You are on page 1of 10

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR), HARAPAN DAN TANTANGAN

1
Oleh : Djoko Retnadi

Sejak diluncurkan oleh Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5
November 2007, jumlah KUR (Kredit Usaha Rakyat) telah mencapai Rp6,8 triliun dengan
672 ribu debitor. Jika dibandingkan dengan jenis kredit lain, maka pertumbuhan KUR
yang hampir Rp.1 triliun per bulan merupakan prestasi yang luar biasa.

Tujuan diluncurkannya KUR adalah (i) untuk mempercepat pengembangan sektor


riil dan pemberdayaan UMKM; (ii) untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM
dan Koperasi; (iii) untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

Dengan melihat tiga tujuan tersebut, apakah di praktik di lapangan telah sejalan
ataukah justru masih terdapat kendala yang signifikan, baik yang dihadapi oleh calon
debitor, perbankan, maupun pihak penjamin.

Latar Belakang KUR

Sampai dengan akhir tahun 2006, jumlah unit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah) di Indonesia mencapai angka 48,8 juta unit usaha. Namun demikian, dari
jumlah tersebut, yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 39,06%
atau 19,1 juta, sehingga sisanya sejumlah 29,7 juta sama sekali belum tersentuh
perbankan. Dari sejumlah 48,8 juta UMKM tersebut ternyata 90 persennya adalah Usaha
Mikro yang berbentuk usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan berbagai jenis
usaha mikro lain yang bersifat informal, di mana pada skala inilah paling banyak
menyerap tenaga kerja (pro job) dan mampu menopang peningkatan taraf hidup
masyarakat (pro poor).

Apabila tidak ada upaya khusus dari pemerintah, dikhawatirkan perbankan masih
akan menghadapi kesulitan untuk dapat memberikan kredit kepada UMKM karena pada
umumnya walaupun UMKM telah feasible namun belum bankable. Perbankan dituntut
menerapkan manajemen risiko secara international best practices (Basel 2) yang tidak
cocok dengan kondisi UMKM khususnya dan kondisi makro ekonomi Indonesia. Meskipun
sebelum tahun 2007, cukup banyak program pemerintah yang ditujukan untuk
mempercepat perkembangan UMKM melalui berbagai jenis kredit perbankan

1
Pengamat dan Praktisi Perbankan

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 1


sebagaimana tabel 1, namun perkembangan berbagai program tersebut tampaknya
belum menarik minat perbankan sehingga dampaknya belum dirasakan secara signifikan
oleh para pelaku UMKM di tingkat akar rumput (grass root).

Tabel 1: Berbagai Skim Kredit untuk Mengembangkan Sektor Riil

NO. SKIM KREDIT KETERANGAN


1 KKP-E Pengembangan Tanaman Pangan Mulai tahun 2000, semula KKP
2 KKP-E Pengadaan Pangan Mulai tahun 2000, semula KKP
3 KKP-E Peternakan Mulai tahun 2000, semula KKP
4 KKP-E Tebu Mulai tahun 2000, semula KKP
5 KKPA Kelapa Sawit Mulai tahun 1995
6 Kredit PEMP & Budidaya Ikan/ Rumput Laut Mulai tahun 2005
7 KPEN-RP Kemitraan (Kelapa Sawit) Mulai Desember tahun 2006
8 KPEN-RP Non Kemitraan (Karet & Kakao) Mulai Desember tahun 2006
9 KUMK-SUP Mulai tahun 2004

Mempertimbangkan kondisi tersebut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia


mengeluarkan Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan adanya Nota
Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan
Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai
peluncuran Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM. Akhirnya pada tanggal 5
November 2007, Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM
dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan
penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih
besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun belum bankable.

Landasan Operasional & Tujuan Kebijakan

Landasan operasional KUR adalah Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 tentang
Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota
Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan
Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 sebagai berikut:

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 2


Para Pihak Fungsi
Pemerintah (6 Menteri)
Departemen Keuangan a. Membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan
Departemen Pertanian berikut penjaminan kredit/pembiayaannya kepada UMKM dan Koperasi.
Departemen Kehutanan b. Mempersiapkan UMKM dan Koperasi yang melakukan usaha produktif yang
Departemen Kelautan dan Perikanan bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau cluster untuk dapat dibiayai
Departemen Perindustrian dengan kredit/pembiayaan.
c. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima
penjaminan kredit/pembiayaan.
d. Melakukan pembinaan dan pendampingn selama masa kredit/pembiayaan.
Kementerian Negara KUKM e. Memfasilitasi hubungan antara UMKM dan Koperasi dengan pihak lainnya
seperti perusahaan inti/off taker yang memberikan kontribusi dan dukungan
kelancaran usaha.

Perbankan (6 bank)
Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank BTN, Melakukan penilaian kelayakan usaha dan memutuskan pemberian
Bukopin, Bank Syariah Mandiri kredit/pembiayaan sesuai ketentuan yang berlaku
Perusahaan Penjaminan Kredit
PT Askrindo dan Perum Sarana Memberikan persetujuan penjaminan atas kredit/pembiayaan yang diberikan
Pengembangan Usaha perbankan sesuai ketentuan asuransi.

Selain itu, di dalam implementasi KUR, perbankan dan pihak perusahaan


penjaminan mendasarkan pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mereka sepakati.

Skim Kredit Usaha Rakyat

KUR adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan
plafon kredit sampai dengan Rp500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi (UMKM-K) yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat
penjaminan dari Perusahaan Penjamin. UMK & K harus merupakan usaha produktif yang
layak 2 (feasible), namun belum bankable. KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok
kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh
UMKM-K pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan.
Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 % dari plafond kredit. Sumber dana KUR
sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank.

2
Yang dimaksud layak adalah jika hasil usaha mampu untuk membayar pokok pinjaman & bunga sampai lunas
Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 3
Pada saat awal diluncurkan pada tanggal 5 November 2007, skim KUR hanya satu
jenis yaitu kredit untuk UMKM dengan plafon kredit sampai dengan Rp.500 juta. Namun
setelah berjalan beberapa waktu, Presiden R.I mengarahkan agar penyaluran KUR lebih
banyak untuk nasabah mikro dengan plafon kredit maksimal Rp. 5 juta. Akhirnya pada
tanggal 7 Mei 2008, dalam acara Rapat Koordinasi Terbatas yang dipimpin oleh Menko
Perekonomian berhasil dikeluarkan Addendum I Nota Kesepahaman Bersama tentang
pelaksanaan KUR Mikro dan KUR Linkage Program. Ketiga jenis KUR tersebut
diterjemahkan oleh salah satu bank pemberi KUR sebagaimana tabel 2, tabel 3, dan tabel
4.

Tabel 2: Persyaratan KUR s/d Rp.500 juta


Keterangan Persyaratan

Individu (Perorangan/ badan hukum), kelompok, koperasi yang melakukan usaha


Calon Debitur
produktif yang layak
Lama Usaha Minimal 6 bulan
Besar Kredit Maksimal Rp. 500 juta
KMK Menurun - maksimal 3 tahun
Bentuk Kredit
KI - maksimal 5 tahun
Suku Bunga Efektif maksimal 16% pa
s/d Rp 100 juta : SIUP, TDP & SITU atau Surat Keterangan dari Lurah/ Kepala Desa
Perijinan
> Rp. 100 juta : minimal SIUP atau sesuai ketentuan yang berlaku
Individu : KTP & KK
Kelompok : Surat pengukuhan dari instansi terkait atau surat keterangan dari
Legalitas
Kepala Desa/ Kelurahan
Koperasi/ Badan Usaha lain : sesuai ketentuan yang berlaku
Pokok : baik untuk KUR Modal Kerja maupun KUR Investasi adalah usaha atau
tempat usaha yang dibiayai
Agunan Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh
kewajiban kepada bank (layak)
Tambahan : tidak wajib dipenuhi

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 4


Tabel 3: Persyaratan KUR Mikro s/d Rp.5 juta
Keterangan Persyaratan

Calon Debitur Individu yang melakukan usaha produktif yang layak


Lama Usaha Minimal 6 bulan
Besar Kredit Maksimal Rp. 5 juta
Bentuk Kredit KMK atau KI menurun maksimal 3 tahun
Suku Bunga Efektif maksimal 1,125% flate rate per bulan
Prov & adm Tidak dipungut
Legalitas KTP & KK
Pokok : baik untuk KUR Modal Kerja maupun KUR Investasi adalah usaha atau
tempat usaha yang dibiayai
Agunan Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh
kewajiban kepada bank (layak)
Tambahan : tidak wajib dipenuhi

Tabel 4: KUR Linkage Program


Keterangan Persyaratan

Calon Debitur BKD, KSP/USP, BMT & LKM Lainnya & tidak mempunyai tunggakan
Lama Usaha Minimal 6 bulan
- maksimal Rp 500 juta
Besar Kredit
- Pinjaman BKD, KSP/USP, BMT, LKM ke end user maksimal Rp 5 juta
Jenis Kredit KMK menurun maksimal 3 tahun
Suku Bunga Efektif maksimal 16% pa
Prov & adm Tidak dipungut
- AD/ART
Legalitas - Memiliki ijin usaha dari yang berwenang
- Pengurus aktif
Pokok : baik untuk KUR Modal Kerja maupun KUR Investasi adalah usaha atau
tempat usaha yang dibiayai
Agunan Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh
kewajiban kepada bank (layak)
Tambahan : tidak wajib dipenuhi

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 5


Kemajuan Yang Dicapai KUR

Sejak diluncurkan pada tanggal 5 November 2007, posisi jumlah KUR maupun
jumlah debitor KUR terus menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan.

Tabel 5. Realisasi Penyaluran KUR Nasional per Mei 2008


Total Kredit Rata-rata Kredit
Bank Total Debitor
(Rp Juta) Per Debitor Rp juta
BNI 911.871 7.413 123.01
BRI KUR 1.744.547 14.502 120,30
BRI KUR Mikro 2.431.078 610.581 3.98
Mandiri 1.021.640 33.232 30.74
BTN 81.051 470 172,45
Bukopin 430.740 1.686 255,48
BSM 258.485 4.400 58,75
Total 6.879.412 672.284 10,23
Sumber: Kantor Menko Perekonomian, diolah

Bahkan jumlah debitur KUR yang menikmati fasilitas di bawah Rp.5 Juta
mencapai kurang lebih 90% dari total penyaluran KUR, sehingga komitmen penyerapan
tenaga kerja (pro job) dan penanggulangan kemiskinan (pro poor) lebih terarah.

Jika dilihat dari sektor ekonomi, maka sektor perdagangan adalah yang paling
tinggi menyerap KUR, disusul sektor pertanian dan jasa sosial. Di luar ketiga sektor
tersebut penyerapan KUR sekitar 3% kebawah (tabel 6).

Tabel 6. Penyerapan KUR per sektor ekonomi


Plafon Kredit Jumlah Debitur
No Sektor
Rp Miliar Persen Debitur Persen
1 Pertanian 1,664 24.181 156,558 23.29
2 Pertambangan 56 0.808 13,139 1.95
3 Industri Pengolahan 171 2.487 1,304 0.19
4 Listrik Gas dan Air 4 0.055 683 0.10
5 Konstruksi 165 2.393 708 0.11
6 Perdagangan, Restoran dan Hotel 4,046 58.807 452,259 67.27
7 Perumahan 0 0.001 2 0.00
Pengangkutan, Pergudangan, 68 0.984 3,368 0.50
8
Komunikasi
9 Jasa-jasa Dunia Usaha 200 2.900 3,441 0.51
10 Jasa-Jasa Sosial/ Masyarakat 468 6.809 40,625 6.04
11 Lain-lain 40 0.574 229 0.03
Total 6,879 100.000 672,316 100.00
Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 6
Kendala di Lapangan

Walaupun KUR telah berhasil memberikan akses pembiayaan yang lebih baik
kepada UMKM-K, namun di masa mendatang akselerasinya masih perlu ditingkatkan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dievaluasi kendala penyaluran KUR selama ini. Dari
inventarisasi di lapangan, beberapa kendala penyaluran KUR antara lain:

ƒ Belum adanya pemahaman yang seragam terhadap skim KUR, baik oleh para petugas
bank di lapangan maupun masyarakat, sehingga mungkin saja masih ada beberapa
penyimpangan dan persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan
agunan, persyaratan administrasi, sumber dana KUR, beroperasinya para calo KUR
Mikro dsb.

ƒ Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa dilakukan seketika oleh perbankan
namun harus dilakukan secara bertahap. Hal ini terjadi karena pemberian KUR harus
dilaksanakan sesuai prinsip kehati-hatian dalam perbankan sehingga diperlukan
kompetensi tenaga kerja yang sesuai.

ƒ Adanya perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan inflasi, kenaikan suku


bunga, dll yang menyebabkan permintaan kredit menurun.

Polemik di Masyarakat soal KUR

Secara berurutan, harian Kompas (6 dan 7 Juni) memuat polemik tentang Kredit
Usaha Rakyat (KUR), di mana para calon nasabah KUR mengeluh karena masih diminta
agunan tambahan senilai 30% dari nilai kredit. Padahal sesuai kesepakatan antara
pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, dan perbankan dijelaskan bahwa nasabah
KUR tidak perlu memberikan agunan tambahan. KUR adalah kredit sampai dengan
Rp.500 juta yang diberikan oleh beberapa bank yang didukung dengan penjaminan
kredit dari PT. Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo) dan PT. Sarana Pengembangan Usaha
(SPU) sebesar 70% dari nilai kredit, khusus untuk UMKM-K (Usaha Mikro Kecil Menengah
dan Koperasi) yang feasible namun belum bankable.

Jika ditelaah lebih lanjut, timbulnya polemik penyediaan nilai agunan sebesar 30
persen dari nilai kredit sebenarnya disebabkan adanya benturan kepentingan yang
berbeda antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, perbankan, dan debitor. Dari
sisi pemerintah, tentu saja penyaluran KUR sebanyak mungkin adalah indikator kunci
keberhasilan pemerintah. Dari sisi perusahan penjaminan kredit, penyaluran KUR yang
maksimum akan dapat memberikan penerimaan premi penjaminan semakin besar, juga
jumlah Non Perfroming Loan (NPL) yang kecil (baca: klaim kredit macet kecil)

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 7


merupakan indikator kesuksesan program penjaminan. Bagi perbankan, penyaluran KUR
yang besar dengan NPL rendah merupakan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan dari
sisi debitor, memperoleh kredit dengan mudah dan (kalau perlu) tanpa agunan adalah
impian para UMKM-K.

Pertanyaannya, apakah program KUR ini telah dapat mempertemukan


kepentingan yang berbeda tersebut. Pemerintah telah memberikan jaminan melalui
perusahaan penjaminan 70% dengan harapan perbankan akan lebih berani menyalurkan
pinjaman. Namun demikian, jika tujuan pemerintah hanya pada besarnya nilai penyaluran
kredit, maka seharusnya nilai penjaminan tidak hanya 70% namun 100%, sehingga tidak
ada alasan lagi bagi perbankan untuk menolak permintaan kredit yang diajukan oleh
UMKM-K walaupun tanpa adanya agunan tambahan. Jika ini yang dilakukan pemerintah
maka UMKM-K dan perbankan akan sangat diuntungkan, namun hal ini akan
menimbulkan moral hazard bagi mereka. Bagi perbankan, karena tidak ada risiko maka
mereka akan dengan mudah untuk memberikan kredit tanpa adanya pertimbangan yang
matang. Sedangkan bagi debitor, karena tidak ada agunan yang diserahkan kepada bank,
maka tidak ada risiko jika mereka tidak membayar kewajiban kepada bank. Kalau ini
terjadi maka yang akan menderita kerugian adalah perusahan penjaminan karena mereka
akan menanggung risiko klaim yang tinggi. Kondisi semacam ini pernah terjadi di era
tahun 90-an yang akhirnya menimbulkan kredit macet yang sangat besar di perbankan.

Rasio penjaminan kredit sebesar 70% adalah jalan tengah untuk menyatukan
kepentingan semua pihak. Namun demikian, dengan risiko yang ditanggung perbankan
masih sebesar 30%, bank wajib untuk memitigasinya. Salah satu cara mitigasi risiko
adalah dengan meminta agunan tambahan sebesar 30% dari nilai kredit, khususnya
untuk KUR yang mendekati nilai Rp.500 juta. Agunan tambahan ini bukan dimaksudkan
untuk mempersulit proses kredit, namun semata-mata untuk menemukan jalan keluar
bagi bank agar tetap dapat membiayai UMKM-K. Apabila menurut analisis, ternyata
bank belum yakin dengan kemampuan dan keseriusan debitor untuk mengembalikan
kredit, khususnya terkait dengan karakter debitor, maka bank memerlukan semacam
“komitmen” dari calon debitor dalam bentuk agunan tambahan. Sebaliknya, apabila bank
telah yakin bahwa debitor akan mampu dan serius dalam mengembalikan kreditnya,
maka pada umumnya bank tidak ada akan meminta agunan tambahan. Perlu menjadi
pemahaman kita bersama bahwa apabila pemberian sebuah kredit menjadi macet, maka
tanggung jawab sepenuhnya kembali kepada petugas bank, tentunya setelah
mempertimbangan berbagai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Dari uraian tersebut adalah hal yang logis apabila perbankan terpaksa meminta
agunan tambahan senilai 30% dari nilai kredit kepada calon nasabah KUR dengan jumlah
Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 8
mendekati Rp.500 juta, karena tindakan bank ini sebenarnya untuk menyelamatkan
kepentingan semua pihak. Dengan kebijakan tersebut, akhirnya perbankan masih dapat
menyalurkan KUR. Kondisi seperti ini jauh lebih baik daripada perbankan tidak jadi
menyalurkan KUR kepada UMKM-K karena adanya ketidakyakinan bank terhadap UMKM-
K. Dengan melihat jumlah KUR per akhir Mei 2008 yang telah mencapai Rp.6,8 triliun
dengan 673 ribu orang, atau rata-rata pinjaman per nasabah sebesar Rp.10,2 juta, maka
ini adalah prestasi yang sangat baik di tengah masih terjadinya polemik soal agunan
tambahan

Sebagai catatan akhir, kasus yang terjadi di lapangan di mana petugas bank
terpaksa meminta agunan senilai 30% dari kredit yang diminta calon debitor KUR
menurut hemat saya masih dapat ditolerir daripada bank tersebut tidak jadi
menyalurkan KUR karena tidak yakin dengan kondisi dan keseriusan debitor. Kalau KUR
tidak tersalur, pihak yang akan kehilangan kesempatan adalah UMKM-K juga, karena
akhirnya mereka harus bersaing dengan calon debitor lain yang mungkin lebih menarik
bagi perbankan untuk membiayai. Sambil melihat perkembangan, lebih bijaksana apabila
kita berikan kesempatan kepada perbankan untuk melakukan interaksi dengan UMKM-K
calon penerima KUR dengan jumlah mendekati Rp.500 juta, khususnya di area 30 persen
risiko dalam rangka mencari solusi terbaik untuk semua pihak.

Harapan ke Depan

Dengan mengetahui berbagai kendala penyaluran KUR, maka perlu disusun


strategi ke depan agar penyaluran KUR lebih meningkat. Beberapa strategi yang akan
dilakukan perbankan untuk mempercepat penyaluran KUR antara lain:

• Melanjutkan sosialisasi bersama, dengan koordinasi oleh Sekretaris Wakil Presiden


(Setwapres) dan Menko Perekonomian,

• Melakukan evaluasi dan monitoring bersama Komite Kebijakan dan Departemen


terkait setiap bulan,

• Meningkatkan linkage program dalam rangka percepatan penyaluran KUR, khususnya


untuk KUR dibawah Rp5 juta,

• Pengembangan produk KUR, dengan fitur asuransi jiwa dan kesehatan,

• Dilakukan keseragaman dalam penyaluran program kredit baik yang melalui PKBL
maupun kredit program lainnya.

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 9


• Menindaklanjuti program-program dari Departemen terkait anggota Komite
Kebijakan,

• Lebih fokus mengarah pada sektor pertanian dalam arti luas.

Economic Review ● No. 212 ● Juni 2008 10

You might also like