You are on page 1of 65

2006

http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X

151. Infeksi
pada Kehamilan
2006

http://www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

151. Infeksi
pada Kehamilan
Daftar isi :
2. Editorial
2006
4. English Summary
http:// www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125 –913X
Artikel
5. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar - Kornia
Karkata, TGA Suwardewa
8. Pengaruh Infeksi TORCH terhadap Kehamilan - Enny Muchlastriningsih
11. Lama Perawatan dan Komplikasi Kuretasi Segera dan Tunda pada Abortus
Infeksiosus - I Ketut Suwiyoga, I Made Agus Supriatmaja
14. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis
Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm - Raka Budayasa AAG,
Suwiyoga IK, Soetjiningsih
18. Dampak Infeksi Genital terhadap Persalinan Kurang Bulan - Sofie Rifayani
151. Infeksi
pada Kehamilan
Krisnadi
21. Sulbaktam / Ampisilin sebagai Antibiotika Profilaksis pada Seksio Sesarea
Elektif di RSIA Rosiva Medan - R. Haryono Roeshadi
24. Sindrom HELLP - John Rambulangi
ket.: Gambaran sitologik infeksi HPV dari sediaan
29. Tes Human Papillomavirus sebagai Skrining Alternatif pada Kanker
apus vagina Serviks - I Ketut Suwiyoga
www.altavista.com
33. Karakteristik Candida albicans - Conny Riana Tjampakasari
37. Sindrom Nefrotik pada Kehamilan - Zulkhairi, Salli R Nasution
42. Sindrom Antifosfolipid dan Trombosis - William Sanjaya, Abdul Hakim
Alkatiri
48. Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus androgynus) - Sriana Azis, S.R.
Muktiningsih
51. Dinamika Pelacuran di Wilayah Jakarta dan Surabaya dan Faktor Sosio
Demografi yang Melatarbelakanginya - Kasnodihardjo, Rachmalina S
Prasojo, Helper S P Manalu

55. Perkembangan Terbaru Pengobatan Flu Burung - Tjandra Yoga Aditama


58. Latihan Beban Meningkatkan Kualitas Hidup Menghadapi Penuaan -
Phaidon Lumban Toruan

60. Produk Baru


61. Kegiatan Ilmiah
62. Kapsul
63. Abstrak
64. RPPIK
EDITORIAL
Sampai saat ini kesakitan dan kematian ibu dan anak masih menjadi
masalah kesehatan utama di Indonesia; hal ini tentu terkait tidak hanya dengan
masalah kesehatan saja, tetapi juga dengan masalah - masalah sosial lainnya.
Cermin Dunia Kedokteran edisi ini menerbitkan artikel-artikel yang
berhubungan dengan masalah atau komplikasi yang dapat ditemukan pada
masa kehamilan, terutama masalah infeksi yang secara teoritis seharusnya
dapat dicegah. Selain itu beberapa artikel membahas masalah ginekologi yang
juga bisa mempengaruhi kesehatan perempuan.
Beberapa artikel lain ikut melengkapi edisi ini, di antaranya artikel baru
mengenai flu burung yang kami sertakan di sini agar Sejawat dapat tetap
menerima informasi yang aktual,

Selamat membaca

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


2006

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr. Oen L.H. MSc
PEMIMPIN UMUM - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
Dr. Erik Tapan Guru Besar Purnabakti Infeksi Tropik Laboratorium Ortodonti
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
KETUA PENYUNTING Jakarta Jakarta
Dr. Budi Riyanto W.
PELAKSANA - Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - DR. Arini Setiawati
E. Nurtirtayasa Bagian Farmakologi
MScD, PhD.
TATA USAHA Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta
Dodi Sumarna
INFORMASI/DATABASE
Ronald T. Gultom
ALAMAT REDAKSI
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171
E-mail : cdk@kalbe.co.id
http: //www.kalbefarma.com/cdk
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 DEWAN REDAKSI
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT
Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Zahir MSc.
PENCETAK
PT. Temprint http://www.kalbefarma.com/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary

TORCH INFECTIONS IN PREGNANT positve in 73% and IgM antibody HELLP SYNDROME
WOMEN AT SANGLAH GENERAL in 1%. For Cytomegalovirus
HOSPITAL DENPASAR infection, IgG antibody was John Rambulangi
positive in 95% but no positive IgM
Kornia Karkata, TGA Suwardewa antibody. For HSV II infection, Dept. of Obstetrics and Gyneco-
positive IgG antibody in 56% and logy, Faculty of Medicine
Dept. of Obstetrics and Gyneco- IgM antibody in 21%. Congenital Hasanuddin University, Makassar,
logy,Faculty of Medicine, Udaya- anomaly was found in 2% of Indonesia.
na University, Denpasar, Bali, samples; 15% had abortions and
Indonesia 8% with foetal death in utero. HELLP syndrome is a disease
None of the mothers belonged to characterized by hemolysis, ele-
A prospective study was done to low socio-economic group; 74% vated liver enzymes and low pla-
evaluate the incidence of TORCH had some contact with cats, telets found in pregnancy.
infections among women under directly or indirectly,in their house. The pathology involved was
20 weeks of pregnancy, who visit Only 22% used to consume raw microvascular endothelial dama-
prenatal clinic at Sanglah General vegetables and very few (1%) ge and intravascular thrombolytic
Hospital, Denpasar. From one consumed raw or undercooked activation causing thrombocyte
hundred random samples taken meat. No significant correlation aggregation. Clinically there are
between March and July 1997, found between the incidence and two types of classifications, one is
the mothers’ age ranged from 18 - socio-behavioral factor. according to clinical symptoms
40 years (average 27.7 years), and the other is according to
mothers with first pregnancy 32% ; Cermin Dunia Kedokt.2006;151:5 -7 platelet count.
kka, tga
with second pregnancy 47% ; with The management consist of
third pregnancy 18% and with anticonvulsant use, blood pressure
fourth pregnancy 3%. All mothers lowering and evaluation of fetal
(100%) had experienced at least wellbeing in ICU setting; termina-
one of the TORCH infections, but tion of pregnancy can also be
all were symptomless. For considered.
Toxoplasma infection we found
IgG antibody in 21% and IgM
antibody in 5%. For Rubella Cermin Dunia Kedokt.2006;151:24-8
brw
infection, IgG antibody was

Redaksi Cermin Dunia Kedokteran turut berduka cita atas meninggalnya


Prof. dr. Boedhi Darmojo SpPD
di Semarang pada hari Selasa, 17 Januari 2006.
Beliau adalah juga salah seorang redaktur kehormatan majalah ini;
atas bantuan dan kerja sama beliau selama ini
kami ucapkan banyak terima kasih

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Artikel
HASIL PENELITIAN

Infeksi TORCH pada Ibu Hamil


di RSUP Sanglah Denpasar
Kornia Karkata, TGA Suwardewa
Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah
Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Telah dilakukan pemeriksaan serologis TORCH dengan metode Enzyme Immuno Assay pada
ibu hamil dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu, yang datang untuk perawatan antenatal di
Poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar. Dari 100 sampel yang diambil secara acak pada
bulan Maret s/d Juli 1997 umur ibu termuda 18 tahun dan tertua 40 tahun dengan rata rata 27.07
tahun. Ibu yang hamil pertama 32 orang (32%), kehamilan kedua 47 orang (47%), kehamilan ke
tiga 18 orang (18%) dan sisanya kehamilan ke empat 3 orang (3%). Seluruhnya (100%) pernah
mengalami infeksi salah satu unsur TORCH dan seluruhnya (100%) tanpa gejala. Untuk
toxoplasma IgG positif 21% dan IgM positif 5%. Untuk rubella IgG positif 73% dan IgM positif
1%.Untuk cytomegalovirus IgG positif 95% dan tak ada IgM positif. Untuk HSV II IgG positif
56% dan IgM positif 21%.
Didapatkan 2% ibu pernah melahirkan anak cacat, 15% pernah mengalami abortus dan 8%
pernah mengalami anak mati dalam kandungan. Seluruh ibu hamil tidak termasuk kategori
kelompok ekonomi lemah dan 75% mengaku berhubungan langsung atau tidak langsung dengan
kucing, 22% mengaku suka makan sayur mentah dan sangat sedikit (1%) yang suka makan daging
mentah atau setengah matang. Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih serius pada infeksi
TORCH tanpa gejala pada ibu hamil. Pada penelitian ini belum dapat ditarik kesimpulan tentang
hubungan TORCH dengan faktor perilaku sosial.

Kata kunci : kehamilan; infeksi TORCH

PENDAHULUAN agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat


Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka infeksi berlangsung.
terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya Infeksi Toxoplasma pada trimester pertama kehamilan
meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat dapat mengenai 17% janin dengan akibat abortus, cacat bawaan
menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain dan kematian janin dalam kandungan, risiko gangguan
abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam perkembangan susunan saraf, serta retardasi mental.(1-4) Infeksi
kandungan, serta cacat bawaan. Infeksi TORCH (Toxoplasma, saat kehamilan trimester berikutnya bisa menyebabkan
Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes Simplex) sudah lama hidrosefalus dan retinitis.(5) Infeksi rubella erat kaitannya
dikenal dan sering dikaitkan dengan hal-hal di atas.(1,2) dengan kejadian pertumbuhan bayi terhambat, patent ductus
Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi Botalli, stenosis pulmonalis, katarak, retinopati, mikrophthalmi,

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 5


tuli dan retardasi mental.(6) Infeksi cytomegalovirus dapat (95%) dan infeksi terendah oleh Toxoplasma (21%). Sebagian
menimbulkan sindrom berat badan lahir rendah, kepala kecil, infeksi itu masih aktif yang ditunjukkan oleh IgM yang masih
pengapuran intrakranial, khorioretinitis dan retardasi mental, positif.
hepatosplenomegali dan ikterus.(7,8) Oleh karena itu sangat Soesbandoro di RSU Mataram(14) menemukan IgG
penting untuk mengetahui adanya infeksi ini pada ibu hamil. Toxoplasma positif pada 38.3% dari 225 ibu hamil yang
Diagnosis infeksi TORCH dapat dilakukan dengan diperiksanya. Lazuardi di RS Dr Sutomo Surabaya(15)
berbagai cara: pemeriksaan cairan amnion, menemukan kista di menemukan hasil IgG positif 52% untuk Toxoplasma, 73%
plasenta, isolasi dan inokulasi, polymerase-chain reaction untuk Rubella, 99% untuk CMV dan hanya 17% untuk HSV II.
sampai kultur jaringan.(2,8-13) Cara yang lazim dan mudah Kebanyakan (87%) peserta penelitian ini dalam kelompok
adalah pemerikasaan serologis. Infeksi TORCH sering umur reproduksi sehat (20-35 tahun), sisanya 4% di bawah 20
subklinis dan diagnosisnya hanya dapat dilakukan secara tahun dan 9% berumur 35 tahun lebih. Penyebaran infeksi
serologis mengukur kadar antibodi IgM dan IgG. Adanya IgM TORCH terjadi di semua kelompok umur meskipun tidak
menyatakan bahwa infeksi masih baru atau masih aktif diketahui usia saat infeksi itu mulai terjadi. Yang jelas masih
sedangkan adanya IgG menyatakan bahwa ibu hamil sudah ditemukan 5 kasus infeksi Toxoplasma, 1 kasus infeksi Rubella
mempunyai kekebalan terhadap infeksi tersebut.(1,2,8,12) Sampai dan 21 kasus infeksi HSV-II yang masih aktif.
saat penelitian ini dibuat belum ada data prevalensi infeksi
TORCH pada ibu-ibu hamil di Indonesia. Tabel 1 . Distribusi hasil serologi TORCH pada 100 ibu hamil
Sampai saat ini di RSU Sanglah pemeriksaan TORCH
Jenis Infeksi IgG (%) IgM (%)
pada ibu hamil belum dilakukan secara rutin karena biayanya
Toxoplasma 21 5
relatif mahal.
Rubella 73 1
CMV 95 0
TUJUAN PENELITIAN HSV II 56 21
Untuk mengetahui prevalensi infeksi TORCH pada ibu
hamil di RSUP Sanglah Denpasar. Catatan : terdapat 9 pemeriksaan yang hasilnya “gray zone” ( 4 IgG
Toxoplasma,,2 IgM Toxoplasma, 2 IgG Rubella , 1 IgG CMV), dan dicatat
sebagai hasil negatif karena tidak ada pemeriksaan ulang.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian dilakukan secara potong lintang atas ibu-ibu Tabel 2. Hubungan kelompok umur dan frekuensi TORCH
hamil yang datang kontrol ke Poliklinik Hamil RSUP Sanglah
pada bulan Maret sampai dengan Juli 1997. Penderita diambil Toxoplasma Rubella CMV HSV II
secara consecutive sampling, mencari 100 ibu hamil pertama Usia n
IgG IgM IgG IgM IgG IgM IgG IgM
yang datang secara berurutan yang memenuhi kriteria : 15-19 4 1 1 4 0 4 0 2 1
- sedang hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau di 20-24 25 7 1 17 1 24 0 13 8
bawahnya 25-29 39 10 3 32 0 36 0 21 8
- setelah mendapat penjelasan tertulis bersedia ikut dalam 30-34 23 3 0 14 0 23 0 14 4
35-39 8 0 0 5 0 7 0 5 0
penelitian. 40-44 1 0 0 1 0 1 0 1 0
Ibu hamil yang terpilih diwawancarai untuk pengisian data dan Total 100 21 5 73 1 95 0 56 21
setelah pemeriksaan prenatal rutin, diambil darahnya sebanyak
Catatan : hasil lab grayzone pada 9 kasus dinyatakan negatif.
10ml. Sampel darah beku selanjutnya di sentrifuse dan
dipisahkan serumnya. Tabel 3. Kejadian kehamilan dulu dan frekuensi TORCH
Pemeriksaan toxoplasma dilakukan di Prodia Denpasar
sedangkan sisanya dikirim ke Prodia Kramat di Jakarta. Bahan Toxoplasma Rubella CMV HSV II
serum diperiksa dengan metoda Enzyme Immuno Assay Paritas n
memakai reagen Roche/Zeus dengan alat Cobas Core/Reader IgG IgM IgG IgM IgG IgM IgG IgM
210. Dicari antibodi IgM dan IgG untuk semua unsur TORCH. Primigravida 32 9 3 23 1 31 0 14 8
Data deskriptif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan Eks abortus 15 2 0 13 0 14 0 12 3
narasi. Eks cacat 2 0 0 2 0 2 0 0 1
IUFD 8 2 0 4 0 7 0 3 2
HASIL DAN DISKUSI Normal 63 7 1 44 0 59 0 38 17
Dari 100 ibu hamil terpilih yang menjalani pemeriksaan Primigravida 32 9 3 23 1 31 0 14 8
darah dan mengisi kuesioner didapatkan hal-hal sebagai
berikut: Umur ibu hamil termuda adalah 18 tahun, tertua 40 Hubungan infeksi TORCH dengan keluaran kehamilan
tahun dengan rata rata 27.07 tahun. Yang hamil pertama 32%, tidak dapat dianalisis (Tabel 3). Baik yang mempunyai riwayat
hamil ke dua 47%, hamil ke tiga 18% dan 3% merupakan persalinan bayi normal dan yang mengalami abortus,bayi lahir
kehamilan yang ke empat. Ternyata tak satupun di antara 100 cacat dan kejadian bayi mati dalam kandungan secara tersebar
ibu hamil yang diperiksa bebas dari salah satu infeksi TORCH pernah mengalami salah satu atau lebih infeksi TORCH.
meskipun tidak ada yang menunjukkan gejala klinis infeksi. Analisis makin sulit karena pengaruh terhadap akhir
Ibu hamil yang pernah mengalami infeksi CMV sangat tinggi kehamilan adalah multifaktorial. Soesbandoro(14) menemukan

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


IgG Toxoplasma didapatkan lebih banyak pada ibu yang 5. Daffos F, Forestier F, Capella Pavlovky M, Thulliez P, Aifrant C, Valenti
D, Cox WL. Prenatal management of 746 pregnancies at risk for congenital
mengalami abortus, lahir mati dan cacat bawaan meskipun toxoplasmosis. N Engl J Med 1988; 318 (5) : 271-5.
perbedaannya tidak bermakna. 6. Suzumori K, Iida,T, Adachi R, Okada S, Yagami Y. Prenatal diagnosis of
rubella infection by fetal blood sampling. Asia-Oceania J.Obstet.Gynaecol.
FAKTOR RISIKO INFEKSI TORCH 1991;17(2): 113-7
7. LamyME, Mulongo KN, Gadisseux JF. et al. Prenatal diagnosis of fetal
Berdasarkan kepustakaan, risiko infeksi Toxoplasma akan cytomegalovirus infection. Am.J.Obstet.Gynecol.1992;166 No.1(Part 1):.
meningkat pada mereka yang higiene/sanitasinya jelek 91-4.
terutama keadaan rumah, penghasilan keluarga, kontak dengan 8. Hohlfeld P, Vial Y, Maillard-Brignon C, Vaudaux B, Fawer CL.
kucing, dan cara menyiapkan makanan sehari-hari. Adi Cytomegalovirus fetal infection: Prenatal Diagnosis. Obstet Gynecol 1991;
78 : 615 ,.
Priyana(16) menemukan adanya IgG Toxoplasma positif pada 9. Hohlfeld P, Daffos F, Costa JM, Thulliez P, Forestier F, Vidaud M.
52.5% dari 80 ekor ayam kampung yang ditelitinya. Prenatal diagnosis of congenital toxoplasmosis with a polymerase chain-
Pada penelitian ini 100% ibu hamil yang diperiksa bukan chain reaction test on amniotic fluid. N Engl J Med 1994; 331:695
golongan ekonomi lemah, 75% berhubungan langsung atau tak 10. Lisawati S, Srisasi G, Taniawati S. Berbagai aspek diagnosis
toksoplasmosis dengan menggunakan polymerase chain reaction. Maj
langsung dengan kucing, 22% suka sayur mentah dan hanya Kedokt Indon 1998;:48(7):270-5.
1% suka makan daging mentah atau setengah matang. Tidak 11. Gumilar E. Toksoplasmosis kongenital : kontribusi kultur inokulasi cairan
dapat diambil kesimpulan yang dapat menerangkan hubungan ketuban dalam diagnostik prenatal. MOGI Supl. Juli 1999:25.
sanitasi dengan kejadian infeksi TORCH. 12. Srisasi Gandahusada.Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan
pencegahannya. Maj Kedokt Indon 1999;49(1):15-8.
13. Srisasi Gandahusada. Diagnosis laboratoris toxoplasma. Maj Kedokt Indon
KESIMPULAN 1999;:49 (6 ).
1. Dari 100 ibu hamil yang diteliti, tak satupun terbebas dari 14. Soesbandoro SDA, Soewignyo S, Gerudug E et al. Infeksi toksoplasma
salah satu infeksi TORCH. pada ibu ibu hamil di RSU Mataram. MOGI , Supp. I , Juli 1996 , 15.
15. Lazuardi T, Joewono HT, Abadi A. Gambaran serologi IgM dan IgG anti
2. Besaran infeksi TORCH pada ibu hamil: 95% oleh TORCH pada ibu hamil <20 minggu dan bayinya. MOGI Suppl. Juli
Cytomegalovirus, 73% oleh Rubella, 56% oleh HSV II 1999: 35.
dan 21% oleh Toxoplasma. 16. Priyana A. Antibodi anti Toxoplasma pada ayam kampung (Gallus
3. Infeksi masih aktif didapatkan : 21% oleh HSV II, 5% oleh domesticus) di Jakarta. Maj Kedokt Indon 2000; (11): 504-7.
Toxoplasma, 1% oleh Rubella

KEPUSTAKAAN

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC,
Wenstrom KD (eds). Williams Obstetrics. Ch. 56: Infections.: 1461-80.
2. Chandra G. Toxoplasma gondii: Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis
dan Penatalaksanaannya. Medika 2001; XXVII(5 ): 297-304. UCAPAN TERIMA KASIH
3. Chiodo-F, Venucchi-G, Mori-F, Attard-L, Ricchi-E. Infective diseases
during pregnancy and their teratogenic effects. Ann-Ist-Super-Sanita. Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada PERINASIA Pusat yang telah
1993;29(1):57-67 memberi kesempatan ikut dalam penelitian multi-senter ini dan khusus kepada
4. Isada NB, Paar DP, Gossman JH, Staus SE. Torch infections diagnosis in Laboratorium Klinik PRODIA Denpasar, diucapkan terima kasih atas bantuan
the molecular age. J.Reprod.Med. 1992;37(6):499-507. pemeriksaan serologis dan kerjasamanya.

Every age has its pleasures, its style of wit,


and its peculiar manners (Boileau)

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 7


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaruh Infeksi TORCH


terhadap Kehamilan
Enny Muchlastriningsih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN lah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai masa


Ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging
selain bayi, balita, ibu bersalin, dan ibu menyusui sehingga yang dimasak kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya
pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan yang mudah melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester
dijangkau oleh mereka. Pelayanan antenatal (prapersalinan) pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma
terhadap ibu hamil meliputi pengukuran tekanan darah, atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat
imunisasi Toxoid tetanus (TT), pemberian tablet besi (Fe), dan berlangsung selama kehamilan.
pengukuran fundus uteri. Manifestasi klinis yang mungkin terjadi ialah:
Pelayanan ini diharapkan minimal diterima ibu hamil hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
sebanyak 4 kali yaitu sekali pada triwulan pertama dan ke dua khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi intra-
serta dua kali pada triwulan ke tiga. Upaya ini belum kranial, miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash
sepenuhnya berhasil; secara nasional pelayanan kunjungan baru makulopapular Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan
ibu hamil mencakup 92,72% dan kunjungan ibu hamil minimal cara: memasak daging sampai matang, menggunakan sarung
4 kali 75.66%. Imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan
(TT1 dan TT2) tetapi cakupan TT1 baru 85,1% sedangkan TT2 kotoran kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak
lebih rendah lagi yaitu 78,1%. Pemberian tablet besi kepada ibu tercemar kotoran kucing.
hamil ada 2 paket yaitu paket Fe1-30 tablet (1 bungkus) dan
paket Fe3-90 tablet (3 bungkus), dan cakupannya untuk Fe1 Sifilis
sebesar 77,07% sedangkan Fe3 sebesar 63,45%. Selain itu ibu Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum;
hamil juga rentan terhadap serangan infeksi baik infeksi intra dapat akut maupun kronis yang mempunyai gambaran khas
uterin maupun perinatal. yaitu lesi, erupsi kulit dan mukosa; jangka panjang dapat
mengakibatkan lesi tulang, sistem pencernaan, sistem saraf
PENYAKIT TORCH pusat, dan sistem kardiovaskuler. Penularan biasanya terjadi
Penyakit TORCH ialah penyakit-penyakit intrauterin atau karena adanya kontak dengan eksudat infeksius yang berasal
yang didapat pada masa perinatal; merupakan singkatan dari T dari kulit, membran mukosa, cairan dan sekret tubuh (darah,
= Toksoplasmosis O = other yaitu penyakit lain misalnya ludah, cairan vagina). Penyakit ini dapat ditularkan melalui
sifilis, HIV-1dan 2, dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat ( plasenta sepanjang masa kehamilan; biasanya respon janin
Acquired Immune Deficiency Syndrome/AIDS),dan sebagainya; yang hebat akan terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan
R = Rubela (campak Jerman); C = Cytomegalovirus; H = dengan manifestasi klinik hepatosplenomegali, ikterus, petekie,
Herpes simpleks. Berikut ini akan dibahas penyakit-penyakit meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi tulang. Infeksi yang
tersebut. didapat di akhir kehamilan biasanya tidak menyebabkan gejala
pada bayi baru lahir, baru setelah beberapa minggu/bulan
Toksoplasmosis kemudian akan ditemukan gejala-gejala: snuffles (kotoran
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang hidung mukopurulen), ruam makuler besar berwarna tembaga,
disebabkan oleh Toxoplasma gondii dan biasa menyerang lesi (plak) sekitar mulut dan anus, hepatosplenomegali, radang
binatang menyusui, burung, dan manusia. Pola transmisinya ia- periosteum, Hutchinson’s teeth, saddle nose, saber shins, dan

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


lainnya. Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi Pencegahan antara lain dengan cara: menghindari kontak
berat badan lahir rendah, atau bahkan kematian janin. seksual dengan banyak pasangan terutama hubungan seks anal,
Tabel 1 memperlihatkan jumlah penderita sifilis di skrining donor darah lebih ketat, dan pengolahan darah dan
masyarakat yang berobat di puskesmas; meskipun tahun 2002 produknya dengan lebih hati-hati.
terlihat menurun tetapi dapat disebabkan karena sedikitnya
laporan yang masuk. Penderita ada di semua golongan umur Rubella (German measles)
terutama di golongan usia produktif. Adanya kasus bayi sangat Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk
menyedihkan dan jumlahnyapun cukup banyak; untuk itu famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi
diperlukan tindakan yang sungguh-sungguh agar penyakit ini karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi;
tidak menjadi kronis. pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa
Pencegahan antara lain dengan cara: promosi kesehatan inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat
tentang penyakit menular seksual, mengontrol prostitusi tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,
bekerja sama dengan lembaga sosial, memperbanyak pelayanan demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva.
diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita yang Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena
dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan eksresi rubela hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan
penderita. pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) ibu hamil
terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi yaitu
Tabel 1: Jumlah penderita sifilis di Indonesia berdasarkan umur, 2000- kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi
2002
kongenital pada sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan):
Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 katarak, lesi jantung, hepatosplenomegali, ikterus, petekie,
Umur
RJ RI PS RJ RI PS RJ RI PS meningo-ensefalitis, khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis,
< 1 th 5 9 18 4 23 3 62 2 24
1-4 th 13 3 454 7 4 15 159 1 27
dan lesi tulang. Sedangkan infeksi setelah masa itu dapat
5-14 th 22 11 2396 16 8 5922 341 1 101 menimbulkan gejala subklinik misalnya khorioretinitis
15-44 th 393 62 7897 62 27 1004 961 0 896 bertahun-tahun setelah bayi lahir. Pencegahan antara lain
> 45 th 52 186 3335 18 11 4332 470 0 538
Jumlah 485 271 14100 107 73 11276 1993 4 1586
dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan,
pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus
Keterangan: dilaporkan ke institusi yang berwenang.
• Data dasar diambil dari Buku Data Tahun 2000-2002, Ditjen PPM&PL, Depkes RI,
tahun 2003.
• RJ= penderita rawat jalan, RI= penderita rawat inap, PS= penderita di puskesmas Sitomegalovirus ( Cytomegalovirus=CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus,
HIV dan AIDS subfamili betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang
awalnya infeksi ini menunjukkan gejala yang tidak spesifik, terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-
misalnya limfadenopati, anoreksia, diare kronis, penurunan lain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada
berat badan, dan sebagainya. Komplikasi penyakit ini antara kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada
lain ialah Pneumocystis carinii pneumonia, chronic enteric bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan
cryptosporidiosis, disseminated strongyloidiasis, dan gejalanya pada minggu ke tiga hingga ke dua belas; jika
sebagainya. didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang
Penularan terjadi karena kontak seksual antar manusia berat.
dengan masa inkubasi antara 6 bulan hingga 5 tahun; jika lewat Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di
transfusi darah masa inkubasinya rata-rata 2 tahun. Pada janin masyarakat; sebagian besar wanita telah terinfeksi virus ini
penularan terjadi secara transplasenta, tetapi dapat juga akibat selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala yang
pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan. berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa
Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukkan gejala kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan
pada saat lahir, sebagian anak akan menunjukkan gejala pada manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut:
umur 12 bulan pertama dan sebagian lainnya pada umur yang hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
lebih tua. khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,
Gejala yang akan terlihat antara lain: gejala non spesifik, hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai
penyakit neurologis progresif (ensefalopati dengan gejala tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan
kelambatan perkembangan atau kemunduran fungsi motorik, hidup akan disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan
kemampuan intelektual,atau perilaku), pneumonitis interstisial pendengaran.
limfoid, infeksi sekunder (infeksi oportunis yaitu Pneumocystis Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara:
carinii pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis, menjaga kebersihan terutama sesudah buang air besar,
disseminated strongyloidiasis, dan dapat terjadi infeksi bakteri menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu seronegatif
misalnya meningitis, infeksi lainnya misalnya varisela primer dengan darah yang berasal dari donor seropositif, dan
yang mengakibatkan infeksi menyeluruh pada hati, paru, sistem menghindari transplantasi organ tubuh dari donor seropositif
koagulasi, dan otak), kanker sekunder. ke resipien seronegatif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 9


Herpes simpleks ( Herpervirus hominis) KESIMPULAN
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat
(HSV); ada 2 tipe HSV yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya pada masa perinatal yang berakibat sangat berat pada janin
mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga
adanya kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan diperlukan tindakan pencegahan baik yang dapat dilakukan
HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat oleh wanita hamil, suami, keluarganya maupun dari pemerintah
hubungan seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara sehingga diharapkan didapat generasi penerus yang bermutu
imunologi. Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari. Infeksi
KEPUSTAKAAN
herpes superfisial biasanya mudah dikenali misalnya pada kulit
dan membran mukosa juga pada mata. 1. Benenson AS (ed). Control of Communicable Disease in Man. 14th ed.
Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat The American Public Health Association. Washington DC 20005. 1985.
2. Berge TO. International Catalogue of Arboviruses including Certain
persalinan lama sehingga virus ini mempunyai kesempatan Other Viruses of Vertebrates. 2nd ed. US Departement of Health,
naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. Education, and Welfare. Public Health Service.
Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama 3. Center for Disease Control. Rubella vaccination during pregnancy-
kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-tiga. United States, 1971-1988.MMWR 38:289, 1989.
4. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Profil Kesehatan
Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, Indonesia 2000.
meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, dan 5. Ditjen PPM-PLP. Buku Data Tahun 2000-2002. 2003.
miokarditis. 6. Editorial. TORCH syndrome and TORCH screening. Lancet
Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan 1990;.335:1559,
7. Shulman ST, Phair JP, Sommers HM. Dasar Biologis & Klinis Penyakit
perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak Infeksi. Wahab AS (terj.). Sutaryo (ed.). Edisi keempat, Gajah Mada
dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas University Press, Yogyakarta. 1992.
seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi 8. Horsfall FL, Tamm, I. Viral and Rickettsial Infections of Man. 4th ed.
infeksius. Igaku Shoin Ltd, Japan.First printing (Asian ed.) 1966.

A Good friend is worth more than


a hundred relations

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


HASIL PENELITIAN

Lama Perawatan dan Komplikasi


Kuretasi Segera dan Tunda
pada Abortus Infeksiosus
I Ketut Suwiyoga, I Made Agus Supriatmaja
Sub-divisi Obstetri Sosial, Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Tujuan: Mengetahui perbedaan lama perawatan dan komplikasi antara kuretesi segera
dengan kuretasi tunda pada abortus infeksiosus.
Bahan dan Cara: Penelitian single blind randomized clinical trial dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar selama tahun 2002. Sampel adalah pasien abortus
infeksiosus klinik yang. diberi antibiotika dan bersedia menjadi subjek penelitian, dipilih secara
consecutive. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu menjalani kuretasi segera atau 24 jam/bebas
panas setelah pemberian antibiotika standar penanganan di RS Sanglah Denpasar. Besar sampel
dihitung dengan rumus Pocock dan data penelitian diolah dengan SPSS-10 for Windows.
Dilakukan test homogenitas dengan Levent T test pada variabel besar uterus, suhu rektal, nadi, dan
kadar hemoglobin. Uji perbedaan waktu kuretasi memakai uji T dilanjutkan dengan Kolmogorov-
Smirnov Z, dan komplikasi dengan test Chi square.
Hasil: Sejumlah 64 consecutive samples dibagi dua yaitu 32 pasien kelompok perlakuan
dengan kuretasi segera dan 32 pasien kelompok kontrol dengan kuretasi tunda. Variabel besar
uterus, suhu rektal, nadi, dan kadar hemoglobin adalah homogen (p > 0,05). Diperoleh rerata lama
perawatan pada kuretasi segera dan tunda masing-masing adalah 59,97 jam/2,89 hari dan 72,29
jam/3,43 hari. Kejadian komplikasi perdarahan dan perforasi uterus pada kedua kelompok berbeda
tidak bermakna (X2= 3,65; p > 0,05) pada penanganan abortus infeksiosus.
Simpulan dan Saran: Pada kasus abortus infeksiosus, lama perawatan pada kuretasi segera
lebih pendek dibandingkan dengan lama perawatan kuretasi tunda (p < 0,05) dan komplikasinya
tidak berbeda di antara kedua kelompok. Pada kasus abortus infeksiosus dapat dilakukan kuretasi
segera setelah pemberian antibiotika.

Kata kunci; kuretasi segera, kuretasi tunda, abortus infeksiosus.

PENDAHULUAN abortus infeksiosus di RS Sanglah Denpasar 7,59% dari seluruh


Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi kasus abortus dan angka kematian ibunya 18/100.000 kelahiran
organ ginekologi; merupakan salah satu penyebab kematian hidup.(1,2) Penanganan abortus infeksiosus masih kontroversial
ibu. Di Indonesia, abortus infeksiosus biasanya berawal terutama masalah pemberian antibiotik.(3,4)
terutama dari aborsi pada kehamilan tidak dinginkan; Ada yang menyatakan kuretasi dilakukan setelah 24 jam
persentasenya satu di antara sepuluh abortus dengan risiko pemberian antibitioka masif karena payung perlindungan
kematian 57-59/100.000 kelahiran hidup; sebagian besar aborsi dianggap memadai. Sedangkan pendapat lain, kuretasi segera
dilakukan oleh tenaga tidak terlatih. Jadi, kontribusi unsafe pasca pemberian antibiotika untuk menghilangkan sumber
abortion terhadap kematian ibu adalah 10-20%. Kejadian infeksi.(5,6) Jangka waktu kuretasi segera ini bervariasi; di RS

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 11


Dr Soetomo adalah 3-6 jam, di RS Cipto Mangunkusumo keadaan umum baik, demam dan nyeri perut berkurang-
adalah 6 jam pasca pemberian antibotika. Beberapa klinik hilang, jumlah lekosit, laju endap darah, dan trombosit
melakukan kuretasi 24-48 jam pasca pemberian antibiotika, 3 darah tepi dalam batas normal.
hari bebas panas/7 hari pasca antibiotika jika demam tidak 5. Besar uterus adalah tinggi fundus uteri saat pasien tiba di
turun.(1,3,4) Kuretasi segera lebih rasional daripada kuretasi RS Sanglah, setelah kandung kencing dikosongkan.
tunda sehubungan dengan pengeluaran jaringan nekrotik intra 6. Perdarahan adalah perdarahan lebih dari 500 ml selama 30
uterus, evakuasi mikroba, mengurangi sumber inflamasi, dan menit berturut-turut selama kuretasi atau perdarahan
komplikasi lainnya.(5-7) Hal ini juga mempengaruhi lama merembes aktif.
perawatan yang selanjutnya berakibat pada efisiensi dan 7. Perforasi adalah terjadinya perlukaan menembus seluruh
efektivitas serta keselamatan pasien.(8) lapisan dinding uterus oleh sendok kuret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan lama
perawatan dan komplikasi antara kuretasi segera dan tunda HASIL DAN PEMBAHASAN
pada abortus infeksiosus. Hasilnya diharapkan dapat dipakai Sejumlah 64 pasien abortus infeksiosus sebagai sampel
sebagai masukan untuk pengelolaan abortus infeksiosus dalam yang dipilih secara consecutive, dibagi menjadi dua kelompok
upaya mencapai valid clinical conclusion. yaitu 32 sebagai kelompok kasus kuretasi segera dan 32
sebagai kelompok kontrol kuretasi tunda sesuai protap Bagian
BAHAN DAN CARA Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar.
Penelitian single blind randomized clinical trial dilakukan Dilakukan uji homogenitas variabel besar uterus, suhu
di Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar. rektal, nadi, dan kadar hemoglobin. Didapatkan bahwa ke
Sampel adalah pasien abortus infeksiosus yang dirawat dan empat faktor tersebut berbeda tidak bermakna antara ke dua
menyetujui penelitian ini (informed consent) dan ditentukan kelompok (p > 0,05) (Tabel 1).
secara consecutive. Kelompok perlakuan adalah kuretasi segera
Tabel 1. Hasil uji Levent T test untuk besar uterus, suhu rektal, nadi, dan
dan kontrol adalah kuretasi tunda seperti tatalaksana yang kadar hemoglobin kedua kelompok.
sedang berlaku di RS Sanglah Denpasar. Dilakukan matching
faktor risiko besar uterus, suhu rektal, nadi, dan kadar Kuretasi segera Kuretasi tunda
p
hemoglobin. Sampel dengan penyakit kronis lain dikeluarkan Rerata SD Rerata SD
Besar uterus 11,46 3,66 9,86 2,76 0,486
dari penelitian. /kehamilan (minggu)
Besar sampel dihitung dengan rumus Pocock untuk Suhu rektal (0C) 38,71 0,62 38,47 0,44 0,197
kuantitatif yaitu: Nadi (kali/menit) 103,71 8,50 99,46 8,00 0,115
Hemoglobin (g/dL) 10,65 1,22 10,74 1,26 0,759
n= 2δ2 x f (αβ)/(µ1-µ2)2
Keterangan: Faktor yang mempengaruhi penanganan, komplikasi, dan
n = jumlah sampel. prognosis yaitu besar uterus, suhu rektal, nadi, dan hemoglobin
µ1= rerata kelompok perlakuan. antara kedua kelompok adalah homogen (p>0,05) untuk semua
µ2= rerata kelompok kontrol.
δ=perbedaan rerata antara µ1µ2.
variabel tersebut. Selanjutnya, perbedaan lama perawatan pada
f(αβ) dapat dilihat pada tabel. kelompok kuretasi segera dan kuretasi tunda dapat dilihat pada
Tabel 2.
Didapatkan, besar sampel untuk masing-masing kelompok Tabel 2. Hasil uji T tentang lama perawatan pada kuretasi segera dan
adalah 31,6 dibulatkan 32. Lama perawatan dihitung dalam kuretasi tunda
satuan jam/hari dan komplikasi adalah perdarahan profus/masif
saat kuretasi dan perforasi uterus. Pasien dinyatakan sembuh Kuretasi segera Kuretasi tunda
p
sesuai dengan indikasi boleh pulang oleh dokter yang merawat (n=32) (n=32)
Rerata SD Rerata SD
yaitu keluhan dan hasil laboratorium darah. Data dicatat pada
lembar penelitian, diolah dengan SPSS 10 for Windows. Lama perawatan (jam) 59,97 3,83 72,29 11,52 0,000
Dilakukan uji T untuk lama perawatan dan uji X2 untuk jenis
komplikasi. Hasil uji analisis disajikan dalam bentuk tabel dan Lama perawatan (hari) 2,89 0,40 3,43 0,50 0,007
narasi.
Hasil uji T menunjukkan p=0,00 (df 68, 95%CI=8,22-
Definisi operasional variabel 16,41) dan dengan Kolmogorov-Smirnov Z test diperoleh
1. Abortus infeksiosus adalah abortus dengan tanda-tanda 1,673 (p=0,007). Jadi, lama perawatan baik dalam jam maupun
infeksi organ genitalis. hari berbeda bermakna (p < 0,05). Berarti pada abortus
2. Kuretasi segera adalah kuretasi segera setelah pemberian infeksiosus lama perawatan pada kuretasi segera lebih pendek
antibiotika standar. daripada pada kuretasi tunda. Rerata perbedaannya adalah
3. Kuretasi tunda adalah kuretasi setelah bebas panas pasca 12,36 jam. Pada penelitian Agus dan Mayun (1999), lama
pemberian antibiotika standar. perawatan abortus infeksiosus yang menjalani kuretasi segera
4. Lama perawatan adalah waktu dalam jam yang diperlukan karena perdarahan aktif rata-rata 2,8 hari, sedangkan lama
sampai pasien boleh pulang. Pasien dipulangkan apabila perawatan abortus infeksiosus yang dikuret 6 jam setelah bebas

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


demam adalah 3,3 hari; dan yang ditunda 12 jam bebas demam KESIMPULAN
adalah 3,6 hari.(3) Adhi dan Hartono juga mendapatkan pada Pada penelitian randomized clinical trial single blind atas
tindakan kuretasi 6 jam pertama lama demam dan lama 64 abortus infeksiosus yang dibagi dua yaitu 32 kelompok
perawatan lebih pendek.(1) kasus dan 32 kelompok kontrol, didapatkan:
Demam dapat diakibatkan oleh endotoksin yang 1. Rerata lama perawatan pada kuretasi segera dan tunda
dihasilkan oleh kuman Gram negatif, reaksi jaringan, reaksi masing-masing adalah 59,97 jam/2,89 hari dan 72,29
inflamasi/ekspresi IL-1 dan IL-6, trauma sel/jaringan. Sel yang jam/3,43 hari. Uji T menunjukkan perbedaan bermakna (p
rusak ini mengeluarkan lisosom dan histamin; lisosom dapat < 0,05). Jadi lama perawatan kasus abortus infeksiosus
mengakibatkan kerusakan jaringan lebih hebat dan aktivasi pada kuretasi segera lebih pendek dibandingkan dengan
sekresi bradikinin. Bradikinin dan histamin dapat meng- lama perawatan pada kuretasi tunda.
akibatkan vasodilatasi masif dan meningkatkan permeabilitas 2. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal komplikasi
kapiler dengan manifestasi klinis berupa demam.(5,9) perdarahan antara kedua kelompok (X2= 0,94 p > 0,05).
Tindakan kuretasi segera juga bermanfaat karena dapat 3. Tidak terdapat perforasi uterus pada kedua kelompok.
mencegah perdarahan lebih banyak dan menghilangkan
jaringan nekrotik yang dapat sebagai media biakan
mikroorganisme. Dengan demikian, demam akan segera turun, KEPUSTAKAAN
perdarahan dapat dikendalikan.(6,10,11) Perforasi sebagai
1. Adhi P, Hartono HS. Karakteristik abortus infeksiosus. Maj. Obstetr.
komplikasi kuretasi pada abortus infeksiosus lebih sering Ginekol..Indon. 1992; 20: 6-7.
terjadi dibandingkan dengan pada yang bukan abortus 2. Samil RS. Abortus atas indikasi nonmedis. Simposium Etika Profesi
infeksiosus. Hal ini disebabkan oleh proses infeksi dan dalam Kesehatan Reproduksi, PIT POGI XI Semarang, 1999.
inflamasi yang mengakibatkan kontraksi uterus lemah, dinding 3. Agus S, Mayun M. Abortus infeksiosus di RS Sanglah Denpasar tahun
1996-1998, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah
uterus tipis, perdarahan lebih banyak. Akan tetapi dengan Denpasar, Penelitian Deskriptif, 1999.
prinsip kehati-hatian dan dengan memberikan uterotonika 4. Max B. Septic Abortion In: Friedmann EA, Acker DB, Sachs BP,
selama prosedur kuretasi berlangsung maka komplikasi Obstetrical Decision Making. 2nd ed. B.C Decker Inc,1998: 44-5.
perforasi dan perdarahan dapat dieliminasi.(5,6) 5. Richard HS. Handbook of Obstetrics 3rd ed. New York, Down State
Medical Centre, 1997: 3-6.
Pada penelitian ini tidak ditemukan komplikasi perforasi. 6. Saifuddin AB, Adrianz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Perdarahan
Walaupun didapatkan komplikasi perdarahan lebih masif/aktif pada kehamilan muda. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
selama kuretasi pada abortus infeksiosus, tetapi tidak berbeda Maternal dan Neonatal. Ed 2, Jakarta, 2001:145-52.
bermakna antara kuretasi segera dengan kuretasi tunda (X2= 7. Rosevear S. Bleeding in early pregnancy, In: High risk pregnancy
management option. London: WB Saunders Co, 4th ed. 2001:75-83.
0,94 p >0,05). 8. Kodim N. Abortus: determinan sosial yang bermuara pada dokter. Maj.
Beberapa penelitian melaporkan komplikasi perforasi Obstetr. Ginekol. Indon. 1999; 23:130-4.
uterus pada saat kuretasi sekitar 5-7%(5,9) terlebih lagi jika 9. Cunningham FG, Paul MC, Leveno KJ et al. Abortion. in: William
miometriumnya relatif rapuh dan lunak risiko perforasi 2 kali Obstetrics, 20th ed. Connecticut, Appleton and Lange, 2002: 579-601.
10. Mangku G, Wiryana M. Penatalaksanaan syok septik, Lab/SMF
lebih besar dibandingkan dengan kuretasi pada bukan abortus Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unud/RS Sanglah Denpasar, 1997.
infeksiosus.(3,9) Hal ini dapat dicegah dan dikurangi dengan 11. Rattu RB. Abortus provokatus kriminalis di RSU Manado. Naskah
pemberian uterotonika pre dan durante kuretasi. Lengkap KOGI II Surabaya, 1973.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 13


HASIL PENELITIAN

Peranan Faktor Risiko


Ketuban Pecah Dini terhadap
Insidens Sepsis Neonatorum Dini
pada Kehamilan Aterm
Raka Budayasa AAG, Suwiyoga IK, Soetjiningsih*
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi, * Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Tujuan : Mengetahui peranan faktor risiko pada ibu dengan KPD tehadap insidens sepsis
neonatorum.
Subjek dan cara kerja : Penelitian kohort prospektif dengan pembanding interna. Sebanyak
123 subjek secara consecutive ikut serta dalam penelitian dan 113 kasus dianalisis. Setiap bayi
akan diamati dalam empat hari pertama untuk timbulnya gejala sepsis neonatorum dini. Pada bayi
dengan gejala sepsis dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk diagnosis pasti sepsis neonatorum.
Peranan faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum (khorioamnionitis klinis, febris, adanya koloni
kuman Streptokokus Grup Beta dari apusan vagina bawah, lama ketuban pecah sampai persalinan
dan jumlah pemeriksaan vagina) akan dihitung dengan uji kai kuadrat dan semua faktor risiko
yang bermakna (p<0,05) akan dimasukkan dalam analisis multivariat untuk menentukan faktor
risiko utama terjadinya sepsis neonatorum.
Hasil : Dari seluruh kasus insidens sepsis neonatorum dini klinis adalah 4,4% dan insidens
sepsis neonatorum dini pasti (definite early onset neonatal sepsis) adalah 2,65%. Faktor risiko
yang bermakna terhadap insidens sepsis neonatorum adalah : febris : RR 28,28 (IK 95% 3,40-
235,52), p=0,001, khorioamnionitis klinis : RR 46,22 (IK 95% 5,75-371,02), p=0,001, koloni
kuman Streptokokus Grup Beta : RR 13,38 (IK 95% 1,56-114,56), p=0,002, lama ketuban pecah >
18 jam : RR 9,29 (IK 95% 1,08-80,12), p=0,013, lama ketuban pecah > 24 jam: RR 6,18 (IK 95%
1,15-33,09), p=0,02 dan jumlah pemeriksaan vagina > 8 kali : RR 9,16 (IK 95% 1,42-59,3),
p=0,014. Dari analisis multivariat didapatkan faktor risiko yang paling berperan terhadap sepsis
neonatorum dini adalah khorioamnionitis klinis, febris dan adanya koloni kuman Streptokokus
Grup Beta.
Kesimpulan : Insidens sepsis neonatorum dini secara klinis adalah 4,4% dan insidens sepsis
neonatorum dini pasti (definite early onset neonatal sepsis) adalah 2,65%. Pada kasus KPD aterm:
khorioamnionitis klinis, febris dan koloni kuman Streptokokus Grup Beta merupakan faktor risiko
utama terjadinya sepsis neonatorum.

Kata kunci : ketuban pecah dini, sepsis neonatorum, khorioamnionitis klinis, Streptokokus Grup
Beta

PENDAHULUAN Sepsis neonatorum adalah suatu penyakit berat yang cepat


Angka kematian perinatal di Indonesia masih tinggi dengan terjadi dan sering tidak terpantau. Angka kematiannya masih
penyebab utama prematuritas, asfiksi dan infeksi. Peranan cukup tinggi. Diagnosisnya sulit, memakan waktu dan biaya.
infeksi neonatus masih cukup besar dalam kematian perinatal. Kejadian sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit rujukan

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


berkisar antara 1,5% sampai 3,72% dengan angka kematian adalah 28,5 (SD 5,3) tahun.(3) Tidak terdapat perbedaan
37,09% sampai 80,0%.(1) bermakna insidens sepsis neonatorum antar kelompok umur ibu
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput (p>0,05). Insidens sepsis neonatorum di kelompuk umur
ketuban sebelum tanda-tanda persalinan. Insidens KPD masih kurang 20 tahun adalah 14,2%, lebih tinggi dari insidens sepsis
cukup tinggi; ± 10% persalinan didahului oleh KPD. Hal ini di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu kurang 20
dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman
bayi, terutama infeksi.(2) Infeksi neonatus setelah pecah ketuban Streptokokus Group Beta di jalan lahir.
dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta,
Tabel 1. Sebaran kasus ibu dengan KPD aterm berdasarkan karakteristik
lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan
demografi (n=113)
vagina, pemberian antibiotika, dan lain lain.(3)
Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya Luaran bayi
dalam pemberian antibiotika profilaksis. Di RS Sanglah sepsis
tidak
No Variabel n % x2 p
Denpasar antibiotika profilaksis diberikan pada semua kasus (n=5)
sepsis
(n=108)
KPD, sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai n n
dengan rekomendasi ACOG (American College of Obstetrics
1. Usia ibu (tahun)
and Gynaecologist) dan AAP (American Academy of 16 - 19 7 6,2 1 6 0,564 0,754
Pediatrics) antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus 20 - 24 41 36,3 1 40
25 - 29 38 33,6 1 37
persalinan dengan faktor risiko infeksi seperti kasus KPD 30 - 34 20 17,6 2 18
dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya ≥ 35 7 6,2 0 7
koloni kuman Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 2. Paritas
Nullipara 74 65,5 2 72 1,504 0,223
37 minggu. Pembatasan penggunaan antibiotika profilaksis ini Multipara 39 34,5 3 36
dimaksudkan untuk mengurangi efek samping antibiotika,
mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya.(4)
Tabel 2. Sebaran kasus KPD aterm berdasarkan hasil kultur apusan
vagina (n=113).
BAHAN DAN CARA KERJA
Rancangan penelitian ini adalah rancangan penelitian No Jenis Kuman n %
kohort untuk mencari hubungan antara faktor risiko pada kasus 1. Eschericia coli 37 32,7
KPD aterm (khorioamnionitis klinis, febris, koloni kuman 2. Enterobacter 28 24,8
Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah dan jumlah 3. Staphylococcus 27 23,9
pemeriksaan vagina) terhadap efek yaitu insidens sepsis 4. Streptococcus Grup Beta 26 23,0
5. Klebsiella 10 8,8
neonatorum dini. Pengamatan timbulnya efek dilakukan dalam 6. Streptococcus Grup Alfa 9 7,9
empat hari pertama kelahiran bayi. Kriteria penerimaan 7. Pseudomonas 7 6,2
adalah kasus KPD dengan umur kehamilan ≥ 37 minggu dan 8 Proteus 7 6,2
BBL ≥ 2500 gram, kehamilan tunggal, presentasi belakang 9. Bacteriodes 5 4,4
10. Candida 2 1,8
kepala, persalinan spontan dan kadar hemoglobin > 10 g/dL. 11. Micrococcus 1 0,9
Kriteria penolakan : persalinan operatif pervaginam atau 12. Steril 1 0,9
perabdominal (SC), bayi asfiksi, bayi dengan kelainan
kongenital dan trauma pada bayi. Pemilihan sampel dengan Sebagian besar subjek penelitian adalah nullipara (74 kasus
cara consecutive sampling. Sampel penelitian minimal adalah - 65,5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna insidens sepsis
108. neonaturum pada nullipara dan multipara. Seaward P et al
Pada semua sampel penelitian dilakukan pemeriksaan (1998) juga mendapatkan paritas tidak berperan secara
kultur apusan vagina bawah sebelum diberi antibiotika independen sebagai prediktor infeksi neonatus.(3) Pada saat
Penisilin Prokain 1 juta IU setiap 12 jam. Semua data dianalisis pasien pertama datang, sebelum pemberian antibiotika
dengan SPSS versi 10,0 for Windows. Nilai risiko relatif (RR) dilakukan pemeriksaan kultur kuman dari apusan vagina
merupakan perbandingan insidens sepsis neonatorum bawah. Hasilya tertera di Tabel 2.
kelompok dengan faktor risiko dengan insidens sepsis Didapatkan koloni kuman pada 112 sediaan (99,1%),
neonatorum kelompok tanpa faktor risiko. Semua variabel yang hanya pada 1 kasus (0,9%) tidak ditemukan pertumbuhan
bermakna pengaruhnya terhadap sepsis neonatorum (p<0,05) kuman. Kolonisasi kuman yang ditemukan sebagian besar (70
akan dianalisis menggunakan analisis multivariat (regresi kasus - 62,5%) adalah koloni kuman tunggal ; pada 42 kasus
logistik ). (37,5%) ditemukan lebih dari satu kuman; koloni dua kuman
ditemukan pada 37 kasus (33,0%) dan pada 5 kasus (4,5%)
HASIL DAN DISKUSI ditemukan tiga kuman. Kuman dominan adalah E. coli (37
Karakteristik Kasus kasus - 32,7%), Enterobacter (28 kasus - 24,8%), Stafilokokus
Karakteristik demografi pasien dapat dilihat pada Tabel 1. (27kasus - 23,9%). Koloni kuman Streptokokus grup Beta
Dari 113 subjek penelitian terbanyak di kelompok umur 20-24 didapatkan dalam 26 sediaan (23,0%). Hasil ini sesuai dengan
tahun (41 kasus-36,3%), dengan rerata umur ibu adalah 26,1 penelitian Benitz W et al (1999a) yang menemukan koloni
(SD:4,9) tahun. Data ini sesuai penelitian Seaward et al (1998) kuman Streptokokus Grup Beta selama kehamilan adalah 6,9 -
yang mendapatkan rerata usia ibu pada kasus KPD aterm 29,3%.(4) Bernstein (2000) mendapatkan koloni Streptokokus

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 15


Grup Beta bervariasi tergantung ras, geografi, etnik dan sosial Hubungan khorioamnionitis klinis dengan sepsis
ekonomi tetapi umumnya berkisar 10-30%.(5) didapatkan bermakna. Odd ratio terjadinya sepsis neonatorum
onset awal pada ibu dengan khorioamnionitis pada salah satu
Luaran Pengelolaan penelitian adalah 6,42(6). Dari uji korelasi didapatkan hubungan
Dari 113 bayi yang dilahirkan dari ibu dengan KPD aterm, yang bermakna antara khorioamnionitis dengan lama ketuban
sepsis neonatorum klinis dini didapatkan pada 5 kasus (4,4%). pecah, jumlah pemeriksaan vagina dan infeksi Streptokokus
Pada lima bayi tersebut dilakukan pemeriksaan kultur darah; 3 Grup Beta; hal ini menunjukkan khorioamnionitis disebabkan
di antaranya positif sehingga insidens sepsis pasti (definite oleh infeksi asenden dari flora vagina ke kavum uteri.
early onset neonatal sepsis) adalah 2,65%. Rerata waktu Pada penelitian ini didapatkan 14 kasus (12,4%) ibu
diagnosis klinis sepsis ditegakkan setelah 4 hari. Onset paling dengan febris dan mempunyai hubungan bermakna dengan
awal ditemukan pada hari ke tiga dan yang terlama adalah hari sepsis pada bayi. Dari 14 kasus, 9 kasus (64,3%) adalah kasus
ke empat. Dari pemeriksaaan darah lengkap ulangan saat khorioamnionitis dan pada 5 kasus (35,7 %) ditemukan febris
timbul gejala sepsis didapatkan jumlah leukosit abnormal (< tanpa tanda khorioamnionitis lainnya. Dari uji korelasi terlihat
9000 sampai 4 hari) pada 3 kasus (60%). Jumlah neutrofil febris ibu mempunyai hubungan kuat dengan khorioamnionitis
abnormal (< 4500 sampai 4 hari) pada 4 kasus (80%). Jumlah dan jumlah pemeriksaan vagina. Jadi makin sering dilakukan
trombosit kurang 100.000/mm3 ditemukan pada satu kasus pemeriksaan vagina risiko febris pada ibu akan meningkat.
(20%). Adanya bakteri dalam darah ditemukan pada tiga dari Koloni kuman Streptokokus Grup Beta didapatkan pada 26
lima kultur darah yang dilakukan. Kuman yang tumbuh kasus (23,0%) pada kelompok ini, 4 kasus (15,4%) bayi yang
meliputi Streptococcus agalactiae, Staphylococcus coagulase dilahirkan menjadi sepsis dibandingkan dengan 1,1% pada ibu
dan Eschericia coli. Koloni kuman yang tumbuh pada kultur yang tidak terkoloni (р<0,05). Uji dengan kuman lain tidak
darah bayi ini sesuai dengan pola kuman yang didapatkan pada mendapatkan hasil bermakna : Stafilokokus (p=0,734), E. coli
apusan vagina ibu. (p=0,643) dan Enterobacter (p=0,800). Peneliti lain
Tidak terdapat perbedaan bermakna berat badan dan mendapatkan insidens sepsis neonatorium pada ibu dengan
jumlah leukosit bayi segera setelah lahir antara bayi yang koloni Streptokokus Grup Beta adalah 7-11%.(3)
menjadi sepsis dan yang tidak. Rerata lama perawatan bayi Lama ketuban pecah berhubungan dengan infeksi
dengan sepsis adalah 17,7 hari; lebih lama dari bayi yang tidak neonatal; hal ini dihubungkan dengan peningkatan koloni
sepsis ( 5,3 hari). kuman, infeksi ascending dan jumlah pemeriksaan vagina
(vaginal toucher). Insidens sepsis pada ibu dengan lama
Hubungan faktor risiko terhadap Sepsis Neonatorum ketuban pecah kurang 12 jam adalah 2,7% dibandingkan 5,2%
Beberapa faktor risiko ibu yang dianalisis pengaruhnya pada subjek dengan lama ketuban pecah lebih 12 jam, kasus
terhadap insidens sepsis neonatorum adalah khoriamnionitis sepsis paling tinggi (4 kasus - 80%) ditemukan pada persalinan
klinis, febris, lama ketuban pecah, adanya kuman Streptokokus setelah 18 jam pecah ketuban. Insidens sepsis neonatorum pada
Grup Beta pada apusan vagina dan jumlah pemeriksaan vagina. persalinan setelah ketuban pecah ≥ 18 jam adalah 11,7 %
dibandingkan dengan 1,3% pada persalinan kurang dari 18 jam
Tabel 3. Risiko relatif faktor risiko terhadap sepsis neonatorum
setelah pecah ketuban. Di Amerika (sesuai rekomendasi
ACOG) umumnya lama ketuban pecah lebih 18
Luaran bayi jam dianggap sebagai risiko terjadinya infeksi
tidak
Variabel sepsis RR IK 95% x 2
p neonatus.(6) Frekuensi pemeriksaan vagina
sepsis
(n=5)
(n=108) (vaginal toucher) dihubungkan dengan
peningkatan infeksi neonatus karena
Khorioamnionitis klinis 4 5 46,22 5,75 - 371,02 37,034 0,001
Febris 4 10 28,28 3,40 - 235,52 22,032 0,001 meningkatnya infeksi ascenden dari vagina ke
Streptokokus Grup Beta 2 22 13,38 1,56 - 114,56 9,592 0,002 kavum uteri. Risiko relatif terjadinya
Ketuban pecah >18 jam 4 30 9,29 1,08 - 80,12 6,195 0,013 infeksi/sepsis bayi pada pemeriksaan vagina ≥ 5
Ketuban pecah >24 jam 2 9 6,18 1,15 - 33,09 5,454 0,02
Jumlah VT > 8 kali 1 2 9,16 1,42 - 59,30 6,090 0,014
kali dibandingkan < 5 kali adalah 2,1 ( p>0,05).
Frekuensi pemeriksaan vagina yang secara
statistik bermakna terhadap terjadinya sepsis
Insidens khorioamnionitis klinis pada penelitian ini didapatkan adalah jika dilakukan lebih 8 kali (RR : 9,16, p=0,014).
9 kasus (8,0%). Penelitian Seaward et al (1998) mendapatkan
Tabel 4. Hubungan faktor risiko terhadap sepsis neonatorum dengan
khorioamnionitis klinis pada 7,0% kasus KPD aterm.(3) Dari ibu analisis multivariat
dengan khorioamnionitis 44,4 % bayi yang dilahirkan menjadi
sepsis. Peneliti lain mendapatkan 16% bayi sepsis dari ibu No Variabel n % RR p
dengan khorioamnionitis dan insidens ini tetap tinggi meskipun 1. Khorioamnionitis klinis 9 8,0 37,03 0,001
ibu telah mendapatkan antibiotik yang adekuat(3). Insidens 2. Febris 14 12,4 22,03 0,021
sepsis neonatorum yang lebih tinggi pada penelitian ini 3. Koloni Streptokokus Grup Beta 26 23,0 9,59 0,022
4. Lama ketuban pecah > 18 jam 34 30,0 6,19 0,356
mungkin akibat pemberian antibiotika yang tidak adekuat, 5. Lama ketuban pecah > 24 jam 11 9,7 5,45 0,471
sebab semua kasus hanya diberi antibiotika penisilin (tanpa 6. Jumlah vt > 8 kali 3 2,7 6,09 0,061
cakupan untuk kuman gram negatif).

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Dari perhitungan kai kuadrat (chi-square) faktor risiko Faktor risiko yang bermakna terhadap insidens sepsis
yang bermakna pada ibu dengan KPD terhadap sepsis neonatorum adalah : febris, khorioamnionitis, koloni kuman
neonatorum yaitu: khorioamnionitis klinis (p=0,001), febris ≥ Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah > 18 jam, lama
37,6oC (p=0,001), kolonisasi Streptokokus Grup Beta ketuban pecah > 24 jam: dan jumlah pemeriksaan vagina > 8
(p=0,002), ketuban pecah >18 jam (p=0,013), ketuban pecah kali (Tabel 3).
>24 jam (p=0,02) dan jumlah pemeriksaan vagina > 8 kali Dengan analisis regresi multivariat didapatkan faktor
(p=0,014) (Tabel 3). Hubungan faktor risiko terhadap sepsis risiko yang paling berperan dalam terjadinya sepsis
neonatorum dengan analisis regresi logistik multivariat dapat neonatorum adalah khorioamnionitis klinis, febris dan koloni
dilihat pada Tabel 4. Terlihat faktor risiko yang paling kuman Streptokokus Grup Beta. Apabila pendekatan faktor
berperan atau dengan nilai prediksi paling kuat untuk terjadinya risiko dipakai dalam penatalaksanaan pasien KPD maka subjek
sepsis neonatorum adalah khorioamnionitis klinis ( p=0,001), penelitian dengan ≥ 1 faktor risiko didapatkan pada 51,3%.
febris (p=0,021) dan kolonisasi Streptokokus Grup Beta
(p=0,022), sedangkan untuk variabel lama ketuban pecah > 18 SARAN
jam maupun > 24 jam dan jumlah pemeriksaan vagina > 8 kali Perlu uji klinis pemberian antibiotika profilaksis kasus
didapatkan p > 0,05. KPD pada seluruh kasus dibandingkan dengan pemberian
Demam ibu saat persalinan perlu mendapat perhatian antibiotika profilaksis hanya pada kelompok dengan faktor
karena mungkin menandakan adanya infeksi maternal terutama risiko sesuai dengan rekomendasi ACOG/AAP. Pada kasus
pada kasus dengan risiko infeksi misalnya pada KPD. risiko tinggi infeksi neonatus seperti kasus dengan khorio-
Meskipun demam dapat disebabkan oleh bukan infeksi, amnionitis klinis, di samping pemberian antibiotika yang
morbiditas perinatal ditemukan lebih tinggi pada persalinan ibu mencakup kuman Gram positif (ampisilin atau penisilin) perlu
dengan febris. Peranan Streptokokus Grup Beta sebagai faktor ditambahkan obat yang mencakup kuman Gram negatif
risiko sepsis neonatorum sudah diketahui sejak dua dekade misalnya gentamisin.
terakhir, terutama jika ditemukan saat persalinan dibandingkan
jika ditemukan saat kehamilan. Apabila pada ibu dengan koloni
Streptokokus Grup Beta tidak ditemukan faktor risiko lain saat
persalinan maka peran kuman tersebut sebagai penyebab
sepsis berkisar 20-30%.(7)
Dari keseluruhan pasien dengan KPD aterm jumlah pasien
yang mempunyai faktor risiko satu atau lebih (febris, KEPUSTAKAAN
khorioamniotis klinis, lama ketuban pecah >18 jam, adanya 1. Monintja HE. Beberapa masalah perawatan intensif neonatus. FKUI,
koloni Streptokokus Grup Beta dan jumlah pemeriksaan vagina Jakarta 1995.: 217-29
> 8 kali) adalah 58 kasus (51,3%) dan subjek tanpa faktor 2. Gjoni M. Preterm premature rupture of the membranes. Matweb Network
risiko sebanyak 55 kasus (48,7%). Tidak ditemukan sepsis 1998:1-6
3. Seaward P, Hannah M, Myhr T, Farine D, Ohlsson A, Wang E.
neonatorum pada bayi yang dilahirkan dari ibu tanpa faktor International multicenter term PROM study. Evaluation of predictors of
risiko. neonatal infection in infant born to patients with premature rupture of
membranes. Am J Obstet Gynecol. 1998;179: 635-9
KESIMPULAN 4. Benitz W, Gould JB, Druzin ML. Risk factors for early onset group B
Dari 113 kasus bayi yang dilahirkan dari ibu dengan KPD streptococcal sepsis : Estimation of odds ratio by critical literature review.
Pediatrics 1999a;103 : 72-7
aterm didapatkan insidens sepsis neonatorum dini klinis 4,4% 5. Bernstein PS. Reduction of early-onset, neonatal group B streptococcal
dan insidens sepsis neonatorum dini pasti 2,65%. Faktor risiko sepsis. The American College of Obstetricians and Gynecologists 48th
meliputi : febris : 12,4%, khorioamnionitis klinis : 8,0%, koloni Annual Meeting 2000: 1-5
kuman Streptokokus Grup Beta : 23,0%, lama ketuban pecah > 6. Benitz W, Gould JB, Druzin ML. Antimicrobial prevention of early onset
group B Streptococcal sepsis : Estimation of odds ratios by critical
18 jam : 30,0% dan jumlah pemeriksaan vagina > 8 kali : 2,7%. literature review. Pediatrics 1999b;103 : 78-99
Dari kultur apusan vagina distal pasien dengan KPD aterm 7. Towers CV, Rumney P, Minkiewicz S, Asrat T, Incidence of intrapartum
koloni kuman dominan adalah E.coli : 32,7%, Enterobacter : marternal-perinatal risk factors for identifying neonatus at risk for early
24,8%, Stafilokokus : 23,9% dan Streptokokus Grup Beta onset neonatal sepsis : A prospective study. Am J Obstet Gynecol. 1999;
181 : 1197-202
23,0%.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 17


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dampak Infeksi Genital Terhadap


Persalinan Kurang Bulan
Sofie Rifayani Krisnadi
Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

PENDAHULUAN Dari sekian banyak faktor penyebab PKB, infeksi


Persalinan kurang bulan (PKB persalinan prematur) merupakan penyebab sekitar 40% PKB(2) dan paling dapat
kejadiannya masih tinggi, baik di negara maju maupun di dicegah dan diobati untuk menurunkan kejadian PKB. Karena
negara yang sedang berkembang; dan bayi kurang bulan ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor sangat penting
(prematur) merupakan penyumbang tertinggi terhadap angka terhadap kejadian infeksi, maka seyogyanya pemberian
kematian bayi baru lahir. antibiotika dilakukan sebelum terjadi KPD(5) Pendapat ini
Pencegahan persalinan kurang bulan umumnya sulit dan masih diperdebatkan sampai saat ini terutama pada PKB
tidak efektif, antara lain karena etiologinya multifaktor, seperti dengan selaput ketuban intak.(6-7)
status sosioekonomi, nutrisi, konstitusi, imunologi dan Infeksi urogenital yang dianggap berpengaruh terhadap
mikrobiologi di samping penyebab yang terkait dengan kejadian KPD adalah:
komplikasi obstetri (perdarahan antepartum, hipertensi pada 1. Bakteriuri tanpa gejala(8,9)
kehamilan atau komplikasi medis lainnya).(1) 2. Vaginosis bakterial
Banyak penelitian yang mengaitkan kejadian PKB dengan 3. Trikomoniasis
infeksi, terutama akibat korioamnionitis pada kejadian ketuban 4. Servisitis Gonorrhoeae
pecah dini (KPD). KPD meningkatkan risiko bayi terinfeksi, 5. Infeksi Chlamydia trachomatis
sehingga memperberat masalah akibat kurang bulannya
(ketidak matangan paru, hipotermi, sindrom gawat nafas dan BAKTERIURI TANPA GEJALA (asymptomatic bacteriuria)
lain-lain). KPD atau korioamnionitis tanpa KPD sering Bakteriuri tanpa gejala didefinisikan sebagai terdeteksinya
dihubungkan dengan infeksi urogenital. Pada kehamilan > 100.000 koloni satu spesies bakteri per ml urin yang dikultur
normal cairan amnion steril; adanya mikroorganisme dari sampel midstream. Kejadiannya pada ibu hamil ± 2-7 %.(9)
intraamnion berhubungan dengan kejadian PKB.(4) Bakteri yang tersering dapat diisolasi adalah Escherichia coli.
Kehamilan sendiri tidak meningkatkan kejadian bakteriuri
Tabel 1. Microorganisms isolated from the amniotic cavities of women tanpa gejala, akan tetapi pielonefritis akut terjadi pada 20-40%
with preterm labor.(3)
ibu hamil dengan bakteriuri tanpa gejala yang tidak diobati.
Genital mycoplasms Acinetobacter wolffi Banyak penelitian menunjukkan bahwa kejadian PKB lebih
Ureaplasma urealyticum Bacillus cereus banyak pada ibu dengan bakteriuri dibandingkan dengan pada
Mycoplasma hominis Capnocytophaga species ibu hamil tanpa bakteriuri. Sekitar 40-80% komplikasi
Aerobes Diphtheroids kehamilan yang disebabkan oleh pielonefritis akut dapat
Group B streptococci Enterobacter cloacae
Enterococci Anaerobes dicegah dengan mengobati bakteriuri tanpa gejala; oleh karena
Streptococcus viridans Fusobacterium species itu mengobati bakteriuri tanpa gejala dapat menurunkan risiko
Gardnerella vaginalis Veillonella parvula PKB.
Hemophilus influenza Peptostreptococcus species Penyebab lain bakteriuri adalah Streptokokus Grup Beta
Pseudomonas species Propionobacterium species
Lactobacilli Peptococcus species (GBS) yang sering berhubungan dengan kolonisasi GBS di
Coliforms Bacteroides species daerah urogenital. The Center for Disease Control and
Corynebacterium Neisseria species Prevention (CDC) merekomendasikan agar ibu hamil dengan
Moraxella Yeasts bakteriuri GBS diterapi pada saat diagnosis untuk mengurangi
Staphylococci Candida species
kemungkinan PKB dan pada saat persalinan untuk mencegah

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


infeksi GBS pada neonatus. Setelah pengobatan selesai, biakan saat bersanggama.(21) Pengobatan metronidazol pada ibu hamil
urin harus diulang untuk meyakinkan eradikasi GBS; jika tanpa gejala, gagal menurunkan angka kejadian PKB. Hal ini
masih positif berarti tergolong bakteriuri persistent atau menggaris bawahi perlunya pengobatan trikomoniasis sebelum
recurrent. Untuk ini diberi pengobatan supresif 100 mg kehamilan.(19) Metronidazol cukup efektif, dosis tunggal
nitrofurantoin per hari p.o. sampai bayi lahir.(10) biasanya diberikan hanya pada kehamilan trimester 2 atau 3.
Efektifitas pengobatan akan meningkat jika pasangan seksual
VAGINOSIS BAKTERIAL (BV-Bacterial vaginosis)(11-18) juga diobati.
Suatu keadaan karakteristik yang ditandai oleh perubahan
ekosistem vagina, yang ditunjukkan dengan berkurangnya SERVISITIS GONOROIKA
Laktobasili, sedangkan beberapa bakteri fakultatif anaerob Neisseria gonorrhoeae dapat ditransmisikan dari ibu ke
bertambah dengan mencolok yakni Mobiluncus species, bayi pada saat persalinan, mengakibatkan oftalmia gonokokal
Prevotella species, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma atau infeksi sistemik pada neonatus. Servisitis N.gonorrhoeae
hominis dan Ureaplasma urealyticum. juga meningkatkan kejadian PKB meskipun tidak ada
Kejadiannya pada ibu hamil sekitar 15-20%(13) keadaan ini penelitian plasebo-kontrol (karena melanggar etik). Keadaan
merupakan faktor risiko persalinan kurang bulan spontan, ini juga dapat meningkatkan kejadian endometritis dan sepsis
ketuban pecah dini serta infeksi pasca salin/pasca operasi. pasca salin.
Sekitar 15-40% penderita BV tidak menunjukkan gejala klinis, Gejala servisitis gonoroika mirip klamidiasis (sering tanpa
selebihnya mengeluhkan keluarnya duh tubuh vagina berbau gejala), juga gejala sisanya; servisitis gonoroika lebih sering
amis. bergejala daripada klamidiasis. Diagnosis ditegakkan dengan
Untuk praktisi klinik, diagnosis ditegakkan dengan kriteria melakukan apus serviks (diplokokus intraseluler) dan kultur
Amsel, yakni apabila ada tiga dari empat kriteria di bawah ini : atau PCR (Polymerase chain reaction). Tes resistensi/uji
1. Cairan vagina homogen, putih keabuan atau seperti susu. kepekaan antibiotika dilakukan bersamaan dengan
2. Clue cells (terdapat pada > 20% epitel sel vagina pada pengambilan apus serviks. Pengobatan gabungan amoksisilin
pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 400x). dengan probenesid unggul dibandingkan dengan spektinomisin
3. pH vagina >4.5 (OR 2.40, 95%CI 0.71-8.12), juga jika dibandingkan dengan
4. Bau amis sebelum atau setelah penambahan 10% KOH. seftriakson (OR 2.40, 95%CI 0.71-8.12); tetapi seftriakson
Di Indonesia, kejadian BV dalam kehamilan lebih tinggi unggul dibandingkan dengan cefixime (OR 1.22, 95%CI 0.16-
dari penyakit infeksi dalam kehamilan lainnya (bakteriuri tanpa 9.04). Penelitian ini dilakukan pada 346 ibu hamil.(22) Antibiotik
gejala, N. gonorrhoeae, C.trachomatis dan T. vaginalis) dan yang diberikan hendaknya juga dapat meliputi pengobatan
keberadaannya meningkatkan kejadian ketuban pecah untuk klamidia, karena sering terjadi ko-infeksi.22
dini/KPD dan persalinan kurang bulan/PKB. Secara teoritis
pengobatan BV sangat potensial dapat menurunkan kejadian INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS
KPD dan PKB.(18) Infeksi Chlamydia trachomatis (PMS) biasanya tidak
Pengobatan BV telah banyak dilakukan. McGregor bergejala, dapat menyebabkan servisitis, endometritis dan
memakai krim klindamisin. Metronidazol oral terbukti radang panggul dengan gejala sisa faktor tuba (infertilitas atau
menurunkan kejadian PKB dari 39% menjadi 18% (Morales, kehamilan ektopik).
dikutip oleh McGregor, 2000). Hauth (1995) memakai Diagnosis ditegakkan dengan PCR (Polymerase chain
metronidazol oral digabung dengan eritromisin, berhasil reaction) DNA probe assay atau uji cepat dengan
menurunkan kejadian PKB. Penelitian berikutnya yang immunofluorescence dan enzyme immunoassay langsung
memakai klindamisin oral dan metronidazol oral membuktikan (dapat dilakukan sendiri dengan apus serviks).(24) Pengobatan
penurunan kejadian PKB, tetapi Joesoef di Indonesia dengan amoksisilin sama efektifnya dengan eritromisin, bahkan
mendapatkan angka kejadian BBLR sedikit meningkat di lebih dapat ditolerir.(25) Klindamisin dan azithromisin hanya
kelompok terapi (dibanding plasebo). digunakan bila amoksisilin atau eritromisin tidak dapat
diberikan.
INFEKSI TRICHOMONAS VAGINALIS Pengobatan mutakhir adalah dengan azitromisin. Uji klinik
Infeksi protozoa ini merupakan PMS yang banyak membuktikan bahwa dosis tunggal per oral preparat ini setara
ditemukan, namun dapat diobati dengan baik. Kejadiannya efektifitasnya dengan doksisiklin 100 mg dua kali sehari
pada ibu hamil di Australia berkisar sebanyak 25%, di selama tujuh hari; keduanya dapat mencapai keberhasilan
Indonesia tidak ditemukan data. Diagnosis ditegakkan pada terapi 95%. Azitromisin juga efektif untuk non specific
saat Pap’s smear rutin wanita hamil atau dengan preparat basah urethritis pada ibu hamil. Pengobatan yang tidak sempurna
pada ibu hamil dengan keluhan. Trikomoniasis dalam menyebabkan radang panggul pasca salin, nyeri panggul
kehamilan dapat menyebabkan bayi terinfeksi saat persalinan kronis, infertilitas dan kehamilan ektopik. Pemberian
dan dapat menyebabkan demam pada masa neonatal.(19) antibiotika dalam kehamilan umumnya ditujukan untuk
Cochrane review menyatakan dampak trikomoniasis terhadap prevensi morbiditas dan mortalitas perinatal pada ibu dan janin.
hasil kehamilan, baik berupa KPD atau PKB belum jelas.(20) Pada ancaman persalinan kurang bulan (PKB) harus dicari
Gejala yang timbul berupa duh vaginal berwarna hijau kemungkinan penyebab infeksi. Tabel 2 menunjukkan
kekuningan, berbau busuk, gatal, dan nyeri saat berkemih atau antibiotika yang dianjurkan oleh CDC.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 19


Tabel 2 . Jenis antibiotika yang direkomendasikan dalam kehamilan(21) 2. Gibbs R, Eschenbach D. Use of antibiotics to prevent preterm birth. Am J
Obstet Gynecol 1997, 177:375–80.
Jenis infeksi Jenis antibiotika Pasangan seksual 3. Mertz HL, Ernest JM..Antibiotics and Preterm Labor. Current Women’s
Health Reports 2001, 1:20–6.
Amoksisilin 250 mg p.o. 3 kali Pengobatan rutin 4. Mazor M, Chaim W, Maymon E et al. The role of antibiotic therapy in
sehari, selama 3 sampai 7 hari; atau pasangan seksual the prevention of prematurity. Clin Perinatol 1998, 25:659–85.
Nitrofurantoin 100 mg p.o. 2 kali tidak dianjurkan 5. Hay PE, Lamont RF, Taylor-Robinson D, Morgan DJ, Ison C, Pearson J.
Asymptomatic
sehari, selama 3 sampai 7 hari; Abnormal bacterial colonisation of the genital tract and subsequent
bacteriuria
atau preterm delivery and late miscarriage. BMJ 1994; 308:295-8.
Cephalexin 250 mg p.o. 4 kali 6. Mercer B, Miodovnik M, Thurnau G et al. Antibiotic therapy for
sehari selama 3 sampai 7 hari. reduction of infant morbidity after preterm premature rupture of the
Ceftriaxone 125 mg i.m. dosis Rujuk pasangan membranes. JAMA 1997, 278:989.
tunggal; atau seksual untuk diag- 7. King J, Flenady V. Antibiotics for preterm labor with intact membranes.
Cefixime 400 mg p.o. dosis nosis dan terapi In:A comprehensive review of all clinical trials to date examining the use
Neisseria tunggal; atau of antibiotics in patients with preterm labor and intact membranes. The
gonorrhoeae Erythromycin basa 500 mg 3 kali Cochrane Database of Systematic Reviews.Oxford: The Cochrane
sehari, selama 7 hari; atau Library; 2001.
Azithromycin 1 gram p.o. dosis 8. Romero R, Oyarzun E, Mazor M, Sirtori M, Hobbins, JC, Bracken M.
tunggal. Meta-analysis of the relationship between asymptomatic bacteriuria and
Clindamycin 300 mg p.o. 2 kali Pengobatan rutin preterm delivery/low birth weight. Obstet Gynecol 1989;73:576-82.
sehari selama 7 hari; atau pasangan seksual 9. Kinningham RB. Asymptomatic bacteriuria in pregnancy. Am Fam
Metronidazole 250 mg 3 kali tidak dianjurkan Physician 1993;47:1232-8.
Bacterial sehari selama 7 hari; atau 10. Patterson TF, Andriole VT. Detection, significance, and therapy of
vaginosis Metronidazole spt tsb diatas; bacteriuria in pregnancy. Update in the managed health care era. Infect
ditambah Erythromycin base 333 Dis Clin North Am 1997;11:593-608.
mg p.o. 3 kali sehari selama 14 11. Eschenbach DA, Hillier S, Critchlow C, Stevens C, DeRouen T,Holmes
hari. KK. Diagnosis and clinical manifestations of bacterial vaginosis. Am J
Erytrhromycin base 500 mg p.o. 4 Rujuk pasangan Obstet Gynecol 1988;158:819-28.
kali sehari selama 7 hari; atau seksual untuk diag- 12. Spiegel CA. Bacterial vaginosis. Clin Microbiol Rev 1991;4:485-502.
Chlamydia Amoxycillin 500 mg p.o. 3 kali nosis dan terapi 13. Eschenbach DA, Gravett MG, Chen KC, Hoyme UB, Holmes KK.
trachomatis sehari selama 7 hari; atau Bacterial vaginosis during pregnancy: an association with prematurity
Azythromycin 1 gram p.o. dosis and postpartum complications. Scand J Urol Nephrol Suppl 1984;86:213-
tunggal 22.
Metronidazole 2 gram p.o. dosis Pasangan seksual 14. Eschenbach DA. Bacterial vaginosis and anaerobes in obstetric
tunggal (tidak dianjurkan pada harus diobati gynecologic infection. Clin Infect Dis 1993;16 Suppl 4:S282-7.
Trichomonas
trimester pertama); atau 15. McGregor JA, French JI. Bacterial vaginosis in pregnancy. Obstet
vaginalis
Metronidazole 500 mg p.o. 2 kali Gynecol Surv 2000;55:S1-19.
sehari selama 7 hari. 16. Ugwumadu AH. Bacterial vaginosis in pregnancy. Curr Opin Obstet
Gynecol 2002;14:115-18.
Pada kehamilan Chlamydia menyebabkan amnionitis dan 17. Gibbs RS. Chorioamnionitis and bacterial vaginosis. Am J Obstet
endometritis postpartum(23). Transmisi dari ibu ke anak dapat Gynecol 1993;169:460-62.
18. Joesoef MR, Hillier SL, Wiknjosastro G, Sumampouw H et al.
terjadi saat persalinan dan dapat menyebabkan oftalmia Intravaginal clindamycin treatment for bacterial vaginosis: effects on
dan/atau pneumonitis pada neonatus. Selain infeksi genital, preterm delivery and low birth weight. Am. J. Obstetr.
infeksi maternal seperti tifoid, pielonefritis, apendisitis, Gynecol. 1995;173:1527-31.
pneumoni atau infeksi lain dengan demam tinggi dapat 19. Klebanoff MA, Carey JC, Hauth JC, et al. Failure of metronidazole to
prevent preterm delivery among pregnant women with asymptomatic
menyebabkan PKB terutama karena toksin mikro- Trichomonas vaginalis infection. N Engl J Med 2001; 345: 487-93.
organismenya. 20. Gülmezoglu AM. Interventions for trichomoniasis in pregnancy. The
Cochrane Database of Systematic Reviews 2002, Issue 3. Art. No.:
KESIMPULAN CD000220. DOI: 10.1002/14651858.CD000220.
21. Centers for Disease Control and Prevention. 1998 Guidelines for
Persalinan kurang bulan (PKB) merupakan masalah treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 1998; 47(No. RR-1):
obstetri; sampai saat ini belum ada cara pencegahan atau 20-26, 52-74, 88-94
pengobatan yang efektif. Penelitian menunjukkan hubungan 22. Brocklehurst P. Antibiotics for gonorrhoea in pregnancy. The Cochrane
kejadian PKB dengan infeksi, terutama infeksi urogenital pada Database of Systematic Reviews 2002, Issue 2. Art. No.: CD000098.
DOI: 10.1002/14651858.CD000098
ibu hamil. Uji klinis tidak menunjukkan manfaat nyata 23. Sawhney MPS, Batra RB. Chlamydia trachomatis seropositivity during
pemberian antibiotika rutin pada PKB tanpa ketuban pecah pregnancy. Indian J Dermatol Venereol Leprol November-December
dini; kecuali untuk eradikasi Streptokokus grup B, vaginosis 2003; 69 Issue 6,394-95.
bakterial dan penyakit menular seksual lainnya. Oleh karena itu 24. Ostergaard L, Andersen B, Moller JK, Olesen F. Home sampling versus
conventional swab sampling for screening of Chlamydia trachomatis in
pemeriksaan infeksi urogenital pada ibu hamil perlu dilakukan women: a cluster-randomized 1-year follow-up study. Clin Infect Dis
secara rutin. 2000; 31: 951-57.
25. Brocklehurst P, Rooney G. Interventions for treating genital chlamydia
trachomatis infection in pregnancy. The Cochrane Database of Systematic
Reviews 1998, Issue 4. Art. No.: CD000054. DOI:
KEPUSTAKAAN
10.1002/14651858.CD000054.
1. Romero R, Suplelveda W, Baumann P et al. The preterm labor syndrome: 26. Martin DH, Mroczkowski TF, Dalu ZA et al. A controlled trial of a single
biochemical, cytologic, immunologic, pathologic, microbiologic, and dose of azithromycin for the treatment of chlamydial urethritis and
clinical evidence that preterm labor is a heterogeneous disease. Am J cervicitis. The Azithromycin for Chlamydial Infections Study Group. N
Obstet Gynecol 1993, 168:288. Engl J Med 1992; 327: 21-925.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


HASIL PENELITIAN

Sulbaktam / Ampisilin
sebagai Antibiotika Profilaksis
pada Seksio Sesarea Elektif
di RSIA Rosiva Medan
R. Haryono Roeshadi
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di RSIA Rosiva Medan melibatkan 60 orang ibu hamil yang akan
menjalani seksio sesarea elektif untuk membandingkan manfaat Sulbaktam / Ampisilin sebagai
antibiotika profilaksis (dosis tunggal) dan terapeutik (multidosis).
Penelitian dilakukan dengan rancangan klinik acak (Randomized Clinical Trial): penderita
dibagi 2 kelompok masing-masing 30 kasus mendapat antibiotika dosis tunggal dan 30 kasus
lainnya mendapat antibiotika multidosis. Tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok
penelitian, semua kasus sembuh sempurna, tidak terdapat tanda infeksi.
Pada seksio sesarea yang bersih dan didukung fasilitas yang baik dan aseptis, disarankan
cukup menggunakan antibiotika profilaksis dosis tunggal.

PENDAHULUAN Dibandingkan dengan persalinan pervaginam, biaya SC


Meskipun diktum Once a caesarean always a caesarean di jauh lebih tinggi. Di Amerika Serikat biaya SC lebih kurang 2-
Indonesia tidak dianut, tetapi sejak dua dekade terakhir ini telah 2,5 kali biaya persalinan pervaginam. Sedangkan di Medan
terjadi perubahan kecenderungan sectio caesarea (SC) di lebih kurang 2,5-3 kali biaya persalinan pervaginam.Salah satu
Indonesia. Angka kejadian SC sejak tahun 1980 meningkat; di komponen biaya dalam SC adalah penggunaan antibiotika.
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta SC pada tahun 1981 sebesar Penggunaan antibiotika profilaksis dosis tunggal diharapkan
15,35% meningkat menjadi 23,23% pada tahun 1986. dapat menghemat biaya antibiotika sampai 75%. Dengan
Peningkatan ini juga terjadi di seluruh dunia. Di Amerika pemberian antibiotika dosis tunggal ½-1 jam sebelum operasi,
Serikat angka kejadian SC meningkat dari 5,5% pada tahun diharapkan kadar hambat maksimal dalam darah atau di daerah
1970 menjadi 15% pada tahun 1978 dan 24-30% saat ini. pembedahan akan dapat mencegah penyebaran kuman
Peningkatan ini diduga disebabkan karena teknik dan nosokomial, mengingat sterilisasi alat, bahan dan kamar bedah
fasilitas operasi bertambah baik, operasi berlangsung lebih di beberapa rumah sakit belum memadai. Kadang-kadang hal
asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan pasca tersebut di atas diperburuk oleh keadaan umum dan keadaan
operasi dan lama rawat yang bertambah pendek. Di samping itu gizi pasien yang rendah.
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat Pada penelitian ini akan dikaji manfaat penggunaan
diturunkan secara bermakna. Peningkatan angka kejadian SC Sulbaktam/Ampisilin sebagai antibiotika profilaksis dosis
ini juga dipengaruhi oleh perubahan penanganan persalinan tunggal yang diberikan ½-1 jam sebelum operasi dibandingkan
terutama dengan kehadiran partograf, penanganan persalinan dengan pemberian multidosis yang dimulai segera setelah
aktif dan penanganan persalinan kehamilan risiko tinggi. operasi selesai dan diulangi setiap 12 jam selama 3 hari.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 21


Sulbaktam/Ampisilin keduanya merupakan derivat Tidak ada perbedaan bermakna mengenai sebaran umur,
Penisilin berspektrum luas terhadap bakteri Staphylococcus, berat badan, kadar Hb dan jumlah kehamilan penderita pada
Streptococcus, H. influenzae, Bacteroides fragilis, E.coli, kedua kelompok (p > 0,05) (Tabel 1). Umumnya penderita
Klebsiella sp. Neisseria meningitis, Neisseria gonorrhoe, dalam masa reproduksi sehat dan gizi yang baik; umur rata-rata
Proteus sp. dan Enterobacter sp. 29-30 tahun, jumlah kehamilan rata-rata ± 2, kadar Hb rata-
rata : 12,5 g% dan berat badan rata-rata 72 kg. Keadaan ini ikut
BAHAN DAN CARA mempengaruhi morbiditas penderita pasca seksio sesarea.(7)
Penelitian dilakukan di RSIA Rosiva Medan atas penderita
yang akan menjalani seksio sesarea elektif selama periode Juli Tabel 2. Sebaran kasus berdasarkan indikasi seksio sesarea elektif
sd. Nopember 2000. Rancangan penelitian berupa rancangan kelompok dosis tunggal dan kelompok multidosis.
uji klinik acak (Randomized Clinical Trial) membandingkan
pemberian antibiotika Sulbaktam/Ampisilin multidosis pasca Indikasi
Dosis Multi
Jumlah %
tunggal dosis
bedah. Penderita diseleksi sesuai dengan kriteria penerimaan;
SC Ulangan 11 11 22 36,7
semua penderita yang memenuhi kriteria diminta kesediaannya
SC Pertama : 19 19 38 63.3
untuk ikut serta dalam penelitian dan diwawancara untuk Letak Lintang 1 2 3 5,0
pengisian data klinik. Diamati dan dicatat jenis operasi, lama Letak Sungsang 6 7 13 21,7
operasi dan komplikasi yang terjadi. F.P.D 6 5 11 18,3
Anak Berharga 3 4 7 11,6
Penderita dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan Gemelli 1 0 1 1,7
kartu random sampling. Pada kelompok profilaksis diberikan Plasenta Previa 2 1 3 5,0
antibiotika Sulbaktam/Ampisilin 1,5 gram dosis tunggal, ½-1 Jumlah 30 30 60 100,0

jam sebelum operasi dimulai, sedangkan pada kelompok


pembanding diberikan Sulbaktam/Ampisilin multidosis dimulai Tabel 2 memperlihatkan bahwa seksio sesarea ulangan
dengan dosis 1,5 gram setelah operasi selesai dan diulangi yang dilakukan pada 22 (36,7%) penderita, merupakan indikasi
setiap 12 jam selama 3 hari. tersering, 7 kasus menjalani seksio sesarea yang ke tiga.
Indikasi anak berharga pada 7 kasus; 5 kasus di antaranya telah
Kriteria Penerimaan berumah tangga lebih dari 5 tahun dan 2 kasus lainnya
1. Bersedia ikut dalam penelitian. primigravida pada usia di atas 35 tahun. Tiga kasus dengan
2. Tidak menderita komplikasi kehamilan yang memerlukan plasenta previa, dilakukan seksio sesarea elektif pada
penanganan khusus seperti preeklampsia, diabetes melitus, kehamilan di atas 37 minggu dan belum mengalami
penyakit jantung, dan penyakit ginjal. perdarahan. Manfaat Sulbaktam / Ampisilin pada penelitian ini
3. Kehamilan aterm, lebih dari 37 minggu. dapat dilihat dari tanda infeksi dan kenyamanan pasca bedah.
Adanya infeksi pasca bedah yang berupa endometritis dan
HASIL DAN PEMBAHASAN infeksi luka bedah dapat dinilai dari tanda-tanda klinis berupa
Pada periode Juli 2000 sd. Nopember 2000 di RSIA kenaikan suhu tubuh lebih dari 38°C, subinvolusi uteri, uterus
Rosiva Medan terdapat 905 persalinan, 239 (26%) kasus di lembek dan nyeri tekan, lokhia berbau atau adanya eritema
antaranya dengan seksio sesarea. Yang diikutsertakan dalam dengan cairan serous, serosanguinus atau pus, adanya indurasi
penelitian ini sebanyak 60 kasus, masing-masing 30 kasus atau infiltrat disertai nyeri tekan, kadang-kadang luka operasi
memperoleh antibiotika Sulbaktam/Ampisilin dosis tunggal terbuka. Sedangkan kenyamanan operasi dapat dinilai dari
dan 30 lainnya memperoleh multidosis. lama operasi, keadaan umum dan keadaan penyakit pasca
bedah, lama puasa dan immobilisasi, adanya komplikasi dan
Tabel 1. Hasil tes kemaknaan sebaran umur, berat badan, kadar Hb lama rawat di rumah sakit. Pada penelitian ini, semua kasus
dan jumlah kehamilan pada kelompok dosis tunggal dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, luka operasi sembuh
kelompok multidosis pemberian antibiotika Sulbaktam / sempurna. Pasca bedah tidak perlu puasa, mobilisasi dilakukan
Ampisilin.
24 jam setelah pembedahan dan lama rawat antara 3 sampai 5
hari, semua pasien dipulangkan tanpa komplikasi.
Dosis tunggal Multidosis Kemaknaan
Sebaran
Pada penelitian ini semua kasus baik kelompok
Mean SD Range Mean SD Range t P profilaksis (dosis tunggal) ataupun kelompok
multidosis:
Umur 29,50 4,03 21 – 38 30,17 3,98 22 – 39 0,647 0,26 1. Keadaan umum dan keadaan gizinya baik; berat
badan terendah 50 kg dan berat badan rata-rata
Berat 72,00 7,64 53 – 90 72,50 7,11 50 – 88 0,263 0,40 72 kg. Di samping itu kadar Hb terendah 10 g
badan
% dan kadar Hb rata-rata 12,5 g %.
Kadar Hb 12,40 0,70 10,5 -14,5 12,43 0,73 10,0 – 14,5 0,160 0,07
2. Kemungkinan adanya infeksi subklinis kecil,
karena semua kasus dipersiapkan dengan baik dan
Jumlah 1,97 0,98 1–4 0,91 0,91 1–4 0,246 0,18 penderita dengan ketuban pecah dini tidak
kehamilan dimasukkan dalam penelitian.
3. Lama operasi berkisar antara 30-60 menit.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Di samping pemberian antibiotika dosis tunggal dan SARAN
multidosis, keadaan pasien seperti di atas tampaknya turut Pada seksio sesarea yang bersih dan didukung fasilitas dan
berpengaruh dalam penyembuhan luka operasi, seperti yang bahan-bahan kamar bedah yang aseptis, disarankan cukup
dinyatakan oleh beberapa peneliti; Younis MN dkk. menggunakan antibiotika profilaksis dosis tunggal.
menemukan perbedaan bermakna angka kekerapan infeksi jika
kadar Hb < 9 g % dibandingkan dengan kadar Hb ≥10 g %(7)
Feijgin dkk. menemukan jika lama operasi lebih dari 4 jam
maka kekerapan infeksi pasca bedah akan meningkat dua kali
lipat.(3) Sedangkan Unalp K menemukan jika antibiotika
profilaksis diberikan pada kasus yang sudah mengalami infeksi
subklinis maka kekerapan infeksi pasca bedah akan
meningkat.(6)
Pada penelitian ini dijumpai 2 kasus dengan reaksi alergi
terhadap pemberian Sulbaktam/Ampisilin. Kasus pertama
KEPUSTAKAAN
mengalami hidung tersumbat, konjungtiva merah, telapak
tangan dan kaki eritema yang muncul segera setelah operasi 1. Achadiat CM, Wiknjosastro GH. Single dose prophylaxis of sulbactam /
berlangsung dan hilang dalam 48 jam setelah pemberian ampicillin for non elective caesarean section. Proc. Seventh Annual
Meeting of Indonesia Society of Obstetrics and Gynecology, Surakarta,
antihistaminika dan kortikosteroid. Sedangkan pada kasus ke 1991.
dua reaksi alergi muncul setelah 24 jam pasca bedah berupa 2. Quililgan EJ. Caesarean Section : Modern Prospectives In Management
eritema hampir pada seluruh tubuh. Pemberian Sulbaktam / of High Risk Pregnancy, Ed. Queenan JT, Third Ed, Boston: Blackwell
Ampisilin multidosis kemudian dihentikan, penderita sembuh Scient Publ, , 1994 Ch. 58 : 520-3.
3. Feijgin, Markous, Goshens S, Segal J, Arbely, Lang R. Antibiotic for
setelah diberi antihistaminika dan kortikosteroid. Caesarean Section : The case for true prophylaxis, Int. J. Gynecol &
Obstet, 1993 ; 43 : 257-61.
4. Rustam RP. Pemberian antibiotika profilaksis ampisilin dosis tunggal pra
KESIMPULAN bedah dan multidosis pasca bedah pada bedah sesar elektif. Tesis Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU, September 1999.
1. Keberhasilan penggunaan antibiotika profilaksis 5. Samil RS. Changing trends in caesarean section in Indonesia. Maj Obstetr
Sulbaktam / Ampisilin dipengaruhi oleh keadaan umum, Ginekol Indon. 1988;14(2) : 72- 9.
gizi, infeksi nosokomial, lama operasi, fasilitas dan bahan- 6. Unalp K, Condon RE. Antibiotic prophylaxis for scheduled operation
bahan aseptis di kamar bedah. procedure. Infect Dis Clin N Am. Sept 1992 : 613-24.
7. Younis MN, Hamed AF, Abdel MS, Edessy M. The febrile morbidity
2. Dengan penggunaan antibiotika profilaksis, kebutuhan score as a predictor of febrile morbidity following cesarean section. Int. J.
antibiotika dapat dikurangi sampai 75 %. Gynecol Obstetr.1991 ; 35 : 225-9.

Virtue is the only thing necessary

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 23


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom HELLP
John Rambulangi
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

ABSTRAK

Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk
Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas.
Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan
yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler,
akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim
hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid.
Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.
Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin
> 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, serum aspartat
aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit <
100.000/mm3.
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan
jumlah kelainan yang ada. Klasifikasi kedua berdasarkan jumlah trombosit.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, terapi
antihipertensi tambahan harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg.
Antihipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Langkah
selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau
profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus
diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada
pasien tanpa risiko perdarahan. Pasien harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan
pemantauan ketat terhadap semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah udem paru
dan atau kelainan respiratorik.
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%. Angka kematian bayi berkisar
10-60%.
Kata kunci : Sindrom HELLP, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan.

PENDAHULUAN ini benar-benar terpisah dari preeklampsi berat dan membentuk


Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit satu istilah: Sindrom HELLP;H untuk Hemolysis, EL untuk
yang rendah sudah sejak lama dikenal sebagai komplikasi dari Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelet.(1,3,5)
preeklampsi-eklampsi (Chesley 1978; Godlin 1982; Mc Kay Sibai dkk. menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam
1972).(1,2,7) Godlin menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe hal terminologi, insidens, penyebab, diagnosis dan
II, MacKennan dkk. menganggapnya sebagai suatu misdiag- penatalaksanaan sindrom ini.(1,3) Insidens dilaporkan sekitar
nosis preeklampsi,(2) sedangkan penulis lain menyebutkannya 2-12%, kisaran ini menggambarkan perbedaan kriteria
sebagai bentuk awal preeklampsi berat, variasi unik dari diagnosis dan metode yang digunakan. Ada perbedaan besar
preeklampsi.(3) Pada 1982, Weinstein melaporkan 29 kasus mengenai saat terjadi, tipe, dan derajat kelainan laboratorium
preeklampsi berat, eklampsi dengan komplikasi trombo- yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom ini.(1,3,5,7) Ada
sitopeni, kelainan sediaan apus darah tepi, dan kelainan tes yang mendiagnosis jika pasien saat masuk sudah ada kelainan,
fungsi hati. Ia menyatakan bahwa kumpulan tanda dan gejala ada yang jika kelainannya timbul selama penanganan

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


konservatif; yang lain jika kelainannya muncul post partum.(3) lain juga mempunyai observasi serupa (Mc Kenna, Dover dan
Bukti adanya hemolisis telah dilaporkan pada beberapa studi Brame 1983, Thiagarajah dkk 1984, Weinstein 1985).(1)
dan definisi trombositopeni berkisar dari <75.000/mm3 sampai Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun
< 150.000/mm3. Belum ada konsensus mengenai peranan tes pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di
fungsi hati untuk mendiagnosis sindrom HELLP. Banyak masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa
penulis mendukung agar nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat
bilirubin dimasukkan untuk mendiagnosis sindrom ini.(1,3) terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.(4)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Tabel 1. Faktor risiko


Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas.
Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan Sindroma HELLP Preeklampsi
tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai Multipara Nullipara
sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini Usia ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan Ras kulit putih Riwayat keluarga preeklampsi
Riwayat keluaran kehamilan yang Asuhan mental (ANC) yang minimal
kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit jelek Diabetes Melitus
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan Hipertensi Kronik
agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Kehamilan multipel
Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik
mikroangiopati merupakan tanda khas.(2,4) Sel darah merah MANIFESTASI KLINIS
terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan
endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus tanda yang sangat bervariasi, dari yang bernilai diagnostik
darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells sampai semua gejala dan tanda pada pasien
dan burr cells.(4) Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom
sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di HELLP.(1,2,5)
sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul
pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas
hematom subkapsular atau ruptur hati.(4,5) Nekrosis periportal (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain
dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%)
paling sering ditemukan. mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian timbul tanda lain.(1,3,5,7)
dan/atau destruksi trombosit.(4) Banyak penulis tidak
Tabel 2. Perbedaan hasil laboratorium AFLP dan sindrom HELLP
menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari
disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai
AFLP HELLP
parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu Glukosa Rendah Normal
parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Asam urat Tinggi Tinggi
Secara klinis sulit mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes Kreatinin Tinggi Tinggi
antitrombin III, fibrinopeptide-A, fibrin monomer, D-Dimer, α2 Trombcsit Rendah atau normal Rendah atau normal
Fibrinogen Rendah Normal sampai
antiplasmin, plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. meningkat
Namun tes ini memerlukan waktu dan tidak digunakan secara Waktu Prothrombin (PT) Memanjang Normal
rutin. Sibai dkk. mendefinisikan DIC dengan adanya
trombositopeni, kadar fibrinogen rendah (fibrinogen plasma < Waktu Parsial Memanjang normal
Thromboplastin (PTT)
300 mg/dl) dan fibrin split product > 40 µg/ml2. Semua pasien
sindrom HELLP mungkin mempunyai kelainan dasar
koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi.(4) Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri
epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler.(1)
Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan.(1,3,5,7) Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan
Sebagai perbandingan, preeklampsi terjadi pada 5-7% berat badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal
kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik ≥ 160
4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk
HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1).(4) (1986) mempunyai tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg,
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP 14,5% bertekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg.(1,2)
secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien,
dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom kurang dari setengah (13 pasien) mempunyai tekanan darah
HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga saat masuk rumah sakit ≥ 160/110 mmHg. Jadi sindrom
lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.(1,3,7) Penulis HELLP dapat timbul dengan tanda dan gejala yang sangat

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 25


bervariasi, yang tidak bernilai diagnosis, dan dapat diikuti - Sindrom hemolitik uremia
dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan seperti - Ensefalopati dengan berbagai etiologi
apendisitis, gastroenteritis, glomerulonefritis, pielonefritis dan - Sistemik lupus eritematosus (SLE)
hepatitis virus.(1)
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial KLASIFIKASI
menjadi komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ke Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP.
tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan Klasifikasi pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada.
sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom
mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri abdomen, HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau
dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan
dengan peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti
peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanva DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP
memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total
(Tabel 2). Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam,
diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif.
fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan Klasifikasi ke dua berdasarkan jumlah trombosit (Martin
gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi dkk.) Sindrom HELLP kelas I jika jumlah trombosit <
pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau 50.000/mm3. Jumlah trombosit antara 50.000 - 100.000/mm3
koagulopati bila timbul.(1) dimasukkan kelas II. Kelas III jika jumlah trombosit antara
100.000 - 150.000/mm3. Klasifikasi ini telah digunakan dalam
DIAGNOSIS memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post partum,
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan
yang rendah.(4) Banyak penulis mendukung nilai laktat mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan
dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam kelas III.(2,4)
mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus
didefinisikan dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai PENATALAKSANAAN
normal di masing-masing rumah sakit. Di University of Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan
Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD.(1) (Tabel kesehatan tersier dan pada penanganan awal harus diterapi
3).(1-3,5,6) sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan
Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,
Memphis) pembekuan darah (Tabel 4).(1,2,5,7)

Hemolisis Tabel 4. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35


- Kelainan apusan darah tepi minggu (stabilisasi kondisi ibu)
- Total bilirubin > 1,2 mg/dl (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur
- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L kehamilan ≥ 35 minggu).
Peningkatan fungsi hati
- Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
a. Jika ada DIC, atasi koagulopati
Jumlah trombosit yang rendah
b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
- Hitung trombosit < 100.000/mm3
c. Terapi hipertensi berat
d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier
DIAGNOSIS BANDING e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan (USG) abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati
gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik 2. Evaluasi kesejahteraan janin
a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah b. Profil biofisik
diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan c. USG
pembedahan. 3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi ( 2-5,7) : a. Jika matur, segera akhiri kehamilan
b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
- Perlemakan hati akut dalam kehamilan
- Apendistis
- Gastroenteritis Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4
- Kolesistitis untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi.
- Batu ginjal Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan
- Pielonefritis infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai
- Ulkus peptikum produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala
- Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml
- Trombositipeni purpura trombotik kalsium glukonat 10% iv.

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan
menetap > 160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. peningkatan produksi urin yang cepat, sehingga pengobatan
Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital
plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi
tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual,
sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan tekanan darah
dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut serta
tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.(8)
(Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada
hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin hal-hal yang mengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa
dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus pervaginam.
perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.(4) Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti
bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus
biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks
terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio
mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada sesarea elektif merupakan cara terbaik.
pasien tanpa risiko perdarahan. Beberapa penulis menganggap Analgesia ibu selama persalinan dapat menggunakan dosis
sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kecil meperidin iv (25-50 mg) intermiten. Anestesi lokal
kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain infiltrasi dapat digunakan untuk semua persalinan pervaginam.
merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk Anestesi blok pudendal atau epidural merupakan kontraindikasi
memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur.(1,2) karena risiko perdarahan di area ini. Anestesi umum merupakan
Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan metode terpilih pada seksio sesarea.(1,5,7) Pasien dengan nyeri
bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan bahu, syok, asites masif atau efusi pleura harus di USG atau CT
insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.(4) scan hepar untuk evaluasi adanya hematom subkapsular hati.
Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam Ruptur hematom subkapsular hati merupakan komplikasi
literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi yang mengancam jiwa. Yang paling sering adalah ruptur lobus
berat.(1,2,6) kanan didahului oleh hematom parenkim. Kondisi ini biasanya
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur ditandai dengan nyeri epigastrium hebat yang berlangsung
kehamilan 35 minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin beberapa jam sebelum kolaps sirkulasi. Pasien sering
sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka merasakan nyeri bahu, syok, atau asites yang masif, kesulitan
terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti bernafas atau efusi pleura dan biasanya dengan janin yang
laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat sudah meninggal.(1,2)
diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru Ruptur hematom subkapsuler hati yang berakibat syok,
janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi memerlukan pembedahan emergensi dan melibatkan
ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama periode multidisiplin. Resusitasi harus terdiri dari transfusi darah masif,
ini.(1,2,5,6) Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan koreksi koagulasi dengan plasma segar beku (FFP) dan
istirahat dapat meningkatkan volume plasma. Pasien tersebut trombosit serta laparatomi segera. Pilihan tindakan pada
juga menerima infus albumin 5 atau 25%; usaha ekspansi laparatomi meliputi : packing & draining, ligasi segmen yang
volume plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkan mengalami perdarahan, embolisasi arteri hepatika pada segmen
jumlah trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan hati yang terkena dan atau penjahitan omentum atau penjahitan
jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan hati. Walaupun dengan penanganan tepat, kematian ibu dan
pemberian prednison atau betametason. bayi lebih dari 50% terutama karena eksanguinisasi dan
Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang pembekuan. Risiko berikutnya adalah sindrom gangguan
dapat dipulihkan dengan istirahat mutlak dan penggunaan pernafasan, udem paru, dan gagal ginjal akut pasca operasi.(1,2)
kortikosteroid. Kehamilan pun dapat diperpanjang sampai 10 Pembedahan direkomendasikan untuk perdarahan hati
hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup; tanpa ruptur; namun pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan
pasien-pasien ini mempunyai jumlah trombosit lebih dari bahwa komplikasi ini dapat ditangani secara konservatif pada
100.000/mm3 atau mempunyai enzim hati yang normal. Dua pasien yang hemodinamiknya masih stabil. Penanganan harus
laporan terbaru melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid meliputi : pemantauan ketat keadaan hemodinamik dan
saat antepartum dan postpartum menyebabkan perbaikan hasil koagulopati.
laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP.(2) Diperlukan pemeriksaan serial USG atau CT scan terhadap
Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan hematoma subkapsuler, penanganan segera bila terjadi ruptur
dengan betametason 12 mg/24 jam im, karena deksametason atau keadaan ibu memburuk. Yang terpenting dalam
tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga penanganan konservatif adalah menghindari trauma luar
menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan terhadap hati seperti : palpasi abdomen, kejang atau muntah
deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih dan hati-hati dalam transportasi pasien. Peningkatan tekanan

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 27


intraabdominal yang tiba-tiba berpotensi menyebabkan ruptur 5. Abramovici D, Mattar F, Sibai BM. Hypertensive disorders in pregnancy.
In Ransom SB, Dombrowski MP, Mc Neeley SG, Moghissi KS, Munkarah
hematom subkapsular.(1,2) Pasien harus ditangani di unit AR, eds. Practical strategies in obstetrics and gynecology. Philadelphia:
perawatan intensif (ICU) dengan pemantauan ketat terhadap WB Saunders Co, 2000; 384-6.
semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah 6. Mordechai H. Hypertension in pregnancy. In: James KD, Steer JP, Weiner
udem paru dan atau kelainan respiratorik. CP, Gonik B, Eds. High risk pregnancy management option. 2nd ed.
London: WS Saunders, 1999; 650-1.
Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun 7. Sibai BM. Preeclampsia-eclampsia. In: Queenan JT, ed. Management of
sesudah persalinan, jika hitung trombosit < 20.000/mm3. high risk pregnancy. 3rd ed. Boston: Blackwell Scientific Publ.1999; 3 80-1.
Namun tidak perlu diulang karena pemakaiannya terjadi dengan 8. Isler CM, Barrileaux PS, Magann EF, Bass JD, Marthin JN. A Prospective
cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus randomized trial comparing the efficacy of dexamethasone and
betamethasone for the treatment of antarpartum HELLP syndrome. Am J
diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien Obstet Gynecol 2001; 184: 1332-9.
akan membaik selama 48 jam postpartum; beberapa, khususnya
yang DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk.
Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif untuk Penanganan Sindrom HELLP(4)
beberapa hari.(1)
Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai
melaporkan dalam penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95 Umur kehamilan
Umur kehamilan Umur kehamilan
pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada < 32 minggu 32-34 minggu > 34 minggu
kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai
6 hari, sebagian besar dalam 48 jam postpartum. Selanjutnya 75
pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan, 20
pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum Pemberian kortikosteroid Kortikosteroid
maupun postpartum.(1,2) Penanganannya sama dengan pasien
sindrom HELLP anteparturn, termasuk profilaksis antikejang.
Kontrol hipertensi harus lebih ketat.(1) Observasi respon kliniknya Penanganan konservatif Terminasi
Tidak
KOMPLIKASI
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai Ya
1,1%; 1-25% berkomplikasi serius seperti DIC, solusio
plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan Konsul pasien untuk mendapatkan
Kondisi pasien Kondisi pasien pertolongan jika kehamilan dilanjut-
hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan ruptur memburuk stabil kan 2 minggu/lebih untuk kema-
hati.(4,5) tangan paru janin
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh
solusio plasenta, hipoksi intrauterin, dan prematur.(5) Pengaruh
sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin
terhambat (IUGR) sebanyak 30%(5) dan sindrom gangguan Terminasi Pantau pasien di Transfer pasien ke fasilitas pusat
fasilitas pusat perawatan tersier yang mem-
pernafasan (RDS).(4) perawatan tersier punyai NICU
KEPUSTAKAAN

1. Barton JR, Sibai BM. Management of severe hypertension in


pregnancy-USA. In: Walker JJ.,Gant NF, eds. Hypertension in pregnancy.
London: Chapman & Hall, 1997; 300-6. Kondisi pasien Kondisi pasien baik
2. Berkowits RL. Hypertension in pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl JR, memburuk
Simpson JL eds. Obstetrics normal & problem pregnancies. 3rd ed. New
York : Churchill Livingstone, 1998; 947-53.
3. Sibai BM, Rodriquest JJ. Preeclampsia : diagnosis and management. In :
Norbert G ed. Principles and practice of medical therapy in pregnancy.2nd Terminasi Pantau pasien di fasi-
ed. California Appleton and Lange, 1991; 878-9. litas pusat perawatan
4. Padden MD. HELLP syndrome: Recognition and perinatal management. tersier
Available from : http./members. Tripad.. Com/Ander Pander/hellp.html.
accessed at: Sept 2001.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tes Human Papillomavirus sebagai


Skrining Alternatif Kanker Serviks
I Ketut Suwiyoga
Sub divisi Gineko-Onkologi Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian yang berhubungan dengan
kanker pada perempuan. Upaya skrining dengan Pap smear belum mampu menurunkan insiden
dan kematian akibat kanker ini di negara-negara sedang berkembang.
Sejak diketahui bahwa infeksi human papillomavirus berhubungan kuat dengan
perkembangan dari CIN menjadi kanker serviks maka skrining ditujukan untuk mengetahui
keberadaan DNA-HPV. Infeksi HPV grup risiko tinggi terbukti berhubungan kuat dengan
perkembangan lesi prekanker menjadi kanker serviks. Sebagian besar infeksi HPV bersifat
transien, subklinik, dan sering pada perempuan seksual aktif. Pada infeksi HPV persisten risiko
tinggi dan smear abnormal terlihat perkembangan penyakit yang signifikan.
Berbeda dengan infeksi HPV grup risiko rendah yang tidak signifikan mempengaruhi
perkembangan penyakit sehingga tesnya kurang bermanfaat bahkan dapat mengakibatkan dampak
psikologik; tes HPV dengan HC-II melalui sediaan olesan serviks memilki sensitivitas tinggi
>90%, spesifisitas rendah (10,0%), positif palsu 5-20% dan negatif palsu 1,1-7,5%. Test HPV
sebaiknya tidak dipakai skrining serviks secara tersendiri, tetapi bersama dengan sitologi dan
kolposkopi dan bahkan histopatologi apabila diperlukan.

Kata kunci : HPV, skrining, kanker serviks

Di Negara maju, skrining Pap smear telah terbukti mampu


PENDAHULUAN menemukan lesi prekanker, menurunkan insiden dan sekaligus
Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. Insiden
kematian perempuan yang berhubungan dengan kanker. Di kanker serviks turun antara 70-80% dalam 10 tahun sejak
seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker program skrining dimulai.(2,6) Berbeda dengan negara maju, di -
serviks baru dan 250.000 kematian setiap tahunnya dan ± 80% negara-negara sedang berkembang skrining dengan Pap smear
terjadi di negara-negara sedang berkembang.(1,2) tidak terbukti mampu menurunkan insiden dan angka kematian
Di Indonesia, insiden kanker serviks diperkirakan ± 40.000 akibat kanker serviks. Di Indonesia, berdasarkan metaanalisis
kasus pertahun dan masih merupakan kanker perempuan yang akurasi Pap smear bervariasi sangat lebar antara satu senter
tersering. Mortalitas kanker serviks masih tinggi karena ± 90% dengan senter lain. Selain itu, keterbatasan pengetahuan, status
terdiagnosis pada stadium invasif, lanjut bahkan terminal. sosial ekonomi, kebudayaan dan politik, geografi, demografi
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan insiden juga berpengaruh dan kanker serviks sendiri belum merupakan
dan kematian akibat kanker serviks baik melalui pendekatan program pemerintah sehingga ditangani oleh perorangan,
faktor risiko maupun terapi. Pendekatan faktor risiko baik perkumpulan, dan lembaga swadaya masyarakat.(2) Pap smear
major maupun minor, down staging, diagnosis dini dengan Pap memiliki sensitivitas 70-80%, spesifisitas 60-65%, negatif
smear dan inspeksi visual asam asetat, berbagai modalitas palsu 20-30%. Negatif palsu ini menyebabkan perkembangan
terapi, bahkan terapi paliatif; belum memuaskan.(3-5) prekanker menjadi kanker serviks luput dari

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 29


pengamatan; sehingga ± 30% kanker serviks terjadi pada ditemukan lebih banyak HPV-16 sedangkan di Asia HPV-18.
mereka yang melakukan Pap smear rutin. Selain itu, positif Di Asia juga ditemukan HPV-58 (5,8%) dan HPV-52 (4,4%)
palsu sitologi serviks antara 15-70% menyebabkan pemberian serta lebih sering dibanding dengan HPV-45, 31, dan 33.(2,7,15)
terapi kepada bukan penderita kanker serviks.(2,7,8) Oleh karena
itu perlu dikembangkan teknik skrining alternatif terutama EPIDEMIOLOGI INFEKSI HUMAN PAPILLOMA VIRUS
untuk negara-negara sedang berkembang. Infeksi HPV paling sering adalah pada usia 18-30 tahun
Pada saat ini dikembangkan teknik skrining yang tidak (30-50%) yaitu beberapa tahun setelah melakukan aktivitas
hanya lebih akurat, akan tetapi lebih sederhana, murah, dan seksual; menurun tajam setelah usia 30 tahun. Infeksi HPV
dapat diterima masyarakat. Hal ini didasarkan pada persisten dapat dipengaruhi oleh perilaku seksual seperti
kesepakatan bahwa human papilloma virus (HPV) merupakan aktivitas seksual usia dini di bawah 17 tahun, multipartner
faktor risiko mayor, bahkan pada kanker serviks invasif hampir seksual, terinfeksi kuman penyebab PHS lain, kutil genitalis,
100% DNA HPV dapat diisolasi, terutama kelompok HPV riwayat Pap smear abnormal, dan kanker penis. Perlu dicatat
risiko tinggi. Dalam hubungannya dengan kanker serviks, HPV bahwa pemakaian kondom tidak efektif mencegah infeksi HPV
dibedakan atas kelompok HPV risiko tinggi dan HPV risiko karena HPV dapat ditularkan melalui labia majora, skrotum,
rendah. Oleh karena itu, skrining ditujukan untuk melacak dan anus.(2,10,15)
keberadaan DNA HPV pada sediaan swab/smear serviks.(1,2,9) Walaupun infeksi HPV berhubungan kuat dengan kanker
Swab serviks sendiri lebih sederhana dan murah dibandingkan serviks, tidak seluruhnya berkembang menjadi kanker serviks
dengan prosedur Pap smear. invasif. Sebagian besar berupa infeksi ringan, tidak
menimbulkan tanda klinik dan secara sitologik/histopatologik
HUBUNGAN ANTARA INFEKSI HUMAN PAPILLOMA terdapat perubahan berupa low-grade squamous intraepithelial
VIRUS DENGAN KANKER SERVIKS lesion (LSIL) yang dapat mengalami regresi spontan/alamiah.
Sejak tahun 1980-an, melalui penelitian terus menerus Infeksi HPV transien pada usia 13-22 tahun dapat mengalami
maka disepakati bahwa infeksi HPV merupakan faktor risiko regresi spontan alamiah yaitu 70% untuk infeksi HPV risiko
mayor atau mungkin penyebab sentral kanker serviks invasif, tinggi dan 90% untuk infeksi HPV risiko rendah. Hal ini
juga pada cervical intraepithelial neoplasia (CIN) sebagai lesi memberikan pola sitologik ± 15% cervical intraepithelial
prekanker. Studi molekuler juga telah membuktikan peran HPV neoplasia (CIN)-I berkembang menjadi CIN-II, ± 50% CIN-II
pada karsinogenesis kanker serviks; beberapa onkoprotein virus berkembang menjadi CIN-III dan ± 90% CIN-III berkembang
tersebut telah teridentifikasi untuk dapat menjelaskan menjadi kanker serviks invasif.(9,16,17)
mekanisme biologi transformasi keganasan.(7,8) WHO (1996) Pada beberapa kasus terjadi infeksi HPV persisten yang
menyatakan bahwa HPV merupakan penyebab penting kanker diperberat oleh infeksi beberapa HPV tipe lain secara
serviks. HPV merupakan penyakit menular seksual baik pada bersamaan, viral load yang tinggi, dan kegagalan respon imun.
wanita maupun lelaki.(10) Sekitar 85 tipe HPV telah Kasus ini berhubungan kuat dengan progresifitas penyakit
teridentifikasi melalui teknik sekuensing DNA dan dibedakan menjadi kanker serviks. Viral load yang tinggi terdapat pada
atas HPV risiko tinggi dan HPV risiko rendah. HPV risiko high-grade squamous intraepithelial lesion (HSIL) dan pada
tinggi terdiri atas tipe 16, 18,31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, lesi serviks yang progresif. Didapatkan pula bahwa hanya
59, 66, 68, dan 70 selain tipe tersebut termasuk HPV risiko HPV-16 yang viral loadnya jauh lebih besar dibandingkan
rendah.(2,8,11) Walaupun infeksi HPV bukan ganas, infeksi dengan HPV-18, 31, dan 33 serta HPV risiko rendah seperti
persisten dapat berasosiasi dengan perkembangan kanker tipe 6 dan 11. Akan tetapi HPV risiko tinggi dengan viral load
serviks. Dari kanker serviks tipe skuamosa, ± 99,7% DNA yang rendah juga dapat mengakibatkan perubahan ganas.
HPV dapat diisolasi terutama HPV-16 9 dan familinya seperti Hanya pada smear abnormal persisten dan infeksi HPV risiko
tipe 31, 33, 35, 52, dan 58. Sedangkan kanker serviks tipe tinggi yang menunjukkan perkembangan pola CIN. Berarti
adenosa, sebagian besar (82,5%) berhubungan dengan HPV- wanita tanpa infeksi HPV risiko tinggi tidak akan berkembang
189 dan familinya seperti 39,45,59,68 dan juga tergantung pada menjadi CIN III. Juga dilaporkan tidak terdapat perbedaan
usia. Pada usia kurang dari 40 tahun dengan kanker serviks tipe antara beberapa HPV risiko tinggi dalam menginduksi dan
adenosa didapatkan HPV sebanyak 89% sedangkan pada umur mempertahankan CIN III.(2,18) Dengan demikian keberadaan
60 tahun atau lebih hanya 43%.(2,6,9) HPV risiko tinggi merupakan indikator apakah penyakit dapat
Studi metaanalisis menyatakan bahwa 2/3 kanker serviks berkembang menjadi ganas. Oleh karena itu skrining alternatif
berhubungan dengan 51% HPV-16 dan 16,2% HPV-18.(2) untuk mengetahui keberadaan HPV adalah salah satu strategi
Ambar (2002), pada studi cross sectional tentang kanker sangat penting.
serviks invasif mendapatkan bahwa HPV-16 dan 18 sebanyak
52,42%.(12) Sedangkan Surya Negara (2002) di Denpasar, TEST HUMAN PAPILLOMA VIRUS
melaporkan pada kanker serviks invasif dapat diisolasi DNA Test molekuler dengan polymerase chain reaction (PCR)
HPV-16 sebesar 53,54%, HPV-18 sebesar 68,8%, dan adalah metode yang sangat sensitif dan spesifik yang memadai
gabungan HPV-16 dan 18 sebesar 72,5%.(13,14) HPV tipe lain tetapi sangat tergantung pada dedikasi dan kemampuan /
selain tipe 16 dan 18 sebanyak 18,3% dan HPV yang juga keterampilan personal serta kelengkapan sarana.
menonjol adalah tipe 45,31, 33, 58, dan 52. Tipe-tipe HPV Pengembangan teknik deteksi DNA HPV akhir-akhir ini
berbeda antara satu negara dengan negara lain; di Eropa berupa hybrid capture (HC) merupakan teknik sederhana dan

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


cara alternatif yang menarik; seperti produk Hybrid Capture II walaupun terdapat infeksi HPV. Karena itu test HPV tidak
(HC-II). HC-II adalah sebuah antibody capture/solution dilakukan secara sendiri. melainkan bersamaan dengan
hybridization/signal amplication assay yang memakai deteksi kolposkopi, sitologi bahkan histopatologi.(2,10,21)
kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV.
Dibandingkan dengan PCR, HC-II memiliki ketepatan 92-94% 2. Hubungannya dengan sitologi serviks
terhadap teknik pemeriksaan sitologi/histologi, waktu yang Sensitivitas test HPV sangat tinggi dan apabila dilakukan
lebih singkat, tidak terdapat/sedikit kontaminasi, dan juga bersamaan dengan sitologi akan sangat bermanfaat untuk
disertai dengan probe. Probe A untuk melacak DNA HPV mendeteksi prevalensi penyakit.
risiko rendah seperti HPV-6, 11,42, 43 dan 44, sedangkan Kombinasi antara sitologi normal dengan test HPV negatif
probe B untuk melacak 13 tipe DNA HPV risiko tinggi yaitu dapat memberikan nilai prediksi negatif sampai dengan 100%.
HPV-16,18,31,33,35,39,45,51,52,56,58,59 dan 68.(2,19) Tes ini Pada test HPV positif, dilakukan pengamatan lebih seksama
dapat dilakukan pada sediaan apusan/cairan vagina dan sel sisa dan biaya akan dapat dihemat dengan mendeteksi penyebab
bahan pada sediaan sitologi Pap smear. Sensitivitas HC-II HSIL sehingga dapat menurunkan kekerapan Pap smear,
adalah > 90% untuk mendeteksi LSIL dan 25% lebih tinggi kolposkopi, dan biopsi serta terapi yang tidak perlu. Hal ini
dibanding dengan sitologi. Akan tetapi, spesifisitasnya sangat juga berdampak pada status emosional dan psikologik.(2,5,17)
rendah yaitu ± 10%, lebih-lebih jika dipakai untuk skrining
primer. Positif palsu antara 5-20% mungkin diakibatkan oleh 3. Triase ASCUS
reaksi silang dengan HPV risiko rendah dan kepekaan Pada atypical squamous cell of uncertain significance
probenya. Selain itu, terdapat reaksi silang pada plasmid (ASCUS) gambaran patologiknya sangat meragukan, sehingga
bakterial pBR 322 level tinggi. Negatif palsu antara 1,1-7,5% penanganan ASCUS harus cermat, saksama dan lebih spesifik.
dapat terjadi karena infeksi, kesalahan bahan dan tercampur Di negara-negara berkembang, test DNA HPV dengan
dengan bahan lain seperti obat vaginal anti jamur, jeli HC-II telah terbukti praktis dalam penanganan dan triase smear
kontrasepsi dan vaginal douche. Test HC-II dengan relative abnormal. Pada ASCUS, test HPV risiko tinggi positif dapat
light unit (RLU) juga dapat untuk mengetahui viral load secara sebagai petunjuk atas perkembangan penyakit menjadi CIN
semi kuantitatif.(2,8,19) III/kanker serviks. Hal ini merupakan indikasi kolposkopi lebih
Secara klinik, hanya HPV-risiko tinggi saja yang awal. Pada test HPV negatif, penanganan lebih konservatif
direkomendasi untuk diuji sehubungan dengan etiopatogensis yaitu sitologi ulang 6-12 bulan. Dengan demikian pada triase
kanker serviks dan faktor psikologik penderita HPV risiko ASCUS/LSIL maka pilihan penanganan adalah 1) segera
rendah apabila ditemukan DNA HPV.(2,20) kolposkopi, 2) konservatif dengan sitologi ulang setiap 6-12
bulan dan kolposkopi apabila terdapat HSIL, 3) triase HPV(test
PERANAN TEST HUMAN PAPILLOMA VIRUS DALAM HPV langsung kolposkopi apabila DNA HPV risiko tinggi
PROGRAM SKRINING positif). Dengan demikian, triase ASCUS dapat menurunkan
Peranan test HPV adalah untuk skrining primer, rujukan untuk pemeriksaan kolposkopi sebesar 44,0%.(2,9,21)
hubungannya dengan sitologi serviks, triase atypical squamous
cell of uncertain significance (ASCUS), triase LSIL, dan 4. Triase LSIL
pengawasan lanjut pascaterapi. Selanjutnya, peranan test HPV Pada LSIL, sekitar 80,9% dapat diisolasi HPV risiko
diuraikan sebagai berikut. tinggi yang harus segera diikuti test sitologi dan histopatologi.
Walaupun masih dalam status LSIL, akan tetapi jika positif
1. Skrining primer infeksi HPV risiko tinggi maka seharusnya segera diikuti
Berdasarkan hubungan antara HPV risiko tinggi dengan pemeriksaan sitologi/histopatologi. Sekitar 83% LSIL dengan
CIN dan kanker serviks maka test HPV dapat dipertimbangkan HPV risiko tinggi positif dengan test HC-II positif, harus
sebagai skrining alternatif selain sitologi serviks. mendapat penanganan segera.(2,21) Jadi pada HPV risiko tinggi
Test HPV memiliki beberapa keunggulan, terutama untuk harus dilakukan pemeriksaan sitologi ulangan dan dilanjutkan
negara sedang berkembang dengan sumber terbatas, seperti dengan histopatologi tanpa memandang perubahan sitologi baik
sensitivitas tinggi yang mampu memprediksi kemungkinan LSIL maupun HSIL.
suatu penyakit pada wanita dengan risiko, pengamatan lebih
cepat, prosedur lebih sederhana dibanding dengan sitologi dan 5. Pengawasan lanjut pasca terapi
dapat dikerjakan sendiri oleh pasien. Biaya dapat ditekan pada Pada CIN III yang telah diterapi dengan eksisi luas dapat
skrining banyak pasien. Kendala lain test HPV adalah terjadi kekambuhan 2-3% yang dapat disebabkan oleh lesi
spesifisitas dan prediksi positif yang rendah, prevalensi infeksi multifokus, pemeriksaan bahan eksisi yang tidak adekuat dan
HPV relatif tinggi. Infeksi HPV yang tidak persisten juga dapat rekurensi karena infeksi HPV persisten. Terapi akan lebih
menyebabkan test positif terutama pada wanita di bawah 30 berhasil jika dapat menghilangkan infeksi HPV dibandingkan
tahun. Regresi spontan alamiah infeksi HPV dalam 8-14 bulan dengan terapi operatif eksisi luas pada CIN. Operasi eksisi ini
sebanyak 70% mengakibatkan insiden kanker serviks di bawah juga berhubungan dengan penurunan respon imun lokal
umur 30 tahun sangat rendah; oleh karena itu test PHV mucosal antibody lymphoid tissue (MALT).(2,8,23)
direkomendasikan pada umur di atas 30 tahun. Selain itu, Test HPV dapat untuk mendeteksi sisa lesi pascaterapi;
hanya 2,0% CIN I akan berkembang menjadi kanker serviks pada HPV yang tetap positif harus dilakukan terapi ulang. Hal

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 31


ini berarti bahwa pada kasus HPV negatif dan sitologi normal 7. Bosch FX, Lorincz A, Munoz N, Meijer CJLM, Shah KV. The causal
relation between human papillomavirus and cervical cancer. J Clin Pathol
maka risiko rekurensi sangat rendah. Studi kohort pada 58 2002;55 (4): 244-65.
kasus yang diterapi konisasi, mendapatkan bahwa ± 20% 8. Tyring SK. Human Papilloma Virus Infection: Epidemiology,
persisten HPV dan 40% nya terjadi rekurensi antara 4-10 bulan Pathogenesis, and Host Immune Response. J Am Acad Dermatol 2000; 43:
setelah terapi. Juga dilaporkan bahwa pada HPV negatif 518-26.
9. Cox JT. Epidemiology of Cervical Intraepithelial Neoplasm: The Role of
pascaterapi tidak ditemukan rekurensi.(2) Human Papilloma Virus. Bailliere’s Clin Obstet Gynaecol 2000; 9:1-37.
10. Garland SM, Tabrizi SN, Chen S et al. Prevalence of sexually transmitted
RANGKUMAN infection (Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Trichomonas
Pap smear efektif menurunkan insiden (70-80%) dan vaginalis and human papillomavirus) in female attendees of a sexually
transmitted diseases clinic in Ulanbator, Mongolia. J Infect Dis Obstet
kematian akibat kanker serviks di negara maju, berbeda dengan Gynaecol 2001; 9 (3): 143-6.
di negara-negara sedang berkembang. Infeksi HPV risiko tinggi 11. Nobbenhus MAE, Walboomer JMM, Helmerhorst TJM et al. Relation of
terbukti berhubungan kuat dengan kejadian CIN dan Human Papilloma Virus Status to Cervical Lesion and Consequences for
perkembangannya menjadi kanker serviks invasif; jika tidak Cervical Cancer Screening: a prospective study. Lancet 1999; 354 (9172):
20-5.
terdapat infeksi HPV maka risiko kanker serviks sangat kecil. 12. Ambar W. Peran p53, pRB, c-myc pada proliferasi sel kanker serviks
Infeksi HPV sebagian besar adalah transien, subklinik, terinfeksi human papilloma virus tipe 16 dan 18. Disertasi Univeristas
terutama pada perempuan dengan seksual aktif. Infeksi HPV Airlangga Surabaya; 2003
risiko tinggi yang persisten dan Pap smear abnormal, 13. Surya Negara IK, Suwiyoga IK, Surya IGP. Ïnfeksi HPV tipe 16 dan 18
pada kanker serviks uterus dan penyakit menular seksual. Program
memperlihatkan perkembangan penyakit. Pendidikan Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Test untuk HPV risiko rendah kurang bermanfaat bahkan Universitas Udayana, 2002.
dapat mengakibatkan dampak sosial-ekonomi dan psikologik. 14. Widiarsa IB, Suwiyoga IK. Ïnfeksi HPV tipe 16 pada kanker serviks uterus.
Test HPV pada sediaan swab serviks/Pap smear dengan Program Pendidikan Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, 2000.
hybrid capture II (HC-II) yaitu antibody capture/solution 15. Munoz N, Bosch FX, de Sanjose S et al. Epidemiologic Classification of
hybridization/signal amplication assay yang memakai deteksi Human Papillomavirus Types associated with Cervical Cancer. N. Engl J.
kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV. HC-II Med 2003;348: 518-27.
memiliki sensitivitas tinggi >90%, spesifisitas rendah (10,0%), 16. Nobbenhus MAE, Walboomer JMM, Helmerhorst TJM et al. Relation of
Human Papilloma Virus Status to Cervical Lesion and Consequences for
positif palsu 5-20% dan negatif palsu 1,1-7,5%. Test HPV Cervical Cancer Screening: a prospective study. Lancet 1999; 354 (9172):
sebaiknya tidak dipakai secara sendiri akan tetapi bersama 20-5.
dengan kolposkopi, sitologi, bahkan histopatologi jika perlu. 17. Ylitato N, Sorensen P, Josefsson AM et al. Consistent High Viral Load of
Human Papilloma Virus 16 and Risk of Cervical Carsinoma in situ: a
Nested Case-Control Study. Lancet 2000; 355: 2194-8.
KEPUSTAKAAN 18. Santos C, Muffoz N, Klug S et al. HPV types and cofactors causing
cervical cancer in Peru. Br J Cancer 2001; 85: 966-71.
1. Franco EL, Franco ED. Cervical Cancer: Epidemiology, Prevention and 19. Xiao Y, Sato S, Oguchi T et al. High sensitivity of PCR in situ
The Role of Human Papillomavirus Infection. Can. Med. Assoc. J. 2001; hybridization for the detection of human papillomavirus infection in uterine
25: 164-9. cervical neoplasias. J Gynaecol Oncol 2001; 82 (2): 350-4.
2. Chan YM, Ngan YS. Human Papillomavirus testing in Cervical Cancer 20. Herrero R, Hidensheim A, Bratti C et al. Population based study of human
Screening. JPOG 2004; 30 (1):33-8. papillomavirus infection and cervical neoplasia in rural Costa Rica. J Natl
3. Roemwerdiniadi S. Upaya Penanggulangan Kanker dalam Meningkatkan Cancer Inst 2000;92: 462-74.
Kualitas Manusia. Lustrum Program Pasca Sarjana Unair. Surabaya 1993: 21. Franco EL, Franco ED. Cervical Cancer: Epidemiology, Prevention and
1-18. The Role of Human Papillomavirus Infection. Can Med Ass J 2001; 164
4. Azis F. Masalah Kanker Serviks dan Upaya Penanganan. Pertemuan Forum (7):1-10.
Ilmiah Penelitian Kanker Serviks di Indonesia. Bandung 2001: 23-6. 22. Schwartz SM, Dalling JR, Shera KA et al. Human Papillomavirus and
5. Laila N. Down Staging Kanker Serviks. Suatu Cara Metoda Alternatif. Maj Prognosis of Invasive Cervical Cancer: A Population-Based Study. J Clin
Obstet Ginekol Indon 2000 (supp): 67-71. Oncol 2001; 19 (7): 1906-15.
6. Parkin DM, Pisani P, Ferlay J. Estimate of worldwide incidence of 25 23. Brentjens MH, Yeung-Yue KA, Lee PC, Tyring SK. Human
major cancer in 1990. Int J Cancer 1999; 80: 827-41. Papillomavirus: A Review. Dermatol Clin 2002; 20 (2): 315-35.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Karakteristik Candida albicans

Conny Riana Tjampakasari


Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

ABSTRAK
Kandidosis merupakan penyakit jamur teratas di antara penyakit jamur lainnya hingga saat
ini. Penyebab utama infeksi ini umumnya adalah Candida albicans (C. albicans). Jamur ini dapat
menginfeksi semua organ tubuh manusia, dapat ditemukan pada semua golongan umur, baik pria
maupun wanita. Jamur ini dikenal sebagai organisme komensal di saluran pencernaan dan
mukokutan, sering ditemukan di kotoran di bawah kuku orang normal. Jamur ini juga dikenal
sebagai jamur oportunis.

PENDAHULUAN 0,1% glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding


C. albicans merupakan jamur dimorfik karena kemam- tebal dalam waktu 24-36 jam.(1-3)
puannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu Pada medium agar eosin metilen biru dengan suasana CO2
sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan khas
dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara.(3) Pada medium
Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum
mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, atau plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37o C terjadi
lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga pembentukan kecambah dari blastospora.(2,3)
2-5,5 µ x 5-28 µ . C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi
C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5.(5)
yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC -
terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk 37oC.(4)
bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai
blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan
dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi proses metabolismenya.(2) Unsur karbon ini dapat diperoleh
klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar dari karbohidrat.(4)
8-12 µ.(1-4) Morfologi koloni C. albicans pada medium padat Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang
agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana
permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C.
sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob.
Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan
putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.(2,3) untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah
Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, C. karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob.
albicans tumbuh di dasar tabung.(3) Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa
Pada medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi
(corn-meal agar),agar tajin (rice-cream agar) atau agar dengan anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 33


untuk proses oksidasi dan pernafasan.(4) Pada proses asimilasi, Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus C. albicans
karbohidrat dipakai oleh C. albicans sebagai sumber karbon merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini
maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel.(2, 4) dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2
C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus,
kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nukleus berhubungan
Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber dengan sitosol melalui pori-pori nucleus.(5,7) Vakuola berperan
karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan
terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul dan mikrofilamen
terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam berada dalam sitoplasma. Pada C. albicans mikrofilamen
dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa.(5,7)
adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun
tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa.(2, 3) STRUKTUR GENETIK
C. albicans mempunyai genom diploid. Kandungan DNA
STRUKTUR FISIK yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan
Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai pelindung dan mencapai 3,55 µg/108 sel. Ukuran kromosom Candida albicans
juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp.(4) Beberapa metode
berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta menggunakan Alternating Field Gel Electrophoresis telah
bersifat antigenik.(4) Fungsi utama dinding sel tersebut adalah digunakan untuk membedakan strain C. albicans. Perbedaan
memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari strain ini dapat dilihat pada pola pita yang dihasilkan dan
lingkungannya.(4,6) C. albicans mempunyai struktur dinding sel metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola pita
yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya.
Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat C.
Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat albicans dari kasus kandidosis. Dengan metode elektroforesis,
kering dinding sel, β-1,3-D-glukan dan β–1,6-D-glukan sekitar 17 isolat C. albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe.
47-60 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar
%. Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen- adalah hasil dari chromosome rearrangement yang dapat
komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk terjadi akibat delesi, adisi atau variasi dari pasangan yang
miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan homolog. Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan
dengan sel ragi.(4) Dinding sel C. albicans terdiri dari lima merupakan bagian dari daur hidup normal berbagai macam
lapisan yang berbeda.(4) organisme. Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan
Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sifat fisiologis, serologis maupun virulensi.(4)
sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda (Gambar Pada C. albicans, frekuensi terjadinya variasi morfologi
1). (4) koloni dilaporkan sekitar 10-2 sampai 10-4 dalam koloni
abnormal. Frekuensi meningkat oleh mutagenesis akibat
penyinaran UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi
Fibrillar Layer kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan
perubahan fenotip, berupa perubahan morfologi koloni menjadi
Mannoprotein
putih smooth, gelap smooth, berbentuk bintang, lingkaran,
β Glucan berkerut tidak beraturan, berbentuk seperti topi, berbulu,
β Glucan-Chitin berbentuk seperti roda, berkerut dan bertekstur lunak.(4)
Mannoprotein
PATOGENESIS
Plasma membrane Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara
Gambar 1. Skema dinding sel C. albicans (Dikutip dari Pathogenic Yeasts
and Yeast Infections, Library of Congress Cataloging in Publication Data,
umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan
1994, hal. 12) sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding
Membran sel C. albicans seperti sel eukariotik lainnya sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor.(4,8) Manan dan
terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini manoprotein merupakan molekul-molekul C. albicans yang
memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang
glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. terdapat pada dinding sel C. albicans juga berperan dalam
Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang aktifitas adhesive.(4) Setelah terjadi proses penempelan, C.
peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Dalam hal
merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan ini enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam
dalam sintesis dinding sel.(5,7) Mitokondria pada C. albicans fosfatase. Apa yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung
merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi dari keadaan imun dari pejamu.(4,8)
yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul- Pada umumnya C. albicans berada dalam tubuh manusia
molekul makanan, organel ini memproduksi ATP.(3,5) sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor-faktor yang Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas
dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidosis antara tidak berhubungan dengan ditemukannya C. albicans dalam
lain disebabkan oleh : bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan.(3,4) Terjadinya
1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi,
buruk, misalnya: bayi baru lahir, orang tua renta, penderita yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh.
penyakit menahun, orang-orang dengan gizi rendah Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan
2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka
3. Kehamilan dibentuk hifa.(3)
4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora
terus menerus, misalnya oleh air, keringat, urin atau air diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah
liur. terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.(2) Dengan
5. Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut
dan sitostatik.(3,4) biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan alat
pertumbuhan C. albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah
dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam besar, pada stadium lanjut tampak hifa.
sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil
semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk
sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi menunjukkan stadium penyakit.(3,8) Kelainan jaringan yang
ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan disebabkan oleh C. albicans dapat berupa peradangan, abses
serta invasi ke dalam jaringan.(2,4,8) Enzim-enzim yang berperan kecil atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam
sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya
proteinase, lipase dan fosfolipase.(4,8) mengenai korteks atau korteks dan medula dengan
terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan.
EPIDEMIOLOGI Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati,
C. albicans dapat ditemukan di mana-mana sebagai paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat
mikroorganisme yang menetap di dalam saluran yang jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada
berhubungan dengan lingkungan luar manusia (rektum, rongga katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah
mulut dan vagina).(4,8) Prevalensi infeksi C. albicans pada koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak
manusia dihubungkan dengan kekebalan tubuh yang menurun, nekrosis atau ulkus yang kadang-kadang sangat kecil sehingga
sehingga invasi dapat terjadi. Meningkatnya prevalensi infeksi sering tidak terlihat pada pemeriksaan.(3,4) Manifestasi klinik
C. albicans dihubungkan dengan kelompok penderita dengan infeksi C. albicans bervariasi tergantung dari organ yang
gangguan sistem imunitas seperti pada penderita AIDS, diinfeksinya.(8,9)
penderita yang menjalani transplantasi organ dan kemoterapi
antimaligna.(4,8) Kandidosis kulit
Selain itu makin meningkatnya tindakan invasif, seperti Jamur ini sering ditemukan di daerah lipatan, misalnya
penggunaan kateter dan jarum infus sering dihubungkan ketiak, di bawah payudara, lipat paha, lipat pantat dan sela jari
dengan terjadinya invasi C. albicans ke dalam jaringan. kaki.(8,9) Kulit yang terinfeksi tampak kemerahan, agak basah,
Edward (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa bersisik halus dan berbatas tegas.(9,10) Gejala utama adalah rasa
dari 344.610 kasus infeksi nosokomial yang ditemukan, 27.200 gatal dan rasa nyeri bila terjadi maserasi atau infeksi sekunder
kasus (7,9 %) disebabkan oleh jamur dan 21.488 kasus (79 %) oleh kuman.(3,9)
disebabkan oleh spesies Candida. Peneliti lain (Odds dkk.
1990) mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita AIDS, Kandidosis kuku
sekitar 44,8 % nya adalah penderita kandidosis.(4) Kuku yang terinfeksi tampak tidak mengkilat, berwarna
Banyak studi epidemiologi melaporkan bahwa terjadinya seperti susu, kehijauan atau kecoklatan. Kadang-kadang
kasus-kasus kandidosis tidak dipengaruhi oleh iklim dan permukaan kuku menimbul dan tidak rata. Di bawah
geografis.(4) Hal itu menunjukkan bahwa C. albicans sebagai permukaan yang keras terdapat bahan rapuh yang mengandung
penyebab kandidosis dapat ditemukan di berbagai negara. jamur. Kelainan ini dapat mengenai satu/beberapa atau seluruh
jari tangan dan kaki.(3,9)
PATOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIK
Pada manusia, C. albicans sering ditemukan di dalam Kandidosis saluran pencernaan
mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat.(4,8) C. Stomatitis dapat terjadi bila khamir menginfeksi rongga
albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam mulut. Gambaran klinisnya khas berupa bercak-bercak putih
biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh kekuningan, yang menimbul pada dasar selaput lendir yang
dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai merah. Hampir seluruh selaput lendir mulut, termasuk lidah
saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit dapat terkena. Gejala yang ditimbulkannya adalah rasa nyeri,
patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. terutama bila tersentuh makanan.(3,8)

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 35


Kandidosis vagina Gejala dapat berupa skotoma, rasa sakit, pandangan silau
Pada wanita, C. albicans sering menimbulkan vaginitis (fotofobia).(3,8) Septikemia oleh C. albicans sangat jarang ;
dengan gejala utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal. dapat terjadi sebagai penjalaran infeksi lokal, misalnya
Infeksi ini terjadi akibat tercemar setelah defekasi, tercemar stomatitis.(3,8)
dari kuku atau air yang digunakan untuk membersihkan diri;
KEPUSTAKAAN
sebaliknya vaginitis Candida dapat menjadi sumber infeksi di
kuku, kulit di sekitar vulva dan bagian lain.(11,12) 1. Ellis DH. Clinical mycology. The Human Opportunistic Mycoses.
Gillingham Printer. Australia. 1994; 13-39.
2. Rippon JW. Medical Mycology. WB Saunders Co. Philadelphia. 1998;
Kandidosis paru 532-75.
C. albicans dapat ditemukan sebagai infeksi primer dan 3. Suprihatin SD. Candida dan Kandidiasis pada Manusia. Balai Penerbit
sekunder. Gejalanya menyerupai penyakit paru oleh sebab lain, FKUI, Jakarta. 1982
4. Segal, Baum. Pathogenic yeast and yeast infections. CRC Press Inc,
yaitu suhu tubuh meningkat, nyeri dada, batuk, dahak kental Tokyo 1994.
yang dapat bercampur darah.(3,8) 5. Reiss E, Hearn VM, Poulain D dkk. Structure and function of the
fungal cell wall. J. Med. Vet.Mycol. 1992; 30 (Suppl): 143-56.
6. Kreger van Rij NJW. The Yeast.A taxonomic study. Elsevier Science
Kandidosis alat dalam lain dan sistemik Publ., Amsterdam, 1984.
Selain alat-alat tersebut di atas, kandidosis juga dapat 7. Roberts B, Bray J, Lewis J dkk. Biologi molekuler sel. 2nd ed. Balai
menginfeksi endokardium, selaput otak dan mata serta dapat Penerbit FKUI, Jakarta, 1996
menimbulkan septikemi. Endokarditis oleh C. albicans 8. Richardson MD, Shankland ES. Epidemiology and Pathogenesis of
Candidosis. Candida today 1991: 3-7.
mempunyai gejala yang sangat mirip dengan penyakit yang 9. Mulyati, Sjarifuddin PK. Sumber Infeksi Kandidiasis Vagina.
disebabkan oleh kuman, yaitu demam, bising jantung, payah Maj.Kedokt.Ind. 1995; 44 (4): 250-5
jantung, anemi dan pembesaran limpa.(3,8) 10. Kwon Chung KJ, Bennet JE. Medical Mycology. Library of Congress
Meningitis oleh C. albicans dapat timbul oleh penjalaran Catalogue in Publication Data. 1992.
11. Sjarifuddin PK, Kertanegara D, Susilo K. Keberadaan Candida sp di
jamur secara hematogen. Gejala utamanya rasa nyeri disertai bawah kuku pada penderita vaginitis. Maj. Parasitol.Ind. 1996; 9 (2) : 77-
kelainan saraf misalnya afasia atau hemiparesis.(3,8) Kandidosis 81.
mata dapat berupa ulkus kornea yang disertai hipopion, atau 12. Mulyati, Sjarifuddin PK. Sumber Infeksi Kandidiasis Vagina.
dapat juga berupa endoftalmitis. Maj.Kedokt.Ind. 1995; 44 (4): 250-5

Good news comes always too late, bad news comes


always too soon (Bodenstedt)

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom Nefrotik pada Kehamilan


Zulkhairi, Salli R Nasution
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Haji Adam Malik
Medan, Sumatera Utara ,Indonesia

PENDAHULUAN Sedangkan bentuk sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu


Kehamilan berpengaruh secara mekanis dan hormonal seperti keganasan, toksin, gangguan sirkulasi mekanik, purpura
terhadap fungsi traktus urinarius yang secara embriologis anafilaktoid, lupus eritomatosus sistemik, diabetes melitus,
berasal dari traktus genitalis. Deregulasi kerja fisiologis ginjal sickle cell disease dan sifilis.(4,5)
dapat menginduksi perubahan yang bisa membahayakan Berbagai penyebab SN dapat dilihat pada Tabel 2. SN
kehamilan serta meninggalkan penyakit yang menetap dan pada kehamilan secara umum jarang terjadi.(7'8) Hal ini
progresif bagi ibu hamil. Kehamilan bersamaan dengan sebenarnya timbul karena adanya penyebab SN, kehamilan
perubahan anatomi, fungsi ginjal dan regulasi volume cairan hanya koinsiden.(7) Sulit mencari kepustakaan yang melaporkan
tubuh(1). Perubahan fisiologis pada ginjal wanita hamil dapat prevalensi atau insidensi SN pada kehamilan. Yao dkk
dilihat pada Tabel 1. mendapatkan 50 kasus SN pada kehamilan pada pengamatan
13 tahun (1979-1992) di bagian kebidanan rumah sakit umum
Tabel 1. Perubahan fisiologis ginjal wanita hamil(2) Tianjin, Cina.(9) Apabila kehamilan disertai SN, maka
pengobatan serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor
Hemodinamik sistemik Fungsi ginjal penyebabnya dan pada beratnya insufisiensi ginjal.(10)
Ekspansi volume Peningkatan aliran darah ginjal
Penurunan resistensi pembuluh darah Peningkatan LFG
Penurunan tekanan darah Hipoproteinemia PATOFISIOLOGI
Peningkatan tekanan darah Alkalosis respiratorik kronik dan Pada individu sehat, dinding kapiler glomerulus berfungsi
asidosis metabolik yang seimbang sebagai sawar untuk menyingkirkan protein agar tidak
memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran dan
Profil klinis penyakit parenkim ginjal selama kehamilan muatan listrik. Dengan adanya gangguan glomerulus, ukuran
masih belum banyak dipahami. Belum banyak studi prospektif dan muatan sawar selektif rusak.
yang menyelidiki hubungan klinis dan histologisnya. Analisis Umumnya molekul dengan radius < 17 A° dapat melalui
retrospektif menunjukkan bahwa penyakit ginjal progresif filter glomerulus, sedangkan yang radius molekulnya > 44 A°
mengurangi kesempatan menyokong kehamilan yang viabel. tidak. Albumin dengan radius molekul 36 A° mempunyai
Pada kreatinin serum > 3 mg% dan urea nitrogen darah > 30 bersihan fraksional sekitar 10% laju filtrasi glomerulus (LFG).
mg% jarang didapatkan kehamilan bisa normal. Ibu hamil Dinding kapiler glomerulus mempunyai muatan negatif atau
dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan sampai sedang anionik pada permukaan endotelnya sampai seluruh membrana
dilaporkan dapat melahirkan bayi yang viabel, tetapi ada juga basalis glomerulus dan pada lapisan sel epitelnya, sehingga
yang melaporkan pasien sampai menjalani hemodialisis dinding kapiler dapat menolak muatan positif dari protein
intermiten pada keadaan fungsi ginjal yang memburuk. Jika plasma. Jika gomerulus intak hanya albumin yang dapat lolos
penyakit parenkim ginjal tidak berhubungan dengan hipertensi, melalui filtrasi glomerulus. Protein diekskresikan < 150 mg /
kehamilan dapat berlanjut tanpa banyak komplikasi.(1) hari dalam urin.(11) Proteinuri pada SN terutama terdiri dari
Sindrom nefrotik (SN) adalah kelainan kompleks yang proteinuri glomerular. Sedangkan proteinuri tubulus tidak
ditandai oleh sejumlah gambaran kelainan ginjal dan non berperan penting, hanya turut memperberat derajat
ginjal, yang paling menonjol adalah proteinuri > 3,5 g/1,73 m2 proteinuri.(12)
luas permukaan badan dalam 24 jam ( pada praktek di klinis > Pada kehamilan terjadi peningkatan hemodinamik ginjal
3,0-3,5 g/24 jam), hipoalbuminemi, edema, hiperlipidemi, dan/atau peningkatan tekanan vena ginjal yang dapat
lipiduri dan hiperkoagulabilitas.(3) SN dikategorikan dalam menambah ekskresi protein melalui urin.(8) Telah diteliti bahwa
bentuk primer dan sekunder. Bentuk primer sekarang dikenal 95% wanita hamil normal mengekskresikan protein > 200
dengan istilah SN idiopatik yang berhubungan dengan kelainan mg/hari.(13) Disepakati abnormal pada kehamilan jika lebih dari
primer parenkim ginjal dan sebabnya tidak diketahui. 300-500 mg/hari.(14) Proteinuri persisten pada kehamilan

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 37


umumnya disebabkan preeklamsi, makin meningkat pada paruh dalam rahim, partus prematurus, bayi kecil. Tetapi risiko ini
kedua usia kehamilan dan umumnya terjadi setelah timbulnya tidak sama pada semua wanita hamil dengan penyakit ginjal.
hipertensi.(13) Apa efek terhadap kehamilan pada riwayat penyakit ginjal
yang diderita sebelumnya..
Tabel 2. Penyebab Sindrom Nefrotik(6) Tidak hanya pengaruh yang segera timbul selama
kehamilan, tetapi juga efeknya juga terhadap progresifitas
Penyakit Lesi minimal penyakit ginjal tersebut.(15) Hal tersebut tidak terkecuali untuk
glomerulus Membranous idiopatik
Proliferatif penderita SN yang ingin hamil. SN adalah satu faktor risiko
Lobular mayor untuk akibat yang jelek pada janin; harus dilakukan
Metabolik Glomerulosklerosis diabetik difus dan nodular upaya menurunkan proteinuri dan perbaikan hipoalbuminemi
Amiloidosis terlebih dulu sebelum hamil.(15)
Mieloma multipel
Miksedema
Penyakit sistemik Lupus eritematosus sistemik SINDROM NEFROTIK AKIBAT KEHAMILAN
dan imunologis Periarteritis Penyebab tersering proteinuri yang nefrotik (>3,5 mg/hari)
Sindrom Goodpasture pada kehamilan lanjut adalah preeklamsi(8,16) Preeklamsi
Dermatomiositis
Central pontine myelinolysis
banyak menimbulkan komplikasi ginjal serius pada kehamilan,
Penyakit Takayasu secara histologis abnormalitasnya ditemukan di glomerulus,(1,7)
Erythema multiforme berupa pembengkakan dan proliferasi sel-sel endotel kapiler
Penyakit sirkulasi Anemia sickle cell glomerulus dengan penyempitan lumen kapiler, jarang terdapat
Sferositosis
Stenosis arteri renalis
kehilangan struktur pedikel yang bermakna.(1) Sangat sering
Trombosis vena renalis proteinuri akibat preeklamsi nefrotik cukup kuat untuk
Trombosis arteri pulmonal menginduksi gambaran klinis SN.(1,7) Penyakit menjadi
Perikarditis konstriktiva progresif dan cenderung mereda sebagian atau seluruhnya
Insufisiensi katup trikuspid
Feokromositoma
setelah partus.(7)
Nefrotoksin Diuretik organik merkuri, Salep amoniak merkuri Weisman dkk telah melaporkan sekelompok kehamilan
Merkuri non organik nefrotik berat yang diikuti selama 4 tahun setelah partus dan
Bismut mengamati bahwa beberapa wanita memiliki penyakit ginjal
Emas
yang perubahan morfologinya ditutupi oleh perubahan
Obat-obat dan alergi Serbuk sari (pollen)
Gigitan lebah preeklamsi pada spesimen biopsi pasca partus. Lindheimer dan
Racun kayu, racun pohon menjalar, toksin rhus yang Katz memeriksa 10 kehamilan nefrotik dengan endoteliosis
sudah dipurifikasi glomerular 12-14 bulan pasca partus, 9 dari wanita ini memiliki
Trimetadion dan parametadion fungsi ginjal normal, yang ke-10 menderita penyakit ginjal
Anti serangga
Gigitan ular polikistik walaupun pada pielogram pasca partus 3 tahun lalu
Probenesid, Penisilamin dalam batas normal. Oleh karena itu, preeklamsi masih
Terapi alergen dan serum campuran; contoh kayu, merupakan penyebab terbanyak proteinuri pada kehamilan
cold pills, globulin dan vaksin polio lanjut. Penyebab lain SN pada kehamilan termasuk glome-
Penyakit infeksi Penyakit Sitomegalovirus
Sifilis rulonefritis membranous, proliferatif atau membrano-
Malaria proliferatif, lipoid nefrosis, lupus nefropati, sifilis sekunder,
Tifus nefritis herediter, trombosis vena ginjal, nefropati diabetik dan
Jejunoileitis kronis amiloidosis.(1,8)
Tuberkulosis
Endokarditis bakterial subakut Penekanan vena cava inferior akibat uterus gravida
Herpes zoster mungkin berperan sebagai penyebab transient nephrotic
Shunt nephritis (stafilokokus) syndrome yang dapat menimbulkan trombosis vena ginjal. Pada
Bakteremia campuran keadaan ini tidak dijumpai penyebab primer maupun
Sindroma nefrotik
kongenital
sekunder.(7)
Nefritis Kehamilan
hereditofamilial Transplantasi RECURRENT NEPHROTIC SYNDROME OF PREG-
Cyclic recurrent NANCY
Intestinal lymphangiectasis Nama lain untuk istilah ini adalah cyclic nephrosis of
pregnancy, yang menggambarkan kondisi bahwa gejala SN
KEHAMILAN PADA PENDERITA SINDROM NEF- lebih jelas selama kehamilan, dan dapat menghilang setelah
ROTIK partus.(1,8,16) Kasus ini jarang ditemukan di klinik tetapi
Bagi wanita dengan penyakit ginjal yang mempertimbang- mempunyai prognosis yang baik.(4,12) Umumnya kasus ini
kan hamil ada dua pertanyaan yang dibutuhkan untuk terjadi pada pasien preeklamsi dengan latar belakang penyakit
menolong pasien membuat keputusan yang tepat: Apa parenkim ginjal sebelumnya.(8)
pengaruh penyakit ginjal pada kehamilan dan hasilnya terutama Kasus ini pertama dilaporkan Schreiner (1963) pada 1
terhadap morbiditas dan mortalitas janin. Penyakit ginjal kasus SN yang dihubungkan dengan pengulangan
berhubungan dengan gagal plasenta, retardasi pertumbuhan kehamilan.(1,7) Walaupun fungsi ginjal adekuat dan hipertensi

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


pada awalnya tidak dijumpai, pasien akhirnya meninggal fibrinogen. Jika pengobatan adekuat semua fraksi tersebut akan
karena gagal ginjal dengan gambaran histologi proliferatif kembali normal.(12)
campuran dan perubahan membranous di glomerulus.
Schreiner menyebutkan bahwa kasus ini disebabkan respon 3. Biopsi ginjal
hiperimun yang berhubungan dengan adanya produk kehamilan Untuk mencari penyebab SN pada kehamilan dilakukan
yang tidak diketahui.(1,7,8) biopsi ginjal. Tindakan ini sering dilakukan pada SN yang tidak
disebabkan oleh preeklamsi dan SN yang terjadi pada awal
DIAGNOSIS kehamilan. Biopsi dilakukan pada posisi telungkup pada usia
1. Gambaran klinis kehamilan di atas 20 minggu, setelah masa itu lebih baik dalam
Tidak ada penekanan khusus gambaran klinis SN yang posisi duduk. Kontraindikasi absolut dan relatif tidak berbeda
terjadi pada wanita hamil. Secara umum pada SN terjadi edema seperti pada wanita yang tidak hamil.(13) Biopsi ginjal juga
akibat hipoalbuminemi, asites, efusi pleura, sesak nafas, kaki dibutuhkan untuk menentukan jenis terapi terutama peranan
merasa berat dan dingin, tidak jarang diare, atrofi otot, serta steroid.(8)
hipertensi ringan dan sedang.(12)
Tabel 3. Manifestasi dan penatalaksanaan SN pada kehamilan.
2. Evaluasi laboratorium
2.1. Proteinuri Manifestasi Akibat pada kehamilan Penatalaksanaan
Proteinuri biasanya dideteksi pada urinalisis rutin. Proteinuri Peningkatan hemodinamik Diet tinggi protein
ginjal, juga peningkatan (3 g/kg/kgbb.)
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Bila asal tekanan vena ginjal dapat Infus salt-poor albumin
proteinuri tidak jelas, dapat dilakukan elektroforesis protein meningkatkan ekskresi direkomendasikan untuk
urin. Bila albumin >70% maka sumbernya adalah glomerular. protein dan memperparah pasien dengan penurunan
Pemeriksaan yang paling sering dan mudah adalah dengan cara penyakit fungsi ginjal akibat oligemi
yang nyata dan
dipstick yang bermanfaat untuk melihat ada tidaknya proteinuri adanya hipotensi postural
terlebih pada nilai yang > +3 ( 3 g/dl) atau > +4 ( > 20 g/dl),
tetapi pada nilai intermediate angka positif palsunya mencapai
50%. Protein urin 24 jam adalah baku emas untuk pengukuran
nilai proteinuri, tetapi cara ini tidak praktis terutama pada Hipoalbuminemi Kadar albumin serum
biasanya turun 0,5-1 g/100
keadaan preeklamsi yang memerlukan hasil segera. Yang ml pada kehamilan normal.
paling baik adalah dengan menggunakan alat urinalisis Penurunan albumin yang
otomatis.(13) lebih besar akan
meningkatkan kecen-
2.2. Sedimen urin derungan retensi cairan
Urin mengandung benda-benda lemak dan kolesterol ester, Edema Biasanya meningkat selama Hindari diuretik yang dapat
terlihat sebagai Maltese cross dengan sinar polarisasi. Hematuri kehamilan meningkatkan oligemi
intravaskular dan
mikroskopik disertai silinder eritrosit sering ditemukan pada mempengaruhi perfusi
semua bentuk glomerulonefritis yang menyebabkan SN.(12) uteroplasental

2.3. Faal ginjal Komplikasi Terjadi peningkatan insiden Pemeriksaan bakteriuri


infeksi komplikasi infeksi asimtomatis
Pada stadium awal faal ginjal masih normal, masih
sanggup mengeksresikan urea, kreatinin dan hasil-hasil Episode Kehamilan adalah keadaan Tidak dianjurkan
trombotik hiperkoagulabilitas, yang antikoagulan profilaktik,
metabolisme protein lainnya. Bila SN telah berjalan lama dan dapat meningkatkan tetapi jika dibutuhkan,
menetap, baru terdapat gangguan faal ginjal, biasanya telah episode trombotik pada heparin adalah antikoagulan
terdapat kerusakan progresif glomerulus.(12) kehamilan yang tidak melewati
plasenta
2.4. Hiperlipidemi Hiperlipidemi Kolesterol dan asam lemak Jarang dibutuhkan terapi
bebas umumnya meningkat pada kehamilan dan
Kenaikan lemak darah sudah lama diketahui pada pasien
selama kehamilan kebanyakan obat penurun
SN. Kenaikan kolesterol total serum dapat mencapai 400-600 lemak belum diuji pada
mg% dan lemak total 2-3 g%. Pada umumnya terdapat kehamilan
hubungan terbalik antara kadar albumin serum dengan kadar
kolesterol total serum yaitu penurunan kadar albumin serum PENATALAKSANAAN
disertai kenaikan kadar kolesterol total serum.(12) Prinsipnya terdiri dari terapi simtomatik dan spesiflk
terhadap penyakit glomerulus primer serta pemilihan obat yang
2.5. Elektroforesis serum protein aman bagi ibu dan janinnya.(1) Tabel 3 menunjukkan
Penurunan kadar albumin terutama menyebabkan manifestasi dan penatalaksanaan SN pada kehamilan.
hipoproteinemi. Globulin serum cenderung normal atau sedikit
meninggi. Proteinuri non selektif dan gamma globulin dapat 1. Tindakan Umum
lolos melalui urin jika glomerulus telah rusak berat. Gamma Penderita dengan edema anasarka berat harus rawat inap
globulin seringkali meninggi, juga beta globulin dan dan istirahat di tempat tidur untuk mengurangi proteinuri.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 39


Mobilisasi otot-otot penting untuk mencegah atrofi otot infeksi pasien harus sering diperiksa untuk deteksi bakteriuri
ekstremitas. Penderita edema ringan cukup rawat jalan dan asimtomatik dan antibiotik harus diberikan dengan hati-hati
mengurangi mobilisasi aktif untuk mencegah proteinuri pada bukti infeksi yang sudah ada.(I,10)
ortostatik.(4)
8. Antikoagulan
2. Diet kaya protein Antikoagulan dipertimbangkan untuk mencegah penyulit
Diet ini untuk kompensasi kehilangan protein melalui urin. tromboemboli yang mungkin terdapat pada SN.(4) Wanita hamil
Efek kehilangan protein berlebih dapat menimbulkan retardasi dengan SN berisiko tinggi tromboemboli vena dan perlu
pertumbuhan janin. Jika terjadi hipoproteinemi ibu harus mendapat antikoagulan.(13) Untuk ini, heparin lebih baik
mendapat diet tinggi protein (3g/kgbb.) dari jenis protein dibanding warfarin.(1) Siberman dan Adam menganjurkan
hewani yang mempunyai nilai biologis tinggi.(1,4,10) pemberian heparin dalam masa nifas pada wanita dengan
SN.(10) Heparin tidak terfraksinasi dan heparin berat molekul
3. Infus salt-poor human albumin rendah tidak melewati plasenta, sehingga aman digunakan.(18)
Pada keadaan tidak hamil indikasi pemberian infus salt- Pemberian antikoagulan tidak perlu jika diuretik dihindari dan
poor human albumin adalah pada pasien-pasien SN yang diet restriksi garam benar-benar diterapkan.(8)
resisten terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg
spirinolakton).(4) Pada SN dengan kehamilan infus salt-poor 9. Anti agregasi trombosit
human albumin diberikan jika oligemi bertanggung jawab Aspirin atau dipiridamol sudah lama dikenal untuk
terhadap perburukan fungsi ginjal yang progresif.(1,13) Namun mencegah penyulit hiperkoagulasi dengan fenomena
peranannya disebutkan sedikit pada penatalaksanaan SN pada tromboemboli pada pasien SN. Efek farmakologiknya terutama
kehamilan.(13) untuk mencegah agregasi trombosit dan deposit fibrin atau
trombus. Begitu juga halnya dengan indometasin yang selain
4. Pembatasan garam dapur memiliki efek anti agregasi trombosit juga efek sebagai anti
Bila sembab tidak berat pembatasan konsumsi garam proteinuri.(4)
dapur tidak perlu ketat. Penderita dilarang makan ikan asin, Penggunaan aspirin pada wanita hamil walaupun terbukti
telur asin, kecap asin atau makanan kaleng. Untuk penderita secara epidemiologis dan klinis aman namun disebutkan dapat
edema anasarka dilakukan restriksi garam ketat 10 mEq/hari.(4) menimbulkan partus lama dan risiko perdarahan pada neonatus
dan ibunya. Indometasin tidak dianjurkan pada wanita hamil
5. Diuretik karena melewati barier plasenta serta toksisitasnya.(17,19)
Diuretik harus dihindari karena dapat meningkatkan walaupun tidak terbukti teratogenik.(19)
oligemi intravaskuler dan mempengaruhi perfusi
uteroplasenta,(1,16) selain itu penurunan tekanan darah selama 10. Kortikosteroid
kehamilan dapat memprovokasi kolaps sirkulasi atau episode Steroid dengan kerja (efek) cepat dan waktu paruh
tromboemboli. Pengecualian hal ini adalah pada bentuk biologik pendek (<12 jam) misalnya kortison dan hidrokortison
nefrotik tertentu yang juga memunculkan hipertensi yang biasanya mempunyai efek farmakologik kurang cepat, sering
sensitif garam (terutama wanita dengan nefropati diabetik), menimbulkan retensi garam dan air. Steroid dengan waktu
pada kasus seperti itu restriksi garam yang lebih ketat, paruh biologik panjang, biasanya mempunyai efek
kombinasi dengan diuretik yang hati-hati dapat menghindari farmakologik lebih poten (kuat), misalnya betametason dan
terminasi pada awal trimester III akibat tekanan darah tidak deksametason. Steroid kerja medium dengan waktu paruh
terkontrol.(16) Juga pada kasus-kasus edema nefrotik yang biologik antara 12-36 jam sangat ideal untuk pengobatan
makin memburuk selama kehamilan dapat dipertimbangkan alternating (alternate-day therapy) yang mempunyai banyak
diuretik.(8) keuntungan untuk jangka panjang, misalnya prednison,
prednisolon, metilprednisolon dan triamnisolon. Golongan
6. ACE-Inhibitor yang terakhir ini relatif tidak menyebabkan retensi natrium.(4)
Walaupun mempunyai efek antiproteinuri dan Kortikosterod dosis tinggi pada kehamilan berimplikasi
antihipertensi, golongan obat ini dikontra indikasikan pada pada naiknya angka kejadian bibir sumbing dan osteoporosis.
kehamilan karena efek yang tidak diinginkan pada janin berupa Dosis < 15 mg prednisolon/hari tidak terbukti memiliki efek
gagal ginjal dan kematian janin. (13,17) samping pada janin. Penyesuaian dosis kortikosteroid pada
kehamilan tidak diperlukan.(15) Nefrosis lipoid dan nefropati
7. Antibiotik lupus adalah tipe yang responsif terhadap steroid.(8)
Diketahui setiap SN sangat peka terhadap infeksi
sekunder, renal maupun ekstrarenal.(4) Sedang pada kehamilan 11. Siklofosfamid
sering dijumpai bakteriuri asimtomatik yang jika tidak diobati Siklofosfamid merupakan salah satu alkylating agent dan
25% akan berkembang menjadi infeksi akut simtomatis.(14) golongan imunosupresif yang sangat poten. Dalam tubuh
Sejumlah 18% kehamilan nefrotik menderita komplikasi dimetabolisme oleh sel hati menjadi beberapa metabolit aktif
infeksi dan sebagian besar merupakan infeksi saluran kemih.(8) dan dieliminasi melalui ginjal. Karena efek sampingnya yang
Kedua keadaan tersebut akan menambah risiko infeksi sangat berbahaya maka perlu dipertimbangkan sebelum
sekunder. Oleh karena itu untuk menghindari komplikasi diputuskan akan digunakan pada SN. Indikasi siklofosfamid

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


adalah pada lesi minimal dengan: 1) tidak responsif terhadap ginjal, proteinuri dan hipertensi yang terjadi.
kortikosteroid. 2) kambuh berulang (frequent relapse) dan
tergantung kortikosteroid. 3) timbul efek samping
kortikosteroid.(4) KEPUSTAKAAN
Siklofosfamid dapat menyebabkan infertilitas baik pada 1. Tripathi K, Prakash J. Kidney diseases in pregnancy. In : Textbook of
wanita maupun pria, terutama pada dosis > 200 mg/kgbb. Obat Nephrology, 1st ed, Jaypee 1993. p.347-82.
ini dikontraindikasikan pada kehamilan karena teratogenik. 2. Gallery EDM. Renal physiology in normal pregnancy. In: Johnson
RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive clinical nephrology, 1st ed, London :
Bahkan wanita yang mendapat terapi siklofosfamid dianjurkan Mosby, 2000. p.46.
untuk tidak hamil sampai dengan 1 tahun setelah terapi.(15) 3. Brady HR, Brenner BM. Pathogenetic mechanism of glomerular injury. In:
Fauci, Braunwald, Isselbacher et al (eds). Harrison's Principles of Internal
12. Siklosforin Medicine, 14th ed, New York : McGraw Hill, 1998.p. 1540-4.
4. Sukandar E, Sulaeman R. Sindrom nefrotik. Dalam: Soeparman, Sukaton
Siklosforin adalah imunosupresif yang paling aman U, Waspadji S, dkk (eds). Ilmu penyakit dalam, jilid II, Jakarta: BP FK UI,
digunakan pada kehamilan. Tidak dibutuhkan penyesuaian 1990. hal. 282-305
dosis pada keadaan hamil.(15) 5. Travis L. Nephrotic syndrome. eMedicine. June 11, 2002.
6. Interrelationship between the different types of the nephrotic syndrome.
Available from: http://nephrotic-syndrome.org/disease/zdic2.
PROGNOSIS 7. Black D. The Nephrotic syndrome. In: Renal disease, 3rd ed, Oxford:
Prognosis dan keberhasilan kehamilan bergantung pada Blackwell Scient. Publ. 1972. p.331-66.
fungsi ginjal, proteinuri dan hipertensi.(8) Kebanyakan 8. Lindheimer MD, Katz AI. Kidney function and disease in pregnancy.
kehamilan berhasil dipertahankan sampai matur. Ada Philadelphia : Lea & Febiger, 1977. p.160-4.
9. Yao T, Yao H, Wang H. Diagnosis and treatment of nephrotic syndrome
pernyataan bahwa hipoalbuminemi oligemi yang berat during pregnancy. Chin Med J (Eng) 1996 Jun; 109 (6): 471-3.(Abstrak)
berhubungan dengan bayi kecil.(1,7,16) Janin dari ibu normotensi 10. Hudono ST,Yunizaf. Penyakit ginjal dan saluran kemih (traktus urinarius).
yang menderita proteinuri selama kehamilan mempunyai Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T (eds). Ilmu Kebidanan,
gangguan neurologis dan perkembangan mental.(1,8) Prognosis Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia, 1991, hal. 514
11. Tisher CC, Wilcox CS. Buku saku nefrologi, Edisi ke-3 (terj.), Jakarta: EGC,
biasanya kurang baik jika SN disebabkan post streptococcal 1995. hal.37-43.
proliferative glomerulonephritis atau renal lupus 12. Sukandar E. Nefrologi klinik, Ed.II, Bandung: Penerbit ITB, 1997. hal. l64-97.
erythematosus.(7) 13. Brown MA, Bowyer L. Renal complication in normal pregnancy. In : Johnson
Prognosis janin pada preeklamsi dengan proteinuri berat RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive Clinical Nephrology, 1st ed, London :
Mosby, 2000. p.47. 1-14.
lebih jelek daripada pada keadaan preeklamsi lain, tetapi 14. Cunningham FG, Grant NF, Leveno KJ et al (eds). Renal and urinary tract
prognosis ibu sama saja. Prognosis baik pada kebanyakan disorders. In: Williams Obstetrics, 21st ed, New York : McGraw Hill, 2001. p.
kehamilan nefrotik dengan fungsi ginjal yang masih dalam 1253-62.
batas normal, tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa 15. Packham DK, Fairly KF, Smith PK. Pregnancy with preexisting renal
disease. In : Johnson RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive Clinical
prognosis janin lebih buruk jika SN sudah mulai timbul pada Nephrology, 1st ed, London : Mosby, 2000. p.48.1-12.
awal kehamilan.(16) 16. August P, Katz AI, Lindheimer MD. The Patient with kidney disease
and hypertension in pregnancy. In: Schrier RW (ed). Manual of
Nephrology, 5th ed, Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2000.
p.219-20.
KESIMPULAN 17. Wilmana F. Analgesik-Antipiretik, Analgesik anti inflamasi nonsteroid dan
Sindrom nefrotik dapat terjadi bersamaan dengan obat pirai. Dalam : Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD,
kehamilan atau kehamilan dapat terjadi pada penderita sindrom Purwantyastuti. Farmakologi dan Terapi, ed. 4, Jakarta: Gaya Baru, 1995.
nefrotik. Prinsip penatalaksanaan secara umum tidak berbeda hal. 219.
18. Turpie AGG, Hin BSP, Lip GYH. ABC of Anti thrombotic therapy. Venous
dengan keadaan tidak hamil, kecuali penggunaan beberapa thromboembolism : treatment strategies. BMJ 2002 ; 325: 948-50.
obat-obatan yang perlu menjadi perhatian pada wanita hamil 19. Cocobo SC, Evangelista LF, Kin PT.IIMS 92/93, 3rded, Singapore:
Prognosis dan keberhasilan kehamilan bergantung pada fungsi MIMS Publication, 1992. p.206, 649.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 41


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom Antifosfolipid dan Trombosis

William Sanjaya, Abdul Hakim Alkatiri


Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, Indonesia

PENDAHULUAN GAMBARAN KLINIS


Antibodi antifosfolipid adalah keluarga otoantibodi yang Gambaran klinis nyata dari sindrom antifosfolipid dan
mempunyai jangkauan kekhususan dan afiniti yang luas yang trombosis beranekaragam mulai dari subakut (migrain
meliputi perpaduan berbagai fosfolipid, fosfolipid terikat berulang, gangguan penglihatan, pelo dengan riwayat khorea,
protein, atau keduanya. Terminologi sindrom antifosfolipid trombosis vena dalam, dan keguguran berulang) sampai ke arah
pertama kali ditujukan pada hubungan klinis antara antibodi yang serius (kegagalan katup jantung yang cepat,
antifosfolipid dan sindrom hiperkoagulabiliti yang meliputi trombositopeni, stroke mayor, dan trombosis meluas).(4)
trombosis arteri, vena, trombositopeni dan komplikasi Sindrom antifosfolipid sendiri dapat dibagi dalam
obstetrik.(1,2) Meskipun antibodi-antibodi belum secara jelas beberapa kategori. Sindrom antifosfolipid primer terjadi pada
merupakan penyebab trombosis dan keguguran, mereka pasien-pasien tanpa bukti klinis adanya penyakit otoimun yang
merupakan petanda laboratoris yang penting.(3) lain, sedangkan sindrom antifosfolipid sekunder terjadi
Kejadian-kejadian trombotik dilaporkan terjadi pada 30 % berkaitan dengan penyakit otoimun atau yang lain (Panel 1).
pasien dengan antibodi antifosfolipid dengan keseluruhan Panel 1: Hubungan klinis dengan antibodi-antibodi antifosfolipid
kejadian 2,5 % pasien pertahun. Trombosis vena dalam pada • Sindrom antifosfolipid primer
tungkai dan emboli paru tercatat merupakan dua pertiga Dengan manifestasi penyakit tromboembolik vena, penyakit
kejadian trombotik, dan trombosis arteri otak merupakan tromboembolik arteri terutama stroke, endokarditis steril dengan emboli,
kegagalan kehamilan berulang.
komplikasi arteri yang umum dan terbanyak. Komplikasi • Sindrom antifosfolipid sekunder dengan kelainan rheumatik dan jaringan
obstetrik meliputi keguguran spontan berulang, kematian janin, ikat
dan pertumbuhan janin terhambat.(2) Trombosis, keguguran berulang, atau keduanya terjadi berkaitan dengan
antibodi-antibodi antifosfolipid dalam LES, AR, sklerosis sistemik,
arteritis temporal, sindroma Sjogren, artropati psoriatik, sindrom Behcet,
SEJARAH dan lain-lain.
Antibodi antifosfolipid pertama adalah sebuah komplemen • Beberapa hubungan yang lain
terikat antibodi yang bereaksi dengan ekstrak jantung sapi yang Infeksi-infeksi akut (sembuh sendiri) dan kronik seperti
dideteksi pada pasien-pasien sifilis pada tahun 1906. Antigen Virus (HIV-1, varicella, hepatitis C)
Bakterial (sifilis)
yang berkaitan kemudian diidentifikasikan sebagai kardiolipin, Parasit (malaria)
sebuah fosfolipid mitokondria. Pengamatan ini menjadi dasar Penyakit-penyakit limfoproliferatif
uji the Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) untuk Limfoma malignum
sifilis yang digunakan sampai saat ini.(1) Hughes (1975) Paraproteinemia
Paparan obat
menemukan beberapa gambaran serologi mielopati virus pada Fenotiazin
wanita muda Jamaika dengan insidensi serologi positif palsu Kinidin
yang tinggi untuk sifilis, dan adanya antibodi antinuklear yang Hidralazin
mempunyai kemiripan dengan sindrom neurologi dari sklerosis Prokainamid
Fenitoin
lupus.(4) Pada permulaan tahun 1990an telah ditemukan bahwa Aneka ragam yang lain
kedua kelompok antibodi antikardiolipin (lupus eritematosus Trombositopeni otoimun
sistemik dan trombosis) membutuhkan ß2-glikoprotein I untuk Anemia hemolitik otoimun
mengikat kardiolipin. Kebutuhan ini merupakan gambaran Penyakit sel bulan sabit (sickle-cell)
Penyalahgunaan obat intravena
antibodi antikardiolipin pada pasien lupus eritematosus Livedo retikularis
sistemik (LES) atau sindrom antifosfolipid yang bukan dari Sindroma Guillain-Barre
sifilis dan penyakit-penyakit infeksi yang lain.(1) • Tidakadanya penyakit dasar
Dikutip dari (3)

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


LES dilaporkan merupakan penyakit yang terbanyak berinteraksi secara kuat dengan anion fosfolipid tetapi lemah
mendasari sindrom antifosfolipid sekunder. Kelainan lain dengan fosfolipid yang tidak bermuatan.(1) ß2-glikoprotein I
adalah sklerosis sistemik, artritis rheumatoid (AR), atau juga berikatan mempunyai kemampuan antikoagulan yang
sindrom Behcet. Pada banyak kasus sindrom Sneddon yang lemah kebanyakan melalui penghambatan fase kontak
meliputi trias klinis stroke, livedo retikularis, dan hipertensi pembekuan dan aktivitas protrombinase platelet.(3)
sering tak terdiagnosis adanya sindrom antifosfolipid.(1,3)

DETEKSI KLINIS ANTIBODI ANTI-FOSFOLIPID


Subkelompok antibodi-antibodi antifosfolipid yang paling
umum dideteksi adalah antibodi antikoagulan lupus (AL),
antikardiolipin (AK), dan ß2-glikoprotein I (Tabel 1). Secara
umum antibodi-antibodi AL lebih spesifik untuk sindrom
antifosfolipid, sedangkan AK lebih sensitif.(1)
Terminologi antifosfolipid menunjukkan kelompok
heterogen imunoglobulin (IgG, IgM, dan jarang IgA) yang
terdeteksi dengan dua macam uji yaitu (1). Imunoesei fase
solid, secara khusus ELISA, dengan fosfolipid yang digunakan
sebagai antigen pelapis atau (2). uji pembekuan yang
tergantung oleh kemampuan beberapa antifosfolipid untuk
mengganggu reaksi pembekuan invitro, sehingga
memanjangkan masa pembekuan. Beberapa antifosfolipid juga
menghasilkan reaksi positif palsu dengan uji baku
nontreponemal untuk sifilis. Antifosfolipid yang ditentukan
dengan uji ELISA konvensional dengan kardiolipin fosfolipid
dikenal sebagai AK, sedangkan yang dikenal dengan uji
pembekuan dilabel AL.(5) AL adalah sebuah imunoglobulin (Ig)
yang bereaksi sebagai penghambat koagulasi yang tidak
mengenal faktor koagulasi khusus. AL memperlambat laju
generasi trombin, dan pembentukan bekuan in vitro melalui
peranannya di dalam interaksi yang memerlukan fosfolipid.(4)
Di dalam pemeriksaan koagulasi, AL diidentifikasikan sebagai Gambar 1: Deteksi antikoagulan lupus dengan esei koagulasi invitro
pemanjangan waktu-waktu pembekuan.(1,4) Aneka uji koagulasi digunakan untuk mendeteksi aktifiti antikoagulan
Diagnosis AL ditetapkan berdasarkan kriteria rekomendasi lupus tertanda dengan huruf miring, dan gambar menunjukan diagram skematik
yaitu : (a). Pemanjangan paling sedikit satu uji pembekuan yang disederhanakan dari jalur koagulasi yang dinilai dengan uji-uji ini. Kaskade
koagulasi sebagai hasil konversi enzimatik dari setiap faktor kepada bentuk
yang tergantung fosfolipid, (b). Kelainan uji yang menetap aktifasinya (kotak oranye), atau bentuk enzimatik (kotak biru), dimana kemudian
(rasio pasien : normal > 1,2), (c). modifikasi masa pembekuan dalam kombinasi dengan kofaktor yang teraktifasi, mengkatalis reaksi
pada perubahan kadar fosfolipid (sebagai contoh perbaikan selanjutnya. Jalur koagulasi intrinsik dimulai dengan aktifasi kontak pada gelas,
pada peningkatan kadar fosfolipid dan atau pemanjangan silika, atau kaolin (sebagai activated partial thromboplastin time [APTT],
colloidal-silica clotting time [CSCT], dan kaolin clotting time [KCT] assay),
pengenceran fosfolipid (Gambar 1).(1,6) sedangkan jalur koagulasi ekstrinsik dimulai dengan pembentukan sebuah
Spesifisitas antibodi AK untuk sindrom antifosfolipid kompleks antara faktor jaringan dan faktor VIIa (seperti dalam the dilute
meningkat dengan titer dan lebih tinggi untuk IgG daripada prothrombin time [dPT] assay). Kedua jalur intrinsik dan ekstrinsik
isotop IgM.1 Pada tahun 1990 telah dilaporkan bahwa AK yang mengkonversi faktor X menjadi faktor X teraktifasi (faktor Xa). Akhirnya kedua
jalur intrinsik dan ekstrinsik tercakup dalam jalur umum terakhir, aktifasi
dideteksi dengan ELISA tidak berhubungan langsung dengan protrombin menjadi trombin diikuti oleh konversi fibrinogen menjadi
kardiolipin semata, karena IgG yang telah dimurnikan dari fibrin.Russell’s viper venom secara langsung mengaktifasi faktor X. Taipan,
pasien-pasien dengan AK positif tidak berikatan dengan Textarin, dan Ecarin snake venom secara langsung mengekstraksi protrombin
kardiolipin tanpa adanya protein plasma dengan afiniti untuk teraktifasi tetapi mempunyai kebutuhan kofaktor yang berbeda.Taipan venom
activation dari protrombin membutuhkan fosfolipid dan kalsium tetapi tidak
permukaan anion fosfolipid.(2,4) Beberapa target antigenik dari faktor Va. Aktifasi textarin dari protrombin membutuhkan fosfolipid, kalsium,
antibodi-antibodi ini meliputi ß2-glikoprotein I, protrombin, dan faktor Va, sedangkan aktifasi ecarin dari protrombin tidak tergantung
kininogen berat molekul besar dan kecil, aneksin-V, protein C kofaktor dan tidak membutuhkan fosfolipid, kalsium, atau faktor Va. Aktifasi
teraktifasi, dan protein S.(2) ß2-glikoprotein I yang juga disebut protrombin menjadi trombin seperti berberapa reaksi yang lain dalam kaskade
koagulasi membutuhkan adanya fosfolipid dan kalsium. Reaksi-reaksi yang
sebagai apolipoprotein H dikenal sebagai antikoagulan alamiah tergantung fosfolipid ini dipercaya merupakan target antibodi-antibodi
dan dibutuhkan untuk mengikat otoimun AK dalam uji ELISA antikoagulan lupus invitro. Meskipun kedua jalur ekstrinsik dan intrinsik tidak
dan untuk mengekspresikan sekelompok AL dalam aktivitas bermakna untuk pembekuan invitro, jalur ekstrinsik mempunyai peran yang
antikoagulan invitro.(6) Kebanyakan ß2-glikoprotein I yang dominan secara invivo.
Dikutip dari (1)
tergantung pada antibodi-antibodi AK mengenal ß2-
glikoprotein I sama baiknya mengikat kardiolipin atau anion Aneksin-V mempunyai peranan fisiologis menghambat
fosfolipid lainnya. Hal ini disebabkan karena ß2-glikoprotein I reaksi pembekuan darah dengan melindungi anion fosfolipid

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 43


bertrombogenik tinggi dari kompleks enzim pembekuan. aterosklerosis. Hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri
Kemampuan invitro antikoagulan yang kuat dari aneksin-V sering terjadi akibat hipertensi renal.(10)
(protein antikoagulan plasenta-I, antikoagulan vaskuler-α) Manifestasi jantung yang pertama kali dilaporkan pada
merupakan dasar afiniti yang tinggi terhadap anion fosfolipid sindrom antifosfolipid adalah penyakit katup.(8) Pada studi
dan kemampuan menyingkirkan faktor-faktor pembekuan dari ekokardiografi prospektif oleh Nihoyannopoulos dkk, kelainan
permukaan fosfolipid. Aneksin-V secara normal ditemukan katup lebih banyak ditemukan pada pasien-pasien dengan
pada permukaan apikal sinsitiotrofoblas plasenta.(7) antibodi AK yang lebih tinggi (40% dibandingkan dengan
14%).(9) Endokarditis Libman-Sacks dikemukakan pertama kali
PATOGENESIS pada tahun 1924 pada 4 pasien dengan lesi katup verukous
Beberapa hipotesis diajukan untuk menjelaskan steril atipikal dan endokardium mural yang dipercaya sebagai
mekanisme seluler dan molekuler bagaimana antibodi-antibodi karakteristik LES. Vegetasi Libman-Sacks ditemukan pada 35-
fosfolipid mencetuskan trombosis (Tabel 2).(1) Hubungan 65% studi otopsi awal pasien-pasien lupus yang klinisnya
paradoks antara keadaan protrombotik dengan adanya tenang atau hanya dengan kelainan hemodinamik minor.
otoantibodi dengan efek antikoagulan invitro tidak secara Hubungan antara endokarditis Libman-Sacks dengan sindrom
penuh diketahui. Pada sindrom antifosfolipid, oklusi vaskuler antifosfolipid pertama kali diketahui pada tahun 1985 pada
lebih disebabkan oleh tromboemboli daripada vaskulitis.(4) seorang wanita muda dengan LES dan AL. Pasien-pasien katup
Hipotesis pertama adalah pengikatan antibodi-antibodi biasanya dengan presentasi klinis demam, bising jantung,
antifosfolipid mencetuskan aktifasi sel-sel endotel yang dinilai vegetasi katup secara ekokardiografi, splinter hemorrhages,
dari peningkatan adesi molekul, sekresi sitokin, dan peningkatan antifosfolipid sedang sampai tinggi, biakan darah
metabolisme prostasiklin. Hipotesis kedua memusatkan pada berulang yang negatif dan mungkin dengan petanda serologi
injuri yang diperantarai oksidan dari endotel vaskuler. LDL aktifitas penyakit LES. Pengukuran C-reactive protein, level
teroksidasi kontributor utama aterosklerosis, diambil makrofag, antibodi fosfolipid, dan hitung sel darah putih dapat membantu
mengakibatkan aktifasi makrofag, selanjutnya merusak sel-sel membedakannya dengan endokarditis infektif yang
endotel. Sedangkan hipotesis ke tiga mengemukakan bahwa sebenarnya.(5)
antibodi-antibodi antifosfolipid mengubah fungsi protein- Kelainan jantung kedua dari antibodi-antibodi
protein terikat fosfolipid yang terlibat dalam pengaturan antifosfolipid adalah oklusi arteri koroner. Hamstein dkk
pembekuan.(1) mengukur level AK pada 62 pasien yang selamat dari infark
Aktifasi platelet dapat juga memainkan peran dalam miokard akut dan menemukan 21% dengan peningkatan
sindrom antifosfolipid, khususnya trombosis arteri. Bagaimana antibodi-antibodi AK dan mempunyai insidens kejadian
antibodi-antibodi antifosfolipid dapat mengaktifasi platelet kardiovaskuler lain yang lebih tinggi pada 5 tahun selanjutnya.
masih belum jelas secara in vivo.(4) Trombosis pada sindrom Kelainan jantung lain yang berhubungan dengan antibodi-
antifosfolipid dimiripkan dengan yang terjadi pada antibodi antifosfolipid adalah trombus di dalam ruang-ruang
trombositopeni terinduksi heparin (heparin induced jantung. Leventhal dkk melaporkan sebuah trombus pada
thrombocytopenia). Kedua sindrom ini menyebabkan trombosis atrium kanan seorang laki-laki muda dengan trombosis vena
pada arteri dan vena multipel. Pada heparin induced dalam berulang dan trombositopeni, tanpa adanya kelainan
thrombocytopenia tempat trombosis sering ditentukan oleh jantung yang mendasarinya.(8)
penyakit kardiovaskuler sebelumnya, sedangkan pada sindrom
antifosfolipid terdapat laju rekurensi yang tinggi untuk kejadian KOMPLIKASI OBSTETRIK
trombotik serupa.(1) Wanita dengan antibodi-antibodi antifosfolipid atau
dengan AL mempunyai proporsi keguguran yang sangat tinggi
MANIFESTASI JANTUNG PADA SINDROM terutama pada kehamilan 10 minggu atau lebih. Komplikasi
ANTIFOSFOLIPID kehamilan dapat berupa persalinan prematur akibat hipertensi
Sedikit diketahui mengenai hubungan antara sindrom dan insufisiensi uteroplasenta. Keluaran kehamilan yang tidak
antifosfolipid dengan penyakit-penyakit jantung. Pasien-pasien diharapkan dapat disebabkan oleh perfusi plasenta yang buruk
dengan kelainan jantung tertentu yang meliputi penyakit katup yang disebabkan oleh trombosis lokal oleh aneksin-V yang
jantung dan oklusi arteri koroner telah ditemukan mempunyai diperantarai antibodi-antibodi antifosfolipid. Antibodi-antibodi
insidens peningkatan antibodi-antibodi ini. Meskipun demikian antifosfolipid dapat merusak invasi trofoblas dan produksi
masih sedikit data prospektif mengenai peranan peningkatan hormon sehingga tidak hanya menyebabkan keguguran
antibodi-antibodi tersebut dalam perkembangan kelainan preembrionik dan embrionik tetapi juga keguguran fetal dan
kardiovaskuler. Hanya terdapat beberapa laporan kasus, antara insufisiensi uteroplasenta.(1,11)
lain kardiomiopati dilatasi akibat oklusi arteriolar Kemungkinan yang lain adalah kerusakan platelet dengan
intramiokardial difus, dan trombus besar yang mobile di dalam peningkatan sifat adesif, interferensi dengan aktifitas
ventrikel kiri.(8,9) antitrombin III, dan penghambatan prekalikrein. Beberapa
Keterlibatan patologi jantung meliputi perikarditis dengan penemuan menunjukkan plasma atau fraksi plasma yang
atau tanpa efusi, miokarditis atau kardiomiopati, kadang- mengandung AL menghambat produksi prostasiklin oleh
kadang dengan keterlibatan sistem konduksi, dan infark jaringan vaskuler, sedangkan prostasiklin merupakan
miokard karena arteritis koroner atau yang lebih sering karena vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet yang

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


dihasilkan dari prekursor endogen atau dengan perantaraan dan intensitas tinggi (INR 3,0 atau lebih) secara bermakna
prostaglandin.(11) menurunkan laju berulangnya trombosis, sedangkan terapi
intensitas rendah (INR ≤ 1,9) tidak memberikan perlindungan
SINDROM BENCANA ANTIFOSFOLIPID yang bermakna.(16)
Sebagian kecil pasien dengan sindrom antifosfolipid
mempunyai presentasi klinis akut dan meluas yang ditandai Pengobatan sindrom bencana antifosfolipid
dengan oklusi vaskuler serentak dan multipel di seluruh tubuh Rekomendasi pengobatan sindrom bencana antifosfolipid
dan sering berakhir dengan kematian. Sindrom ini disebut seluruhnya berdasarkan pada berbagai laporan. Pada sebuah
sebagai sindrom bencana antifosfolipid yang didefinisikan seri 50 pasien, penyembuhan terjadi pada 14 dari 20 pasien
sebagai keterlibatan klinis tiga atau lebih organ yang berbeda (70%) yang diobati dengan kombinasi antikoagulan dan steroid
selama periode berberapa hari atau minggu dengan bukti ditambah baik dengan plasmaferesis atau imunoglobulin
histopatologis adanya oklusi multipel pembuluh-pembuluh intravena. Dasar penggunaan plasmaferesis berasal dari
kecil atau besar. Ginjal merupakan organ yang paling sering efektifitasnya dalam pengobatan sindrom hemolitik uremik dan
(78%), disusul dengan paru (66%), sistem saraf pusat (56%), purpura trombotik trombositopeni. Agen fibrinolitik
jantung (50%), dan kulit (50%). Koagulasi intravaskuler streptokinase dan urokinase telah digunakan untuk mengobati
diseminata (KID) yang jarang terjadi pada sindrom mikroangiopati trombotik akut dengan hasil yang bervariasi.(1)
antifosfolipid primer ataupun sekunder, terjadi pada ± 25%
pasien-pasien dengan sindrom bencana antifosfolipid. Manajemen kehamilan pada pasien dengan antibodi-
Manifestasi mikrovaskuler meliputi trombosis mikroangiopati antibodi antifosfolipid
ginjal, sindrom distres pernapasan akut, mikrotrombi dan Wanita dengan keguguran berulang preembrionik dan
mikroinfark serebral dan mikrotrombi miokard. Kebanyakan embrionik dapat diobati dengan 5.000 unit heparin dua kali
pasien dengan keterlibatan ginjal sering klinisnya berat dan sehari; beberapa ahli menganjurkan dosis lebih tinggi yang
sekitar 25% memerlukan dialisis. Laju kematian 50% selalu cukup untuk memberikan antikoagulasi penuh pada wanita
disebabkan oleh kegagalan multiorgan. Faktor presipitasi dengan tromboemboli sebelumnya. Pengobatan optimal wanita
sindrom bencana antifosfolipid meliputi infeksi, prosedur dengan keguguran tanpa riwayat tromboemboli masih
bedah, penghentian terapi antikoagulan, dan penggunaan obat- kontroversial karena risiko potensial tromboemboli maternal.
obatan seperti kontrasepsi oral.(1,4) Trombofilaksis umum (15.000 - 20.000 unit heparin perhari)
atau yang diatur lebih lanjut digunakan oleh beberapa ahli.
PENGOBATAN Beberapa ahli menyetujui heparin berat molekul rendah
Pengobatan ditujukan kepada empat hal utama yaitu menggantikan heparin standar pada pengobatan wanita hamil
profilaksis, pengobatan trombosis lanjut dari pembuluh besar, dengan sindrom antifosfolipid antibodi.(1) Penggunaan
pengobatan mikroangiopati trombotik akut, dan manajemen kortikosteroid dosis tinggi dalam kehamilan berkaitan dengan
kehamilan dalam hubungannya dengan antibodi-antibodi morbiditas maternal dan masih diragukan manfaatnya dalam
antifosfolipid.(1) sindrom antifosfolipid.(3)

Profilaksis Pengobatan sindrom antifosfolipid dengan trombositopeni


Studi kasus kontrol dalam Physicians’ Health Study Mekanisme yang mendasari antibodi-antibodi
mengevaluasi aspirin 325 mg perhari sebagai agen profilaksis. antifosfolipid dengan trombositopeni belum jelas diketahui.
Asprin tidak memberikan perlindungan terhadap trombosis Kebanyakan pasien dengan purpura trombositopeni idiopatik
vena dalam dan emboli paru pada laki-laki dengan antibodi mempunyai antibodi terhadap permukaan platelet glikoprotein
antikardiolipin.(12) Sebaliknya aspirin dapat melindungi IIb-IIIa atau Ib-IX. Penyingkiran platelet yang dilapisi antibodi
trombosis pada wanita dengan riwayat keguguran sistem retikuloendotelial mungkin relevan pada penyakit ini.17
sebelumnya.(13) Hidroksiklorokuin dapat melindungi trombosis Mekanisme alternatif pada trombositopeni yang berhubungan
pada pasien-pasien LES dan sindrom antifosfolipid dengan sindrom antibodi antifosfolipid dihasilkan dari
sekunder.(14) Semua faktor predisposisi trombosis sudah tentu pengikatan antigen platelet daripada glikoprotein IIb-IIIa atau
harus dieliminasi (Tabel 3).(1) Ib-IX. Aktifasi atau injuri platelet dapat mengakibatkan
ekspresi residu fosfatidilserin pada membran. Residu-residu
Pengobatan setelah kejadian trombotik fosfolipid ini selanjutnya dapat dikenal dan terikat oleh
Peranan antikoagulasi dalam menurunkan berulangnya antibodi antikardiolipin menghasilkan trombositopeni.(17)
trombosis telah ditunjukkan dalam berbagai studi retrospektif.(1) Pada beberapa pasien sindrom antifosfolipid dengan
Pada studi kecil dengan 19 pasien sindrom antifosfolipid, laju trombositopeni (platelet < 80.000/ul), terapi antikoagulasi
berulangnya dalam 8 tahun adalah 0% untuk pasien yang menambah risiko perdarahan sehingga perlu dipantau. Jika
mendapat antikoagulan oral. Di antara pasien yang perdarahan akibat trombositopeni imun terjadi pada pasien
menghentikan terapi antikoagulan, laju berulang dalam 2 tahun dengan antibodi-antibodi antifosfolipid tanpa riwayat
adalah 50%, dan dalam 8 tahun adalah 78%.(15) Di antara 70 trombosis, manajemen harus ditujukan pada purpura
pasien sindrom antifosfolipid, terapi warfarin intensitas sedang trombositopeni otoimun. Splenektomi merupakan tindakan
(untuk mencapai rasio normalisasi internasional [INR] 2,0-2,9) yang tepat jika ada indikasi klinis.(3)

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 45


Danazol menyebabkan modifikasi membran eritrosit 7. Rand J, Xiao-Xuan W, Andree HAM, Ross A, Rusinova E, Gascon-Lema
MG, et al. Antiphospholipid antibodies accelerate plasma anticoagulation
sehingga menjadi kurang peka terhadap lisis osmosis. by inhibiting annexin-V binding to phospholipids: A “Lupus
Berdasarkan hipotesis ini maka dengan mekanisme yang serupa Procoagulant” phenomenon. Blood 1998; 92: 1652-60.
danazol dapat memodifikasi interaksi antara antibodi-antibodi 8. Kaplan SD, Chartash EK, Pizzarello RA, Furie RA. Cardiac
antikardiolipin dengan antigennya pada membran platelet. manifestations of the antiphospholipid syndrome.Am Heart J 1992; 124:
1331-8.
Sebuah laporan kasus menunjukkan manfaat danazol 200 mg 9. Nihoyannopoulos P, Gomez PM, Joshi J, Loizou S, Walport MJ, Oakley
perhari yang dinaikkan menjadi 800 mg perhari dalam CM. Cardiac abnormalities in systemic lupus erythematosus. Association
pengobatan trombositopeni yang berhubungan dengan with raised anticardiolipin antibodies. Circulation 1990; 82: 369-75.
sindroma antifosfolipid antibodi yang tidak dapat ditanggulangi 10. O’Rouke RA. Antiphospholipid antibodies. A marker of lupus carditis?
Circulation 1990; 82: 636-8.
dengan steroid dan splenektomi.(17) 11. Branch DW, Scott JR, Kochenour NK, Hershgold E. Obstetric
complications associated with the lupus anticoagulant. N Engl J Med
1985; 313: 1332-6.
KEPUSTAKAAN 12. Ginsburg KS, Liang MH, Newcomer L. Anticardiolipin antibodies and
the risk for ischemic stroke and venous thrombosis. Ann Intern Med
1. Levine JS, Branch W, Raunch J. The antiphospholipid syndrome. N Engl
1992; 117: 997-1002.
J Med 2002; 346: 752-63.
13. Erkan D, Merrill JT, Yazici Y, Sammaritano L, Buyon JP, Lockshin MD.
2. Galli M, Barbui T. Antiprothrombin antibodies: Detection and clinical
High trombosis rate after fetal loss in the antiphospholipid syndrome:
significance in the antiphospholipid syndrome. Blood 1999; 93: 2149-57.
effective prophylaxis with aspirin. Arthritis Rheum 2001; 44: 1466-7.
3. Greaves M. Antiphospholipid antibodies and thrombosis. Lancet 1999;
14. Petri M . Hydroxychloroquine use in the Baltimore Lupus Cohort: effects
353: 1348-53.
on lipids, glucose, and thrombosis. Lupus 1996; 5(Suppl 1):S16-22.
4. Hughes GRV. The antiphospholipid syndrome: ten years on. Lancet
15. Derksen RH, de Groot PG, Kater L, Nieuwenhuis HK. Patients with
1993; 342: 341-4.
antiphospholipid antibodies and venous thrombosis should receive long
5. Hojnik M, George J, Ziporen L, Schoenfeld Y. Heart valve involvement
term anticoagulant treatment. Ann Rheum Dis 1993; 52: 689-92.
(Libman-Sacks endocarditis) in the antiphospholipid syndrome.
16. Khamashta MA, Cuadrado MJ, Mujic F, Taub NA, Hunt BJ, Hughes
Circulation 1996; 93:1579-87.
GRV. The management of thrombosis in the antiphospholipid syndrome.
6. Finazzi G, Brancaccio V, Moia M, Ciavarella N, Mazzucconi G, Schinco
N Eng J Med 1995; 332: 993-7.
P, et al. Natural history and risk factors for thrombosis in 360 patients
17. Kavanaugh A. Danazol therapy in thrombocytopenia associated with the
with antiphospholipid antibodies; a four-year prospective study from the
antiphospholipid antibody syndrome. Ann Intern Med 1994; 121: 767-8.
Italian registry. Am J Med 1996; 100: 530-6.

Tabel 1 . Klasifikasi dan deteksi antibodi-antibodi antifosfolipid

Antibodi Metode deteksi

Antibodi antikoagulan lupus 1. Pemanjangan koagulasi paling sedikit satu assay koagulasi tergantung fosfolipid invitro dengan penggunaan
platelet poor plasma†. Assay ini dapat dibagi menurut bagian kaskade koagulasi yang dinilai sebagai berikut:
Jalur koagulasi ekstrinsik (dilute prothrombin time).
Jalur koagulasi intrinsik (activated partial thromboplastin time, dilute activated partial thromboplastin time,
colloidal silica clotting time, & kaolin clotting time)
Jalur koagulasi umum terakhir (dilute Russell’s viper-venom time, Taipan venom time, dan Textarin dan
Ecarin times).$
2. Kegagalan memperbaiki pemanjangan waktu koagulasi dengan mencampurkan plasma pasien dengan plasma
normal.
3. Konfirmasi adanya antibodi antikoagulan lupus oleh pemendekan atau perbaikan pemanjangan waktu
koagulasi sesudah penambahan kelebihan fosfolipid atau platelet yang sudah membeku dan kemudian
dicairkan.
4. Menyingkirkan koagulopati lain dengan menggunakan assay faktor spesifik jika uji konfirmasi negatif atau
jika penghambat faktor spesifik diduga.
Antibodi antikardiolipin Solid phase immunoassay ( biasanya enzyme linked immunosorbent assay /ELISA ) dilakukan pada lempeng yang
dilapisi kardiolipin, biasanya dengan adanya serum ß2-glikoprotein 1 bovin. Antibodi-antibodi antikardiolipin pada
pasien dengan sindrom antifosfolipid tergantung ß2-glikoprotein 1; antibodi-antibodi pasien dengan penyakit
infeksi tidak tergantung ß2-glikoprotein 1.

Antibodi anti-ß2-glikoprotein 1 Solid phase immunoassay (biasanya enzyme linked immunosorbent assay / ELISA) yang dilakukan pada lempeng
dilapisi ß2-glikoprotein 1 manusia, daripada ß2-glikoprotein 1 bovin (seperti pada esei antibodi antikardiolipin).

† Penggunaan dua atau lebih assay yang sensitif untuk antikoagulan lupus direkomendasikan sebelum disingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus.
Paling sedikit satu dari assay ini harus didasarkan pada konsentrasi fosfolipid rendah (dilute prothrombin time, dilute activated partial thromboplastin time,
colloidal silica clotting time, kaolin clotting time, atau dilute Russell’s viper venom time). Kedua assay ini harus menilai bagian yang khusus dari kaskade
koagulasi ( seperti activated partial thromboplastin time dan dilute Russell’s viper venom time).
$ The Ecarin time assay membedakannya dari assay koagulasi lain yang tercakup dalam assay yang tidak tergantung fosfolipid. Harus digunakan dalam
perpaduan dengan Textarin time yang tergantung fosfolipid sebagai uji konfirmasi untuk antibodi antikoagulan lupus. Adanya antibodi antikoagulan lupus,
Textarin times memanjang, sedangkan Ecarin times tidak memanjang
Dikutip dari (1)

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Tabel 2 . Efek antibodi-antibodi antifosfolipid dalam pembekuan*

Efek prokoagulan Efek antikoagulan


Penghambatan jalur aktifasi protein C Penghambatan aktifasi faktor IX
Pengaturan lebih jalur faktor jaringan Penghambatan aktifasi faktor X
Penghambatan aktifiti antitrombin III Penghambatan aktifasi protrombin menjadi trombin
Disrupsi cangkang aneksin-V pada membran
Penghambatan aktifiti antikoagulan dari ß2-glikoprotein
Penghambatan fibrinolisis
Aktifasi sel endotel
Peningkatan ekspresi adesi molekul oleh sel-sel endotel dan perlekatan
netrofil dan lekosit pada sel-sel endotel

Aktifasi dan degranulasi netrofil


Potensiasi aktifasi platelet
Peningkatan perlekatan ß2-glikoprotein 1 pada membran
Peningkatan pengikatan protrombin pada membran

*Dua faktor utama yang mungkin memodulasi keseimbangan antara efek prokoagulan dan antikoagulan dari antibodi-antibodi antifosfolipid adalah permukaan
fosfolipid dimana reaksi berlangsung dan spesifisiti antigen terhadap antibodi.
Dikutip dari (2)

Tabel 3. Kondisi penyakit dan faktor-faktor risiko yang membuat pasien menjadi lebih mudah mengalami tromboemboli

Vaskuler yang terlibat


Kelainan
Vena Vena dan arteri Arteri
Defek faktor koagulasi Resitensi terhadap protein C teraktifasi
(faktor V Leiden)
Defisiensi protein C
Defisiensi antitrombin III
Mutasi protrombin
Defek lisis bekuan Defisiensi fibrinogen Disfibrinogenemia*
Defisiensi aktifator plasminogen jaringan Defisiensi penghambat aktifator plasminogen tipe
1*
Defek metabolik Homosisteinemia
Defek platelet Trombositopeni terinduksi heparin dan trombosis
Kelainan mieloproliferatif
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Polisitemia vera (dengan trombositosis)
Stasis Imobilisasi
Bedah
Gagal Jantung Kongesti
Hiperviskositas Polisitemia vera
Makroglobulinemia Waldenstrom’s
Anemia bulan sabit
Lekemia akut
Defek dinding pembuluh Trauma, vaskulitis Aterosklerosis, turbulensi
Lain-lain Kanker (Sindrom Trousseau) Sindrom antifosfolipid Hipertensi
Kontrasepsi oral Benda asing Diabetes
Terapi estrogen Penghambat siklooksigenase 2† Merokok
Kehamilan Fibrilasi atrium
Persalinan Hiperlipidemia
Sindrom nefrotik Inflamasi kronik
LES‡

*Pada kelainan ini, keterlibatan vena jauh melebihi keterlibatan arteri


†Penghambat khusus siklooksigenase 2 mengurangi produksi sistemik antitrombotik prostaglandin, prostasiklin. Sebuah seri yang baru menunjukkan adanya 4
pasien dengan sindrom antifosfolipid sekunder dengan trombosis akut yang berkembang bersamaan dengan penghambat siklooksigenase 2.
‡Efek protrombotik LES terpisah dari antibodi-antibodi antifosfolipid telah dikemukakan, tetapi belum ditetapkan.
Dikutip dari (1)

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 47


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Studi Manfaat Daun Katuk


(Sauropus androgynus)
Sriana Azis, S. R. Muktiningsih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi,Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

ABSTRAK
Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran. Di Indonesia daun katuk digunakan
untuk melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Daun katuk
diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI (air susu ibu).
Sepuluh sediaan fitofarmaka daun katuk sebagai pelancar ASI telah beredar di Indonesia pada
tahun 2000.
Masalah: Ada laporan kerusakan paru dalam 7 bulan setelah konsumsi daun katuk mentah
dengan dosis 150 g/hari dan setelah 22 bulan terjadi kerusakan paru yang parah serta
permanen.Bahan dan cara: Menggunakan buku rujukan, hasil penelitian dari dalam dan luar
negeri. Studi meliputi ekologi, ekonomi, khasiat, efeksamping, dan harapan masa depan.Data
dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Tanaman katuk tumbuh dan menghasikan daun ranum yang beratnya meningkat bila
ditanam bersamaan dengan tanaman pelindung ketela pohon atau jagung. Hasil setiap panen per
50–60 hari 3000-6000 kg/ha dengan harga Rp 500,-/kg. Kandungan zat: daun katuk kaya vitamin
dan mineral. Khasiat: daun katuk sebagai pelancar air susu ibu dapat dibuktikan secara klinis dan
preklinis. Efek samping: Jus daun katuk mentah dengan dosis 150 mg /hari sebagai obat obesitas
setelah 2 minggu - 7 bulan menimbulkan gejala sukar tidur, makan tidak enak, sesak nafas dan
batuk. Penggunaan lebih lama menimbulkan bronkiolitis konstriksi dan setelah 22 bulan terjadi
bronkiolitis obliterasi permanen. Oleh karena itu penting diteliti lebih lanjut efek samping sediaan
pelancar ASI daun katuk terhadap ibu dan bayinya.

PENDAHULUAN pemangkasan agar selalu didapatkan daun muda dan segar. Di


Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus Kabupaten Bogor telah dibudidayakan untuk meningkatkan
adrogynus(L)Merr, famili Euphorbiaceae. Nama daerah: pendapatan penduduk.(2) Pada umumnya daun katuk digunakan
Memata (Melayu), Simani (Minangkabau), Katuk (Sunda), sebagai sayuran. Di Indonesia daun katuk digunakan untuk
Kebing dan Katukan (Jawa), Kerakur (Madura).(1) Terdapat di melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, demam, dan darah
berbagai daerah di India, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia kotor. Daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan
tumbuh di dataran dengan ketinggian 0-2100 m di atas fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Sepuluh
permukaan laut. Tanaman ini berbentuk perdu. Tingginya pelancar ASI yang mengandung daun katuk telah beredar di
mencapai 2-3 m. Cabang-cabang agak lunak dan terbagi Daun Indonesia pada tahun 2000.
tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong
sampai bundar dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm. DATA
Bunga tunggal atau berkelompok tiga. Buah bertangkai panjang Ekologi dan ekonomi
1,25 cm.(2) Tanaman katuk dapat diperbanyak dengan stek dari Tanaman katuk dibudidayakan di tiga desa kecamatan
batang yang sudah berkayu, panjang lebih kurang 20 cm Semplak kabupaten Bogor dengan ketinggian 180-220m dpl,
disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar sekitar 2 minggu tanah latosol, tipe curah hujan A (Schmidt &Ferguson,) dan
dapat dipindahkan ke kebun. Jarak tanam panjang 30 cm dan jumlah petani sekitar 100 orang. Pemeliharaan intensif dapat
lebar 30 cm. Setelah tinggi mencapai 50-60 cm dilakukan meningkatkan umur produktif dari 5-7 tahun menjadi 11-12

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


tahun. Hasil panen pertama berkisar 3-4 ton/ ha, selanjutnya Efek samping
meningkat mencapai 21-40 ton tergantung kesuburan Di Taiwan 44 orang mengkonsumsi jus daun katuk mentah
tanahnya.(3) Di desa Cilebut Barat, kecamatan Semplak, (150 g) selama 2 minggu - 7 bulan, terjadi efek samping
Kabupaten Bogor katuk ditanam secara tradisional, dipanen dengan gejala sukar tidur, tidak enak makan dan sesak nafas.
setelah berumur 2-2,5 bulan, pemangkasan selanjutnya Gejala hilang setelah 40-44 hari menghentikan konsumsi jus
dilakukan setiap 40-60 hari. Hasil panen berkisar antara 3-7 daun katuk. Hasil biopsi dari 12 pasien menunjukkan
ton/ha, dengan harga Rp500,00/kg. Tanaman sela meliputi bronkiolitis obliterasi.(9) Sejumlah 178 pasien mengkonsumsi
jagung, singkong, dan papaya. Ternyata tumpang sari dengan jus daun katuk mentah dengan dosis 150 g / hari (60,7 %),
singkong hasilnya lebih baik dibandingkan monokultur.(4) digoreng (16,9 %), campuran (20.8 %), dan digodok (1,7 %),
Tingkat naungan 25% memberikan pengaruh yang tebaik selama 7 bulan - 24 bulan. Terdapat efek samping setelah
terhadap jumlah tunas, bobot basah daun, bobot kering daun, penggunaaan selama 7 bulan berupa gejala obstruksi
bobot kering akar dan panjang akar.(5) Panjang setek 20 cm dan bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama
pupuk nitrogen 5 g/pohon berpengaruh terbaik terhadap bobot 22 bulan atau lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi
basah daun dan akar.(5) yang permanen.(15)
Di Amerika, sejak tahun 1995 daun katuk goreng, salad
Kandungan zat daun katuk, dan minuman banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Hasil analisis GCMS pada ekstrak heksana menunjukkan sebagai obat antiobesitas (pelangsing tubuh). Penelitian
adanya beberapa senyawa alifatik . Pada ekstrak eter terdapat dilakukan terhadap 115 kasus bronkiolitis obliterasi (110
komponen utama yang meliputi : monometil suksinat, asam perempuan dan 5 pria), berumur antara 22-66 tahun yang
benzoat dan asam 2-fenilmalonat; serta komponen minor sebelumnya mengkonsumsi daun katuk. Pada uji fungsi paru
meliputi : terbutol, 2-propagiloksan, 4H-piran-4-on, 2-metoksi- terlihat obstruksi sedang sampai parah. Pengobatan dengan
6-metil, 3-peten-2-on, 3-(2-furanil), dan asam palmitat. Pada campuran kortikosteroid, bronkodilatasi, eritromisin, dan zat
ekstrak etil asetat terdapat komponen utama yang meliputi: sis- imunosupresi hampir tidak berkhasiat. Setelah 2 tahun
2-metil-siklopentanol asetat. Kandungan daun katuk meliputi bronkiolitis obliterasi berkembang menjadi parah dan terjadi
protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. kematian pada 6 pasien (6,1 %).(16)
pirolidinon, dan metil piroglutamat serta p-dodesilfenol sebagai Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat
komponen minor.(6) anti protozoa(13). Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat
Dalam 100 g daun katuk terkandung: energi 59 kal, protein mengurangi sampai meniadakan sifat racun daun katuk.
6,4 g, lemak 1,0 g, hidrat arang 9,9 g, serat 1,5 g, abu 1,7 g,
kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, karoten 10020 mcg Jenis sediaan daun katuk
(vitamin A), B, dan C 164 mg, serta air 81 g.(7) Tanaman katuk Dari 213 jenis jamu yang berasal dari 9 pabrik jamu, hanya
dapat meningkatkan produksi ASI diduga berdasarkan efek ditemukan 6 jenis jamu (2,8 %) yang mengandung daun katuk.
hormonal dari kandungan kimia sterol yang bersifat Dari 6 jenis tersebut, 4 jenis di antaranya mempunyai indikasi
estrogenik.(8) Pada penelitian terdahulu daun katuk mengandung sebagai pelancar ASI.(13)
efedrin.(9) Data tahun 2000 menunjukkan 10 jenis sediaan
fitofarmaka daun katuk sebagai pelancar ASI telah beredar di
Efek farmakologis Indonesia
Daun katuk berkhasiat memperbanyak air susu, untuk
demam, bisul, borok dan darah kotor(1,2). Tiga peneliti KESIMPULAN
menyatakan infus daun katuk dapat meningkatkan produksi air Pemanfaatan daun katuk sebagai jamu atau sediaan
susu pada mencit. Infus daun katuk dapat meningkatkan fitofarmaka adalah sebagai pelancar ASI. Efek samping utama
jumlah asini tiap lobulus kelenjar susu mencit. Satu peneliti daun katuk adalah konstriksi bronkiolitis yang permanen.
menyatakan isolat fase eter dan ekstrak petroleum eter daun Penelitian efek samping pelancar ASI terhadap ibu dan
katuk tidak menyebabkan peningkatan sekresi air susu yang anak belum penah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini perlu
bermakna. Satu peneliti menyatakan bahwa dekok akar katuk dilakukan, dan jika telah terbukti keamanannya maka sediaan
mempunyai efek antipiretik terhadap burung merpati.(10) fitofarmaka daun katuk mempunyai peluang untuk dianjurkan
Infus akar katuk mempunyai efek diuretik dengan dosis 72 agar digunakan.
mg/100 g bb.(11) Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat
memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata KEPUSTAKAAN
dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama 1. Departemen Kesehatan RI. Vademekum Bahan Obat Alam, Direktorat
menyusui.(12) Proses perebusan daun katuk dapat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1989. hal. 53 –4..
menghilangkan sifat anti protozoa.(13) Pemberian infus daun 2. Departemen Kesehatan RI. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, jilid I.
katuk kadar 20 %, 40 %, dan 80 % pada mencit selama periode Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta, 1991. hal. 516 –
17.
organogenesis tidak menyebabkan cacat bawaan (teratogenik) 3. Sudiarto dkk. Studi aspek tehnis budidaya Katuk di lahan petani
dan tidak menyebabkan resorbsi.(14) Jus daun katuk mentah Kecamatan Semplak Bogor. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997;3(3):
digunakan sebagai pelangsing di Taiwan.(9,15) 8-9.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 49


4. Puspitaningsih DM dkk. Usaha Tani Katuk di Desa Cilebut Barat 10. Sa’roni dkk. Tinjauan Penelitian Katuk yang telah Dilakukan di
Kabupaten Bogor. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997;3( 3): 9 – 10. Indonesia. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997; 3(3): 44-5.
5. Joko Pitono dkk. Tanggap Tanaman Katuk pada Berbagai Dosis Pupuk 11. Yun Astuti N. dkk.. Efek Diuretik Infus Akar Katuk terhadap Tikus Putih,
NPK dan Tingkat Naungan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997; 3(3): Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997;3(3): 42 -3.
13 –4. 12. Elmy Yasril. Penelitian Pengaruh Daun Katuk terhadap Frekuensi dan
6. Yunawati M. dkk.. Pengaruh Panjang Setek dan Dosis Pupuk Nitrogen Lama Menyusui Bayi, Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997;3(3): 41-2.
terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 13. Sutedja L. dkk. Sifat Anti Protozoa Daun Katuk, Warta Tumbuhan Obat
1997; 3(3):15 – 6. Indonesia 1997; 3(3): 47 – 49.
7. Anoria Agustal dkk. Analisis Kimia Ekstrak Daun Katuk ( Sauropus 14. Lucia E. Wuryaningsih dkk. Uji Teratogenik Infusa Daun Katuk pada
androgynus (L) Merr.) dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Mencit Hamil, Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1997;3(3): 50-51.
1997; 3(3): 31-2. 15. Nurendah PS. dkk. Penggunaan Katuk dalam Jamu Berbungkus, Warta
8. Departemen Kesehatan RI. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Pusat Pe - Tumbuhan Obat Indonesia 1997, 3(3): 45-6.
nelitian Gizi, Bogor, 1992:hal. 100. 16. Lung Transplantation in Bronchiolitis Obliterans Associated with
9. Amarila Malik. Tinjauan Fitokimia, Indikasi Penggunaan dan Bioaktivitas Vegetable Consumption (Research Letters). Lancet Website. 1998.
Daun Katuk dan Buah Trengguli. Warta Tumbuhan Obat Indomesia 1997;
3( 3): 39-40.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE BULAN MEI – AGUSTUS 2006


Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Informasi Acara
Borobudur Hotel, Jakarta
The 1st National Congress of Indonesian Medical
Tlp. : 021-30041026 ; 4532202
20 – 21 Society for Oriental Medicine & Expo (KONAS I
Fax. : 021-30041027
Mei Perhimpunan Kedokteran Timur Indonesia) - PDPKT
E-mail : globalmedica@cbn.net.id
Kuala Lumpur, Malaysia
20 – 23 The 6th Asian & Oceanian Epilepsy Congress
Tlp. : +353 1 4097796, Fax. : +353 1 4291290
Le Meridien Grand Pacific Tokyo Hotel
The 1st Anti-aging International Symposium
Tokyo, Japan , Tlp. : +81-3-3350-1806
16 – 18 & Exposition Tokyo ( AISET 2006 )
Fax. : +81-3-3350-1906 , E-mail : info@aiset.jp
On Anti-aging Medicine
http://www.imagine.jp/aiset/english
Juni
Hotel Planet Holiday, Batam
Pertemuan Ilmiah Khusus XI - 2006 Tlp. : 0778-325 121 ext. 304, 324
28 – 01/07
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Fax. : 0778-327 629
E-mail : pik2006_batam@yahoo.com
Novotel Budapest Congress Centre, Hungary
Tlp. : +32 (0)2 775 02 01
19th Meeting of the
01 – 04 Fax. : +32 (0) 775 02 00
European Association for Cancer Research (EACR)
E-mail : EACR19@fecs.be
http://www.fecs.be ; http://www.bcc.hu
Kongres Nasional XIII Perhimpunan Palembang, Sumatera Selatan
08 – 12
Juli Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Tlp./Fax. : 0711-378011 ; 318244
Seminar & Workshop PASTI Hotel Borobudur, Jakarta
15 (Perkumpulan Awet Sehat Indonesia) : Tlp. : 021-729 0623
Body On Fire ‘Silent Inflammation’ Fax. : 021-7289 5871
Hotel Borobudur, Jakarta
28 – 30 Tlp. : 021-30041026 , Fax. : 021-30041027
Liver Update 2006
E-mail : globalmedica@cbn.net.id
Kuala Lumpur, Malaysia
12th Asia-Pacific League of Associations for
01 – 05 Tlp. : 603-4252 9100, Fax. : 603-4252 9800
Rheumatology: Congress of Rheumatology
http://www.aplar2006.com
Balai Sidang / Jakarta Convention Center
Collegium Internationale Geronto Pharmacologicum
Tlp. : +62-21-55960180
Congress 2006 :
10 – 13 Fax. : +62-21-55960179
From Traditional Through Bio-Molecular To Nano-
E-mail: cigp@cigp.org / pharmapro@cbn.net.id
Technology Medication
Agustus http://www.cigp.org
BICC The Westin Resort, Nusa Dua, Bali
Tlp. : 62-21-4532202 ; 30041026
8th Asian Congress of Urology
22 - 26 Fax. : 62-21-4535833 ; 30041027
of The Urological Association of Asia
E-mail : acu2006@cbn.net.id
http://www.acu2006.com
The 14th Congress of Asia-Pacific Association of Beijing, China, Fax. : +86 10 65124875
26 – 29
Critical Care Medicine (APACCM 2006) E-mail : dubin@apaccm2006.org.cn
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/calendar

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dinamika Pelacuran
di Wilayah Jakarta dan Surabaya
dan Faktor Sosio Demografi
yang Melatarbelakanginya

Kasnodihardjo, Rachmalina S Prasojo, Helper SP Manalu


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta

PENDAHULUAN METODOLOGI
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dampaknya mulai Desain studi
terasa sejak awal tahun 1998; selain langsung pada kehidupan Penelitian bersifat studi eksploratif dengan metoda
ekonomi bangsa, juga berdampak terhadap berbagai aspek pengumpulan data kualitatif terutama dengan menggunakan
kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi mengakibatkan pemahaman langsung dan tidak langsung. Sumber data yaitu
turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya orang-orang yang diminta memberikan informasi, disebut
kesempatan kerja. Dampak lanjutan adalah kerawanan yang informan. Informan pada penelitian ini diharapkan dapat
menyangkut berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang memberikan informasi tentang apa yang ia ketahui dan juga
ekonomi dan sosial. sedapat mungkin tentang apa yang ia alami. Maka penelitian
Krisis ekonomi dapat meningkatkan jumlah penjaja seks lebih banyak tergantung pada bahasa informan (Yudoyono B,
komersial(PSK). Karena sifat pekerjaan dan perilaku mereka, 1992). Selain informasi diri, informan juga diharapkan dapat
para PSK berpotensi tertular dan menularkan penyakit menular memberikan keterangan lain.
seksual (PMS) termasuk HIV-AIDS (Human
Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Sasaran Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Syndrome). Pekerja seks yang beroperasi di Jakarta datang dari Sasaran utama penelitian ini adalah wanita yang berprofesi
berbagai daerah. Suatu survai menunjukkan bahwa mereka sebagai penjaja seks (PS) atau Pekerja Seks Komersial (PSK),
datang dari Jawa Timur 4%, dari Jambi 2%, dari Sumatera baik yang terorganisasi maupun yang tidak, yaitu mereka yang
Barat 6%, dari Jawa Tengah 17%, dari Jawa Barat 18% dan berpraktek liar di pinggir jalan, pinggir jalan (rel) kereta api,
D.K.I sendiri 50% (Suara Pembaruan, Maret 1999). kafe, mal, panti pijat atau warung remang-remang. Sasaran
Menghapuskan sama sekali kegiatan para PSK seperti penelitian lain adalah mucikari (germo) atau orang-orang yang
misalnya rencana penutupan lokalisasi atau operasi penertiban diasumsikan mengetahui praktek keseharian wanita penjaja
tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan seks. Penentuan informan (responden) dilakukan melalui
dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Barangkali pendekatan lokasi yang diduga sebagai sentinel dan dipilih
yang paling mungkin adalah tindakan agar dampak negatif secara purposif.
yang ditimbulkannya tidak meluas ke masyarakat, misalnya Pemilihan sasaran dilakukan secara insidental. Semua PSK
dampak kesehatan yaitu munculnya PMS termasuk HIV-AIDS pada saat pelaksanaan penelitian mendapatkan kesempatan
dicegah melalui penggunaan kondom. Untuk itu perlu dipahami yang sama untuk diambil sebagai sampel penelitian. Jumlah
latar belakang dan motivasi mereka menjadi PSK; apakah oleh sampel ditentukan secara kuantum yaitu 20 orang PSK di
faktor ekonomis akibat krisis, faktor psikologis, biologis, beberapa jalan di Kota Madya Surabaya dan 20 orang PS di
bahkan mungkin politis. Demikian pula motivasi dan alasan beberapa jalan di DKI Jakarta yang bersedia menjadi informan
mereka menggunakan dan tidak menggunakan kondom saat (responden). Pengumpulan data lebih ditekankan melalui
melakukan hubungan seksual dengan pelanggannya. Tulisan ini wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu berupa dialog
merupakan hasil penelitian tahun 2001. secara individu maupun kelompok menggunakan pertanyaan-

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 51


pertanyaan bebas agar informan mengutarakan pandangan, PSK yang berhasil diwawancarai di lokasi penelitian di DKI
pengetahuan, perasaan serta sikap dan perilaku berupa Jakarta, umumnya berasal dari Jawa Barat seperti dari
pengalaman pribadi yang berkaitan dengan profesi sebagai Kabupaten Indramayu, Kuningan dan Karawang dan
PSK. Wawancara mendalam dimaksudkan untuk membangun Purwakarta. Dilihat dari tingkat ekonomi orang tua, umumnya
pemahaman bersama tentang tujuan penelitian dan materi berasal dari keluarga kurang mampu. Mereka umumnya
penelitian(3). Dalam wawancara mendalam, peneliti mengaku bekerja sebagai pelayan toko atau buruh pabrik. Latar
(pewawancara) dilengkapi formulir berisi pertanyaan- belakangnya beragam; 10% ibu rumah tangga, 40% buruh
pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Selain wawancara pabrik dan 30% penjaga toko, sisanya setelah tidak bersekolah
mendalam, data dikumpulkan menggunakan diskusi kelompok langsung menjalani profesi sebagai PSK.
terarah (DKT), terutama data tambahan yang tidak terekam Alasan mereka menjalani profesi sebagai PSK ada yang
melalui wawancara mendalam. Peserta DKT terdiri dari para karena perceraian, disakiti suami atau desakan ekonomi. Dalam
PSK terpilih yang pernah diwawancarai secara mendalam menjalani profesinya mereka berpindah-pindah lokasi. baik
ditambah PSK lain yang belum pernah diwawancarai secara yang di wilayah Jakarta maupun yang di Surabaya dengan
mendalam yang berpraktek di lokasi yang sama. Diskusi alasan mencari pengalaman dan agar dianggap “baru” Umur
terarah yang dapat diselenggarakan untuk lokasi penelitian di responden antara 17 tahun sampai 34 tahun, sebagian besar di
Surabaya berjumlah 4 kelompok dan untuk lokasi penelitian di bawah 30 tahun (Tabel 1).
DKI Jakarta 5 kelompok. Masing-masing kelompok diskusi Umur sangat berpengaruh terhadap banyaknya pelanggan
beranggotakan 6 PSK. atau tingkat kelarisan di samping faktor lainnya seperti faktor
Selain itu metoda pengamatan digunakan untuk melengkapi fisik, penampilan, selera tamu dan lain-lain.
data terutama yang tidak dapat terkumpul melalui wawancara
mendalam meliputi data fisik dan perilaku keseharian PSK Tabel 1. Proporsi Pekerja Seks Berdasarkan Kelompok Usia dan Daerah
Penelitian
terutama saat menjalankan profesinya. Dalam pengamatan,
peneliti berupaya melibatkan diri dalam kehidupan obyek yang
diteliti yaitu PSK. Data yang dikumpulkan meliputi Kelompok Daerah Penelitian
Jumla
karakteristik demografi, motivasi dan lama menjadi PSK, Umur DKI Jakarta Surabaya h
(Tahun)
perilaku yang berkaitan dengan risiko tertular PMS termasuk Jumlah % Jumlah %
HIV-AIDS yang meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku 15 - 19 4 20.0 3 15.0 7
penggunaan kondom terakhir kali, frekuensi hubungan seksual 20 - 24 8 40.0 9 44,7 17
25 - 29 6 30.0 4 20.0 10
dan faktor latar belakang penggunaan kondom, latar belakang
30 - 34 2 10.0 3 20.0 5
sosial dan latar belakang sarana. 35 - 39 1 0,3 1
Data diperoleh langsung dari informan yang terdiri dari
PSK, mucikari (germo) dan orang-orang kunci yang Jumlah 20 100.0 20 100.0 40
diasumsikan mengetahui kegiatan/praktek keseharian PSK
Selain itu data sekunder juga diperoleh dari arsip atau dokumen Tingkat Pendidikan PSK
instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Kebanyakan responden hanya berpendidikan Sekolah Dasar
sumber lain. Dilakukan analisis deskriptif kualitatif dan sintesis (SD). Bahkan ada yang tidak tamat SD. Ada di antara mereka
atas data yang diperoleh dengan dua cara yaitu wawancara menamatkan SLTA atau SMEA. Pendidikan mempengaruhi
mendalam dan diskusi kelompok terarah. Dari berbagai cara penampilan dan bicara yang terlihat pada saat transaksi
gambaran obyektif yang diperoleh, diadakan interpretasi dan atau saat penyambutan calon pelanggan atau pasangan.
menggunakan beberapa teori perilaku PSK dan teori perubahan Pekerja seks termuda yang berhasil diwawancarai di
sosial (social change). daerah penelitian di DKI Jakarta berumur 16 tahun. Dia
berpendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
HASIL DAN PEMBAHASAN (SLTP) di daerah asalnya Tasikmalaya Jawa Barat Wajahnya
Latar belakang karakteristik sosial demografi tidak tergolong cantik. Mulai menjalani profesi sebagai pekerja
Latar belakang karakteristik sosial demografi meliputi seks komersial sejak tahun 1997. Setiap melakukan transaksi
daerah asal, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan serta dia menawarkan harga (memasang tarif) Rp. 50.000. Biasa
alasan atau motivasi menjadi PSK dan pengetahuan tentang mangkal di Kebayoran Baru tepatnya di kawasan Taman Blok
PMS. Para PSK yang ditemui dan berhasil diwawancarai baik M mulai pukul 19.00 WIB. Dia terlanjur datang ke ibu kota
di lokasi penelitian di DKI Jakarta maupun Surabaya asalnya untuk mencari pekerjaan. Mau kembali ke orang tua, bagi dia
sangat heterogen, umumnya berasal dari Jawa Tengah. Sesuai bukan solusi, karena orang tua tergolong tidak mampu. Uang
dengan yang diharapkan, PSK yang berhasil diwawancarai yang didapat dari menjalani profesi sebagai PS sebagian
untuk daerah penelitian di DKI berjumlah 20 orang, dan di dikirim untuk orang tuanya. Dia tidak pernah menyesali apa
lokasi penelitian di Surabaya 20 orang. Daerah asal 20 PSK yang telah menimpa dirinya meskipun masih berharap untuk
yang ditemui dan diwawancarai di beberapa jalan di Kota kembali ke jalan yang benar. Lain halnya PSK yang biasa
Madya Surabaya sebagian besar berasal dari Jawa Timur mangkal di kawasan Melawai. Di kawasan tersebut para PSK
seperti Jombang, Banyuwangi dan Sidoarjo dan sebagian kecil memasang tarif sekitar Rp 400.000 setiap transaksi. Salah
dari Jawa Tengah seperti Cilacap dan Pekalongan. Sedangkan seorang PSK yang berhasil diwawancarai berusia sekitar 21

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


tahun. Ia lulusan SLTP dan tinggal di daerah Sawangan Bogor. 50.000,- hingga Rp 100.000. Mereka bisa melayani 2 hingga 3
Untuk mendapatkan calon pelanggan (pasangan seksnya) orang tamu atau pelanggan dalam semalam. Penghasilannya
biasanya dibantu oleh para pedagang asongan atau pengamen sebesar Rp. 200.000 sampai Rp 1.500.000 tiap bulan, sebagian
dengan upah Rp 10.000 - 15.000. dikirim ke orang tua dan sebagian lagi untuk kebutuhan hidup
Para PS di kawasan Melawai dikoordinir oleh germo. di Jakarta. Tetapi banyak juga yang tidak tertabung, karena
Salah seorang PSK yang berpraktek di daerah penelitian di sangat konsumtif dan perlu mempercantik diri misalnya untuk
Surabaya yang berhasil ditemui dan diwawancarai biasa membeli pakaian dan lain-lain.
mangkal di kawasan Margorejo mengaku lulusan SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan). Kedua orang tuanya sering Sikap dan Perilaku Penggunaan Kondom
bertengkar. Pertama kali berhubungan seks dengan seorang Berbagai faktor yang mendorong pemakaian kondom
pengusaha di Surabaya. berkaitan dengan pengetahuan mereka yaitu kuatir terkena
PSK lain lulusan SLTP asli Surabaya berusia 21 tahun di PMS dan tertular penyakit HIV-AIDS, kuatir hamil.
lokasi yang sama yaitu di kawasan Margorejo. Ia terpaksa
mulai menjalani profesi sebagai PSK karena benturan ekonomi Pengaruh Lingkungan
sejak tahun 1998. Kedua orang tuanya meninggal. Dia tinggal Dari informasi yang diperoleh, nampaknya faktor yang
bersama neneknya. PSK lain lulusan SMU, biasa di jalan mempengaruhi mereka terjun ke dunia malam adalah
Ketintang, Surabaya. Masalah utamanya ialah masalah lingkungan teman, keluarga dan masyarakat umum. Mereka
ekonomi. Setelah lulus SMU tahun 1998 ia tidak meneruskan menjadi PSK karena diajak teman, dimarahi orang tua/keadaan
kuliah. Alasan menjadi PSK tidak terungkap. PSK tertua yang ekonomi keluarga serta suaminya sendiri yang membiarkan
berhasil diwawancarai berusia sekitar 35 tahun di Jakarta Dia isterinya melakukan pekerjaan sebagai PSK. Dapat pula karena
adalah ibu rumah tangga berputra 4 orang, mulai menjalankan pengaruh pergaulan dan lingkungan sosial. Ada yang karena
profesi sebagai PSK sejak tahun 1997 di seputar Bioskop Pasar ditipu pacar atau korban perkosaan. Walaupun tidak dapat
Minggu, Jakarta Selatan dibenarkan, keadaan ekonomi sangat mendukung seorang
wanita untuk terjun ke dunia pelacuran.
Status Perkawinan PSK
Sebagian besar bertatus belum menikah (31 orang - Peran Media Komunikasi.
77.5%). Sementara yang berstatus menikah dan masih Sebagian besar PSK menyatakan informasi tentang
bersuami 5 orang (12.5%) dan berstatus janda 3 orang (7.5%). penyakit diperoleh melalui televisi dan membaca Mereka
Sebagian besar beragama Islam; 3 orang mengaku beragama mengenal penyakit HIV-AIDS akibat hubungan seks berganti-
Kristen ganti dan penyakit ini tidak atau belum ada obatnya. Selain itu
sebagian dari mereka juga pernah membaca bahwa untuk
Alasan Menjadi PSK menghindari penularan penyakit kelamin adalah memakai
Pekerjaan mereka sebelum menjadi PSK sangat beragam kondom. Penyuluhan melalui komunikasi tatap muka tidak
antara lain sebagai ibu rumah tangga, pelayan di hotel, pesuruh mereka peroleh. Hal ini mungkin karena kelompok mereka
di kelurahan, bekerja di diskotek, pelayan toko, sebagai tidak diketahui sebagai PSK.
petani/pemelihara ternak dan ada yang belum pernah bekerja
karena baru menamatkan sekolah.Faktor ekonomi merupakan Faktor Keterberdayaan Dalam Tatanan Sosial.
alasan klasik (95%). Pada umumnya mereka berasal dari Mereka umumnya mengakui bahwa keberadaan mereka
keluarga kurang mampu atau miskin. Alasan lain kejiwaan atau sebagai PSK tidak dikehendaki oleh tatanan baik keluarga
frustrasi. Faktor pendorong untuk bekerja sebagai PSK sangat maupun masyarakat. Mungkin sebagian dari mereka merasa
bervariasi antara lain terkena PHK, diajak teman, paling mudah berdosa menjalani profesi sebagai PSK. Bila ditanya mereka
mendapatkan uang, sebagai janda ditinggal suami, tidak dapat mengatakan yang tidak sebenarnya, misalnya bekerja di
memenuhi kebutuhan anak-anak dan kehidupan sehari-hari, restoran atau di kelab malam (bar).
frustrasi karena pernah digauli oleh laki-laki, dibohongi untuk
dikawin/ditinggal pacar, membantu beban orang tua yang tidak Harapan PSK
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, sulit mencari pekerjaan Sarana yang diperlukan setiap PSK adalah kemudahan
lain, ingin kecukupan supaya tidak ketinggalan dengan teman- untuk mendapatkan obat dan peralatan kontrasepsi berupa
teman sebayanya, bertengkar dengan orang tua karena kondom yang diperlukan terutama untuk mencegah penyakit
dijodohkan. akibat hubungan seks atau PMS. Para PSK mengharapkan
dapat memperoleh kondom secara mudah dan murah, jika perlu
Penghasilan PSK gratis, dapat ikut program KB (keluarga berencana) secara
Tingkat ekonomi rata-rata meningkat sesudah menjadi PSK murah terutama melalui suntikan. Selain itu mereka juga
Mereka dapat membiayai kehidupan keluarga termasuk mengharapkan kemudahan untuk pemeriksaan kesehatan setiap
menyekolahkan anak. Sebagian dari mereka dapat menabung saat. Mereka juga mengharapkan bantuan dana (modal) saat
untuk rencana setelah mengakhiri profesi PSK. Sebagian besar berhenti dari profesinya. Informasi ini diperoleh dari hampir
responden baru sekitar 1 tahun menjalani profesinya. semua PSK yang sudah janda dan mereka yang sudah
Penghasilan mereka tidak tetap. Tarif umum rata-rata Rp. mendekati usia 30 tahun. PSK yang relatif masih muda lebih

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 53


menghendaki pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan Dengan perkataan lain munculnya PSK merupakan bentuk
tingkat pendidikannya. Di samping itu mereka juga kekalahan perempuan dalam persaingan di lapangan pekejaan
mengharapkan mendapatkan tambahan ketrampilan di tempat yang lebih dikuasai laki-laki. Dalam kondisi demikian,
penampungan. Bahkan ada yang bercita-cita menjadi pedagang perempuan selalu tersisihkan dengan gaji lebih sedikit dan
setelah mempunyai modal kerja. Pekerja seks pada umumnya mudah terancam PHK Di sisi lain tumbuh pusat-pusat hiburan
ingin kembali ke jalan yang benar, setidaknya ingin kembali dan selalu ada saja PSK yang muncul.Pada dasarnya kehadiran
menjadi wanita yang baik. Mereka umumnya menginginkan PSK adalah sebagai korban pembangunan dan korban
pekerjaan dan membentuk keluarga yang sejahtera. Menurut pandangan masyarakat, baik sebagai akibat kekerasan yang
pengakuan mereka hanya kesempatan yang belum muncul. dialaminya seperti perkosaan atau penganiayaan. Semuanya itu
Mereka pada dasarnya mempunyai naluri kewanitaan yang baik berakar pada kuatnya konsep patriarki sebagai bagian budaya
dan ingin menjalani hidup seperti wanita atau ibu-ibu rumah dalam masyarakat. Konsep patriarki menganggap laki-laki
tangga secara normal di masyarakat lingkungannya. mempunyai hak poligami. Inilah yang menumbuhkan
Penelitian Endang Sedyaningsih (1999.) menyatakan pada kontradiksi manakala dihadapkan pada masalah PSK
dasarnya dikotomi antara perempuan baik-baik dan perempuan
tidak baik tampaknya masih melekat dalam pandangan
masyarakat dan lebih lagi dikuatkan oleh berbagai kebijakan,
adat serta aturan yang ada. KEPUSTAKAAN
Pandangan tersebut sering memojokkan perempuan; 1. Endang R Sedyaningsih, Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak,
kebijakan pembangunan yang tidak berpihak kepada Penerbit Suara Pembaharuan, 1999.
2. Hudayana,B. Pengumpulan Dan Analisis Data Dalam Penelitain
perempuan di tengah langkanya lapangan pekerjaan serta Etnografi, Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1992.
rendahnya tingkat pendidikan kaum perempuan menjadi 3. Koentjaraningrat. Metoda-Metoda Penelitian Masyarakat, Penerbit PT.
penyebab utama munculnya pekerja seks, di tambah terjadinya Gramedia, Jakarta, 1977.
krisis ekonomi yang berkepanjangan. 4. Suara Pembaharuan, Maret 1999

It is the passions that do and that undo everything


(Fontenelle)

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


ANALISIS

Perkembangan Terbaru
Pengobatan Flu Burung
Tjandra Yoga Aditama
Departeman Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI / RS Persahabatan
Jakarta, Indonesia

Data menunjukkan bahwa baik bagi dunia maupun bagi Perlu disadari bahwa obat ini punya banyak kelemahan,
kita di Indonesia, Flu Burung merupakan masalah kesehatan walau harus diakui bahwa saat ini oseltamivir lah satu-satunya
penting yang perlu dapat perhatian seksama, apalagi dengan obat antivirus yang diharapkan untuk mengatasi pandemi,
adanya ancaman pandemi. Kendati pandemi sampai Februari sebelum ditemukan obat baru yang lebih ampuh.
2006 belum terjadi, tetapi jumlah pasien memang terus Sedikitnya ada 8 (delapan) masalah dalam pengobatan Flu
meningkat dari waktu ke waktu. Di tahun 2004 lalu ada 46 Burung dengan Oseltamivir (Tamiflu®).(5) Pertama,
pasien Flu burung di dunia, atau sekitar 4 pasien baru setiap ketersediannya di dunia masih terbatas, dan demikian juga di
bulannya. Angka ini melonjak menjadi rata-rata 8 pasien baru / Indonesia. Kini tampaknya ada upaya penyediannya secara
bulan di tahun 2005 dengan total 95 kasus. Sementara itu, maksimal, yang semoga dapat segera terrealisir. Ke dua, obat
sampai 25 Februari 2006, sudah ada 28 pasien Flu Burung di ini baru punya efek maksimal bila diberikan dalam 48 jam
dunia(1). Untuk Indonesia, awalnya jarak antara kasus pertama pertama sakit, sementara pasien biasanya masuk rumah sakit
dan ke dua adalah 2 bulan lamanya. Di tahun 2006, dalam sudah terlambat. Karena itu pemberian Oseltamivir di
kurang dari 2 bulan sudah ada 11 kasus baru Flu Burung. pelayanan primer di puskesmas mungkin merupakan keputusan
Data juga menunjukkan bahwa dengan segala modalitas yang baik, hanya harus diingat adanya kemungkinan over-use
terapi yang ada sekitar 50% pasien Flu burung akan meninggal dan resistesi. Ke tiga, tidak semua pasien Flu Burung yang
dunia. Data Indonesia menunjukkan 20 dari 28 kasus mendapat obat ini walau dalam 48 jam pertama akan sembuh;
meninggal dunia, artinya case fatality rate 71,43%. dan cukup banyak pula pasien Flu Burung yang dapat sembuh
Salah satu faktor penting penanganan Flu Burung adalah tanpa obat ini. Data dari 37 kasus di Vietnam dan Thailand
pengobatan. bahkan menunjukkan bahwa pada mereka yang diberi
Oseltamivir angka survival nya adalah 24%, sementara yang
Berikut ini akan disampaikan perkembangan pengobatan tidak diberi Oseltamivir angka survival nya bahkan bisa 25%.(3)
Flu Burung dewasa ini. Tentu data ini masih bisa dikritisi, baik karena sedikitnya
jumlah kasus dan juga tidak ada informasi apakah Oseltamivir
MASALAH OSELTAMIVIR diberikan dalam 48 jam setelah gejala timbul, seperti yang
Seperti diketahui, dalam hal obat saat ini kita bergantung dianjurkan. Ke empat, meskipun obat ini bekerja baik,
pada golongan oseltamivir atau yang dikenal dengan nama tampaknya perlu digabung dengan obat-obat lain dan ke lima
Tamiflu®. Dosis yang dianjurkan WHO adalah 2 X 75 mg ada pendapat ahli yang memperkirakan bahwa dosis yang kini
perhari untuk terapi dan 1X 75 mg per hari untuk profilaksis. dipakai adalah kurang dan perlu ditingkatkan.(3) Ke enam
Untuk mereka yang berusia di bawah 13 tahun, dosis adalah lamanya pengobatan, apakah cuikup 5 hari atau
disesuaikan dengan berat badan.(2-4) barangkali harus lebih panjang.(3) Ke tujuh adalah adanya
Pada dasarnya ada dua jenis obat untuk mengatasi virus laporan efek samping obat ini, khususnya di Jepang di mana
influenza, yaitu golongan neuraminidase inhibitors seperti obat ini telah dikonsumsi oleh 24,5 juta orang, 11,6 juta di
osemtamivir dan zanamivir, serta golongan M2 inhibitors yaitu antaranya anak-anak. Dari sejumlah itu dilaporkan 32 kasus
amantadin dan rimantadin. Hanya saja, data dari beberapa dengan gangguan neuropsikiatrik seperti halusainasi, confusion,
negara menunjukkan resistensi terhadap M2 inhibitor, kendati suicide, seizure. Selain itu juga ada laporan terjadinya insomnia,
data Indonesia tidak demikian halnya; sehingga akhirnya secara vertigo, diare, dizziness dan nyeri kepala. Tidak diketahui
internasional WHO menganjurkan penggunaan oseltamivir etiologi dan patofisiologi efek samping ini.(6) Sementara itu, ke
untuk menangani Flu Burung akibat H5N1.(2) delapan dari oseltamivir (Tamiflu®) adalah mulai

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 55


ditemukannya virus Flu Burung yang resisten terhadap obat ini, berdatangan. Untuk mereka maka obat pencegahan ini dapat
antara lain dilaporkan dari Vietnam.(4) diminum terus menerus sampai 6 minggu. Bagaimana kalau
sudah lebih dari 6 minggu masih saja terus datang pasien yang
OBAT BARU harus diobati? Untuk menjawabnya kita masih perlu penelitian
Karena berbagai alasan di atas maka para ahli mulai lebih lanjut.(6)
memikirkan mencari obat baru untuk menangani Flu Burung Obat lain yang juga diteliti untuk pencegahan adalah
dan atau meneliti untuk memberi Oseltamivir dalam dosis Zanamivir dalam bentuk inhalasi. Selain obat-obatan, kini
yang lebih besar dan atau waktu yang lebih lama. Selain itu, dikenal konsep penting mass geographical prophylaxis atau
para ahli juga mencoba efektifitas obat-obat lain. National pencegahan massal atau disebut juga ring prophylaxis. Konsep
Institute of Health (NIH) Amerika Serikat sejak tahun 2005 ini dijalankan dengan memberi profilaksis oseltamivir pada
meneliti kemungkinan penggunaan obat Pegylated Interferon seluruh penduduk satu desa di mana ada kasus pasien Flu
Gamma. Obat lain yang juga kini sedang diteliti meliputi obat Burung. Thailand tampaknya sudah mulai mecoba konsep ini.
anti tumor necrosis factor, obat golongan statin dan ACE Hanya saja memang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
inhibitor. dalam konsep ini.(5,6)
Beberapa obat lain yang dalam penelitian antara lain (6) : Pertama, konsep ini baru "model", belum jelas
– Neuraminidase (NA) inhibitors apakah ”layak laksana” dan benar-benar bermanfaat. Ke dua,
- Peramivir (oral/iv), A-315675 (oral) hanya dapat dilaksanakan di daerah rural / pedesaan, bukan
- Zanamivir (iv) perkotaan. Ke tiga, obat pencegahan harus diberikan pada
– Long-acting NA inhibitors (LANI) setidaknya 80-90% penduduk desa tersebut.
- R-118958 (topical), Flunet® (topical) Ke empat, yang cukup sulit pelaksanaannya, seluruh penduduk
– Conjugated sialidase yang telah mendapat obat pencegahan tidak boleh keluar dari
- Fludase™ (topical) daerah tersebut, sekolah ,kantor dan tempat umum harus
– HA inhibitors- cyanovirin-N ditutup, pokoknya mobilisasi amat dibatasi.. Ke lima, konsep
– Polymerase inhibitors ini baru akan berjalan baik jika virusnya bersifat low
- siRNA; ribavirin (aerosol/iv/po) transmittable.
– Protease inhibitors Ke enam, khususnya pada masa pandemi, konsep ini harus
- Aprotinin dilakukan bila jumlah pasien masih kurang dari 20 orang dalam
1-3 minggu pertama sakit. Jika pasiennya sudah terlalu banyak
Para ahli juga sedang meneliti kemungkinan memberikan maka sudah terlambat dan tidak bisa dicegah lagi.
gabungan / kombinasi dari beberapa obat yang telah dibahas di Bagaimanapun juga, teknik ini merupakan salah satu cara yang
atas, termasuk juga dengan Oseltamivir. Di pihak lain, juga mungkin dapat dikaji di Indonesia.
telah dicoba untuk menggabungkan obat antivirus dengan obat-
obat yang dapat mempengaruhi imunologi (daya tahan) PANDEMI
seseorang dan berfungsi sebagai cytokine dysregulation karena Sejalan dengan mulai munculnya kasus dan kematian
diduga pada Flu Burung terjadi cytokine storm atau badai akibat Flu Burung maka banyak dibicarakan tentang
sitokin yang dapat merusak tubuh secara parah. kemungkinan terjadinya Pandemi Influenza. Direktur Jenderal
WHO mengatakan bahwa diskusi tentang Pandemi Influenza
PENCEGAHAN bukan lagi dalam konteks apakah akan terjadi atau tidak tetapi
Selain pengobatan maka unsur pencegahan tentu juga jadi sudah dalam kapan akan terjadi, artinya WHO mengatakan
perhatian amat penting. bahwa pandemi memang akan kita hadapi.
Para ahli sedang mencoba membuat vaksin Flu Burung. Dunia sudah beberapa kali mengalami pandemi influenza
Memang sampai awal 2006 ini belum berhasil, tetapi di masa lalu. Pandemi Spanish flu yang terjadi tahun 1918 -
setidaknya telah ada beberapa kandidat yang diteliti, baik 1919 disebabkan oleh virus influenza A (H1N1). Ketika itu
dalam bentuk. inactivated (whole and split virion), virosomal timbul jenis virus influensa baru yang menyebar ke seluruh
atau live-attenuated. Kandidat vaksin ini dicoba diberikan dunia dalam 4 sampai 6 bulan. Diperkirakan sampai sepertiga
secara im, intradermal, intranasal. Sebagai ajuvan untuk bentuk penduduk dunia (sekitar 500 juta orang) tertular influenza
inactivated digunakan bahan alum dan MF59. Sekarang ini ketika itu dan sekitar 50 juta orang meninggal, bahkan ada
substrat yang dipakai untuk pertumbuhan kandidat vaksin yang menduga sampai 100 juta orang meninggal. Sekitar 50%
adalah telur, Vero cells, dan primary monkey cells. penderita masih berusia muda dan sebelumnya sehat-sehat saja.
Sementara menunggu adanya vaksin maka sekarang ini Ketika itu pasien bahkan meninggal beberapa hari setelah
untuk pencegahan kita masih bergantung pada oseltamivir. terinfeksi.(7) Gelombang Pandemi flu ke dua, Asian flu terjadi
Mereka yang kontak dengan unggas yang sakit Flu Burung, tahun 1957-1958, disebabkan oleh virus influenza A (H2N2)]
atau juga dengan pasien Flu Burung, diberi oseltamivir 1 X 75 dan mengakibatkan sekitar 70.000 kematian di Amerika Serikat.
mg selama 7 hari. Yang jadi masalah adalah tentu petugas Flu Asia ini pertama diidentifikasi di Cina akhir Februari 1957
kesehatan yang menangani pasien yang terus bergantian masuk kemudian menyebar ke Amerika pada Juni 1957. Sementara itu
RS. Tentu tidak mungkin dokter atau perawat hanya makan di tahun 1968-1969 terjadilah Hong Kong flu yang disebabkan
obat pencegahan 5 hari padahal terus menangani pasien, oleh virus influenza A (H3N2) yang mengakibatkan sekitar
apalagi kalau pandemi benar datang kelak dan pasiennya terus 34.000 kematian di Amerika Serikat dan 1 jutaan di seluruh

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


dunia.(8) Kini, H5N1 dipercaya sebagai salah satu kandidat Hal ke lima yang penting adalah prioritas politik untuk
utama penyebab pandemi. Bila dilakukan analisis situasi penyediaan obat dan alat kesehatan untuk pencegahan dan
tentang pandemi Flu Burung, maka kini setidaknya ada enam penanganan kasus.
hal yang patut jadi perhatian.(5,8,9) Pertama, semua pihak harus Flu Burung adalah masalah kesehatan yang penting. Hanya
menyadari bahwa memang ada risiko besar akan terjadi dengan kerjasama semua pihaklah - pemerintah, profesional
pandemi influenza. Hal ke dua adalah kenyataan bahwa kesehatan, profesional peternakan dan masyarakat luas - kita
ancaman pandemi ini ternyata menetap sejalan dengan dapat mengatasinya. Kepemimpinan dan koordinasi amat
penyebaran penyakit pada unggas di dunia. Ke tiga, kita tidak diperlukan, demikian juga kesadaran masyarakat berdasarkan
dapat secara pasti memprediksi pola mutasi pada virus pengetahuan yang benar.
influenza H5N1, dan juga jenis virus influenza lainnya. Apalagi
infeksi tidak hanya terjadi di unggas, tetapi mungkin juga
terjadi di binatang lain seperti babi, kucing, macan, ikan dan
juga manusia.
Kenyataan ke empat adalah sulitnya membangun early
warning system. Banyak faktor yang berperan, antara lain
begitu banyaknya orang yang memelihara unggas dan tidak
mungkinnya dibunuh semua ayam guna menghindari
penyebaran. Pada manusia, diagnosis dini juga sulit dilakukan
dan diagnosis pastipun butuh alat laboratorium canggih (kultur
virus, PCR, serologi ketat dll). KEPUSTAKAAN
Hal ke lima yang dihadapi adalah soal pencegahan, karena 1. WHO. Cumulative number of confirmed human cases, 20 February 2006.
vaksin ampuh belum tersedia. Hal ke enam, jika pandemi betul- (Accessed February 25, 2006,
betul terjadi, maka dunia akan dihadapkan dengan keterbatasan http ://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_200
kemampuan pelayanan kesehatan untuk menangani tambahan 6_02_20/en/index.html)
2. WHO. Avian Influenza Frequently Asked Question,revised 5 December
jutaan kasus pasien. Dalam keadaan ”normal” seperti sekarang 2005 (Accessed February 25, 2006,
saja masih sering didengar berbagai keluhan tentang pelayanan http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/avian_faqs/en/index.html
kesehatan. Jika ada pandemi maka tentu kalangan kesehatan di #drugs2)
dunia akan dapat tantangan kerja amat berat. 3. The Writing Committee of the World Health Organization (WHO)
Consultation on Human Influenza A/H5. Current Concepts Avian
Untuk bersiap dan mencegah terjadinya pandemi, ada Influenza A (H5N1) Infection in Humans. N Engl J Med 2005;353:1374-
beberapa langkah strategik yang perlu dilakukan.(5,8,9) Yang 85.
pertama, dan sangat penting, adalah harus terbina kerjasama 4. de Jong et al. Oseltamivir resistance during treatment of Influenza A
antara kalangan kedokteran dan peternakan/kedokteran hewan . (H5N1) Infection. . N Engl J Med 2005;353: 2667-72
5. Tjandra Yoga Aditama. Flu Burung pada manusia. Jakarta : UI Press,
Langkah ke dua adalah harus dibinanya komunikasi yang 2005, hal 23-38
intens ke masyarakat. Untuk perkotaan hal ini perlu untuk 6. Hayden GF. Human H5N1 Infection . Disajikan pada Pertemuan Flu
menghindari kepanikan publik. Burung, Jakarta 29 November, 2005
Sementara itu, di daerah rural hal ini perlu terutama untuk 7. Taubenberger JK, Morens DM. 1918 Influenza: the Mother of All
Pandemics. Emerg Inf Dis 2006;12(1): 246-9
menjangkau peternak skala menengah dan kecil yang jutaan 8. Communicable Disease Surveillance and Response Global Influenza
orang jumlahnya. Hal ke tiga adalah meningkatkan ilmu Programme WHO. Responding to the avian influenza pandemic threat .
virologi sehingga mampu mendeteksi perkembangan virus di Recommended strategic actions. Geneve : WHO 2005
masyarakat dan di lingkungan secara lebih mendalam. 9. WHO. Ten things you need to know about pandemic influenza.
(Accessed February 25, 2006,
Langkah ke empat adalah upaya meningkatkan kemampuan http://www.who.int/csr/disease/influenza/pandemic10things/en/index.htm
mendeteksi dan mengobati kasus pada manusia. l

Setiap pasien dengan gejala ILI (Influenza Like Illness) seperti :


gejala demam (suhu > 38°C), sakit tenggorokan, beringus, batuk, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas
dan mempunyai riwayat dalam satu minggu terakhir:
a. kontak unggas sakit / mati mendadak atau
b. kontak unggas (sehat atau sakit) atau
c. mengalami leukopeni atau perburukan radiologik mendadak

Harap segera dirujuk ke rumah sakit rujukan Flu Burung terdekat

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 57


OPINI

Latihan Beban Meningkatkan


Kualitas Hidup Menghadapi Penuaan
Phaidon Lumban Toruan
Perkumpulan Awet Sehat Indonesia ( PASTI)

Key words : muscle, weight training, anabolic hormon

Selama beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan minat Akibat penurunan growth hormone terjadi penurunan
terhadap pengetahuan akan penuaan serta strateginya hormon pada usia 30 an dan penurunan massa otot yang
menghadapi problem akibat proses penuaan, salah satunya dikenal dengan sarcopenia. Karena otot adalah ibarat mesin
adalah penyakit degeneratif. Menurut WHO, 90% penyakit tubuh, kehilangan massa otot ini memberikan dampak yang
penyebab kematian saat ini adalah penyakit degeneratif, sangat besar terhadap kemampuan tubuh kita dan kapasitas
sisanya 10% disebabkan oleh infeksi, trauma, dan penyebab fungsinya. Jika kita tidak secara sadar melakukan olahraga
lain. Umumnya penyakit degeneratif ini disebabkan oleh gaya latihan beban untuk menjaga massa otot, maka kita akan
hidup yakni diet yang tidak sehat dan kurangnya gerak. kehilangan kira-kira 2 sampai 3 kg. jaringan otot setiap
Dikombinasi dengan terjadinya penurunan hormon seperti dekade.(4) Intinya, seperti mobil yang tadinya berkapasitas 3000
growth hormone, testosterone, DHEA mulai pada usia 30 an, cc menjadi 2400 cc lalu turun menjadi 1800 cc, dan bahkan
kelebihan asupan kalori dan kurangnya pengeluaran kalori bisa menjadi seperti bajaj dengan kapasitas 500 cc.
lewat aktifitas, maka problem kegemukan menjadi amat nyata. Karena kapasitas mesin berhubungan erat dengan
Salah satu teori dalam proses penuaan atau aging process penggunaan energi, maka dengan mudah kita mengerti
adalah teori perubahan hormonal yang dikenal dengan teori mengapa berkurangnya massa otot mengakibatkan penurunan
neuroendokrin. Teori ini dimajukan oleh Vladimir Dilman yang metabolic rate. Kehilangan massa otot ini berperan terhadap
berfokus pada wear and tear theory sistem neuro endokrin, penurunan metabolic rate sebanyak 2 sampai 5 persen per
suatu jaringan biokimiawi kompleks yang mengatur hormon dekade.(5) Hasil yang jelas dari makin berkurangnya massa otot
tubuh dan elemen penting lainnya. Pada saat muda, hormon di dan penurunan metabolisme adalah penambahan berat badan
tubuh kita bekerjasama mengatur fungsi organ-organ tubuh secara gradual, kira-kira 5 kilogram perdekade.
termasuk respon terhadap panas, dingin, dan aktifitas seksual.. Dengan sederhana kita pahami bahwa kalori yang
Organ yang berbeda, mengeluarkan hormon yang berbeda, sebelumnya digunakan untuk aktivitas jaringan otot kemudian
yang semuanya berada di bawah komando kelenjar disimpan ke dalam sel lemak yang mengakibatkan terjadinya
hipotalamus. Kelenjar sebesar kacang ini terdapat di otak dan obesitas. Latihan beban merupakan solusi dan masih dapat
bertanggung jawab terhadap produksi dan interaksi hormon- memberi respon walau pada usia tua. Menurut penelitian W
hormon tubuh. Karena fungsinya yang mengkoordinasikan Campbell di Tufts University, pria dan dewasa tua yang
semua hormon tubuh maka kelenjar ini disebut juga thermostat melakukan latihan beban 30 menit tiga kali seminggu selama
tubuh. Berikut adalah fakta-fakta sehubungan dengan teori 12 minggu, dapat menambah berat badan sekitar 1,2 kg dan
hormonal dalam proses penuaan. mengurangi massa lemak 1,8 kg, sementara pada saat yang
sama menambah jumlah kalori sebanyak 370 kalori.
Levels Of Hormones
Sayang sekali, diet tanpa olahraga malah menjadi counter
productive. Pertama, sekitar 25% berat badan yang hilang
adalah jaringan otot.(1) Hal ini kemudian mengurangi resting
metabolism. Ke dua, sekitar 95% dari semua dieter ini akan
kembali naik berat badan dalam waktu kira-kira 1 tahun.(2) Dan
karena penambahan berat badan ini kebanyakan berupa lemak,
maka komposisi tubuh mereka menjadi lebih parah setelah
setiap kali diet. Kita sering tidak menyadari penyebab dan
solusi dari penambahan berat badan ini. Kita tidak menyadari
bahwa kehilangan massa otot mengakibatkan penambahan
massa lemak. Bahkan kita sangat tidak menyadari bahwa
kehilangan massa otot sangat berhubungan dengan osteoporosis

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


dan berbagai macam penyakit degeneratif lain. Untungnya, Misalnya, ketika berbicara latihan beban ke pada remaja
adalah mungkin untuk mengembalikan dan mempertahankan berusia 20 tahunan, maka kita katakan bahwa latihan beban
otot yang berkurang akibat gaya hidup dan proses penuaan. merupakan latihan yang membantu kita memiliki tubuh yang
Misal seorang perempuan pada usia 20 tahun memiliki “gede dan macho” sehingga nanti banyak dilirik.
tinggi 160 cm, berat badan 45 kg, pada usia 30 tahun memiliki Bila kita berbicara pada eksekutif berusia 30 tahunan,
berat badan 50 kg setelah memiliki anak satu, dan persentase maka kita bisa mengatakan bahwa manfaat latihan beban
lemak tubuh adalah 20%. Maka: adalah membuat kita memiliki “seks yang luar biasa” atau bisa
membantu enjoy night life. Bila berbicara aktifitas latihan
30 tahun 40 tahun 50 tahun beban untuk mereka yang berusia di atas 40 tahun, maka ada
Berat badan 50 kg 55 kg 60 kg perbedaan dalam cara mengemas kegiatannya. Secara umum
Berat lemak 10 kg 18 kg 25 kg
Berat otot dan tulang 40 kg 37 kg 35 kg
seseorang yang berusia 40 tahun ke atas memiliki perbedaan
besar dalam tanggung jawab dalam kehidupan, memiliki orang
Logika sederhana dari kondisinya pada usia 50 tahun adalah tua yang sakit-sakitan, anak yang sedang tumbuh menjadi
kegemukan dengan konsekuensi : puber dan perlu pengawasan serta bekerja di perusahaan atau
- mudah lelah, tidak fit dan tidak energik; malas sebagai profesional yang mulai menanjak karirnya, sehingga
beraktivitas. manfaat yang kita tawarkan adalah berupa “stamina” untuk
- beban sendi bertambah, mudah nyeri lutut dan mengatasi banyak problem kehidupan. Pada usia 50 an saat
pergelangan kaki; gairah berkurang anak sudah mulai beranjak dewasa, maka yang terjadi adalah
- tubuh menjadi tidak indah empty nest, rumah mulai kosong, aktifitas pekerjaan sudah
tidak terlalu menyita waktu lagi, akan tetapi kehidupan sosial
DAMPAK KEGEMUKAN semakin tinggi, menyebabkan tubuh mulai gemuk dan
Berikut adalah resume beberapa hal yang terjadi akibat penyakitan; rasa takut akan terjadinya heart attack atau stroke
kegemukan. Kita bisa membayangkan dampak selanjutnya mungkin menyebabkan kita bisa menawarkan manfaat latihan
akibat proses fisiologis tersebut beban untuk membantu menjaga kesehatan. Demikian juga
1. peningkatan LDL yang menyebabkan penyempitan pada usia 60 an, kita bisa memberitahukan bahwa manfaat
pembuluh darah latihan beban adalah untuk membantu mengatasi limitasi
2. sensitifitas insulin berkurang menyebabkan risiko diabetes aktifitas. Mereka yang berusia di atas 60 tahun akan merasakan
3. menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak estrogen, siksaan sangat berat apabila tidak dapat beraktifitas “biasa-
karena sel lemak tubuh memproduksi hormon estrogen. biasa saja” misalnya bermain dengan cucu. Hal ini mungkin
Salah satu cara efektif untuk menurunkan lemak tubuh terjadi akibat kegemukan, osteoporosis, pasca serangan jantung
adalah dengan melakukan aktifitas fitness. Tambahkan latihan dan lain sebagainya. Perlu diingat bahwa latihan beban sebagai
beban dalam aktifitas olah raga yang mungkin selama ini hanya bagian dari aktifitas olahraga merupakan bagian dari gaya
diisi oleh aktifitas aerobik seperti berjalan kaki, sepeda, hidup sehat, dan merupakan investasi jangka panjang, Karena
berenang, dan lain sebagainya. Pada dasarnya aktifitas fitness itu diperlukan komitmen yang kuat dari diri sendiri untuk mau
terdiri atas komponen berikut hidup sehat, dan harus dimulai dari dalam diri sendiri; tidak
1. Olahraga : latihan beban, aerobik, peregangan dapat dipaksakan. Saran saya adalah sediakan waktu minimal
2. Diet : nutrisi, suplementasi 15 menit setiap hari untuk menjaga kebugaran.
3. Istirahat : aktif, pasif

MENGENALI SEGMEN
Manusia walaupun memiliki kesamaan fisiologis, akan
tetapi tetap memiliki perbedaan. Dari faktor demografis, seperti
usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, terlihat bahwa manusia KEPUSTAKAAN
terdiri atas banyak segmen kelompok yang berbeda-beda. Hal 1. Ballor DL, Poehlman ET. Exercise training enhances fat free mass
ini menyebabkan perbedaan dalam cara penyampaian manfaat preservation during diet-induced weight loss: A meta analytic finding.
sesuatu sesuai dengan segmen yang dihadapi. Ketika “menjual” Internat. J. Obesity, 18:35-40
2. Brehm B, Keller B. Diet and exercise: factors that influence weight and
sesuatu yang baik, tidak hanya diperlukan produk yang fat loss. IDEA Today 1990; 8:33-46
berkualitas baik, akan tetapi juga perlu bungkusnya sesuai 3. Campbell W, Crim M, Young V, Evans W. Increased energy
dengan segmen yang dituju. Konsepnya adalah latihan beban. requirements and changes in body composition with resistance training in
Manfaat utama dari latihan beban adalah penambahan massa older adults. Am.J.Clin.Nutr.1994; 60:167-175
4. Forbes GB. The Adult decline in lean body mass. Human Biology 1976;
otot. Manfaat dari penambahan massa otot secara sederhana 48 : 161-73
adalah sesuai dengan fungsinya yakni memperbaiki postur, 5. Keyes A, Taylor HL, Grande F. Basal Metabolism and Age of Adult
menambah pergerakan, dan pembakaran kalori. Man. Metabolism 1973; 22:579-87

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 59


Produk Baru
Neural Tube Defects – Fact and Prevention
Defek tuba neuralis atau neural tube defects merupakan cacat Asam folat adalah vitamin B yang tersedia pada bahan makanan
lahir yang sangat serius. Kelainan ini mengenai sumsum tulang (spina sehari-hari seperti sayur-sayuran hijau, kacang buncis, padi, hati, ragi,
bifida) dan otak (anensefalus).(1,2) Spina bifida terjadi jika kolum dan pada beberapa buah-buahan seperti jeruk. Meskipun seseorang
spinal janin tidak menutup untuk melindungi batang spinal. Penutupan yang mengkosumsi sayur mayur dan daging segar akan mencerna
ini seharusnya terjadi pada beberapa minggu pertama kehamilan. sebanyak 2 mg setiap harinya, ternyata tidak semua wanita hamil
Spina bifida menyebabkan berbagai masalah yang berkaitan dengan memperoleh asupan asam folat yang adekuat dari diet sehari-hari ini.
gangguan neurologis. Anensefalus merupakan suatu kondisi otak bayi Pada orang dewasa normal, asupan harian yang direkomendasikan
tidak berkembang dengan semestinya dan biasanya menyebabkan bayi yaitu sebesar 400 mcg; wanita hamil, menyusui, serta pasien-pasien
lahir mati atau meninggal segera setelah lahir.(3) dengan laju pergantian sel yang tinggi seperti pada pasien anemia
hemolitik membutuhkan asam folat sebesar 500-600 mcg atau lebih
setiap harinya. Namun, untuk mencegah cacat lahir berupa defek tuba
neuralis, US Public Health Service (1992) dan Institute of Medicine
(1998) merekomendasikan agar semua wanita usia reproduksi
terutama yang akan hamil diharuskan mengkonsumsi 400 mcg asam
folat setiap harinya.(1,2,5,6)
Asam folat dalam bentuk suplemen dan bahan makanan alami
ternyata berbeda dalam hal penyerapan dan ketersediaan di dalam
tubuh. Penelitian selama 12 minggu oleh Nulty et al. menunjukkan
bahwa suplementasi asam folat sebesar 400 mcg/hari (group 1) dan
Gambar 1. Anensephalus Gambar 2. Anensephalus asupan bahan makanan dengan fortifikasi asam folat yang
mengandung asam folat 400 mcg/hari (group 2) terbukti efektif untuk
Di Amerika, defek tuba neuralis terjadi pada 3000 kehamilan meningkatkan status folat pada seorang wanita secara bermakna (**).
setiap tahunnya dan insidensinya menurun sekitar 50% pada kurun Sementara konsumsi folat yang berasal dari bahan makanan alami
waktu 1970 sampai 1989 (1.3 per 1000 menjadi 0.6 per 1000 kelahiran yang mengandung asam folat 400 mcg/hari (group 3), diet biasa
hidup). Bayi-bayi yang dilahirkan dengan spina bifida dapat tumbuh (group 4), dan kelompok tanpa intervensi (group 5) menunjukkan
menjadi dewasa, namun, pada beberapa kasus, sering disertai dengan peningkatan folat pada sel darah merah yang tidak bermakna.(7)
kelainan-kelainan seperti paralisis, inkontinensia urin dan alvi dalam
derajat yang bervariasi.(2,4) Kalbe Farma sebagai salah satu perusahaan farmasi yang terus
mengembangkan produk-produk Obstetri dan Ginekologi,
merencanakan akan memasarkan suplemen asam folat dan vitamin B6
dengan nama VOMILAT®. Selain kandungan asam folat 40 mcg,
VOMILAT® juga mengandung vitamin B6 (30 mg) yang dapat
digunakan sebagai terapi mual dan muntah pada kehamilan. Dosis
anjuran pemberian VOMILAT® yaitu 1-2 tablet setiap hari.

KEPUSTAKAAN
1. Carter H, Lindsey LL, Petrini JR, et.al. Use of Vitamins Containing Folic
Acid Among Women of Childbearing Age. MMWR CDC
2004;53(36):847-850. http://www.cdc.gov
2. Houk VN, Oakley GP, Erickson GP, et al. Recommendations for the Use
of Folic Acid to Reduce the Number of Cases of Spina Bifida and Other
Neural Tube Defects. MMWR CDC 1992;41(RR-14):001.
http://www.cdc.gov
3. Anonim. CERHR : Folic Acid.
http://cerhr.niehs.nih.gov/genpub/topics/folic_acid-ccae.html. Diakses
tanggal 25 Oktober 2005
4. Jallo G, Becske T, Rust RS, et al. Neural Tube Defects.
http://www.emedicine.com
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Prenatal Care. In. Williams
Gambar 2. Respon Sel Darah Merah Terhadap Asupan Folat Obstetrics 21st ed. New York : Mc Graw Hill, 1997. Hal 221-245.
6. Hilman RS. Hematopoietic Agents – Growth Factors, Mineral, and
Vitamins. In. Goodman & Gilman’s Pharmacological Basis of
Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba Therapeutics. Eds. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. New York :
neuralis dapat dilakukan dengan mengkonsumsi vitamin yang dikenal Mc Graw Hill, 2001. Page 1487-1517
7. Nulty HM, Cuskelly GJ, Ward M. Response of Red Blood Cell Folate to
sebagai asam folat. Konsumsi asam folat pada periode peri konsepsi
intervention : implications for folate rekommendations for the prevention
dapat mengurangi kejadian defek tuba neuralis sebesar 50-70%. of neural tube defects. Am J Clin Nutr 2000 ; 71 (Suppl) : 1308S – 11S.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


Kegiatan Ilmiah
DETAK, Deteksi Awal Kanker diresmikan Menkes RI, Jakarta 24 hadiri oleh sekitar 350 peserta simposium.
Januari 2006
Menurut data pemeriksaan histopatologik di Indonesia tahun 1999, A4M Pre-Conference Workshop, Las Vegas 9 Desember 2005
lima besar kanker yang diderita penduduk Indonesia, berturut-turut adalah: Kekurangan Growth Hormone (GH) pada proses penuaan belum
Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara, Kanker Kelenjar Getah Bening, membuat seseorang mencari bantuan tenaga medis, sampai ia bisa mem-
Kanker Kulit dan Kanker Rektum. Karena kepedulian itulah, maka Kalbe bandingkan hal itu dengan orang yang kadar GH-nya tetap normal.
Farma bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia dan Rumah Sakit Demikian dikatakan dr Thierry Hertoghe pada Pre-Konferensi American
Kanker Dharmais mencetuskan program DETAK. Aktifitas DETAK mulai Academy of Anti-Aging Medicine di Las Vegas. Di hadapan sekitar 2.000
dijalankan setelah diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, Dr. dr Siti peserta yang meluber, workshop khusus membahas Endokrinologi dengan
Fadilah Supari, SpJP(K), di Gedung Dharma Wanita Pusat Kuningan tema: A Practical Application of Treating Adult Hormone Deficiency
Jakarta, 24 Januari 2006. Acara dilanjutkan dengan Seminar Awam dan using Bio-Identical Hormone Replacement Therapy (HRT), dikemukakan
Konferensi Pers serta pembagian buku "Kanker, Antioksidan dan Terapi pendapat terbaru tentang hasil penelitian terakhir mengenai GH,
Komplementer" dan brosur-brosur. Selain itu diselenggarakan juga Lomba Testosteron, Cortisol, dan lain-lain.
Penulisan Kanker berhadiah jutaan rupiah. Website: http://www.detak.org.
Kongres Internasional XIII Anti Aging Medicine, Las Vegas 2005
ISBPPSM, Jakarta 24 - 26 Januari 2006 Para dokter datang dan berkumpul pada kongres ini, pertama-tama
Kemajuan bidang Kesehatan Jiwa di Indonesia saat ini, sungguh tidak untuk pasien-pasiennya, melainkan untuk dirinya sendiri. Demikian
memprihatinkan. Salah satu indikator, misalnya, bisa dilihat pada pengakuan dr Robert Goldman, chairman A4M (American Academy of
perhatian pemerintah yang memprioritaskan bidang ini pada nomor 14 dari Anti-Aging Medicine), dalam sambutannya di acara Kongres Internasional
15 bidang kesehatan yang ada. Demikian dilansir Mantan Direktur XIII Anti Aging Medicine Las Vegas, 9 Desember 2005. Kongres yang
Kesehatan Jiwa Depkes RI, Prof(em.). R Kusumanto Setyonegoro, MD, berakhir tanggal 12 Desember ini didahului Workshop Pre-Kongres 1 hari
PhD, saat memberikan ceramahnya pada acara ISBPPSM (Indonesian dan bersamaan dengan beberapa workshop seperti dari International
Society for Biological Psychiatry, Psychopharmacology & Sleep Hormone Society, Mesotherapy, dan Sports Medicine. Total peserta yang
Medicine) yang berlangsung di Hotel Twin Plaza Jakarta, 24 hingga 26 mendaftar mengikuti acara ini sekitar 4.000 dokter dan tenaga kesehatan
Januari 2006. Dalam kesempatan ini pula, diperkenalkan obat original dari seluruh dunia.
terbaru untuk penderita Schizophrenia dari Kalbe Farma, LODOPIN®
(Zotepine).
Seminar Nasional: Perspektif global antisipasi pandemi flu burung,
Seminar Revolution on Anti Aging Medicine, seri III, Jakarta 26 Jakarta, 9 Desember 2005
November 2005 Kewaspadaan yang tinggi dan kesiagaan terhadap penyakit flu
Cosmeceuticals, menurut Vice Chairman dan Founder PASTI burung yang saat ini sedang melanda khususnya di tanah air kita, harus
(Perkumpulan Awet Sehat Indonesia, Indonesian Anti Aging Society) ditingkatkan oleh para dokter dan tenaga medis, dikatakan oleh Dr.
Edwin Djuanda, adalah perpaduan ilmu Kosmetik dan Pharmaceuticals. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS dalam Seminar Nasional tentang Flu
Untuk pelbagai kondisi kulit, Cosmeceuticals banyak sekali peranannya Burung, yang dihadiri oleh sekitar 1100 peserta, termasuk 30 duta besar
dalam meneliti dan mengembangkan hal-hal seperti: antioxidant, atau perwakilan dari negara sahabat yang ada di Jakarta. Seminar ini
bleaching, cell renewal (retinoic acid, etc) dan pelbagai jenis pelindung, dibuka resmi oleh Menteri Kesehatan RI, Dr. dr. Siti Fadilah Supari,
seperti: sunblock, moisturizers, dan lain-lain. Demikian dipaparkan ahli SpJP(K).
kulit Indonesia, dr Edwin Djuanda, di hadapan sekitar 200 peserta Series
Seminar Revolution on Anti Aging Medicine. Seminar ini terbuka bagi Pelantikan PB IDKI 2005 - 2008, Jakarta 24 Desember 2005
siapa saja (dokter maupun non dokter) yang tertarik mempelajari lebih Ke depan, pelayanan kedokteran Indonesia akan berbasis Dokter
jauh mengenai Anti Aging Medicine. Website : http://www.pasti.or.id. Keluarga. Demikian penuturan Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia, saat
melantik Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia
The 7th International Meeting on Respiratory Care Indonesia (IDKI) atau The Indonesian Medical Association for Occupational Health
(RESPINA 2005), Jakarta, 2-4 Desember 2005 (IMAOH) masa bakti 2005-2008, Sabtu 24 Desember 2005. Menjabat
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah salah satu kasus sebagai Ketua Umum adalah dr Soemardoko Tjokrowidigdo, SpM, SpKP
yang banyak dijumpai dalam praktek dokter sehari-sari, sehingga tidak menggantikan dr Sudjoko Kuswadji MScOM PKK SpOk.
salah bila pertemuan tahunan ke 7 RESPINA kali ini memfokuskan pada
tema ARDS. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 750 tamu, dari kalangan Simposium Nasional PERMI JAYA, Jakarta 4-5 Februari 2006
dokter spesialis, dokter umum dan mahasiswa. Total sesi yang disampai- Sebagai wujud kepedulian terhadap wanita menopause dan dalam
kan berjumlah 20 topik, diawali pada hari pertama dengan kegiatan rangka memperingati Hari Menopause sedunia yang jatuh pada tanggal 18
workshop. Oktober, Perkumpulan Menopause Indonesia Cabang Jakarta (PERMI
JAYA) menyelenggarakan simposium nasional menopause. Penyeleng-
The 2nd National Congress Indonesian Osteoporosis Association, garaan Simposium Nasional (SIMNAS) ke-III ini, menghadirkan
Surabaya 2-4 December 2005 pembicara-pembicara handal dalam bidang menopause, untuk mem-
Acara The 2nd National Congress Indonesian Osteoporosis presentasikan masalah peventif terhadap komplikasi menopause yang luas
Association diselenggarakan atas kerjasama Perhimpunan Osteoporosis seperti masalah kardiovaskuler, muskuloskeletal, kulit, mata, pendengaran,
Indonesia dan International Osteoporosis Foundation Desember 2005. osteoporosis, seks, psikologi dan terapi sulih hormon (TSH). Simposium
Dalam kongres ini, dibahas masalah seputar kesehatan tulang terutama di ini dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari kalangan dokter.
Indonesia. Acara yang bertema Strong Bones For The Healthy Body ini
dibuka oleh Gubernur Jawa Timur Imam Hutomo dan dihadiri juga oleh Laporan lengkap dari pelbagai simposium di atas, bisa diakses pada
wakil dari International Osteoporosis Federation (IOF) – USA, serta di- http://www.kalbefarma.com/seminar.

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 61


apsul
Uji Laboratorium yang Dianjurkan untuk Kasus Baru HIV Positif
Test Comment
Complete blood count Anemia may contraindicate use of zidovudine
Electrolytes, blood urea nitrogen, creatinine, fasting blood sugar Abnormal renal function may contraindicate use of tenofovir or indicate
need for adjustment of renally excreted nucleoside or nucleotide
analogues; baseline presence of diabetes may contraindicate use of
protease inhibitors, which can cause insulin resistance
Bilirubin, alkaline phosphatase, aspartate aminotransferase, Indinavir and atazanavir can elevate indirect bilirubin levels. Abnormal
alanine aminotransferase liver-enzyme levels may indicate need for further workup, may
influence choice of antiretroviral agents, which carry risk of
hepatotoxicity, or both
Creatine kinase Elevated value may reflect, most commonly, exercise or underlying HIV
myopathy; a baseline value is helpful, to monitor zidovudine therapy,
which may cause drug-induced myopathy
Amylase, lipase Baseline values may be helpful for making decisions regarding use of
drugs (e.g., didanosine) that carry risk of pancreatitis.
Fasting lipid profile Abnormal baseline values may indicate need for dietary therapy, drug
therapy, or both, or possible avoidance of therapy with certain protease
inhibitors
Serologic tests for syphilis (e.g., plasma reagin test) Evidence of past or recent exposure requires treatment unless there is
documentation of adequate course of treatment.
Serologic tests for hepatitis A, B, and C viruses If negative, counseling to prevent acquisition of all three viruses and
vaccination for hepatitis A and B viruses are indicated. If active
infection with hepatitis B or C virus, or both, is present, decision
should be made about specific treatment and its relation to
antiretroviral therapy
Toxoplasmosis titer If negative, counseling to prevent acquisition of Toxoplasma gondii
(including avoidance of undercooked meat and of cat feces) is
indicated. If positive, and CD4 cell count is <100 per mm3, primary
prophylaxis is indicated. (patients with very advanced HIV infection
may lose antibody to T. gondii.)
CMV titer If negative, counseling is indicated to prevent acquisition of virus
through intimate contact or blood transfusion. If blood products are
needed, screening should be considered, to prevent CMV acquisition.
Whether there is a routine need for this test is debatable, given the
decreased incidence of CMV-associated disease with the use of potent
antiretroviral therapy.
Cervical Papanicolaou smear Important, given the prevalence of HPV infection and increased risk of
cervical neoplasia.
Anal screening for HPV No consensus recommendation exists, but consideration of Papanicolaou
smear, HPV DNA test, or both, is reasonable, given associated risk of
anal carcinoma.
Tuberculin skin test If positive (induration ≥5 mm) and active tuberculosis is ruled out,
isoniazid therapy for nine months should be considered.
Electrocardiography Baseline tracing may be important, given potential for increased
cardiovascular risk associated with antiretroviral therapy (especially
some protease inhibitors). Atazanavir can prolong PR interval.
Chest radiography Important to consider obtaining a baseline film, owing to numerous
HIV-related complications that can manifest as pulmonary disease.

*Because of potential past exposure to pathogens that may reactivate with immunosuppression, additional baseline laboratory screening tests to consider in persons
with newly diagnosed HIV infection may include titers for Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis and Blastomyces dermatitidis. If these tests are
negative, counseling (e.g., regarding travel and recreation) to avoid acquisition should be considered. If positive, the awareness that risk increases as immunosup-
pression worsens may help in the management of HIV infection. In the United States, histoplasmosis is endemic in the Mississippi River Valley, Puerto Rico, and
foci in other parts of the country; coccidioidomycosis is endemic in central California and the Southwest; and blastomycosis is endemic in the Southeast.
Blastomycosis is relatively rare in patients with AIDS, so the role of testing for this infection is particularly uncertain. Stool examination for Strongyloides
stercoralis also should be considered in patients with a history of travel to or residence in tropical or semitropical areas. If positive, treatment is indicated to avoid
the potential for future development of hyperinfection syndrome with advanced immunosuppression. However, routine testing cannot be recommended on the basis
of available data. CMV denotes cytomegalovirus, and HPV human papillomavirus. Data are from the Department of Health and Human Services and Aberg et al.

N Engl J Med 2005; 353:16 www.nejm.org.

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006


ABSTRAK
ASAM VALPROAT UNTUK dijumpai di kelompok 2 (9% vs. 4%, 20 mg. benazepril/hari atau plasebo.
INFEKSI HIV p=0.02) Mereka di follow-up sampai 3,4 tahun.
Asam valproat diketahui juga Kombinasi tenovofir DF + em- Sejumlah 22/102 (22%) pasien grup 1
mempunyai aktivitas inhibisi enzim tricitabine + efavirenz lebih unggul menyelesaikan studi, dibandingkan
histone deacetylase 1 (HDAC 1) – dibandingkan dengan kombinasi zido- dengan 44/108 (48%) di grup 2 yang
enzim yang menekan ekspresi gen vudine + lamivudine + evafirenz. mendapat benazepril dan 65/107 (60%)
virus. Efek inhibisi enzim ini akan N.Engl.J.Med 2006;354:251-60
di grup 2 yang mendapat plasebo.
mengeluarkan virus dari sel T sehingga brw Dibandingkan plasebo, benazepril
dengan demikian lebih rentan terhadap dikaitkan dengan reduksi 43% risiko
efek terapi antiretrovirus. naiknya kadar kreatinin serum dua kali
Teori ini dicoba dibuktikan PENYAKIT SETELAH PERJA- lipat, penyakit ginjal tahap akhir atau
melalui pemberian 500-750 mg. asam LANAN WISATA kematian di grup 2.
valproat/hari selama 3 bulan pada 4 Perjalanan wisata, terutama ke Terapi benazepril juga dikaitkan
pasien HIV positif yang sedang negara-negara berkembang berisiko dengan 55% reduksi proteinuri dan
menjalani HAART. terkena penyakit-penyakit tertentu. 23% reduksi penurunan fungsi ginjal.
Di akhir terapi, ternyata infeksi Data dari 17353 pelancong (travellers) Efek samping di semua kelompok tidak
HIV dalam sel CD4+ turun bermakna yang sakit sepulangnya dari perjalanan berbeda bermakna.
pada 3 pasien; rata-rata 75% (68% - menunjukkan bahwa gejala demam
N.Engl.J.Med. 2006;354:131-40
>84%). Data ini memberikan harapan sistemik tanpa penyebab jelas lebih
brw
akan manfaat tambahan obat dengan sering dijumpai di kalangan yang
mekanisme yang berbeda sebagai pulang dari Afrika Subsahara dan Asia
ajuvan terapi infeksi HIV. Tenggara, diare akut di kalangan yang TERAPI KARSINOMA OVARIUM
pulang dari Asia Selatan - Tengah, Sejumlah 429 pasien karsinoma
Lancet 2005;366:549-55
masalah kulit di kalangan yang pulang ovarium stage III atau karsinoma
brw
dari Karibia atau Amerika Tengah peritoneal primer yang massa
/Selatan. residualnya ≤ 1 cm. mendapat 135
PENGOBATAN UNTUK HIV Malaria merupakan penyebab paclitaxel/m2 permukaan tubuh selama
POSITIF demam tersering, kecuali pada yang 24 jam diikuti dengan cisplatin iv. 75
Mengingat ketaatan berobat juga pulang dari daerah Karibia atau mg/m2 pada hari ke dua (grup iv) atau
tergantung dari kesederhanaan protokol Amerika Tengah/Selatan – di daerah 100 mg. cisplatin intraperitoneal + 60
dan toleransi obat, beberapa kombinasi tersebut penyebab terseringnya dengue. mg paclitaxel/m2 intraperitoneal pada
obat diteliti manfaatnya atas kasus- Mereka yang pulang dari Afrika hari ke 8 (grup ip). Terapi diberikan 6
kasus HIV positif. Subsahara terutama mengidap infeksi kali dengan selang waktu 3 minggu.
Sejumlah 517 pasien HIV positif riketsia, tick-borne spotted fever. Di akhir terapi 415 pasien dapat
baru yang belum pernah diobati, diberi Pelancong dari semua daerah, dievaluasi. Nyeri tk.3 dan 4, rasa lelah
regimen tenovofir disoproxil fumarate kecuali Asia Tenggara menderita diare dan efek toksik metabolik, gastro-
(DF) + emtricitabine + efavirenz 1 akibat parasit lebih sering daripada intestinal, hematologik, neurologik
kali/hari (kelompok 1) atau/ diare bakterial. lebih banyak dijumpai di kelompok ip.
dibandingkan dengan zidovudine- N.Engl.J.Med.2006;354:119-30 (p ≤ 0.001). Hanya 42% di kalangan ip
lamivudine 2 kali/hari + efavirenz 1 brw yang menyelesaikan terapi.
kali/hari (kelompok 2). Rata-rata (median) progression-
Setelah 48 minggu, kelompok 1 free survival di kalangan iv 49.7 bulan
lebih banyak yang mencapai target < BENAZEPRIL DAN FUNGSI dan di kalangan ip 65.6 bulan (p=0.03
400 copies HIV RNA/ml. dibanding- GINJAL logrank test)
kan di kelompok 2 (84% vs. 73%; Setelah masa run-in selama 8 Mutu kehidupan lebih jelek di
95%CI for diff. 2-17%, p=0.002), dan minggu, 104 pasien dengan kadar kalangan ip sebelum siklus 4 dan 3-6
pada kenaikan jumlah CD4 (190 kreatinin serum 1.5 – 3.0 mg/dl minggu setelah terapi, tetapi tidak lagi
sel/mm3 vs. 158 sel/mm3; 95%CI for mendapat 20 mg. benazepril/hari (grup setelah 1 tahun.
diff. 9 - 55; p=0.002). 1), sedangkan 224 pasien lainnya
Efek samping yang mengharuskan dengan kadar kreatinin serum 3.1-5.0 N.Engl.J.Med 2006; 354:34-43
penghentian terapi lebih banyak mg/dl (grup 2) secara acak menerima brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Yang tidak dapat mendiagnosis infeksi TORCH: 6. German measles disebabkan oleh infeksi virus:
a) Kultur darah ibu a) Variola
b) Pemeriksaan cairan amnion b) Varicella
c) PCR c) Rubella
d) Biopsi plasenta d) Herpes simpleks
e) Pemeriksaan serologi darah ibu e) Sitomegalovirus

2. Cara yang paling lazim digunakan untuk diagnosis infeksi 7. Kalsifikasi intrakranial merupakan tanda infeksi :
TORCH: a) Herpes simpleks
a) Kultur darah ibu b) AIDS
b) Pemeriksaan cairan amnion c) Rubella
c) PCR d) Toksoplasmosis
d) Biopsi plasenta e) Sitomegalovirus
e) Pemeriksaan serologi darah ibu
8. Komplikasi utama ketuban pecah dini :
3. IgM positif menunjukkan : a) Sepsis
a) Infeksi aktif b) Infeksi neonatus
b) Infeksi subklinis c) Partus lama
c) Infeksi kronis d) Partus prematur
d) Kekebalan terhadap infeksi e) Abortus
e) Pernah terinfeksi
9. Pada penelitian Raka Budiyasa, kuman utama pada apusan
4. IgG positif menunjukkan : vagina kasus KPD :
a) Infeksi aktif a) Pseudomonas
b) Infeksi subklinis b) E. coli
c) Infeksi kronis c) Streptokokus
d) Kekebalan terhadap infeksi d) Stafilokokus
e) Pernah terinfeksi e) Klebsiella

5. Infeksi rubella pada ibu paling berbahaya jika terjadi pada 10. Risiko infeksi neonatus meningkat bermakna jika ketuban
kehamilan : pecah lebih dari :
a) Trimester pertama a) 8 jam
b) Trimester ke dua b) 10 jam
c) Trimester ke tiga c) 12 jam
d) Saat persalinan d) 18 jam
e) Semua sama tingkat bahayanya e) 24 jam

JAWABAN RPPIK :
1.A 2.E 3.A 4.C 5.A 6.C 7.E 8.B 9.B 10.D

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006

You might also like