You are on page 1of 15

c

  
 

Keutamaan Perjanjian Hudhaibiyyah

1. ΎϨΤΘϓ = Yang dimaksud dengan Fath dalam ayat ini yaitu Hudhaibiyyah (nota
kesepahaman perdamaian kaum muslimin dengan kaum musyrikin Quraisy), ALLAH
SWT menjanjikan kemenangan yang lebih besar lagi setelahnya yaitu Fathul Makkah,
berkata Imam Az-Zuhri: Tidak ada kemenangan yang lebih besar dari tercapainya
Shulhu (perdamaian) Hudhaibiyyah, dan kemenangan dalam ayat ini disebutkan
dalam bentuk fi¶il-madhi (menunjukkan wajib/pasti atasnya).

2. Ϛϟ ήϔϐϴϟ = Bahwa jihadmu di Hudhaibiyyah tersebut wahai Muhammad SAW (yang


di kemudian hari akan menyebabkan peristiwa Fathu Makkah) itu menyebabkan
turunnya maghfirah dan pahala yang besar bagi kalian, ayat ini juga menjadi dalil
bahwa jihad menjadi wasilah turunnya ampunan ALLAH SWT[1]. Dan ada juga
syawahid atas hadits ini[2].
3. ήΧ΄Η Ύϣϭ ϡΪϘΗ Ύϣ = Secara balaghah ayat ini menunjukkan bahwa antara keduanya ada
banyak tingkatan dosa-dosa manusia, yang keseluruhannya akan diampuni semuanya
oleh ALLAH SWT, ayat ini juga menjadi dalil adanya ke-ma¶shum-an di kalangan
para Nabi AS, yaitu pengampunan semua dosa baik besar maupun kecil. Dan
penyebutan dosa Nabi SAW di sini sebagian mufassir menafsirkannya sebagai pahala
para Al-Abrar dan kekurangan dari para muqarrabin (bukan sebagaimana dosa-dosa
kita)[3] .
4. ϪΘϤόϧ ϢΘϳϭ = Yaitu disempurnakan ni¶mat-NYA, melalui pengampunan dosa-dosa-mu
wahai Muhammad serta akan tingginya bendera Islam di bawah kakimu kelak,
sehingga berkumpulnya dunia (kekuasaan politik) dan akhirat (ibadah mahdhah) pada
dirimu (wahai Muhammad).
5. Ύσ΍ήλ ϚϳΪϬϳ = Yaitu tegaknya kemenangan di atas jalan yang lurus, juga tegaknya
agama ini (yaitu Dinul Islam), penyampaian risalah-NYA dan tegaknya semua syi¶ar-
syi¶ar Islam tersebut. Imam Az-Zamakhsyari menyatakan bahwa jihad mendatangkan
4 manfaat: 1) Turunnya maghfirah, 2) Disempurnakan ni¶mat ALLAH SWT, 3)
Diberi hidayah ke jalan yang lurus, 4) Pertolongan ALLAH SWT dan kemenangan.
6. Ϳ΍ ϙήμϨϳ = Yaitu pertolongan dan kemenangan yang tiada kekalahan lagi
setelahnya dan kemuliaan yang tiada kehinaan lagi setelahnya, maka pribadi Nabi
SAW disifati dengan kemenangan besar menunjukkan lil-mubalaghah (berlebihan).
Yaitu tersebarnya Islam dan penaklukan bangsa-bangsa dari Timur sampai ke Barat
yang belum pernah diberikan kepada Nabi AS yang manapun sebelumnya.

Kesimpulan:
Perjanjian Hudhaibiyyah ini menghasilkan banyak manfaat bagi kaum mu¶minin:
1. Pengakuan dari kaum musyrikin atas eksistensi kaum muslimin dalam masalah
politik dan hubungan internasional yang seimbang dan setara, saling menghormati
dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing.
2. Pemisahan kaum beriman dari orang-orang munafik, dari keraguan mereka yang
terus-menerus dan penyelisihan mereka kepada kebijakan qiyadah tertinggi (Nabi
SAW).
3. Perdamaian antara kaum muslimin dengan orang-orang musyrikin, yang
dikemudian hari memberikan maslahat yang amat besar¬ yaitu lebih dapat mengajak
mereka kepada Al-Islam, menyusun kekuatan kaum muslimin sehingga pada akhirnya
mampu mengalahkan kekuasaan politik mereka (kaum musyrik).
4. Ujian bagi kaum muslimin terkait ketaatan mereka kepada qiyadah dan ketsiqahan
mereka kepada janji ALLAH SWT dan kebenaran manhaj dakwah Nabi SAW.
5. Keutamaan Nabi SAW, pujian ALLAH SWT kepada beliau dan tingginya derajat
beliau SAW disisi ALLAH SWT.
6. Tidak terpisahnya urusan agama dan politik, semuanya adalah urusan ALLAH
SWT, dan wajibnya orang beriman untuk memperhatikan dan mengikuti semuanya,
sebagai tanda kebenaran dan totalitas keimanannya kepada manhaj RasuluLLAH
SAW.
7. Urutan tegaknya Daulah Islamiyyah, dimulai dengan pembinaan keimanan, lalu
jihad, lalu siyasah (politik), yang memberikan hasil yaitu datangnya kemenangan
yang hakiki yaitu ad-diin (keagamaan) dan ad-daulah (politik dan pemerintahan).

1. Sabab-Nuzul Surah
Dari Abu Ishaq dari Al-Barra¶ RA berkata: ³Kalian menganggap Al-Fath
(kemenangan dalam ayat ini) ialah Fathu-Makkah, memang Fathu-Makkah termasuk
kemenangan, namun kami (para sahabat RA.) menganggap Al-Fath adalah Bay¶atur-
Ridhwan yaitu Hari Hudhaibiyyah«[4]´
Berkata Imam Ibnu Hajar ±rahimahuLLAH- dalam syarah-nya terhadap hadits ini:
Keberangkatan nabi SAW dari Madinah adalah pada hari Senin awal bulan
Dzulqa¶dah tahun ke-6 Hijrah, beliau keluar dengan tujuan umrah tapi dihalangi oleh
kaum musyrikin untuk sampai ke Makkah, maka terjadilah perjanjian damai bahwa
mereka akan masuk Makkah di tahun berikutnya[5].
Menambahkan Imam Al-µAyni Al-Hanafi ±rahimahuLLAH- dalam syarah-nya pula
atas hadits ini bahwa jumlah kaum muslimin yang ikut saat itu antara 1400 sampai
1600 orang, dan ikut serta pula banyak sahabiyyah, di antaranya seperti Ummu
Salamah RA[6]. Sementara Al-Kasymiry ±rahimahuLLAH- menyebutkan dalam
syarah-nya bahwa jumlah mereka ada 1400 orang[7].
Jadi jelaslah bagi kita bahwa makna Al-Fath dalam ayat ini adalah Shulhu-
Hudhaibiyyah bukan Fathu-Makkah sebagaimana dikira oleh sebagian orang. Lalu
adakah ayat atau hadits yang mengisyaratkan tentang Fathu-Makkah? Maka aku
jawab ada, yaitu ayat: Idza Ja¶a nashruLLAAHi wal fath.. dan hadits Nabi SAW: La
hijrata ba¶dal Fath (tidak ada hijrah setelah Fath Makkah)[8].
Maka hendaklah kita tidak salah dalam hal ini, waLLAHu a¶lam.

2. Salah Satu Bentuk Kemenangan Yang Dijanjikan Ada Yang Berupa Harta Dunia
(Fathu-Khaibar)
Salah satu bentuk nashrun minaLLAH dalam jihad bagi para mujahid, selain ampunan
ALLAH SWT dan Jannah kelak, adalah juga harta dan perhiasan dunia bagi orang
yang berjihad. Jadi jangan pula ada pemahaman ekstrem yang melarang menikmati
harta dan perhiasan duniawi bagi mujahid, sepanjang ia halal dan thoyyib serta tidak
berlebih-lebihan maka hal tersebut tidak boleh dicela dan hukumnya tidaklah
mengapa, berdasarkan hadits sebagai berikut:
Dari Majma¶ bin Jariyyah Al-Anshari RA berkata: kami menyaksikan perjanjian
Hudhaibiyyah bersama Nabi SAW, maka saat kami pergi darinya turun QS Al-Fath:1-
2, maka bertanya seseorang: Ya RasuluLLAH, apakah itu berarti kemenangan? Beliau
SAW menjawab: Ya, demi Dzat yang diriku berada ditangan-NYA. Lalu Majma¶
berkata: Lalu setelah itu Khaibar dibagikan kepada Ahli Hudhaibiyyah (yang ikut ber
jihad), saat itu ada 1500 orang yang di antaranya 300 penunggang Kuda, maka Nabi
SAW membaginya menjadi 18 bagian[9].

3. Tidak Terpisahnya Antara Urusan Politik Dengan Ibadah, Dengan Turunnya


Syariat Shalat-Khauf Di Tengah-Tengah Peperangan
Nabi SAW menunaikan shalat Khauf (shalat ditengah-tengah pertempuran) bersama
para shahabatnya di daerah Asfan[10], yaitu ketika beliau SAW mengetahui posisi
kaum musyrikin dibawah pimpinan Khalid bin Walid sudah amat dekat dengan
mereka[11]. Dalam kitab Al-Imta¶ ada tambahan sebagai berikut [12]:
Saat pasukan Khalid sampai ke dekat posisi kaum muslimin maka ia menempati
posisi antara kaum muslimin dan arah Kiblat, saat datang waktu shalat Zhuhur maka
seluruh kaum muslimin melakukan shalat berjama¶ah di belakang Nabi SAW, setelah
selesai mereka kembali menempati posisinya, maka berkatalah Khalid dalam hatinya:
³Sungguh mereka tadi lalai, jika kita serang tadi niscaya mereka akan dapat
dikalahkan.´
Saat tiba waktu shalat Ashar, karena bagi kaum muslimin shalat lebih mereka cintai
dari nyawa mereka dan anak-anak mereka, maka mereka semua bersiap akan shalat,
lalu datanglah Jibril membawa ayat[13] sehingga mereka melakukan shalat dengan
aturan shalat Khauf, melihat perubahan cara tersebut berkatalah Khalid dalam
hatinya: ³Tahulah aku bahwa orang-orang ini ada pembelanya, karena siapakah yang
memberi tahu orang-orang ini tentang taktik yang aku baru rencanakan dalam hatiku
untuk menyergap mereka saat mereka lalai?´

4. Sebelum Terjadinya Hudhaibiyah Nabi SAW Bersabda: Siap Menerima Rencana


Orang-Orang Musyrik Apabila Masih ada Pengagungan ALLAH SWT di dalamnya
Ada sebagian orang yang menganggap strategi mengalah dan berkompromi dengan
kaum musyrikin hanya terjadi saat Nabi SAW di Makkah saja dan telah di-mansukh
saat Nabi SAW telah hijrah dan mulai memiliki sedikit kekuasaan di Madinah, hal ini
tertolak oleh beberapa dalil, di antaranya sikap kompromistis Nabi SAW dengan
kaum musyrikin Makkah di bawah ini, yang kemudian berakhir dengan terjadinya
kompromi Hudhaibiyah yang juga merupakan fakta koalisi kaum muslimin dengan
beberapa Kabilah Musyrikin[14], seperti Bani Najjar dan sebagainya, sebagai berikut:
Dari Mushawwir bin Makhramah dan Marwan berkata: Nabi SAW keluar saat
Hudhaibiyah hingga sampai di suatu jalan beliau SAW bersabda: ³Khalid bin Walid
ada di Ghanim di barisan terdepan Quraisy, maka ambillah jalan kanan.´ Maka demi
ALLAH Khalid tidak menyadari keberadaan mereka sampai mereka dikejutkan oleh
debu hitam beterbangan dari pasukan Nabi SAW yang mengejar mata-mata Quraisy,
sehingga sampai di jalan bukit, tiba-tiba Unta beliau SAW itu menderum (mogok),
maka orang-orang pun berkata: Hall..!! Hall..!! (bunyi yang diucapkan orang Arab
jika Unta tidak mau berjalan), lalu mereka berkata: Qaswa (nama Unta Nabi SAW)
menderum (mogok)! Maka Nabi SAW bersabda: ³Qaswa tidak menderum dan itu
bukan kebiasaannya, tetapi ada yang menahannya disini yaitu Dzat yang menahan
Gajah Abrahah dari Rumah itu (baituLLAAH). DEMI ALLAAH! TIDAKLAH
MEREKA MEMINTA SEBUAH RENCANA KEPADAKU YANG MANA MASIH
MENGAGUNGKAN HAK ALLAAH PADANYA KECUALI PASTI AKAN AKU
BERIKAN KEPADA MEREKA.´ Lalu Nabi SAW menyentak Untanya dan Qaswa
langsung bangkit[15].

5. Menggunakan Cara dan Sarana Sesuai dengan Orang/Kelompok yang Dihadapi


Nabi SAW tidak bersikap kaku dalam melakukan lobi-lobi dan teknik berdiplomasi
dengan lawan politiknya yaitu kaum kuffar Quraisy, melainkan beliau SAW
menggunakan berbagai sarana dan cara yang sesuai dengan tokoh yang akan
dihadapinya (apakah latar-belakangnya tentara, informal leader, pengusaha, dan
sebagainya) dengan tujuan mengoptimalkan diplomasi politik yang dilakukannya
dengan kaum musyrikin tersebut, dalilnya sebagai berikut [16]:
Saat Nabi SAW di Hudhaibiyah Quraisy mengirim Urwah bin Mas¶ud untuk
berdiplomasi dengan Nabi SAW, dan tiap kali ia berbicara dengan Nabi SAW,
tangannya berusaha memegang janggut Nabi SAW, namun tiap kali itu pula
Mughirah bin Syu¶bah RA memukul tangan tersebut dengan gagang pedang sambil
berkata: Jauhkan tanganmu dari wajah RasuluLLAH SAW! Demikianlah terjadi
berkali-kali, maka Urwahpun mulai memperhatikan semua sahabat Nabi SAW dan
berkata: Demi ALLAH! Tidaklah ia berdahak kecuali selalu jatuh pada telapak tangan
seseorang dari mereka dan mereka menggosokkannya ke wajah atau kulitnya, apabila
ia memerintah mereka segera berlari mengerjakannya dan jika berwudhu maka
seolah-olah mereka hampir berbunuhan mendapat sisa wu-

dhu¶nya, jika ia berbicara mereka semua diam mendengarkan dan mereka tidak berani
lama memandang kepadanya. Maka iapun pulang dan berkata pada kaumnya: Hai
kaumku! Demi ALLAH aku telah menjadi duta bagi para Raja, Kaisar, Kisra dan
Najasyi, tapi demi ALLAH! Aku belum pernah melihat seorang Rajapun yang
dimuliakan oleh para pengikutnya seperti sahabat Muhammad kepadanya. Dan
sungguh ia telah menawarkan pada kalian usul yang baik maka terimalah![17]
Maka seorang dari Bani Kinanah berangkat untuk menggantikannya berdiplomasi,
maka Nabi SAW bersabda: ³Ia adalah si Fulan, dan ia adalah orang yang sangat
menghormati Unta untuk Kurban, maka giringlah unta-unta kita ke hadapannya.´ Lalu
saat ia datang para sahabat menyambutnya sambil menggiring unta-unta mereka
sambil ber-talbiyyah, melihat itu orang tersebut langsung kembali sambil berkata ke
pasukannya: SubhanaLLAH! Tidak sepantasnya mereka dilarang memasuki
BaituLLAH! Aku melihat unta-unta telah ditandai dan diberi nama (untuk Qurban),
karena itu menurutku mereka tidak boleh dilarang masuk Ka¶bah[18]!

6. Digantinya Penulisan Basmalah Menurut Al-Qur¶an dan Penyebutan Rasulullah


dengan Penulisan Menurut Tradisi Musyrikin
Klimaks dari sikap kompromi Nabi SAW dalam diplomasi dengan kaum musyrikin
tersebut, adalah kesediaan beliau SAW mengorbankan beberapa masalah yang
mungkin oleh sebagian orang dianggap prinsip dan bahkan merupakan masalah
µaqidiyyah, seperti penggantian kata µBismiLLAAHir Rahmaanir Rahiim¶ dengan
bismiLLAAH versi mereka yaitu µBismikaLLAAHumma¶ dan kalimat µMuhammad
RasuluLLAH¶ dengan penolakan mereka terhadap kerasulan Nabi SAW sehingga
menjadi hanya µMuhammad bin AbduLLAAH¶ saja, namun Nabi SAW tetap
menerima perjanjian tersebut, sebagai berikut[19]:
Ma¶mar berkata: Az-Zuhry berkata dalam sebuah hadits: Maka Suhail bin Amr datang
lalu berkata: Berikan kertas tulislah antara kami dan kalian sebuah perjanjian. Maka
Nabi SAW memanggil penulis, lalu bersabda: ³Tulislah BismiLLAHir Rahmanir
Rahim..´ Suhail menyela: Adapun Ar-Rahman maka demi ALLAH aku tidak
mengetahuinya! Maka tulis saja: BismikaLLAHumma, sebagaimana kami menulis!
Maka Nabi SAW bersabda: ³Tulislah bismikaLLAHumma. Ini yang diputuskan oleh
Muhammad RasuluLLAH..´ Maka Suhail menyela lagi: Demi ALLAH! Kalau
sekiranya kami tahu engkau adalah RasuluLLAH, maka kami tidak akan
menghalangimu ke baituLLAH dan tidak memerangimu! Maka tulis saja Muhammad
bin AbdiLLAH. Maka nabi SAW bersabda: ³Demi ALLAH, sesungguhnya aku ini
adalah RasuluLLAH sekalipun kalian mendustakanku, baiklah tulislah Muhammad
bin AbdiLLAH..´ Maka Az-Zuhry berkata: Semua itu disebabkan sabdanya
sebelumnya: DEMI ALLAH! TIDAKLAH MEREKA MEMINTA SEBUAH
RENCANA KEPADAKU YANG MANA MASIH MENGAGUNGKAN HAK
ALLAH PADANYA KECUALI PASTI AKAN AKU BERIKAN KEPADA
MEREKA.

7. Dikorbankannya Sebagian Hak Kaum Muslimin Demi Maslahat yang Lebih Besar
Bagi Jama¶ah Di Kemudian Hari
Bahkan konsekuensi dari kompromi yang dilakukan oleh Nabi SAW dengan
musyrikin Quraisy adalah terhapusnya hak pada sebagian kaum muslimin, demi
maslahat yang jauh lebih besar di kemudian hari, yang mungkin bagi sebagian orang
yang berfikir pendek maslahat tersebut dianggap hanya bersifat spekulatif, tidak pasti,
dan mengorbankan hal yang sudah qath¶iy dalam ahkam-syariah, sebagai berikut[20]:
Setelah ditulisnya nota-kesepahaman tersebut bersabda nabi SAW: ³Hendaklah kalian
membiarkan kami ke baituLLAH sehingga kami bisa Thawaf padanya?´ Maka Suhail
menjawab: Demi ALLAH! Janganlah sampai orang-orang Arab mengatakan kami
mendapat tekanan, tetapi datanglah tahun depan saja. Maka ditulislah hal tersebut.
Suhail lalu menambahkan: Dan hendaklah tidak ada yang datang dari kami kepadamu,
sekalipun ia dalam agamamu melainkan harus engkau kembalikan pada kami! Maka
kaum muslimin berseru: SUBHANALLAH! BAGAIMANA MUNGKIN MEREKA
DIKEMBALIKAN PADA ORANG MUSYRIK PADAHAL MEREKA DATANG
SEBAGAI MUSLIM?! Pada saat itu masuklah Abu Jandal (anaknya Suhail)
melompat-lompat dalam keadaan dirantai. Ia telah keluar hijrah dari Makkah, maka ia
menghempaskan dirinya di hadapan kaum muslimin. Lalu Suhail berkata: Ya
Muhammad! Ini adalah yang pertama aku tuntut darimu supaya dikembalikan pada
kami. Abu Jandal berkata: Duhai segenap kaum muslimin! Apakah aku akan
dikembalikan lagi kepada kaum musyrik, padahal aku telah datang dalam keadaan
muslim?! Tidakkah kalian perhatikan apa yang aku dapatkan dari penyiksaan mereka.
Dan ia telah disiksa dengan penyiksaan yang berat di jalan ALLAH SWT.

8. Dampak Shulhu-Hudhaibiyah Terhadap Ke-Tsiqah-an di Kalangan A¶dha Bahkan


di Kalangan Sebagian Qiyadah
Langkah-langkah yang ditempuh oleh qiyadah yaitu nabi SAW saat itu dianggap
sangat kontroversial oleh kaum muslimin, bahkan oleh sebagian qiyadahnya yang
selevel Umar bin Khattab RA, sehingga ia tidak bisa menerima sikap qiyadah-µulya
dan bertanya kepada qiyadah yang lain yaitu Ash-Shiddiq RA, dan Ash-Shiddiq-lah
yang menegur Umar RA agar tetap memegang teguh ra¶yul qiyadah µulya yaitu Nabi
SAW, sebagai berikut: Sahl bin Hanif berkata: Tuduhlah diri-diri kalian sungguh aku
telah melihat kami pada perjanjian Hudhaibiyah (perjanjian antara Nabi SAW dengan
Kaum Musyrikin), sekiranya kami melihat akan ada pertempuran pasti kami akan
berperang. Maka Umar RA datang dan berkata: Bukankah kita berada dalam
kebenaran dan mereka dalam kebathilan? Jawab Nabi SAW: Benar. Tanya Umar RA:
Bukankah korban-korban dari kita masuk ke

Jannah dan korban-korban dari mereka masuk ke Naar? Jawab beliau SAW:
Benar. Lalu kata Umar RA: lalu mengapa kita memberikan kehinaan pada agama kita
(dengan berdamai dengan mereka) sehingga kita pulang padahal ALLAH belum
memberikan keputusan? Jawab Nabi SAW: Wahai Ibnul Khattab, sesungguhnya aku
adalah RasuluLLAH dan DIA tidak akan pernah menyia-nyiakan aku selamanya. Lalu
Umar RA pun kembali dalam keadaan kesal, dan ia tidak bisa bersabar sehingga ia
pergi menemui Abubakar RA seraya berkata: Wahai Abubakar, bukankah kita berada
dalam kebenaran dan mereka dalam kebathilan? Jawab Abubakar RA: Wahai Ibnul
Khattab, sesungguhnya beliau adalah utusan ALLAAH dan ALLAH tidak akan
menyia-nyiakan beliau selamanya. Lalu turunlah surat ini[21].
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan tambahan: lalu turunlah ayat Al-
Qur¶an (Al-Fath) kepada Nabi SAW, lalu beliau SAW mengutus orang kepada Umar
RA dan membacakan kepadanya, lalu Umar RA berkata: Wahai RasuluLLAH,
apakah itu berarti kemenangan? Jawab beliau SAW: Ya. Maka Umar RA menjadi
tenang[22].
Peristiwa perdamaian dengan kaum musyrikin dan mengalahnya kaum mu¶minin
dalam banyak point-point perjanjian ini, apalagi juga dengan gagalnya umrah mereka
ini demikian mengguncangkan, sehingga sampai saat Nabi SAW memerintahkan
untuk melakukan tahallul (mencukur rambut ba¶da Thawaf dan Sa¶i) sampai 3 kali
mereka diam dan tidak segera melaksanakannya, sehingga Nabi SAW meminta
pendapat istrinya Ummu Salamah yang menasihati beliau SAW agar memulai
menyembelih dan bercukur, sehingga mereka semua mengikuti beliau SAW[23].

9. Munculnya Kelompok yang Berbeda Ijtihad


Hal lainnya yang merupakan pelajaran dari peristiwa Hudhaibiyah adalah munculnya
kelompok kaum muslimin yang tidak siap dengan kebijakan operasional mainstream
harakah Islamiyyah, kemudian mereka membentuk kelompok sendiri (sempalan),
namun mereka masih loyal dengan qiyadah-¶ulya yaitu Nabi SAW, perbedaan yang
terjadi hanya karena tekanan kondisi yang mereka alami belaka, sebagai berikut[24]:
Maka ia (perawi) berkata: Abu Jandal bin Suhail kemudian lepas dari para
penawannya, lalu ia bertemu dengan Abu Bashir (tokoh muslim lainnya yang ditawan
oleh Quraisy dan juga meloloskan diri), maka tidaklah orang Quraisy yang masuk
Islam dan melarikan diri kecuali menemui Abu Bashir hingga terbentuklah sebuah
kelompok besar (sekitar 70 orang[25]). Maka demi ALLAH, tidaklah mereka
mendengar adanya kafilah Quraisy yang keluar ke Syam kecuali mereka hadang dan
dibunuhnya lalu diambil hartanya. Maka orang-orang Quraisy menyurati Nabi SAW
dan bersumpah dengan nama ALLAH dan menyambung silaturrahim yang isinya agar
orang-orang Quraisy yang datang kepadanya dijamin keamanannya dan memasukkan
Abu Bashir dan teman-teman-nya kembali ke Madinah[26].

10. Salah Satu Point Perjanjian Hudhaibiyah Adalah Ditandatanganinya Pakta


Perdamaian dengan Kelompok Musyrikin Penentang, Serta Dicapainya Pakta-Koalisi
dengan Musyrikin yang Netral
Salah satu hasil yang fenomenal dari peristiwa Hudhaibiyah adalah terjadinya pakta
kesefahaman (MOU) antara harakah Islamiyyah di masa tersebut dengan kelompok
dua kelompok non-muslim yang berbeda secara diametral, yang pertama adalah pakta
perdamaian antara harakah Islamiyyah dengan kelompok penentang yaitu kafir
Quraisy dan yang kedua adalah dengan pakta koalisi dengan kelompok musyrikin
yang netral, diantaranya dengan Bani Khuza¶ah, sebagai berikut:
Di antara nota kesepahaman tersebut adalah menghentikan peperangan selama 10
tahun, selama masa itu tidak boleh ada peperangan, lalu siapapun orang Quraisy yang
menyeberang kepada Nabi SAW tanpa seizin walinya harus dikembalikan pada
Quraisy, sebaliknya jika ada pihak muslimin yang menyeberang ke Quraisy maka
tidak akan dikembalikan, kedua pihak tidak boleh menyembunyikan niat jahat[27],
tidak boleh melakukan pencurian dan tidak boleh berkhianat[28]. Siapapun yang mau
berkoalisi pada pihak Muhammad SAW dipersilakan, dan siapapun yang mau
berkoalisi dengan pihak Quraisy juga dipersilakan, maka Bani Khuza¶ah berkoalisi
dengan Nabi SAW sementara Bani Bakr berkoalisi dengan Quraisy[29]. Tahun itu
Nabi SAW tidak boleh umrah dan memasuki Makkah, melainkan baru dibolehkan
pada tahun depannya, tapi tidak boleh membawa senjata dan tidak boleh lebih dari 3
hari saja[30].

11. Globalisasi Islam ke Seluruh Penjuru Dunia


Hal lainnya yang merupakan perkembangan harakah Islamiyyah adalah dimulainya
komunikasi Harakah Islamiyyah dengan berbagai negara di dunia, yang dicirikan
dengan dikirimnya para delegasi harakah ke berbagai negara untuk melakukan
diplomasi dan penyampaian missi Islam, dan hendaklah diingat bahwa ini semua
dilakukan oleh harakah Islam saat sebelum terjadinya Fathu Makkah, yaitu sebagai
berikut[31]:
Pengiriman delegasi yaitu Amr bin Umayyah Adh-Dhamri RA ke Najasyi raja
Habasyah, pada akhir tahun ke-6 Hijrah atau dalam riwayat lain di bulan Muharram
tahun ke-7 Hijrah. Pengiriman Hathib bin Abi Baltha¶ah RA ke Juraij bin Matta yang
bergelar Muqauqis Raja Iskandaria Mesir. Pengiriman AbduLLAAH bin Hudzafah
As-Sahmi RA ke Kisra¶ Raja Persia, pada tahun ke-6 atau ke-7 Hijrah. Pengiriman
Dhihyah bin Khulaifah Al-Kalby RA ke Kaisar (Hiraclius) Raja Byzantium Romawi
Timur. Pengiriman Al-A¶la bin Hadhrami RA ke Mundzir bin Sawa¶ Raja Bahrain.
Pengiriman Salith bin Amr Al-Amiri RA ke Haudzah bin Ali Raja Yamamah.
Pengiriman Syuja¶ bin Wahb Al-Khuzaimah RA ke Al-Harits bin Abi Syammar Al-
Ghassani Raja Damsyik. Dan pengiriman Amr bin µAsh ke Jaifar dan Abd Al-Jalandi
penguasa Omman.

12. Terjadinya Kemenangan Besar Harakah Islamiyyah Yaitu Fathu-Makkah


Hal terakhir setelah pakta perdamaian dan koalisi tersebut adalah memberikan
kesempatan kepada harakah Islamiyyah untuk menyebarkan dakwah, melakukan
konsolidasi internal, menarik simpati publik, menyibakkan citra tidak baik yang
disematkan oleh para musuh, membangun harmoni dengan berbagai lapisan
masyarakat, membuka diplomasi dengan berbagai negara, sehingga pada akhirnya
mampu eksis mengalahkan penindasan, korupsi, kesewenang-kesewenangan,
kediktatoran, kemiskinan, kebejatan moral, untuk memimpin dunia di dalam
kedamaian dan kasih-sayang Islam.
Bahkan kepada para musuhpun sang pemimpin tertinggi harakah yaitu Nabi SAW
bersabda: Kami akan bersabar dan kami tidak akan menghukum kalian[32].. Atau
juga sebagaimana sabdanya: Makkah adalah tanah haram, tidak boleh lagi terjadi
peperangan setelah itu[33].. Atau juga sabdanya: Setelah penaklukan Makkah tidak
boleh lagi ada seorang Quraisy yang dibunuh sampai Hari Kiamat[34]..
Dan perlu dicamkan bahwa peristiwa Fathu Makkah yang luar biasa besar ini terjadi
karena Nabi SAW membela mitra koalisinya yaitu Bani Khuza¶ah (yang musyrik)
yang telah dizhalimi oleh Bani Bakr (salah satu mitra koalisi kafir Quraisy)[35],
kejadian selengkapnya saat detik-detik bersejarah penaklukan makkah tersebut adalah
sebagai berikut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: Sesungguhnya Nabi SAW keluar
pada bulan Ramadhan dari Madinah bersama 10.000 pasukannya, kejadian tersebut
terjadi 8,5 tahun dari kedatangannya ke Madinah[36]. Dalam hadits lainnya
disebutkan: Saat pasukan kaum muslimin bergerak maka Nabi SAW memerintahkan
Al-Abbas RA agar mengajak Abu Sufyan melihat di tempat lewatnya para pasukan
(untuk melihat betapa besar kekuatan harakah Islamiyyah saat itu), tiba-tiba lewatlah
suatu kelompok besar maka tanya Abu Sufyan: Wahai Abbas, siapakah mereka ini?
Jawab Abbas: Ini adalah kabilah Bani Ghiffar. Maka jawab Abu Sufyan: Apa
masalahku dengan Bani Ghiffar? Lalu lewatlah pasukan besar yang lain, ia bertanya
lagi: Wahai Abbas siapakah mereka ini? Jawab Abbas: Ini adalah kabilah Juhainah.
Demikianlah lewat pula Bani Sa¶d bin Hudzaim, sampai lewatlah suatu pasukan yang
demikian menakjubkannya, kata Abu Sufyan: Lalu siapakah mereka ini? Jawab
Abbas: Ini adalah kaum Anshar yang dipimpin oleh Sa¶d bin Ubadah, lihatlah
benderanya. Lalu lewatlah suatu kelompok yang paling mengesankan, namun paling
sedikit jumlahnya diantara mereka nampak RasuluLLAH SAW bersama para
shahabatnya, bendera Nabi SAW dipegang oleh Az-Zubair bin Awwam RA[37].
Berkata Abubakar Ash-Shiddiq RA: Tidak ada satupun kemenangan dalam Islam
yang lebih besar dari kemenangan Hudhaibiyah, akan tetapi manusia waktu itu
berfikir singkat hingga tidak mengetahui rencana Muhammad SAW dengan RABB-
nya, orang terlalu tergesa-gesa sedangkan ALLAH SWT tidak pernah tergesa-gesa,
hingga segala sesuatu mencapai targetnya[38].
Komentar Imam Az-Zuhri: Tidak pernah ada kemenangan dalam Islam melebihi
kemenangan dalam pakta Hudhaibiyah, karena peperangan hanya akan menyebabkan
pergesekan antara manusia, akan tetapi setelah terjadinya pakta kesefahaman, maka
perang pun mereda dan manusia merasa aman terhadap sesamanya, lalu mereka bisa
berunding dan bertemu, maka tidak seorang pun yang mengerti suatu pembicaraan,
lalu ia diajak berdiskusi tentang Islam kecuali ia pun masuk kedalamnya,
sesungguhnya hanya dalam 2 tahun itu, sejumlah besar orang telah masuk Islam
sebanyak jumlah seluruh orang Islam sebelumnya, atau bahkan lebih banyak lagi.
Selesai Bi-IdzniLLAAH, faliLLAAHil hamdu wal minah«

Catatan Kaki:

[1] Bahkan diriwayatkan oleh Syaikhan, Ahmad, Tirmidzi, Al-Hakim dari Anas RA:
Turun pada Nabi SAW ayat ini, maka beliau SAW bersabda: Sungguh turun suatu
ayat untukku yang lebih kucintai dari dunia dan seisinya. Maka mereka berkata:
Sungguh telah turun ayat yang menjelaskan tentang ni¶mat ALLAAH SWT padamu,
maka bagaimana kami ya RasuluLLAAH? Maka turunlah ayat: ΕΎϨϣΆϤϟ΍ϭ ϦϴϨϣΆϤϟ΍ ϞΧ Ϊϴϟ
[2] Berkata Ibnu Abbas RA: Saat turun ayat ϢϜΑ ϻϭ ϲΑ Ϟόϔϳ Ύϣ ϱέΩ΃ Ύϣϭ, maka berkata
orang-orang Yahudi: Bagaimana kita akan mengikuti laki-laki yang ia sendiri tidak
mengetahui apa yang akan dilakukan ALLAAH pada dirinya?! Maka ALLAAH SWT
menurunkan ayat ini.
[3] Ada hadits shahih riwayat Muslim dan Ahmad dari Aisyah RA: Adalah Nabi
SAW jika shalat berdiri sampai pecah-pecah kakinya, maka berkatalah Aisyah RA:
Wahai RasuluLLAAH! Masihkan anda berbuat begini padahal ALLAAH SWT sudah
mengampuni semua dosa anda yang terdahulu maupun akan datang?! Jawab beliau
SAW: Wahai Aisyah, tidakkah pantas aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?!

[4] HR Bukhari, kitab Al-Maghazi, Bab Ghazwah Al-Hudhaibiyyah, XIV/38


[5] Fathul-Bari, XI/474
[6] µUmdatul-Qari, XXV/500
[7] Faydhul-Bari, VI/168
[8] Riwayat Sai¶d bin Manshur dari Asy-Sya¶biy, di-shahih-kan oleh Imam Ibnu
Hajar dalam Al-Fath, XI/478
[9] Ibnu Jarir, XXVI/71; Al-Hakim, II/459, ia berkata: Shahih sesuai syarat Muslim.
Adz-Dzahaby mengomentarinya: Muslim tidak meriwayatkan bagi Majma¶ dan tidak
pula bagi bapaknya, namun keduanya adalah tsiqah.
[10] HR Abu Daud, Kitabu Shalah, hal. 215, haditsnya shahih (lih. Al-Mustadrak,
III/338; Sunan Al-Kubra, III/257; Tafsir Ibnu Katsir, I/548; Al-Ishabah, VII/294).
Ibnu Hajar menyebut secara pasti bahwa hal ini terjadi di Hudhaibiyyah (Al-Fath,
VII/423)
[11 Ini berdasarkan pendapat yang menyatakan perang Dzatu Riqa¶ setelah perang
Khaibar dan inilah yang lebih shahih waLLAAHu a¶lam
[12] Imta¶ul-Asma¶, Al-Muqrizi, I/380
[13] QS An-Nisa¶, IV/102
[14] Untuk kajian lebih mendalam mengenai dalil-dalil hal ini, silakan baca tulisan
saya di millist dan website ini dengan judul: Koalisi Politik di Masa Nabi SAW
[15] HR Bukhari, VI/275; lih. Juga syarah-nya dalam Al-Fath, V/329 hadits no. 2731
[16] Ibid
[17] Al-Fath, hadits no. 2731 dan 2732; Musnad Ahmad, IV/324
[18] Ibid
[19] Ibid
[20] Riwayat ini disebutkan secara musnid-muttashil dalam Shahih Bukhari, Kitab
Al-Maghazi, Bab Ghazwah Hudhaibiyah, XIV/72; sementara sisanya dalam Al-Fath,
VIII/283
[21] HR Bukhari, di beberapa tempat dalam shahih-nya: X/77, XI/315 dan XVI/142
[22] HR Muslim, II/141; Ahmad, III/486; Ibnu Jarir, XXVI/70
[23] HR Bukhari, VI/275
[24] HR Ahmad, IV/331; Ibnu Jarir, XXVI/101; AbduRRAZZAQ, V/342
[25] Al-Muqrizi, Imta¶ul Asma¶, I/304
[26] Ibid
[27] Ibnul Atsir, An-Nihayah fi Gharibil Hadits, III/327
[28]Ibid, II/392 dan III/380
[29] Sirah Ibnu Hisyam, II/394; Al-Maghazi Al-Waqidi, II/789; Tarikh At-Thabari,
IV/45; Al-Amwal Az-Zanjawaih, I/401
[30] HR Ahmad, IV/325 dari riwayat Ibnu Ishaq dengan sanad hasan, lih. Juga Sirah
Ibnu Hisyam, III/308, ia menyatakan mendengar sendiri riwayat ini
[31] Al-Muqrizi, Imta¶ul Asma¶, I/304; Tarikh At-Thabari, II/288; Sirah Ibnu Hisyam,
IV/279; Thabaqat Ibnu Sa¶d, I/258; Siyar A¶lami Nubala¶ Adz-Dzahabi, X/400
[32] HR Ahmad, V/135; Tirmidzi, IV/361-362
[33] HR Tirmidzi, III/83 ia berkata: Hasan Shahih; Ahmad, III/412 dengan sanad
yang hasan
[34] HR Muslim, II/98; Ahmad, III/412 dengan sanad shahih
[35] Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir, Mu¶jam Ash-Shaghir At-Thabrani, II/73;
Musnad Abu Ya¶la, IV/400
[36] HR Bukhari, Kitab Al-Maghazi, Fathu Makkah fi Ramadhan, hadits no. 4276
[37] Ibid, no. 4280
[38] Al-Muqrizi, Imta¶ul Asma¶, I/296
c
c
           

        
13 Jun 2008 Tinggalkan sebuah Komentar

by eidelweis in MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ALAT-ALAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Metode Dan Alat Pendidikan Islam


Metode berasal dari bahasa latin ³meta´ yang berarti melalui idan ³hodos´ yang
berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa arab metode disebut ³Tariqah´
artinya jalan, cara, sitem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan
menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengtur suatu cita-cita
Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dari pendidik (orang
dewasa) kepada anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-
norma Islami agar berbentuk kepribadian menjadi kepribadian muslim.

?  
 
 

 
 
 


       



  


 
 
  
  
 

     

  
 

 
 
       


  

 
 

 
 

 

  
   


     
      

    
   

      


 

    
 
 ?
  

    
 
?

2. Pentingnya Metode Dan Alat Pendidikan Islam


Metode dan alat pendidikan Islam mempunyai peranan penting sebab merupakan
jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju kepada tujuan
pendidikan Islam yang terbentuknya kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang
mendukung pelaksanaan pendidikan Islam ini. Apabila timbul permasalahan di dalam
Pendidikan Islam, maka kita harus dapat mengklasifikasikan masalah yang kita
hadapi itu ke dalam faktor-faktor yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang
baik terkecuali faktor metode alat ini, maka kitapun harus pandai memperinci dan
mengklasifikasikan ke dalam klasifikasi masalah metode pendidikan yang lebih kecil
dan terperinci lagi. Misalnya dalam segi apa dari masalah metode dan/atau alat apa?
Memang masalah metode ini sangat penting, karena itulah Rasulullah mengajarkan
kemampuan dan perkembangan anak didik.
Rasulullah SAW bersabda:
ΚϳΪΤϟ΍) .˸ϢϬ˶ ϟ˶˸ϮϘ˵ ϋ
˵ έ˶ ˸Ϊϗ˴ ϰ˴Ϡϋ
˴ ˸ϢϬ˵ Ϥ˴ Ϡ˶˷Ϝ˴ ϧ˵ϭ˴ ˸ϢϬ˵ ϟ˴ί˶ Ύ˴Ϩϣ˴ α
˴ Ύ͉Ϩϟ΍ ϝ
˴ ΰ˴ ˸ϧ΃˴ ˸ϥ΃˴Ύ˴ϧ˸ήϣ˶ ΃˵˯˶ Ύ˴ϴΒ˶ ˸ϧϷ
˴ ˸΍ή˴ η
˶ Ύ˴όϣ˴ Ϧ
˵ ˸Τϧ˴ )
Artinya:
³Kami para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya,
berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.´
(Al-Hadits)
Dari Hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam
menyampaikan materi dan bahan pendidikan Islam kepada anak didik harus benar-
benar disesuikan dengan keadaan dan kemampuan anak didik. Kita tidak boleh
mementingkan materi atau bahan dengan mengorbankan anak didik. Sebaliknya, kita
harus mengusahakan dengan jalan menyusun materi tersebut sedemikian rupa sesuai
dengan taraf kemampuan anak, tetapi dengan cara serta gaya yang menarik.

3. Jenis-Jenis Metode Dan Alat Pendidikan Islam


Apabila umat Islam mau memperlajari pelaksanaan pendidikan Islam sejak jaman
silam sampai sekarang ternyata para pendidik itu telah mempergunakan metode
pendidikan Islam yang bermacam-macam, walaupun diakui metode yang digunakan
ada kekurangannya.
Pada dasarnya Islam tidak menggariskan secara jelas mengenai metode pendidikan
Islam ini, hal ini diserahkan kepada kaum muslimin untuk memilih metode mana
yang cocok dan yang tepat untuk digunakan.
Islam menjelaskan bahwa ajaran dalam kitab suci ada dua macam yaitu yang sudah
jelas nashnya dan belum jelas apa yang dimaksdu nash tersebut. Terhadap nash yang
sudah jelas, maka umat Islam tinggal melaksanakannya. Sedangkan yang belum jelas
maksudnya, manusia diperintahkan untuk mengkaji, meneliti dan berusaha untuk
memecahkannya. Berkenaan dengan masalah itu Rasulullah SAW. Bersabda´ Jika
ada urusan agamamu, serahkanlah ia kepadaku. Jika ada urusan keduniaanmu, maka
kamu lebih mengetahui akan urusan duniamu itu.´ Berbagai macam ilmu sperti
antropologi, psikologi, botani, ilmu kimia, kedokteran, teknologi, pendidikan dan lain
sebagainya, adalah merupakan scientific yang dimiliki dan dikembangkan manusia.
Kesemuanya menjadi wewenang manusia untuk mendalami, mengembangkan bahkan
menemukan hal-hal baru yang selama ini belum ada tetapi yang perlu diingat agar
pertemuan baru tersebut tidak boleh bertentangan dengan sumber pokok ajaran Islam
yaitu Al-Qur¶an dan Hadits Rasul.
Prinsip-prinsip lain yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan atau penggalian
kesejahteraan hidup manusia di dunia yaitu sabda Rasul:
ϒ
˴ Ϡ˶ Θ˴ ˸ΨΗ˴ ϻ
˴ ϭ˴ Ύ˴ϋϭ˴ Ύ˴τΗ˴ ϭ˴ ΍˴ήϔ˶˷ Ϩ˴ Η˵ϻ
˴ ϭ˴ ΍˴ήδ
˶˷ ό˴ ˵Ηϻ
˴ ϭ˴ ΍˴ήδ
˶˷ ϳ˴ .

Artinya:
³Mudahkanlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar-kabar yang menggembirakan
dan jangan sekali-kali engkau memberikan kabar yang menyusahkan sehingga mereka
lari menjauhkan diri darimu, saling taatlah kamu dan jangan berselisih yang dapat
merenggangkan kamu.´
(Al-Hadits)

Dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan
untuk kesejahteraan hidup manusia termasuk di dalamnya penyelenggaraan (metode)
pendidikan Islam mendasarkan kepada prinsip:
a. Memudahkan dan tidak mempersulit
b. Menggembirakan dan tidak menyusahkan
c. Dalam memutuskan sesuatu hendaknya selalu memiliki kesatuan pandangan dan
tidak berselisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran
Dalam suatu Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad Abu Daud, Tirmizi dan lain-
lain dan Muaz disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyambut gembira terhadap
sikap sahabatnya (Muaz) sewaktu beliau memanggil untuk diutus sebagai qadli ke
Yaman. Rasulullah bersabda: ³Kalau tidak kamu dapati baik dalam kitabullah
maupun sunah Rasul?´
Muaz menjawab ³Saya akan berijtihad (berusaha) dengan pikiran saya´. maka
Rasulullah menepuk dada (karena girang) sambil berkata ³Alhamdulillah, Tuhan telah
memberi petunjuk utusan Tuhan kepada apa yang ridhoi Rasulullah).´
Dalam Al-Qur¶an surat Al-Hasyr ayat 2 dikatakan:
2 : ήθΤϟ΍) έ˶ Ύ˴μ˸ΑϷ ˴ ˸΍ ϰ
˶ ϟϭ˵΃΂˴ϳ΍˸ϭή˵ Β˶ Θ˴ ˸ϋΎ˴ϓ )
Artinya:
³Maka ambilah itibar (pelajaran) wahai orang ± orang yang mempunyai pandangan.´
Islam menganjurkan kepada umatnya agar mempunyai pandangan luas. Melihat dan
menerima pendapat atau ilmu dari siapapun asalkan ilmu tersebut mendatangkan
keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan ilmu tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
Ϧ
˶ ˸ϴμ
˶˷ ϟΎ˶Α ˸Ϯϟ˴ϭ˴ Ϣ˴ ˸Ϡό˶ ϟ΍ ΐ
˶ Ϡ˵˸σ΍˵

Artinya:
³Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina´
Kita semuanya mengetahui bahwa negara RRC, mayoritas adalah komunis walaupun
diakui pula bahwa di daerah itu terdapat warga negara yang beragama Islam
berjumlah + 80.000.000 jiwa dari jumlah seuruhnya yang berjumlah 800 juta jiwa.
Tetapi dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam selalu menuntut
umatnya untuk menuntut ilmu tanpa harus dibatasinya oleh agama, daerah dan subjek
ilmu yang dipelajari.
Dari kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh umat Islam selama ini terutama di
bidang pendidikan Islam ternyata mereka telah melaksanakan berbagai kegiatan
antara lain:

a. Mendidik Dengan Cara Memberikan Kebebasan Kepada Anak Didik Sesuai


Dengan Kebutuhan
Tindakan ini dilakukan berkat adanya sabda Nabi Muhammad SAW:
ϢϠδϣ ϩ΍ϭέ) .« Γ˶ ή˴ ˸τϔ˶ ϟ΍ ϰ˴Ϡϋ ˴ Ϊ˵ ϟ˴˸Ϯϳ˵ ϻ ͉ ΍˶Ω˳ ˸Ϯϟ˵˸Ϯϣ˴ ˸Ϧϣ˶ Ύ˴ϣ )
Artinya:
³Tidak seorangpun yang dilahirkan kecuali menurut fitrahnya.´
(HR Muslim)
Pemberian kebebasan itu tentunya mutlak (tidak terbatas) melainkan dalam batas-
batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah masih dalam proses
pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat, ia belum dapat memilih
sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena ini memerlukan petunjuk guna
memilih alternatif dari beberapa alaternatif yang ada.
Rasulullah SAW, bersabda:
Ύ˴Ϭ˸ϴϠ˴ϋ
˴ ϩ˵ ˸ϮΑ˵ ή˶ ˸οΎ˴ϓ Ϧ
˴ ˸ϴϨ˶ ˰˶γ ή˴ θ
˴ϋ˴ ώ˴ Ϡ˴Α˴ ΍˴Ϋ·˶ϭ˴ Ϧ˴ ˸ϴϨ˶ γ
˶ ϊ˴ ˸Βγ˴ ώ˴ Ϡ˴Α˴ ΍ Ϋ˴ ·˶ Γ˶ ϼ
˴μ
͉ ϟΎ˶Α ϲ
͉ Β˶ μ
͉ ϟ΍΍ϭ˵ήϣ˵
Artinya:
³Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun dan
apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu maka pukul
ia.´
(HR. Tirmizi)
Dari Hadits tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua (pendidik) harus dapat
bersikap tegas sesuai dengan kebutuhan, yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu
disalahgunakan seperti ia berbuat semaunya sendiri, sampai-sampai ia meninggalkan
salat, maka pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salat itu, jika
diperlukan ia diperbolehkan memukul anaknya.
Cara mendidik demikian disebut:
Δ˶ ϴ͉ϔ˶ ˸ϴό˶ π
͉ ϟ΍ Δ˶ ϴ͉ σ
˶ ΍˴ή˸Ϙϣ˵ Ϊ˶˷ ϟ΍ Δ˵ Ϙ˴ ˸ϳή˶ σ
˴
Artinya:
³Metode pendidikan demokrasi yang luwes.´
Metode pendidikan ini menuntut kepada pendidik sekali waktu membiarkan anak
didiknya untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya, sekali waktu menguasai,
mengawasi dan membatasi anak agar tidak terjerumus kepada perbuatan salah dan
sekali waktu pula berada di tengah-tengah anak didik agar dapat memacu,
menimbulkan semangat beramal, berlomba-lomba dalam mencari kebajikan.

b. Mendidik Anak Dengan Pendekatan Perasaan Dan Akal Pikiran


Setiap orang cinta dan sayang kepada anak keturunanya dan berusaha dengan segala
kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan
berguna.
Karena itulah maka para Nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar mereka
dikaruniai anak yang saleh dan dapat melanjutkan perjuangannya.
Nabi Ibrahim As. Berdoa:
100 : ΕΎϓΎμϟ΍) Ϧ ˴ ˸ϴΤ ˶ ϟ˶Ύ͉μϟ΍ Ϧ
˴ ϣ˶ ˸ϲϟ˶ ˸ΐϫ˴ Ώ
˶˷ έ˴ )
Artinya:
³Ya Tuhanku! Anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang
yang saleh.´
(QS. As-Saffat: 100)
Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Tuhan kepada ibu bapak. Setiap amanah
haruslah dijaga dan dipelihara, dan setiap pemeliharaan mengandung unsur kewajiban
dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan yang telah dilakukannya.
Hakikat dan fungsi amanah tentang pemeliharaan anak itu mengandung arti dan nilai
yang lebih jauh lebih luas daripada amanah-amanah yang lainnya. Sebab di dalamnya
terjalin dan melekat secara langsung kepentingan manusia, baik dilihat dari segi
biologis maupun dari segi sosiologis.
Setiap orang tua, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis) dipertautkan
oleh satu ikatan atau (unsur) yang paling erat dengan anaknya, yang tidak terdapat
pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan itu disebut naluri (instink)
Tiap-tiap orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih kepada anaknya. Cinta dan
kasih itu adalah sedemikian rupa sehingga setiap orang tua dengan rela mengorbankan
segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya.
Dilihat dari sudut sosiologisnya, orang tua berusaha supaya anaknya menjadi orang
baik dalam masyarakat, dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan
mendatangkan manfaat kepada orang lain
Untuk menuntun anak agar tumbuh dan berkembang sebagaimana tersebut di atas,
maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan jalur akal emosi/perasaan.
Demikian pula pendidikan terhadap anak, baik dalam pendidikan formal, informal
maupun non formal pendekatan yang lebih mengena dan lebih tepat yaitu secara akal
dan perasaan. Metode pendidikan demikian itu di dalam bahasa arab disebut:
Δ˶ ϳ͉ έ˶ ˸Ϯό˵ θ
͊ ϟ΍ Δ˶ ϴ͉Ϥ˶ ˸Ϡό˶ ϟ˸΍ Δ˵ Ϙ˴ ˸ϳή˶ σ
˴
Artinya:
Metode pendekatan yang mencakup akal. Dan perasaan secara sekaligus
Metode pendidikan ini menekankan segi pikiran yang tajam dan perasaan yang halus.
c. Mendidik Anaka Secara Informal
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi
manusia yang saleh, taqwa kepada Allah dan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda:
˸ϢϬ˵ Α˴ Ω˴ ΃˴΍˸ϮϨ˵ δ
˶ ˸Σ΃˴ϭ˴ ˸Ϣϛ˵ Ω˴ ϻ
˴ ˸ϭ΃˴΍˸Ϯϣ˵ ΰ˶ ˸ϟ΍˴
Artinya:
³Perhatikanlah anak-anak kamu dan bentuklah budi pekertinya sebaik-baiknya.´
Allah berfirman:
6 :ϢϳήΤΘϟ΍) «Γ˵ έ˴ Ύ˴ΠΤ ˶ ϟ˸΍ϭ˴ α ˵ Ύ Ϩ͉ϟ΍Ύ˴ϫΩ˵ ˸Ϯϗ˵ ϭ͉ ΍˱έΎ˴ϧ ˸ϢϜ˵ Ϡ˶˸ϫ΃˴ϭ˴ ˸ϢϜ˵ δ
˴ ϔ˵ ˸ϧ΃˴΁˸Ϯ˵ϗ΍˸ϮϨ˵ ϣ˴ ΁ Ϧ
˴ ˸ϳά˶ ϟ̒΍Ύ˴Ϭϳ͊΃˴΂˴ϳ )
Artinya:
³Hai orang-orang yang beriman : Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu««´
(OS. Attahrim: 6)
Pendidikan di dalam keluarga umumnya dilakukan secar informal yaitu pendidikan
yang telah menggunakan perencanaan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain, tetapi
kesemuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu,
namun diharapkan keberhasilan pendidikan sesuai dengan yang dicita-citakan. Pada
saat-saat tertentu metode ini sangat baik digunakan.

d. Mendidik Anak Secara Formal


Sejak permulaan perkembangan Islam, umat Islam telah menyelenggarakan
pendidikan formal. Rasulullah sendiri seringkali mengajarkan wahyu yang
diterimanya dari Allah (lewat malaikat Jibril) kepada para sahabat di rumah Arqam
ibnu Arqam.
Pada waktu perang Badar ada beberapa orang musuh (kaum Quraisy) yang tertawan
oleh kaum muslimin. Di antara tawanan itu banyak yang pandai membaca dan
menulis. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada tawanan yang pandai tulis
baca untuk menebus dirinya dengan mengajarkan tulis baca kepada 10 orang anak-
anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai membaca dan menulis, mereka
dibebaskan sebagai tawanan dan kembali ke negerinya. Sesudah itu umat Islam
mengambangkan pendidikan formal dalam berbagai tingkat untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan anak-anak kaum muslimin. Dengan pendidikan formal ini
membawa keuntungan yang sangat besar, sebab pendidikan menjadi lebih baik, sebab
sasaran, materi yang diberikan dan tujuan yang hendak dicapai jelas. Dewasa ini
pendidikan sudah semakin berkembang dan meluas baik dilaksanakn dengan sistem
madrasah (klasikal) seperti madrasah. Madarasah Diniyah atau non klasikal (non
madrasah) seperti pesantren. Dan lain sebaginya.
Ustadz Muhammad Said Ramadhan Al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul Al-
Manhajut tarbawi farid Fil quran, menyatakan bahwa ada 3 macam asas dasar yang
dipakai Al-Qur¶an untuk menamkan pendidikan, yaitu:
1. Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Di
dalam tingkat ini Al-Qur¶an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal
usul dirinya, mulai dari awal kejadiannya, kemudian perkembangannya baik fisik
maupunn akal dan ilmunya ataupun mental spriritual. Sesudah itu dibawanya ke alam
cakrawala yang luas terbentang ini, yang semuanya dengan menggunakan kata-kata
yang dapat diikuti oleh orang-orang awam dan dapat dijadikan bahan penyelidikan
secara ilmiah oleh para sarjana
Berhakim kepada akal dan ilmu, dengan menggunakan akal itu disebut dalam Al-
Qur¶an sampai 29 kali, pikiran 18x, ingatan (zikir) sampai 267x, pemikiran yang
mendalam (fih) 20x dan ilmu sampai 800 x (termasuk khusus kata-kata ilmu 105x),
sehingga berjumlah: 1.154 x, menurut manusia berhukum kepada akal dan ilmunya.
2. Al-Qisas Wat Tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah. Dengan
mengemukakan berbagai cerita/peristiwa, dan membuka lembaran-lembaran sejarah
di masa lampau, Tuhan mengajak manusia supaya bercermin kepada fakta dan data di
masa dahulu itu untuk melihat dirinya, berbagai cerita yang disebut oleh Al-Qur¶an
menghidupkan sejarah-sejarah lama untuk memberanikan hat manusia untuk jaman
yang dihadapnya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan
kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Menemph jalan ini, yaitu cerita dan sejarah, lebih
mudah meresapkan kepada anak mereka.

3. Al-Isarah Al Widaniyah memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan.


Membangkitkan rangsangan perasaan ±perasaan, adalah jalan yang terpendek untuk
menanamkan suatu karakter kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Dan perasaan-
perasaan itu terbagi kepada:
a) Peraaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan harat yang benar dan
seumpamanya;
b) Peraaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuat
kedzaliman) dan seumpamanya dan
c) Perasdaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan
pengabdian, dan lain sebagainya
Memberikan perangsang terhadap perasaan-perasaan ini menurut tempat dan
waktunya yang tepat, menimbulkan kesan yang mendalam kepada anak-
anak/pemuda-pemuda yang kita didik. Sebab itu sebagai Pendidik Tertinggi maka
Tuhan menyebutkan dalam Surat Al-Fatah ayat 8 bahwa Nabi Muhammad adalah
memiliki sifat utama, yaitu:
a) Syahidan (penggerak perasaan-perasaan)
b) Mubasysiran (pembaa berita gembira), dan
c) Naziran (pembawa peringatan untuk menahan dari kejahatan)
Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut tarbiyah islamiyah
menyatakan bahwa teknik atau metode pendidikan Islam itu ada 8 diataranya
1. Pendidkan melalui keteladanan
2. Pendidkan melalui nasihat
3. Pendidkan melalui hukuman
4. Pendidkan melalui cerita
5. Pendidkan melalui kebiasaan
6. Pendidkan melalui kekuatan
7. Pendidkan melalui kekosongan
8. Pendidkan melalui cerita cerita

You might also like