You are on page 1of 30

Tempat Keluar Huruf (Makhraj)

Tiap-tiap huruf hijaiyah mempunyai tempat keluarnya masing-masing dari bagian-bagian


mulut tertentu. Tempat keluar huruf ini dinamakan Makhraj. Makhraj huruf ini dapat
dikelompokkan atas:

1. Kelompok huruf-huruf Halqiah (Tenggorokan)


2. Kelompok huruf-huruf Lahawiyah (Tekak)
3. Kelompok huruf-huruf Syajariah (Tengah Lidah)
4. Kelompok huruf-huruf Asaliyah (Ujung Lidah)
5. Kelompok huruf-huruf Dzalaqiyah (Pinggir Lidah)
6. Kelompok huruf-huruf Nith'iyah (Langit-langit Mulut)
7. Kelompok huruf-huruf Litsawiyah (Gusi)

8. Kelompok huruf-huruf Syafawiyah (Bibir)

Hukum Bacaan: Wakaf


Wakaf:
Dari sudut bahasa berarti berhenti/menahan.
Menurut istilah tajwid, memutuskan suara di akhir kata untuk bernafas sejenak dengan
niat meneruskan kembali bacaan.

Petunjuk: Pilih & Klik Diagram dengan Latar Belakang Warna Kuning !

Hukum Bacaan: Hamzah


Hamzah:
Dalam Al Qur’an, hamzah terbagi dua macam, yaitu hamzah qath’i (putus) dan hamzah
washal (sambung)

Petunjuk: Pilih & Klik Diagram dengan Latar Belakang Warna Kuning !
Hukum Bacaan: Qalqalah
Qalqalah:
Qalqalah menurut bahasa, berarti getaran.
Menurut istilah tajwid, getaran suara terjadi ketika mengucapkan huruf yang sukun
sehingga menimbulkan semacam aspirasi suara yang kuat, baik sukun asli ataupun tidak.

Huruf qalqalah ada 5, yaitu yang tergabung dalam yaitu: huruf , , ,

dan

Syarat qalqalah: Hurufnya harus sukun, baik sukun asli atau yang terjadi karena berhenti
pada huruf qalqalah.

Petunjuk: Pilih & Klik Diagram dengan Latar Belakang Warna Kuning !

Hukum Bacaan: Nun & Tanwin


Nun dan Tanwin.
Nun Sukun, yaitu:
Nun yang tidak berbaris, bacaannya tergantung dengan huruf yang datang berikutnya.
Nun Tanwin (baris dua), yaitu:
Nun sukun tambahan yang terdapat di akhir kata jika kata tersebut dilafalkan atau
disambung dan hilang jika kata tersebut ditulis atau dijadikan tempat berhenti.

Tandanya: dua dhammah atau dua fathah atau dua kasrah


Nun sukun yang terjadi dari tanwin ini diperlakukan sama seperti nun sukun dalam cara
membacanya.
Catatan: Apabila ada nun sukun atau tanwin dan sesudahnya terdapat hamzah washal,
maka kedua-duanya tidak boleh dibaca dengan izhar, idgham, iqlab atau ikhfa, akan tetapi
harus dibaca kasrah untuk menghindari bertemunya dua huruf yang sukun, kecuali huruf

nun pada –anggota huruf jar (huruf bahasa Arab)-, maka huruf nun tersebut
harus dibaca fathah untuk menghindari bertemunya dua huruf yang sukun, karena
beratnya pindah dari baris kasrah ke baris fathah.
Catatan lain: Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada nun sukun atau tanwin hanya
terjadi pada waktu washal (bersambung) saja, bukan pada waktu wakaf (berhenti).
Nun dan Mim Tasydid, yaitu:
Setiap nun atau mim yang bertsydid.
Huruf yang bertasydid pada dasarnya berasal dari 2 huruf, yang pertama sukun dan yang
kedua berharakat. Mim Sukun, yaitu:
Mim yang tidak berharakat.
Mim semacam ini bisa terdapat sebelum semua huruf hijaiyah kecuali 3 huruf mad

[ , , ] untuk menghindari bertemunya 2 huruf yang sukun.

Lam Sukun, yaitu:


Huruf Lam yang sukun dalam Al Qur’an terbagi dalam 3 macam: Lam Ta'rif, Lam Fi'il dan Lam
Huruf.

Mad
Mad, menurut bahasa, berarti tambahan.
Menurut istilah tajwid, memanjangkan suara sewaktu membaca huruf mad atau huruf layin jika
bertemu dengan hamzah atau sukun.
Huruf mad ada 3, yaitu: alif, wau dan ya.
Syarat mad: Huruf sebelum wau berbaris dhammah, sebelum ya berbaris kasrah dan sebelum
alif berbaris fathah.
Jika huruf yang sebelum ya atau wau sukun itu berbaris fathah, tidak disebut huruf mad, akan
tetapi disebut huruf layin.

Pertemuan Dua Sukun


Sesuai dengan aturan bahasa Arab, jika 2 huruf yang sukun bertemu, harus dilakukan salah
satu dari 2 cara, yaitu: membuang huruf yang pertama atau memberinya harakat, dengan
catatan pemberian harakat tersebut hanya dapat dilakukan ketika washal saja.

Tafkhim & Tarqiq


Dilihat dari segi tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis)-nya huruf hijaiyah terbagi 3: Pertama:
Huruf-huruf yang selalu dibaca tebal, yaitu huruf-huruf isti’la (huruf-huruf yang terjadi
dengan menaikkan sebagian besar lidah sewaktu menuturkannya). Kedua: Huruf yang terkadang
dibaca tebal, terkadang dibaca tipis, sesuai posisi huruf dalam ayat, yaitu (alif-lam pada lafal
Allah, ra).
Ketiga: Huruf-huruf yang selalu dibaca tipis, yaitu huruf-huruf istifal (huruf-huruf yang
terjadi dengan menurunkan sebagian besar lidah sewaktu menuturkannya), selain dari huruf
lam dan ra.

Pertemuan Dua Huruf


Pertemuan 2 huruf, baik secara lafal ataupun tulisan dapat terbagi ke dalam 4 kasus, yaitu:
Mitslain (identik), Mutaqaribain (mirip-berdekatan), Mutajanisain (sejenis) dan Mutaba’idain
(berbeda-berjauhan).
Dalam konteks ini tidak dibahas hukum tmutaba’idain, karena target yang ingin dicapai disini
adalah dapat mengetahui huruf-huruf yang wajib di-idgham-kan dan yang tidak. Hal ini tidak
didapati dalam mutaba’idain. Catatan: Hukum izhar dan idgham pada mitslain, mutaqaribain dan
mutajanisain hanya terjadi pada huruf pertama saja, bukan pada huruf yang kedua.

Daftar Rujukan
1. Catatan Tajwid Sederhana nan Praktis, Imam Fachruddin, Bouchum.

2. Hukum Tajwid, http://quran.al-islam.com/

3. Ilmu Tajwid Menurut Riwayat Hafs 'An 'Asim Melalui Toriq Asy-Syatibiyyah,
Surur Shihabuddin Hassan An-Nadawi al-Hafiz.

4. Metode Cepat & Praktis Belajar Membaca Al-Qur'an (VCD), KH. Drs. Sulhan, Sel.

5. Pelajaran Muqaddam Al-Quran, Muqaddam v1.0 dengan Rasm Uthmani.

6. Pelajaran Tajwid: Qaidah Bagaimana Mestinya Membaca Al-Quran, Zarkasyi,


Trimurti Gontor Ponorogo, Cetakan ke-23.

7. Program Al-Qur'an, Sakhir Software, Keluaran Kelima v6.50

8. Sudut Tajwid, http://www.geocities.com/huffazclub/


Sfat2 huruh

Qalqalah:
Qalqalah menurut bahasa, berarti getaran.
Menurut istilah tajwid, getaran suara terjadi ketika mengucapkan huruf yang sukun sehingga
menimbulkan semacam aspirasi suara yang kuat, baik sukun asli ataupun tidak.

Huruf qalqalah ada 5, yaitu yang tergabung dalam yaitu: huruf , , ,

dan

Syarat qalqalah: Hurufnya harus sukun, baik sukun asli atau yang terjadi karena berhenti pada
huruf qalqalah.

Ghunnah, yaitu:
Hilangnya sebagian suara huruf ketika melafalkannya. Sifatnya lemah. Hurufnya ada 3, yaitu:
Ha, Wau dan Ya.

Istithalah, yaitu:
Memanjangnya suara pada makhraj huruf. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 1, yaitu: Dhad.

Khafa', yaitu:
Hilangnya sebagian suara huruf ketika melafalkannya. Sifatnya lemah. Hurufnya ada 3, yaitu:
Ha, Wau dan Ya.

Pengertian & Hukum Ilmu Tajwid

Pengertian Tajwid menurut bahasa (ethimologi) adalah: memperindah sesuatu.


Sedangkan menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara-
cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya.

Tujuan ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan
serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca.

Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah, sedang membaca Al-Quran dengan baik
(sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya Fardlu ‘Ain.

Dalil Wajib Mempraktekkan Tajwid Dalam Setiap Pembacaan Al-Qur’an:

1. Dalil dari Al-Qur’an.


Firman Allah s.w.t.:

Artinya: Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)


[Q.S. Al-Muzzammil (73): 4].

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah s.w.t. memerintahkan Nabi s.a.w. untuk
membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah
pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).

Firman Allah s.w.t. yang lain:

Artinya: Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad
s.a.w.) secara tartil (bertajwid) [Q.S. Al-Furqaan (25): 32].

2. Dalil dari As-Sunnah.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a. (istri Nabi s.a.w.), ketika
beliau ditanya tentang bagaiman bacaan dan sholat Rasulullah s.a.w., maka beliau
menjawab:

Artinya: "Ketahuilah bahwa Baginda s.a.w. sholat kemudian tidur yang lamanya
sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang
lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya
sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia
(Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah s.a.w. dengan menunjukkan
(satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu." (Hadits
2847 Jamik At-Tirmizi)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, Rasulullah s.a.w.
bersabda:

Artinya: "Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang, yaitu: Abdullah Ibnu
Mas’ud, Salim, Mu’az bin Jabal dan Ubai bin Ka’ad." (Hadits ke 4615 dari Sahih
Al-Bukhari).

3. Dalil dari Ijma' Ulama.

Telah sepakat para ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah s.a.w.
sampai dengan sekarang dalam menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an secara
bertajwid adalah suatu yang fardhu dan wajib. Pengarang kitab Nihayah
menyatakan: "Sesungguhnya telah ijma’ (sepakat) semua imam dari kalangan ulama
yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman Nabi s.a.w.
sampai dengan sekarang dan tiada seorangpun yang mempertikaikan kewajiban
ini."

Tingkatan Bacaan Al-Qur’an


Terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al Quran yaitu bacaan dari segi cepat atau
perlahan:

1. At-Tahqiq:
Bacaannya seperti tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan
bacaan huruf dari makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung.

Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca Al
Quran supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat
dan betul.

2. Al-Hadar:
Bacaan yang cepat serta memelihara hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan
bacaan hadar ini biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al Quran, supaya
mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat.

3. At-Tadwir:
Bacaan yang pertengahan antara tingkatan bacaan tartil dan hadar, serta
memelihara hukum-hukum tajwid.

4. At-Tartil
Bacaannya perlahan-lahan, tenang dan melafazkan setiap huruf dari makhrajnya
secara tepat serta menurut hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna,
merenungkan maknanya, hukum dan pengajaran dari ayat.

Tingkatan bacaan tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj-
makhraj huruf, sifat-sifat huruf dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini
adalah lebih baik dan lebih diutamakan.

Huruf Hijaiyah
Terdapat 28 huruf dasar (asas/asli) di dalam Al-Quran dan 2 huruf pengganti yang
dikenal juga dengan nama huruf-huruf Hijaan atau Hijaiyah, yaitu:

Huruf Bacaan Huruf Bacaan Huruf Bacaan

qaf zay alif

kaf sin ba

lam syin ta

mim shad tsa

nun dhad jim

wau tha ha

ha' zha kha

lam-alif 'ain dal

hamzah ghain dzal

ya fa ra

Lam-Alif, Hamzah, Ta Marbuthah &


Alif Maksurah

1. Lam-alif ( ).
Huruf merupakan kombinasi dari 2 huruf yaitu: huruf (lam) diikuti oleh
huruf (alif).

2. Hamzah ( ).
Huruf bisa ditulis secara:
a. Berdiri sendiri: (hamzah)

b. Di atas atau di bawah huruf (alif): (alif hamzah atas) atau (alif
hamzah bawah)

c. Di atas huruf (ya) tanpa dua titik di bawahnya: (ya hamzah)

d. Di atas huruf (wau): (wau hamzah).

e. Di atas atau di bawah huruf (lam-alif): (lam-alif hamzah atas) atau

(lam-alif hamzah bawah)

3. Ta marbuthah ( ).
Huruf hanya muncul di akhir kata. Jika bacaan berhenti pada kata itu maka
huruf tersebut dibaca seperti huruf (ha’). Jika bacaan tidak berhenti pada
kata itu maka huruf tersebut dibaca seperti huruf (ta).
Ada alkuran

4. Alif Maksurah ( ).

Huruf yaitu huruf (alif) yang ditulis seperti huruf (ya) namun tanpa dua titik

di bawahnya. Huruf hanya muncul di akhir kata dan berfungsi sebagai tanda baca

panjang, sebagaimana huruf (alif) juga bisa berfungsi seperti itu.


Ada al qur’an

Tanda-Tanda Baris

1. Baris di atas (Fathah)

Memberikan bunyi vokal 'a', contoh: (ba)

2. Baris di bawah (Kasrah)

Memberikan bunyi vocal 'i', contoh: (bi)

3. Baris di hadapan (Dhammah)

Memberikan bunyi vokal 'u', contoh: (bu)

4. Tanda mati (Sukun)

Tanda sukun di atas sebuah huruf berarti huruf itu mati, contoh: (ab)

5. Baris dua di atas (Fathatain)

Memberikan bunyi 'an', contoh: (ban).

6. Baris dua di bawah (Kasratain)

Memberikan bunyi 'in', contoh: (bin).

7. Baris dua di hadapan (Dhammatain)

Memberikan bunyi 'un', contoh: (bun).

8. Sabdu di atas (Syaddah Fathah)


Contoh: (abba).

9. Sabdu di bawah (Syaddah Kasrah)

Contoh: (abbi).

10. Sabdu di hadapan (Syaddah Dhammah)

Contoh: (abbu).

11. Sabdu dua di atas (Syaddah Fathatain)

Contoh: (abban).

12. Sabdu dua di bawah (Syaddah Kasratain)

Contoh: (abbin).

13. Sabdu dua di hadapan (Syaddah Dhammatain)

Contoh: (abbun).

14. Fathah-alif dibaca panjang 2 harakat (hitungan)

Contoh: (baa).

15. Kasrah-alif dibaca panjang 2 harakat (hitungan)

Contoh: (bii).

16. Dhammah terbalik dibaca panjang 2 harakat (hitungan)

Contoh: (buu).

17. Maddah dibaca panjang antara 3 sampai dengan 4 harakat (hitungan)

Contoh: (baaa) .

Bentuk-Bentuk Huruf
Belakang Tengah Depan Asas Belakang Tengah Depan Asas
Allah Ta’ala berfirman :
“Maka bacalah Al-Qur’an dengan tartil (yang sebaik-baiknya).”
(QS. Al-Muzammil : 4)

Rasulullah bersabda :
“Bacalah olehmu Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat
memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur’an (yang membaca dan
mengamalkannya).” (HR. Muslim)

Rasulullah bersabda :
“Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan
mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Bukhori)

Sebelum mulai mempelajari Ilmu Tajwid sebaiknya kita mengetahui


lebih dahulu bahwa setiap ilmu ada sepuluh asas yg menjadi dasar
pemikiran kita. Berikutnya dikemukakan 10 asas Ilmu Tajwid.

1. Pengertian Tajwid menurut bahasa : Memperelokkan sesuatu.


Menurut istilah Ilmu Tajwid : Melafazkan setiap huruf dari makhrajnya yang
betul serta memenuhi hak-hak setiap huruf.
2. Hukum mempelajari Ilmu Tajwid adalah Fardhu Kifayah dan
mengamalkannya yakni membaca Al-Quran dgn bertajwid adalah
Fardhu Ain bagi setiap muslimin dan muslimat ygt mukallaf.
3. Tumpuan perbincangannya : Pada kalimah² Al-Quran.
4. Kelebihannya : Ia adalah semulia mulia ilmu kerana ia langsung berkaitan
dgn kitab Allah Al-Quran.
5. Penyusunnya : Imam-Imam Qiraat.
6. Faedahnya : Mencapai kejayaan dan kebahagiaan serta mendapat
rahmat dan keredhaan Allah didunia dan akhirat. Insya-Allah.
7. Dalilnya : Dari Kitab Al-Quran dan Hadis Nabi ( S.A.W )
8. Nama Ilmu : Ilmu Tajwid
9. Masalah yg diperbaincangkan : Mengenai keadah² dan cara²
bacaannya secara keseluruhan yg memberi pengertian hukum² cabangan.
10. Matlamatnya : Memelihara lidah daripada kesalahan membaca ayat²
suci Al-Quran pada ketika membacanya. Membaca sejajar dgn
penurunannya yg sebanar dari Allah ( S.W.T )

Tingkatan Bacaan Al Quran

Terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al-Quran iaitu bacaan


dari segi cepat atau perlahan.

1.

At-Tartil : Bacaannya yg perlahan², tenang dan melafazkan setiap


huruf daripada makhrajnya yg tepat serta menurut hukum²
bacaan Tajwid dgn sempurna, merenung maknanya, hukum dan pengajaran
daripada ayat.
2. < b>: Bacaannya seperti Tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti
membetulkan bacaan huruf drp makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad
dan dengung.
3. Al-Hadar: Bacaan yg cepat serta memelihara hukum² bacaan Tajwid.
4. At-Tadwir: Bacaan yg pertengahan antara tingkatan bacaan Tartil dan
Hadar, serta memelihara hukum² Tajwid.

Perhatian :

* Tingkatan bacaan Tartil ini biasanya bagi mereka yg sudah mengenal


makhraj² huruf, sifat² huruf dan hukum² Tajwid. Tingkatan bacaan ini
adalah lebih baik dan lebih diutamakan.

* Tingkatan bacaan Tahqiq ini biasanya bagi mereka yg baru belajar membaca Al-
Quran supaya dpt melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dgn tepat dan betul.

* Tingkatan bacaan Hadar pula biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al-
Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dlm masa yg singkat.

* Tingkatan terakhir pula ialah Tadwir yakni pertengahan


antara Tartil dan Hadar

Keutamaan Menuntut Ilmu

September 27, 2007 · Disimpan dalam Ilmu

Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah
sendiri lewat Al Qur’an meninggikan orang-orang yang berilmu dibanding orang-orang
awam beberapa derajad.

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.” (Al Mujadilah: 11)

Pada surat Ali ‘Imran: 18 Allah SWT bahkan memulai dengan dirinya, lalu dengan
malaikatnya, dan kemudian dengan orang-orang yang berilmu. Jelas kalau Allah
menghargai orang-orang yang berilmu.

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu)” (Ali Imran:18)

Allah juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan
yang diberikan Allah untuk manusia.

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada


memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43)
Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an.

“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang
diberi ilmu” (Al Ankabut:49)

Nabi Muhammad SAW juga sangat menghargai orang yang berilmu. “Ulama adalah
pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR Abu Dawud.

Bahkan Nabi tidak tanggung2 lebih menghargai seorang ilmuwan daripada satu kabilah.
“Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim.”
(HR Thabrani)

Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu2 bisa tersesat
karena kurangnya ilmu. “Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti
keutamaan diriku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.” (HR At Tirmidzi).

Nabi Muhammad mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu. “Menuntut ilmu wajib
bagi muslimin dan muslimah” begitu sabdanya. “Tuntutlah ilmu dari sejak lahir hingga
sampai ke liang lahat.”

Jelas Islam menghargai ilmu pengetahuan dan mewajibkan seluruh ummat Islam untuk
mempelajarinya. Karena itu pendapat mayoritas ummat Islam (terutama di pedesaan) yang
menganggap bahwa perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi2, soalnya nanti tinggalnya
juga di dapur jelas bertentangan dengan ajaran Islam.

Selain itu Nabi juga menyuruh agar ummat Islam menuntut ilmu berkelanjutan hingga
ajalnya. Karena itu seorang muslim haruslah berusaha belajar setinggi2nya. Jangan sampai
kalah dengan orang kafir. Ummat Islam jangan cuma mencukupkan belajar sampai SMA
saja, tapi berusahalah hingga Sarjana, Master, bahkan Doktor jika mampu. Jika ada yang
tak mampu secara finansial, adalah kewajiban kita yang berkecukupan untuk
membantunya jika dia ternyata adalah orang yang berbakat.

Sekarang ini, tingkat pengetahuan ummat Islam malah kalah dibandingkan dengan orang-
orang kafir. Ternyata justru orang-orang kafir itulah yang mengamalkan ajaran Islam
seperti kewajiban menuntut Ilmu setinggi2nya. Jarang kita menemukan ilmuwan di antara
ummat Islam. Sebaliknya, tingkat buta huruf sangat tinggi di negara2 Islam.

Hal itu jelas menunjukkan bahwa kemunduran ummat Islam bukan karena ajaran Islam,
tapi karena ulah ummat Islam sendiri yang tidak mengamalkan perintah agamanya. Ayat
pertama dalam Islam adalah “Iqra!” Bacalah! Di situ Allah memperintahkan ummat Islam
untuk membaca, tapi ternyata tingkat buta huruf justru paling tinggi di negara2 Islam. Ini
karena kita tidak konsekwen dengan ajaran Islam.

Nabi juga mengatakan, bahwa ilmu yang bermanfaat akan mendapat pahala dari Allah
SWT, dan pahalanya berlangsung terus-menerus selama masyarakat menerima manfaat
dari ilmunya..

“Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga, yaitu ilmu yang
bermanfaat….”(HR Muslim)
Pada awal masa Islam, ummat Islam melaksanakan ajaran tsb dengan sungguh2. Mereka
giat menuntut ilmu. Hadits2 seperti “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya
untuk mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, “Tinta seorang ulama adalah lebih
suci daripada darah seorang syahid (martir)”, memberikan motivasi yang kuat untuk
belajar.

Ummat Islam belajar dari orang Cina teknik membuat kertas. Pabrik kertas pertama
didirikan di Baghdad tahun 800, dan perpustakaan pun tumbu dengan subur di seluruh
negeri Arab (baca: Islam) yang dulu dikenal sebagai bangsa nomad yang buta huruf dan
cuma bisa mengangon kambing.

Direktur observatorium Maragha, Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah


400.000 buah. Di Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki suatu
perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja Perancis
Charles yang bijaksana (artinya: pandai) hanya memiliki koleksi 900 buku. Bahkan
Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan 1.600.000 buku, di antaranya
16.000 buah tentang matematika dan 18.000 tentang filsafat.

Pada masa awal Islam dibangun badan2 pendidikan dan penelitian yang terpadu.
Observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Amawi
Abdul Malik. Universitas Eropa 2 atau 3 abad kemudian seperti Universitas Paris dan
Univesitas Oxford semuanya didirikan menurut model Islam.

Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic


Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana
ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang
diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan angka 3 dengan
mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi coba tulis angka 879.094.234.453.340 ke
dalam angka Romawi. Bingungkan? Jadi para ahli matematika dan akuntan haruslah
berterimakasih pada orang-orang Islam, he he he..:) Selain itu berkat Islam pulalah maka
para ilmuwan sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan
1) sebagai basis perhitungannya, kalau dengan angka Romawi (yang tak mengenal angka
0), tak mungkin hal itu bisa terjadi.

Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithm (yang diambil dari
namanya) dan juga Aljabar (Algebra).

Omar Khayam menciptakan teori tentang angka2 “irrational” serta menulis suatu buku
sistematik tentang Mu’adalah (equation).

Di dalam ilmu Astronomi ummat Islam juga maju. Al Batani menghitung enklinasi
ekleptik: 23.35 derajad (pengukuran sekarang 23,27 derajad).

Dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya Al Qanun fit Thibbi
diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187), yang
sampai zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa.

Ar Razi (Razes) adalah seorang jenius multidisiplin. Dia bukan hanya dokter, tapi juga ahli
fisika, filosof, ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu Rusyid (Averroes)
yang ahli dalam filsafat.
Dan masih banyak lagi kemajuan yang dicapai oleh ummat Islam di bidang ilmu
pengetahuan. Ketika terjadi perang salib antara raja Richard the Lion Heart dan Sultan
Saladdin, boleh dikata itu adalah pertempuran antara bangsa barbar dengan bangsa
beradab. Raja Richard yang terkenal itu ternyata seorang buta huruf, (kalau rajanya buta
huruf, bagaimana rakyat Eropa ketika itu) sedangkan Sultan Saladin bukan saja seorang
yang literate, tapi juga seorang ahli di bidang kedokteran. Ketika raja Richard sakit parah
dan tak seorangpun dokter ahli Eropa yang mampu mengobatinya, Sultan Saladin
mempertaruhkan nyawanya dan menyelinap di antara pasukan raja Richard dan
mengobatinya. Itulah bangsa Islam ketika itu, bukan saja pintar, tapi juga welas asih. Jika
kita menonton film Robin Hood the Prince of Thieves yang dibintangi Kevin Kostner,
tentu kita maklum bagaimana Robin Hood terkejut dengan kecanggihan teknologi bangsa
Moor seperti teropong.

Tapi itu sekarang tinggal sejarah. Ummat Islam sekarang tidak lagi menghargai ilmu
pengetahuan tak heran jika mereka jadi bangsa yang terbelakang. Hanya dengan
menghidupkan ajaran Islam-lah kita bisa maju lagi.

Ummat Islam harus kembali giat menuntut ilmu. Menurut Al Ghazali, sesungguhnya
menuntut ilmu itu ada yang fardu ‘ain (wajib bagi setiap Muslim) ada juga yang fardu
kifayah (paling tidak ada segolongan ummat Islam yang mempelajarinya.

Ilmu agama tentang mana yang wajib dan mana yang halal seperti cara shalat yang benar
itu adalah wajib bagi setiap muslim. Jangan sampai ada seorang ahli Matematika, tapi cara
shalat ataupun mengaji dia tidak tahu. Jadi ilmu agama yang pokok agar setiap muslim bisa
mengerjakan 5 rukun Islam dan menghayati 6 rukun Iman serta mengetahui kewajiban dan
larangan Allah harus dipelajari oleh setiap muslim. Untuk apa kita jadi ahli komputer,
kalau kita akhirnya masuk neraka karena tidak pernah mengetahui cara shalat?

Adapun ilmu yang memberikan manfaat bagi ummat Islam seperti kedokteran yang
mampu menyelamatkan jiwa manusia, ataupun ilmu teknologi persenjataan seperti
pembuatan tank dan pesawat tempur agar ummat Islam bisa mempertahankan diri dari
serangan musuh adalah fardu kifayah. Paling tidak ada segolongan muslim yang
menguasainya.

Semoga kita semua bisa mengamalkan ajaran Islam dan bisa menegakkan kalimah Allah.

Kategori Al-Ilmu

Keutamaan Ilmu Syar'i Dan Mempelajarinya : Ilmu Adalah Jalan Menuju


Kebahagiaan
Selasa, 1 Januari 2008 08:04:55 WIB

KEUTAMAAN ILMU SYAR’I DAN MEMPELAJARINYA-2/3-

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Allah Ta’ala telah memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hamba-Nya untuk
berilmu dan membekali diri dengannya. Demikian pula Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam yang suci.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th. 751 H) rahimahullaah menyebutkan lebih dari
seratus keutamaan ilmu syar’i. Di buku ini penulis hanya sebutkan sebagian kecil darinya.
Di antaranya:

[7]. Menuntut Ilmu Dan Mengajarkannya Lebih Utama Daripada Ibadah Sunnah Dan
Wajib Kifayah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan agama kalian yang paling
baik adalah al-wara’ (ketakwaan).” [1]

‘Ali bin Abi Thalib (wafat th. 40 H) Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Orang yang berilmu
lebih besar ganjaran pahalanya daripada orang yang puasa, shalat, dan berjihad di jalan
Allah.” [2]

Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Sungguh, aku mengetahui satu bab ilmu
tentang perintah dan larangan lebih aku sukai daripada tujuh puluh kali melakukan jihad di
jalan Allah.” [3]

Aku (Ibnul Qayyim) katakan, “Ini -jika shahih- maknanya adalah: lebih aku sukai daripada
jihad tanpa ilmu, karena amal tanpa ilmu kerusakannya lebih banyak daripada baiknya.”
[4]

Al-Hasan rahimahullaah berkata, “Orang yang berilmu lebih baik daripada orang yang
zuhud terhadap dunia dan orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah.” [5]

Sufyan ats-Tsauri (wafat th. 161 H) rahimahullaah mengatakan, “Aku tidak mengetahui
satu ibadah pun yang lebih baik daripada mengajarkan ilmu kepada manusia.” [6]

Imam asy-Syafi’i (wafat th. 204 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidak ada sesuatu pun
yang lebih baik setelah berbagai kewajiban syari’at daripada menuntut ilmu syar’i.” [7]

[8]. Ilmu Adalah Kebaikan Di Dunia


Mengenai firman Allah Ta’ala,

“Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia”

Al-Hasan (wafat th. 110 H) rahimahullaah berkata, “Yang dimaksud kebaikan dunia adalah
ilmu dan ibadah.” Dan firman Allah,

“Dan kebaikan di akhirat.” [Al-Baqarah: 201]

Al-Hasan rahimahullaah berkata, “Maksudnya adalah Surga.”


Sesungguhnya kebaikan dunia yang paling agung adalah ilmu yang bermanfaat dan amal
yang shalih, dan ini adalah sebaik-baik tafsir ayat di atas. [8]

Ibnu Wahb (wafat th. 197 H) rahimahullaah berkata, “Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri
rahimahullaah berkata, ‘Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan
kebaikan di akhirat adalah Surga.’” [9]

[9]. Ilmu Adalah Jalan Menuju Kebahagiaan


Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Shahabat Abu Kabasyah al-
Anmari (wafat th. 13 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

“...Sesungguhnya dunia diberikan untuk empat orang: (1) seorang hamba yang Allah
berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, dengannya ia
menyambung sila-turahmi, dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Orang tersebut
kedudukannya paling baik (di sisi Allah). (2) Seorang hamba yang Allah berikan ilmu
namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, ‘Seandainya aku
memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Ia dengan
niatnya itu, maka pahala keduanya sama. (3) Seorang hamba yang Allah berikan harta
namun tidak diberikan ilmu. Lalu ia tidak dapat mengatur hartanya, tidak bertaqwa kepada
Allah dalam hartanya, tidak menyambung silaturahmi dengannya, dan tidak mengetahui
hak Allah di dalamnya. Kedudukan orang tersebut adalah yang paling jelek (di sisi Allah).
Dan (4) seorang hamba yang tidak Allah berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata,
‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si
fulan.’ Ia berniat seperti itu dan keduanya sama dalam mendapatkan dosa.” [10]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membagi penghuni dunia menjadi empat golongan.
Golongan yang terbaik di antara mereka adalah orang yang diberikan ilmu dan harta; ia
berbuat baik kepada manusia dan dirinya sendiri dengan ilmu dan hartanya. [11]

[10]. Menuntut Ilmu Akan Membawa Kepada Kebersihan Hati, Kemuliaannya,


Kehidupannya, Dan Cahayanya
Sesungguhnya hati manusia akan menjadi lebih bersih dan mulia dengan mendapatkan
ilmu syar’i dan itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Orang yang menuntut ilmu
akan bertambah rasa takut dan taqwanya kepada Allah. Hal ini berbeda dengan orang yang
disibukkan oleh harta dan dunia, padahal harta tidak membersihkan dirinya, tidak
menambah sifat kesempurnaan dirinya, yang ada hatinya akan menjadi tamak, rakus, dan
kikir.

Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar segala ketaatan, sedangkan
mencintai harta dan dunia adalah akar berbagai kesalahan yang menjerumuskan ke Neraka.

Setiap Muslim dan Muslimah harus mengetahui bahwa orang yang menuntut ilmu adalah
orang yang bahagia karena ia mendengarkan ayat-ayat Al-Qur-an, hadits-hadits Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan perkataan para Shahabat. Dengannya hati terasa nikmat
dan akan membawa kepada kebersihan hati dan kemuliaan.

[11]. Orang Yang Menuntut Ilmu Akan Dido’akan Oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi
Wa Sallam
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang-orang yang mendengarkan
sabda beliau dan memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadits
dari kami, lalu menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang
yang membawa fiqih namun ia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan
fiqih kepada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang dengannya hati seorang
muslim akan bersih (dari khianat, dengki dan keberkahan), yaitu melakukan sesuatu
dengan ikhlas karena Allah, menasihati ulil amri (penguasa), dan berpegang teguh pada
jama’ah kaum Muslimin, karena do’a mereka meliputi orang-orang yang berada di
belakang mereka.” Beliau bersabda, “Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri
akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan
dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari
dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua
pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya.” [12]

Seandainya keutamaan ilmu hanyalah ini saja, tentu sudah cukuplah hal itu untuk
menunjukkan kemuliaannya. Sebab, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi orang
yang mendengar sabda beliau, lalu memahaminya, menghafalnya, dan menyampaikannya.
Maka, inilah empat tingkatan ilmu:

Tingkatan pertama dan kedua, yaitu mendengar dan memahaminya. Apabila ia


mendengarnya, maka ia pun memahami dengan hatinya. Maksudnya, memikirkan-nya dan
menetapkannya di dalam hatinya sebagaimana ditempatkannya sesuatu di dalam wadah
yang tidak mungkin bisa keluar darinya. Demikian juga akalnya yang laksana tali kekang
unta, sehingga ia tidak lari kesana-kemari. Wadah dan akal itu tidak mempunyai fungsi
lain selain untuk menyimpan sesuatu.

Tingkatan ketiga, yaitu komitmen untuk menghafal ilmu agar ilmu tidak hilang.

Tingkatan keempat, yaitu menyampaikan ilmu dan menyebarkannya kepada ummat agar
ilmu membuahkan hasilnya, yaitu tersebar luas di tengah-tengah masyarakat.

Barangsiapa melakukan keempat tingkatan di atas, maka ia masuk dalam do’a Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mencakup keindahan fisik dan psikis. Sesungguhnya
kecerahan adalah hasil dari pengaruh iman, kebahagiaan batin, kegembiraan hati dan
kesenangannya, kemudian hal itu menampakkan kecerahan, kebahagiaan, dan berseri-
serinya wajah. Allah Ta’ala berfirman:

“Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh
kenikmatan.” [Al-Muthaffifiin: 24]

Jadi, kecerahan dan berseri-serinya wajah seseorang yang mendengar Sunnah Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu memahami, menghafal, dan menyampaikannya adalah
hasil dari kemanisan, kecerahan, dan kebahagiaan di dalam hati dan jiwanya. [13]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan perawi hadits dengan kebaikan dan
keelokan wajah, baik di dunia maupun di akhirat. Dikatakan bahwa maknanya adalah
Allah Ta’ala menyampaikannya pada kenikmatan Surga.
Perawi hadits yang dido’akan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan keelokan
wajah adalah perawi lafazh hadits, meskipun ia belum memahami semua makna hadits.
Betapa banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya.
Meskipun selamanya ia tidak memiliki pemahaman terhadap hadits. Banyak pembawa
fiqih yang tidak memiliki pemahaman (yang memadai).

Ini menunjukkan tentang disyari’atkannya meriwayatkan hadits tanpa (harus)


memahaminya (terlebih dahulu). Bahkan hal ini menunjukkan disukainya hal tersebut.
Juga menunjukkan bahwa meriwayatkan hadits tanpa pengetahuannya terhadap
pemahaman hadits tersebut adalah perbuatan terpuji, tidak tercela. Dengan perbuatan itu, ia
berhak mendapatkan do’a Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. [14]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001
Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 3972) dan
al-Bazzar dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallaahu ‘anhu, dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (no. 68), lihat juga Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa
Fadhlihi (I/106, no. 96).
[2]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 133).
[3]. Diriwayatkan oleh al-Khathib dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (I/102, no. 52).
[4]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 133).
[5]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/120, no. 113).
[6]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/211, no. 227).
[7]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 135).
[8]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 141) dan Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi
(I/229-230, no. 252 dan 253).
[9]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/230, no. 254).
[10]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/230-231), at-Tirmidzi (no.
2325), Ibnu Majah (no. 4228), al-Baihaqi (IV/ 189), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah
(XIV/289), dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XXII/345-346, no. 868-870), dari
Shahabat Abu Kabsyah al-Anmari radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi
(II/270, no. 1894).
[11]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarfuhu (hal. 252-253).
[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/183), ad-Darimi
(I/75), Ibnu Hibban (no. 72, 73-Mawaarid), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi
wa Fadhlihi (I/175-176, no. 184), lafazh hadits ini milik Imam Ahmad, dari ‘Abdurrahman
bin Aban bin ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhum. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah
(no. 404) dan al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 70-74).
[13]. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarfuhu (hal. 70-72).
[14]. Lihat Nashaa-ih Manhajiyyah li Thaalibis Sunnah an-Nabawiyyah (hal. 38-39).

Suci
Artikel Buletin An-Nur :

Penjagaan Islam Terhadap Ummat


Sabtu, 22 Mei 04

Keseluruhan kandungan agama Islam adalah kebaikan dan maslahat. Islam merupakan
agama yang mudah, agama toleransi, agama keadilan dan persamaan, agama penuh
kelembutan, cinta dan persaudaraan, agama yang mengajarkan ilmu dan amal serta
menunjukkan kepada jalan yang lurus. Islam adalah agama yang sempurna dan universal,
agama kejujuran dan amanah, agama kemuliaan dan kekuatan. Islam dibangun di atas
dasar tauhid, sedangkan ruhnya adalah keikhlasan serta syi'arnya adalah toleransi dan
persaudaraan.

Salah satu bukti yang menunjukkan ketinggian Islam adalah disyari'atkan nya hudud
(hukuman) terhadap pelanggar pidana dalam kasus-kasus tertentu. Terutama dalam
kejahatan yang mengakibatkan kerugian pihak lain baik materi, moral maupun jiwa. Oleh
karena itu Islam sangat ketat dan tegas di dalam melindungi ummat, baik yang berkaitan
dengan jiwa, harta, kehormatan, akal dan lain sebagainya.

Di antara penjagaan Islam terhadap kaum muslimin dan manusia pada umumnya yang
dengannya akan tercapai keamanan, kedamaian dan ketentraman umum adalah sebagai
berikut:

Penjagaan terhadap Jiwa

Islam dengan tegas mengharamkan pembunuhan yaitu menumpahkan darah kaum


muslimin, ahli dzimmah (orang kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin
dan tidak memerangi mereka) serta darah mu'ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian
damai dengan ummat Islam dengan persyaratan tertentu). Bagi yang menumpahkan darah
kaum muslimin dengan sengaja, maka Allah subhanahu wata’alamengancam dengan
ancaman yang sangat keras dalam firman-Nya,artinya,
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya
ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. 4:93)

Maka pembunuhan adalah salah satu dosa terbesar dari dosa-dosa besar (kabair). Dia
merupakan salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, "Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang
membinasakan, beliau menyebutkan salah satunya adalah membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali secara haq. Haq atau alasan yang dapat dibenarkan di dalam
Islam untuk membunuh seseorang ada tiga, yaitu qishash (hukuman mati bagi seorang
pembunuh), rajam (hukuman mati bagi pezina yang sudah menikah) dan riddah (kafir
setelah beriman).

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,


"Janganlah kalian kembali lagi kepada kekufuran sepeninggalku nanti, sehingga sebagian
dari kalian membunuh sebagian yang lainnya." (Muttafaq ‘alaih)

Beliau shallallahu ‘alihi wasallambersabda juga,


"Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahid maka dia tidak akan mencium bau
surga." (HR al Bukhari)

Jika membunuh seorang mu'ahid saja demikian ancamannya maka bagaimana lagi
membunuh seorang muslim. Oleh karena itu Islam mewajibkan hukuman mati bagi
seseorang yang membunuh orang lain secara sengaja, dengan tujuan agar semua orang
merasa aman terhadap keselamatan jiwa dan nyawa mereka. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba
dan wanita dengan wanita.” (QS.al-Baqarah :178)

Dengan qishash maka darah akan terjaga, karena jika seseorang tahu bahwa jika dirinya
membunuh maka akan dibunuh juga tentu dia menahan diri dari hal tersebut. Akhirnya
tindak kriminal pembunuhan dapat dicegah dan ditekan.

Islam Menjaga Akal

Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamer) dan
narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium,ekstasi dan
sebagainya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban
untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. 5:90)

Khamer adalah segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan akal baik benda cair
maupun kering, dimakan, diminum maupun dihisap. Khamer merupakan biang berbagai
kekejian, pengundang dosa dan pintu segala keburukan. Ia disebut sebagi biangnya dosa
karena seseorang jika telah hilang akalnya karena pengaruh khamer, maka akan berbuat
semaunya tanpa berpikir dan tanpa ada rasa malu.

Allah subhanahu wata’ala mengharamkan khamer karena di dalamnya terkumpul berbagai


kerusakan, dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta
dengan tanpa guna. Andaikan khamer itu sekedar merugikan secara materi, mengurangi
kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi
alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya. Maka bagaimana lagi jika dia itu
ternyata sumber kekejian, kerendahan dan merupakan dosa yang mendatangkan murka
Allah?

Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum
khamer sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut,
sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah
dan mana yang dilarang. Akhirnya dia meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat serta
selamat dari kebinasaan dan kesengsaraan.

Islam Menjaga Harta

Untuk menjaga harta, maka Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu
mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk
dosa terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang
sangat buruk yaitu potong tangan.

Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang
akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi
taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya,
tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya,
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 5:38)

Islam Menjaga Nasab (Keturunan)

Sebagai penjagaan terhadap nasab maka Islam mengharamkan perzinaan dan segala
wasilah (sarana) yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat
dan mendengarkan hal-hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina.

Perzinaan selain akan mendatang kan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang
sangat besar, seperti munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan
harga diri seseorang, tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga
seorang anak dinasabkan kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya. Dan
banyak lagi kerusakan dan kezhaliman yang timbul akibat perzinaan ini, dan Allah Maha
Tahu atas semua itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. 17:32)

Larangan Allah subhanahu wata’ala untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam
daripada larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di
sekitarnya dan jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan
tersebut. Atau dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka
melakukannya sangat lebih haram lagi.

Maka untuk menjaga manusia dari kekejian tersebut Islam mewajibkan hukuman dera
seratus kali bagi perjaka/gadis yang berzina dan diasingkan selama satu tahun. Allah
subhanahu wata’alaberfirman, artinya,
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman.” (QS. 24:2)

Allah subhanahu wata’ala mengingatkan agar jangan sampai rasa kasihan mengalahkan
hukum Allah, dan hendaknya pelaksanaan hukuman itu dihadiri oleh sekelompok orang
mukmin, supaya diketahui dan dijadikan pelajaran oleh manusia.

Sedangkan bagi pezina yang sudah menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam
hingga meninggal dunia. Namun pelaksanaan rajam ini harus jelas kasusnya tanpa ada
syubhat sedikit pun dan dengan persaksian empat orang, atau sang wanita menunjukkan
kehamilannya, atau atas pengakuan dari pelakunya sebanyak empat kali.

Islam Menjaga Kehormatan

Untuk menjaga kehormatan seseorang, Islam mengharamkan tuduhan zina terhadap orang
baik-baik dan mengancam dengan hukuman yang sangat keras. Allah subhanahu
wata’alaberfirman, artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah
lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka
azab yang besar.” (QS. 24:23)

Dalam firman yang lain, artinya,


“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. 24:4)

Allah subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa orang yang menuduh berzina wanita baik-
baik dan terjaga kehormatannya, maka dia mendapatkan laknat di dunia dan di akhirat,
serta siksa yang pedih. Kepadanya juga dijatuhkan sanksi dera delapan puluh kali serta
tidak diterima persaksiannya, dan dia dianggap sebagi orang fasiq yang tidak berkeadilan.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallamdalam sebuah hadits memerintahkan kita untuk


menjauhi tujuh hal yang membinasakan. Salah satunya adalah menuduh berzina seorang
wanita mukminah yang terjaga kehormatannya dan tidak terlintas dalam benaknya untuk
berzina.

Amat banyak manusia di masa ini yang dengan begitu mudah melemparkan tuduhan
pezina baik mengatakannya secara langsung atau dengan menyebut anaknya sebagai anak
pezina, suaminya sebagai suami seorang pezina (yakni sang ibu atau istrinya). Jika tuduhan
itu tidak disertai bukti, maka penuduhnya berhadapan dengan hukuman di atas. Kecuali
jika dia dapat membuktikannya, yaitu berupa mendatangkan empat orang saksi yang
melihat secara langsung perbuatan zina itu secara jelas.

Sumber: Buku, “Kamalu ad-Din al-Islami”, Syaikh Abdullah bin Jarullah al-Jarullah.
(Abu Ahmad)
KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN
PAHALANYA
Oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.Pertama Bahwa


berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya
yaitu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim,
dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Dari Abdullah bin Mas'ud katanya, "Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain
disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad
di jalan Allah" [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]

Dengan demikian jika ingin kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di
antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).

Kedua Bahwa ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam
Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.

"Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhuma dikatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada
keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [Hadits
Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi
(1900), Hakim (4/151-152)]

Ketiga Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang
sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut. Dengan dasar
hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Ibnu Umar. "Artinya : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka
berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-
tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang
lain, 'Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan'. Kemudian mereka memohon
kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah
menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, "Ya Allah,
sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku
mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika
pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku
sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan
mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang
tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut
tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas.
Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak
memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku
perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya
bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya.
Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya
perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. "Maka
batu yang menutupi pintu gua itupun bergeser" [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari
4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-
Tawasul bi Shalihil A'mal]
Ini menunjukkan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita
lakukan, dapat digunakan untuk bertawassul kepada Allah ketika kita mengalami
kesulitan, Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami
seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya.

Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita,
maka perbuatan 'Si Anak' yang 'bergadang' untuk memerah susu tersebut belum sebanding
dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.

'Si Anak' melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dengan tidak ada perasaan bosan dan lelah
atau yang lainnya. Bahkan ketika kedua orang tuanya sudah tidur, dia rela menunggu
keduanya bangun di pagi hari meskipun anaknya menangis. Ini menunjukkan bahwa
kebutuhan kedua orang tua harus didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam
rangka berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan
berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri
sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma ketika
diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam menjawab, "Ceraikan istrimuu" [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138,
Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, "Hadits Hasan Shahih"]

Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud yang disampaikan sebelumnya disebutkan bahwa
berbakti kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada jihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta'ala.

Begitu besarnya jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yang kita lakukan untuk
berbakti kepada kedua orang tua tidak akan dapat membalas jasa keduanya. Di
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat
Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma melihat seorang menggendong ibunya untuk
tawaf di Ka'bah dan ke mana saja 'Si Ibu' menginginkan, orang tersebut bertanya kepada,
"Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa
ibuku.?" Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, "Belum, setetespun engkau
belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu" [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]

Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dengan beban yang dirasakannya
sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan
jiwanya antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yang menyusui kita kemudian
membersihkan kotoran kita. Semuanya dilakukan oleh ibu kita, bukan oleh orang lain. Ibu
kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari.
Apabila kita sakit tidak ada yang bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita
juga berusaha agar kita segera sembuh dengan membaw ke dokter atau yang lain. Sehingga
kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup.
Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.

Keempat Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan
umur. Sebagaimana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat
Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya
maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi" [Hadits Riwayat Bukhari 7/72,
Muslim 2557, Abu Dawud 1693]

Dalam ayat-ayat Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dianjurkan
untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan
silaturahmi kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-
saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri
jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan
bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tidak pernah berkumpul bahkan
tidak kenal dengan kedua orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk
bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya
insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh
Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkannya ajal dan umur
seseorang.[1] walaupun masih terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah
ini, namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa
umurnya memang benar-benar akan dipanjangkan.

Kelima Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah
(surga) oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari
hadits tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala ke jannah (surga).

Dosa-dosa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala segerakan adzabnya di dunia diantaranya


adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang
anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah Subahanahu wa Ta'ala akan
menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah.

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]

Thaharah
Syarat-syarat shalat diantaranya adalah suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan
tempatnya dari najis. Benda-benda yang Najis tersebut adalah:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah
2. Darah. Segala macam darah itu najis, kecuali yang tertinggal dalam daging hewan yang
sudah disembelih, binatang kecil (nyamuk, kutu, dll), binatang air, dan darah orang
yang mati syahid. Apabila darahnya hanya sedikit, menurut ulama, dimaafkan.
3. Nanah
4. Segala yang keluar dari qubul dan dubur (air kencing, tinja, madzi) manusia atau hewan
(yang halal dimakan ataupun yang haram).
5. Khamr (minuman keras)
6. Anjing dan babi
Cara mensucikan benda yang terkena najis adalah dengan cara mencucinya sehingga hilang
zat, rasa, warna dan baunya. Apabila najis itu sudah lama sehingga tidak nyata lagi zat, bau,
rasa dan warnanya, maka cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
Sedangkan untuk najis yang terkena (jilatan) anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali
diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.
�������������� ������
���������������
������������ ������������
���������� ������ ���������
�������������������������
�������������������������
�������������������������
����� �������������� �����
�����������������
�������������
���������������� ��������
��������� �������������
������������ �����������
�������� ����� �����������
����������� �������
�������� ���� �������
��������������
��������������
������������ ��������
�������������� �����������
���������������
������������������ ������
�� ���������� ����� �� ����
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau bersetubuh dengan
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah/ 5: 6).
Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 5 ini memerintahkan kita agar:
1. Apabila akan shalat hendaklah berwudhu terlebih dahulu.
2. Apabila junub hendaklah mandi.
3. Apabila sakit, dalam perjalanan, setelah buang air, atau bersetubuh, padahal tidak ada
air, maka hendaklah bertayamum.
Halaman| 95
CARA BERWUDHU
1. Apabila kamu hendak berwudhu, maka bacalah:
�����������������������
����������
�� Bismillah-rrahma-nirrahi-m� (Atas nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang) dengan mengikhlaskan niyatnya karena Tuhan Allah.
2. Basuhlah telapak tanganmu tiga kali.
3. Gosoklah gigimu
4. Berkumurlah dan isaplah air dari telapak tangan sebelah dan berkumurlah
(semburkanlah); kamu kerjakan yang demikian tiga kali, dan sempurnakanlah dalam
berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu sedang tidak berpuasa.
5. Basuhlah mukamu tiga kali dengan mengusap dua sudut matamu dan lebihkanlah
membasuhnya dengan digosok, dan sela-selailah janggut (jenggot) mu.
6. Basuhlah (cucilah) kedua tanganmu sampai dengan kedua sikumu dengan digosok tiga
kali.
7. Usaplah kepalamu dengan menjalankan kedua telapak tangan dari ujung muka kepala
sehingga tengkuk dan dikembalikan lagi pada permulaan.
8. Usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah dalamnya
dengan kedua telunjuk.
9. Basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kaki, dengan digosok tiga kali dan selaselailah
jari-jari kakimu dengan melebihkan membasuh keduanya. Mulaikan dari yang
kanan dan sempurnakanlah membasuh kedua kaki itu.
10. Kemudian ucapkan:
�������������������������
�������������������������
�������������������������
“Asyhadu alla- ila-ha illalla-h wahdahu- la- syari-kalah, wa asyhadu anna
Muhammadan ‘abduhu- wa rasu-luh”.
(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
itu hamba dan utusan-Nya).
MEMBATALKAN WUDHU
Setelah kamu berwudhu dengan cara-cara yang tersebut di atas, maka kamu dalam keadaan
suci, selagi:
1. Belum ada sesuatu yang keluar dari salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur; buang
air kecil, air besar, kentut)
2. Tidak menyentuh kemaluan
3. Tidak bersetubuh
4. Tidak tidur yang nyenyak dengan miring.
Halaman| 96
MANDI
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan mani, atau bertemunya kedua persunatan; atau
kamu hendak menghadiri shalat Jum’ah atau kamu baru lepas dari haid atau nifas, maka
hendaklah kamu mandi.
1. Mulailah dengan membasuh (mencuci) kedua tanganmu dan niyatlah dengan ikhlas
karena Tuhan Allah.
2. Basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu pada
tanah atau apa yang menjadi gantinya.
3. Lalu berwudhulah sebagaimana wudhu akan shalat.
4. Ambillah air dan masukkanlah jari-jarimu pada pokok rambut dengan sedikit wangwangian
sesudah dilepas rambutnya.
5. Mulailah dari sisi yang kanan, tuangkan air ke atas kepalamu tiga kali lalu ratakanlah
atas badanmu semuanya, serta digosok.
6. Basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan daripada yang
kiri, dan janganlah berlebih-lebihan dalam menggunakan air.
TAYAMMUM
Jika kamu berhalangan menggunakan air karena sakit, atau khawatir akan mendapat madharat,
atau kamu di dalam bepergian, kemudian tidak mendapatkan air, maka tayammumlah dengan
debu yang baik, untuk mengganti wudhu dan mandi.
1. Letakkanlah kedua telapak tanganmu ke tanah lalu tiuplah keduanya dengan ikhlas
niyatmu karena Tuhan Allah.
2. Bacalah “Bismillahirrahma-nirrahi-m”
3. Usaplah dengan kedua tanganmu pada mukamu dan kedua telapak tanganmu.
4. Apabila kamu dapat menggunakan air, maka bersucilah dengan air itu.

You might also like