You are on page 1of 3

Definisi monolog

Monolog adalah istilah keilmuan yang diambil dari kata mono yang artinya satu dan log dari
kata logi yang artinya ilmu.Secara harfiah monolog adalah suatu ilmu terapan yang
mengajarkan tentang seni peran dimana hanya dibutuhkan satu orang atau dialog bisu untuk
melakukan adegan / sketsa nya . Kata monolog lebih banyak ditujukan untuk kegiatan seni
terutama seni peran dan teater

Sejarah Monolog
Sejarah monolog sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun 60-an pada saat itu
pertelevisian tidak mengenal dubbing/pengisian suara oleh karena itu monolog banyak
dipraktekkan untuk membuat film-film komedi / horror.Salah satu pengagas monolog yang
terkenal adalah Charlie Chaplin.Monolog diperkenalkan pertama kali di Hollywood sektiar
tahun 1964 lalu berkembang menjadi sarana seni dan teater dan sudah menjadi salah satu
teori / pembelajaran dari karya seni teater

Monolog adalah percakapan aktor seorang diri. Pada mulanya, monolog merupakan salah
satu bentuk latihan bagi seorang aktor. Dalam sebuah naskah drama biasanya terdapat
pembicaraan panjang seorang tokoh di hadapan tokoh lain, dan hanya ia sendiri yang
berbicara.
Cakapan tokoh inilah yang disebut monolog dan karena panjangnya cakapan, maka emosi
perasaan dan karakter tokoh itu pun berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan.
Perubahan emosi dan karakter inilah yang coba dilatihkan oleh aktor. Dinamika perbahan
tersebut sangat menarik dan menantang untuk dimainkan.
Daya tarik permainan aktor dalam latihan monolog melahirkan permainan monolog secara
mandiri. Pengarang menciptakan cerita monolog yang lepas dan bukan lagi merupakan
bagian dari sebuah lakon. Permainan aktor seorang diri ini akhirnya berkembang menjadi
satu bentuk pertunjukan teater. Kreasi monolog terus berkembang hingga munculnya
soliloquy dan monoplay. Jika dalam monolog, aktor berpurapura atau sedang berada di
hadapan tokoh atau orang lain, maka dalam soliloquy tokoh tampil sendirian di atas
panggung sehingga ia bisa dengan bebas mengungkapkan isi hatinya, rahasia-rahasia
hidupnya, harapan-harapannya, dan bahkan rencana jahatnya. Sementara itu dalam
monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi tokoh tertentu tapi pada
satu saat ia menjadi tokoh yang lain.
Dengan bermain seorang diri, aktor dituntut untuk bermain secara prima. Eksplorasi yang
dilakukan tidak hanya tertuju pada satu karakter atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan
ekspresi yang ada dalam cerita harus ditampilkan secara proporsional. Perpindahan dan
perbedaan antara karakter satu dan lainnya harus jelas. Oleh karena itu, aktor betul-betul
harus mempersiapkan diri dan mengerahkah segala kemampuannya untuk bermain monolog.

Monolog Buat Pahlawan
Hari ini, tanggal 10 November 2007, kita, seluruh bangsa Indonesia,
tidak terkecuali blogger Indonesia, akan mem-peringati Hari
Pahlawan yang tiap tahun di-peringati. Ini adalah hari dimana kita
semua berusaha meng-ingat kembali, mungkin bahkan ada yang
menelusuri kisah-kisah heroik para Pahlawan kita yang begitu gigih
meng-adu nyawa, dulu di zaman perang dan bahkan mungkin akan
ada yang meng-kritisi ke-beradaan Pahlawan di mata bangsa saat ini,
hanya untuk satu kata: Kemerdekaan.

Tapi tidak, aku tidak akan mengingat kembali, buat apa aku
mengingat-nya, meskipun aku juga adalah pejuang terakhir, toh apa
yang mereka perjuangkan dulu juga sekarang sedang sakit. Sedang-
kan negara-ku sendiri tidak perduli dengan para Pahlawan itu, para
pejuang itu, bahkan mantan pejuang itu tidak di-acuh-kan sama
sekali sama bangsa-ku yang kata-nya besar, yang pemimpin-pemimpin-nya berteriak berkata:
“BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI PAHLAWAN-
NYA“. Meskipun itu hanya teriakan semu.

Tapi bukan, bukan karena aku tidak meng-hargai mereka, para Pahlawan-ku. Aku sangat
men-cintai mereka lebih dari aku men-cintai bangsa-ku sendiri, bangsa-ku ada karena
mereka, bukan karena kamu. Aku hanya sedih, aku tidak bisa ber-buat apa-pun untuk mereka,
sekedar menyenang-kan hati mereka, sekedar meng-hibur mereka, atau bahkan sekedar untuk
mengenang mereka. Aku malah sibuk dengan urusan-ku sendiri, bangsa-ku juga sibuk
dengan urusan-nya sendiri, me-nafi-kan ke-beradaan Pahlawan-ku, bahkan untuk
mengunjungi pusara Pahlawan-ku pun, aku dan bangsa-ku sering sengajamelupakan-nya.

Untuk saat ini, aku me-rindu-kan mereka, aku di-cemeti oleh peringatan Hari Pahlawan ini,
yang di tahun 45 dulu, telah mengorban-kan begitu banyak nyawa, mereka para pejuang,
bahkan kakek dan nenek kita. Jadi, sekarang, Aku hanya ingin ber-dialog dengan mereka,
meskipun aku sadar mereka mungkin tidak mau ber-dialog dengan aku, jadi yah lebih baik
aku ber-monolog, untuk setidaknya, men-dongeng-kan sesuatu ke mereka, sekedar men-
ceritakan kepada mereka, apa yang aku rasa-kan dan apa yang aku lihat, juga apa yang aku
ingin kan:
Kau tahu…

Geliatmu waktu itu, Ketika aku belum lahir


Bahkan Bangsaku pun belum lahir
Nafasmu beraroma darah
Darah mereka yang mengkangkangkan kakinya di bumi pertiwi
Keringatmu tercium seperti bau melati
Wangi menyayat setiap irisan kebebasan yang kami raungkan

Aku tahu…

Geliatmu saat ini, Ketika aku sudah lahir


Bahkan Bangsaku pun sudah hampir mati
Nafasmu beraroma darah
Darah mu sendiri, mengalir dari tikaman bangsaku
Keringatmu tercium seperti bau kamboja
Wangi meninggalkan bumi, Sendiri

Kau Tahu…

Kau dulu kubutuhkan


Sekarang kau kubuang
Kau dulu kuagungkan
Sekarang kau kunistakan
Kau dulu kukejar
Sekarang kau kutinggalkan

Aku Tahu…

Tulang mu yang dulu kupakai membelaku


Sekarang berserak rapuh
Tangan mu yang dulu kupakai memberiku nasi
Sekarang mengulurkan tangan meminta tuk kuberi makan

Ber-doalah untuk aku Pahlawan-ku, aku ingin berjuang seperti dulu kau berjuang, aku ingin
mengingatkan bangsaku juga untuk berjuang seperti dulu kau berjuang.

You might also like