menetapkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
Penjabarannya.
c. Memilih Pengurus Besar dengan jalan memilih Ketua Umum yang
sekaligus merangkap sebagai Formateur dan dua mide Formateur.
d. Memilih dan menetapkan anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi PB
HMI.
e. Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya.
f. Menetapkan Rekomendasi Internal dan Eksternal.
e. Peserta
a. Peserta kongres terdiri dari Pengurus Besar, utusan dan peninjau
Pengurus Cabang, KOHATI PB HMI, Bakornas Lembaga Kekaryaan
HMI, Bakornas LPL, BADKO HMI, Balitbang HMI, dan Anggota
MPK.
b. BADKO HMI, KOHATI PB HMI, Bakornas Lembaga Kekaryaan,
Bakornas LPL, Balitbang HMI, Anggota MPK dan Cabang Persiapan
merupakan peserta peninjau.
c. Peserta utusan adalah Cabang Penuh yang mempunyai hak suara dan
hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
f. Sidang-Sidang
a. Sidang Pleno.
b. Sidang Komisi
59
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
g. Pimpinan Sidang
a. Steering Committee, sampai terpilihnya pimpinan sidang yang baru
yang berbentuk presidium.
b. Presidium Sidang, yang dipilih dari peserta utusan atau peninjau oleh
peserta utusan, dengan ketentuan masing-masing BADKO diwakili 1
(satu) orang presidium sidang.
c. Pimpinan sidang komisi, dipilih dari dan oleh anggota sidang komisi.
i. Keputusan
a. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.
b. Bila point (a) tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak atau Voting.
j. Quorom
a. Kongres baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari
separuh jumlah peserta utusan (Cabang penuh).
b. Bila point (a) tidak terpenuhi, maka Kongres diundur selama 1 X 24
Jam dan setelah itu dinyatakan sah.
k. Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan tata tertib ini akan diatur
kemudian berdasarkan musyawarah dan mufakat.
60
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
ANGGARAN DASAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
MUKADDIMAH
61
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT
Pasal 1
N a m a
Pasal 2
Waktu dan Tempat kedudukan
BAB II
A Z A S
Pasal 3
BAB III
TUJUAN, USAHA DAN SIFAT
Pasal 4
Tujuan
Pasal 5
U s a h a
Pasal 6
S i f a t
BAB IV
STATUS FUNGSI DAN PERAN
Pasal 7
Status
Pasal 8
Fungsi
Pasal 9
P e r a n
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 10
a. Yang dapat menjadi anggota HMI adalah Mahasiswa Islam yang terdaftar
pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus
HMI Cabang/Pengurus Besar HMI.
63
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB VI
KEDAULATAN
Pasal 11
BAB VII
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 12
Kekuasaan
Pasal 13
Kepemimpinan
Pasal 14
Majelis Pengawas dan Konsultasi
Pasal 15
Badan–Badan Khusus
Dalam rangka memudahkan realisasi usaha mencapai tujuan HMI maka dibentuk
Korps-HMI-Wati, Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan dan
Badan Penelitian Pengembangan.
64
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB VIII
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
Pasal 16
Keuangan dan Harta Benda
BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN
Pasal 17
BAB X
PENJABARAN ANGGARAN DASAR,
DAN PENGESAHAN
Pasal 18
Penjabaran Anggaran Dasar HMI
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Penjabaran Anggaran Dasar
dimuat dalam Peraturan-Peraturan/Ketentuan-ketentuan tersendiri yang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Penjabaran Anggaran Dasar HMI.
Pasal 20
Pengesahan
66
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
ANGGARAN RUMAH TANGGA
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
BAB I
KEANGGOTAAN
BAGIAN I
ANGGOTA
Pasal 1
Anggota Muda
Anggota Muda adalah Mahasiswa Islam yang menuntut ilmu dan/atau yang
sederajat yang telah mengikuti Masa Perkenalan Calon Anggota (Maperca) dan
ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal 2
Anggota Biasa
Anggota Biasa adalah Anggota Muda atau Mahasiswa Islam yang telah dinyatakan
lulus mengikuti Latihan Kader I (Basic Training).
Pasal 3
Anggota Kehormatan
67
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAGIAN II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Pasal 4
BAGIAN III
MASA KEANGGOTAAN
Pasal 5
Masa Keanggotaan
68
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAGIAN IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
Hak Anggota
Pasal 7
Kewajiban Anggota
BAGIAN V
MUTASI ANGGOTA
Pasal 8
69
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
e. Apabila seorang anggota HMI studi di 2 (dua) perguruan tinggi yang berbeda
wilayah kerja Cabang, maka ia harus memilih salah satu Cabang.
BAGIAN VI
RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN
Pasal 9
BAGIAN VII
SANKSI ANGGOTA
Pasal 10
Sanksi Anggota
70
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
A. STRUKTUR KEKUASAAN
BAGIAN I
KONGRES
Pasal 11
Status
Pasal 12
Kekuasaan/Wewenang
Pasal 13
Tata Tertib
Sn = a.px-1
Dimana :
BAGIAN II
KONFERENSI CABANG/MUSYAWARAH CABANG
Pasal 14
Status
72
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
c. Bagi Cabang yang memiliki komisariat kurang dari 4 (empat) diselenggarakan
Musyawarah Cabang (MUSCAB).
d. KONFERCAB/MUSCAB diselenggarakan satu kali dalam setahun.
Pasal 15
Kekuasaan dan Wewenang
Pasal 16
Tata Tertib Konferensi Cabang/Musyawarah Cabang
Sn = a.px-1
dimana :
x adalah bilangan asli (1, 2, 3, 4, ….)
Sn = Jumlah Anggota Biasa
a = 150 (seratus lima puluh)
p = Pembanding = 3 (tiga)
x = Jumlah Utusan
Jumlah Anggota Jumlah Utusan
50 s/d 149 :1
150 s/d 449 :2
73
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
450 s/d 1.349 :3
1.350 s/d 4.049 :4
4.050 s/d 12.149 :5
12.150 s/d 36.449 :6
dan seterusnya ………….
BAGIAN III
RAPAT ANGGOTA KOMISARIAT
Pasal 17
Status
Pasal 18
Kekuasaan/Wewenang
Pasal 19
Tata Tertib Rapat Anggota Komisariat
74
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Pengurus Komisariat adalah penanggung jawab penyelenggara RAK; Anggota
Biasa adalah utusan; Anggota Muda, Anggota MPK Pengurus Komisariat dan
undangan Pengurus Komisariat adalah peserta peninjau.
c. Peserta utusan mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta
peninjau mempunyai hak bicara.
d. Pimpinan Sidang RAK dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta
utusan dan berbentuk presidium.
e. RAK baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah
Anggota Biasa.
f. Apabila ayat (e) tidak terpenuhi maka RAK diundur 1 x 24 jam dan setelah itu
dinyatakan sah.
g. Setelah LPJ Pengurus Komisariat diterima oleh peserta RAK maka Pengurus
Komisariat dinyatakan demisioner.
B. STRUKTUR PIMPINAN
BAGIAN IV
PENGURUS BESAR
Pasal 20
Status
Pasal 21
Personalia Pengurus Besar
75
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
d. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus Besar adalah :
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat, Cabang dan/atau BADKO.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi
Pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani
8. Ketika mencalonkan diri, mendapatkan rekomendasi tertulis dari
Cabang.
e. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Kongres, personalia Pengurus
Besar harus sudah dibentuk dan Pengurus Besar Demisioner sudah
mengadakan serah terima jabatan.
f. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat
diplih Pejabat Ketua Umum.
g. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1. Meninggal dunia.
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam)
bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 2
(dua) bulan berturut-turut.
h. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum
sebelum Kongres apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama PB HMI yang melanggar
Anggaran Dasar pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 16 dan Anggaran Rumah
Tangga Pasal 58.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah
Tangga pasal 21 ayat d.
i. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah
jabatan Pejabat Ketua Umum sebelum Kongres hanya dapat melalui :
1. Keputusan Sidang Pleno Pengurus Besar yang disetujui minimal 50%+1
suara utusan Sidang Pleno Pengurus Besar apabila pemberhentian Ketua
Umum diusulkan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Besar yang
disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus Besar.
2. Keputusan Sidang Pleno Pengurus Besar atau Rapat Harian Pengurus
Besar yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Sidang Pleno
Pengurus Besar atau 50%+1 jumlah Pengurus Besar apabila
pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah
Cabang penuh.
j. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis
disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul.
Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus
Besar dan Cabang.
76
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
k. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan
pemberhentiannya kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar
selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya
ditetapkan. Putusan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar yang
bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak
pengajuan gugatan pembatalan diterima.
l. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris
Jenderal Pengurus Besar secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua
Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua
Umum dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
m. Bila Sekretaris Jenderal Pengurus Besar tidak dapat menjadi Pejabat
Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau
berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat
atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum
diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi
hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
n. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat
Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat
atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi
Pengurus Besar dan mengundang Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus
Besar menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Besar.
o. Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung
dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat
dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon-calon yang
terdiri dari Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Ketua Bidang.
p. Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh
Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar atau Anggota
Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar yang ditunjuk berdasarkan
kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar.
q. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia
Pengurus Besar dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat PB HMI.
2. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu)
semester.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja PB HMI (di luar
bidang yang bersangkutan).
Pasal 22
Tugas dan Wewenang
BAGIAN V
BADAN KOORDINASI
Pasal 23
Status
Pasal 24
Personalia Pengurus Badan Koordinasi
78
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
6. Tidak menjadi personalia Pengurus BADKO untuk periode ketiga
kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
c. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus BADKO adalah:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dapat membaca Al Qur’an.
3. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang.
6. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi
pengurus.
7. Sehat secara jasmani maupun rohani.
8. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan
akademis yakni karya tulis ilmiah.
9. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Cabang.
d. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah MUSDA, personalia
Pengurus BADKO harus sudah dibentuk dan Pengurus BADKO Demisioner
sudah mengadakan serah terima jabatan.
e. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat
dipilih Pejabat Ketua Umum.
f. Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah :
1. Meninggal dunia.
2. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam)
bulan berturut-turut.
3. Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 2
(dua) bulan berturut-turut.
g. Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum
sebelum MUSDA apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1. Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus BADKO yang
melanggar Anggaran Dasar Pasal 6.
2. Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 16 dan Anggaran Rumah
Tangga Pasal 58.
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah
Tangga pasal 24 ayat c.
h. Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum
sebelum MUSDA, hanya dapat dilakukan melalui :
1. Keputusan Sidang Pleno Pengurus BADKO yang disetujui minimal
50%+1 suara peserta Sidang Pleno Pengurus BADKO apabila
pemberhentian Ketua Umum yang diusulkan melalui Keputusan Rapat
Harian Pengurus BADKO yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus
BADKO.
2. Sidang Pleno Pengurus BADKO yang disetujui minimal 50%+1 jumlah
suara utusan Sidang Pleno Pengurus BADKO apabila pemberhentian
Ketua Umum diusulkan oleh minimal setengah jumlah Cabang penuh.
i. Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis
disertai alasan, bukti dan sanksi (bila dibutuhkan) dan tanda tangan pengusul.
Usulan ditembuskan kepada Pengurus Besar.
79
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
j. Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan
pemberhentiannya kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu
sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Besar yang
bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak
pengajuan gugatan pembatalan diterima.
k. Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum
Pengurus BADKO secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum
hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
dalam Rapat Harian Pengurus BADKO yang terdekat.
l. Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus BADKO, Sekretaris Umum selaku
Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau
pengunduran diri Ketua Umum kepada Cabang dan Pengurus Besar.
m. Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia
Pengurus BADKO dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus BADKO.
2. Realisasi program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu)
semester.
3. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Pengurus BADKO
HMI (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 25
Tugas dan Wewenang
80
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pasal 26
Musyawarah Daerah
Pasal 27
Pembentukan Badan Koordinasi
BAGIAN VI
CABANG
Pasal 28
Status
81
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pasal 29
Personalia Pengurus Cabang
Pasal 30
Tugas dan Wewenang
Pasal 32
Pendirian dan Pemekaran Cabang
84
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Cabang Persiapan
dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang anggota biasa
langsung kepada Pengurus Besar.
c. Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen
pendukungnya.
d. Pengurus Besar dalam mengesahkan Cabang Persiapan harus meneliti keaslian
dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di daerah
setempat, dan potensi-potensi lainnya di daerah setempat yang dapat
mendukung kesinambungan Cabang tersebut bila dibentuk.
e. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1
(satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 150
(seratus lima puluh) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 2 (dua)
kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan
dan pengawasan Pengurus BADKO setempat, memiliki Badan Pengelola
Latihan dan minimal 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi aktif serta
direkomendasikan Pengurus BADKO setempat dapat disahkan menjadi
Cabang penuh.
f. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1
(satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 75
(tujuh puluh lima) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu)
kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan
dan pengawasan Pengurus Besar, dan memiliki Badan Pengelola Latihan dapat
disahkan menjadi Cabang Penuh.
g. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang penuh dapat
dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing
Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 150 (seratus lima puluh)
anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan minimal 1 (satu)
Lembaga Pengembangan Profesi aktif, direkomendasikan dalam Konferensi
Cabang asal dan disetujui dalam Musyawarah BADKO setempat, serta tidak
dalam satu wilayah administratif Kabupaten/Kota.
h. Untuk pemekaran Cabang penuh yang berkedudukan di Kota Besar, 2 (dua)
atau lebih Cabang penuh yang telah dimekarkan dapat berada dalam 1 (satu)
wilayah administratif Kota bila memiliki potensi keanggotaan, potensi
pembiayaan, dan potensi-potensi penunjang kesinambungan Cabang lainnya
yang tinggi.
i. Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang dapat
dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing
Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 75 (tujuh puluh lima)
anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan direkomendasikan
Konferensi Cabang asal.
j. Dalam mengesahkan pemekaran Cabang penuh, Pengurus Besar harus
mempertimbangkan tingkat dinamika Cabang penuh hasil pemekaran, daya
dukung daerah tempat kedudukan Cabang-Cabang hasil pemekaran, potensi
keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktivitas Cabang hasil
pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan
Cabang.
85
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pasal 32
Penurunan Status dan Pembubaran Cabang
BAGIAN VII
KOORDINATOR KOMISARIAT
Pasal 33
Status
Pasal 35
Tugas dan Wewenang
88
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
sebelum Musyawarah Komisariat dan menyampaikan laporan kerja selama
periode kepengurusan di Musyawarah Komisariat.
j. Mengusulkan kenaikan dan penurunkan status Komisariat di wilayah
koordinasinya berdasarkan evaluasi perkembangan Komisariat.
k. Mengusulkan kepada Pengurus Cabang pembentukan Komisariat Persiapan.
Pasal 36
Musyawarah Komisariat
BAGIAN VIII
KOMISARIAT
Pasal 37
Status
Pasal 38
Personalia Pengurus Komisariat
91
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pasal 39
Tugas dan Wewenang
Pasal 40
Pendirian dan Pemekaran Komisariat
92
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pasal 41
Penurunan Status dan Pembubaran Komisariat
BAGIAN IX
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS BESAR
Pasal 42
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan
Pasal 43
Tugas dan Wewenang MPK PB
94
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAGIAN X
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS CABANG
Pasal 45
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan
Pasal 46
Tugas dan Wewenang MPK PC
Pasal 47
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PC
BAGIAN XI
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI PENGURUS KOMISARIAT
Pasal 48
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan
Pasal 49
Tugas dan Wewenang MPK PK
Pasal 50
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PK
97
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
D. BADAN-BADAN KHUSUS
Pasal 51
Status, Sifat dan Fungsi Badan Khusus
Pasal 52
Jenis Badan Khusus
Pasal 53
Korps-HMI-Wati
98
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
e. KOHATI memiliki hak dan wewenang untuk :
1. Memiliki Pedoman Dasar KOHATI.
2. KOHATI berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari semua
tingkat struktur kepemimpinan HMI untuk memudahkan KOHATI
menunaikan tugasnya.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya dalam
gerakan keperempuanan yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan
pedoman organisasi lainnya.
f. Personalia KOHATI :
1. Formasi pengurus KOHATI sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Bendahara.
2. Struktur pengurus KOHATI berbentuk garis fungsional.
3. Pengurus KOHATI disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI
setingkat.
4. Masa kepengurusan KOHATI disesuaikan dengan masa kepengurusan
struktur kepemimpinan HMI.
5. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI PB HMI adalah HMI-
Wati yang pernah menjadi pengurus KOHATI Komisariat, KOHATI
Cabang dan /atau KOHATI BADKO/KOHATI PB HMI, berprestasi,
telah mengikuti LKK dan LK III. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus
KOHATI BADKO adalah HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus
KOHATI Komisariat, KOHATI Cabang, berprestasi, yang telah
mengikuti LKK dan LK II atau training tingkat nasional lainnya. Yang
dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI Cabang adalah HMI-Wati yang
pernah menjadi Pengurus KOHATI/Bidang Pemberdayaan Perempuan
Komisariat/KORKOM, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II.
Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI KORKOM adalah HMI-
Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI/ Bidang Pemberdayaan
Perempuan Komisariat, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK I.
Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI Komisariat adalah HMI-
Wati berprestasi yang telah mengikuti LK I dan LKK.
g. Musyawarah KOHATI :
1. Musyawarah KOHATI merupakan instansi pengambilan keputusan
tertinggi pada KOHATI.
2. Musyawarah KOHATI merupakan forum laporan pertanggung jawaban
dan perumusan program kerja KOHATI.
3. Tata tertib Musyawarah KOHATI diatur tersendiri dalam Pedoman
Dasar KOHATI.
Pasal 54
Lembaga Pengembangan Profesi
99
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Lembaga Pengembangan Profesi terdiri dari :
1. Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI)
2. Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
3. Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)
4. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
5. Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
6. Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
7. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
8. Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI)
9. Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
c. Lembaga Pengembangan Profesi bertugas :
1. Melaksanakan perkaderan dan program kerja sesuai dengan bidang
profesi masing-masing LPP.
2. Memberikan laporan secara berkala kepada struktur HMI setingkat.
d. Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) memiliki hak dan wewenang untuk :
1. Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2. Masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat
Pengurus Besar berwenang untuk melakukan akreditasi Lembaga
Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar yang tidak bertentangan
dengan AD, ART dan pedoman organisasi lainnya.
4. Dapat melakukan penyikapan terhadap fenomena eksternal sesuai dengan
bidang profesi masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
e. Personalia Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) :
1. Formasi pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) sekurang-
kurangnya terdiri dari Direktur, Direktur Administrasi dan Keuangan,
dan Direktur Pendidikan dan Pelatihan.
2. Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disahkan oleh struktur
kepemimpinan HMI setingkat.
3. Masa kepengurusan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disesuaikan
dengan masa kepengurusan HMI yang setingkat.
4. Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah anggota biasa
yang telah mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) di masing-masing
lembaga profesi.
f. Musyawarah Lembaga :
1. Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan
tertinggi di Lembaga Pengembangan Profesi (LPP), baik di tingkat
Pengurus Besar HMI maupun di tingkat HMI Cabang.
100
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
2. Di tingkat Pengurus Besar disebut Musyawarah Nasional di hadiri oleh
Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi Cabang dan di tingkat Cabang
disebut Musyawarah Lembaga dihadiri oleh anggota Lembaga
Pengembangan Profesi Cabang.
3. Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan memilih
formateur dan mide formateur.
4. Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman
Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
g. Rapat Koordinasi Nasional :
1. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dilaksanakan oleh Lembaga
Pengembangan Profesi di tingkat Pengurus Besar dan diadakan sekali
dalam satu masa periode kepengurusan.
2. Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Lembaga Pengembangan Profesi
di Tingkat Pengurus Besar HMI dan Lembaga Pengembangan Profesi di
tingkat Cabang.
3. Rapat Koordinasi Nasional berfungsi untuk menyelaraskan program-
program kerja di lingkungan lembaga-lembaga pengembangan profesi.
h. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) :
1. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di Tingkat
Pengurus Besar dapat dilakukan sekurang-kurangnya telah memiliki 10
(sepuluh) Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang.
2. Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang
dapat dilakukan oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota
biasa berdasarkan profesi keilmuan atau minat dan bakat.
Pasal 55
Badan Pengelola Latihan
Pasal 56
Badan Penelitian dan Pengembangan
102
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di
bidang penelitian dan pengembangan yang tidak bertentangan dengan
AD, ART dan pedoman organisasi lainnya.
e. Personalia Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) :
1. Formasi pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala, Sekretaris dan Bendahara.
2. Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) disahkan oleh
Pengurus Besar HMI.
3. Masa kepengurusan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
disesuaikan dengan masa kepengurusan Pengurus Besar HMI.
4. Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) adalah anggota
biasa dan telah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan (Balitbang) HMI.
f. Musyawarah Lembaga :
1. Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan
tertinggi pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
2. Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan calon Kepala
Balitbang sebagai formateur yang diajukan kepada Pengurus Besar HMI.
3. Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI.
BAB III
ALUMNI HMI
Pasal 57
Alumni
a. Alumni HMI adalah anggota HMI yang telah habis masa keanggotaannya.
b. HMI dan alumni HMI memiliki hubungan historis, aspiratif dan emosional.
c. Alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi
HMI di medan perjuangan yang lebih luas dan membantu HMI dalam
merealisasikan misinya.
103
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB IV
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
Pasal 58
Pengelolaan Keuangan dan Harta Benda
a. Prinsip halal maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh tidak
berasal dan tidak diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-
nilai Islam.
b. Prinsip transparansi maksudnya adalah adanya keterbukaan tentang sumber
dan besar dana yang diperoleh serta kemana dan berapa besar dana yang
sudah dialokasikan.
c. Prinsip bertanggungjawab maksudnya adalah setiap satuan dana yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keluarannya secara
tertulis dan bila perlu melalui bukti nyata.
d. Prinsip efektif maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan berguna
dalam rangka usaha organisasi mewujudkan tujuan HMI.
e. Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan tidak
melebihi kebutuhannya.
f. Prinsip berkesinambungan maksudnya adalah setiap upaya untuk
memperoleh dan menggunakan dana tidak merusak sumber pendanaan untuk
jangka panjang dan tidak membebani generasi yang akan datang.
g. Uang pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang besaran serta metode
pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
h. Uang pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.
i. Iuran anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk Komisariat, 40
persen untuk Cabang.
BAB V
LAGU, LAMBANG DAN ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 59
Lagu, Lambang, dan atribut organisasi lainnya diatur dalam ketentuan tersendiri
yang ditetapkan Kongres.
104
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB VI
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 60
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
BAB VII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 61
Pasal 62
a. Pasal-Pasal tentang Rangkap Anggota/Jabatan dan Sanksi Anggota dalam
Anggaran Rumah Tangga dijabarkan lebih lanjut dalam Penjelasan Rangkap
Anggota/Jabatan dan Sanksi Anggota.
b. Pasal-pasal tentang Struktur Kepemimpinan dalam ART dijabarkan lebih
lanjut dalam Pedoman Kepengurusan HMI, Pedoman Administrasi
Kesekretariatan, dan Penjelasan Mekanisme Pengesahan Pengurus HMI.
c. Pasal-pasal tentang Badan Khusus dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam
Pedoman Dasar KOHATI, Pedoman tentang Lembaga Pengembangan
Profesi, Pedoman Badan Pengelola Latihan dan Kode Etik Pengelolaan
Latihan, dan Pedoman Balitbang.
d. Pasal-pasal tentang Keuangan dan Harta Benda dalam ART dijabarkan lebih
lanjut dalam Pedoman Keuangan dan Harta Benda HMI.
105
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
MEMORI PENJELASAN
TENTANG ISLAM SEBAGAI AZAS HMI
“Hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-
Maidah : 3)
“Dan mereka yang berjuang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan
jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang
yang selalu berbuat (progresif). (QS. Al-Ankabut : 69)
Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk
mengatur pola hidup manusia agar sesuai fitrah kemanusiaannya yakni sebagai
khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata ke
hadirat-Nya.
Irodat Allah Subhanahu Wata’ala, kesempurnaan hidup terukur dari personality
manusia yang integratif antara dimensi dunia dan ukhrawi, individu dan sosial,
serta iman, ilmu dan amal yang semuanya mengarah terciptanya kemaslahatan
hidup di dunia baik secara induvidual maupun kolektif.
Secara normatif Islam tidak sekedar agama ritual yang cenderung individual akan
tetapi merupakan suatu tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran
kolektif yang memuat pemaham/kesadaran, kepentingan, struktur dan pola aksi
bersama demi tujuan-tujuan politik.
Substansi pada dimensi kemasyarakatan, agama memberikan spirit pada
pembentukan moral dan etika. Islam yang menetapkan Tuhan dari segala tujuan
menyiratkan perlunya meniru etika ke-Tuhanan yang meliputi sikap rahmat
(Pengasih), barr (Pemula), ghafur (Pemaaaf), rahim (Penyayang) dan (Ihsan) berbuat
baik. Totalitas dari etika tersebut menjadi kerangka pembentukan manusia yang
kafah (tidak boleh mendua) antara aspek ritual dengan aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi dan sosial budaya).
Adanya kecenderungan bahwa peran kebangsaan Islam mengalami marginalisasi
dan tidak mempunyai peran yang signifikan dalam mendesain bangsa merupakan
implikasi dari proses yang ambigiutas dan distorsif. Fenomena ini ditandai dengan
terjadinya mutual understanding antara Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai
ideologi. Penempatan posisi yang antagonis sering terjadi karena berbagai
kepentingan politik penguasa dari politisi-politisi yang mengalami split personality.
106
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Kelahiran HMI dari rahim pergolakan revolusi phisik bangsa pada tanggal 5
Februari 1947 didasari pada semangat mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman
dalam berbagai aspek ke-Indonesiaan.
Semangat nilai yang menjadi embrio lahirnya komunitas Islam sebagai kelompok
kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Dari sisi
kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah tertuangnya nilai-nilai
tersebut secara normatif pada setiap level kemasyarakatan, sedangkan pada posisi
penekan adalah keinginan sebagai pejuang Tuhan (sabilillah) dan pembelaan
mustadh’afin.
Proses internalisasi dalam HMI yang sangat beragam dan suasana interaksi yang
sangat plural menyebabkan timbulnya berbagai dinamika ke-Islaman dan ke-
Indonesiaan dengan didasari rasionalisasi menurut subyek dan waktunya.
Pada tahun 1955 pola interaksi politik didominasi pertarungan ideologis antara
nasionalis, komunis dan agama (Islam). Keperluan sejarah (historical necessity)
memberikan spirit proses ideologisasi organisasi. Eksternalisasi yang muncul
adalah kepercayaan diri organisasi untuk “bertarung” dengan komunitas lain yang
mencapai titik kulminasinya pada tahun 1965.
Seiring dengan kreatifitas intelektual pada Kader HMI yang menjadi ujung
tombak pembaharuan pemikiran Islam dan proses transformasi politik bangsa
yang membutuhkan suatu perekat serta ditopang akan kesadaran sebuah tanggung
jawab kebangsaan, maka pada Kongres X HMI di Palembang, tanggal 10 Oktober
1971 terjadilah proses justifikasi Pancasila dalam mukadimah Anggaran Dasar.
Orientasi aktivitas HMI yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi
menganjurkan terjadinya proses adaptasi pada jamannya. Keyakinan Pancasila
sebagai keyakinan ideologi negara pada kenyataannya mengalami proses stagnasi.
Hal ini memberikan tuntutan strategi baru bagi lahirnya metodologi aplikasi
Pancasila. Normatisasi Pancasila dalam setiap kerangka dasar organisasi menjadi
suatu keharusan agar mampu mensuport bagi setiap institusi kemasyarakatan
dalam mengimplementasikan tata nilai Pancasila.
Konsekuensi yang dilakukan HMI adalah ditetapkannya Islam sebagai identitas
yang mensubordinasi Pancasila sebagai azas pada Kongres XVI di Padang, Maret
1986.
Islam yang senantiasa memberikan energi perubahan mengharuskan para
penganutnya untuk melakukan inovasi, internalisasi, eksternalisasi maupun
obyektifikasi. Dan yang paling fundamental peningkatan gradasi umat diukur dari
kualitas keimanan yang datang dari kesadaran paling dalam bukan dari pengaruh
eksternal. Perubahan bagi HMI merupakan suatu keharusan, dengan semakin
meningkatnya keyakinan akan Islam sebagai landasan teologis dalam berinteraksi
secara vertikal maupun horizontal, maka pemilihan Islam sebagai azas merupakan
pilihan dasar dan bukan implikasi dari sebuah dinamika kebangsaan.
Demi tercapainya idealisme ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, maka HMI bertekad
Islam dijadikan sebagai doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara
107
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
integralistik, trasedental, humanis dan inklusif. Dengan demikian kader-kader
HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-
prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong
terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki dan
menyerahkan semua demi ridho-Nya.
108
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
TAFSIR TUJUAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
I. PENDAHULUAN
T
ujuan yang jelas diperlukan untuk suatu organisasi, hingga
setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat
dilaksanakan dengan teratur. Bahwa tujuan suatu organisasi
dipengaruhi oleh suatu motivasi dasar pembentukan, status dan
fungsinya dalam totalitas dimana ia berada. Dalam totalitas kehidupan
bangsa Indonesia, maka HMI adalah organisasi yang menjadikan Islam
sebagai sumber nilai. Motivasi dan inspirasi bahwa HMI berstatus sebagai
organisasi mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader dan yang
berperan sebagai organisasi perjuangan serta bersifat independen.
Dasar motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Karena
Islam adalah ajaran fitrah, maka pada dasarnya tujuan dan mission Islam
adalah juga merupakan tujuan daripada kehidupan manusia yang fitri,
yaitu tunduk kepada fitrah kemanusiaannya.
Tujuan 1 dan 2 secara formal telah kita capai tetapi tujuan ke-3 sekarang
sedang kita perjuangkan. Suatu masyarakat atau kehidupan yang adil dan
makmur hanya akan terbina dan terwujud dalam suatu pembaharuan
dan pembangunan terus menerus yang dilakukan oleh manusia-manusia
yang beriman, berilmu pengetahuan dan berkepribadian, dengan
mengembangkan nilai-nilai kepribadian bangsa.
Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud
oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan
berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja
kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal tujuan (pasal 4
AD HMI) adalah sebagai berikut :
112
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang
menyadari dengan sikap demikian potensi kreatifnya dapat
berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah.
c. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu
melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran islam.
113
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai
“khallifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “man of future” insan pelopor
yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka,
terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya
dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif
bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal tipe dari hasil perkaderan
HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembaharu). Penyuara “idea of
progress” insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil
dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu
manusia-manusia yang beriman, berilmu dan mampu beramal saleh dalam
kualitas yang maksimal (insan kamil).
Dari lima kualitas insan cita tersebut pada dasarnya harus dipahami dalam
tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas insan
pencipta dan kualitas insan pengabdi. Ketiga insan kualitas pengabdi
tersebut merupakan insan Islam yang terefleksi dalam sikap senantiasa
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang ridhoi
Allah SWT.
114
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
c. Mengadakan tentir club untuk studi ilmu jurusannya dan study club
untuk masalah kesejahteraan dan kenegaraan.
d. Selalu hadir dalam forum ilmiah.
e. Memelihara kesehatan badan dan aktif mengikuti karya bidang
kebudayaan.
f. Selalu berusaha mengamalkan dan aktif dalam memngambil peran
dalam kegiatan HMI.
g. Mengadakan kalaqah-kalaqah perkaderan dimasjid-masjid kampus.
Insan cita HMI pada suatu waktu akan merupakan “Intelektual community”
atau kelompok intelektual yang mampu merealisasi cita-cita umat dan bangsa
dalam suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera spritual adil dan makmur
serta bahagia (masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT).
115
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
TAFSIR INDEPENDENSI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
A. PEDAHULUAN
116
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
HMI. Kalau tujuan menujukan dunia cita yang harus diwujudkan maka
fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau kegiatan (aktivitas) dalam
mewujudkan (final goal). Dalam melaksanakan spesialisasi tugas
tersebut, karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat serta
watak mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai
kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa
ia memikul tanggung jawab yang benar dalam melaksanakan fungsi
generasinya sebagai kaum muda terdidik yang harus sadar akan
kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan.
Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu mahasiswa dan
masyarakat berperan sebagai “kekuatan moral” atau moral forces yang
senantiasa melaksanakan fungsi “social control”. Untuk itulah maka
kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari
kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas
demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan.
Dalam rangka penghikmatan terhadap spesialisasi kemahasiswaan ini,
akan dalam dinamikanya HMI harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap
independen.
Mahasiswa, setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar dalam
masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah
sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat.
Karenanya kelompok mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta
pembaharuan masyarakat atau “agent of social change”. Kelompok
mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut di atas adalah merupakan
kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus
mempersiapkan diri untuk menerima estafet kepemimpinan bangsa dan
generasi sebelumnya pada saat yang akan datang. Oleh sebab itu fungsi
kaderisasi mahasiswa sebenarnya merupakan fungsi yang paling pokok.
Sebagai generasi yang harus melaksanakan fungsi kaderisasi demi
perwujudan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat, bangsa dan
negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus senantiasa
memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan
kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai “duta-duta pembaharuan
sosial” dalam pengertian harus menghendaki perubahan yang terus
menerus ke arah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran.
Oleh sebab itu mereka selalu mencari kebenaran dan kebenaran itu
senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan melalui pembuktian
di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya untuk
menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan
umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang
dilandasi oleh nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan
bertolak dari kebenaran Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran demi mewujudkan peradaban
bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara maka setiap kadernya
harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.
117
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas mewarnai dan
memberi ciri HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat
independen. Status yang demikian telah memberi petunjuk akan
spesialisasi yang harus dilaksanakan oleh HMI. Spesialisasi tersebut
memberikan ketegasan agar HMI dapat melaksanakan fungsinya sebagai
organisasi kader, melalui aktivitas fungsi kekaderan. Segala aktivitas
HMI harus dapat membentuk kader yang berkualitas dan komit dengan
nilai-nilai kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah organisasi kader
yang mendorong dan memberikan kesempatan berkembang pada
anggota-anggotanya demi memiliki kualitas seperti ini agar dengan
kualitas dan karakter pribadi yang cenderung pada kebenaran (hanief)
maka setiap kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam
melaksanakan pembaktiannya bagi kehidupan bangsa dan negaranya.
120
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu
meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif
pada masa yang akan datang.
121
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
NILAI DASAR PERJUANGAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
BAB I
122
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
kitab suci sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu serta tekstual dalam
kerangka berfikirnya.
Mazhab kedua (empirisme) menolak seluruh bentuk landasan dan kerangka
berfikir kedua mazhab yang lain. Begitu pula bagi mazhab ketiga(skriptualisme),
mereka skeptis terhadap landasan dan kerangka berfikir kedua mazhab yang lain.
Adapun bagi mazhab pertama (metafisika Islam), mereka tidak menolak
sumbangsih-informasi dari teks-teks kitab suci dan pengalaman inderawi atau
eksperimen yang dijadikan landasan berfikir bagi kedua mazhab yang lain tetapi
yang ditolaknya adalah bila keduanya (pengalaman dan teks-teks kitab) itu
merupakan landasan atau kriteria dasar dalam setiap penilaian hal-hal ilmiah
filosofis maupun teologis.
Bagi mazhab pertama (‘metafisika Islam’) pengalaman inderawi atau data
eksperimen merupakan informasi-informasi yang sangat perlu dalam upaya kita
mengetahui aspek sekunder dari alam materi. Atau dengan kata lain data
eksperimen atau pengalaman inderwi sangatlah dibutuhkan bila obyek
pembahasan kita adalah khusus mengenai hal-hal yang sebagian bersifat ilmiah dan
sebagian lagi bersifat filosofis. Adapun teks-teks kitab suci sangatlah dibutuhkan
dalam upaya kita mengetahuai aspek sekunder dari keadaan-keadaan (kondisi
objektif) seperti alam gaib, akhirat, kehendak-kehendak suci Tuhan atau dengan
kata lain jika obyek pembahasan kita berkenaan dengan sebagian dari obyek
filosofis (metafisika dan teologi) yang dalam hal ini pengalaman inderawi atau
eksperimen tak dibutuhkan sama sekali. Karena itu dalam kerangka berfikir Islam,
kedua data di atas (data pengalaman inderawi atau eksperimen dan teks-teks kitab
suci) merupakan premis-premis minor dalam sistematika deduktif.
Pada akhirnya tak dapat diingkari bahwa dari mazhab metafisika Islam yang
berlandaskan prima principia dan hukum objektif kausalitas serta kerangka
deduktifnya merupakan satu-satunya landasan berfikir di dalam menilai segala
sesuatu. Tanpa pengetahuan dasar tersebut mustahil ada pengetahuan tasawwur
(konsepsi) maupun tasdhiq (assent) apapun. Tak dapat dibayangkan apa yang
terjadi bila doktrin dari metafisika Islam ini bukan merupakan watak wujud
(realitas objektif) yang mengatur segala sesuatu termasuk pikiran? Maka kebenaran
dapat menjadi sama dengan kesalahannya, bahwa setiap peristiwa dapat terjadi
tanpa ada sebabnya. Bila demikian adanya maka tentu meniscayakan mustahilnya
penilaian. Mengapa demikian? Karena watak penilaian adalah ingin diketahuinya
“sesuatu itu (konsepsi) apakah ia benar atau salah” atau ingin diketahuinya “mengapa
dan kenapa sesuatu itu dapat terjadi”. Artinya, jika pengetahuan dasar tersebut
bukan merupakan watak dan hukum realitas yang mengatur segala sesuatu
termasuk pikiran maka seluruh bangunan pengetahuan manusia baik di bidang
ilmiah, filosofis dan teologi menjadi runtuh dan tak bermakna.
123
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB II
DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
125
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Kepatuhan dan kecintaan makhluk kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran
kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada Tuhan.
Bukti kebenaran rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian
kasat mata (empiris) luar biasa (mu’jizat bagi orang-orang awwam) maupun bukti-
bukti rasional(mu’jizat bagi para intelektual) yang mustahil dapat dilakukan oleh
manusia lain tanpa dipelajari. Pemberian tanda istimewa kepada rasul akan
semakin menambah keimanan seseorang. Mu’jizat juga sebagai bukti tambahan
bagi siapa saja yang tidak mau beriman kepada Tuhan dan pesuruh-Nya, kecuali
bila diperlihatkan kepadanya hal-hal yang luar biasa.
Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percaya
terhadap apa pun yang dikatakan dan diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab
suci (bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut Al-quran) yang dibawanya
adalah konsekuensi lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan
tentang segala sesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia, sampai kepada hal-hal
gaib yang tidak mungkin dapat diterima oleh pandangan saintifik dan empiris
manusia.
Konsepsi fitrah dan ‘rasio’ tentang Realitas Mutlak (Tuhan) diatas ternyata selaras
dengan konsep teoritis tentang Tuhan dalam ajaran-ajaran Muhammad yang
mengaku rasul Tuhan yang disembah selama ini. Muhammad mengajarkan
kalimat persaksian/keimanan (syahadatan) bahwa tidak ada (la) Tuhan (ilah) yang
benar kecuali (illa) Tuhan yang merupakan kebenaran Tunggal/Esa/Ahad (Allah,
dari al-ilah). Ia (Muhammad) juga menerangkan bahwa dialah rasul Allah
(rasulullah). Menurut agama yang mengajarkan ketundukan dan kepatuhan pada
kebenaran (Islam) pada umatnya ini (muslim). Proses pencarian kebenaran dapat
ditempuh dengan berbagai jalan, baik filosofis, intuitif, ilmiah, historis, dan lain-
lain dengan memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terdapat di dalam Kitab suci
maupun di alam ini.
Konsukuensi lanjut setelah manusia melakukan pencarian ketuhanan
dankerasulan adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraih
kebahagiaan, Keabadian, dan kesempurnaan. Ketidakmungkinan mewujudkan
keinginan-keinginan ideal tersebut didalam kehidupan dunia yang bersifat
temporal ini melahirkan konsep tentang keberadaan hari akhirat -yang
sebelumnya dimulai dengan terjadinya kehancuran alam secara besar-besaran
(qiyamah/ kiamat/ hari agama/ yaum al-din)- sebagai konsekuensi logis keadilan
Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat
sejarah atau duniawi. Disana tidak ada lagi kehidupan historis seperti kebebasan,
usaha dan tata masyarakat yang menimbulkan ganjaran dosa/pahala. Kehidupan
akhirat merupakan refleksi perbuatan berlandaskan iman, ilmu, dan amal selama
di dunia. Dengan kata lain, ganjaran di akhirat adalah kondisi objektif dari relasi
manusia terhadap Tuhan dan alam.
126
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB III
Salah satu prinsip dasar pandangan dunia yang merupakan fondasi penting dari
keimanan Islam adalah kepercayaan akan adanya kebangkitan dihari akhirat
(kehidupan sesudah mati). Beriman kepadanya karena merupakan suatu
persyaratan hakiki untuk dapat disebut muslim. Mengingkari kepercayaan ini
dapat dipandang sebagai bukan muslim.
Sebelum masuk ke bahasan tentang kehidupan sesudah mati maka masalah tujuan
dari penciptaan harus terlebih dahulu kita selesaikan, apakah yang memiliki
tujuan dalam penciptaan itu Tuhan ataukah Makhluk? Dan kemanakah
tujuannya?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut haruslah bersandar pada
landasan-landasan metafisika Islam sehingga konsekwensi-konsekwensi yang
dilahirkan dari pilihan jawaban kita akan dapat terselesaikan dengan tanpa
keraguan. Jawaban ini juga yang akan menjelaskan kepada kita bahwa Tujuan dari
seluruh ciptaan adalah bergerak menuju sesuatu yang sempurna dan
Kesempurnaan Tertinggi adalah Tuhan maka Dia lah yang menjadi tujuan dari
seluruh gerak ciptaan.
Bahasan tujuan penciptaan itulah yang akan menjadi awal untuk selanjutnya kita
masuk dalam pembahasan kehidupan sesudah mati (Eskatologi).
Asal dan sumber dari kepercayaan tentang adanya hari akhirat ini mestilah
dibuktikan melalui argumen-argumen filosofis sehingga tidak ada sedikitpun
alasan yang dapat dikemukakan (oleh mereka yang belum mempercayai wahyu
Ilahi) untuk meragukannya. Kesungguhan beragama terpacu dengan sendirinya
bila kesadaran akan adanya hari akhirat (kehidupan kekal) sebagai sesuatu yang
mutlak atau pasti terjadi. Sehingga oleh para nabi dan rasul kepercayaan kepada
Ekskatologi (Ma’ad) merupakan prinsip kedua setelah Tauhid.
Tema-tema yang membicarakan masalah kehidupan akhirat ini atau kehidupan
sesudah mati dari segi pandangan Islam berkenaan dengan maut, kehidupan
sesudah mati, alam barzakh, hari pengadilan besar, hubungan antara dunia
sekarang dan dunia akan datang, manifestasi dan kekekalan perbuatan manusia
serta ganjaran-ganjarannya, kesamaan dan perbedaan antara kehidupan dunia
sekarang dan didunia akan datang, argumen-argumen al-Qur’an dan bukti-bukti
tentang dunia akan datang, keadilan tuhan, kebijaksanaan tuhan.
Sepanjang kehidupan baik didunia ini maupun diakhirat, kebahagiaan kita sangat
tergantung pada keimanannya pada hari tersebut. Karena ia mengingatkan
manusia akan akibat-akibat dari tindakan-tindakannya. Dengan cara ini manusia
menyadari bahwa perbuatan-perbuatan, perilaku, pemikiran-pemikiran, perkataan
dan akhlak manusia mulai dari yang paling besar hingga kepada yang paling kecil,
mempunyai awal dan akhir, sebagaimana mahluk manusia itu sendiri.
Tetapi manusia hendaknya tidak berfikir bahwa semuanya itu berakhir pada masa
kehidupan dunia ini atau periode ini saja. Sebab segalanya itu tetap ada dan akan
dimintai pertanggung jawaban pada hari periode kedua.
127
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Kebahagiaan manusia pada hari itu bergantung pada kepercayaan pada hari atau
periode kedua tersebut. Karena pada hari kedua (periode kedua tersebut) manusia
akan diganjar atau dihukum sesuai perbuatan-perbuatannya. Itulah sebabnya maka
menurut Islam beriman kepada hari kebangkitan dipandang sebagai tuntutan yang
hakiki bagi kebahagiaan manusia.
BAB IV
Satu hal yang mesti dilakukan sebelum kita membicarakan hal-hal lain dari
manusia adalah sebuah pertanyaan filosofis yang senantiasa hadir pada setiap
manusia itu sendiri, yakni apa sesungguhnya manusia itu? Dari segi aspek apakah
manusia itu mulia atau terhina? Dan apa tolak ukurnya? Tentu manusia bukanlah
makhluk unik dan sulit untuk dipahami bila yang ingin dibicarakan berkenaan
dengan aspek basyariah (fisiologis)nya. Karena cukup dengan menpelajari anatomi
tubuhnya kita dapat mengetahui bentuk atau struktur terdalamnya. Tetapi
manusia selain merupakan makhluk basyariah (dimensi fisiologis) dan Annaas
(dimensi sosiologis) ia juga memiliki aspek insan (dimensi psikologis) sebuah
dimensi lain dari diri manusia yang paling sublim serta memiliki kecenderungan
yang paling kompleks. Dimensi yang disebut terakhir ini bersifat spritual dan
intelektual dan tidak bersifat material sebagaimana merupakan kecenderungan
aspek basyarnya.
Dari aspek inilah nilai dan derajat manusia ditentukan dengan kata lain manusia
dinilai dan dipandang mulia atau hina tidak berdasarkan aspek basyar (fisiologis).
Sebagai contoh cacat fisik tidaklah dapat dijadikan tolak ukur apakah manusia itu
hina dan tidak mulia tetapi dari aspek insanlah seperti pengetahuan, moral dan
mentallah manusia dinilai dan dipahami sebagai makhluk mulia atau hina.
Dalam beberapa kebudayaan dan agama manusia dipandang sebagai makhluk
mulia dengan tolak ukurnya bahwa manusia merupakan pusat tata surya.
Pandangan ini didasarkan pada pandangan Plotimius bahwa bumi merupakan
pusat seluruh tata surya. Seluruh benda-benda langit ‘berhikmat’ bergerak
mengitari bumi. Mengapa demikian? Karena di situ makhluk mulia bernama
manusia bercokol. Jadi pandangan ini menjadikan kitaran benda-benda langit
mengelilingi bumi sebagai tolak ukur kemulian manusia. Namun seiring dengan
kemajuan sains pandangan ini kemudian ditinggalkan dengan tidak menyisakan
nilai mulia pada manusia. Para ahli astronomi justru membuktikan hal sebaliknya
bahwa bumi bukanlah pusat tata surya tetapi matahari.
Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk mulia bahkan dianggap tak ada
bedanya dengan binatang adapun geraknya tak ada bedanya dengan mesin yang
bergerak secara mekanistis. Bahkan lebih dari itu dianggap tak ada bedanya
dengan materi, ada pun jiwa bagaikan energi yang di keluarkan oleh batu bara.
Karena itu wajar bila manusia dan nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dihargai. Maka
datanglah kaum humanisme berupaya mengangkat harkat manusia, dengan
128
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
memandang bahwa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, pengetahuan ilmiah dan
kebebasan merupakan hal esensial yang membedakan manusia dengan selainnya.
Tetapi bila itu tolak ukurnya, lantas haruskah orang seperti Fira’un atau Jengis
Khan yang dapat melakukan apa saja terhadap bangsa-bangsa yang dijajahnya
dipandang mulia? Jika berilmu pengetahuan merupakan tolak ukurnya. Lantas,
apakah dengan demikian orang-orang seperti Einstein yang paling berilmu tinggi
abad 20 atau para sarjana-sarjana itu lebih mulia dari seorang Paus Yohanes Paulus
II, ibu Tereisa atau Mahadma Ghandi bagi umatnya masing-masing? Sungguh
semua itu termasuk ilmu pengetahuan – sepanjang peradaban kemanusiaan
manusia – tidak mampu mengubah dan memperbaiki watak jahat manusia untuk
kemudian mengangkatnya menjadi mulia. Lantas, apa sesunguhnya tolak ukur
kemanusian itu? Sungguh dari seluruh bentuk-bentuk konsepsi tentang manusia
yang ada di muka bumi tak satu pun yang dapat menandingi paradigma (tolak
ukur)nya serta tidak ada yang lebih representatif dalam memupuk psikologisnya
kearah yang lebih mulia dari apa yang ditawarkan Islam. Dalam konsepsi Islam,
Tuhan (Allah) dipandang sebagai sumber segala kesempurnaan dan kemulian.
Tempat bergantung (tolak ukur) segala sesuatu. Karena itu pula sebagaimana
diketahui dalam konsepsi Islam, manusia ideal (insan kamil) dipandang
merupakan manifestasi Tuhan termulia di muka bumi dan karenanya ditugaskan
sebagai wakil Tuhan yang dikenal sebagai khalifah/nabi atau rosul (QS.2:30).
Karena itu, ciri-ciri kemulian Tuhan tergambar/ termanifestasikan pada dirinya
(QS.33:21) sebagai contoh real yang terbaik (uswatun hasanah) dari
“gambaran/cerminan” Tuhan di muka bumi (QS.68:4). Dengan kata lain bahwa
karena Nabi merupakan representasi (contoh) Tuhan di muka bumi bagi manusia
dengan demikian nabi/rosul/khalifah sekaligus merupakan representasi yakni
insan kamil (manusia sempurna) dari seluruh kualitas kemanusiaan manusia.
Tetapi walaupun manusia dipandang sedemikian rupa dengan nabi sebagai
contohnya, pada saat yang sama, dalam konsepsi Islam manusia dapat saja jatuh
wujud kemulian menjadi sama bahkan lebih rendah dari binatang.
Dengan demikian keidentikan kepadanya (khalifah/nabi/rasul) merupakan tolak
ukur kemulian kemanusiaan manusia dan sebaliknya berkontradiksi dengannya
merupakan ukuran kebejatan dan dianggap sebagai syaitan (QS.6:112).
BAB V
Sebagai mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil Tuhan (QS. 2:30) manusia
berbeda dengan batu, tumbuhan maupun binatang. Batu ketika menggelinding
dari sebuah ketinggian bergerak berdasarkan tarikan gravitasi bumi tanpa ikhtiar
sedikitpun begitu pula halnya tumbuhan yang tumbuh hanya dibawah kondisi
129
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
tertetu atau sebagai mana binatang yang bertindak berdasarkan naluri alamiahnya.
Ketiga mahluk-mahluk ini bergerak atau bertindak tidak berdasarkan ikhtiari.
Namum bagi manusia, ia merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan pada
berbagai pilihan-pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan
kehendak yang berasal dari tuhan ia dapat berikhtiar (memilih) yang terbaik
diantara pilihan-pilihan tersebut. Tanpa ilmu tentang hal-hal ideal ataupun
keharusan - keharusan universal maka meniscayakan ketiadaan ikhtiar dan
begitupula ketiadaan kehendak atau keinginan maka iapun mungkin memilih,
orang gila (tidak berilmu) dan pingsan (takberkehendak) adalah bukti nyata
ketiadaan ikhtiar. Sementara, ketiadaan ikhtiar bukti ketiadaan kebebasan dan itu
memustahilkan terwujudnya kemerdekaan. Jadi ia merupakan mahluk berikhtiar
yang hanya dapat bermakna bila berhadapan diantara keharusan-keharusan
universal (takdir).
Keharusan - keharusan universal atau yang biasa disebut sebagai takdir takwini
ataupun takdir tasri’i baik yang bersifat defenitif (Dzati) maupun yang tidak
bersifat defenitif (Sifati) bukanlah berarti bahwa manusia sesungguhnya hanya
sebuah robot yang bergerak berdasarkan skenario yang telah dibuat Tuhan, tetapi
hendaklah dipahami bahwa takdir tidak lain sebagai sebuah prinsip akan
terbinanya sistem kausalitas umum (bahwa akibat mesti berasal dari sebab-sebab
khususnya, dimana rentetan kausalitas tersebut berakhir pada sebab dari segala
sebab yakni tuhan) atas dasar pengetahuan dan kehendak ilahi yang Maha Bijak.
Takdir Takwini (Ketetapan penciptaan) tiada lain merupakan prinsip kemestiaan
yang mengatasi sistem penciptaan alam dan takdir tasyrii (Ketetapan Syariaat)
merupakan prinsip kemestiaan yang mengatur sistem gerak individu maupun
masyarakat dari segi sosiologis dan spritual.
Memahami konsep takdir sebagai sebuah skenario yang telah ditetapkan oleh
tuhan meniscayakan ketiadaaan keadilan tuhan dan konsep pertanggungjawaban.
Sebaliknya bila takdir tidaklah dipahami sebagaimana yang telah didefenisikan
diatas (yakni takdir takwini sebagai sebuah sistem yang mengatur proses
penciptaan dan takdir tasyri’i sebagai ketapan yang mengatur kehidupan etik,
sosial dan spritual individu dan masyarakat). Maka itu berarti bahwa pada proses
kejadian fenomena alam, panas dapat membuat air menjadi beku dan sekaligus
mendidih. Berbuat baik akan mendapat surga dan sekaligus neraka, atau pujian
sekaligus cacian. Bila demikian adanya maka yang terjadi adalah disatu sisi akan
terjadi kehancuran pada alam, individu dan masyarakat, disisi lain memustahilkan
adanya pengetahuan pasti tentang menginginkan mendidih atau beku, surga atau
neraka dan karenanya pula meniscayakan mustahilnya ikhtiar.
Artinya ikhtiar itu menjadi berarti hanya bila pada realitas terdapat hukum-
hukum yang pasti (takdir) atau dengan kata lain ikhtiar pada awalnya berupa
potensial dan ia menjadi aktual bila terdapat adanya dan diketahuinya takdir
tersebut. Karena itu pula dapat dikatakan tanpa takdir tidak ada ikhtiar.
Sebaliknya ketiadaan potensi ikhtiar pada manusia meniscayakan takdir menjadi
tidak bermakna/berlaku. Bagi orang-orang gila dan yang belum baligh (bayi) tidak
130
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
dapat memanfaatkan hukum-hukum penciptaan untuk membuat suatu teknologi
apapun. Bagi mereka hukum-hukum syariat tak diberlakukan. Dengan demikian
takdir ilahi itu sendiri mengharuskan adanya iktiar bagi manusia agar dengan
begitu takdir-takdir pada alam dapat dipergunakan, dimanfaatkan atau secara
umum dapat dikatakan bahwa keadilan Ilahi sebagai keharusan universal itu
sendiri meniscayakan adanya ikhtiar dan takdir. Tanpa ikhtiar maka takdirpun
tidak bermanfaat dan tidak berlaku, sebaliknya tanpa takdir meniscayakan
ketiadaan ikhtiar pada manusia, tiada ikhtiar meniscayakan ketiadaan kebebasan
dan ketiadaan kebebasan memustahilkan terwujudnya kemerdekaan.
Kebebasan dan kemerdekaan tidaklah bermakna sama. Kemerdekaan tidak
dipredikatkan kepada binatang kecuali pada manusia tetapi sebaliknya manusia
dan binatang dapat dipredikatkan bebas atau mendapatkan kebebasan. Kebebasan
pada manusia mesti bukanlah sebagai tujuan akhir bagi manusia. Sebab bila
kebebasan merupakan sebagai tujuan akhir maka kebebasan menjadi deterministik
itu sendiri, dalam arti bahwa ia tidak lagi berbeda dengan sebuah ranting ditengah
lautan yang bergerak kekiri dan kekanan dikarenakan arus dan bukan berdasarkan
pilihannya. Kebebasan hanya merupakan syarat (mesti) awal dalam menggapai
cita-cita ideal (Kesempurnaan Tuhan) sebagai tujuan akhir dan inilah yang
dimaksud dengan kemerdekaan.
Kebebasan individu bukan berarti kebebasan mutlak yang mana kebebasannya
hanya dibatasi oleh kebebasan orang atau individu yang lain. Sebab defenisi
kebebasan itu tersebut adalah sistem etik yang hanya menguntungkan orang -
orang kuat dan mendeskreditkan orang-orang lemah. Ini karena bagi orang kuat
kebebasannya itu sendiri telah dapat membungkam orang-orang lemah, dengan
kata lain eksisten orang-orang lemah tidak memiliki daya untuk membatasi
kebebasan orang kuat. Sistem ini hanya berlaku bagi individu-individu yang sama-
sama memiliki kekuatan. Atau kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain
karena kebebasan orang lain tersebut lebih kuat.
Sesungguhnya kebebasan individu tidaklah demikian. Kebebasan individu berarti
bahwa secara sosial dalam interaksinya dengan orang lain ia tidak berada pada
posisi tertindas dan secara spiritual ia tidak berada dalam posisi menindas.
Kebebasan bukan berarti memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan dalam
melakukan apa saja tetapi dalam arti kemampuan untuk tidak memanfaatkan
kekuatan dan kekuasaan (menahan diri) untuk membalas menindas ketika ia
berada pada posisi memiliki kesempatan untuk itu, dan ini adalah satu pengertian
kemerdekaan manusia dan keharusan universal.
BAB VI
Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dan karenanya ia berbeda dengan
binatang adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai
131
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
makluk berjiwa individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah
dari jiwanya yang paling sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan
pada porsinya masing-masing secara terkait. Sebab yang pertama melahirkan
perbedaan dan yang kedua melahirkan kesatuan. Karena itu mencabut salah
satunya dari manusia itu berarti membunuh kemanusiaananya. Dengan kata lain
bahwa perbedaan-perbedaan (bukan pembedaan-pembedaan) yang terjadi di antara
setiap individu-individu (sebagai identitas dari jiwa individual) merupakan prinsip
kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan dinamikanya. Sebab bila sebuah
masyarakat, individu-individu haruslah memiliki kesamaan, maka ini berarti
dinamisasi, dalam arti, saling membutuhkan pastilah tak terjadi dan karenanya
makna masyarakat menjadi kehilangan konsep. Di sisi lain dengan adanya
perbedaan-perbedaan di antara para individu meniscayakan adanya saling
membutuhkan, memberi dan kenal-mengenal dan karena itu konsep kemanusiaan
memiliki makna.
Di sisi lain kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan
kecenderungan yang bersifat fitri. Ia tidak bedanya hubungan antara seorang laki-
laki dan perempuan yang berkeinginan secara fitri untuk membentuk sebuah
keluarga. Jadi Ia membentuk masyarakat karena adanya hubungan individu-
individu yang terkait secara fitrah dan alamiah untuk membentuk sebuah
komunitas besar. Bukan terbentuk berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana
beberapa individu berkumpul dikarenakan adanya serangan dari luar. Bukan juga
bedasarkan proses kesadaran sebagai langkah terbaik dalam memperlancarkan
keinginan bersama, sebagaimana sejumlah individu berkumpul dan sepakat
bekerja sama sebagai langkah terbaik dalam mencapai tujuannya masing-masing.
Karena itu masyarakat didefenisikan sebagai adanya kumpulan-kumpulan dari
beberapa individu-individu secara fitri maupun suka dan duka dalam mencapai
tujuan dan cita-cita bersama adalah membentuk apa yang kita sebut sebagai
masyarakat. Kumpulan dari sejumlah individu adalah “badan” masyarakat ada pun
kesepakatan atau tidak dalam mencapai cita-cita dan tujuan idealnya adalah
merupakan “jiwa” masyarakatnya. Karena itu selain bumi (daerah/tempat tinggal)
dan sistem sosial (ikatan psikologis antara individu-individu), individu merupakan
salah satu unsur terbentuknya sebuah masyarakat. Tanpa manusia (individu) maka
masyarakat pun tidak ada.
Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati, sebagaimana senyawa alamiah.
Yang disintesiskan di sini adalah jiwa, pikiran, cita-cita serta hasrat. Jadi yang
bersintesis adalah bersifat kebudayaan. Jadi, individu dan masyarakat memiliki
eksistensi (kemerdekaan) masing-masing dan memiliki kemampuan
mempengaruhi yang lain. Bukan kefisikan. Walaupun begitu eksistensi individu
dalam kaitannya terhadap masyarakat mendahului eksistensi masyarakat.
Memandang bahwa eksistensi masyarakat mendahului individu berarti kebebasan
dan kemanusiaannya telah dicabut dari manusia (individu) itu sendiri.
Walaupun manusia memiliki kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja
tidak teraktual secara sempurna dikarenakan adanya kekuatan lain dalam diri
manusia berupa hawa nafsu yang dapat saja merugikan orang lain dan diri sendiri.
132
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Sebab hawa nafsu ini mulai teraktual di kala interaksi antara individu dengan
individu lain dalam kaitannya dengan bumi (sumber harta benda). Bahkan
keserakahan ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih besar,
sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam
kehidupan manusia dan kelestarian alam. Dengan demikian, pertanggung-jawaban
ini bagi setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Ini karena,
pertanggung-jawaban individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua
dimensi, yaitu: si pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang disiapkan oleh pelaku (sebab
akhir). Apabila dalam perbuatan tersebut terdapat dimensi ketiga, yaitu sarana
atau peluang yang diberikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup
pengaruhnya (sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif.
Jadi Masyarakat adalah pihak yang memberikan landasan bagi tindakan kolektif
dan membentuk sebab material. Ini berarti, individu memiliki andil besar dalam
mengubah wajah bumi atau mengarahkan perjalanan sebuah masyarakat kearah
yang sempurna atau kehancuran.
Tidak ada jalan lain bahwa untuk menghadapi ancaman-ancaman ini, manusia
memerlukan adanya sebuah sistem sosial yang adil yang memiliki nilai sakralitas
dan kesucian dan berdasarkan tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa). Mengajarkan
sebuah pandangan dunia bahwa segala sesuatu milik Tuhan. Dihadapan Tuhan
tidak ada kepemilikan manusia, kecuali apa yang dititipkan dan diamanahkan
kepadanya untuk mengatur dan mendistribusikan secara adil. Kesadaran akan
sakralitas dan kesucian sistem tersebut memberikan implikasi kehambaan
terhadap Tuhan. Berdasarkan kesadaran dan pertimbangan seperti itu maka
interaksi antara individu dengan individu lainnya dalam hubungannya terhadap
alam akan berubah dari watak hubungan antara tuan/raja dan budak menjadi
hubungan antara hamba Tuhan dengan hamba Tuhan yang lain dengan
mengambil tugas dan peran masing-masing berdasarkan kapasitas-kapasitas yang
diberikan dalam menjaga, mengurus, mengembangkan, mengelola,
mendistribusikan dan lain-lain. Karena itu berdasarkan fitrah/ruh Allah seorang
manusia (individu) diciptakan dan ditugaskan sebagai khalifah/nabi/rosul (wakil/
utusan Tuhan) oleh Allah di muka bumi (QS.2:30) untuk memakmurkan bumi
dan membangun masyarakatnya untuk mewujudkan sistem sosial.
BAB VII
Keadilan menjadi sebuah konsep abstrak yang sering diartikan secara berbeda oleh
setiap orang utamanya mereka - mereka yang pernah mengalami suatu
ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menuntut secara tegas
perlu dilakukan redefenisi terhadap apa yang dimaksud dengan keadilan.
Bila keadilan diartikan sebagai tercipta suatu keseimbangan dan persamaan yang
proporsional maka pemecahan permasalahan keadilan sosial dan ekonomi hanya
133
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
dapat teratasi dengan menemukan jawaban terhadap sebab - sebab terjadinya
ketidak-adilan sosial dan ekonomi serta bagaimana agar dalam distribusi kekayaan
dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan
pengutuban, atau kelas dalam masyarakat.
Jelas terlihat dari problem yang dihadapi bahwa kasus keadilan sosial dan
ekonomi bukanlah merupakan wilayah garapan ilmu ilmiah (positif). Karena
masalah keadilan bukanlah fenomena empiris yang dapat diukur secara
kuantitatif. Namun ia merupakan konsep abstrak yang berkenaan dengan aspek
kebijakan-kebijakan praksis, karena itu ia merupakan garapan filosofis dan bersifat
ideologis. Itulah sebabnya mengapa dalam menjawab masalah diatas setiap orang
atau kelompok memiliki jawaban dan konsep yang berbeda sesuai dengan
ideologi, kandungan batinnya serta kapasitas pengetahuannya.
Kapitalisme sesuai dengan konsepnya tentang manusia yang berkenaan dengan
karakter dasar dan tujuan akhir manusia yaitu bahwa manusia pada dasarnya
bersifat baik dan lemah, cenderung meyakini bahwa penyebab terjadinya
diskriminasi serta tidak terjadinya distribusi kekayaan secara tidak adil
dikarenakan dipasungnya kebebasan individu oleh baik masyarakat, pemerintah,
individu lain disatu sisi dan di sisi lain tidak adanya aturan-aturan yang menjamin
kepentingan-kepentingan individu. Berdasarkan ini upaya menciptakan keadilan
sosial maupun ekonomi bisa terwujud hanya dengan cara memberikan kebebasan
secara mutlak, yakni kesempatan ekonomi yang seluas-luasnya kepada setiap
individu dimana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain,
meskipun kebebasan ini justru dapat menyebabkan perbedaan pendapatan dan
kekayaan individu (dengan asumsi bahwa orang menggunakan kebebasannya secara
sama dalam sistem kapitalis).
Sebaliknya sosialisme yang didasarkan pada konsepnya tentang manusia dan
pandangan hidupnya yang melihat bahwa penyebab terjadinya diskriminasi sosial
dan ekonomi sehingga terciptanya kelas - kelas dalam masyarakat dimana yang
satu semakin miskin dan yang lain semakin kaya dikarenakan adanya kekuatan
yang menghambat proses berubahnya kesadaran kolektif dari kesadaran
kepemilikan pribadi ke kepemilikan sosial (bersama). Karena itu untuk
menciptakan keadilan sosial dan ekonomi, maka tidak ada cara lain kecuali
diperlukan suatu sistem sosial yang berfungsi mengatur atau merawat dalam hal
menghilangkan kepemilikan pribadi atas alat - alat produksi ketempatnya yang
sebenarnya yaitu kepemilikan bersama (seluruh anggota masyarakat harus memiliki
pendapatan dan kekayaan yang sama) yang dalam hal ini diwakili oleh negara
dengan cara menasionalisasikan alat-alat produksi tersebut.
Adapun menurut Islam kepemilikan pribadi bukanlah penyebab terjadinya
malapetaka kemanusiaan sebagaimana yang disangka oleh kaum sosialis
komunisme. Bahkan sebaliknya kepemilikan pribadi yang semata-mata
materealistik justru penyebab proses kehancuran sistem kapitalis. Setiap konsep
keadilan akan menemui jalan buntu jika ia tak seiring dengan naluri dasar alamiah
manusia yaitu kepentingan individu atau apa yang sering disebut sebagai ego.
Itulah sebabnya mengapa ketika seluruh alat - alat produksi telah
134
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
dinasionalisasikan yang kemudian diamanahkan kepada negara yang notabene
adalah terdiri dari individu - individu sebagai pengelolahnya kemudian berubah
menjadi kapitalisme atau borjuis - borjuis baru yang diktator dan menganggap diri
mereka tuan (penguasa) bagi unit-unit yang mereka pimpin. Artinya adalah
penghapusan kepemilikan pribadi tidak dapat mengubah mentalitas manusia yang
punya kecenderungan egoistik.
Bagi Islam satu - satunya jalan yang dapat mengatasi masalah ketidak-adilan adalah
dengan memberikan jaminan pendapatan tetap, dengan kemungkinan
mendapatkan lebih banyak serta mengubah konsepsi manusia tentang manusia
dan pandangan hidupnya dari semata-mata bersifat materialistik kekesadaran
teologis dan ekskatologis, tanpa memasung atau bahkan mematikan naluri
alamiahnya.
Adalah suatu kemustahilan disatu sisi ketika kesadaran teologis dan ekskatologis
telah dimusnahkan dari pandangan dunia seseorang dan disisi lain dengan
menghilangkan kepemilikan atau kepemilikan pribadinya kemudian serta merta ia
berubah dari individualis menjadi seorang pribadi yang sosialis (bukan sosialisme).
Menurut Islam, ego (kepentingan pribadi) merupakan suatu kekuatan yang
diletakkan oleh Allah dalam diri manusia sebagai pendorong. Kekuatan ini dapat
mendorong manusia untuk melakukan hal yang diskriminatif, serakah dan
merusak tetapi ia juga dapat mendorong manusia untuk mencapai kualitas
spiritual yang paripurna (insan kamil). Karena itu Islam tidak datang untuk
membunuh ego dengan seluruh kepentingannya, namun ia datang untuk
memupuk, membina dan mengarahkannya secara spiritual dengan suatu kesadaran
teologis (TAUHID) dan Ekskatologis (MAAD).
Bagi Islam penyebab terjadinya ketidakadilan sosial dan ekonomi atau dengan kata
lain penyebab terjadinya kelas-kelas dalam masyarakat disebabkan oleh tidak
adanya kesadaran tauhid. Hal ini dapat dilihat ketika al-Qur’an menceritakan
mental Fir’aun yang sewenang-wenang sehingga disatu sisi sebagai penyebab
terjadinya kelas-kelas (penduduk terpecah-belah), (QS.28:4) dengan menobatkan
dirinya menjadi Tuhan (QS.28:38-39), karena itu untuk kepentingan mengatasi hai
ini Islam mengajarkan untuk merealisasikan suatu konsep yaitu sebagaimana
dikatakan dalam Al- Quran yang artinya: ....tidak kita sembah Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah (QS.3:64).
Adapun di sisi lain penyebab terjadinya ketidak-adilan ekonomi (yang miskin
semakin miskin dan sebaliknya) disebabkan tidak berjalannya sistem tauhid
(pelaksanaan syariat) karena itu kata al-Qur’an menegaskan sekiranya mereka
sungguh-sungguh menjalankan (hukum) taurat, Injil, dan apa yang diturunkan
kepada mereka dari tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan
dari langit atas mereka dan dari bawah kaki mereka (QS.5:66) atau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS.7:96) atau bahwasannya jikalau
mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (Agama Islam; melarang praktek riba,
135
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
serta menganjurkan atau bahkan mewajibkan khumus, Jis’ah, sedekah, infak,
zakat dll.), niscaya benar-benar kami akan memberikan minuman kepada mereka
air yang segar (rezki yang banyak, QS.72:16).
Artinya menurut Islam bahwa prinsip dari hubungan khusus antara bertindak
sesuai dengan perintah-peritah Tuhan di satu sisi dengan kemakmuran disisi lain
atau dalam bahasa modernnya, hubungan antara distribusi yang adil dengan
peningkatan produksi, yakni bahwa tidak akan terjadi kekurangan produksi dan
kemiskinan bila distribusi yang adil dilaksanakan. Dengan kata lain distribusi
yang adil akan mendongkrak kekayaan dan meningkatkan kemakmuran sebagai
bukti “berkat dari langit dan bumi” telah tercurahkan.
Dengan perspektif yang demikian inilah selanjutnya akan melahirkan kesadaran
kemanusiaan yang tinggi sebagai bentuk manifestasi dari pengabdian serta
kecintaan kita kepada Allah SWT.
Disamping itu, guna menegakkan nilai keadilan sosial dan ekonomi dalam tataran
praktis diperlukan kecakapan yang cukup. Orang-orang yang memiliki kualitas
inilah yang layak memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan
keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka
waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat
kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Lebih jauh lagi, negara dan pemerintah sebagai bentuk yang terkandung
didalamnya adalah untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan, baik berupa
keadilan sosial maupun keadilan ekonomi. Dan hanya setelah terpenuhinya pra-
syarat inilah negara ideal sebagai dicita-citakan bersama (baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur) dapat diwujudkan.
Tidak diragukan lagi dari kajian yang konprehensif dan holistik dapat mengantar
kita pada satu kebenaran rasional ideologi (syariat) Islam yang telah mengajarkan
akan persaudaraan, keadilan dan kesamaan hak untuk diamalkan oleh setiap kaum
muslimin khususnya, sampai kepada sektor-sektor produksi sosio-ekonomi dan
pembagian kekayaan. Atau hukum-hukum yang lebih bersifat spesifik
menyangkut hal-hal yang memerlukan rincian, seperti pemanfaatan lahan
pertanian, penggalian mineral, sewa-menyewa, bunga, zakat, khumus (yakni
mengeluarkan 20-30% dari keuntungan bersih) dan pembelanjaan umum dan lain
sebagainya yang dikelola langsung oleh negara, atau lembaga sosial di bawah
kontrol masyarakat dan negara yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan.
Keadilan menjadi sebuah konsep abstrak yang sering diartikan secara berbeda oleh
setiap orang utamanya mereka - mereka yang pernah mengalami suatu
ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menuntut secara tegas
perlu dilakukan redefenisi terhadap apa yang dimaksud dengan keadilan.
Bila keadilan diartikan sebagai tercipta suatu keseimbangan dan persamaan yang
proporsional maka pemecahan permasalahan keadilan sosial dan ekonomi hanya
dapat teratasi dengan menemukan jawaban terhadap sebab - sebab terjadinya
ketidak-adilan sosial dan ekonomi serta bagaimana agar dalam distribusi kekayaan
136
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan
pengutuban, atau kelas dalam masyarakat.
Jelas terlihat dari problem yang dihadapi bahwa kasus keadilan sosial dan
ekonomi bukanlah merupakan wilayah garapan ilmu ilmiah (positif). Karena
masalah keadilan bukanlah fenomena empiris yang dapat diukur secara
kuantitatif. Namun ia merupakan konsep abstrak yang berkenaan dengan aspek
kebijakan-kebijakan praksis, karena itu ia merupakan garapan filosofis dan bersifat
ideologis. Itulah sebabnya mengapa dalam menjawab masalah diatas setiap orang
atau kelompok memiliki jawaban dan konsep yang berbeda sesuai dengan
ideologi, kandungan batinnya serta kapasitas pengetahuannya.
Kapitalisme sesuai dengan konsepnya tentang manusia yang berkenaan dengan
karakter dasar dan tujuan akhir manusia yaitu bahwa manusia pada dasarnya
bersifat baik dan lemah, cenderung meyakini bahwa penyebab terjadinya
diskriminasi serta tidak terjadinya distribusi kekayaan secara tidak adil
dikarenakan dipasungnya kebebasan individu oleh baik masyarakat, pemerintah,
individu lain disatu sisi dan di sisi lain tidak adanya aturan-aturan yang menjamin
kepentingan-kepentingan individu. Berdasarkan ini upaya menciptakan keadilan
sosial maupun ekonomi bisa terwujud hanya dengan cara memberikan kebebasan
secara mutlak, yakni kesempatan ekonomi yang seluas-luasnya kepada setiap
individu dimana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain,
meskipun kebebasan ini justru dapat menyebabkan perbedaan pendapatan dan
kekayaan individu (dengan asumsi bahwa orang menggunakan kebebasannya secara
sama dalam sistem kapitalis).
Sebaliknya sosialisme yang didasarkan pada konsepnya tentang manusia dan
pandangan hidupnya yang melihat bahwa penyebab terjadinya diskriminasi sosial
dan ekonomi sehingga terciptanya kelas - kelas dalam masyarakat dimana yang
satu semakin miskin dan yang lain semakin kaya dikarenakan adanya kekuatan
yang menghambat proses berubahnya kesadaran kolektif dari kesadaran
kepemilikan pribadi ke kepemilikan sosial (bersama). Karena itu untuk
menciptakan keadilan sosial dan ekonomi, maka tidak ada cara lain kecuali
diperlukan suatu sistem sosial yang berfungsi mengatur atau merawat dalam hal
menghilangkan kepemilikan pribadi atas alat - alat produksi ketempatnya yang
sebenarnya yaitu kepemilikan bersama (seluruh anggota masyarakat harus memiliki
pendapatan dan kekayaan yang sama) yang dalam hal ini diwakili oleh negara
dengan cara menasionalisasikan alat-alat produksi tersebut.
BAB VIII
SAINS ISLAM
138
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Namun pendekatan yang mesti dilakukan adalah dengan membuat klasifikasi ilmu
pengetahuan dengan menetapkan status dan basis ontologinya, sebab ia
merupakan basis bagi sebuah epistimologi. Perbedaan dalam menetapkan status
ontologis meniscayakan perbedaan pada status epistimologi berikut
metodologinya. Perbedaan ini dapat terlihat pada epistimologi modern dengan
epistimologi yang telah dicanangkan oleh para filosof muslim yang telah
ditinggalkan oleh mayoritas kaum muslim itu sendiri.
Epistimologi barat berbasis pada status ontologi materealistik dan menolak adanya
realitas (ontologi) metafisis. Epistimologi ini hanya memusatkan perhatiannya
pada objek fisik.
Adapun sains Islam bukan hanya berbasis kepada status ontologis alam materi
(objek-objek fisika) tetapi lebih dari itu ia tetapkan pula bahwa selain status
ontologi alam materi terdapat pula objek ontologi alam mitsal (objek-objek
matematika) dan objek ontologi alam akal (objek-objek metafisika).
Berdasarkan klasifikasi sains seperti ini, sains Islam menawarkan beberapa
metodologi ilmiahnya sesuai dengan status ontologinya, yaitu; intuisi dan
penyatuan jiwa (metode kaum irfan), untuk mengetahui objek-objek non-materi
murni atau objek-objek metafisika dengan cara langsung, deduksi rasional untuk
mengetahui objek metafisika secara tidak langsung maupun objek-objek
matematika dan Induksi (Observasi dan eksperimen) untuk mengetahui objek-
objek fisika.
Sains metafisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya bersifat
non-materi murni yang tidak dipengaruhi oleh materi dan gerak. Seperti Teologi,
Kosmologi, dan Ekskatologi.
Sains matematika mengkaji objek-objek atau wujud yang meskipun bersifat non-
material namun berhubungan dengan materi dan gerak. Seperti aritmatika,
geometri, optika, astronomi, astrologi, musik, ilmu tentang gaya, keteknikan dan
lain sebagainya.
Sains fisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya terkait dengan
materi dan gerak. Seperti unsur-unsur (atom-atom), mineral, tumbuh-tumbuhan,
binatang dan manusia (secara fisik).
Dalam klasifikasi sains Islam karena status objek-objek metafisika merupakan
realitas ontologis yang berada dipuncak (yang paling tertinggi) yang menjadi sebab
segala sesuatu dibawahnya, dimana objek-objek fisika merupakan objek realitas
terbawah dan terendah dari hirarki objek ontologi, maka secara berturut-turut
sains metafisika merupakan sains tertinggi dan sains fisika merupakan sains
terendah setelah sains matematika.
139
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
RUJUKAN AL - QUR’AN
142
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PROGRAM KERJA NASIONAL
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
A. Pengantar
B. Pengertian
143
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Program Kerja Nasional (PKN) berfungsi sebagai pedoman bagi
penyusunan program kerja seluruh struktur HMI dan merupakan
inspirasi seluruh anggota HMI.
c. Program Kerja Nasional (PKN) terdiri dari program jangka panjang
yang ditinjau paling cepat empat tahun sekali dan jangka pendek yang
ditinjau tiap dua tahun sekali.
D. Landasan
E. Modal Dasar
Modal dasar Program Kerja Nasional adalah potensi yang dimiliki HMI yaitu
:
a. Ide dasar kelahiran HMI
Pertama mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi
harkat dan martabat Rakyat Indonesia; Kedua, menegakkan dan
mengembangkan Syiar Islam.
b. Status dan kedudukan HMI yang dijamin oleh pasal 28 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Modal rohaniah (iman, spiritual) dan mental, yaitu ajaran Islam yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan pedoman bagi
kader HMI dalam berpikir, bersikap dan berperilaku dalam
melaksanakan aktivitasnya.
d. Potensi dalam tubuh HMI, yaitu ke-kaderan anggota HMI dari berbagai
disiplin ilmu, segenap perangkat organisasi serta budaya organisasi yang
telah ditanamkan sejak kelahirannya.
e. Potensi alumni HMI yang tersebar di berbagai sektor masyarakat.
144
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
F. Medan Berkiprah dan Pengabdian
BAB II
PROGRAM JANGKA PANJANG
A. Pengertian
145
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
• Peningkatan pengembangan intelektualitas dan profesionalitas kader.
• Peningkatan dan pengembangan peran kritis HMI dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
• Peningkatan peran dan partisipasi HMI dalam menegakkan nilai-nilai
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
• Mengawal dan memandu jalannya reformasi bangsa Indonesia.
• Peningkatan dan pengembangan peran kritis HMI-Wati.
• Peningkatan dan pengembangan responsibilitas terhadap dinamika
internasional.
2. Pengembangan bidang-bidang lainnya dilaksanakan selaras dengan hasil-
hasil yang dicapai didalam bidang di atas. Sebaliknya peningkatan yang
dicapai diatas akan merupakan pendorong utama bagi perkembangan
bidang-bidang yang lain.
3. Dalam pelaksanaan Program Jangka Panjang HMI harus senantiasa
mengacu pada nilai-nilai ajaran agama Islam dan hakekat organisasi
sehingga dua faktor ini menjadi kerangka dasar dalam menentukan
langkah-langkah organisasi.
4. Sasaran utama Program Jangka Panjang adalah mewujudkan kehidupan
organisasi yang berkualitas dan mandiri sehingga partisipasi dalam
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan
makmur yang diridhoi Allah SWT, serta turut menjaga eksistensi bangsa
ditengah interaksi bangsa-bangsa di dunia.
5. Untuk mencapai tujuan Program Jangka Panjang perlu ditetapkan
pejabaran yang dilakukan secara terpadu, teratur, terencana dan
konsisten, meliputi :
• Tahap I : Dititik beratkan pada peningkatan implementasi ajaran
Islam bagi anggota; peningkatan sistem dan pelaksanaan
pembinaan anggota; restrukturisasi HMI dan
peningkatan kualitas aparat organisasi; peningkatkan
intelektualitas dan profesional kader dan peningkatan
keberadaan HMI di dunia perguruan tinggi (khususnya
kampus excellent), kemahasiswaan dan kepemudaan; dan
peningkatan peran kritis HMI-Wati.
• Tahap II : Dititik beratkan pada aspek peningkatan dan
pengembangan peran kritis HMI dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; peningkatan
peran dan partisipasi HMI dalam menegakkan nilai-nilai
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM); serta
mengawal dan memandu jalannya reformasi bangsa
Indonesia.
• Tahap III : Dititik beratkan pada penempatan dan pengembangan
semua bidang dalam proses aktualisasi organisasi dalam
penigkatan daya saing bangsa (national competence)
ditengah dinamika internasional.
146
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
BAB III
PROGRAM JANGKA PENDEK
A. Pengertian
D. Program Bidang
1. Program Kerja Bidang Intern
1. 1. Bidang Pembinaan Anggota
a. Konsolidasi pelaksanaan Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya tahun
2000 yang telah disahkan Kongres XXIII dan XXIV.
b. Sosialisasi materi terurai Latihan Kader (LK) I dan membuat materi
terurai untuk Latihan Kader (LK) II dan Latihan Kader (LK) III.
c. Membuat LK I, LK II, dan LK III percontohan dengan memanfaatkan
media audio visul dan disosialisasikan kepada seluruh tingkat struktur
HMI sebagai upaya standarisasi kualitas Latihan Kader di HMI secara
nasional.
d. Restrukturisasi Lembaga Pengelola Latihan menjadi Badan Pengelola
Latihan.
e. Menyusun Silabus dan menyelenggarakan Pusat Pendidikan dan
Latihan (Pusdiklat).
147
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
f. Menertibkan pelaksanaan pelatihan dan pembinaan anggota di semua
jenjang.
g. Inovasi dalam masifikasi penghayatan Islam versi HMI (NDP) kepada
anggota.
h. Menyusun silabus pembinaan atau follow up LK I dan LK II.
i. Bekerjasama dengan bidang terkait untuk menyusun data base anggota
HMI secara modern.
1. 3. Bidang Kesekretariatan
a. Menyempurnakan pedoman administrasi kesekretariatan yang relevan
dengan tuntutan dan perkembangan internal dan eksternal organisasi
b. Mengusahakan tersedianya sekretariat/kantor HMI yang permanen
dan representatif di setiap Wilayah dan Cabang.
c. Melaksanakan aktivitas yang mendorong terwujudnya kesekretariatan
sebagai pusat dokumentasi dan informasi organisasi.
d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan pengelolaan
kesekretariatan melalui Up-Grading Kesekretariatan.
e. Melengkapi sarana dan pra sarana kesekretariatan dalam rangka
modernisasi organisasi.
f. Membuat website HMI yang terintegrasi sebagai representasi
keberadaan dan aktivitas HMI di dunia maya.
149
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
e. Mengupayakan adanya forum dialog lintas agama dan budaya.
f. Melakukan kajian terhadap perkembangan pemahaman pemikiran
Islam.
151
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
yang ada. Dengan demkian pelaksanan program kerja senantiasa realistis dan
relevan serta dapat dicapai dengan hasil optimal.
152
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
REKOMENDASI KONGRES XXV
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
REKOMENDASI EKTERNAL
S
ebagai Wujud dan tanggung jawab Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
terhadap persoalan-persoalan yang tengah kita hadapi dewasa ini, maka
disusunlah Rekomendasi Ekternal ini dalam Kongres HMI. Rekomendasi ini
disamping inventarisasi masalah dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara yang menjadi concern HMI juga dicoba untuk diketengahkan
sebagai solusi atau penyelesaian atas masalah yang sedang melanda bangsa ini.
Dengan demikian diharapkan kehidupan berbangsa dan bernegara kita kedepan
akan semakin baik, berkualitas dan demokratis. Fokus persoalan dalam
rekomendasi ini semoga manjadi perhatian pihak-pihak yang berkompeten untuk
ditindak lanjuti.
Adapun rincian problematika bangsa yang terangkum dalam rekomendasi
Ekternal Kongres HMI kali ini meliputi hal-hal sebagi berikut :
I. BIDANG EKONOMI
155
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
f) Tingkat kesejahteraan karyawan, mengusahakan peningkatan
kesejahteraan kenyataan dengan mensinergiskan antara Upah
Minimum Regional (UMR) dan Kadar Hidup Minimal (KHM).
1. Pemerintah harus secepatnya menyelesaikan utang luar negeri
dan menolak setiap jenis utang luar negeri yang baru.
2. Pemerintah harus menghentikan privatisasi BUMN.
3. Pemberdayaan ekonomi syariah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umat.
4. Percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia wilayah timur.
5. Percepatan pengembalian aset-aset negara.
6. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan Nasional.
3. Pemerintah harus secepatnya menyelesaikan utang luar negeri dan
menolak setiap jenis utang luar negeri yang baru serta melakukan
moratorium utang luar negeri yang telah jatuh tempo.
4. Pemerintah harus menetapkan mekanisme kontrol/pengawasan dan
sistem audit BUMN.
5. Mendorong pemerintah membuka peran publik dalam pengambilan
kebijakan ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
6. Pemberdayaan ekonomi syariah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umat.
7. Percepatan pembangunan ekonomi di daerah tertinggal, daerah pasca
konflik dan bencana alam serta daerah perbatasan khususnya wilayah
timur.
8. Percepatan pengembalian aset-aset negara.
9. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan secara nasional.
10. Menggagas pemisahan antara pusat pemerintahan dengan pusat
perekonomian.
11. Membantu mempercepat proses pemekaran daerah-daerah yang memiliki
potensi pembangunan ekonomi yang cukup besar, dengan
memperhatikan aspek sosial, politik dan budaya.
12. Pemberdayaan kembali undang-undang zakat nasional untuk mengurangi
angka kemiskinan; Reformulasi zakat profesi untuk meningkatkan
perekonomian.
1. Sistem Pendidikan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengamanatkan
Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
156
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Fungsi pendidikan sebagaimana UU SISDIKNAS yang diundangkan pada
tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Namun demikian pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang
belum mampu menikmati pendidikan secara adil dan merata.
Berpijak dari itu, pemerintah sudah selayaknya dan sewajarnya membuat
kebijakan di sektor pendidikan di mana masyarakat dapat menikmati
pendidikan secara adil, merata, dan murah.
Pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif untuk menjamin
terlaksananya undang-undang sisdiknas dengan mengarah pada sistem
yang adil, merata dan murah.
158
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
c. RUU kepemudaan yang bersifat mengebiri kebebasan organisasi,
kepemudaan sebagai fungsi kontrol sosial.
160
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Dalam penyelesaian masalah Aceh, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
meminta pemerintah untuk memperhatikan kembali Rekomendasi Pansus
Aceh DPR yang berisi 10 butir. Masih banyak substansi yang belum
dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu substansi yang telah dilaksanakan
adalah memberikan Otonomi khusus kepada DI Aceh melalui UU Nomor
18 Tahun 2001. Kekhususan yang diatur dalam undang-undang tersebut
tidak saja menyangkut masalah pemerintahan, melainkan juga mengenai
pemberlakukan syariat Islam dan pembagian keuangan secara khusus,
diluar ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 (sekarang
UU Nomor 34 Tahun 2004). Yang menjadi masalah adalah pelaksanaan
dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, khususnya mengenai realisasi
dari pembagian keuangan.
Sementara perkembangan baru dalam penanganan masalah Papua adalah
keluarnya Inpres Nomor 1 tahun 2003 yang ditolak oleh masyarakat
Papua. Pada saat rakyat dan Pemerintah Daerah Papua sedang
berkonsentrasi untuk melaksanakan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, tiba-tiba Pemerintah Pusat
mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 tentang pelaksanaan UU
Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pemekaran Propinsi Irian Jaya Menjadi 3
(tiga) Provinsi. Hal ini merupakan sikap inkonsistensi dari Pemerintah
Pusat dalam melaksanakan otonomi khusus bagi Papua. Semestinya
Pemerintah Pusat secepatnya mengeluarkan peraturan pemerintah untuk
melaksanakan UU Nomor 21 tahun 2001, khususnya mengenai
pembentukan Majelis Rakyat Papua. Akan tetapi yang dilakukan justru
menghidupkan kembali UU Nomor 45 Tahun 1999 yang pernah ditolak
oleh rakyat Irian Jaya.
Secara Yuridis Inpres Nomor 1 Tahun 2003 bertentangan dengan TAP
MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN, yang didalamnya
mengamanatkan tentang pembentukan daerah otonomi khusus bagi Irian
jaya, TAP MPR Nomor VIII/MPR/2000 jo TAP MPR Nomor
X/MPR/2001 jo TAP MPR Nomor V/MPR/2002 mengenai penugasan
kepada Presiden untuk membentuk dan mengimplementasikan Otonomi
Khusus bagi Papua serta tidak sejalan dengan UU Nomor 22 tahun 1999
dan UU Nomor 21 Tahun 2001. Dan secara politis Inpres Nomor 1 tahun
2003 tidak mempunyai legitimasi karena mendapatkan perlawanan dan
penolakan dari masyarakat. Perkembangan yang tidak menggembirakan
tersebut perlu segera diakhiri agar tidak menimbulkan keresahan dan
ketidakpastian di tengah-tengah masyarakat Papua.
Untuk Wilayah Aceh ; terdapat dua hal yang perlu diperhatikan antara
lain :
161
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
a. Diperlukan adanya penegakan supermasi hukum dan hak Asasi
manusia.
b. Penanganan Masalah pengungsian harus dipercepat penyelesainya.
Untuk wilayah Papua:
1. Mempercepat keluarnya PP tentang MRP (Majelis Rakyat
Papua)
2. Membuka ruang dialog nasional antara masyarakat Papua
dengan Pemerintah Indonesia.
Untuk Wilayah NTT:
Pencabutan Siaga Lima yang dirasakan sangat merugikan masyarakat
dengan adanya pelanggaran – pelanggaran terhadap Hak Azasi manusia
seperti : pemeriksaan terhadap perempuan .
Sementara Papua yang merupakan wilayah yang sarat dengan muatan
politik baik sebelum otonomi khusus maupun setelah adanya otonomi
khusus. Bahwasannya segala bentuk aktivitas pemerintah daerah ternyata
masih saja tidak mendapatkan kepercayaan yang penuh sehingga tanpa
disadari rakyat papua telah disetir oleh pusat dengan berbagai bentuk
akar konflik bagi rakyat Papua.
Dengan adanya berbagai bentuk akar konflik yang dilakukan oleh
sekelompok orang untuk mengacaukan otonomi khusus maka adalah
wajar untuk menyiapkan perangkat/instrumen pendukung
menegakkan keadilan di tanah papua :
1. Terkait dengan berbagai kasus pelanggaran HAM yang menjadi
sorotan di tanah Papua maka perlu diadakan segera peradilan
HAM di Papua.
2. Menyelesaikan berbagai kasus HAM yang telah terjadi dan
menyikapi permasalahan yang kemungkinan mucul kembali.
3. Untuk pemerintah pusat maupun pihak independen agar segera
melakukan pengkajian penyalahgunaan dana otonomi khusus di
Papua sebagai upaya pemberantasan KKN.
1. Supremasi Hukum
2. Pemberantasan Korupsi
163
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
diri sendiri, keluarga, teman, atau kelompoknya. Kondisi yang sudah
buruk ini, semakin diperburuk lagi dengan lemahnya penegakan hukum
di negeri ini. Artinya, korupsi dibiarkan tumbuh dan terus berkembang
oleh aparat penegak hukum yang memang tidak mau bekerja dengan
baik.
Di tengah lesunya pemberantasan korupsi di negeri ini, ada secercah
harapan dengan akan hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi memang sudah lama
diharapkan masyarakat. Ini tiada lain, karena lembaga pemerintah yang
menangani perkara tindak pidana korupsi (kejaksaan dan kepolisian)
belum berfungsi secara efisien dan efektif. Tegasnya, pemberantasan
korupsi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Karena itu, pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara
profesional, intensif, dan berkesinambungan mengingat perbuatan
korupsi telah menggerogoti keuangan dan perekonomian negara.
Bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kelak akan menjadi
superbody dalam pemberantasan korupsi, hal demikian memang yang
kita harapkan. Apalagi melihat tugas dan kewenangan yang dimiliki
komisi tersebut. Komisi ini dapat mengambil alih tugas penyidik dan
penuntut umum kejaksaan, baik dalam penyidikan, penyelidikan, dan
penuntutan. Bahkan sejalan dengan pembentukan komisi, pemerintah
juga membentuk peradilan khusus korupsi.
Di atas gambaran dan usaha-usaha yang akan dilakukan dalam
pemberantasan korupsi, setelah mencermati berbagai kasus di beberapa
negara dalam memberantas korupsi, kami berkesimpulan bahwa faktor
utama untuk memberantas korupsi adalah kehadiran pemimpin yang
memiliki tekad kuat untuk memerangi korupsi. Pemimpin tersebut
harus berada mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Pengalaman Cina
dalam memberantas korupsi di mana pejabat-pejabat yang terbukti
korup di hukum mati nampaknya layak dicontoh dan diterapkan di
Indonesia.
Kondisi ini menjelaskan bahwa, perjuangan perbaikan bangsa perlu
political will peminpin disatu sisi dan sistem disisi yang lain, hal ini
terlihat dari berbedanya kondisi hari ini dan kemarin-zaman Megawati-
padahal perangkat dan orang-orang hukumnya belum berubah. Meski
harus kita akui bahwa kondisi pemberantasan korupsi hari ini belum
seideal yang diharapkan, seperti banyak dikritisi, masih ada kesan tebang
pilih pengungkapan kasus hanya berlaku pada orang-orang yang berbeda
sikap politik dengan penguasa hari ini, belum terlihat orang yang dekat
dengan penguasa ditangkap dan diadili, karena disekitar penguasa juga ada
orang-orang yang selama ini dikenal bermasalah dengan status
hukumnya.
164
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Apabila dalam kenyataanya didapati tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh WNI (tanpa pandang bulu) dengan mengingat pada status,
kedudukan tertentu, maka harus ditindak tegas dengan hukuman
setimpal dengan perbuatanya.
3.a. Adanya kajian-kajian mendalam yang Islami serta uji publik yang luas
tetang beberapa pasal KUHP mengenai : Dukun santet, kumpul kebo
dan teroris.
b. PB HMI terpilih diharapkan dapat membuat draf perjuangan sebagai
acuan perubahan KUHP yang sesuai dengan Islam, minimal satu
kepengurusan dan disampaikan pada pihak –pihak yang berkompeten
secara eksternal serta ke BADKO-BADKO diseluruh wilayah Indonesia
secara internal.
Peneliti komunikasi massa berpendapat bahwa acara televisi yang ada kini
umumnya menghasilkan tayangan berselera rendah yang semata-mata
mengikuti pasar.
Sebagaimana kita saksikan, tayangan-tayangan media televisi acap menyajikan
isi ragam acara yang menyangkut mass culture seperti program-program
seputar gosip, mistis, kekerasan dan pornografi. Bahkan program-program
tersebut ditayangkan pada prime time.
Sebagai bangsa yang religius, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) amat prihatin
terhadap dunia pertelevisian kita itu. Berkaca dari itu, yang segera dan
mendesak untuk dilakukan antara lain :
a. Perlunya kehadiran lembaga independen dan kredibel, seperti Television
Watch (pemantau televisi) yang terus menerus mengamati acara televisi.
Lembaga itu nantinya merupakan `penyambung lidah' antara pihak media
televisi dan pemirsa. Saran dan rekomendasi dari television watch itu
menjadi masukan dan catatan pengelola media televisi tentang tayangan-
tayangan apa yang menjadi keberatan dan keprihatinan pemirsa.
b. RUU Pornografi yang kini akan dibahas DPR-RI hendaknya secara tegas
mengatur batasan-batasan tayangan televisi yang mengarah pada
pornografi.
c. Pengelola televisi hendaknya lebih mendahulukan tanyangan-tayangan
yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, baik itu agama maupun nilai-nilai
rasional.
165
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
d. Televisi sebagai media sangat efektif dalam mempengaruhi masyarakat yang
bisa masuk keruang-ruang paling privacy tiap individu masyarakat,
hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat,
bukan malah mengikuti culture pop-nya saja, selain itu televisi juga bisa
menjadi media efektif dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai
nasionalisme dalam diri rakyat Indonesia dengan cara menampilkan
tayangan-tayangan yang menampilkan nilai dan karakter orang Indonesia,
jangan sampai ungkapan’’lebih mudah mencari film Hollywood,
Bollywood dan Hongkong dari pada film Si Pitung’’menjadi nyata adanya.
2. Lingkungan Hidup
167
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
REKOMENDASI INTERNAL
168
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PENJELASAN RANGKAP ANGGOTA/JABATAN DAN
SANKSI ANGGOTA
I. PENDAHULUAN
Untuk itu adanya penjelasan mengenai hal ini, khususnya apa yang telah
digariskan pada pasal 10 ART HMI tentang keanggotaan dan rangkap jabatan.
169
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
c. Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat (b) diatas, diatur
dalam ketentuan tersendiri.
d. Anggota HMI yang mempunyai kedudukan pada organisasi lain di luar
HMI, harus menyesuaikan tindakannya dengan AD, ART dan
ketentuan-ketentuan organisasi lainnya.
1. Pengertian Rangkap Anggota
2.1 Yang dimaksud dengan rangkap jabatan adalah anggota HMI yang
sedang menduduki suatu jabatan struktural kepengurusan pada
organisasi lain.
2.2 Jabatan yang dimaksud (2.1) diatas adalah jabatan struktural,
bukan jabatan fungsional dan dengan memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Jabatan struktural adalah
jabatan yang bersifat struktural (hierarchi) seperti; Pengurus
Komisariat, Pengurus Cabang, Pengurus Besar dan semacam
Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I
(DPD Tingkat Provinsi), Dewan Pimpinan Cabang dan
semacamnya (OKP atau Organisasi Partai Politik). Jabatan
fungsional adalah jabatan tanpa hierarchi vertikal seperti jabatan
profesi, jabatan ex officio jabatan yang secara otomatis dimiliki
karena jabatan tertentu, dengan memperhatikan pertimbangan-
pertimbangan organisatoris. Seperti Ketua Senat/ Presiden
Mahasiswa, Ketua lembaga penelitian, dan lain-lain.
2.3 Anggota HMI yang tidak menduduki suatu jabatan di struktur
kepengurusan / kepemimpinan organisasi atau anggota HMI yang
tidak menduduki suatu jabatan di struktur kepengurusan HMI
170
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
(bukan Pengurus HMI) tetapi menduduki suatu jabatan di
struktur/kepemimpinan organisasi atau bdan-badan lain diluar
HMI tidak termasuk kategori rangkap jabatan.
2.4 Demikian pula sebaliknya pengurus HMI yang menjadi anggota
(bukan pengurus organisasi atau badan-badan lain diluar HMI).
171
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
2. Sanksi Rangkap Jabatan
3. Akibat Skorsing
IV. PENUTUP
173
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PENJELASAN SANKSI ANGGOTA
A. SANKSI
1. Sanksi Anggota
1.1. Sanksi adalah bentuk hukuman sebagai bagian proses pembinaan yang
diberikan organisasi kepada anggota yang melalaikan tugas, melanggar
ketentuan organisasi, merugikan atau mencemarkan nama baik
organisasi, dan/atau melakukan tindakan kriminal dan tindakan melawan
hukum lainnya.
B. PEMBELAAN DIRI
1. Ketentuan Umum
a. Anggota yang dikenakan skorsing/pemecatan diberikan kesempatan
membela diri dalam Konferensi Cabang/Kongres.
174
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
b. Apabila yang bersangkutan tidak menerima keputusan
KONFERCAB, maka dapat mengajukan/meminta banding dalam
Kongres sebagai pembelaan terakhir.
175
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
d. Mengambil keputusan secara adil dan jujur tanpa dipengaruhi oleh
siapapun kecuali tunduk kepada AD, ART, pedoman organisasi dan
peraturan lainnya, disertai tanggung jawab kepada Allah SWT.
6. Keputusan
a. Keputusan komisi khusus disyahkan oleh Konferensi
Cabang/Kongres dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah
peserta Konferensi Cabang/Kongres.
b. Apabila keputusan komisi khusus Konferensi Cabang tidak tercapai
maka persoalan tersebut dibawa ke Kongres melalui Pengurus Besar
untuk naik banding dengan disertai rekomendasi Cabang.
C. PENUTUP
176
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PENJELASAN MEKANISME PENGESAHAN
PENGURUS HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
PENDAHULUAN
178
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
2.1.6. Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang (MPK
PC).
2.1.7. Ketua Umum/Formateur dan Mide Formateur.
2.2. Surat Keputusan Ketua Umum/Formateur dan Mide Formateur tentang
Susunan Personalia Pengurus (asli) dan (ditandatangani langsung) paling
tidak oleh salah satu Mide Formateur.
2.3. Biodata pengurus dan tanda kesediaan menjadi Pengurus HMI Cabang.
2.4. Berkas pada point (2.1), (2.2) dan (2.3) disampaikan kepada PB HMI
dengan surat pengantar dari pengurus demisoner.
2.5. Hasil-hasil Musyawarah KOHATI Cabang.
2.6. Dalam keadaan tertentu point (2.4) dapat ditangani langsung oleh
Presidium KONFERCAB/MUSCAB yang diketahui oleh Ketua
Umum/Formateur dan Mide Formateur terpilih.
2.7. Pelantikan HMI Cabang dilaksanakan oleh BADKO HMI setempat.
2.8. Pengesahan Pengurus KOHATI Cabang dengan Surat Keputusan
Pengurus Cabang dan Tata Cara Pengesahan KOHATI Cabang
disesuaikan dengan tata cara pengesahan Pengurus KOHATI PB HMI.
179
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
2.2. Hendaknya pelaksanaan musyawarah lembaga/muskom rayon
dirangkaikan dengan pelaksanaan Konferensi Cabang.
2.3. Jumlah Personalia Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi HMI
Cabang/KORKOM/Rayon disesuaikan dengan pembidangan kerja dan
kebutuhan.
2.4. Setiap pengurus lembaga/KORKOM/rayon harus menyatakan
kesediaannya disertai dengan biodata pribadi dan menjadi arsip bagi
Pengurus HMI Cabang.
2.5. Pengurus HMI Cabang mengeluarkan Surat Keputusan Tentang susunan
personalia Lembaga Pengembangan Profesi/KORKOM/Rayon dan
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterbitkannya Surat
Keputusan, maka harus segera dilakukan pelantikan oleh Pengurus HMI
Cabang yang bersangkutan.
180
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3.5. Pelantikan Pengurus HMI Komisariat dilaksanakan oleh HMI Cabang
atau oleh HMI KORKOM setelah mendapat mandat dari pengurus HMI
Cabang.
Hal-hal lain yang belum diatur dalam pedoman ini ditetapkan kemudian dengan
aturan tersendiri/kebijaksanaan Pengurus Besar HMI.
PENUTUP
Demikianlah pedoman ini dibuat agar menjadi pegangan setiap aparat Pengurus
HMI dalam rangka menyelenggarakan penyeragaman pengurus HMI.
181
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
ATRIBUT ORGANISASI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
I. LENCANA/BADGE HMI
Lencana adalah lambang HMI yang pemakaiannya di baju, oleh karena itu
gambar, ukuran, bentuk warna, dan isinya sama persis dengan lambang
HMI. (lihat lampiran)
II. BENDERA
Gambar : Lihat Lampiran
Bentuk : Panjang : Lebar = 3 : 2
Warna : Hijau dan Hitam dalam perbandingan yang seimbang
Isi : Lambang HMI sepenuhnya (lihat ganbar)
III. STEMPEL
Gambar : Lihat Lampiran
Bentuk : Oval Garis
Ditengah lambang HMI
Separuh sebelah bawah nama badan
Warna : Hijau
V. KARTU ANGGOTA
Gambar : Lihat gambar
Bentuk : empat persegi panjang
Ukuran : 9.5 x 6.5 cm
Warna : Kertas (dasar) : putih, tulisan : hitam
Isi : Halaman muka :
182
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
a. Lambang HMI sebelah kiri atas
b. Tulisan kartu anggota dan nama Cabang sebelah
tengah atas
c. Kalimat syahadat, sebelah bawah dan dikurung
dengan segi empat
d. Nomor anggota
e. Masa berlaku
Halaman belakang
a. Nama
b. Tempat/Tanggal Lahir
c. Alamat
d. Perguruan Tinggi/Komisariat
e. Jenis Kelamin
f. Jabatan
g. Pas Foto, sebelah kiri bawah (ukuran 2 x 3)
h. Tanggal pembuatan
i. Pengurus HMI Cabang yang membuat
(ditandatangani langsung)
183
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
GAMBAR 1
LAMBANG HMI
184
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
GAMBAR 2
185
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 3
186
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 4
187
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 5
188
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 6
189
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 7
190
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 8
191
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Gambar 9
192
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
MUKADDIMAH
Asyahadu alla illa ha illallah
Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah
(Aku Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah)
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan
sempurna untuk mengatur umat manusia kehidupan sesuai dengan fitrahnya
sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia dituntut
mengejawantahkan nilai-nilai illahiyah dibumi dengan kewajiban mengabdikan
diri semata-mata kehadirat-Nya. Meneladani Tuhan dengan bingkai pangabdian
kehadirat-Nya melahirkan konsekuensi untuk melakukan pembebasan (liberation)
dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam konteks ini seluruh penindasan atas
kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang menjadi subtansi dari
persaksian primordial manusia (Syahadatain).
Dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, manusia harus tampil untuk
melakukan perubahan sesuai dengan misi yang diemban oleh para Nabi, yaitu
menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat bagi seluruh alam
menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung tinggi semangat
persaudaraan universal (universal brotherhood), egaliter, demokratis, berkeadilan
sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization), serta istiqomah
melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin).
HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan mampu menjadi alat perjuangan
dalam mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin
dibangun yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan
Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
dirindhoi Allah SWT.
Dalam aktivitas keseharian, HMI sebagai organisasi kader, platform yang jelas
dalam menyusun agenda yaitu perlu mendekatkan diri pada realitas masyarakat
dan secara intens berusaha membangun proses dialektika secara obyektif dalam
pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI terhadap persoalan, tergambar pada
penyikapan kader yang memiliki keperpihakan terhadap kaum tertindas
(mustadha’afin) serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dan
membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan kaum penindas
(mustakbirin).
193
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Agar dapat mewujudkan cita-cita diatas, maka seyogyanya perkaderan harus
diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai
dan kemampuan yang berusaha melakukan transformasi watak dan kepribadian
seorang muslim yang utuh (khaffah), sikap dan wawasan intelektual yang
melahirkan kritisisme, serta orientasi pada kemampuan profesionalisme. Oleh
karena itu untuk memberikan nilai tambah yang optimal bagi pengkaderan HMI,
maka ada 3 (tiga) hal yang harus diberi perhatian serius, pertama, rekruitmen
calon kader. Dalam hal ini HMI harus menentukan prioritas rekruitmen calon
kader dari mahasiswa pilihan, yakni input kader yang memiliki integritas pribadi,
bersedia melakukan peningkatan dan pengembangan yang terus menerus serta
berkelanjutan, memiliki orientasi prestasi, dan memiliki potensi leadership, serta
memiliki kemungkinan untuk aktif dalam organisasi. Kedua, proses perkaderan
yang dilakukan sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung
jawab perkaderan, pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang
dikomunikasikan serta fasilitas yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang
dibangun harus kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kader,
yakni iklim yang menghargai prestasi individu, mendorong gairah belajar dan
bekerja keras, merangsang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan
terbuka untuk membangun sikap krirtis yang menumbuhkan sikap dan
pandangan futuristik serta menciptakan media untuk merangsang tumbuhnya
sensifitas dan kepedulian terhadap lingkungan sosial yang mengalami
ketertindasan.
Untuk memberikan panduan (guidence) yang dilaksanakan dalam setiap proses
perkaderan HMI, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman perkaderan
yang merupakan strategi besar (grand strategy) perjuangan HMI dalam menjawab
tantangan organisasi yang sesuai dengan setting sosial dan budaya yang berlaku
dalam konteks zamannya.
BAB I
POLA UMUM PERKADERAN HMI
I. Landasan Perkaderan
Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau pondasi yang dijadikan
sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses perkaderan HMI. Untuk itu,
dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak pada 5 (lima) landasan,
sebagai berikut :
1. Landasan Teologis
Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah (Q.S. Ar-Rum : 30) yang diawali
dengan perjanjian primordial dalam bentuk pengakuan kepada Tuhan sebagai Zat
pencipta (Q.S. Al-A’araf : 172). Bentuk pengakuan tersebut merupakan
penggambaran ketaklukan manusia kepada zat yang lebih tinggi. Kesanggupannya
menerima kontrak primordial tersebut mendapat konsekuensi logis dengan
194
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
peniupan ruh Tuhan kedalam jasad manusia yang pada akhirnya harus
dipertanggungjawabkan terhadap apa yang dilakukannya didunia kepada pemberi
mandat kehidupan.
Peniupan ruh Tuhan sekaligus menggambarkan refleksi sifat-sifat Tuhan kepada
manusia. Maka seluruh potensi illahiyah secara ideal dimiliki oleh manusia.
Prasyarat inilah yang memungkinkan manusia menjadi khalifah dimuka bumi.
Seyogyanya tugas kekhalifahan manusia dibumi berarti menyebarkan nilai-nilai
illahiyah dan sekaligus menginterpretasikan realitas sesuai dengan persfektif
illahiyah tersebut. Namun proses materialisasi manusia melalui jasad
menimbulkan konsekuensi baru dalam wujud reduksi nilai-nilai illahiyah.
Manusia hidup dalam realitas fisik yang dalam konteks ini manusia hanya
“mengada” (being). Hanya dengan “kesadaran” (consiousness) lah manusia
menemukan realiatas “menjadi” (becoming)
Manusia yang “menjadi” adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek
transenden sebagai realitas tertinggi dalam hal ini konsepsi syahadat akan
ditafsirkan sebagai monoteisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi
yang seolah meniadakan semua yang berbentuk tuhan. Kalimat kedua lalu
menjadi afirmasi sekaligus penegasan atas Zat yang maha tunggal (Allah).
Menjiwai konsepsi diatas maka perjuangan kemanusiaan adalah melawan segala
sesuatu yang membelenggu manusia dari yang di-Tuhan-kan. Itulah thogut dalam
perspektif Qur'an.
Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat Allah dalam diri
manusia harus menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek
progresif dalam menyikapi persoalan-persoalan mendasar manusia. Karena Tuhan
adalah pemelihara kaum yang lemah (rabbulmustahd'afin); maka meneladani
Tuhan juga berarti keberpihakan kepada kaum musthd'afin. Pemahaman ini akan
mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai-nilai yang bersifat
transformatif, nilai-nilai yang membebaskan, nilai yang berpihak dan nilai-nilai
yang bersifat revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam
sistem perkaderan HMI.
2. Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar dipilih untuk menjawab kebutuhan-
kebutuhan serta masalah-masalah yang terjadi dalam suatu komunitas/
masyarakat (transpormatif). Ia mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan
idealisme yang dicita-citakan, yang untuk tujuan dan idealisme tersebut mereka
rela berjuang dan berkorban bagi keyakinannya. Ideologi Islam senantiasa
mengilhami dan memimpin serta mengorganisir perjuangan, perlawanan dan
pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status quo, belenggu dan
penindasan terhadap umat manusia.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad telah memperkenalkan Ideologi dan
mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin rakyat kebanyakan dalam
praktek-praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi Muhammad lahir dan
195
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
muncul dari tengah-tengah masyarakat kebanyakan yang oleh Al-Qur’an dijuluki
sebagai “ummi”. Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut Syari’ati
(dalam bukunya Ideologi kaum Intelektual) yang disifatkan pada nabi berarti
bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk didalamnya adalah orang-orang awam
yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang-orang miskin
(mustadhafin) yang luar biasa menderitanya, dan bukan berasal dari orang-orang
terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah Muhammad memulai
dakwahnya untuk mewujudkan cita-cita ideal Islam.
Cita-cita ideal Islam adalah, adanya transformasi terhadap ajaran-ajaran dasar Islam
tentang persaudaraan universal (Universal Brotherhood), kesetaraan (Equality,)
keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan ekonomi (Economical Justice), sebuah
cita-cita yang memiliki aspek liberatif, sehingga dalam usaha untuk
mewujudkannya membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan
komitmen, karena pada dasarnya sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap
setia (Committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita, pertama, persaudaraan universal dan
kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia (unity of
mankind) yang ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Hai manusia ! kami ciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan, Kami jadikan karnu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha
Mengetahui. “ (QS Al-Hujarat) : 13). Ayat ini secara jelas membantah semua konsep
superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan
seruan akan pentingnya kesalehan, baik kesalehan ritual maupun kesalehan sosial,
sebagaimana Al-Qur’an menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. Janganlah karena
kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah,
karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS.
Al-Maidah : 8).
Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek kehidupan. Dan
keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan
marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada mereka (kaum
mustadh’afin) untuk menjadi pemimpin. Menurut Al-Qur’an mereka adalah
pemimpin dan pewaris dunia. “Kami hendak memberikan karunia kepada
orang-orang tertindas dirnuka bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan
pewaris bumi” (QS. Al-Qashash: 5) “Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas
seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati. “ (QS. Al-A’raf : 37)
Di tengah-tengah suatu bangsa, ketika orang-orang kaya hidup mewah di atas
penderitaan orang miskin, ketika budak-budak merintih dalam belenggu tuannya,
ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya hanya untuk
kesenangan, ketika para hakim memihak pemilik kekayaan dan penguasa, mereka
memasukkan orang-orang kecil yang tidak berdosa ke penjara. Muhammad SAW
menyampaikan pesan Rabbullmustadha’afin : “Mengapa kamu tidak mau berperang
di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki-laki, perempuan dan
196
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang
penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan dari sisi
Engkau.” (QS. An-Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut Asghar Ali Engineer
(dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an mengungkapkan teori
“kekerasan yang membebaskan”, “Perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah.”
(Q.S. Al-Anfal : 39). Al-Qur’an dengan tegas mengutuk zulm (penindasan). Allah
tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas. “Allah
tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang
teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148)
Ketika Al-Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi, keadilan ini seratus
persen menentang penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Al-Qur’an
sejauh mungkin menganjurkan agar orang-orang kaya mendermakan hartanya
untuk anak yatim, janda-janda dan fakir miskin. “Adakah engkau ketahui orang
yang mendustakan agama? Mereka itu adalah orang yang menghardik anak yatim.
Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang yang
shalat, yang meraka itu lalai dari sholatnya, dan mereka itu riya, enggan memberikan
zakatnya. “ (QS. AI-Mauun : 1-7)
Al-Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di antara
orang-orang kaya saja. “Apa-apa (harta rampasan) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya dari penduduk negeri (orang-orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk
Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang
yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar antara orang-orang kaya saja diantara
kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7). Al-Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak
suka menghitung-hitung harta kekayaannya, karena hartanya tidak akan
memberikan kehidupan yang kekal. Orang yang suka menumpuk-numpuk dan
menghitung-hitung harta benar-benar akan dilemparkan kedalam bencana yang
mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala (QS. Al-Humazah :1-9).
Kemudian juga pada Surat At-Taubah : 34 AI-Qur’an memberikan beberapa
peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta dan mendapatkan
hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW. Banyak sekali orang yang terjerat dalam perangkap
hutang karena praktek riba. AI-Qur’an dengan tegas melarang riba dan
memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan diperangi oleh Allah dan
Rasul-Nya (Iihat, QS. Al-Baqarah: 275-279 dan Ar-Rum – 39). Demikianlah Allah
dan Rasul-Nya, telah mewajibkan untuk melakukan perjuangan membela
kaum-kaum yang tertindas, dan mereka (Allah dan Rasul-Nya) telah
memposisikan diri sebagai pembela mustadh’afin.
Dalam keseluruhan proses aktivitas manusia di dunia ini, Islam selalu mendesak
manusia untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan, menghapuskan
kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI-Qur’an memberikan penegasan
“Kamu adalah sebaik-baik umat, yang dilahirkan bagi manusia, supaya kamu
menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat kejahatan (mungkar),
serta beriman kepada Allah. (QS. Ali-Imran : 110). Dalam rangka memperjuangkan
kebenaran ini, manusia bebas mengartikulasikan sesuai dengan konteks
197
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
lingkungannya tidak terjebak pada hal-hal yang bersifat mekanis dan dogmatis.
Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada AI-Qur’an dan As-Sunnah berarti
menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan yang serba kompleks sesuai dengan
kemampuannya.
Demikianlah cita-cita ideal Islam, yang senantiasa harus selalu diperjuangkan dan
ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan sesuatu tatanan masyarakat yang adil,
demokratis, egaliter dan berperadaban Dalam memperjuangkan cita-cita tersebut
manusia dituntut untuk selalu setia (commited) terhadap ajaran Allah SWT, ikhlas,
rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiap
pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin). “Sesungguhnya sholat-ku,
perjuangan-ku, hidup dan mati-ku, semata-mata hanya untuk Allah, Tuhan seluruh
alam. Tidak ada serikat bagi-Nya dan aku diperintah untuk itu, serta aku termasuk
orang yang pertama berserah diri. “ (QS. AI-An'am : 162-163)
3. Landasan Konstitusi
198
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan sebagai kader muslim berjuang
bersama-sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT.
4. Landasan Historis
Secara sosiologis dan historis, kelahiran HMI pada 5 Februari 1947 tidak terlepas
dari permasalahan bangsa yang didalamnya mencakup umat Islam sebagai satu
kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan
kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan itu merupakan motivasi
kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu :
pertama, mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan
syiar agama Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap
permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai
ajaran Islam dalam kehidupan manusia secara utuh.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah
perjuangan HMI kedepan yang terintegrasi dalam dua aspek ke-Islaman dan aspek
ke-Indonesiaan. Aspek ke-Islaman tercermin melalui komitmen HMI untuk selalu
mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan berbangsa
sebagai pertanggungjawaban fungsi kekhalifahan manusia, sedangkan aspek ke-
Indonesiaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh
rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan
sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI pelaksanaan komitmen ke-
Islaman dan ke-Indonesiaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada
akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa
Indonesia kedepan.
Melihat komitmen HMI pada wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada
tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya,
maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap
diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar akan
keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah dimuka bumi dan pada saat yang
sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa
Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa kedepan.
5. Landasan Sosio-Kultural
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur
masyarakat di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi kultur Islam.
Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil menguasi hampir seluruh
kepulauan nusantara, tentunya hal tersebut disebabkan oleh karena agama Islam
memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural,
geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara
199
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
penyebaran Islam oleh para pedagang dan para wali dengan pendekatan sosio-
kultural yang cukup persuasif.
Masuknya Islam secara damai (penetration pacifique) tersebut berhasil
mendamaikan kultur Islam dengan Kultur masyarakat nusantara. Dalam proses
sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat, ekonomi
dan politik yang didominasi oleh kultur tradional, feodalisme, hinduisme dan
budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada
perkembangan selanjutnya Islam mengindonesiakan dan secara tidak langsung
telah mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin
modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam
telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi sosial dari bangsa Indonesia
yang pluralistik. Dengan demikian wacana kebangsaan di seluruh aspek
kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya di Indonesia meniscayakan
transformasi total nilai-nilai universal Islam menuju cita-cita mewujudkan
peradaban Islam. Nilai-nilai Islam itu semakin mendapat tantangan ketika deras
arus globalisasi telah menyeret umat manusia pada perilaku pragmatisme,
permisivisme dibidang ekonomi dan politik. Sisi negatif dari globalisasi ini
disebabkan oleh percepatan perkembangan sains dan teknologi modern dan tidak
diimbangi dengan nilai-nilai etik dan moral.
Konsekuensi dari realitas di atas adalah semakin kaburnya batas-batas bangsa,
sehingga cenderung menghilangkan nilai-nilai kultural yang menjadi suatu ciri
khas dari suatu negara yang penuh dengan pluralisme budaya masyarakat. Disisi
lain teknologi menghadirkan ketidakpastian psikologis umat manusia, sehingga
menimbulkan kejenuhan manusia. Dari sini nilai-nilai ideologi, moral dan agama
yang tadinya kering kerontang kembali menempati posisi kunci dalam ide dan
konsepsi komunitas global. Dua sisi ambigu globalisasi ini adalah tampilan dari
sebuah dunia yang penuh paradoks.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka Himpunan Mahasiswa
Islam sebagai bagian integral umat Islam dan bangsa Indonesia (kader umat dan
kader bangsa) sudah semestinya untuk menyiasiati perkembangan dan
kecenderungan global tersebut dalam bingkai perkaderan HMI yang integralistik.
Dalam hal ini untuk menyiasati perkembangan global tersebut harus berdasarkan
kepada perkembangan komitmen pada nilai-nilai antropologis, sosiologis umat
Islam dan bangsa Indonesia sebagai wujud dari pemahaman HMI akan nilai-nilai
kosmopolitanisme dan universalisme Islam.
200
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
memberikan kejelasan dan ketegasan sistem perkaderan yang dimaksud harus
dibuat pola dasar perkaderan HMI secara nasional. Pola dasar ini disusun dengan
memperhatikan tujuan organisasi dan arah perkaderan yang telah ditetapkan.
Selain itu juga dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organsiasi
serta tantangan dan kesempatan yang berkembang dilingkungan eksternal
organisasi.
Pola dasar ini membuat garis besar keseluruhan tahapan yang harus ditempuh
oleh seorang kader dalam proses perkaderan HMI, yakni sejak rekruitmen kader,
pembentukan kader dan gambaran jalur-jalur pengabdian kader.
1. Pengertian Dasar
1.1. Kader
Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner's Dictionary)
dikatakan bahwa “Cadre is a small group of People who are specially chosen and
trained for a particular purpose, atau “cadre is a member of this kind of group; they
were to become the cadres of the new community party”. Jadi pengertian kader adalah
“sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan menjadi
tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar”. Hal ini dapat dijelaskan,
pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal
aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera
pribadi. Bagi HMI aturan-aturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai Dasar
Perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk
mentransformasikan nilai-nilai ke-Islam-an yang membebaskan (Liberation force),
dan memiliki kerberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas (mustadh’afin).
Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi adalah AD HMI, ART HMI,
pedoman perkaderan dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua,
seorang kader mempunyai komitmen yang terus-menerus (permanen), tidak
mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam
memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki
bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu
menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan
kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang Kader memiliki visi dan
perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan mampu
melakukan “social engineering”.
Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan sehingga
memiliki ciri kader sebagaimana dikemukakan di atas dan memiliki integritas
kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan Beramal Shaleh sehingga siap
mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
1.2. Perkaderan
201
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis
selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan seorang
anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader Muslim
-Intelektual - Profesional, yang memiliki kualitas insan cita.
2. Rekruitmen Kader
Sebagai konsekuensi dari organisasi kader, maka aspek kualitas kader merupakan
fokus perhatian dalam proses perkaderan HMI guna menjamin terbentuknya out
put yang berkualitas sebagaimana yang disyaratkan dalam tujuan organisasi, maka
selain kualitas proses perkaderan itu sendiri, kualitas input calon kader menjadi
faktor penentu yang tidak kalah pentingnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya pola-pola perencanaan dan pola rekruitmen
yang lebih memprioritaskan kepada tersedinaya input calon kader yang
berkualitas. Dengan demikian rekriutmen kader adalah merupakan upaya aktif
dan terencana sebagai ikhtiar untuk mendapatkan input calon kader yang
berkualitas bagi proses Perkaderan HMI dalam mencapai tujuan organisasi.
3.2. Pengembangan
Pengembangan merupakan kelanjutan atau kelangkapan latihan dalam
keseluruhan proses perkaderan HMI. Hal ini merupakan penjabaran dari pasal 5
Anggaran Dasar HMI.
3.2.1. Up Grading
Up Grading dimaksudkan sebagai media perkaderan HMI yang menitikberatkan
pada pengembangan nalar, minat dan kemampuan peserta pada bidang tertentu
yang bersifat praktis, sebagai kelanjutan dari perkaderan yang dikembangkan
melalui latihan kader.
3.2.2. Pelatihan
Pelatihan adalah training jangka pendek yang bertujuan membentuk dan
mengembangkan profesionalisme kader sesuai dengan latar belakang disiplin
ilmunya masing-masing.
3.2.3. Aktivitas
3.2.3.1. Aktivitas Organisasional
Aktivitas organisasional merupakan suatu aktivitas yang bersifat
organisasi yang dilakukan oleh kader dalam lingkup tugas organisasi.
204
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
a. Intern organisasi, yaitu segala aktivitas organisasi yang dilakukam
oleh kader dalam Iingkup tugas HMI.
b. Ekstern organisasi, yaitu segala aktivitas organisasi yang dilakukan
oleh kader dalam lingkup tugas organisasi diluar HMI.
3.2.3.2. Aktivitas Kelompok
Aktivitas kelompok merupakan aktivitas yang dilakukan oleh kader
dalam suatu kelompok yang tidak rnemiliki hubungan struktural dengan
organisasi formal tertentu.
a. Intern organisasi, yaitu segala aktivitas kelompok yang dilakukan oleh
kader HMI dalam lingkup organisasi HMI yang tidak memiliki
hubungan struktur (bersifat informal).
b. Ekstern organisasi, yaitu segala aktivitas kelompok yang dilakukan
oleh kader diluar lingkup organisasi dan tidak memiliki hubungan
dengan organisasi formal manapun.
3.2.3.3. Aktivitas Perorangan
Aktivitas perorangan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh kader
secara perorangan.
a. Intern organisasi, yaitu segala aktivitas yang dilakukam oleh kader
secara perorangan untuk menyahuti tugas dan kegiatan organisasi
HMI.
b. Ekstern Organisasi, yaitu segala aktititas yang dilakukan oleh kader
secara perorangan diluar tuntutan tugas dan kegiatan organisasi HMI.
4. Arah Perkaderan
Arah dalam pengertian umum adalah petunjuk yang membimbing jalan dalam
bentuk bergerak menuju kesuatu tujuan. Arah juga dapat diartikan sebagai
pedoman yang dapat dijadikan patokan dalam melakukan usaha yang sistematis
untuk mencapai tujuan.
Jadi, arah perkaderan adalah suatu pedoman yang dijadikan petunjuk untuk
penuntun yang menggambarkan arah yang harus dituju dalam keseluruhan proses
perkaderan HMI. Arah perkaderan sangat berkaitannya dengan tujuan
perkaderan, dan tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai HMI
merupakan garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan usaha-usaha HMI.
Oleh karena itu, tujuan HMI merupakan titik sentral dan garis arah setiap
kegiatan perkaderan, maka ia merupakan ukuran atau norma dari semua kegiatan
HMI.
Bagi anggota HMI merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan yang
paling pokok dari seluruh anggota, sehingga tujuan organisasi adalah juga
merupakan tujuan setiap anggota organisasi. Oleh karenanya peranan anggota
dalam pencapaian tujuan organisasi adalah sangat besar dan menentukan.
4.2. Target.
Terciptanya kader muslim-intelektual-profesional yang berakhlakul karimah serta
mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai
tujuan organisasi.
Bertolak dari landasan-landasan, pola dasar dan arah perkaderan HMI, maka
aktivitas perkaderan HMI diarahkan dalam rangka membentuk kader HMI,
muslim-intelektual-profesional yang dalam aktualisasi peranannya berusaha
mentransformasikan nilai-nilai ke-Islaman yang memiliki kekuatan pembebasan
(liberation force).
206
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Aspek-aspek yang ditekankan dalam usaha pelaksanaan kaderisasi tersebut
ditujukan pada :
1. Pembentukan integritas watak dan kepribadian.
Yakni kepribadian yang terbentuk sebagai pribadi muslim yang menyadari
tanggung jawab kekhalifahannya dimuka bumi, sehingga citra akhlakul
karimah senantiasa tercermin dalam pola pikir, sikap dan perbuatannya.
2. Pengembangan kualitas intelektual.
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah pada penguasaan dan
pengembangan ilmu (sain) pengetahuan (knowledge) yang senantiasa dilandasi
oleh nilai-nilai Islam.
3. Pengembangan kemampuan Profesional.
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah kepada peningkatan
kemampuan mentransformasikan ilmu pengatahuan ke dalam perbuatan nyata
sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya secara konsepsional, sistematis
dan praksis untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal sebagai perwujudan
amal shaleh.
Usaha mewujudkan ketiga aspek harus terintegrasi secara utuh sehingga kader
HMI benar-benar lahir menjadi pribadi dan kader Muslim-
Intelektual-Profesional, yang mampu menjawab tuntutan perwujudan masyarakat
adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
BAB II
POLA DASAR TRAINING
I. Arah Training
Arah Training adalah suatu pedoman yang dijadikan petunjuk atau penuntun
yang menggambarkan arah yang harus dituju dalam keseluruhan proses
pertrainingan HMI. Arah pertrainingan sangat erat kaitannya dengan tujuan
perkaderan, dan tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai HMI
yang merupakan garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan serta usaha-usaha
HMI. Oleh karena itu, tujuan HMI merupakan titik sentral dan garis arah setiap
kegiatan perkaderan, maka ia merupakan ukuran atau norma dari semua kegiatan
HMI.
Bagi anggota, tujuan HMI merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan
yang paling pokok dari seluruh anggota, sehingga tujuan organisasi adalah juga
merupakan tujuan setiap anggota organisasi. Oleh karenanya peranan anggota
dalam pencapaian tujuan organisasi adalah sangat besar dan menentukan.
1 . Jenis-jenis Training
1.1. Training Formal
207
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Training formal adalah training berjenjang yang diikuti oleh anggota, dan setiap
jenjang merupakan prasyarat untuk mengikuti jenjang selanjutnya. Training
formal HMI terdiri dari : Latihan Kader I (Basic Training), Latihan Kader II
(Intermediate Training), Latihan Kader Ill (Advance Training).
1.2. Training Non-Formal
Training Non-Formal adalah training (yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan profesionalisme kepemimpinan serta
keorganisasian anggota. Training ini terdiri dari PUSIDIKLAT Pimpinan HMI,
Senior Course, (Pelatihan Instruktur), Latihan Khusus KOHATI, Up-Grading
Kepengurusan, Up-Grading Kesekretariatan, Pelatihan Pengembangan Profesi,
dan lain sebagainya.
208
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3. Target Training Perjenjang
3.1. Latihan Kader I
• Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
• Mampu meningkatkan kemampuan akademis.
• Memiliki kesadaran akan tanggungjawab keummatan dan kebangsaan.
• Memiliki kesadaran berorganisasi.
210
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI.
Metode :
Ceramah, tanya jawab, dan diskusi.
Evaluasi :
Memberikan test objektif/subjektif dan penugasan dalam bentuk resume.
Referensi :
1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI(1974-1975), Bina Ilmu.
2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan
Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
3. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, Graffiti Pers,
1984.
211
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
4. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988.
5. Agus-Salim Sitompul, Historiografi HMI, Tintamas, 1995.
6. Ramli Yusuf (ed), 50 tahun HMI mengabdi, LASPI, 1997.
7. Ridwan Saidi, Biografi A. Dahlan Ranuwiharjo, LSPI, 1994.
8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia,
Mizan, 1997.
9. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan
Muslim Masa Orde Baru, LSI 1987.
10. Muhammad Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, LiteraAntarNusa
11. Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, 1, 11, 111, Rajawali Pers
12. Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam
13. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997
14. Hasil-hasil Kongres HMI.
15. Sejarah KOHATI.
16. Sharsono, HMI Daiam Lingkaran Politik Umat Islam, CIIS, 1997.
17. Prof. DR. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942),
LP3ES, 1980.
212
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3.1. Pedoman Perkaderan.
3.2. Pedoman KOHATI.
3.3. Pedoman Lembaga Pengembangan Profesi.
3.4. Pedoman Atribut HMI.
3.5. GPPO dan PKN.
4. Hubungan Konstitusi AD dan ART dengan pedoman-peoman Organisasi
lainnya.
Metode :
Ceramah, studi kasus, diskusi, seminar, dan tanya jawab.
Evaluasi :
Melaksanakan test Objektif/subjektif dan penugasan.
Referensi :
1. Hasil-Hasil Kongres.
2. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Muhammad, Bulan Bintang, t.t.
3. Prof. DR. Mukhtar Kusumatmadja, SH, LMM dan DR. B. Sidharta, SH,
Pengantar Ilmu Hukum; Suatu pengenalan Pertama berlakunya Ilmu
Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 2000.
4. Prof. Chainur Arrasjid, SH. Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, 2000.
5. UUD 1945 (untuk perbandingan)
6. Literatur lain yang relevan.
Metode :
Ceramah, diskusi, tanya jawab, dan permainan peran.
Evaluasi :
Test Partisipatif, Test Objektif/subjektif dan penugasan.
Referensi :
1. Ade Komaruddin dan Muchhrijin Fauzi (ed) HMI Menjawab Tantangan
Zaman, PT. Gunung Kelabu, 1992.
2. Asghar Ali Engginer, Islam dan Theologi Pembebasan, Pustaka Pelajar
1999.
3. Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual: Satuan Wawasan Islam, Mizan
1992.
4. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik Indonesia, Mizan,
1997.
5. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus.
6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI.
7. Ramli H.HM Yusuf (ed), Lima Puluh Tahun HMI Mengabdi Republik,
LASPI, 1997.
8. Dr. Fiktor Imanuel Tanja, HMI sejarah dan Kedudukannya di tengah
kedudukan Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
9. Referensi Lain Yang Relevan.
215
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Metode :
Ceramah, diskusi, dan tanya jawab.
Evaluasi :
Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner.
Referensi :
1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.
2. Ali Syari'ati, Ideologi Kaum Intelekstual, Suatu Wawasan Islam, Mizan, 1992.
3. --------------, Tugas Cendikiawan Muslim, Srigunting, 1995.
4. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, 1999.
5. -------------------------, Islam dan Pembebasan, LKIS, 1993.
6. A. Syafii Ma'arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, 1985.
7. Hasan Hanafi, Ideologi, Agama dan Pembangunan, P3M, 1992.
8. Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, LKIS, 1995.
9. Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Mizan, 1987.
10. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI (pokok).
11. Literatur lain yang relevan.
JENJANG : MATERI :
LATIHAN KADER I KEPEMIMPINAN DAN ALOKASI
MANAJEMEN WAKTU: 8 JAM
ORGANISASI
Metode :
Ceramah, diskusi, tanya jawab, studi kasus dan simulasi.
Evaluasi :
Test Partisipatif dan test objektif/subjektif.
Referensi :
1. Amin Wijaya T, Manajemen Strategik, PT. Gramedia, 1996.
2. Charles J. Keating, Kepemimpinan dalam manajemen, Rajawali Pers, 1995.
3. Dr. Ir. S.B. Lubis & Dr. Martani Hoesaini, Teori Organisasi: Suatu
Pendekatan Makro, Pusat studi antar Universitas Ilmu-ilmu sosial Universitas
Indonesia, 1987.
4. James. L. Gibson, Kepemimpinan dan Manajemen, Erlangga, 1986.
5. J. Salusu, Pengembangan Keputusan Strategik, Gramedia, 1986.
6. Mifta Thoha, Kepemimpinan dan Manajemen, Rajawali Pers, 1995.
7. Nilai Dasar Perjuangan HMI.
8. Richard M. Streers, Efektifitas Organisasi, (sari manajemen), Erlangga, 1985.
9. Winardi, Kepemimpinan Manajemen, Rineka Cipta, 1990.
10. Dan referensi lain yang relevan.
217
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan
1. Teori-teori perubahan sosial.
1.1. Teori Evolusi.
1.2. Teori Konflik Sosial.
1.3. Teori Struktural-Fungsional.
1.4. Teori Moderniasi.
1.5. Teori Depedensi.
1.6. Teori Sistem Dunia.
1.7. Paradigma People Centered Development.
2. Konsepsi Islam tentang Perubahan Sosial.
2.1. Paradigma Teologi Transformasi.
2.2. Paradigma Ilmu Sosial Profetik.
2.3. Paradigma “Islam Kiri”.
Metode :
Ceramah, diskusi, studi kasus.
Evaluasi :
Test Objektif/Subjektif, penugasan dengan menganalisa kasus sosial.
Referensi :
1. Al-Qur’an dan terjemahannya, Departemen Agama.
2. Anthony Giddens, Jalan Ketiga: Pembaharuan Demokrasi Sosial, PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2000.
3. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pusataka Pelajar, 1999.
4. -------------------------, Islam dan Pembebasan, LKIS, 1993.
5. A. Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, 1985.
6. David. C. korten, Menuju Abad ke-21 : Tindakan sukarela dan Agenda Global,
Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan, 1993.
7. Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi-II, PT Gramedia, 1986.
8. Hasan Hanafi, Ideologi, Agama dan Pembangunan, P3M, 1992.
9. Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, LKIS, 1995.
10. Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial : Reformasi atau Revolusi, Rosda Karya,
1999.
11. Jalalludin Rakhmat, Islam Alternatif, Mizan, 1987.
12. Maksum (ed), Mencari Ideologi Alternatif: Polemik Agama Pascaideologi
Menjelang Abad 21, Mizan, 1994.
13. Max Weber, Etika Prostestan dan semangat kapitalisme, Pustaka Promethea,
2000.
14. Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramci terhadap Pembangunan Dunia
Ketiga, Pustaka Pelajar, 1999.
15. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus, 1997.
16. Roger Simon, Gagasan Politik Gramci, Pustaka Pelajar 1999.
17. Suwarsono & Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Edisi Revisi),
LP3ES, 2000.
218
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
18. Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, Bina Aksara, 1989.
19. Tom Cambell, Tujuh Teori Sosial : Sketsa, Penilaian, Perbandingan, Kanisius,
1994.
20. Reverensi lain yang relevan.
Metode :
Diskusi, tanya jawab, dan simulasi kelompok.
Evaluasi:
Test objektif/Subjektif.
Referensi :
1. AD dan ART HMI serta Pedornan Organsasi lainnya.
2. Nilai Dasar Perjuangan HMI.
219
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3. Agus Salim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dalam Pembangunan
Nasional, Bina Ilmu, 1986.
4. Ali Syari'ati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Mizan, 1992.
5. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, 1999.
6. BJ. Balon, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1972, Grafika Pers, 1985.
7. Crisbianto Wibisono, Pemuda dalam Dinamika Sejarah Bangsa, Sekretariat
Menpora RI, 1986.
8. Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, Grafiti Pers, 1984.
9. Fachri Ali dan Bakhtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, Mizan 1986.
10. Francois Railon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, LP3ES 1985.
11. Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial: Reformasi atau Revolusi? Rosdakarya,
1999.
12. M. Dawam Raharjo, Intelektual, Integensia dan Prilaku Politik Bangsa, Mizan
1992.
13. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Lingkaran Studi Indonesia,
1987.
14. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformartif, Pustaka Firdaus, 1997.
15. Ridwan Saidi, Mahasiswa dan Lingkaran Politik, Mappusy, Ul 1989.
16. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik Islam Indonesia, Mizan,
1997.
17. Victor Immanuel Tanja, HMI, dan Kedudukannya di Tengah Gerakan Muslim
Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1987.
18. Literatur lain yang relevanktif dan penugasan dalam bentuk makalah
kelompok.
Metode :
Ceramah, Dialog, Studi Kasus dan Diskusi Kelompok.
Evaluasi:
Pemandu memberikan Test Objektif/ Subjektif dan Resume Studi Kasus.
Referensi :
1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.
2. Ali Syari'ati, Ideologi Kaum Intelekstual, Suatu Wawasan Islam, Mizan, 1992.
3. --------------, Tugas Cendikiawan Muslim, Srigunting, 1995.
4. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, 1999.
5. -------------------------, Islam dan Pembebasan, LKIS, 1993.
6. A. Syafii Ma'arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, 1985.
7. Hasan Hanafi, Ideologi, Agama dan Pembangunan, P3M, 1992.
8. Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, LKIS, 1995.
9. Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Mizan, 1987.
10. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI (pokok).
11. Literatur lain yang relevan.
221
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan
1. Perbandingan Mahzab Ideologi Dunia.
1.1. Marxisme.
1.2. Liberalisme.
1.3. Sosialisme.
1.4. Kapitalisme.
1.5. Nasionalisme.
1.6. Komunisme.
2. Ideologi dan Perubahan Sosial.
2.1. Ideologi dan Sistem Ekonomi.
2.2. Ideologi dan Sitem Politik.
2.3. Ideologi dan Sistem Sosial.
2.4. Ideologi dan Sistern Budaya.
3. Etika Relegius dan Perubahan sosial.
4. Peran Stratak sebagai Alat Perjuangan Organisasi.
Metode :
Ceramah, diskusi, dialog dan simulasi.
Evaluasi :
Test Subjektif, Test Objektif, Case Study dan Resume.
Referensi :
1. Nilai Dasar Perjuangan HMI.
2. Alija Ali Izetbegovic, Membangun Jalan Tengah, Mizan 1992.
3. Karl Menheim, Ideologi dan Utopia, Kanisius, 1993.
4. Zbigniev Brezinki, Kegagalan Besar: Muncul dan Runtuhnya Komunisme dalam
Abad ke-21, Remajz Rosdakarya, 1990.
5. Murthada Mutthahari, Perspektif al-Qur'an tentang Masyarakat dan Sejarah,
Mizan, 1986.
6. M. Amin Rais, Islam antara Kita dan Fakta, Mizan 1986.
7. Jorge Larrain, Konsep Ideologi, LKPSM, 1996.
8. Stanislav Andreski, Max Weber: Kapitalisme Birokrasi dan Agama, Tiara
Wacana, 1989.
9. Hanafi Hasan, Agama, Ideologi dan Pembangunan, P3M, 1991.
10. Roger Garaudy, Mencari Agama Abad 21, Bulan Bintang, 1986.
11. “Agama dan Tantangan Jaman” (Kumpulan Prisma), LP3ES, 1984.
12. Ali Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Fikir Barat Lainnya, Mizan
1985.
13. --------------, Ideologi Kaum Intelektual, Mizan, 1992.
14. Frans Magnis Suseno, Karl Marx, Gramedia, 1998.
15. Tan Malaka, Madilog, Teplok Press, 1999.
16. Fachri Ali, Islam, Ideologi Dunia dan Dominasi Struktur, Mizan, 1985.
17. Nurkholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, Paramadina, 1995.
18. Anthony Gidden, The Third Way dalam Ketiga Pembaruan Demokrasi, PT.
Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
222
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
19. Maksum (ed). Mencari Ideologi Alternatif : Polemik Agama Pasca Ideologi
Menjelang Abad-21, Mizan, 1994.
20. Literatur lain yang relevan.
Metode :
Ceramah, Diskusi, dan Studi Kasus.
Evaluasi :
Test Objektif/Subjektif dan Analisis Kasus.
Referensi :
1. Alvin Toffler, Pergeseran Kekuasaan, PT. Pantja Simpati, 1992.
2. ----------------, Kejutan dan Gelombang, PT Pantja Simpati, 1987.
223
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3. -----------------, Kejutan dan Masa Depan, PT Pantja Simpati, 1987.
4. Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Gramedia, 1996.
5. Amin Wijaya T. Manajemen Strategik, PT. Ramedia, 1996.
6. Cristianto Wibisono, Pemuda dan Dinamika Sejarah Perjuangan Bangsa,
Menpora, 1986.
7. Charles J. Keating, Kepemimpinan dalam Manajemen, Rajawali Pers,
1995.
8. DR.Ir. S.B. Hari Lubis & DR. Martani Hoesaini, Teori Organisasi: Suatu
Pendekatan Makro, Pusat Studi Antar Universitas I1mu-ilmu Sosial Universitas
Indonesia, 1987.
9. James L. Gibson, Organisasi dan Manajemen, Erlangga, 1986.
10. J. Salusu, Pengembangan Keputusan Strategik, Gramedia, 1986.
11. Miftah Thoha, Kepemimpinan dan Manajemen, Rajawali Pers, 1995.
12. Nilai Dasar Perjuangan HMI.
13. Richard M. Streers, Efektifitas Organisasi, (seri manajemen), Erlangga, 1985.
14. Winardi, Kepemimpinan Manajemen, Rineka Cipta, 1990.
15. Dan referensi lain yang relevan.
224
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta memiliki kedalaman wawasan serta aplikasi Nilai Dasar Perjuangan dalam
konteks berbangsa, bernegara dan perubahan sosial.
Metode :
Ceramah, Diskusi dan Tutorial.
Evaluasi:
Test Subjektif, Test Objektif, Case Study dan Resume.
Referensi :
1. Nilai Dasar Perjuangan HMI.
2. Tafsir Al-Qur'an Departemen Agama RI.
3. Dr. Marchel A. boisard, Humanisme Dalam Islam, Bulan Bintang 1982.
4. Dr. Fazlur Rahman, Membuka Pintu ljtihad, Pustaka Salman, 1984.
5. ----------------------------, Islam Modernis: Tentang Transformasi Intelektual, Pustaka
Salman, 1985.
6. Nurkholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Mizan, 1987.
7. ----------------------, Islam, Doktrin dan Peradaban, Peramadina, 1995.
8. ----------------------, Islam Agama Peradaban, Paramadina, 1995.
9. ----------------------, Islam Agama Kemanusiaan, Peramadina ,1997.
10. ----------------------, Masyarakat Relegius, Paramadina, 1995.
11. Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan : Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, P3M,
1993.
12. Alvin Toffler, Kejutan dan Gelombang , PT. Panjta Simpati, 1989.
13. ----------------, Kejutan Masa Depan, PT. Panjta Simpati, 1989.
14. Alvin Toffler, Pergeseran Kekuasaan, PT. Panjta Simpati, 1992.
15. Ziuddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Mizan, 1986.
225
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
16. Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Moderenitas: Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman, Mizan, 1989.
17. Alija Ali Izetbegozic, Membangun Jalan Tengah, Mizan, 1992.
18. Abdulaziz A. Sachedina, Kepemimpinan dalam Islam Perspektif Syiah, Mizan,
1991.
19. Budhy Munawar Rahman, (ed) Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Paramadina, 1995.
20. Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik, Rajawali Pers, 1985.
21. Hasan Hanafi, Agama, Ideologi dan Pembangunan, P3M, 1991.
22. M. Dawam Raharjo, Ensiklopedia Al-Qur’an, Paramadina, 1996.
23. Dr. Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, 1995.
24. Dr. Nabil Subdhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-
negara Muslim, Mizan, 1982.
25. Dr. Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam Indonesia, Mizan, 1995.
26. Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Mizan, 1987.
27. Aswab Mahasin, (ed), Ruh Islam dalam Budaya Bangsa, Yayasan Festifal
Istiqlal, 1996.
28. Literatur lain yang relevan.
226
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Metode :
Ceramah, Diskusi, dan Tutorial.
Evaluasi:
Test Subjektif, Test Objektif, Case Study dan Resume.
Referensi :
1. Dr. Victor Immanuel Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya di Tengah
Gerakan Muslim Pembaharu, Sinar Harapan, 1982.
2. Dr. Agus Salim Sitompul, Pemikiran HMI, dan Relevansinya dengan
Pembangunan Nasional, Bina Ilmu, 1986.
3. Dr. Moh. Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia, bina Ilmu, 1987.
4. BJ. Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia, 1945-1972, Graffiti Pers, 1985.
5. Cristianto Wibisono, Pemuda dan Dinamika Sejarah Perjuangan Bangsa,
Menpora, 1987.
6. AD HMI, ART HMI dan pedoman-pedoman lain.
7. Drs. Ridwan Saidi, Pembangunan Politik, dan Politik Pembangunan, Pustaka,
Panjimas, 1983.
8. --------------------------, Mahasiswa dan Lingkaran Politik, Mappusy, 1988.
9. Awad Bahasuan, Arah Baru Islam: Suara Angkatan Muda, Prisma, No Ekstra,
1984.
10. Dr. Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam, Salahuddin Pers, 1985.
11. --------------------, Paradigma Islam, Mizan, 1991.
12. --------------------, Identitas Politik Umat Islam Indonesia, Mizan, 1995.
13. Djohan Effendi dan Ismail Natsir, Pergolakan Pemikiran Islam, (Catatan
Harian Ahmad Wahib), LP3ES, 1982.
14. M. AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, LP3ES, 1997.
15. M. Dawam Raharjo, Intelektual, Intelegensi dan Perilaku Politik Bangsa, Mizan.
1993.
16. Ramli HM, Yusuf (ed). 50 Tahun HMI mengabdi Republik, LASPI, 1997.
17. Juwono Sudarsono, Politik Ekonomi dan Strategi, Gramedia, 1995.
18. Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik, Agenda abad ke-21, Sinar Harapan,
1996.
19. Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,
1996.
20. Alvin Toffler, Pergeseran Kekuasaan, Panjta Simpati, 1992.
21. Jhon Naisbit, Global Paradoks, Bina Rupa Aksara, 1994.
22. Literatur lainnya yang relevan.
227
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta dapat memahami aspek teori dan praktek pengambilan keputusan
organisasi dan mengembangkan model-model kepemimpinan.
Metode :
Ceramah, Diskusi, Simulasi dan Studi Kasus.
Evaluasi :
Test Subjektif, Test Objektif, Case Study dan Resume.
Referensi :
1. Prajudi Atmosudirdjo, Pengambilan Keputusan, Ghalia Indonesia, 1987.
2. Sondan P. Siagian, Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan, Gunung
Agung,1988.
3. Andrew A. Danajaya, Sistem Nilai Manajer Indonesia, PPM, 1986.
4. Marbun (ed), manajemen dan Kewirausahaan Jepang, PPM, 1986.
5. Robert Van Niel, Munculnya elit Modern Indonesia, Pustaka Jaya, 1983.
6. Prisma, “Peralihan Generasi: Siapa Mengganti Siapa? No. 2, 1980.
7. Buchari Zainun, Manajemen dan Motivasi, Balai Aksara, 1981.
8. KJ. Radford, Analisis Keputusan Manajemen, Erlangga, 1984.
9. Max Weber, The Theory Of Social and Economic Organization, Oxford
University Press, 1947.
228
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
10. Herbet A. Simon, Perilaku Administrasi, Suatu Studi Tentang Proses
Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Administrasi, Bina Aksara,
1982.
11. ----------------------, The New Science of Management Decision, Prenticc Hall,
1977.
12. Igor H. Insoff, From Strategis Planning to Strategis Management, Jhon Wiley
& Sons, 1976.
13. ----------------------, Strategic Management, Jhon Wiley Sons, 1981.
14. Charles J Keating, Kepemimpinan : Teori dan Pengembangannya, Kanisius,
1997.
15. Literatur lain yang relevan.
Metode:
Ceramah, Diskusi, Studi Kasus dan Tutorial.
Evaluasi:
Test Objektif/Subjektif dan Analisa Kasus.
Referensi :
1. Juwono Sudarsono dkk, Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan
Tantangan Masa Depan, Dunia Pustaka Jaya, 1996.
2. Theodore A Colombus dan James H Wolfe, Pengantar Hubungan
Internasional : Keadilan dan Power, CV Abidin 1990.
3. Ida Anak Agung, Twenty Year Indonesia Foreign Policy, Paris: Mouton, The
Haque 1973.
4. Paul R Viotti & Mark V Kauppi, International Relation Theory: Realism,
Pluralism, and Globalism, Toronto: Maxwell Macmillan Publisher, 1993.
5. Rj. Barry Jons, Globalization and Interdepedence in The International Political
Economic: Retoric and Reality, London : St martin Press Inc, 1995.
6. Dorodjatun Koentjorojakti dan Keiji Omura (ed), Indonesia Economic in The
Changing World, Tokyo LPEM FE Ul dan Institute Of Developing
Economies, 1995.
7. Heru Utomo Kuntjorojakti, Ekonomi Politik Internasional di Asia Fasifik,
Airlangga, 1995.
230
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
8. Bernard Hoekman dan Michael Costecki, The Political Economy Of The Word
Trading System – From GATT to WTO, New York, Oxford University Press,
1995.
9. Rahman Zainuddin dkk, Pembangunan Demokratisasi dan Kebangkitan Islam
di Timur Tengah, Center For Middle East Society, 1995.
10. M. Riza Sihbudi, Timur Tengah, Dunia Islam dan Hegemoni Amerika , Pustaka
Hidayat, 1993.
11. Sammuel P. Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga, Graffiti, 1995.
12. Sorten, Menuju Abad XXI , Yayasan Obor, 1993.
13. Jhon Naisbitt, Global Paradoks, Bina Rupa Aksara, 1994.
14. Sidney Jones, Asian Human Rights, Economic Growth and United states Policy,
Dalam “Current History” Vol 1995 No. 605, Dec 1996.
15. David Pierce, Ed.al, Sustainable Development : Economic and Environment in
the third World, London Earthscan Publication Ltd.
16. M. Sabar, Politik Bebas Aktif, CV. Masagung, 1997.
17. Peter H Leadeni dkk, Ekonomi Internasional, Erlangga, 1986.
18. Richard J. Barnet dkk, Menjangkau Dunia, LP3ES, 1983.
3. Metode Training
Dengan memahami tentang gambaran kurikulum dan aspek aspek yang perlu
dipertimbangkan di atas, maka metode yang tepat yakni penggabungan antara :
a. Sistem diskusi, yakni suatu metode pemahaman materi training secara diskutif
(pertukaran pikiran yang bebas) dan kumunikatif.
b. Sistem ceramah (dialog), yakni suatu metode pemahaman materi melalui tanya
jawab.
c. Sistem penugasan, yaitu metode pemahaman materi dengan mempergunakan
keterampilan peserta dengan sasaran:
Mempergunakan kemampuan-kemampuan tertentu.
Penulisan karya ilmiah.
Kerja lapangan.
Bentuk-bentuk trial dan error (Dinamika kelompok).
Studi kasus.
Simulasi dan lain sebagainya.
Dalam setiap jenjang dan bentuk training, ketiga sistem itu tergabung menjadi
satu. Penggunaannya disesuaikan dengan tingkat kematangan peserta, jenjang atau
forum training yang ada. Dalam penerapan metode training prosentasenya
berbeda berbeda secara kuantitatif, untuk itu prosentase tiap tiap training dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Semakin matang peserta training, jenjang dan bentuk training, maka sistem
diskusi lebih besar prosentasenya.
b. Makin kecil kematangan peserta, jenjang dan bentuk training, maka diskusi
memiliki prosentase yang lebih kecil sebaliknya sistem ceramah dan teknik
diolog semakin lebih besar prosentasenya.
231
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
c. Sistim penugasan dipergunakan pada setiap training hanya saja bentuk
penugasan tersebut harus diselaraskan dengan tingkat kematangan pesertanya,
jenjang dan bentuk training, dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
¾ Training yang diikuti oleh peserta yang tingkat kematangan berpikirnya
relatif lebih tinggi dan jenjang training yang lebih tinggi, maka penugasan
lebih ditekankan secara diskriftif (pembuatan paper ilmiah, paper-paper
laporan dsb.)
¾ Training yang diikuti peserta yang tingkat kematangan berpikirnya relatif
lebih rendah, maka ketrampilan fisik (gerak, mimik, aktivitas praktis),
sistem ini merupakan pendekatan metode “trial and error”.
Pemilihan dan penentuan metode training disesuaikan dengan jenjang dan materi-
materi training yang akan disajikan. Pendekatan yang digunakan secara filosofis,
psikologis, sosiologis, historis dan sebagainya. Gambaran tentang metode yang
digunakan dalam training sesuai jenjangnya, adalah sebagai berikut :
a. Latihan Kader I (Basic Training).
¾ Penyampaian bersifat penyadaran, penanaman dan penjelasan.
¾ Teknik : ceramah, tanya jawab/dialog, dan penugasan (resume).
¾ Proses belajar mengajar (PBM/pembelajaran): penceramah menyampaikan
materi dan peserta bertanya tentang hal-hal tertentu.
4. Evaluasi Training
1. Tujuan :
¾ Mengukur tingkat keberhasilan training.
2. Sasaran :
¾ Kognitif
232
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
¾ Afektif
¾ Psikomotorik
3. Alat Evaluasi:
¾ Test Objektif
¾ Test Subjektif (esai)
¾ Test Sikap
¾ Test Ketrampilan
4. Prosedur Evaluasi :
¾ Pre-Test
¾ Mid-Test (evaluasi proses)
¾ Post-Test
5. Pembobotan:
• LK I : Kognitif : 30 %
Afektif : 50%
Psikomotorik : 20%
• LK II : Kognitif : 40%
Afektif : 30%
Psikomotorik : 30%
BAB III
PEDOMAN FOLLOW UP
1. Pendahuluan
HMI adalah suatu organisasi kemahasiswaan yang berfungsi sebagai organisasi
kader. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas yang dilaksanakan oleh HMI adalah
dalam rangka kaderisasi untuk mencapai tujuan HMI. Dengan demikian
perkaderan di HMI merupakan training atau pelatihan foramal saja, tetapi juga
melalui bentuk-bentuk dan peningaktan kualitas ketrampilan berorganisasi yang
lazim disebut sebagai Follow Up training. Follow Up training tersebut
diantaranya adalah Up Grading dan aktivitas yang berfungsi sebagai
pengembangan sehinggga kualitas diri anggota akan meningkat secara maksimal.
233
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Follow Up training merupakan kagiatan perkaderan HMI yang bersifat
pengembangan, tetapi juga tetap merujuk pada Anggaran Dasar HMI dalam hal
ini pasal 5 tentang usaha. Pedoman follow up training ini dimaksudkan sebagai
acuan dalam meningkatkan kualitas diri anggota setelah mengikuti jenjang
training formal tertentu. Namun demikian pedoman ini jangan diartikan sebagai
aktivitas seorang kader. Tetapi hanya merupakan batas minimal yang harus
dilakukan seorang kader setelah mengkuti jenjang training formal tertentu.
1 . Fungsi :
• Pendalaman
• Pengayaan
• Perbaikan (remedial)
• Peningkatan
• Aplikatif
2. Pertimbangan :
• Ada unsur Subjektifitas (pengarah)
• Kontinuitas
3. Target
¾ LK I
9 Mengembangkan wawasan dan kesadaran ke-islaman.
9 Meningkatkan prestasi akademik.
9 Menumbuhkan semangat militansi kader.
9 Menumbuhkan semangat ber-HMI.
9 Meningkatkan kualitas berorganisasi.
¾ LK II
9 Meningkatkan intelektualitas (keilmuan).
9 Menumbuhkan semangat pembelaan (advokasi).
9 Menumbuhkan semangat melakukan perubahan.
9 Meningkatkan kemampuan manajerial.
9 Meningkatkan kemampuan mentransformasikan gagasan dalam bentuk
lisan dan tulisan.
¾ LK III
9 Melahirkan pemimpin-pemimpin HMI dan nasional.
9 Melahirkan kader yang mampu mengaplikasikan ilmu yang dimiliki.
9 Melahirkan kader yang memiliki wawasan general dan global.
1. Pasca LK I
a. Up Grading/Kursus-kursus, meliputi :
• Keprotokoleran
• Nilai Dasar Perjuangan
• Konstitusi
• Kepengurusan
• Kesekretariatan
• Kebendaharaan
234
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
• Kepanitiaan
• Muatan Lokal
b. Aktivitas :
Kelompok Pengkajian AL Qur'an
Kelompok belajar
Kelompok diskusi
Pengembangan profesi/keorganisasian
Bhakti sosial
2. Pasca LK II
a. Up Grading/Kursus-kursus, meliputi :
• Training Pengelola Latihan
• Training AMT (Achievment Motivation Training)
• Training Pengembangan profesi
• Training Manajemen
• Training Kewirausahaan
• Latihan Kepemimpinan
• Latihan Instruktur/Pemateri
• Latihan Metodologi Riset
• Latihan Advokasi dan HAM
• Pusdiklat Pimpinan
b. Aktivitas
• Kelompok Penelitian
• Kelompok diskusi
• Pengembangan profesi
• Pendampingan rakyat
• Pengabdian Masyarakat secara umum
• Pembentukan kelompok untuk melaksanakan desa binaan
3. Pasca LK III
a. Up Grading/Kursus-kursus meliputi :
• Up Grading Ideologi, Strategi dan Taktik
• Up Grading Manajemen Organisasi
• Up Grading Kepemimpinan
• Training Kewirausahaan
• Training-training pengembangan profesi lainnya
b. Aktivitas :
• Pembentukan jaringan kerja
• Perintisan jalur profesionalisme
• Pengabdian Masyarakat berdasarkan disiplin ilmu
235
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
II. Pedoman Kurikulum Up - Grading
1. Pendahuluan
Up grading di HMI merupakan bagian dari proses perkaderan, oleh karenanya Up
grading mempunyai peran penting untuk mencapai tujuan perkaderan dan tujuan
organisasi. Up grading di lingkungan HMI sangat bervariasi, misaInya up grading
Instruktur NDP, Training Pengelola Latihan (Senior Course), Up grading
organisasi, manajemen dan kepemimpinan, Up grading Administrasi
Kesekretariatan, dan lain sebagainya. Selain Up grading yang bersifat ke-HMI-an,
terdapat juga Up grading atau pelatihan yang dilaksanakan oleh Korps-HMI-Wati
(KOHATI) dan Lembaga pengembangan profesi yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas profesionalisme kader HMI. Oleh karena itu diperlukan
pedoman yang dapat dijadikan sebagai guidance untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Pedoman Up grading yang terdapat di dalam pedoman ini adalah hanya untuk Up
grading tentang pengembangan kemampuan dalam pengelolaan organisasi secara
lebih baik (lebih diutamakan untuk kepentingan internal). Untuk kepentingan
pengembangan kualitas dan profesionalisme anggota/kader harus dilakukan
pelatihan-pelatihan khusus, baik yang dilaksanakan olehn Komisariat, Cabang,
BADKO, PB HMI maupun lembaga-lembaga pengembangan profesi ataupun
KOHATI, menurut pembidangan masing-masing. Seperti Pelatihan
Kewirausahaan, pelatihan Jurnalistik dan lain sebagainya.
2. Kurikulum Up Grading
2.1. Up Grading Instruktur Nilai Dasar Perjuangan
Materi : Nilai dasar perjuangan HMI
Alokasi Waktu : 40 Jam
Tujuan : Meningkatkan pemahaman secara mendalam dan menyeluruh
tentang Nilai Dasar Perjuangan dan kemampuan metodologis
dalam memahami dan menyampaikannya.
236
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
6.1. Metode ceramah.
6.2. Metode simulasi.
6.3. Metode tanya jawab.
6.4. Metode sosiodrama.
Metode :
Ceramah, diskusi, tanya jawab, peragaan skema, dan kelompok kajian.
Evaluasi :
Tes objektif/subjektif, observasi intensitas keterlibatan peserta dan perubahan
perilaku.
Referensi :
1. Nilai Dasar Perjuangan.
2. Tim Didaktif Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktif
Kurikulum PBM, Rajawali, 1989.
3. Nurcholis Madjid, Tradisi Islam, Paramadina, 1997.
4. ----------------------, Islam Doktrin dan Peradaban, Paramadina, 1995.
5. ----------------------, Islam Agama Peradaban, Paramadina, 1996.
6. ----------------------, Islam Agama Kemanusiaan, Paramadina, 1996.
7. Tosihiko Izutsu, Konsep Konsep etika Religius Di Dalam Al Qur’an, Tiara
Wacana, 1993.
8. Ismail Raji'AL Faaruqi, Tauhid, Pustaka Bandung, 1988.
9. Ziuddin Sardar, Biografi Dunia Islam Abad 21, Mizan, 1988.
10. Osman Baakar, Tauhid dan Sains, Pustaka Hidayah, 1994.
11. M. Wahyuni Nafis (Ed), Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam,
Paramadina, 1996.
12. M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam di Indonesia, Paramadina, 1995.
13. M. Dawam Rahardjo, EnsiklopediAI Qur'an, Paramadina, 1996.
14. Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Mizan, 1991.
15. Sayyed Hosein Nasr, Sains dan Peradaban Dalam Islam, Pustaka Bandung,
1996.
16. DR. Khalifah Adbulhakim, Hidup Yang Islami, Rajawali Pers, 1995.
17. Agussalim Sitompul, Historiografi HMI, 1995.
18. Masdar F. Mas’ud, Agama Keadilan : Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, P3M,
1993.
19. Literatur lain yang relevan.
237
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan
1. Pengantar Filsafat pendidikan.
1.1. Pengertian pendidikan.
1.2. Tugas dan fungsi pendidikan.
1.3. Manusia dan proses pendidikan.
1.4. Berbagai pandangan tentang proses pendidikan.
1.5. Kemampuan belajar-mengajar.
1.6. Kurikulum dalam lembaga pendidikan.
1.7. Metode dalam pendidikan.
1.8. Sistem nilai dan moral Islam.
1.9. Manusia dan fitrah perkembangan.
2. Didaktik metodik.
2.1. Pengertian didaktik metodik.
2.2. Bentuk pengajaran, gaya mengajar, dan alat pelajaran.
2.3. Asas-asas didaktik.
2.3.1. Azas perhatian.
2.3.2. Asas aktivitas.
2.3.3. Asas apersepsi.
2.3.4. Asas peragaan.
2.3.5. Asas ulangan.
2.3.6. Asas korelasi.
2.3.7. Asas konsentrasi.
2.3.8. Asas individu.
2.3.9. Asas sosialisasi.
2.3.10. Asas evaluasi.
2.4. Metodologi pengajaran.
2.4.1. Metode interaksi mengajar dalam kelas.
2.4.2. Metode tanya jawab.
2.4.3. Metode diskusi.
2.4.4. Metode demonstrasi dan eksperimen.
2.4.5. Metode karya wisata.
2.4.6. Metode kerja kelompok.
2.4.7. Metode sosiodrama, d1l.
2.5. Dasar-dasar kurikulum.
2.6. Perencanaan pengajaran.
2.6.1. Pengertian pengajaran.
2.6.2. Tujuan perumusan pengajaran.
2.6.3. Penyusunan program pengajaran.
3. Metode Andragogi.
3. 1. Pengertian metode Andragogi.
3.2. Bentuk-bentuk metode Andragogi.
3.3. Perbedaan antara andragogi dan pedagogi.
3.4. Metode dauruntut belajar atau teknis pengelolaan struktur.
3.5. Prinsip-prinsip latihan peran serta.
3.6. Prinsip-prinsip fasilitator.
4. Praktek Perencanaan Latihan.
238
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
4.1. Perumusan dasar pemikiran latihan.
4.2. Perumusan metodologi latihan.
4.2.1. Tujuan dan target latihan.
4.2.2. Faktor pendukung dan identifikasi peserta latihan.
4.2.3. Penetapan sumber daya yang dibutuhkan.
4.2.4. Perumusan teknik-teknik pengelolaan latihan.
4.2.5. Penetapan tim pengelola dan pembagian peran.
4.3. Penyusunan schedule latihan.
4.4. Penetapan alat ukur keberhasilan latihan.
5. Aplikasi Pedoman Perkaderan HMI.
5.1. Mukadimah Pedoman Perkaderan.
5.2. Pola Umum Pedoman Perkaderan.
5.2.1. Landasan perkaderan.
5.2.2. Pola dasar perkaderan.
5.2.2.1. Pengertian dasar.
5.2.2.2. Rekruitmen kader.
5.2.2.3. Pembentukan kader.
5.2.2.4. Arah perkaderan.
5.2.3. Wujud Profil Kader HMI di Masa Depan.
5.3. Pola Dasar Training.
5.3.1. Arah training.
5.3.1.1. Jenis-jenis training.
5.3.1.2. Tujuan training menurut jenjang dan jenis.
5.3.1.3. Target training perjenjang.
5.3.2. Manajemen training.
5.3.2.1. Metode penerapan kurikulum.
5.3.2.2. Kurikulum training Latihan Kader I, Latihan Kader II,
Latihan Kader III
5.3.3. Metode training.
5.3.4. Evaluasi training.
5.4. Pedoman Follow Up.
5.4.1. Bentuk follow up training.
5.4.2. Kurikulum Up Grading.
6. Sistem Evaluasi.
6.1. Pengertian evaluasi.
6.2.Tujuan evaluasi.
6.3. Fungsi evaluasi.
6.4. Metode evaluasi.
6.5. Prosedur evaluasi.
6.6. Alat evaluasi.
Metode :
Ceramah, diskusi, Tanya jawab, dan tutorial.
239
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Evaluasi :
Test objektif/subjektif dan tugas sindikasi.
Referensi :
1. Hasil-hasil Kongres HMI.
2. Nilai Dasar Perjuangan.
3. Pedoman Perkaderan HMI.
4. Tim Didaktif Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktif
Kurikulum PBM, Rajawali, 1989.
5. Imam Bernadib, Filsafat Pendidikan, IKIP Yogyakarta, 1982.
6. Dasar-dasar Pendidikan, Ghalia, 1996.
7. Imam Bernadib dan Drs. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Rineka
Cipta, 1992.
8. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1991.
9. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, 1988.
10. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosda Karya, 1995.
11. Suharsini Arikuntak, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, 1999.
12. Paulo Friere, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, Gramedia, 1986.
13. W.S. Winkel, Psikologis Pengajaran, Grasindo, 1996.
14. Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, Rajawali Pers, 1986.
15. John Mc Neil, Pengantar Kurikulum, Gramedia, 1989.
16. Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, PT.Toko Gunung Agung, 1996.
17. Referensi lain yang relevan.
240
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
1.4. Sistem dan metode evaluasi.
1.4.1. Pengertian evaluasi.
1.4.2. Tujuan dan sifat evaluasi.
1.4.3. Macam-macam evaluasi.
1.4.4. Teknik dan prosedur evaluasi.
1.5. Sistem dan metode penggerakan.
1.5.1. Pengertian penggerakan.
1.5.2. Tujuan dan fungsi penggerakan.
1.5.3. Asas-asas penggerakan.
1.5.4. Macam-macam penggerakan.
1.5.5. Teknik dan prosedur penggerakan.
1.5.6. Perilaku manusia.
1.5.7. Teori-teori motivasi penggerakan.
1.6. Analisis SWOT.
1.6.1. Pengertian, fungsi dan tujuan SWOT.
1.6.2. Penerapan analisis SWOT dalam organisasi.
2. Organisasi.
2.1. Hakekat dan fungsi organisasi.
2.1.1. Pengertian dan fungsi organisasi.
2.1.2. Ciri-ciri organisasi.
2.1.3. Prinsip-prinsip organisasi.
2.1.4. Asas-asas organisasi.
2.1.5. Model-model organisasi.
2.2. Sistem organisasi modern.
2.2.1. Syarat-syarat organisasi modern.
2.2.2. Struktur organisasi modern.
2.2.3. Prosedur dan mekanisme kerja organisasi modern.
2.3. Peran komunikasi dan organisasi modern.
2.3.1. Arti penting komunikasi.
2.3.2. Unsur-unsur komunikasi.
2.3.3. Proses komunikasi.
2.3.4. Etika berkomunikasi.
2.3.5. Komunikasi keorganisasian yang efektif dan efisien.
3. Kepemimpinan.
3.1. Hakekat, peran dan fungsi kepemimpinan.
3.1.1. Pengertian kepemimpinan.
3.1.2. Teori dan konsepsi kepemimpinan.
3.1.3. Fungsi dan peran kepemimpinan.
3.1.4. Syarat-syarat kepemimpinan.
3.1.5. Model-model kepemimpinan.
3.1.6. Gaya kepemimpinan.
3.2. Metode dan teknik pengambilan keputusan.
3.2.1. Definisi keputusan.
3.2.2. Model-model keputusan.
3.2.3. Prosedur pengambilan keputusan.
3.2.4. Rasionalisasi dan pengambilan keputusan.
241
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
3.2.5. Analisis masalah dan pengambilan keputusan.
3.3. Psikologi kepemimpinan.
3.3.1. Pengertian psikologi kepemimpinan.
3.3.2. Interaksi dan komunikasi atasan bawahan.
3.3.3. Kepemimpinan sebagai komunikator yang efektif.
3.3.4. Etika kepemimpinan.
3.4. Peranan kepemimpinan dan konflik organisasi.
3.4.1. Konflik Organisasi.
3.4.1.1. Pengertian konflik.
3.4.1.2. Proses terjadinya konflik.
3.4.1.3. Ciri-ciri konflik.
3.4.1.4. Sumber-sumber konflik.
3.4.1.5. Macam-macam metode penyelesaian konflik.
3.4.2. Peranan kepemimpinan dalam konflik.
3.4.3. Strategi pemecahan konflik dalam organisasi.
4. Hakekat kepemimpinan dalam Islam:
4.1.Konsep Amanah.
4.2.Konsep Fatanah.
4.3.Konsep Siddiq.
4.4. Konsep Tabliq.
5. Hubungan antara manajemen, organisasi dan kepemimpinan.
Metode :
Ceramah, diskusi, dialog, simulasi, dan studi kasus.
Evaluasi :
Tes objektif/subjektif dan penugasan.
Referensi :
1. Al Qur'an dan terjemahannya.
2. Nilai Dasar Perjuangan.
Metode :
Ceramah, Peragaan, dan dialog.
Evaluasi :
Test Objektif/Subjektif dan Penugasan.
Referensi :
1. AD dan ART HMI.
2. Pedoman Administrasi dan Kesekretariatan HMI.
3. Pedoman Administrasi Keuangan HMI.
4. Pedoman Atribut Organisasi.
5. Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen, PT. Toko Gunung Agung, 1996.
6. Goffrey Mills et. All, Manajemen Perkantoran Modern, Bina Rupa Aksara,
1991.
7. Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, PT. Toko Gunung Agung, 1996.
8. Referensi lain yang relevan.
2.5. Up Grading Kepengurusan.
Materi : Struktur Organisasi dan Kepemimpinan.
Alokasi Waktu : 30 Jam.
Tujuan : Meningkatkan Kualitas Pemahaman dan
Kemampuan Teknis Dalam Pengelolaan Organisasi.
Metode :
Ceramah, Diskusi, Dialog, Peragaan dan Studi Kasus.
Evaluasi :
Test Objektif/Subjektif dan Analisa Kasus.
Referensi :
1. AD dan ART HMI.
2. Pedoman Kepengurusan HMI.
3. James I. Gibson dkk, Organisasi dan Manajemen, Erlangga, 1986.
244
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
4. Richard M. Steers, Effektifitas Organisasi, Erlangga, 1986.
5. Sondang P. Siagian, Analisis Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi
Organisasi, Gramedia, 1996.
6. Referensi lain yang relevan.
245
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
Rekruitmen Kader Pembentukan Kader Pengabdian Kader
Kiteria Rekruitmen UG UG UG
Pra PT PT
UG
dan
AKT
230
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
PEDOMAN POKOK KEPENGURUSAN
PEDOMAN KEPENGURUSAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
PENDAHULUAN
T
ujuan suatu organisasi hanya dapat diwujudkan dengan usaha-usaha yang
teratur, terencana dan kebijaksanaan yang dilingkupi dengan taufiq dan
hidayah Allah SWT.
I. STRUKTUR PIMPINAN
A. PENGURUS BESAR
1. Status Pengurus
Sesuai dengan ketentuan yang termaksud pada Bagian IV Pasal 20 ART
HMI mengenai status PB HMI dalam struktur pimpinannya adalah
sebagai berikut :
a. Pengurus Besar adalah badan/instansi kepemimpinan tertinggi
organisasi.
b. Masa jabatan Pengurus Besar adalah 2 (dua) tahun terhitung sejak
c. pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Besar Demisioner.
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah kerangka antar hubungan dari satuan-
satuan organisasi atau bidang-bidang kerja yang di dalamnya terdapat
pimpinan, wewenang dan tanggungjawab serta pada masing-masing
personel dalam totalitas organisasi.
Lazimnya struktur organisasi akan kelihatan semakin jelas dan tegas,
apabila digambarkan dalam bagan struktur organisasi. Ditinjau dari
struktur organisasi maka bentuk organisasi yang dipergunakan dalam
Pengurus Besar HMI adalah bentuk organisasi fungsional.
Dalam organisasi yang berbentuk fungsional, wewenang dari Ketua
Umum didelegasikan kepada satuan-satuan organisasi atau bidang-
bidang kerja yang dipimpin oleh para Ketua, Sekretaris Jenderal dan
Bendahara Umum.
KETUA UMUM
WABENDUM
a. Sidang Pleno
1. Dilaksanakan setiap semester kegiatan selama periode
berlangsung (pasal 22 ayat d ART HMI)
2. Sidang pleno dihadiri oleh seluruh fungsionaris PB HMI, ketua
umum BADKO seluruh Indonesia, ketua umum badan khusus
setingkat Pengurus Besar.
3. Fungsi dan wewenang sidang pleno adalah :
a) Membahas laporan Pengurus Besar tentang pelaksanaan
ketetapan kongres setiap semester.
b. Rapat Harian
1. Rapat harian dihadiri oleh seluruh fungsionaris PB HMI, badan
khusus dan lembaga pengembangan profesi nasional.
2. Rapat harian dilaksanakan setidak-tidaknya dua kali dalam satu
bulan, yakni pada hari jumat dalam minggu pertama, ketiga
setiap bulan.
3. Fungsi dan wewenang rapat harian :
a) Membahas dan menjabarkan kebijaksanaan yang diambil
dan ditetapkan oleh sidang pleno.
b) Mengkaji dan mengevaluasi keputusan-keputusan yang
diambil atau ditetapkan oleh presidium dan untuk
kemudian mengambil dan mempertimbangkan keputusan
selanjutnya.
c) Mendengar laporan dari seluruh fungsionaris PB dan para
ketua umum badan khusus.
c. Rapat Presidium
1. Rapat presidium dihadiri oleh Ketua Umum, Ketua Bidang,
Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretatis Jenderal, Bendahara Umum
dan Wakil Bendahara Umum.
2. Rapat presidium dilaksanakan setidak-tidaknya empat kali dalam
satu bulan yakni pada hari Jum’at dari tiap minggu. Untuk
minggu pertama, kedua dan ketiga diintegrasikan ke dalam rapat
harian.
3. Fungsi dan wewenang rapat presidium :
a) Mengambil keputusan tentang organisasi sehari-hari baik
intern maupun ekstern.
b) Mendengarkan informasi tentang perkembangan dari
berbagai aspek organisasi baik intern maupun ekstern.
c) Mengevaluasi perkembangan ekstern organisasi dan
dampaknya bagi perkembangan organisasi.
e. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris PB HMI.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester
presidium.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran
untuk seluruh kegiatan Pengurus Besar selama satu semester
B. PENGURUS CABANG
1. Ketua Umum
2. Ketua Bidang Pembinaan Anggota
3. Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi
4. Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan
5. Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi
6. Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah
7. Ketua Bidang Pemberdayaan Umat
8. Ketua Bidang HAM dan Lingkungan Hidup
9. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan
10. Sekretaris Umum
11. Wakil Sekretaris Umum Pembinaan Anggota
12. Wakil Sekretaris Umum Pembinaan Aparat Organisasi
13. Wakil Sekretaris Umum Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan
Kepemudaan
14. Wakil Sekretaris Umum Kewirausahaan dan Pengembangan
Profesi
15. Wakil Sekretaris Umum Partisipasi Pembangunan Daerah
16. Wakil Sekretaris Umum Pemberdayaan Umat
17. Wakil Sekretaris Umum Hak Asasi Manusia dan Lingkungan
Hidup
18. Wakil Sekretaris Umum Pemberdayaan Perempuan
19. Bendahara Umum
20. Wakil Bendahara Umum
Departemen-Departemen
21. Departemen Pengkajian Data dan Infomasi Anggota
22. Departemen Diklat Anggota
23. Departemen Pengembangan dan Promosi Kader
24. Departemen Pembinaan Aparat Organisasi
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 251
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
25. Departemen Pengembangan Organisasi
26. Departemen Perguruan Tinggi Dan Kemahasiswaan
27. Departemen Perintisan Perguruan Tinggi Excellent
28. Departemen Kepemudaan
29. Departemen Kewirausahaan
30. Departemen Pengembangan Profesi
31. Departemen Partisipasi Pembangunan Daerah
32. Departemen Pengkajian Masalah Keumatan
33. Departemen Hubungan Lembaga Islam
34. Departemen HAM
35. Departemen Lingkungan Hidup
36. Departemen Kajian Perempuan
37. Departemen Hubungan Lembaga Perempuan
38. Departemen Penerangan dan Humas
39. Departemen Administrasi dan Kesekretariatan
40. Departemen Logistik
41. Departemen Pengelolaan Sumber Dana.
a. Sidang Pleno
1. Melaksanakan setiap semester kegiatan selama periode berlangsung
(pasal 30 ayat e ART HMI)
c. Rapat Presidium
1. Rapat presidium dihadiri oleh ketua umum, ketua bidang, sekretaris
umum, wakil sekretaris umum, bendahara umum dan wakil
bendahara umum.
2. Rapat presidium dilaksanakan setidak-tidaknya empat kali dalam satu
bulan yakni, pada hari Jum’at dari tiap minggu . Untuk minggu
pertama dan ketiga diintegrasikan ke dalam rapat harian.
3. Fungsi dan wewenang rapat presidium :
a) Mengambil keputusan tentang organisasi sehari-hari baik intern
maupun ekstern.
b) Mendengarkan informasi tentang perkembangan dari berbagai
aspek organisasi baik intern maupun ekstern.
c) Mengevaluasi perkembangan ekstern organisasi dan dampaknya
bagi perkembangan organisasi.
d. Rapat Bidang
1. Rapat bidang dihadiri oleh aparat bidang yang bersangkutan.
2. Rapat bidang diselenggarakan setidak-tidaknya satu kali dalam satu
bulan.
e. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris Cabang.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk
seluruh kegiatan Pengurus Cabang selama satu semester.
C. PENGURUS KOMISARIAT
Sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam Bab II Bagian VIII pasal
37 Anggaran Rumah Tangga HMI Komisariat dalam struktur pimpinan,
khususnya program Komisariat adalah sebagai berikut :
a. Komisariat merupakan organisasi yang dibentuk dalam suatu atau
beberapa akademi/fakultas dalam lingkup universitas/perguruan
tinggi.
b. Masa jabatan Pengurus Komisariat adalah satu tahun terhitung sejak
pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Komisariat demisioner.
c. Pengurus Komisariat merupakan lembaga eksekutif dengan tekanan
kerja dalam hal agama dan pendidikan anggota dalam suatu kesatuan
organisasi satu akademi atau beberapa fakultas di satu universitas.
Bentuk yang digunakan pada Pengurus Komisariat adalah bentuk garis dan
fungsional sama dengan Pengurus HMI Cabang.
Dalam organisasi yang berbentuk garis dan fungsional, wewenang ketua
umum didelegasikan kepada satuan bidang kerja yang dipimpin oleh para
ketua bidang yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas
pelaksanaan tugas bidangnya masing-masing. Kemudian secara fungsional
tanggung jawab itu dipertanggungjawabkan oleh ketua bidang kepada
ketua umum.
Struktur organisasi Pengurus Komisariat terdiri :
1. Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota
2. Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan
3. Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi
4. Bidang Pemberdayaan Perempuan
5. Bidang Administrasi dan Kesekretariatan
6. Bidang Keuangan dan Perlengkapan
1. Ketua Umum
2. Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota
3. Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan.
4. Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi
5. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan
6. Sekretaris Umum
7. Wakil Sekretaris Umum Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan
Anggota
8. Wakil Sekretaris Umum Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan
Kepemudaan
9. Wakil Sekretaris Umum Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi
10. Wakil Sekretaris Umum Pemberdayaan Perempuan
c. Rapat Bidang
1. Rapat bidang dihadiri oleh aparat bidang yang bersangkutan.
2. Rapat bidang diselenggarakan setidak-tidaknya satu kali dalam satu
bulan.
3. Fungsi dan wewenang rapat bidang :
a) Mengontrol pelaksanaan proyek/kerja yang dilakukan oleh bidang.
b) Membuat penyesuaian terhadap pelaksanaan proyek/kerja dari
bidang yang mengalami perubahan baik dalam segi teknis maupun
segi waktu.
c) Menyusun langkah-langkah teknis untuk menyelenggarakan
proyek/kerja berikutnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan
oleh rapat presidium.
d. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris komisariat.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk
seluruhkegiatan Pengurus Komisariat selama satu semester.
1. Status Pengurus
a. Bidang Intern
1. Melakukan penelitian baik dari segi program maupun dari segi edukatif
terhadap hasil-hasil penyelenggaraan training dan aktivitas yang
dijalankan oleh seluruh aparat Cabang dibawah koordinasi BADKO
bersangkutan.
2. Menyusun data perkembangan anggota disetiap Cabang dalam wilayah
koordinasi.
3. Menyusun data aparat organisasi dan lembaga khusus serta menganalisa
hasil penelitian di kawasan koordinasinya dalam ikhtiar menertibkan
penyelenggaraan organisasi yang sesuai dengan konstitusi.
4. Menyusun data hasil eksternal berdasarkan sektor yang urgen dalam
perkembangan kawasan regional untuk mengembangkan HMI di
wilayah BADKO bersangkutan.
5. Meyelenggarakan koordinasi pengawasan terhadap pelaksanaan training
dan aktivitas yang diselenggarakan oleh seluruh aparat Cabang HMI di
wilayah koordinasinya.
6. Mengusahakan tindak lanjut atas hasil penelitian pelaksanaan training
dan aktivitas yang diselenggarakan oleh aparat HMI Cabang di wilayah
koordinasinya dengan :
a) Mengarahkan dan mensosialisasikan pedoman perkaderan HMI
dalam bentuk petunjuk pelaksanaan training yang operasional.
b) Mengarahkan dan mensosialisasikan pedoman evaluasi training yang
telah ditetapkan oleh organisasi.
b. Bidang Ekstern
1. Menyelenggarakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi
aktif, korektif dan konstruktif dari seluruh anggota dan alumni
HMI dalam mewujudkan kehidupan kampus yang demokratis di
wilayah koordinasinya.
2. Mengusahakan agar para anggota dan alumni HMI ikut serta secara
aktif meningkatkan fungsi dan peranan perguruan tinggi di tengah
kehidupan masyarakat.
3. Mengadakan kajian-kajian tentang berbagai aspek dan merumuskan
pola serta bentuk partisipasi HMI dalam pembangunan regional.
4. Mengembangkan pola kajian yang kontinyu untuk menggali
pemikiran yang bermanfaat dalam berbagai segi kehidupan umat
Islam guna disumbangkan sebagai kontribusi gagasan pada lembaga-
lembaga sosial, keagamaan dan politik.
d. Rapat Bidang
1. Rapat bidang dihadiri oleh aparat bidang yang bersangkutan.
2. Rapat bidang diselenggarakan setidak-tidaknya satu kali dalam satu
bulan.
3. Fungsi dan wewenang rapat bidang :
a) Mengontrol pelaksanaan proyek/kerja yang dilakukan oleh setiap
bidang.
b) Membuat penyesuaian terhadap pelaksanaan proyek/kerja dari
setiap bidang yang mengalami perubahan baik dalam segi teknis
maupun segi waktu.
4. Menyusun langkah-langkah teknis untuk menyelenggarakan
proyek/kerja berikutnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan
oleh rapat presidium.
e. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris BADKO.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk
seluruh kegiatan Pengurus Badan Koordinasi selama satu semester.
1. Status Pengurus
1. Ketua Umum
2. Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota
3. Ketua Bidang Pengembangan dan Pembinaan Aparat Organisasi
4. Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan
5. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan
6. Sekretaris Umum
5. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris KORKOM.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu
semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk
seluruh kegiatan Pengurus KORKOM selama satu semester.
a. KOHATI memiliki hak dan wewenang untuk (ART HMI Pasal 53 ayat
e) :
1. Memiliki Pedoman Dasar KOHATI.
2. KOHATI berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari
semua tingkat struktur kepemimpinan HMI untuk memudahkan
KOHATI menunaikan tugasnya.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya dalam
gerakan keperempuanan yang tidak bertentangan dengan AD HMI,
ART HMI dan pedoman organisasi lainnya.
b. Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) memiliki hak dan wewenang
untuk (ART HMI Pasal 54 ayat d) :
1. Memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga.
2. Masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat
Pengurus Besar berwenang untuk melakukan akreditasi Lembaga
Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar yang tidak
bertentangan dengan AD HMI, ART HMI dan pedoman organisasi
lainnya.
4. Dapat melakukan penyikapan terhadap fenomena eksternal sesuai
dengan bidang profesi masing-masing lembaga pengembangan
profesi.
c. Badan Pengelola Latihan (BPL) memiliki hak dan wewenang untuk
(ART HMI Pasal 55 ayat d) :
1. Memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga.
2. Badan Pengelola Latihan (BPL) berwenang untuk melakukan
akreditasi Badan Pengelola Latihan (BPL) di tingkat
BADKO/Cabang.
3. Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di
bidang perkaderan yang tidak bertentangan dengan AD HMI, ART
HMI dan pedoman organisasi lainnya.
d. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) memiliki hak dan
wewenang (ART HMI Pasal 56 ayat d) :
1. Memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga.
d. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh Fungsionaris Badan Khusus.
2. Rapat Kerja dilakukan sekurang – kurangnya sekali dalam semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja adalah :
a) Menyusun jadwal aktivitas / rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana angggaran penerimaan dan pengeluaran
untuk seluruh kegiatan pengurus Badan Khusus selama satu
semester.
I. PENDAHULUAN
II. KESEKRETARIATAN
2. HMI sebagai suatu oragnisasi adalah sautu bentuk kerja sama dari
sekelompok mahasiswa – mahasiswa Islam untuk mencapai tujuan
bersama (tujuan HMI pasal 4 Anggaran Dasar HMI), untuk mengatur
kerja sama ini ke arah pencapaian tujuan organisasi. Demikian pula
pembagian kerja (distribution of work) bagi setiap anggota pengurus dalam
5. Alamat surat yaitu kepada siapa surat itu ditujukan terletak pada kanan atas
surat, sejajar dengan perihal alamat surat tidak selamanya ditujukan kepada
seseorang, tetapi sering pula kepala suatu badan atau lembaga. Bila
ditujukan kepada suatu lembaga atau instansi, maka penyebutannya bukan
kepada nama lembaganya, melainkan kepada pengurus atau pimpinan
lembaga itu.
Contoh :
Nomor :
Lamp :
Hal :
JAKARTA
Bila surat ini ditujukan kepada salah satu bagian/unit yang ada pada
lembaga itu, hendaknya dilengkapi dengan “up” yang berarti “untuk
perhatian”.
Contoh :
Kepada Yang Terhhormat
Sdr. Pengurusan Besar HMI
u.p Bidang PAO
Di
JAKARTA
7. Isi Surat.
Suatu surat pada dasarnya tidak berbeda dengan suatu karangan,
penyusunannya memakai sistematika sebagai berikut :
- Pendahuluan
- Uraian Persoalan (isi/pokok surat)
- Penutup
Pendahuluan
Ini dimaksudkan untuk menarik perhatian pembaca/penerima surat
tentang hal atau masalah yang dipersoalkan dalam surat itu kalau hanya
sekedar menyampaikan berita singkat, kata atau kalimat pendahuluan ini
tidaklah menjadi keharusan pertimbangannya adalah efisiensi tapi bila
menyangkut persoalan penting (apabila kalau memerlukan penguraian dan
perincian), maka surat ini mestilah memakai kata pendahuluan gunanya
Contoh :
“diberitahukan bahwa,” atau dengan ini disampaikan bahwa, …. Dst.
(untuk surat-surat pemberitahuan).
“Berhubungan adanya gejala yang kita rasakan bersama tentang ….. dst”.
Kalimat pendahuluan ini sebaliknya tidak lebih dari satu alinea ditulis 2
(dua)spasi di bawah kata permulaan surat (Assalamualaikum Wr. Wb).
Fungsi kalimat penutup adalah sebagai pemanis surat yang kita buat karena
itu bukanlah suatu keharusan mutlak dalam pembuatan surat-surat resmi
namun demikian untuk kesopanan dan pemanis surat sebaiknya dalam
membuat surat -surat resmi organisasi tetap masih digunakan kalimat
penutup yang sesuai dengan isi surat.
8. Penutup surat.
Kalau dalam pembuatan surat resmi dimulai dengan “Basmallah” dan dibuka
dengan “Assalamu’alaikum Wr,Wb.” Maka dalam penutup surat-surat resmi
HMI ditutup dengan Wabillahittaufiq Wal hidayah dan Wassalamualaikum
Wr, Wb.” Surat khusus (seperti surat keputusan, Surat keterangan edaran,
instruksi, tugas/mandat dan sebagainya) dibuka dengan basmallah.
1. Buku Agenda
Untuk memudahkan pengelolaan sistem administrasi dan
kesekretariatan dalam hal ini pengelolaan surat-menyurat, surat masuk
maupun surat keluar, pengarsipan dan dokumentasi agar teratur dan
sistematis, maka sistem pengagendaan surat-menyurat perlu tersendiri.
Adapun unsur- unsur yang penting untuk dicatat adalah :
a. Nomor Urut Surat.
b. Nomor Kode Arsip.
c. Nomor Surat.
d. Tanggal Terima.
e. Nomor dan Tanggal Surat.
f. Isi Surat.
g. Asal Surat.
h. Keterangan (tambahan untuk keterangan surat).
2. Surat keluar
Surat keluar adalah surat yang kita keluarkan untuk mengemukakan
kehendak, pikiran dan maksud kita kepada pihak lain. Surat keluar
harus melalui sirkulasi sebagai berikut :
2.1 Konsep surat harus terlebih dahulu dimintakan clearence kepada
pengurus yang berkepentingan agar tidak terjadi perbedaan-
perbedaan antara muatan, isi dan redaksi surat tersebut.
2.2 Konsep surat yang telah mendapat clearence, kemudian diberi
nomor verbal.
Buku verbal untuk dan kode arsip surat
i. Nomor urut dan kode arsip surat.
j. Nomor surat.
k. Tanggal surat (penanggalan nasional dan hijriah).
l. Perihal isi surat.
Konsep surat yang telah “Clereance” dan nomor surat, diketik sesuai dengan
jumlah yang dikehendaki. Legalitas organisasi (tanda tangan ketua, sekretaris dan
stempel)setelah dibukukan, barulah surat tersebut siap untuk dikirim kepada
tujuan. Pengiriman surat-surat supaya betul menempuh perjalanan menuju
tujuannya, kita bukukan dulu dalam bentuk ekspedisi yang memuat kolom-
kolom sebagai berikut :
Contoh Ekspedisi
Pengirima Kepad Tanggal/No.Surat Lamp Penerima Ket
n a
10 Caban 26-05-1420 1 (satu) Per-pos
g 07-09-1999
1903/A/Sek/05/142
0
Ada satu faktor lagi yang harus diperhatikan sehubungan dengan pengarsipan yakni
pengawetan arsip. Pengawetan ini dapat ditempuh dengan beberapa jalan antara
lain:
- Tempat penyimpanan (map/lemari) arsip dari bahan-bahan yang baik dan
tahan oleh kerusakan.
V. ADMINISTRASI KEANGGOTAAN
1. Inventaris Organisasi.
1.1 Inventaris organisasi adalah segala sesuatu yang menjadi milik
organisasi berupa kekayaan organisasi.
1.2 Inventaris organisasi pada pokoknya dapat kita bagi dua yaitu
• Inventaris yang permanen.
• Inventaris organisasi yang tidak permanen.
Yang digolongkan inventaris permanen adalah milik organisasi yang
dalam jangka relatif lama tidak mengalami perubahan misalnya.
• Gedung sekretaris/kantor.
• Alat-alat tulis kantor.
• Dan sebagainya.
Untuk mengontrol inventaris organisasi ini perlu dibuat daftar inventaris.
Sesuai dengan penggolongan diatas, maka kita dapat membuat daftar
inventaris 2 macam :
- Daftar inventaris organisasi yang permanen.
- Daftar inventaris organisasi yang tidak permanen (habis
pakai) dalam waktu relatif pendek yang bisa disebut Buku
Stok.
1.3 Tujuan dibuat daftar inventaris organisasi ialah :
- Menunjukkan kekayaan organisasi.
- Untuk menghindari adanya pemborosan.
- Sebagai alat kontrol dari inventaris (mengetahui kerusakan
perubahan, penggantian, serta untuk menambah bila terjadi
kekurangan).
1.4 Penyimpanan inventaris organisasi harus dilakukan dengan baik oleh
orang-orang yang bertanggung jawab sesuai dengan job discription
kesekretariatan. Penyimpanan harus dilaksanakan serta ditempatkan
di sekretariat, tidak diperkenankan dibawah atau di simpan di rumah
fungsionaris.
IX. PENUTUP
Dengan kesadaran dan tanggung jawab, kami pengurus …….. dengan ini berjanji dan
berikrar :
1. Bahwa kami dengan kesungguhan hati akan melaksanakan ketetapan –
ketetapan …… ke ……… di ………
2. Bahwa kami akan selalu menjaga nama baik Himpunan dengan selalu
tunduk dan patuh kepada AD, ART dan pedoman pokok HMI beserta
ketentuan – ketentuan lainnya.
3. Bahwa apa yang kami kerjakan dalam kepengurusan ini adalah untuk
mencapai tujuan HMI dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT dan
mencapai kesejahteraan umat dan bangsa di dunia dan akhirat.
Nomor : 09/KPTS/A/11/1426 H
Tentang
Dengan senantiasa mengharapkan rahmat dan ridho Allah SWT. Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), setelah :
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
SURAT KETERANGAN
Nomor : 1115/A/Sek/12/1426
Dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT. Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menerangkan bahwa :
Demikian Surat Keterangan ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
SURAT TUGAS
Nomor : 1116/A/Sek/07/1424
Dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT. Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberikan tugas kepada :
1. Nama : Mustahudin
Jabatan : Wakil Sekretaris Jenderal pengurus Besar HMI
Alamat : Jl. Diponegoro 16 A Jakarta
2. Nama : Asban
Jabatan : Ketua Bidang PPN Pengurus Besar HMI
Alamat : Jl. Dipenogoro 16 A Jakarta
Demikian surat tugas ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
kepada yang bersangkutan diharapkan melapor setelah selesainya tugas tersebut.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
SURAT MANDAT
Nomor : 1123/B/Sek/10/1426
Dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT. Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberikan mandat kepada :
Nama : Mustahudin
Jabatan : Ketua Panitia Nasional Kongres Himpunan Mahasiswa Islam
ke-25 (PANASKO HMI XXV)
Jakarta, 20 S y a w a l 1426 H
19 Oktober 2005 M
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Nomor : 135/B/Sek/12/1427
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : MOHON BANTUAN PENGGANDAAN HASIL – HASIL
KONGGRES XXV
Salam dan do’a semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada Kanda dalam menjalankan tugas sehari–hari. Amin.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Nomor : 713/A/Sek/12/1426
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : PENGANTAR
Kepada yang terhormat,
Pengurus BADKO HMI Kaselteng
Di
TEMPAT
Salam dan doa semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Saudara dalam menjalankan tugas sehari–hari.
Amin.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
DENI YUSUF
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL
Nomor : 1245/B/Sek/08/1426 H
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : UNDANGAN Kepada yang terhormat,
Kanda Wahyu Triono
Di
JAKARTA
Salam dan do’a semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Kanda dalam menjalankan tugas sehari-hari. Amin.
Untuk itu kami mengundang Kanda Hadir dalam sidang MPK III dan
sidang pleno IV yang Insya Allah dilaksanakan.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Nomor : 709/A/Sek/07/1426 H
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : HIMBAUAN Kepada Yang Terhormat,
Saudara Pengurus BADKO HMI dan
Pengurus Cabang se-Indonesia
Di-
SELURUH INDONESIA
Salam dan do’a semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Saudara dalam menjalankan tugas sehari-hari. Amin.
Demikianlah surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya
kami ucapkan terima kasih.
Billahittaufiq Walahidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Contoh
Keterangan :
Setelah surat–surat tersebut diketahui dan diberi disposisi oleh pengurus sesuai
dengan pembandingan masing–masing (perlu dibahas) diteruskan atau khusus
diadakan penyortiran surat–surat tersebut.
Surat–surat dari map disposisi ini akan dipisahkan menjadi surat–surat yang
langsung disimpan sebagai arsip dan surat–surat yang akan dikerjakan atau
diselesaikan lebih lanjut.
AGENDA ACARA
PEMBUKAAN KONFERENSI XXV HMI CABANG BOGOR
1. Pembukaan.
2. Pembacaan Kitab Suci Al-Qu’ran dan terjemahannya.
3. Lagu Indonesia Raya.
4. Laporan Ketua Panitia Konferensi XXV HMI Cabang Bogor.
5. Sambutan – sambutan:
5.1. Ketua Umum HMI Cabang Bogor.
5.2. Ketua Umum BADKO Jabodetabeka-Banten sekaligus membuka
dengan resmi acara Konferensi XXV HMI Cabang Bogor.
6. Pemberian cindera mata.
7. Do’a.
8. Selesai.
HMI : …………………………………
BADKO : …………………………………
I. DATA TENTANG DIRI
1. Nama lengkap/panggilan :
2. Jenis Kelamin :
3. Tempat dan Tgl. Lahir :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
TEMPAT DAN
NAMA LENGKAP PENDIDIKAN
TANGGAL LAHIR
1. SD : Lulus tahun
2. SMP : Lulus tahun
3. SMA (sederajat) : Lulus tahun
4. Universitas/Institut/Akademi : Lulus tahun
5. Fakultas/Jurusan :
6. Masuk Tahun :
7. Tingkat/No. Mahasiswa :
Catatan : *)
TAHU TRIWULAN
KETERANGAN
N I II III IV
1991
1992
1993
1994
Dst.
1. Muharram
2. Syafar
3. Rabiul Awwal
4. Rabiul Akhir
5. Jumadil Awwal
6. Jumadil Akhir
7. Rajab
8. Sya’ban
9. Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulkaidah
12. Dzulhijah
Daftar nama dan urutan bulan – bulan Hijriah di atas, dimaksudkan untuk
memberikan nomor/bulan dalam surat menyurat.
Misal : Jika surat tersebut dikeluarkan bulan Rabiul Awwal maka kode
suratnya menjadi, Nomor : 110/A/Sek/03/1426
Angka nomor 03 itulah sebagai petunjuk bulan Rabiul Awwal (bulan ketiga) dalam
tahun Hijriyah.
A. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Anggaran Dasar BAB VIII pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 58 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dana dapat diperoleh dari berbagai
sumber antara lain :
1. Uang pangkal.
2. Iuran dan sumbangan anggota.
3. Keuntungan Lembaga Pengembangan Profesi.
4. Sumbangan alumni.
5. Usaha-usaha lain yang halal dan tidak bertentangan dengan sifat independensi
HMI.
Maksud dan tujuan dari Pedoman Keuangan dan Harta Benda Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebagai usaha untuk memperoleh dana yang lebih
besar dan dengan cara yang efektif sesuai dengan kondisi Cabang masing – masing
dengan maksud agar HMI lebih mandiri, dalam arti tidak tergantung pada
instansi/lembaga yang memberikan sumbangan yang bersifat konvensional.
B. SUMBER DANA
1. Uang pangkal dan iuran anggota
a. Penarikan uang pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang
besaran dan metode pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus
Cabang.
b. Sumbangan anggota bersifat sukarela atau tergantung
keiklasan/kemampuan setiap anggota.
c. Uang pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.
d. Iuran anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk
Komisariat dan 40 persen untuk Cabang .
6. Mekanisme persetujuan
a. Pengajuan anggaran bidang :
Hasil Raker Rapat Bidang Ketua Bidang
Rapat harian Bendahara Umum.
b. Pengajuan Anggaran aktivitas :
Panitia Ketua Bidang Bendahara Umum
Ketua Umum.
7. Tahap Pelaksanaan
a. Pengajuan anggaran setiap aktivitas harus mendapat persetujuan dari
Bendahara Umum (policy maker) dan Ketua Umum (decision maker)
baik yang dilaksanakan oleh bidang maupun kepanitian.
b. Setiap pengeluaran harus sesuai dengan anggaran yang telah
ditetapkan dan disertai bukti pembayaran.
c. Apabila terjadi penyimpangan dari anggaran yang telah ditetapkan,
maka harus dibawa ke forum Rapat Harian.
d. Penyusunan laporan akhir sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan
program.
USAHA
PROSES
PROGRAM
INDIVIDU KADER
AMANAH & AHLI
ETIKA
− SISTEM
MANUSIA DATA MANAJEMEN PENGELOLA
PENERIMAAN
METODE TEKNOLOGI
MATERIAL − SISTEM ANGGARAN
− SISTEM PELAPORAN
E. PENYUSUNAN LAPORAN
Laporan keuangan pada umunya adalah neraca dan daftar perhitungan hasil
usaha (R/L). Neraca menggambarkan posisi harta kewajiban dan kekayaan
pada saat tertentu. Sedangkan daftar perhitungan hasil usaha mengambarkan
hasil kegiatan dan pengeluaran–pengeluaran dana organisasi untuk jangka
waktu yang berakhir pada tangga neraca.
F. PENUTUP
Demikian pedoman kebendaharaan ini kami susun agar dapat berguna sebagai
pegangan atau petunjuk pelaksanaan bagi organisasi dalam upaya
pendayagunaan sumber dana yang ada, secara efisien dan efektif serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Kami berharap pedoman ini dapat menjadi standar yang masih mungkin dapat
dikembangkan sesuai dengan aparat/Cabang masing – masing, jika kelak
ternyata atau terdapat kesalahan atau kekurangan dapat kita kembangkan
secara up to date.
Terbilang :
Dari :
...............................................................................................
Sebagai :
...............................................................................................
Keterangan terlampir
……………………….
Yang menerima
Rangkap III
1. Putih untuk yang menyerahkan uang.
2. Merah untuk Wakil Bendahara Umum bagian pembukuan.
3. Kuning untuk Wakil Bendahara Umum bagian penyimpanan/pengeluaran.
Terbilang :
Dari :
...............................................................................................
Sebagai :
...............................................................................................
Keterangan terlampir
……………………….
Yang menerima
Rangkap III
1. Putih untuk Wakil Bendahara Umum bagian penyimpanan/pengeluaran.
2. Merah untuk pemakai uang.
3. Kuning untuk Wakil Bendahara Umum bagian pembukuan.
_________________ ________________________
Bendahara Umum Wakil Bendahara Umum
BUKU KAS
No. Debet Jumlah No. Kredit Jumlah
BUKU HUTANG
Perkiraan Kecil
21
4
21
5
21
6
NERACA
PER……..
Aktiva Pasiva
N Perkiraan Jumlah No Perkiraan Jumlah
o
1 Kas Rp. 1 Hutang Rp.
2 Bank Rp. 2 Uang Muka Rp.
Diterima
3 Tagihan Rp. 3 Selisih Akt/pasiva Rp.
4 DP Rp.
5 Persed Rp.
Jumlah Rp
6 Bangunan Rp.
7 Invetaris Kantor Rp.
8 Kendaraan Rp.
9 Perlengkapan Rp.
Jumlah Rp Jumlah Rp.
PENERIMAAN
1. Uang Pangkal Rp.
2. Uang Iuran Rp.
3. Donatur Tetap Rp.
4. Penyumbang Insidentil Rp.
5. Hasil Usaha Rp.
6. Instansi Rp.
7. Lain – lain Rp.
Jumlah Penerimaan Rp.
PENGELUARAN
1. BIAYA ADMINISTRASI
Biaya Kantor Rp.
Biaya ATK Rp.
Biaya Listrik/Gas/Pam Rp.
SURPLUS/DEFISIT Rp.
= Jumlah Penerimaan – Jumlah Pengeluaran
= .............................. (Surplus/Defisit)
MUKADDIMAH
Sesungguhnya Allah SWT, telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan
sempurna untuk mengatur umat manusia agar berkehidupan sesuai fitrahnya
sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata
kehadirat-Nya.
Di sisi Allah SWT, manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai derajat
yang sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya, yakni sejauh mana ia
istiqamah/teguh mengimani dan mengamalkan ajaran-ajaran Ilahi dalam kehidupan
sehari-hari.
Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah terakhir juga menekankan posisi
strategis kaum perempuan dalam masyarakat sebagaimana sabdanya yang berbunyi :
“Perempuan adalah tiang negara, bila kaum perempuannya baik (berahlak karimah)
maka negaranya baik dan bila perempuannya rusak (amoral) maka rusaklah negara
itu”. Dalam rangka memaknai peran strategis tersebut maka kaum perempuan
dituntut untuk menguasai ilmu agama, Iptek serta keterampilan yang tinggi, dengan
senantiasa menyadari akan kodrat kemanusiaannya.
Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat harus memainkan peranannya
mewujudkan masyarakat berkeadilan. Dan sebagai salah satu strategi perjuangan
dalam mewujudkan mission HMI, diperlukan sebuah wadah yang menghimpun
segenap potensi HMI dalam wacana keperempuanan untuk melaksanakan fungsi
dan tanggung jawabnya, dan untuk mewujudkannya HMI membentuk Korps-HMI-
Wati (KOHATI). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, KOHATI harus
berkesinambungan dengan HMI dan penuh kebijaksanaan yang dinafasi keimanan
kepada Allah SWT, serta berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga HMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian KOHATI
a. KOHATI adalah singkatan dari Korps-HMI-Wati.
b. KOHATI adalah badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan
dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan
keperempuanan.
c. KOHATI adalah bidang keperempuanan di HMI setingkat.
Pasal 2
Waktu dan Tempat Kedudukan
1. KOHATI didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H bertepatan dengan
tanggal 17 September 1966 M pada Kongers VIII di Solo.
b. KOHATI berkedudukan di tempat kedudukan HMI.
Pasal 3
Tujuan
Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita.
Pasal 4
Status
a. KOHATI merupakan salah satu badan khusus HMI.
b. Secara struktural pengurus KOHATI ex officio pimpinan HMI, diwakili oleh
Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang.
Pasal 5
Sifat
KOHATI bersifat Semi-Otonom.
Pasal 6
Fungsi
a. KOHATI berfungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi
kader HMI dalam wacana dan dinamika keperempuanan.
b. Di tingkat internal HMI, KOHATI berfungsi sebagai bidang keperempuanan.
c. Di tingkat eksternal HMI, berfungsi sebagai organisasi perempuan.
Pasal 8
Keanggotaan
Anggota KOHATI adalah HMI-Wati yang telah lulus Latihan Kader (LK I).
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
A. Struktur Kekuasaan
Pasal 9
Musyawarah KOHATI
a. Musyawarah KOHATI merupakan forum laporan pertanggungjawaban
pengurus dan perumusan Program Kerja KOHATI.
b. Musyawarah KOHATI memilih dan menetapkan Formateur/Ketua Umum
dan dua (2) orang Mide Formateur.
1. Di tingkat nasional diselenggarakan Musyawarah Nasional KOHATI
dalam rangkaian Kongres HMI.
2. Di Tingkat daerah diselenggarakan Musyawarah Daerah KOHATI
BADKO dalam rangkaian Musyawarah Daerah BADKO HMI.
3. Di tingkat cabang diselenggarakan Musyawarah KOHATI Cabang dalam
rangkaian Konferensi HMI Cabang.
4. Di tingkat KORKOM diselengarakan Musyawarah KOHATI KORKOM
dalam rangkaian Musyawarah KORKOM.
5. Ditingkat komisariat diselenggarakan Musyawarah KOHATI Komisariat
dalam rangkaian Rapat Anggota Komisariat.
Pasal 10
Peserta Musyawarah
a. Peserta Musyawarah Nasional KOHATI, terdiri dari :
1. Utusan adalah pengurus KOHATI HMI Cabang Penuh.
2. Peninjau adalah Pengurus KOHATI PB HMI, Pengurus KOHATI
BADKO HMI, Pengurus KOHATI HMI Cabang Persiapan dan Bidang
Keperempuanan.
Pasal 11
Instansi Pengambilan Keputusan
a. Setiap keputusan KOHATI dilakukan secara musyawarah dengan tata susunan
tingkatan instansi pengambilan keputusannya adalah rapat pleno, rapat
harian, rapat presidium.
b. Untuk penyusunan rencana kerja operasional diselenggarakan rapat bidang
dan rapat kerja.
B. Struktur Pimpinan
Pasal 12
Pimpinan KOHATI
a. Ditingkat PB HMI dibentuk KOHATI PB HMI.
b. Ditingkat BADKO HMI dibentuk KOHATI BADKO HMI.
c. Ditingkat HMI Cabang dibentuk KOHATI HMI Cabang.
d. Ditingkat KORKOM dibentuk KOHATI KORKOM HMI.
e. Ditingkat Komisariat dibentuk KOHATI Komisariat.
Pasal 13
Pembentukan Pimpinan KOHATI
a. Penetapan Ketua Umum KOHATI ditentukan oleh Musyawarah KOHATI.
b. Bila Ketua Umum KOHATI tidak dapat menjalankan tugasnya dan/atau
melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan organisasi maka dapat dipilih
Pasal 14
Personalia Pengurus KOHATI
a. Formateur/Ketua Umum menyusun struktur kepengurusan KOHATI dan
dibantu oleh Mide Formateur.
b. Formasi pengurus KOHATI PB HMI, KOHATI BADKO HMI, KOHATI
HMI Cabang, KOHATI KORKOM HMI dan KOHATI Komisariat terdiri
dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum, Ketua Bidang dan
Departemen-Depatemen, atau sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan
Bendahara.
c. Struktur Pengurus KOHATI berbentuk garis fungsional.
Pasal 15
Kriteria Pengurus
a. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Pengurus KOHATI PB HMI adalah HMI-
Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI Komisariat/Bidang
Pemberdayan Perempuan dan/KOHATI KORKOM HMI, KOHATI HMI
Cabang dan/atau KOHATI BADKO HMI/KOHATI PB HMI, berprestasi,
telah mengikuti LKK dan LK III.
b. Yang dapat menjadi Ketua Umum /Pengurus KOHATI BADKO HMI adalah
HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI Komisariat/Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan/KOHATI KORKOM HMI, KOHATI HMI
Cabang dan/KOHATI BADKO HMI, berprestasi, yang telah mengikuti LKK
dan LK II.
c. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Pengurus KOHATI HMI cabang adalah
HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI Komisariat/Bidang
Pemberdayaan Perempuan, KOHATI KORKOM HMI dan/KOHATI HMI
Cabang, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II.
d. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Pengurus KOHATI KORKOM adalah
HMI-Wati yang pernah menjadi pengurus KOHATI Komisariat/Bidang
Pemberdayaan Perempuan, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II.
e. Yang dapat menjadi Ketua Umum/Pengurus KOHATI Komisariat adalah
HMI-Wati berprestasi yang telah mengikuti LK I dan LKK.
Pasal 16
Pengesahan dan Pelantikan Pengurus KOHATI
a. Di tingkat PB HMI, KOHATI PB HMI disahkan dan dilantik oleh Ketua
Umum PB HMI.
BAB III
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 17
KOHATI PB HMI
a. KOHATI PB HMI bertanggung jawab kepada MUNAS KOHATI dan
menyampaikan laporannya kepada Kongres.
b. KOHATI PB HMI bersifat koordinatif terhadap KOHATI HMI Cabang.
c. KOHATI PB HMI adalah penanggung jawab masalah KOHATI dan wacana
serta dinamika gerakan keperempuanan di tingkat nasional.
Pasal 18
KOHATI BADKO HMI
a. KOHATI BADKO HMI adalah unsur perpanjangan tangan KOHATI PB
HMI yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan KOHATI HMI Cabang di
wilayah koordinasinya.
b. KOHATI BADKO HMI bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah
KOHATI BADKO HMI dan menyampaikan laporan kepada MUSDA
BADKO.
c. KOHATI BADKO HMI menyampaikan laporan informasi keja minimal
enam bulan sekali kepada KOHATI PB HMI.
d. KOHATI BADKO HMI adalah penanggung jawab masalah KOHATI dan
wacana serta dinamika gerakan keperempuanan di tingkat regional.
Pasal 19
KOHATI HMI Cabang
a. KOHATI HMI Cabang adalah aparat HMI Cabang yang mengkoordinir
kegiatan bidang keperempuanan HMI Cabang setempat.
b. KOHATI HMI Cabang bertanggung jawab kepada Musyawarah KOHATI
HMI Cabang dan memberikan laporan kepada KONFERCAB.
c. Menyampaikan/mengirimkan lampiran susunan kepengurusan KOHATI
HMI Cabang serta rencana program kerja kepada KOHATI PB HMI dengan
tembusan KOHATI BADKO HMI.
d. Menyampaikan laporan dan informasi kegiatan minimal 4 bulan sekali kepada
KOHATI PB HMI dengan tembusan kepada KOHATI BADKO HMI.
Pasal 20
KOHATI HMI KORKOM
a. KOHATI HMI KORKOM adalah perpanjangan tangan KOHATI HMI
Cabang yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan KOHATI HMI Komisariat di
wilayah koordinasinya.
b. KOHATI KORKOM bertanggung jawab kepada Musyawarah KOHATI
KORKOM dan menyampaikan laporan kepada Musyawarah KORKOM.
c. Menyampaikan /mengirim lampiran susunan kepengurusan KOHATI
KORKOM HMI disertai dengan rencana program kerja terhadap KOHATI
HMI Cabang.
d. KOHATI HMI KORKOM menyampaikan laporan dan informasi kerja
minimal 4 bulan sekali kepada KOHATI HMI Cabang.
Pasal 21
KOHATI HMI Komisariat
a. KOHATI HMI Komisariat adalah aparat HMI Komisariat yang
mengkoordinir pembinaan perkaderan serta kegiatan bidang keperempuanan
HMI Komisariat.
b. KOHATI HMI Komisariat bertanggung jawab kepada Musyawarah KOHATI
Komisariat dan menyampaikan laporan pada Rapat Anggota Komisariat.
c. Menyampaikan/mengirimkan lampiran susunan pengurus disertai dengan
rencana program kerja KOHATI HMI Komisariat kepada KOHATI HMI
Cabang dengan tembusan kepada KOHATI KORKOM.
d. Menyampaikan informasi kegiatan minimal 4 bulan sekali kepada KOHATI
HMI Cabang dengan tembusan kepada KOHATI KORKOM HMI.
BAB IV
ADMINISTRASI DAN KESEKRETARIATAN
Pasal 22
Pedoman Administrasi dan Surat Menyurat KOHATI
a. Administrasi dan surat menyurat KOHATI disesuaikan dengan administrasi
dan surat menyurat yang berlaku di HMI.
b. Untuk surat intern (kedalam) dengan kode : Nomor surat/A/Sek/KHI/bulan
Hijriah/tahun Hijriah.
c. Untuk surat ekstern (keluar) dengan kode : Nomor surat/B/Sek/KHI/bulan
Hijriah/Tahun Hijriah.
Pasal 23
Atribut KOHATI
Yang termasuk dalam atribut KOHATI adalah mars, badge, stempel, kop surat dan
busana KOHATI.
BAB V
KEUANGAN
Pasal 24
Keuangan
Sumber dana KOHATI diperoleh dari dana yang halal dan tidak mengikat.
BAB VI
PEMBENTUKAN, PEMBEKUAN DAN PEMBUBARAN KOHATI
Pasal 25
Pembentukan KOHATI
a. Pembentukan KOHATI di tingkat KOHATI PB HMI, BADKO HMI, HMI
Cabang, KOHATI KORKOM HMI dan HMI Komisariat diputuskan pada
putusan tertinggi HMI setingkat.
b. Status KOHATI HMI Cabang disesuaikan dengan status HMI Cabang.
c. Status KOHATI HMI Komisariat disesuaikan dengan status HMI Komisariat.
Pasal 26
Pembekuan KOHATI
Pembekuan KOHATI di tingkat KOHATI PB HMI, KOHATI BADKO HMI,
KOHATI HMI Cabang, KOHATI KORKOM HMI dan KOHATI Komisariat
diputuskan pada putusan tertinggi HMI setingkat.
Pasal 27
Pembubaran KOHATI
Pembubaran KOHATI hanya dapat dilakukan oleh Kongres HMI.
BAB VII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 28
a. Penjabaran tentang status, sifat, fungsi dan peran KOHATI dirumuskan dalam
tafsir tersendiri.
Pasal 29
Hal lain yang menyangkut ketetapan yang tidak tercantum dalam pedoman ini
disesuaikan dengan pedoman organisasi HMI dan/atau peraturan PB
HMI/KOHATI PB HMI.
Tujuan yang jelas diperlukan oleh sebuah organisasi, sehingga setiap usaha yang
dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur dan terarah.
Tujuan organisasi dipengaruhi oleh motivasi dasar pembentukannya, status dan
fungsinya dalam totalitas dimana dia berada. Dalam totalitas perkaderan HMI,
KOHATI merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai
tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan
Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di
ridhoi Allah SWT.
Sebagai sebuah lembaga, Korps-HMI-Wati (KOHATI) yang ide dasar
pembentukannya dilandaskan pada kebutuhan akan pengembangan misi HMI
secara luas, serta kebutuhan akan adanya pembinaan untuk HMI-Wati yang lebih
inspiratif, memandang penting bahwa kualitas peranan HMI-Wati perlu terus
dipacu/ditingkatkan.
Dalam rangka itu KOHATI merumuskan tujuannya sebagai berikut : “Terbinanya
Muslimah yang berkualitas Insan Cita”. Dengan rumusan tujuan ini KOHATI
memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HMI (mencapai 5
kualitas insan cita) tetapi berspesialisasi pada pembinaan anggota HMI-Wati untuk
menjadi muslimah yang berkualitas insan cita.
Sesuai dengan ide dasar pembentukannya, maka proses pembinaan di KOHATI
ditujukan untuk peningkatan kualitas dan peranannya dalam wacana
keperempuanan. Ini dimaksudkan bahwa aktifitas HMI-Wati tidak saja di
KOHATI dan HMI, tetapi juga dalam masyarakat luas, terutama dalam merespon,
mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan. Dengan demikian, maka jelas
bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI.
Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik, maka KOHATI harus
membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota KOHATI
memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan
profesional serta kemandirian dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana
keperempuanan yang berkembang dalam masyarakat.
Peningkatan kualitas ini, dilakukan KOHATI melalui proses pembinaan yang
terencana dan terarah melalui serangkaian aktifitasnya.
INSAN CITA
HMI-WAN
ANGGOTA
HMI
HMI-WATI
(KOHATI)
Latihan :
o LKK
o Kursus
Kegiatan :
o Pribadi
o Kelompok
Sifat dalam sebuah organisasi menunjukkan watak atau karateristik. Hal ini
mengandung makna bahwa sifat adalah pembeda antar lembaga. Perbedaan ini
dimaksudkan sebagai salah satu strategi dan taktik dalam perjuangan sebuah
organisasi.
Sebagai badan khusus HMI, KOHATI bersifat semi-otonom. Dengan sifat ini
menunjukkan keberadaan KOHATI sebagai sub-sistem dalam perjuangan HMI.
Adapun latar belakang munculnya sifat ini, karena pada dasarnya anggota HMI
mengakui adanya kesamaan kemampuan dan kesempatan antara anggota, baik laki-
laki maupun perempuan. Namun suprastruktur masyarakat kita nampaknya masih
menempatkan organisasi sebagai alat yang efektif untuk menyahuti berbagai
persoalan dalam upaya pencapaian tujuannya.
Dalam operasionalisasi mekanisme organisasi, sifat semi-otonom ini mengandung
arti bahwa KOHATI memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam beraktivitas dan
berkreativitas di dalam (intern) HMI, terutama dalam pembinaan potensi HMI di
dalam wacana keperempuanan dalam mengembangkan kualitas kader HMI-Wati,
baik dalam pengembangan wawasan maupun keterampilan yang sesuai dengan
konstitusi HMI dan KOHATI yaitu AD dan ART HMI maupun Pedoman Dasar
KOHATI serta kebijaksanaan umum HMI lainnya. Adapun dalam melakukan
kegiatan yang bersifat luar (ekstern) HMI, KOHATI merupakan perpanjangan
tangan HMI di semua tingkatan. Dengan kata lain kehadiran KOHATI pada
aktivitas eksternal HMI merupakan pembawa misi perjuangan HMI. Oleh
karenanya KOHATI harus senantiasa mengadakan koordinasi dengan HMI.
Hal tersebut secara keseluruhan diekspresikan dalam struktur organisasi HMI,
dimana KOHATI diwakili oleh presidium KOHATI yang menjadi bagian dari
kepengurusan HMI ditingkatannya. Inilah yang dinamakan pengurus KOHATI ex
officio pengurus HMI.
Konsekuensi struktur tersebut, menjadikan keberadaan KOHATI sangat jelas
sebagai badan khusus HMI. Karena setiap pengambilan keputusan maupun
kebijaksanaan HMI dan KOHATI diputuskan secara bersama dalam mekanisme
HMI. Otonomisasi KOHATI di bidang intern hanya pada bentuk aktivitas
pengembangan kualits kader HMI-Wati. Oleh karena itu dengan sifat semi-otonom
ini, menunjukkan bahwa kebesaran KOHATI memiliki saling ketergantungan pada
sejauh mana interaksi, koordinasi dan komunikasi antara seluruh jajaran
kepengurusan HMI di semua tingkatan.
Dengan sifatnya ini KOHATI dapat memasuki dan berinteraksi dengan organisasi-
organisasi perempuan yang ada baik secara lokal, regional, nasional maupun
internasional.
1. Aspek Internal
Dalam hal ini KOHATI menjadi wadah/media latihan bagi para HMI-Wati
untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta kualitasnya
dalam bidang keperempuanan khususnya menyangkut kodrat kemanusiaannya,
dan bidang sosial kemasyarakatan umumnya melalui pendidikan, penelitian dan
pelatihan serta aktivitas-aktivitas lain dalam kepengurusan HMI.
2. Aspek Eksternal
Dalam hal ini KOHATI merupakan pembawa misi HMI di setiap forum-forum
keperempuanan. Kehadiran KOHATI dalam forum itu tentunya semakin
mempeluas keberadaan HMI di semua aspek kehidupan. Secara khusus bagi
kader HMI-Wati, keterlibatan pada dunia eksternal merupakan pengembangan
dari kualitas pengabdian masyarakat yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi
KOHATI adalah wadah aktualisasi dan pemacu selutuh potensi perempuan
khususnya HMI-Wati, untuk mengejar kesenjangan yang ada serta mendorong
Jayalah KOHATI
Pengawal panji Islam
Derapkan langkah perjuangan
Kuatkan Iman
B
C
D
F
E
PENDAHULUAN
TUJUAN/MISI GERAKAN
TARGET
SASARAN
Isu utama (Main Issue) yang hendak ditawarkan sebagai wacana gerakan perempuan
HMI (GP HMI) adalah :
1. Ke-Islaman.
2. Kesejahteraan.
3. Pemberdayaan/Empowerment.
4. Egalitarianisme dan demokrasi.
5. Etika/moralitas masyarakat (public morality).
1. KE-ISLAMAN
a. Meretas pemahaman agama yang misoginis terhadap perempuan.
Terdapat banyak ayat-ayat, sunnah rasul, yang menjadi pemahaman
misoginis dalam masyarakat. Perlunya mengkaji ulang fiqih perempuan
yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi umat saat ini.
b. Adanya gerakan pemahaman keperempuanan yang mengatasnamakan
Islam namun justru keluar jalur Al-Quran sebagai hukum Islam. Contoh
2. KESEJAHTERAAN
a. Penanganan lost Generation (rendahnya kualitas hidup masyarakat).
Adanya lost generation dimana ibu-ibu hamil dan menyusui, serta anak
yang tidak mendapat proporsi gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak, maka seyogyanya Gerakan Perempuan HMI
menyikapi masalah ini dengan tindakan nyata, bekerjasama dengan instansi
pemerintah, Ormas, LSM dan lain-lain. Kampanye publik seperti gerakan
sayang ibu, kesehatan reproduksi, hak-hak reproduksi perempuan dengan
pendekatan ke-Islaman, kampanye hak anak.
b. Pembuatan kegiatan yang bernilai produktif.
Untuk meminimalisir budaya ketergantungan terhadap alumni, perlu
kiranya Gerakan Perempuan HMI membangun kerjasama positif dengan
institusi atau personel terkait. Selain dengan tujuan mengupayakan
kemandirian organisasi, hal ini juga berimplikasi positif pada kemandirian
individu anggota di bidang ekonomi (income generating).
3. PEMBERDAYAAN (EMPOWERMENT)
a. Pemberdayaan perempuan dalam menghapuskannya dari ketergantungan
psikis, ekonomis maupun politis.
b. Pemberdayaan perempuan di bidang politik. Membangun partisipasi
politik dan meningkatkan posisi tawar (burgaining posititon) perempuan
dalam politik, baik aktif maupun pasif.
c. Memberdayakan perempuan untuk mampu mengadvokasi terhadap
pelanggaran hak asasi perempuan khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Karena konsep yang matang tanpa metode yang efektif dan efisien menjadi tidak
ada artinya, maka platform gerakan perempuan HMI ini dibuat sampai pada
gambaran operasionalnya.
LANDASAN GERAKAN
1. LANDASAN FILOSOFIS
Perempuan berasal dari kata per-empu-an yang artinya “ahli/mampu”, jadi
perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu. Wanita berasal
dari kata berbahasa Jawa “wani ditata” yang artinya “orang yang bisa diatur”. Selain
itu, dalam bahasa Sanskerta kata wanita berasal dari kata “wan” dan “ita” yang
berarti “yang dinafsui”
Kata perempuan lebih dipilih untuk digunakan karena mengandung konotasi yang
lebih pisitif (amelioratif). Sedangkan kata wanita cenderung tidak digunakan disini
karena cenderung berkonotasi negatif (pejoratif) dan lebih diposisikan sebagai
objek.
Gender yaitu perbedaan yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki yang
berkaitan dengan soal sifat, nilai maupun norma yang merupakan konstruksi sosial
(bentukan masyarakat), bisa berubah, berbeda bentuk dan jenisnya dari ruang dan
waktu, bisa dipertukarkan.
Kodrat adalah sesuatu yang diberikan kepada manusia sebagai pemberian dari
Tuhan, bersifat alami dan lebih menyangkut soal kenyataan fisik dan tidak dapat
dipertukarkan. Seperti laki-laki punya penis, jakun testis dan sperma serta
berpotensi untuk membuahi lawan jenisnya, atau perempuan punya vagina,
payudara, kelenjar menyusui dan rahim serta dapat mengalami menstruasi, hamil,
melahirkan dan menyusui. Kodrat ini tidak mungkin untuk diubah dan
dipertukarkan antara perempuan dengan laki-laki. Kalaupun dapat diubah dan
dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, maka tidak dapat berfungsi dan
menjalankan peran fisik seperti yang diberikan oleh Tuhan.
2. LANDASAN TEOLOGIS
a. Hakikat Penciptaaan
o Jin dan Manusia diciptakan Allah untuk menyembah kepada-Nya.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS. Adz Dzariat : 56)
o Manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi sebagai khalifah-Nya.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka bumi”. Mereka berkata, “Mengapa
engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 360
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiaa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al
Baqarah : 30)
o Manusia diciptakan dari substansi yang sama untuk berkembang biak dan
saling tolong menolong serta menjaga hubungan silaturrahmi.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya,
dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) nama-
Nya, kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS.
An-Nisa : 1)
o Kesetaraan kedudukan manusia, baik perempuan maupun laki-laki sebagai
manusia di hadapan Tuhan.
Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu semua berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al-Hujurat : 13)
o Kesetaraan penilaian terhadap makna kerja (amal saleh) laki-laki dan
perempuan.
Dan barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan
sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga
dan mereka tidak akan dianiaya walaupun sedikit. (QS. An-Nisaa : 124)
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut nama Allah. Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka dan barang siapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab :
35-36)
Ada dua alasan utama waktu itu yang membuat KOHATI didirikan, yaitu :
1. Secara Internal, departemen keputrian yang ada waktu itu sudah tidak mampu
lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota
tentang berbagai persoalan keperempuanan kurang bisa difasilitasi oleh HMI.
Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi
HMI-Wati, diharapkan secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan
untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk
memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya
sendiri (HMI-Wati).
2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan
dengan hadirnya “lawan ideologisnya” HMI yaitu komunisme yang masuk
melalui pintu gerakan perempuan (gerwani). Selain itu maraknya pergerakan
keperempuanan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan
dengan berbagai variasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi
gerakannya membuat HMI harus “merapatkan barisannya” dengan cara
terlibat aktif dalam kancah gerakan perempuan berbasis organisasi perempuan.
4. LANDASAN ORGANISASI
KOHATI merupakan badan khusus HMI yang bertugas untuk mengembangkan
wacana keperempuanan. Dia bersifat semi-otonom dan memiliki tiga fungsi, yaitu
sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI-Wati dalam
mengembangkan wacana keperempuanan, di tingkat internal HMI berfungsi sebagai
bidang keperempuanan, dan di tingkat eksternal HMI menjalankan fungsi sebagai
organisasi perempuan.
KOHATI memiliki peran sesuai dengan keberadaan HMI sebagai organisasi
perjuangan, yaitu pencetak muslimah sejati dalam menegakkan nilai-nilai ke-
Islaman dan ke-Indonesiaan. KOHATI sebagai badan khusus HMI menunjukkan
bahwa isu keperempuanan adalah isu spesifik yang juga harus digarap secara serius
oleh HMI. Melalui institusi/lembaga yang bersifat semi-otonom menunjukkan
bahwa ia adalah sub-sistem perjuangan HMI.
Dengan sifat semi-otonomnya, berarti KOHATI memiliki keleluasaan dan
kewenangan untuk beraktivitas, berkreativitas dan mengatur dirinya sendiri dalam
lingkup intern HMI, terutama yang berkaitan dengan pengayaan kader di bidang
wacana keperempuanan dan sekaligus sebagai wahana pemberdayaan kader HMI-
Wati dalam meningkatkan intelektualitas dan profesionalitasnya. Sedangkan di
lingkup eksternal HMI, KOHATI menjadi pembawa misi HMI di dalam komunitas
6. LANDASAN OPERASIONAL
Dalam lingkup melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam konteks pembinaan
kader di lingkup intern HMI maupun dalam konteks perjuangan di lini gerakan
perempuan di lingkup ekstern HMI, ada beberapa prinsip-prinsip (kode etik) yang
harus dipegang dalam menjalankan aktivitas. Berbagai prinsip atau kode etik
tersebut adalah :
I. PENDAHULUAN
A. Landasan struktural
B. Landasan sosiologis
II. ARAH PEMBINAAN KOHATI
A. Pasal 4 AD HMI
B. Pasal 3 PDK
III. POLA DASAR PEMBINAAN KOHATI
A. Kualifikasi kader HMI-Wati
1. Watak dan Kepribadian Muslimah.
2. Kemampuan Intelektual.
3. Kemampuan Profesional.
4. Kemandirian.
B. Dasar-dasar pembentukan
Eksternal HMI
Pelatihan
o Kelompok pembinaan
Kajian
Struktural kepengurusan
o Pengabdian KOHATI
1. PENDAHULUAN
Perkembangan bangsa Indonesia yang mengarah ke arah industrialisasi, dalam skala
makro memperlihatkan fenomena-fenomena kesenjangan sosial bagi pembangunan
bangsa Indonesia. Banyak gejolak yang berkembang merupakan refleksi dari
pergumulan masyarakat untuk mencapai cita-cita keadilan dan kemakmuran seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Namun kondisi objektif yang ada
menimbulkan spektrum kesadaran bagi masyarakat untuk melaksanakan realisasi
dari cita-cita luhur tersebut. Hal ini timbul karena ketidakmerataan wawasan
berfikir dikalangan masyarakat, baik akibat adanya sistem yang kurang
memberikan kebebasan mengartikulasikan cita-cita luhur itu, maupun adanya
persepsi yang membedakan antara potensi laki-laki dan perempuan dalam mengejar
cita-cita tersebut.
Bila hal tersebut dibiarkan berlarut, akan menyebabkan terciptanya kondisi yang
cenderung negatif, yang dapat menyebabkan kita semakin menjauh dari cita-cita
luhur itu, bahkan mungkin dapat merusak makna keadilan itu sendiri. Oleh sebab
itu kita perlu mengambil langkah-langkah kongkrit untuk membebaskan kita dari
belenggu sistem serta kesenjangan di atas, tanggung jawab untuk merumuskan
kebebasan bagi masyarakat sesuai dengan nuansa berfikirnya, pengalaman serta
kondisi objektif yang mengitarinya, dengan tetap berpijak kepada UUD 1945 dan
Pancasila, juga memberikan penyadaran yang bersifat essensif bagi bangsa Indonesia
secara keseluruhan, dengan mempercayai bahwa perempuan mempunyai potensi
yang sangat besar serta mempunyai andil optimal untuk menciptakan persepsi baru
dalam merealisasikan eksistensi lajunya perkembangan pembangunan bangsa
Indonesia, sesuai dengan cita-cita keadilan tesebut, yang dilandasi tanggung jawab
untuk menghadapi kemajuan era industri, teknologi dan budaya. Maka bila hal itu
tercapai, perempuan Indonesia bukan hanya menjadi ujung tombak yang ofensif
dalam mengantisipasi serta memajukan bangsa Indonesia.
Secara struktural organisatoris, KOHATI merupakan sub-sistem dalam organisasi
HMI. KOHATI merupakan suatu kekuatan yang mengemban tanggung jawab
dalam mekanisme, mobilitas dan kontinuitas kehidupan organisasi. KOHATI
merupakan salah satu penentu bagi tercapainya perwujudan INSAN CITA HMI.
Dalam pandangan sosiologis, KOHATI merupakan infrastruktur yang memiliki
makna strategis dalam masyarakat, yakni sebagai “Komunitas Kaum Muslimah” yang
memiliki karateristik keilmuan, karena anggotanya adalah mahasiswa.
Oleh karena itu KOHATI dituntut untuk mengadakan pembinaan bagi kader-
kader HMI khususnya HMI-Wati. Pembinaan dimaksudkan untuk menciptakan
forum atau lingkaran yang mendorong kepada peningkatan dan pengembangan
kualitas kader HMI dan secara khusus membantu kader HMI dalam mencapai
tujuannya.
b. Dasar-dasar Pembentukan
Dasar-dasar pembentukan merupakan sekumpulan aktivitas pembinaan yang
terintegrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI umumnya dan tujuan KOHATI
khususnya. Sebagai kader HMI, HMI-Wati harus mengikuti seluruh rangkaian
perkaderan, baik yang bersifat formal yaitu LK I, LK II dan LK III, maupun
yang bersifat pengembangan.
Salah satu aktifitas pengembangan HMI yaitu pembinaan melalui wadah
KOHATI. Melalui wadah ini HMI-Wati khususnya melaksanakan
pengembangan individual maupun pengembangan kelompok. Pengembangan
individual dilakukan dengan berpartisipasi pada berbagai aktivitas eksternal,
tentunya dengan senantiasa membawa misi HMI. Di samping itu pengembangan
individual dapat dikembangkan pada aneka macam aktivitas internal organisasi.
Adapun pengembangan secara kelompok dilaksanakan dengan satu upaya yang
terencana, teratur, sistematis dan berkesinambungan. Pengembangan ini
menekankan terbentuknya kemampuan kepemimpinan kader HMI-Wati.
Dalam pengembangan kelompok ini KOHATI mengadakan training formal,
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 369
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
yaitu LATIHAN KHUSUS KOHATI (LKK). Latihan ini berfungsi
memberikan kemampuan tertentu bagi kader HMI-Wati dalam bidang
keperempuanan yang luas, baik dalam pembentukan watak kepribadian,
pengembangan wawasan keperempuanan maupun dalam peningkatan
ktrampilan teknis.
Di samping itu, pengembangan kelompok diwujudkan pula dengan keterlibatan
HMI-Wati dalam struktur kepengurusan. Hal ini memberikan kelebihan kepada
HMI-Wati dalam masalah manajemen. Keterlibatan HMI-Wati dalam struktur
kepengurusan akan memperkokoh sikap mental, menumbuhkan rasa percaya
diri serta kemampuan memperluas jaringan informasi.
c. Pengabdian KOHATI
Pengabdian KOHATI merupakan penjabaran dari peran KOHATI sebagai
pencetak muslimah sejati dalam menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-
Islaman dan ke-Indonesiaan, sebagai mana terurai dalam tafsir peran KOHATI
pada Pedoman Dasar KOHATI. Adapun jalur pengabdian KOHATI harus
searah dengan pengabdian HMI. Namun secara individual dapat disalurkan
melaui jalur-jalur pengabdian di seluruh aspek kehidupan, terutama dalam
keluarga.
Internal HMI
Individu
Eksternal HMI
(partisipasi)
Kualifikasi kader :
- Muslimah
- Intelektual
Wadah HMI - Professional
Perkaderan - Mandiri
Pelatihan
Kelompok
(pembinaaan) Forum kajian
Struktur
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 370
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
4. BENTUK-BENTUK PEMBINAAN KOHATI
Secara legal Latihan Khusus KOHATI merupakan salah satu sarana untuk
mencapai tujuan HMI, khususnya dalam peningkatan peranan perempuan,
yang memiliki kualifikasi seorang perempuan yang menjunjung tinggi nilai-
nilai Islam dan menerapkannya sebagai pola pikir, sikap dan perilakunya
sehari-hari, intelektual, profesional dan mandiri.
• Team Instruktur
Team Instruktur terdiri dari :
a) Mater of Training.
b) Wakil Master of Training.
c) Instruktur.
3. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan selama latihan antara instruktur
dengan peserta dapat dilakukan dengan pendekatan persuasif
melalui cara :
• Taaruf (saling mengenal)
Pendekatan ini dilakukan agar antara peserta dengan peserta
dan peserta dengan instruktur saling mengenal, sehingga
terjalin komunikasi yang akrab dan hubungan dialogis. Saling
mengenal disini adalah berkenalan dan memperkenalkan diri
sedalam-dalamnya mengenai latar belakang pendidikan,
keluarga, sosial budaya dan lingkungan serta adapt-istiadat
masing-masing, sehingga dengan demikian diharapkan tumbuh
4. Sistem evaluasi
Evaluasi Latihan Khusus KOHATI (LKK) dimaksudkan sebagai
cara atau tindakan untuk melihat keberhasilan latihan, yaitu
melihat apakah sumber daya organisasi telah dijalankan secara
efektif dan efisen dalam mencapai tujuan pelatihan. Dengan
demikian melalui evaluasi dapat dipastikan, apakah kegiatan
pelatihan berjalan sebagaimana yang direncanakan dan apabila ada
penyimpangan yang signifikan dapat diambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengoreksi penyimpangan yang
dilakukan.
Evaluasi latihan dilakukan melalui tiga tahapan, yang satu sama
lain saling berkaitan. Evaluasi awal dilakukan terhadap input
latihan dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman awal dan kesiapan peserta untuk mengikuti pelatihan.
Secara teknis, pelaksanaan evaluasi biasanya dilakukan dengan uji
coba (test) yang bersifat objektif dan subjektif yang dilaksanakan
pada saat pra-training dan post training.
Alat-alat evaluasi
a. Format evaluasi Input
1. Pre-trest berupa test objektif/test tertulis.
2. Screening berupa interview atau tes tertulis.
b. Format evaluasi proses
1. Penugasan materi.
2. Dinamika forum.
Bentuk-bentuk evaluasi
Evaluasi peserta dilakukan atas :
a. Test objektif.
b. Penugasan.
c. Presentasi makalah.
Sistem evaluasi ini dapat lebih dikembangkan sesuai dengan trend
dan proses yang terjadi.
o Kurikulum Training/Pelatihan
Kurikulum pelatihan ini berisikan tujuan pelatihan dan materi-materi
pelatihan yang disampaikan, yang terdiri atas :
o Kurikulum Training/Pelatihan Non-Formal (LKK)
o Kurikulum Training/Pelatihan Non-formal (Non-LKK)
1) Ke-Islaman
a. Perempuan dalam Perspektif Islam
Tujuan Pembelajaran umum
Peserta dapat memahami dan menganalisis eksistensinya dalam
Islam serta tanggungjawabnya dalam struktur komunitas dan
masyarakat.
b. Keperempuanan
a) Psikologi Perempuan
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Peserta dapat memahami psikologi dan kepribadian perempuan.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
o Peserta dapat menjelaskan psikologi perempuan.
o Peserta dapat menjelaskan fase-fase perkembangan jiwa dan
karakteristik perempuan.
o Peserta dapat menjelaskan pengaruh nilai-nilai sosial budaya
terhadap kepribadian kaum perempuan.
o Peserta dapat menjelaskan bentuk problem solving atas
permasalahan kaum perempuan.
b) Kesehatan Perempuan
Muatan/Kisi-kisi :
1. Pengertian Kesehatan Perempuan.
2. Kesehatan Perempuan dalam Tinjauan Medis dan Etika Moral.
3. Analisa dan Pemenuhan Kebutuhan Gizi.
4. Mengenal Jenis-jenis Penyakit Menular Seksual (PMS).
Muatan/kisi-kisi materi :
1. Sejarah Gerakan Perempuan.
2. Posisi Perempuan dalam Wilayah Patriarkhi.
3. Pengaruh Media Massa terhadap Pembentukan Citra Diri
Perempuan.
4. Eksistensi Perempuan dalam Konstalasi Politik.
Muatan/Kisi-Kisi Materi :
1. Tantangan Perempuan dalam Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
2. Dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagi Kehidupan
Perempuan.
3. Scientific Problem Solving.
Muatan/Kisi-Kisi Materi :
1. Pengertian dan Penerapan Konsep Women in Development
(WID).
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 378
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
2. Pengertian dan Penerapan Konsep Women and Development
(WAD).
3. Pengertian dan Penerapan Konsep Gender and Development
(GAD).
Muatan/Kisi-Kisi Materi :
1. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Hukum.
2. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Sosiokultur.
Muatan/Kisi-Kisi Materi :
1. Eksistensi KOHATI dalam Struktur Sosial.
2. KOHATI dan Perkembangan Organisasi Profesional.
3. Analisis Kelembagaan KOHATI.
4. Peserta dapat Mengetahui Posisi Strategisnya sebagai
Kontributor Pembaharuan.
3) Materi Penunjang
Materi penunjang ini dapat dipilih salah satu disesuaikan dengan
kedudukan peserta pelatihan / LKK. Adapun materi penunjang yang
dianjurkan untuk diberikan kepada peserta adalah sebagai berikut :
1. Retorika dan keprotokoleran.
2.Komunikasi Massa/Public Relation.
3. Kecerdasan Emosional (KE) dan Emosional Intelektual (EI).
4. AMT/Achievement Motivation Training.
4) Studium General
Berkaitan dengan isu-isu aktual di tingkat nasional dan lokal.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Pada dekade terakhir, kawasan asia pasifik adalah regional yang paling pesat tingkat
pertumbuhanya dibandingkan dengan kawasan manapun dan berdasarkan proyeksi
dari bank moneter Internasional dan lembaga asing di percaya pada dekade
berikutnya, kawasan ini masih merupakan pusat pertumbuhan dunia terbesar dan
dapat dilihat dari berbagai indikator perubahan, termasuk Indonesia.
Berbagi perubahan sudah terjadi di Indonesia, perubahan ini tidaklah diperoleh
dengan mudah. Kebijakan fudamental dan stabilitas makro, investasi yang menarik,
keterbukaan dalam teknologi yang ditujukan dengan perbaikan sikap terhadap
teknologi dan jalan menuju alam demokratis yang dikehendaki rakyat sudah
merupakan celah, dan bersiap memasuki era industri, menunjukan sebagai upaya
percapaian tujuan pembagunan nasional dimana menjadi kewajiban seluruh Negara
RI yang sadar. Dan harus diperjuangkan secara serius dan terus-menerus dengan
terencana.
Namun proses modernisasi dan pembangunan ini bila diteliti lebih dalam, sangatlah
mengesankan perubahan aspek-aspek kehidupan masyarakat yang dimotori
pertumbuhan ekonomi dengan diiringi oleh perbaikan teknologi dan birokrasi.
Belumlah mengatasi ketimpangan luas yang sedang berlangsung dalam masyarakat.
Diantaranya masih terdapatnya daerah terisolir, desa tertinggal, kantong-kontong
kemiskinan. Pelayanan umum sarat dengan permasalahan. Ledakan angkatan kerja
yang tak teratasi oleh penyedia lapangan kerja yang memunculkan berbagai bentuk
kerawanan sosial dan budaya korup masih merupakan permasalahan stuktural yang
sekaligus merupakan tantangan dari dalam menuju masyarakat industri modern.
Bagi bangsa Indonesia pada era global, bermasuk untuk masuk sebagai negara yang
tergolong negara industri, dimana sektor industri menjadi dominan dalam
memberikan kontribusi terhadap pendapat nasional, maka kebutuhan terhadap
tenaga profesional menjadi suatu keharusan diseluruh sektor dan sebagai wujud dari
kebutuhan masyarkat modern.
Sampai saat ini untuk mencetak tenaga-tenaga profesional merupakan tugas dunia
pendidikan tinggi. Walapun tugas tersebut sudah dilakukan secara maksimal namun
dibandingkan dengan kebutuhan, baik secara kuantitas dan lebih-lebih secara
kualitas masih belum memenuhi harapan, sehingga tidak aneh bila pada aspek-aspek
dan posisi tertentu banyak diisi oleh tenaga profesional asing. Keadan ini tidak
boleh dibiarkan secara terus menerus. Karena itu selain mempertajam orientasi
pada perkembangan sains dan teknologi sangat penting menciptakan masyarakat,
BAB II
LANDASAN, STATUS DAN FUNGSI
2.1 Landasan
Pedoman Lembaga Pengambangan Profesi HMI ini dilandaskan atas :
2.1.1. Landasan Idiil
Tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya, masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT (Pasal 4 AD HMI).
2.1.2. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional lembaga pengembangan profesi adalah Anggaran
Dasar dan AnggaranRumah Tangga HMI serta ketetapan-ketetapan Kongres
dan kebijaksanaan lain yang ditetapkan secara formal organisatoris.
2.1.3. Landasan Historis
Landasan Historis lembaga pengembangan profesi adalah motivasi dasar
kelahiran HMI yaitu memenuhi panggilan bangsa dan agama untuk
menigkatkan harkat kehidupan rakyat Indonesia dalam rangka mengisi
kemerdekaan.
2.2. Status
Status lembaga pengembangan profesi HMI sebagai Badan Khusus adalah
lembaga yang dibentuk/disahkan oleh struktur pimpinan sebagai wahana
beraktivitas di bidang tertentu secara profesional di bawah koordinasi bidang
dalam struktur pimpinan setingkat (Pasal 51 ayat a ART HMI).
2.3. Fungsi
Fungsi lembaga pengembangan profesi HMI sebagai Badan Khusus berfungsi
sebagai penyalur minat dan bakat anggota dan wahana pengembangan bidang
tertentu yang dinilai strategis (Pasal 51 ayat d ART HMI).
BAB III
MASALAH DAN POTENSI LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI
3.1. Umum
a. Lembaga pengembangan profesi dipandang sebagaimana terbentuk dan
berkembangnya, menghimpun segenap keahlian anggotanya yang tidak
dapat melaksanakan dan melepaskan diri dari saling mempengaruhi
(interaksi) dengan lingkungan sekitarnya.
b. Tanggung jawab lembaga pengembangan profesi sebagaimana yang
terdapat dalam Essensi Kepribadian HMI berintikan :
BAB V
JALUR PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI
BAB VI
PENUTUP
d.Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris lembaga pengembangan profesi.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja :
a) Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b) Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk seluruh
kegiatan lembaga pengembangan profesi selama satu semester.
PETUNJUK PELAKSANAAN
PEDOMAN LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Petunjuk pelaksanaan (juklak) dari pedoman lembaga-lembaga pengembangan
profesi HMI ini adalah merupakan kompilasi dari program sebelumnya (dari
program-pogram pengembangan profesi HMI tahun 1980, 1986 dan hasil kongres
1982) yang selanjutnya disesuaikan dengan hasil-hasil temuan pada Up-Grading
Pengembangan profesi pada bulan Juli 1994 dan hasil bahasan dalam sidang MPK IV
tahun 1994.
BAB II
STATUS LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI HMI
BAB III
PENGKAJIAN POTENSI
UNTUK PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI
BAB IV
MUSYAWARAH LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI
BAB V
SISTEM ADMINISTRASI DAN PERBENDAHARAAN
LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI HMI
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
LEMBAGA PENGEMBANGAN PROFESI HMI
PENUTUP
Dengan diterapkannya juklak ini di setiap Cabang diharapkan fungsi lembaga-
lembaga HMI dapat terpenuhi, sehingga tanggung jawab HMI untuk mewujudkan
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, salah satunya dapat
direalisasikan melalui aktivitas kelembagaan ini. Oleh karena itu masing-masing
pengurus Cabang dan pengurus lembaga mutlak untuk terus menigkatkan
kemampuan dan ketrampilannya terutama yang langsung berhubungan dengan
aktivitas kelembagaan ini. Dan terus berusaha untuk mengenal problem-problem
masyarakat yang ada di sekitarnya, untuk menetukan mana program yang tepat
yang langsung menyentuh kepentngan rakyat kecil, sehingga kehadiran HMI di
tengah-tengah masyarakat sebagai generasi muda yang ikut bertanggung jawab
terhadap problema-problema masyarakat semakin dirasakan. Bertanggung jawab
dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT, semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi usaha-usaha kita. Amin.
TUJUAN UMUM
Tujuan umum ini dirancang untuk selanjutnya menjadi orientasi penjabaran tujuan-
tujuan instruksional, setiap jenjang tujuan tersebut adalah :
a. Menciptakan iklim usaha di kalangan kader guna mengukuhkan proses
penguatan identitas kader maupun kelembagaan HMI khususnya dalam bentuk
aktivitas yang bernilai ekonomi.
b. Membentuk kelas ekonomi muslim yang mampu dan tangguh dalam menopang
keluarga besar HMI untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi Allah SWT.
c. Membangun suatu pilar kekuatan ekonomi umat dan bangsa untuk dapat
bersaing di dunia internasional.
Setting Kegiatan :
1. Dipusatkan di suatu tempat dengan sistem menginap (camping).
a. Penyampaiannya bersifat penanaman dan penjelasn dengan teknik
penyampaian seperti ceramah, dialog (tanya-jawab).
b. Penugasan-penugasan :
i. Resume hasil pengamatan ceramah dan dialog.
ii. Menyusun proposal usaha hasil dari informasi-informasi peluang yang
dianalisa secara sistematis.
2. Kegiatan dilakukan selama 5-7 hari.
Setting Kegiatan :
1. Dipusatkan di suatu tempat dengan sistem menginap (camping).
2. Penyampaian bersifat informatif, analisa dengan teknik ceramah, dialog yang
mengutamakan aktivitas peserta (instruktur merupakan fasilitator).
3. Penugasan-penugasan :
a. Resume hasil pengamatan ceramah dan dialog.
b. Menyusun kembali evaluasi proposal usaha yang telah disusun sebelumnya.
c. Melakukan perhitungan-perhitungan teknis bisnis sebgai analisa
permasalahan secara kuantitaif.
d. Kegiatan dilakukan selama 1 (satu) bulan.
PENDAHULUAN
Berkaitan dengan persoalan tersebut dalam latihan sangat dibutuhkan lembaga serta
forum yang mencurahkan konsentrasi pemikiran pada pengembangan kualitas para
pengelola latihan, kemampuan konsepsi maupun manajerial.
Berawal dari kesadaran dan tanggung jawab yang mendalam tersebut maka
dibentuklah Badan Pengelola Latihan (BPL) Himpunan Mahasiswa Islam. Berikut
adalah pedoman dasarnya :
BAGIAN I
NAMA, STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Badan ini bernama Badan Pengelola Latihan Himpunan Mahasiswa Islam yang
disingkat BPL HMI.
Pasal 2
Status
Badan ini berstatus sebagai badan pembantu HMI. (pasal 15 Anggaran Dasar HMI,
pasal 51, 52 dan 55 Anggaran Rumah Tangga HMI)
Pasal 3
Tempat dan Kedudukan
a. BPL PB HMI berkedudukan di tingkat Pengurus Besar HMI.
b. BPL HMI Cabang berkedudukan di tingkat HMI Cabang.
BAGIAN II
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 5
Wewenang
a. BPL PB HMI memiliki kewenangan untuk menyiapkan pengelolaan pelatihan
di tingkat nasional yang meliputi Latihan Kader III, pusdiklat, up grading
instruktur NDP dan up-grading manajemen organisasi dan kepemimpinan.
b. BPL HMI Cabang memiliki kewenangan untuk menyiapkan penglolaan
pelatihan yang meliputi Latihan Kader I, Latihan Kader II dan latihan ke HMI-
an lainnya.
c. BPL dapat menyelenggarakan training lain yang berkenaan dengan
pengembangan sumberdaya manusia.
Pasal 6
Tanggungjawab
a. BPL PB HMI bertanggungjawab kepada Pengurus Besar HMI melalui
Musyawarah Nasional BPL HMI.
b. BPL HMI Cabang bertanggungjawab kepada Pengurus HMI Cabang melalui
Musyawarah BPL HMI Cabang.
BAGIAN III
KEANGGOTAAN
Pasal 7
Syarat dan Keanggotaan
a. Anggota BPL HMI adalah anggota HMI yang memenuhi kualifikasi tertentu
sebagai pengelola latihan.
b. Kualifikasi keanggotaan diatur dalam penjelasan terpisah.
c. Anggota BPL HMI dapat kehilangan status keanggotaan apabila :
1. Habis masa keanggotaan HMI.
2. Meninggal Dunia.
3. Mengundurkan diri.
4. Diskorsing atau Dipecat
Pasal 8
Kriteria Skorsing dan Pemecatan
a. Anggota BPL HMI dapat diskorsing karena :
1. Bertindak bertentangan dengan kode etik pengelola latihan.
2. Bertindak merugikan dan mencemarkan nama baik korps BPL HMI.
b. Anggota diskors atau dipecat dapat melakukan pembelaan dalam forum yang
ditunjuk untuk itu.
c. Mengenai skorsing/pemecatan dan tata cara pembelaan diatur dalam ketentuan
tersendiri.
BAGIAN V
ORGANISASI
Pasal 9
Struktur
a. Struktur organisasi ini adalah di tingkat pengurus besar dan pengurus HMI
cabang.
b. Hubungan pengurus HMI setingkat dengan BPL HMI adalah instruktif.
c. Hubungan BPL PB HMI dengan BPL HMI Cabang adalah instruktif.
Pasal 10
Kepengurusan.
a. Pengurus BPL HMI sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua , Sekretaris dan
Bendahara.
b. Yang dapat menjadi pengurus BPL PB HMI adalah anggota BPL HMI yang
telah memenuhi kualifikasi Instruktur Utama.
c. Yang dapat menjadi pengurus BPL HMI Cabang adalah anggota BPL HMI yang
telah memenuhi kualifikasi Instruktur.
d. Periode BPL HMI disesuaikan dengan periode kepengurusan HMI setingkat.
e. Pengurus BPL HMI dilarang merangkap jabatan dalam jabatan struktur HMI,
dan badan khusus lainnya.
BAGIAN VI
MUSYAWARAH
Pasal 11
Musyawarah Nasional
a. Musyawarah Nasional (MUNAS) BPL HMI diadakan sekurang-kurangnya
sekali dalam 2 tahun.
b. MUNAS BPL HMI adalah musyawarah utusan BPL HMI Cabang, masing-
masing BPL HMI Cabang diwakili oleh 1 (satu) orang.
BAGIAN VII
ADMINISTRASI LEMBAGA
Pasal 13
Surat Menyurat
a. Surat kedalam memakai nomor .../A/Sek/BPL/BulanHijriyah/Tahun
Hijriyah.
b. Surat keluar memakai nomor .../B/sek/BPL/Bulan Hijriyah/Tahun Hijriyah.
c. Bentuk surat disesuaikan dengan bentuk yang dijelaskan didalam pedoman
administrasi HMI.
Pasal 14
Keuangan
a. Keuangan BPL HMI ini dapat dikelola bersama dengan pengurus HMI
setingkat.
b. Sumber keuangan berasal dari sumbangan yang tidak mengikat dan usaha halal.
BAB VIII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 15
Untuk pertama pembentukan BPL HMI di bentuk oleh Pengurus HMI setingkat,
apabila BPL HMI belum terbentuk.
Pasal 16
a. MUNAS BPL HMI diselenggarakan oleh BPL PB HMI.
b. BPL PB HMI berwenang untuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan pembentukan BPL HMI secara keseluruhan.
c. Setelah BPL HMI terbentuk, secara otomatis Bakornas LPL HMI dan LPL HMI
Cabang membubarkan diri dan/atau menyesuaikan diri dengan BPL HMI.
Pasal 17
Perubahan pedoman dasar ini dapat dilakukan dalam forum Musyawarah Nasional
(MUNAS) BPL HMI.
Pasal 18
a. Penjabaran tentang struktur organisasi, fungsi dan peran BPL HMI akan
dijelaskan dalam tata kerja BPL HMI.
b. Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan ini akan diatur dalam ketentuan lain
dengan tidak bertentangan dengan AD dan ART HMI serta pedoman organisasi
lainnya.
PENJELASAN
b. Kualifikasi Khusus
1. Kualifikasi ditingkat BPL PB HMI :
a) Telah dinyatakan lulus Latihan Kader III.
A. Pendahuluan
Latihan sebagai model pendidikan kader HMI merupakan jantung organisasi,
karena itu maka upaya untuk memajukan, mempertahankan keberlangsungan dan
mengembangkannya merupakan kewajiban segenap pengurus HMI. Latihan tidak
akan berjalan mencapai target dan tujuan secara baik tanpa dukungan dan usaha
pengorganisasian yang baik pula. Pengorganisasian berbagai unsur yang terlibat
dalam penyelenggaraan latihan tercermin dalam organisasi latihan. Organisasi
latihan yang jelas akan memperlancar dan menertibkan proses penyelenggaraan
latihan. Hal ini pada gilirannya akan membuka jalan kemudahan dalam mencapai
tujuan organisasi dan lahirnya kader-kader yang memiliki 5 (lima) kualitas insan
cita.
Guna mencapai mekanisme penyelenggaraan latihan yang tertib dan dapat
dipertanggungjawabkan, tidak cukup hanya dengan menyusun organisasi latihan
saja. Karena itu diperlukan adanya aturan tentang prosedur dan administrasi latihan,
termasuk didalamnya tentang administrasi laporan penyelenggaraan latihan.
Administrasi latihan merupakan suatu rangkaian kegiatan dari berbagai unsur
dalam penyelenggaraan latihan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan terumuskannya organisasi dan mekanisme kerja tersebut maka akan
memperkokoh kehadiran HMI sebagai organisasi kader.
Bentuk-bentuk latihan yang di atas dalam organisasi ini adalah seluruh bentuk
latihan yang ada dalam pola perkaderan HMI yaitu :
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar 414
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”
1. Pelatihan Pengembangan Profesi.
2. Up Grading.
3. Latihan Kader.
4. Pusdiklat.
2.a. Instruktur :
Adalah pemateri yang berasal dari aktivis HMI, alumni, cendikiawan atau
orang-orang tertentu sebagaimana diatur dalam pedoman BPL dengan
klasifikasi dan kualifikasi pengelola latihan, yang ditugaskan untuk
menjampaikan materi latihan yang dipercayakan kepadanya.
2.c. Pemandu :
- Kader HMI yang diserahi tugas dan kepercayaan untuk memimpin,
mengawasi dan mengarahkan latihan.
- Memegang teguh dan melaksanakan kode etik pengelola latihan.
- Membuat laporan pengelolaan latihan.
- Bertanggungjawab atas keseluruhan jalannya acara latihan sesuai dengan
rencana.
2.d. Organizing Comittee (OC) :
- Sebagai penyelenggara yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap segala
hal yang berhubungan dengan teknis penyelenggara latihan.
- Tugas–tugas OC secara garis besar sebagai berikut :
a) Mengusahakan tempat, akomodasi, konsumsi dan fasilitas lainnya.
b) Mengusahakan pembiayaan dan perizinan latihan.
c) Menjamin kenyamanan suasana dan keamanan latihan.
d) Mengusahakan ruangan, peralatan dan penerangan yang favourable.
e) Bekerjasama dengan unsur-unsur lainnya dalam rangka mensukseskan
jalannya latihan.
2.e. Peserta Latihan :
Adalah calon kader yang diharapkan dapat berkembang menjadi kader yang
berhasil.
PENDAHULUAN
Maha suci Allah yang telah menganugerahkan hamba-Nya kejernihan dan
ketulusan hati nurani terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya.
Bahwa kode etik merupakan kaidah yang mengatur sikap dan perilaku agar dapat
bertindak secara baik dan benar, dapat menghindari dari hal-hal yang dianggap
buruk, yang penghayatan dan pengamalannya didasari oleh moralitas yang dalam.
Karena pada dasarnya setiap orang dengan segala harapan dan keinginannya,
cenderung mendambakan ‘ketenangan dalam kelompok’ serta merasa
bertanggungjawab terhadap kelompok tersebut, karena dimana eksistensi dan misi
yang dianggapnya mulia. Dengan demikian, maka kedudukan suatu kode etik
tersebut adalah sebagai tolok ukur kesetiaan anggota kelompok terhadap tata
nilainya.
Pelaku-pelaku yang setia menekuni sikap dan tindakan seperti yang ditunjukkan
oleh kode etik, mereka dikategorikan sebagai pengemban setia dari nilai-nilai
kelompok yang diperjuangkannya, dan pada saatnya mereka mendapat ganjaran
yang terhormat dari anggota kelompoknya.
Sebaliknya pelaku yang cenderung lalai dalam mengemban kode etik, pada saatnya
akan mendapatkan tekanan sosial dari kelompoknya yang menyadari dirinya untuk
mengentalkan kesetiaan pada tata nilai kelompok dengan jalan memberikan
kepatuhan pada kode etik.
Demikian juga halnya pengelola latihan sebagai satu kelompok yang secara sadar
terlibat dalam proses pengelolaan pelatihan di HMI, perlu mendalami dan mentaati
kode etiknya yang dirumuskan sebagai berikut :
BAGIAN I
SIKAP DAN PERILAKU UMUM
Pasal 1
Peran Keilmuan
Dalam forum manapun juga, pengelola pelatihan selalu menjaga nama baik
kelompok/himpunan serta mengembangkan citra kekaderan dengan tingkah laku
simpatik.
Pasal 3
Peran Kemasyarakatan
Pasal 4
Membina Anggota
Pasal 5
Pengurus Struktur Kepemimpinan
a Membagi waktu sebaik-baiknya agar tidak hanya ‘hanyut’ dalam kegiatan rutin
operasionalisasi program, dengan selalu berpartisipasi pada perumusan dan
evaluasi langkah strategis perkaderan.
b Tugas dan tanggung jawab pada jabatan pada pengurus struktur kepemimpinan
disinergikan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai kelompok pengelola
latihan.
Pasal 6
Aktivitas Kampus
BAGIAN II
PADA SAAT MENJADI PEMANDU
Pasal 8
Terhadap Diri Sendiri
a. Pemandu putra adalah : pakaian rapi, baju dengan krah, lengkap dengan sabuk
dan sepatu, serta mengenakan emblem kecil di dada dan muts.
b. Pemandu putri : pakaian sopan dengan mode yang menutup lutut dan lengan
secara tidak ketat, memakai sepatu, dan perhiasan seperlunya.
c. Sedapat mungkin full time di arena pelatihan atau hanya meninggalkan arena
apabila ada keperluan sangat penting.
d. Membawa bahan bacaan yang berhubungan dengan kebutuhan pelatihan serta
Al Qur’an dan terjemahnya.
e. Pada saat pelatihan berlangsung, apabila ‘teman spesial’ sedang berada di arena
pelatihan hendaklah tetap bertingkah laku wajar untuk tidak menimbulkan citra
yang mengganggu sosialisasi nilai.
Pasal 9
Sebagai Team Pemandu
Pasal 11
Terhadap Peserta Pelatihan
Pasal 12
Terhadap Panitia
Pasal 13
Terhadap Sesama Anggota
Badan Pengelola Latihan (BPL)
a. Rekan BPL yang tidak bertugas diajak untuk mempelajari jalannya pelatihan
sekedar tukar fikiran untuk mendapatkan hasil maksimal.
b. Dalam keadaan situasi pelatihan yang memerlukan bantuan untuk
mempertahankan target pelatihan maka rekan BPL yang berkunjung dapat
diminta tenaga khusus.
Pasal 14
Terhadap Alumni
Pasal 15
Terhadap Masyarakat
BAGIAN III
PADA SAAT MENJADI PEMATERI
Pasal 16
Terhadap Diri Sendiri
a. Pemateri pada saat dihubungi panitia segera memberi kepastian kesediaan atau
tidak.
b. Membawa bahan bacaan yang berhubungan dengan kebutuhan pelatihan serta Al
Qur’an dan terjemahnya.
c. Menyesuaikan pakaian pemandu.
d. Mengisi riwayat hidup sebelum masuk lokasi pelatihan.
a. Pemateri memberikan kesempatan yang merata dan adil kepada peserta pelatihan
untuk bicara, serta menghargai pendapat peserta dan membimbing merumuskan
pendapat mereka.
b. Pada saat peserta pelatihan berbicara hendaknya pemateri memberikan perhatian
sunguh sungguh.
c. Peserta pelatihan yang konsentrasinya terganggu atau tertidur dan semacamnya
hendaknya ditegur.
d. Peserta pelatihan yang masih berminat berbincang diluar lokasi, hendaknya
dilayani selama kondisi memungkinkan
Pasal 18
Terhadap Sesama Pemateri
Pasal 19
Terhadap Team Pemandu
BAGIAN IV
SANKSI
Pasal 20
Pelanggaran terhadap kode etik pengelola pelatihan akan dikenakan sanksi, dari
sanksi paling ringan (teguran lisan) sampai dengan yang paling berat (dikeluarkan
dari BPL).
BAGIAN V
PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal yang belum diatur dalam kode etik ini, akan disesuaikan dengan pedoman
BPL dan aturan operasional lainnya.
I. PENDAHULUAN
Sebagai organisasi mahasiswa Islam yang memfungsikan diri sebagai organisasi
kader, maka HMI senantiasa berusaha untuk memelihara motivasi, dedikasi dan
konsistensi dalam menjalankan sistem perkaderan yang ada. Dalam usahanya untuk
menjaga konsistensi perkaderan maka perlu ada suatu mekanisme evaluasi
penerapan pedoman perkaderan yang telah disepakati bersama.
Selama ini penerapan pedoman perkaderan belum mengalami persamaan secara
mendasar terutama kurikulum latihannya, oleh karena itu penentuan kurikulum
yang dipakai seluruh Cabang dan sekaligus pengelola latihan yang telah ada dituntut
menerapkan secara komprehensif. Hal ini menjadi kebutuhan yang sangat
mendesak mengingat kualitas output kader ditentukan oleh pedoman perkaderan
yang diterapkan pada masing masing Cabang.
II. INSTITUSI
Untuk menerapkan mekanisme evaluasi perlu ada institusi yang jelas, sehingga
mekanisme evaluasi ini menjadi efektif. Dalam struktur HMI penaggungjawab dan
pelaksana evaluasi penerapan pedoman perkaderan adalah bidang Pembinaan
Anggota.
III. FORMAT
Format evaluasi pedoman perkaderan:
1. Kurikulum.
2. Panduan Pengelola Latihan.
3. Pola Rekruitmen.
IV. AKREDITASI
Akreditasi sebagai suatu mekanisme pemaksa dalam suatu evaluasi merupakan
upaya yang didorong oleh keinginan memberikan motivasi yang lebih tinggi
terhadap pengelola perkaderan. Akreditasi ini diperuntukkan kepada Cabang
sebagai institusi yang secara langsung melaksanakan proses perkaderan. Disamping
itu akreditasi berfungsi juga untuk memetakan penerapan pedoman perkaderan
yang dilaksanakan seluruh Cabang. Dalam hal ini akreditasi yang dilakukan adalah
bentuk laporan periodik Cabang pada BADKO HMI diwilayahnya dan PB HMI.
Adapun akreditasi meliputi :
1. Laporan triwulan pelaksanaan training.
2. Frekuensi latihan :
a. LK I minimal 2 kali dalam satu semester.
b. LK II minimal satu kali dalam satu periode.
V. SANKSI
Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas, Cabang tidak dibenarkan
mengikuti dan mengelola kegiatan perkaderan tingkat regional dan nasional.
PENDAHULUAN
Rangkaian perubahan dalam lintasan sejarah umat manusia yang datang, dan pergi
mengisyaratkan dalil bahwa perubahan merupakan suatu yang given, permanen
sebagai prinsip hukum alam yang long file functional. Kepercayaan demikian
mengharuskan segenap makhluk di penjuru dunia untuk melakukan adaptasi
terhadap tuntutan perubahan, semata agar bertahan dan berkembang.
Agenda penghelaan perubahan haruslah dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan proses penginderaan terhadap kondisi internal dan eksternal
organisasi, baik dalam konteks kelampauan, kekinian, maupun ke arah geraknya
di masa depan. Sehingga perubahan tetap kukuh dalam karakternya yang historis,
realistis, dan visioner.
Kemestian perubahan tersebut haruslah dicapai secara maksimal, mengingat
konsekuensinya terhadap capaian perubahan. Oleh karena itu, proses pengindraan
harus di tempuh sungguh-sungguh secara sistematis dan kontinyu, oleh suatu
institusi yang bekerja secara proporsional, independen dari intervensi kepentingan
sempit sesaat. Serta mandiri (otonom)dalam manajemen maupun pendanaannya.
Sadar akan hal ini, HMI bertekad membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) HMI sebagai think thank organisasi yang melakukan kajian, penelitian,
dan perumusan pengembangan yang kritis dalam koridor inward looking dan
outward looking secara progresif.
BAB I
NAMA, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Lembaga ini bernama Badan Penelitian dan Pengembangan HMI yang disingkat
BALITBANG HMI yang disingkat BALITBANG HMI.
Pasal 2
Status
BALITBANG merupakan lembaga penelitian pelengkap struktur HMI yang
bersifat otonom dan memiliki hubungan koordinatif dengan struktur HMI
setingkat.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
BALITBANG didirikan di Jakarta pusat pada tanggal 26 Rabiul Awal 1423 H
bertepatan dengan tanggal 8 Juni 2002 M dan merupakan kelengkapan struktural
pada organisasi HMI.
Pasal 5
Tugas
Tugas dan wewenang, BALITBANG HMI, adalah :
a. Melakukan pengkajian, penelitian, dan pengembangan organisasi baik aspek
internal maupun eksternal.
b. Mencari, mengumpulkan, mengolah data yang terkait langsung maupun tidak
langsung dengan eksistensi dan pengembangan misi organisasi.
c. Mendokumentasi hasil-hasil penelitian serta data-data pendukung organisasi.
d. Mensosialisasikan hasil-hasil penelitian dan pengkajian.
Pasal 6
Wewenang
Wewenang BALITBANG HMI, adalah :
a. Mendapat data dari pengurus HMI dan Badan Khusus HMI lainnya.
b. Menghadiri dan menyampaikan hasil kajian penelitian BALITBANG pada
Rapat harian dan Rapat Presidium Pengurus HMI.
c. Mengatur sendiri mekanisme rekruitmen kepengurusan BALITBANG.
BAB III
KEANGGOTAAN, DAN MASA KEPENGURUSAN
Pasal 8
Keanggotaan
Anggota BALITBANG adalah Anggota HMI atau Alumni HMI yang memiliki
Kualifikasi sebagai berikut :
a. Telah lulus Intermediate Training (LK II) HMI.
b. Telah lulus Training BALITBANG.
c. Pernah menjadi Pengurus di Struktur HMI.
d. Memiliki pengalaman penelitian.
Pasal 9
Masa Keanggotaan
a. Masa kepengurusan BALITBANG HMI terhitung sejak dinyatakan lulus
Training BALITBANG HMI.
b. Pengurus habis masa kepengurusannya karena :
1. Telah habis masa kepengurusannya.
BAB IV
RANGKAP JABATAN
Pasal 10
Rangkap Jabatan
a. Pengurus BALITBANG HMI tidak dibenarkan merangkap jabatan dalam
struktur HMI
b. Pengurus BALITBANG HMI tidak dibenarkan merangkap jabatan pada
organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Ketentuan tentang jabatan seperti yang dimaksud pada ayat (b) di atas, diatur
dalam ketentuan sendiri.
d. Pengurus BALITBANG HMI yang merangkap jabatan pada organisasi lain di
luar BALITBANG HMI harus menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan AD
HMI, ART HMI, Pedoman BALITBANG HMI dan ketentuan-ketentuan
lainnya.
BAB V
SKORSING DAN PEMECATAN
Pasal 11
Skorsing atau Pemecatan
a. Pengurus BALITBANG HMI dapat diskors atau dipecat karena :
1. Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
oleh HMI
2. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik HMI
b. Pengurus yang diskors atau dipecat dapat melakukan pembelaan dalam forum
yang ditunjuk untuk itu.
c. Mengenai skorsing dan tata cara pembelaan diatur dalam ketentuan tersendiri.
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 12
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi BALITBANG, adalah :
a. Ditingkat pusat dibentuk BALITBANG HMI.
b. Ditingkat BADKO HMI dibentuk BALITBANG Wilayah.
c. Di tingkat Cabang HMI di bentuk BALITBANG Daerah.
d. Hubungan BALITBANG HMI dengan BALITBANG Wilayah dan
BALITBANG Daerah bersifat instruktif.
e. Hubungan BALITBANG dengan Struktur HMI bersifat koordinatif.
BAB VII
MUSYAWARAH
Pasal 14
Musyawarah
Pelaksanaan Musyawarah BALITBANG disesuaikan dengan masa Kongres HMI,
Musyawarah HMI BALITBANG dihadiri oleh Pengurus dan anggota
BALITBANG.
BAB VII
ADMINISTRASI DAN PERBENDAHARAAN
Pasal 15
Administrasi
Administrasi BALITBANG HMI disesuaikan dengan bentuk yang dijelaskan dalam
pedoman-pedoman pokok organisasi HMI.
Pasal 16
Perbendaharaan
Perbendaharaan BALITBANG HMI disesuaikan dengan bentuk yang dijelaskan
dalam pedoman-pedoman pokok organisasi HMI.
BAB VIII
PERUBAHAN PEDOMAN DAN PEMBUBARAN BALITBANG
Pasal 17
Perubahan
Perubahan Pedoman BALITBANG dapat dilakukan dalam forum musyawarah
BALITBANG.
Pasal 18
Pembubaran
Pembubaran BALITBANG hanya dapat dilakukan pada Kongres HMI.
Pasa1 20
BALITBANG HMI yang di bentuk oleh PB HMI mengatur Pedoman
BALITBANG Sementara dan menyelenggarakan Pembentukan BALITBANG
HMI secara keseluruhan.
BAB X
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 21
Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman BALITBANG, akan diatur dalam
ketentuan tersendiri yang tidak bertentangan dengan AD HMI, ART HMI dan
Pedoman BALITBANG.
PENDAHULUAN
BALITBANG HMI yang berada di luar struktur HMI, bersifat otonom, dan lebih
memiliki tanggung jawab untuk mengedepankan profesionalitas, kejujuran, serta
integritas yang tinggi dalam menunaikan tugasnya terutama dalam hal mengawasi
kinerja organisasi agar terjadinya perkembangan organisasi yang berkelanjutan.
Fungsi BALITBANG HMI sebagai pusat pengkajian, penelitian dan sebagai pusat
pengembangan organisasi HMI harus dijalankan dengan teratur, terencana,
terimplementasi, termonitor, dan terevaluasi sehingga mencapai tujuannya dengan
tepat. Pedoman petunjuk penyelenggaraan BALITBANG HMI ini diadakan
untuk memperlancar segala usaha secara terinci, agar ada pemahaman yang jelas
mengenai struktur kepengurusan serta fungsinya, wewenang, dan tanggung jawab,
pengelolaan administrasi serta keuangan, pengelolaan data serta penelitian,
pengelolaan kurikulum, sampai dengan sistematika pengembangan organisasi.
Dengan tetap istiqomah dan memohon pertolongan serta petunjuk dari Allah
SWT. dalam meluruskan kembali HMI ke jalan yang diridhoi, maka kami susun
pedoman petunjuk penyelenggaraan BALITBANG HMI ini.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan pedoman petunjuk penyelenggaraan BALITBANG
HMI meliputi :
1. Pendahuluan, Maksud dan Tujuan, Ruang Lingkup.
2. Struktur Kepengurusan BALITBANG HMI.
3. Wewenang dan Tanggungjawab Bidang Kerja.
4. Pola Rekruitmen BALITBANG HMI.
5. Kurikulum Training BALITBANG HMI.
6. Penggalangan, Pengelolaan, dan Dokumentasi Data.
7. Public Relations.
8. Pengawasan dan Pengembangan Organisasi.
I. PENJELASAN UMUM
1. Latar Belakang Pembentukan BALITBANG HMI
HMl sebagai organisasi kader dengan Islam sebagai sumber nilai, motivasi dan
inspirasi dengan berperan memperjuangkan kemajuan Islam di dunia bertujuan
menciptakan kadernya yang berpendidikan tinggi, berpengalaman luas,
berfikir terbuka, rasional, objektif, dan kritis, serta dapat
mempertanggungjawabkan ilmu yang dipelajarinya secara ilmiah. Dalam wadah
inilah anggotanya diberi ruang untuk berlatih mengelola organisasinya untuk
mencapai misi organisasi, “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, yang
Bemafaskan Islam Dan Bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil
Makmur yang Diridhoi Allah SWT”.
Kebutuhan akan BALITBANG HMI sebagai pelengkap struktur HMI
didasarkan atas :
a. Merespon tuntutan pengorganisasian data yang terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan sebagai landasan ilmiah untuk menyikapi
dinamika tantangan organisasi yang datang dari dalam maupun dari luar.
b. Mereposisi Bidang LITBANG sebagai supporting unit di bawah instruksi
Ketua Umum dan menjadikan Ketua Umum serta Bidang-bidang dalam
struktur HMI sebagai jaminan terjadinya regenerasi kepengurusan
BALITBANG HMI didasarkan atas profesionalisme, bukan political
accommodation dan agar terjadi implementasi program kerja dan penelitian
yang berkesinambungan yang kondusif.
c. Mereposisi Bidang LITBANG menjadi BALITBANG merupakan langkah
yang penting yang diambil HMI untuk menyelamatkan HMI dari
kebangkrutan akhlak, moral, politik partisan, dan hambatan lainnya yang
membuat HMI tidak begitu diminati lagi oleh mahasiswa.
2. Sejarah terbentuknya BALITBANG HMI
Diawali dari keinginan HMI untuk meningkatkan kualitas perkaran dan
memberikan motivasi lebih akan jargon HMI sebagai organisasi Muslim,
Intelektual dan Profesional.
Mencermati fenomena HMI seperti diatas, maka pada Kongres HMI ke-23 di
Balikpapan, keberadaan Balitbang HMI direkomendasikan. Disamping itu
keberadaan Balitbang HMI ini sebagai pegganti adanya Bidang Litbang di HMI
yang tidak mempunyai signifikansi keberadaannya dalam organisasi.
Karena Balitbang menjadi Rekomendasi Kongres ke-23, maka Kepengurusan PB
HMI hasil Kongres ke-23 membentuk Balitbang HMI meskipun sifatnya
penunjukkan dan terkesan hanya membatalkan kewajiban sebagai konsekuensi
hasil Kongres ke-23.
Seiring waktu berjalan, terjadilah perbaikan disana-sini. Sehingga di Kongres
ke-25 HMI keberadaan Balitbang dipertegas dan disusun perangkat
infrastrukturnya untuk perbaikan Balitbang ini.
1. MUHAMMAD ANWAR.
2. MAGSAYSAY INDRA.
3. YAYAT S. HIDAYAT.
4. AGUSSALIM ALWI.
5. GASTAN ABDUL GANI.
6. HASANUDDIN.
7. ANDITO.
8. ISMAIL AS’AD.
9. MAMAD SA’BANI.
10. ABRAR AMIR.
11. IWAN TARUNA.
12. AHMAD FARIKHIN.
13. ZULFIKAR ARSE SADIKIN.
14. CHARLES P. SIREGAR
1. PADANG.
2. SURABAYA.
3. MEDAN.
4. JAMBI.
5. CENDRAWASIH.
6. NANGGROE ACEH DARUSSALAM.
7. PALEMBANG.
8. BATAM.
9. PEKANBARU.
10. JAKARTA TIMUR.