You are on page 1of 24

Peranan Pemerintah Daerah Dalam Merumuskan Kebijakan Baru Mengenai

Perencanaan Kota

Filed under: lingkungan dan perkotaan — E.Zaenal.Muttaqin @ 9:59 am


Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk paling banyak setelah Cina, India,

dan Amerika serikat[1] tentunya memiliki berbagai konsekwensi yang lebih kompleks, apalagi

jika dihubungkan dengan permasalahan pembangunan kota sebagai bentuk indikator dari

kemajuan pembangunan itu sendiri. Melihat dari pengalaman yang telah terjadi dari beberapa

waktu yang lalu, dapat dikemukakan bahwa sistem pembangunan di Dunia umumnya dan

khususnya pembangunan di Indonesia belum memiliki wawasan lingkungan yang baik dan

perencanaannya masih belum memperhatikan keseimbangan ekologi, dan dalam hal ini ialah

perencanaan kota yang memadai. Beberapa permasalahan pokok yang mengemuka  mengenai

permasalahan kota antara lain:

1. Kemiskinan di Perkotaan
2. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
3. Keamanan dan Ketertiban Kota
4. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan (dalam hal ini ialah
pemerintah daerah dan perangkatnya)[2]

            Hal tersebut kemudian memicu adanya konvensi PBB tentang pembangunan dan

lingkungan di Rio de Janeiro pada tahun 1992 sebagai sebuah bentuk kritikan atas pembangunan

yang tak seimbang.[3]Maka dari hasil konvensi tersebut dihasilkanlah sebuah konsep yang

seimbang mengenai pembangunan dan ekologi, dan dalam hal ini ialah pembangunan kota yang

berada dalam tataran dinamis, namun tetap memperhatikan keseimbangan tata aturan dan isu

internal kota yang didalamnya juga termasuk lingkungan hidup.

            Demikian pula seiring dengan hal tersebut Indonesia mulai mengadopsi konsep-konsep

tersebut kedalam sistem pembangunannya hal ini tercernin dari konsep pembangunan yang

berkelanjutan (Sustainable Development) yaitu suatu proses perubahan yang terencana di


dalamnya exploitasi sumber daya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan

perubahan kelembagaan semuanya dalam keadaan selaras serta meningkatkan potensi masa kini

dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk

memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia, disamping juga memiliki dasar kajian strategis dan

terperinci. Seperti disinggung diatas bahwa kota sebagai salah satu pos pembangunan yang

utama berada pada wilayah administrasi pemerintah daerah sebagai pengelola dan perencana.

Perlu diketahui juga bahwa pengertian pemerintah daerah pada tulisan ini ialah satuan

pemerintah teritorial tingkat lebih rendah dari pemerintahan pusat dalam format negara kesatuan

Republik Indonesia.

            Perkembangan kota di Indonesia dan berbagai permasalahannya sudah ada sejak dekade

1950 ketika terjadi masa transisi dalam membenahi kota sebagai ekses dari perang kemerdekaan,

sentra-sentra produksi dan industrialisasi terutama kota-kota besar di pulau Jawa mulai

menunjukan signifikansi pembanguna yang pada akhirnya menimbulkan berbagai dampak yang

secara seksama harus segera ditanggulangi seperti masalah urbanisasi, perkembangan sosial

ekonomi dan budaya perkotaan, serta perkembangan fisik atau infrastruktur perkotaan yang

menjadi salah satu aspek indikator kemajuan kota.[4] Penelitian yang dilakukan oleh

Departemen Pekerjaan Umum[5] memperlihatkan bahwa pertumbuhan masyarakat kota di

Indonesia dari kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 akan mencapai 76-100 juta, atau sekitan 36-

50% dari total jumlah penduduk, dengan begitu arus urbanisasi yang semakin pesat memerlukan

perimbangan yang proporsional dari pembangunan kota, tetapi pada realisasinya penyediaan

kebutuhan seperti infrastruktur yang memadai, sanitasi, air bersih, pemukiman yang sehat,

lingkungan, sektor lalu lintas, dan masalah lainnya belum terlaksana secara optimal, dan

karenanya diperlukan strtaegi pembangunan kota yang mampu mengimbangi keadaan


masyarakat saat ini.[6] Beberapa realitas tersebut menunjukan bahwa betapa perkembangan kota

di Indonesia dan dampak yang dihasilkan memerlukan perhatian serius dari pemerintah untuk

kemudian ditanggulangi, beberapa permasalahan seperti yang telah disinggung di atas dan

memerlukan perhatian pemerintah antara lain:

1.      Kemiskinan di perkotaan: berbicara masalah kemiskinan maka kita akan dihadapkan

kepada suatu kompleksitas permasalahan yang rumit, begitu pun halnya dengan

kemiskinan dan perkotaan. Pada dasarnya pemerintah dan pemerintah daerah khususnya

telah berusaha untuk menangulangi masalah tersebut namun pada kenyataannya belum

memberikan hasil yang baik, sebenarnya masalah kemiskinan terkait erat dengan adanya

berbagai ketimpangan sosial, oleh akrena itu perlu strategi khusus yang tidak bisa

dilepaskan dari masalah sosial dan budaya.[7]begitu juga halnya dengan urbanisasi

sebagai akibat dari bergesernya orientasi Negara dari pertanian kepada industi, prosentase

yang dikemukakan oleh Hauser dan Gardner[8] menunjukan bahwa terdapat 53,7%

penduduk Asia pada tahun 2025 yang bermukim di kota dan 62,5 % penduduk Dunia

yang bermukim di kota. Fakta ini mengindikasikan bahwa urbanisasi pada masa

mendatang akan semakin besar pada tataran jumlah dan tentunya harus diimbangi dengan

penyediaan lapangan pekerjaan, perumahan yang layak, dan  sarana prasaranan yang

memadai, namun apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka tidak mustahil akan

menimbulkan kemiskinan kota yang komplikatif.         

2.      Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan: lingkungan dalam beberapa dekade terakhir

khususnya dalam konteks perkotaan memiliki esensi tersendiri dalam perannya

membangun konsep perkotaan yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan lingkungan hidup

tidak terpisahakan dari penataan ruang kota, penataaan ruang kota itu sendiri akan
meliputi penataan berbagai media lingkungan dan kawasan seperti ruang Terbuka Hijau

(RTH) serta tata guna tanah, lebih lanjut menurut Ateng Syafrudin[9] penataan tersebut

tidak berkutat pada fisik atau infrastruktur semata, melainkan terkait juga terkait dengan

masalah sosial, budaya, ekonomi, dan berbagai aspek lainnya. Namun pada tataran

faktual keadaan lingkungan di berbagai kota besar di Indonesia saat ini memiliki

kecenderungan yang tidak berwawasan lingkungan, terbukti dengan banyaknya daerah-

daerah kumuh (Slums) yang diakibatkan oleh sumberdaya manusia yang tiadk produktif,

dan sumber daya yang tidak produktif tersebut mencerminkan ketidakberdayaan

pemerintah dalam memberdayakan dan melayani warganya. Laporan dari Cities

Alliance[10] pun menyebutkan, dengan mencontohkan kota Jakarta bahwa ketiadaan

kebijakan yang responsif terhadap pembinaan sumber daya manusia dalam konteks

perkotaan akan berdampak terhadap penyediaan lengkungan yang baik bagi perkotaan itu

sendiri.

3.      Keamanan dan Ketertiban Kota: sebenarnya masalah kemanan dan ketertiban kota

sangat berkaitan dengan masalah kemiskinan dan sumber daya manusia kompeten,

artinya bahwa dengan adanya kemiskinan yang semakin besar jumlahnya akan

menimbulkan tindakan kriminalitas, oleh karena itu perlu adanya optimalisasi kebijakan

pemerintah dalam bidang tersebut dan juga partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

4.      Kapasitas Daerah Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan:  mengenai

kapasitas daerah untuk mengelola dan mengembangkan kota, maka seperti telah

disinggung di atas bahwa dengan adanya paradigma desentralisasi dan otonomi daerah

maka kesiapan daerah harus terpenuhi dengan beberapa pembaharuan baik dalam bidang

pemerintahan yang terkait dengan sumber daya manusia, masalah kelembagaan dan
beberapa hal penunjang lainnya. Terdapat beberapa strategi sebenarnya yang dapat

diterapkan oleh pemerintah daerah dalam mempersiapkan kapasitasnya, misalnya seperti

beberapa strategi yang ditawarkan oleh PricewaterhouseCooper[11]yang

mengintegrasikan beberapa isu strategis yang sering muncul dalam konteks

pembangunan kota seperti intellectual and social capital (terkait dengan sumber daya

masyarakat kota), democratic capital (mengenai partisipasi masyarakat), cultural capital

(terkait faktor budaya masyarakat dan nilai-nilai sosial), environment capital

(berwawasan lingkungan), technical capital (pembangunan infrastruktur)¸dan financial

capital (strategi pendanaan pembangunan kota)     

Dengan bergulirnya sistem pemerintahan yang menganut desentralisasi, maka kini

pemerintah daerah memiliki tugas dan peran yang baru untuk menyusun rencana lebih seskasama

dalam pembangunan kota yang lebih efisien dan terencana. Sesuai dengan UU No. 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah, maka porsi yang lebih besar justru terletak pada tanggung

jawab pemerintah lokal, hal ini lebih lanjut tertuang dalam Pasal 13 Ayat (1):

“Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan

dalam skala provinsi yang meliput”:

a.      Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b.      Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c.       Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d.      Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e.       Penanganan bidang kesehatan;

f.        Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g.      Penangguilangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;


h.      Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i.        Fasilitasi pengembangan, koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

j.        Pengendalian lingkungan hidup;

k.      Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

l.        Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

m.    Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n.      Pelayanan administrasi penanaman modaltermasuk lintas kabupaten/kota;

o.      Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnyayang belum dapat dilaksanakan oleh

kabupaten/kota;

p.      Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Penegasan pasal dari UU tersebut merupakan sebuah legitimasi terhadap pemerintah daerah

(dalam hal ini adalah pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten) untuk lebih leluasa

mengatur daerahnya, disamping itu juga momentum ini (desentralisasi dan otonomi daerah)

adalah sebuah titik awal untuk membuat kebijakan perkotaan yang bersifat explisit, yaitu

kebijakan yang langsung dan eksplisit menyebutkan  tujuan dan fokus kebijakan pada

pembangunan daerah atau kota,[12]sementara itu saat ini kebijakan kota lebih mengarah kepada

sifatnya yang implisit atau kebijakan pemerintah yang tidak langsung namun mempengaruhi

terhadap struktur dan tata kota seperti halnya kebijakan perpajakan, tarif, transportasi, dan

sebagainya. Intensitas kebijakan yang berorientasi kepada makna implisit akan membuat sistem

sentralisasi dan terpusat pada kota utama dan beberapa kota saja, oleh karena itu pemerintah

daerah sebagai pemegang kebijakan yang utama di daerahnya perlu memikirkan perencanaan

yang matang dan seksama untuk membangun tata kota yang lebih baik sesuai dengan alur
pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu pemerintah daerah dalam konteks

pembangunan kota berkelanjutan tidak hanya memperhatikan aspek fisik dari kota saja,

melainkan juga aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat kota itu sendiri yang kesemuanya

adalah sesuatu yang inheren dalam tataran pembangunan berkelanjutan.

Lahirnya Undang-undang No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang kemudian

diubah dengan Undang-undang No.26 Tahun 2007 merupakan rumusan dasar dan pedoman yang

termasuk juga di dalamnya pengaturan tata ruang kota yang berkelanjutan sepert disebutkan

dalam Pasal 2 yang berbunyi:

“Dalam kerangka Negara kesatuan Negara republic Indonesia, penataan ruang

diselenggarakan berdasarkan asas:

a.      Keterpaduan;

b.      Keserasianm keselarasan, dan keseimbangan;

c.       Keberlanjutan;

d.      Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e.       Ketrebukaan;

f.        Kebersamaan dan kemitraan;

g.      Perlindungan kepentingan umum;

h.      Kepastian hukum dan keadilan;

i.        Akuntabilitas.

Begitu juga dengan lahirnya beberapa peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah No.26

Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan  Peraturan Menteri Dalam

Negeri No.1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan semakin

menegaskan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah yang ada dalam perkotaan.
            Adanya peraturan perundang-undangan yang lahir dengan tujuan membenahi perkotaan

tersebut apabila dilihat dari sudut pandang yang komprefensif ternyata harus diikuti dengan

penjelasan yang bersifat pedoman teknis, meskipun pedoman tersebut lahir melalui Peraturan

Menteri No.1 Tahun 2008 tetapi perlu ada penjelasan yang konkrit dan bersifat teknis yang

kemudian akan dimasukan dalam kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk dan sifatnya yang

grass root policy atau kebijakan yang responsif.[13]

[1]Forbes, Dean K. “Republic of Indonesia.” Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA:
Microsoft Corporation, 2005.
[2]Gita Chandrika Napitupulu, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan: Bunga
Rampai Pembangunan Kota Indonesia Abad 21, Buku I, Urban and Regional Development Institute (URDI) dan
Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005, hlm. 10
[3]Daud Silalahi, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (termasuk perlindungan)
Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial dan Ekonomi, makalah  pada seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII, Denpasar ,Bali, Hlm.3
[4]Djoko Sujarto, Masa Depan Kota dan Reorientasi Perencanaan Tata Ruang Kota Indonesia Dalam
Pembangunan Perkotaan: Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Abad 21, Buku II, Urban and Regional
Development Institute (URDI) dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005, hlm.2
[5]Departemen Pekerjaan Umum, Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahunan 1987/1988,
Jakarta, September 1988, hlm.7
[6] Tommy Firman, Seratus Juta Penduduk Perkotaan, Harian  Suara Pembaruan, Rabu, 30 Maret 2005
[7]Wahyu  Susilo, Jujurlah Terhadap Realitas Kemiskinan! , Harian Kompas, Kamis, 15 September 2005
[8]Janet  L. Abu  Lughod, Changing Cities: Urban Sociology, Harper Collins Publisher, New York, 1991,
hlm.58
[9]Ateng Syafrudin, Perencanaan Tata Ruang di Nederland: Penelitian di Zuid Holland, 1989, hlm.i-vii
[10] Cities Alliance, Guide to City Development Strategies: Improving Urban Performance, The Cities
Alliance, Washington D.C, 2006, hlm.29
[11]PricewaterhouseCoopers, Cities of The Futures: Global Competition, Local Leadership,
http://www.pwc.com/government, tertanggal  20 Juli 2008
[12]L.S Bourne & J.W Simmons, “System of Cities”, Oxford Univ. Press, 1978, hlm.490
[13]Kebijakan grass root atau responsif di utarakan oleh Jerome Frank seorang penganut paham realisme
yang mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk bersifat aktif dan respon terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial.
Untuk lebih lanjut lihat Jerome Frank,Mr.Justice Holmes and Non Euclidian Legal Thinking, Cornell Law
Quarterly, New York, 1932, hlm.568   

Ideologi Jerman

 IDEOLOGI DAN SISTEM POLITIK REPUBLIK FEDERAL JERMAN

1. Konstitusi Republik Federal Jerman


Undang-Undang Dasar RFJ yang bersifat sementara (Ubergangszeit) yang di buat
pada tanggal 23 Mei 1949 (saat itu diputuskan oleh ?Dewan Menteri Wilayah Barat? yang
dikepalai oleh Konrad Adenauer), menjadi dasar dan landasan terwujudnya satu
peraturan kebebasan demokrasi untuk rakyatnya. Penduduk RFJ dituntut aktif untuk
mewujudkan, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan RFJ. Setelah Jerman
bersatu kembali pada tahun 1990, tuntutan ini terpenuhi oleh karena itu selain ?
Preambul? juga pasal (artikel) penutup UUD diperbaharui.

Pada tahun 1999 orang Jerman telah mempunyai pengalaman setengah abad
dengan Undang-Undang Dasar mereka yaitu Grundgesetz. Pada jubileum ke-40 dari
Republik Federal Jerman pada tahun 1989, Grundgesetz telah dinyatakan sebagai undang-
undang dasar yang terbaik dan paling liberal yang pernah terdapat di bumi Jerman.
Penerimaan rakyat terhadapnya melebihi sikap terhadap konstitusi Jerman yang
manapun sebelumnya. Dengan Grundgesetz telah diciptakan sebuah negara, yang sejauh
ini belum pernah dilanda krisis konstitusional yang serius.

Grundgesetz terbukti merupakan landasan yang kokoh bagi kehidupan suatu


masyarakat negara demokratis yang stabil. Kehendak penyataun kembali yang
terkandung di dalmnya terlaksana pada tahun 1990. Berdasarkan Perjanjian Unifikasi
yang mengatur bergabungnya RDJ dengan Republik Federal Jerman, mukadimah dan
pasal penutuf Grundgesetz mengalami penyusunan baru, dan kini menyatakan bahwa
dengan bergabungnya RDJ maka rakyat Jerman sudah kembali memperoleh kesataunnya.
Sejah tanggal 3 Oktober 1990 Grundgesetz berlaku untuk seluruh Jerman.

Isi Grundgesetz sendiri banyak mencerminkan pengalaman para penyusunya pada


masa pemerintahan totaliter di bawah rezim diktatorial Nazi. Terlihat dalam banyak
pokok pikiran UUD ini upaya untuk menghindari kesalahan masa lalu yang ikut
menyebabkan keruntuhan Republik Weimar yang demokratis. Para penyusun
Geundgesetz pada tahun 1948 mencakup para Perdana Menteri negara bagian di ketiga
zone Barat serta anggota Majelis Parlementer yang diutus oleh setiap parlemen negara
bagian. Majelis yang dipimpin oleh Konrad Adenauer ini memutuskan Grundgestz yang
diikrarkan pada tanggal 23 Mei 1949.

2. Penghargaan hak-hak asasi manusia

Pada bagian pertama Grundgesetz tercantum uraian hak-hak asasi disertai


kewajiban negara untuk menghormati dan melindungi martabat manusia. Jaminan ini
dilengkapi dengan hak umum atas kemerdekaan mengembangkan kepribadian bagi setiap
individu. Hak tersebut menjamin perlindungan menyeluruh bagi warga terhadap
kesewenang-wenangan pihak negara. Penghormatan terhadap martabat manusia dan
kemerdekaan mengembangkan kepribadian berlaku baik bagi warga Jerman maupun
warga asing. Di antara hak-hak kemerdekaan klasik yang tercantum dalam Grundgesetz
tergolong antara lain : kebebasan beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat
(termasuk kebebasan pers) dan perlindungan hak milik. Selain itu, kemerdekaan seni dan
ilmu pengetahuan, hak berkoalisi, perlindungan atas kerahasiaan isi surat, kiriman pos
dan telekomunikasi, perlindungan terhadap pemaksaan kerja dan kerja-paksa, kedaulatan
penuh atas tempat tingal, dan hak menolak wajib militer berdasarkan alasan hati nurani.

Kategori hak individu lain yang tercantum dalam Grundgesetz adalah hak-hak
warga. Berbeda dengan hak-hak asasi di atas, hak warga hanya berlaku untuk warga
negara Jerman. Hak ini terutama menyangkut partisipasi politik dan kebebasan
melaksanakan pekerjaan. Intinya mencakup kebebasan berkumpul, hak mendirikan
perkumpulan dan organisasi, kebebasan bergerak dan menentukan tempat tinggal di
wilayah Republik Federal (termasuk memasukinya), kemerdekaan memilik dan
melaksanakan pekerjaan, larangan ekstradisi dan hak ikut dalam pemilihan umum.
Disamping hak-hak kemerdekaan tersebut masih terdapat hak-hak kesamaan. Prinsip
umum, bahwa setiap manusia adalah sama di hadapan hukum diuraikan secara kongkret
dalam Grundgesetz. Tak seorang pun boleh dirugikan atau diuntungkan berdasarkan jenis
kelamin, keturunan, ras, bahasa, tanah air maupun asal-usul, kepercayaan, agama atau
keyakinan politiknya. Juga dengan jelas diatur persamaan hak lelaki dan perempuan.
Grundgesetz juga menjamin hak setiap warga negara jerman untuk diperlakukan sama
dalam hal penempatan jabatan publik.

Hak-hak asasi juga mengenai perlindungan dan jaminan terhadap kelembagaan


sosial seperti perkawinan, keluarga, gereja dan sekolah. Beberapa hak asasi secara tegas
dirumuskan sebagai hak untuk memperoleh pelayanan dan manfaat, seperti misalnya hak
seorang ibu untuk memperoleh perlindungan dan perawatan kesejahteraan oleh
masyarakat.

Hak asasi yang tidak bisa lain hanya berlaku untuk warga asing dan yang pertama
kali tercantum dalam UUD Jerman adalah hak suaka. Hak ini menjain pemberian suaka
di Jerman bagi warga asing yang ditindas karena alasan politik di negara asal. Beberapa
saat yang lalu kedatangan ratursan ribu pemohon suaka ke Jerman yang telah
berlangsung selama bertahun-tahun dan akhirnya hampir tidak terkontrol lagi
menimbulkan keadaan genting. Sebagaian besar pemohon suaka ternyata datang bukan
karena penindasan politik, tetapi umumnya berdasarkan alasan ekonomi. Hal ini
mengancam keberadaan hak suaka bagi mereka yang benar-benar tertindas.

Dalam batasan yang sangat ketat, Grundgesetz memberi kemungkinan untuk


membatasi hak-hak asasi tertentu secara langsung atau tidak langsung melalui undang-
undang. Akan tetapi peraturan hukum tak pernah boleh menafikan makna pokok hak-hak
asasi. Hak asasi adalah hukum yang berlaku langsung. Inilah salah satu pembaruan
Grundgesetz yang terpenting. Dalam konstitusi-konstitusi yang lama, pencantuman hak-
hak asasi lebih bersifat pernyataan program yang tidak mengikat secara yuridis. Kini,
ketiga badan penyelenggara negara ? baik parlemen sebagai legislatif, maupun eksekutif,
yaitu pemerintah dengan segala aparatur administrasi negara, polisi dan tentara, begitu
juga pengadilan sebagai pelaksana yuridiksi ? terikat secara ketat oleh hak-hak asasi.
Seitap warga yang merasa salah satu hak asasinya tidak diindahkan, berhak untuk
mengajukan tuntutan perihal keputusan atau tindakan negara kepada Mahkamah
Konstitusional Federal. Dengan memasuki Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi
Manusia dan Kemerdekaan Pokok Individu pada tahun 1952, Republik Federal Jerman
sejak 1953 berada di bawah pengawasan internasional untuk hak asasi. Pasal 25 konvensi
tersebnut memberikan hak kepada warga negara-negara penandatangan untuk menuntut
negaranya sendiri di hadapan Komisi Eropa; protokol tambahan ke-9 pada konvensi itu
juga membukakan kemungkinan kepada warga untuk mengajukan keluhan-keluhan yang
bersifat individual kepada Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia. Pada tahun 1973
Jerman juga meratifikasi Pakta-Pakta Internasional PBB tentang Hak Asasi Manusia.

3. Dasar-dasar Tata Negara

Ada lima prinsip yang menjadi acuan ketatanegaraan dalam Grundgesetz; Jerman
adalah negara republik dan demokrasi, negara federal, negara hukum dan negara sosial.

Republik sebagai bentuk negara dikukuhkan oleh UUD dalam penamaan ?


Republik Federal Jerman?. Ke luar hal ini tampak dalam kenyataan, bahwa Presiden
Federal (Bundesprasident) adalah kepala negara yang ditentukan melalui pemilihan.
Dasar bentuk negara demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar
menyebutkan, bahwa seluruh kekuasaan negara berasal dari rakyat. Dalam hal ini
Grundgesetz menganut sistem demokrasi tak langsung, yaitu demokrasi melalui
perwakilan. Artinya : kekuasaan negara harus diakui dan disetujuai rakyat, tetapi
penyelenggaraannya tidak langsung oleh keputusan-keputusan rakyat, selain dalam
pemilihan umum. Penyelenggaraan ini diserahkan kepada ?badan-badan tersendiri?
dibidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Rakyat sendiri menjalankan kekuasaan negara
terutama dalam pemilihan parlemen yang diselenggarakan secara berkala. Berbeda
dengan konstitusi berbagai negara bagian, Grundgesetz menentukan bentuk-bentuk
demokrasi langsung seperti referendum dan plebisit hanya sebagai perkecualian.
Penyelenggaraan plebisit hanya diharuskan dalam hal perubahan pembagian wilayah
federal.

Grundgesetz memilik konsep ?demokrasi yang berani melawan?. Sikap ini berasal dari
pengalaman pada saat Republik Weimar, yang diruntuhkan oleh partai-partai radikal dan
memusuhi konstitusi. Dasar pemikiran demokrasi berlawanan adalah bahwa kebebasan
semua kekuatan dalam percaturan politik menemui batasnya, bila ada usaha meniadakan
demokrasi itu sendiri melalui prosedur demokrastis. Itulah alasan mengapa Grundgesetz
memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusional Federal untuk melarang
partai politik yang bertujuan menghambat atau meniadakan tata negara demokratis.

Ditetapkan bentuk negara federal dalam UUD berarti bahwa tidak hanya federasi,
tetapi juga ke-16 negara bagian mempunyai status setara negara. Untuk bidang-bidang
tertentu, negara-negara bagian tersebut memiliki kedaulatan atas wilayahnya, yang
diwujudkan melalui legislasi, penegakan hukum dan yurisdiksi sendiri. Setelah
ditetapkannya pebagian tugas dan kewenangan antara federasi dan negara bagian, titik
berat kegiatan legislatif ternyata memang terletak pada negara pusat atau federasi.
Bukanlah pada negara bagian seperti yang diinginkan oleh konstitusi. Negara bagian
terutama bertugas menyelenggarakan administrasi negara, artinya melaksanakan undang-
undang. Pembagian tugas ini adalah unsur penting dalam sistem pembagian kewenangan
dan keseimbangan keuasaan yang digariskan oleh Grundgesetz.

Inti dari prinsip negara hukum yang tertuang dalam Grundgesetz adalah pebagian
kekuasaan. Fungsi-fungsi kekuasaan negara dipercayakan kepada badan legislatif, badan
eksekutif dan badan yudikatif yang masing-masing bediri sendiri. Arti penting pembagian
kewenangan dini terletak pada pembentukan kekuasaan negara melalui pengawasan dan
pembatasan timbal balik yang membuahkan perlindungan bagi kebebasan seitap warga.
Elemen penting yang kedua dalam prinsip negara hukum adalah berlakunya hukum
secara mutlak pada semua perbuatan negara. Prinsip pemerintahan atas dasar hukum ini
berarti, bahwa badan eksekutif alias pemerintah tidak boleh melanggar hukum yang
berlaku, terutama konstitusi dan undang-undang (keutamaan undang-undang);
selanjutnya untuk segala bentuk interfensi ke dalam ruang hukum dan ruang
kemerdekaan individu dibutuhkan suatu dasar hukum formal (persyaratan adanya
undang-undang). Semua tindakan alat negara dapat diperiksa kesesuaian hukumnya oleh
hakim yang independen, bila ada pengaduan hak yang tersangkut.

Prinsip negara sosial adalah pemikiran baru yang melengkapi gagasan tradisional
tentang negara hukum. Negara diwajibkan melindungi kelompok-kelompok masyarkat
yang lemah dan senantiasa mengusahkan keadilan sosial. Banyak sekali undang-undang
dan keputusan pengadilan yang telah menghidupi prinsip ini. Negara sosial diwujudkan
dalam asuransi wajib kesejahteraan sosial yang meliputi tunjangan purnakarya (pensiun),
tunjangan bagi orang cacat, biaya perawatan dan pemulihan kesehatan serta tunjangan
bagi penganggur. Negara juga, untuk menyebut beberapa contoh lagi, memberi bantuan
sosial kepada yang membutuhkan, tunjangan tempat tinggal dan tunjangan anak, serta
menjaga keadilan sosial melalui perundangan yang menyangkut lindungan pekerjaan dan
waktu kerja

4. Sistem Pemerintahan

A. Umum

Republik Federal Jerman terdiri atas 16 negara bagian. Negara bagian bukanlah
provinsi, tetapi negara dengan kewenangan bernegara sendiri. Setiap negara bagian
mempuyai undang-undang dasar sendiri, yag harus sesuai dengan prinsip negara hukum
berbentuk republik yang demokratis dan sosial menurut norma Grundgesetz. Di luar itu,
negara bagian tersebut memiliki kebebasan menentukan sendiri undag-undang dasarnya.

Bentuk negara federal termasuk di antara prinsip-prinsip konstitusi yang tidak bisa
diubah. Akan tetapi keberadaan negara bagia yang ada sekarang bukan tidak bisa
berubah. Untuk penyusunan kembali RFJ terdapat aturan dalam Grundgesetz.

Sistem federasi mempunyai tradisi konstitusional yang panjang, yang hanya pernah
diselingi oleh sistem negara kesatuan di bawah rezim Nazi (1933-1945). Jerman termasuk
contoh negara federal yang klasik. Federalisme telah terbukti tangguh: baik keistimewaan
maupun masalah-masalah regional dapat diperhatikan dan teratasi dengan lebih baik
melalui sistem ini dibandingkan melalui sistem pemerintahan terpusat.

Tatanan federal di Jerman, seperti juga di Amerika Serikat dan Swis,


menjembatani persatuan ke luar dengan keanekaragaman di dalam. Pelestarian
keanekaragaman itu adalah fungsi tradisional federalisme. Kini fungsi tersebut menjadi
semakin penting berkenaan dengan tuntutan regional seperti perlindungan bangunan
bersejarah, pelestarian tradisi tata kota serta pengembangan kebudayaan daerah.

Tugas utama federasi adalah mempertahankan kemerdekaan. Pembagian antara


federasi dengan negara bagian adalah elemen penting dalam sistem pembagian
kewenangan dan keseimbangan kekuasaan. Termasuk di dalamnya keikutsertaan negara
bagian dalam kegiatan politik pada tingkat federasi melalui perannya di Bundesrat.

Tatanan federal juga memperkuat prinsip demokrasi karena memungkinkan


keterlibatan politik warga dalam lingkungannya. Demokrasi akan lebih hidup, bila
warganya ikut terlibat dalam proses politik di daerah yang dikenalnya melalui pemilihan
umum dan pemungutan suara.

Sistem federasi masih mempunyai beberapa kelebihan, misalnya kesempatan


bereksperimen dalam lingkup terbatas dan munculnya persaingan sehat antar negara
bagian. Salah satu negara bagian dapat saja menerapkan sesuatu yang baru, misalnya
dalam bidang pendidikan, dan dengan demikian merintis pembaruan di seluruh wilayah
federal.

Selain itu, sistem federasi mampu memberi kesempatan sesuai dengan perbedaan
regional dalam pembagian kekuatan politik. Partai yang beroposisi pada tingkat federal,
bisa saja memiliki mayoritas dan memegang pemerintahan di salah satu negara bagian.

B. Kewenangan Negara Bagian

Grundgesetz mengatur kewenangan legislatif federasi dengan memperhatikan,


apakah diperlukan peraturan hukum yang berlaku di seluruh wilayah federal, ataukah
diinginkan peluang bagi negara bagian untuk menciptakan undang-undang sendiri. Hal ini
jelas lagi dengan adanya pembagian kewenangan federasi dalam penetapan hukum yaitu
kewenangan penuh, kewenangan bersaing dan kewenangan membuat undang-undang
pokok. Federasi mempunyai kewenangan legislatif penuh antara lain atas bidang-bidang
hubungan luar negeri, pertahanan, moneter dan alat pembayaran, perkeretaapian,
hubungan udara dan sebagian peraturan perpajakan.

Dalam hal kewenangan bersaing, negara bagian mempunyai hak menetapkan


undang-undang hanya bila hal bersangkutan belum di atur federasi. Pusat di lain pihak
hanya boleh melakukannya, jika benar-benar diperlukan peraturan hukum yang seragam
untuk seluruh wilayah negara federal. Termasuk dalam kewenangan bersaing antara lain
bidang-bidang hukum pidana dan perdata, hukum niaga, undang-undang mengenai energi
nuklir, hukum perburuhan dan hukum pertanahan; selanjutnya peraturan untuk warga
asing, bidang perumahan, pelayaran dan lalu lintas jalan, masalah limbah, kebersihan
udara dan peredaman kebisingan. Dalam kenyataannya, untuk semua hal tersebut
dibutuhkan peraturan hukum yang seragam, sehingga secara praktis negara bagian tidak
lagi memiliki kewenangan di bidang tersebut.

Beberapa bidang dimasukkan dalam kewenangan negara bagian, dengan


berpatokan pada undang-undang pokok yang ditentukan federasi. Di sini termasuk
perguruan tinggi, kelestarian alam dan cagar alam, perencanaan daerah dan masalah air.
Masih ada beberapa bidang yang pada awalnya tidak tercantum dalam Grundgesetz, yang
saat ini direncanakan, di atur dan dibiayai bersama oleh federasi dan negara bagian.
Bidang-bidang yang disebut ?Kewenangan Bersama? ini pada tahun 1969 dimasukkan ke
dalam Grundgesetz. Termasuk diantaranya perluasan dan pembangunan perguruan
tinggi, perbaikan struktur ekonomi regional serta struktur pertanian dan perlindungan
pantai.
Lembaga administrasi negara pada tingkat federal hanya ada untuk bidang-bidang
hubungan luar negeri, kereta api, pos, penempatan tenaga kerja, bea cukai, serta pada
polisi perbatasan dan angkatan bersenjata. Bagian terbesar administrasi publik
dikerjakan oleh setiap negara bagian secara mandiri. Yurisdiksi federasi pada dasarnya
terbatas pada Mahkamah Konstitusional Federal dan pengadilan-pengadilan tinggi.
Keberadaan pengadilan tersebut menjamin penafsiran hukum yang seragam. Semua
pengadilan lainnya adalah pengadilan negara bagian.

Dalam menegakkan hukum, negara bagian memiliki kewenangan atas semua


bidang yang belum di atur oleh federasi atau yang tidak ditentukan sebagai kewenangan
federasi oleh Grundgesetz. Dengan demikian poko-pokok yang tinggal untuk legislasi
negara bagian adalah sebagian luas bidang pendidikan dan kebudayaan, sebagai
perwujudan ?kedaulatan budaya? mereka. Selain itu, peraturan hukum di tingkat
komunal serta bidang kepolisian juga menjadi kewenangan negara bagian.

Kekuatan negara bagian yang sebenarnya terletak pada pelaksanaan administrasi


negara dan keterlibatannya dalam pembuatan undang-undang federasi melalui
bundesratz. Negara-negara bagian berwenang melaksanakan seluruh administrasi dalam
negeri. Pada waktu yang sama, aparat pemerintah negara bagian bertanggung jawab pula
atas pelaksanaan bagian terbesar undang-undang dan peraturan yang diberlakukan
federasi.

Ada tiga macam tugas yang diemban pemerintahan negara bagian: pertama tugas
yang semata-mata menjadi urusan sendiri (misalnya sekolah, kepolisian dan perencanaan
regional). Kemudian tugas melaksanakan hukum federal sebagai urusan dan tanggung
jawab sendiri (misalnya undang-undang perencanaan bangunan, perizinan usaha,
pelestarian lingkungan), dan terakhir tugas melaksanakan peraturan hukum federal atas
mandat federasi (umpamanya pembangunan jalan negara, bantuan pendidikan).

Dengan demikian tata negara yang digariskan oleh konstitusi Republik Federal
Jerman dalam kenyataannya telah berkembang menjadi tatanan yang bersifat sentral
dalam bidang legislatif dan yang lebih menonjol ciri federalnya dalam pelaksanaan
administrasi pemerintahan

C. Swapraja Komunal

Pemerintahan kota dan desa yang otonom adalah pencerminan kemerdekaan warga
yang menjadi tradisi di Jerman. Hal ini berakar pada hak-hak istimewa kota-kota
berdaulat pada abad pertengahan. Pada masa itu orang yang memperoleh hak sebagai
warga kota berdaulat terbebaskan dari belenggu perhambaan tuan tanah feodal. (?Udara
kota membebaskan,? demikianlah semboyan saat itu). Di zaman modern, otonomi
pemerintahan komunal erat berhubungan dengan pembaruan yang dilaksanakan Freiherr
vom Stein, terutama dalam tata Kotapraja Prusia yang diberlakukan tahun 1808.
Grundgesetz meneruskan tradisi ini dan dengan jelas menjamin pemerintahan komunal
yang otonom pada tingkat kota komune (Gemeinde) dan kabupaten (Kreis). Dengan
demikian mereka berhak untuk mengatur segala urusanmasyarakat setempat secara
mandiri dalam kerangka hukum nasional. Pemerintah kota, komune dan kabupaten harus
dilaksanakan secara demokratis. Perundang-undangan komunal menjadi kewengan
negara bagian. Berdasarkan alasan historis, undang-undang pokok di bidang ini berbeda
dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Namun praktik administrasi komunal pada
umumnya hampir sama di semua negara bagaian.

Hak swaraja terutama mencakup bidang angkutan umum di wilayah komunal,


pembangunan jalan setempat, pengadaan listrik, air dan gas, pengolahan air limbah, dan
perencanaan tata kota. Selain itu pembangunan dan pemeliharaan sekolah-sekolah, teater,
museum, perpustakaan umum, rumah sakit, gedung olah raga dan kolam renang. Setiap
komune bertanggung jawab pula untuk pendidikan lanjutan dan pembinaan remaja.
Setiap satuan swapraja juga menentukan sendiri apakah tindakannya efisien dan
ekonomis. Banyak masalah setempatyang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh komune
dan kota-kota kecil. Tugas seperti ini dapat diambil alih oleh kabupaten sebagai satuan
wilayah yang lebih besar. Kabupaten inipun dengan badan-badan yang dipilih secara
demokratis, merupakan bagian dari sistem swapraja komunal. Kota-kota yang agak besar
tidak ternasuk administrasi kabupaten, melainkan berdiri sendiri.
Swapraja komunal dan kemandirian daerah tidak akan ada artinya, bila komune-
komune tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai pelaksanaan tugasnya.
Keuangan yang memadai selalu mejadi bahan pembahasan. Setiap komune berhak
menarik sendiri pajak dan iuran tertentu, seperti pajak bumi dan pajak usaha. Di samping
itu komune berhak atas pajak konsumsi dan pajak kemewahan yang ditarik oleh negara
bagian dari warga setempat. Namun itu semua biasanya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan komune. Karena itu setiap komune mendapat andil dari federasi maupun dari
negara bagian, misalnya dari pajak imbalan kerja dan pajak pendapatan. Selain itu ada
bantuan dari dana pengimbangan antar komune, yang dkelola secara intern oleh setiap
negara bagian. Selain itu swapraja komunal mengenakan pungutan untuk pelayanan jasa.

Sistem swapraja komunal memberi peluang bagi masyarakat untuk turut serta
dalam pelaksanaan politik dan dalam pengawasan. Dalam rapat terbuka untuk warga
setempat, setiap warga dapat berbicara langsug dengan wakil-wakil rakyat yang dipilih, ia
dapat memeriksa anggaran pendapatan dan belanja, atau ikut dalam diskusi mengenai
rencana pembangunan. Kota dan Gemeinde adalah sel-sel kebersamaan politik
masyarakat yang terkecil. Sel-sel itu harus senantiasa berkembang dan memperbarui diri,
agar kemerdekaan dan demokrasi dalam negara dan masyarakat tetap terpelihara.

6. Lembaga Pemerintahan

Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi, RFJ berupaya keras untuk tidak
mengulangi politik yang pernah diterapkan dan terjadi sesaat Hitler memegang
kekuasaan. Oleh karena itu diupayakan adanya pembagian kekuasaan dan kewenangan
yang jelas sehingga tidak dapat terulang lagi penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam sistem demokrasi yang dianut oleh RFJ (demokratis-parlementer) partai-partai


politik memegang peran yang konstitutif. Yang berarti jika salah satu partai politik
menang dalam pemilu baik tingkat daerah ataupun tingkat federal/pusat, maka partai ini
berkuasa penuh dan bertanggung jawab atas pelaksanaan politik dalam periode
pemerintahan yang ditentukan. Kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh negara
terbagi dalam 3 lembaga pemerintahan yaitu :

1) Lembaga Legislatif :

a) Bundestag (DPR)

Bundestag Jerman adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Federal Jerman. Parlemen
ini dipilih oleh rakyat setiap empat tahun. Pembubarannya (sebelum masa jabatan
berakhir) hanya dapat dilakukan dalam situasi khusus dan menjadi kewenangan Presiden
Federal. Tugas Bundestag yang utama adalah menetapakan undang-undang, memilih
Kanselir dan mengawasi pemerintah.
Sidang pleno Bundestag adalah forum perdebatan besar di parlemen, terutama dalam
diskusi mengenai masalah penting politik dalam negeri dan luar negeri. Pekerjaan awal
mempersiapaan perundangan dilaksanakan dalam rapat-rapat komisi yang biasanya
bersifat tertutup. Disini aspirasi politik harus dipertemukan dengan pandangan para ahli
dari bidangnya masing-masing.

Dalam lingkup tugas komisi terletak juga titik berat pengawasan parlemen atas perilaku
pemerintah. Tanpa pembidangan itu, penyelesaian begitu banyak masalah yang beraneka
ragam tak mungkin tercapai. Bundestag menentukan komisi-komisi sesuai dengan
pembagian bidang tugas yang berlaku pada pemerintah. Ini mencakup Komisi Luar
Negeri, Komisi Sosial sampai Komisi Anggaran Belanja Negara, yang juga memainkan
peranan penting, karena mewujudkan kewenangan parlemen atas pendapatan dan belanja
negara. Kepada Komisi Petisi setiap warga dapat mengajukan permohonan maupun
keluhannya.

Dari tahun 1949 sampai akhir periode legistalif 1990, 6700 rancangan undang-
undang (RUU) diajukan kepada parlemen dan 4400 telah diputuskan. Kebanyakan RUU
tersebut berasal dari pihak pemerintah, bagian lebih kecil dari parlemen sendiri maupun
dari Bundesrat. RUU dibacakan dan dibahas tiga kali kepada komisi yang bersangkutan.
Pada pembacaan ketiga diadakan pemungutan sura. Suatu undang-undang (kecuali
perubahan terhadap konstitusi) diterima, apabila disetujui mayoritas dari jumlah suara
yang diberikan. Untuk udang-undang yang menyangkut kewenangan negara bagian masih
diperlukan persetujuan dari Bundesrat.

Anggota-anggota Bundestag Jerman dipilih dalam pemilihan yang umum,


langsung, bebas, sama dan rahasia. Mereka masing-masing adalah wakil seluruh rakyat,
tidak terikat pada penugasan dan perintah siapapun dan hanya bertanggung jawab pada
hati nuraninya sendiri. Jadi mereka memiliki mendat bebas. Sesuai keanggotaan partai,
mereka bergabung dalam fraksi-fraksi atau kelompok. Hati nurani dan solidaritas politis
pada partai sendiri kadang-kdang dapat bertabrakan. Namun, walaupun seorang anggota
parlemen keluar dari partainya, ia masih tetap memegang mandatnya di Bundestag. Di
sinilah tampak dengan sangat jelas ketidaktergantungan anggota-anggota parlemen.

Berdasarkan jumlah anggota fraksi dan kelompok ditentukan pula jumlah


wakilnya dalam komisi-komisi. Ketua Bundestag biasanya dipilih dari fraksi terbesar
sesuai kebiasaan undang-undang dasar Jerman sejak dahulu.
Ketidaktergantungan para anggota parlemen secara keuangan dijamin melalui pemberian
honorarium yang tingginya sesuai dengan arti penting kedudukan seorang wakil rakyat.
Siapa yang sedikitnya delapan tahun menjadi anggota parlemen berhak mendapatkan
pensiun setelah mencapai batas usia yang ditentukan.

b) Bundesrat (Dewan utusan negara bagian)


Lembaga legislatif yang terdiri dari perwakilan dari negara bagian yang jumlahnya
didasarkan pada banyaknya penduduk negara bagian yang bersangkutan.

Bundesrat turut serta dalam pembuatan undang-undang dan administrasi negara


federal. Berbeda dengan sistem senat di federasi lain seperti di Amerika Serikat atau Swis,
Bundesrat tidak terdiri dari wakil rakyat yang dipilih. Anggota Bundesrat tidak terdiri
dari wakil rakyat yang dipilih. Anggota Bundesrat adalah pejabat pemerintah negara
bagian atau orang yang diberi kuasa oleh pemerintah tersebut. Sesuai dengan jumlah
penduduknya, setiap negara bagian mempunyai tiga, empat, lima atau enam suara. Dalam
pemungutan suara, setiap negar bagian hanya dapat memberikan suaranya sebagai
kesatuan. Lebih dari setengah undang-undang yang dibuat memerlukan persetujuan
Bundesrat. Artinya, undang-undang tersebut tak dapat diputuskan tanpa direstui oleh
Bundesrat terutama adalah undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan negara
bagian, misalnya dengan keuangan atau kewenangan administrasi mereka. Bagaimanapun
juga, perubahan terhadap UUD memerlukan persetujuan Bundesrat dengan mayoritas
dua pertiga dalam hal perundangan lain, Bundesrat mempunyai hak keberatan saja, yang
dapat dibatalkan oleh keputusan Bundestag. Bila kedua dewan tersebut tidak dapat
mencapai kesepakatan, maka Komisi Perantara, yang anggotanya berasal baik dari
Bundestag maupun dari Bundesrat, akan bersidang.

Di Bundesrat, kepentingan negara bagian sering kali didahulukan dari kepentingan


partai. Akibatnya, pemungutan suara dapat membawa hasil yang tidak sesuai dengan
pembagian kursi di parlemen. Ini menunjukkan sistem federasi yang hidup. Pemerintah
pusat tak selalu dapat yakin, bahwa seitap negara bagian yang pemerintahannya
didominasi oleh partai sendiri, akan juga selalu mendukung kebijakan Pemerintah
Federal. Setiap negara bagian mendahulukan kepentingan khususnya di Bundesrat dan
akan bersekutu dengan negara bagian lain yang bertujuan sama, tanpa peduli partai apa
yang berkuasa di sana. Ini membuat situasi mayoritas yang berganti-ganti. Kompromi
harus selalu ditemukan, apabila partai-partai yang membentuk pemerintah federal tidak
memiliki mayoritas di Bundesrat.

Ketua Bundesrat dipilih secara bergilir dari antara negara bagian yang terwakili di
dalamnya untuk masa jabatan setahun. Ketua Bundesrat mewakili Presiden Federal, bila
yang terakhir berhalangan.

c) Bundesversammlung (Badan Permusyawaratan).

Bundesversammlung yang dibentuk pada tahun 1951 berlokasi di kota Karlsruhe


bertugas untuk mengawasi agar semua ketentuan peraturan di dalam UUD dipenuhi,
Hanya Bundesversammlung yang dapat memutuskan apakah suatu partai yang berbahaya
terhadap ?kebebasan-demokrasi UUD dilarang atau tidak.

 
 

2) Lembaga eksekutif :

a). Pemerintah Federal (Bundeskanzler)

Pemerintah Federal Jerman, disebut juga kabinet, terdiri atas Kanselir dan para
menteri. Kanselir Federal mempunyai posisi istimewa dan mandiri dalam pemerintah dan
dihadapan para menteri. Ia mengepalai kabinet federal, ia saja yang berhak membentuk
kabinet; Kanselir memilih menteri dan mengajukan usulan mengikat kepada Presiden
Federal untuk mengangkat maupun memberhentikan mereka. Selain itu, Kanselir juga
menentukan jumlah menteri dan bidang tugas mereka. Beberapa kementrian disebutkdan
dalam Grundgesetz; Kementerian Luar Negeri, Kementerian-kementerian Federal Dalam
Negeri, Kehakiman, Keuangan dan Pertahanan. Pengadaan ketiga kementerian yang
disebutkan terakhir merupakan persyaratan konstitusional. Posisi Kanselir yang kuat
bertumpu pada kewenangannya : ia menentukan garis besar kebijakan pemerintah. Para
menteri federal mengepalai bidang tugas masing-masing dengan menjalankan garis besar
tersebut secara mandiri dan atas tanggung jawab sendiri. Dalam politik praktis, Kanselir
harus juga mematuhi kesepakatan dengan partner koalisinya dan menghormati
kepentingan mereka.

Tidaklah salah bila sistem pemerintahan Jerman juga dijuluki sebagai ?demokrasi
Kanselir?. Kanselir Federal adalah satu-satunya orang dalam kabinet yang dipilih oleh
parlemen, hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap Dewan Perwakilan Rakyat.
Pertanggungjawaban ini dapat berwujud ?mosi tidak percaya konstruktif?. Prosedur mosi
ini sengaja dicantumkan dalam Grundgesetz sebagai perbaikan terhadap UUD Republik
Weimar. Maksud mosi konstruktif ini untuk menghindari jatuhnya pemerintah atas ulah
kelompok-kelompok oposisi yang hanya sepakat menolak pemerintah, tetapi tidak
memiliki program alternatif bersama. Dalam sistem ini, Bundestag yang megnajukan mosi
tidak percaya terhadap anselir, sekaligus harus memilih Kanselir baru. Percobaan
menjatuhkan Kanselir melalui mosi ini telah dua kali dilakukan, tetapi baru satu kali
berhasil : Pada bulan Oktober 1982 melalui mosi tidak percaya terhadap Kanselir Helmut
Schmidt dipilihlah Helmut Kohl sebagai Kanselir baru. Grundgesetz tidak mengenal mosi
tidak percaya terhadap menteri.

Struktur Federal Jerman

b) Presiden Federal (Bundespresident)


Kepala negara Republik Federal Jerman adalah Presiden Federal. Ia dipilih oleh
Majelis Federal (Bundesversammlung), yang bersidang hanya untuk tujuan ini. Majelis
Federal terdiri dari para anggota Bundestag dan jumlah yang sama utusan, yang dipilih
oleh parlemen di setiap negara bagian. Kadang-kadang utusan yang terpilih itu adalah
tokoh-tokoh terkemuka dan berjasa yang tidak duduk dalam parlemen negara bagian.
Presiden Federal dipilih oleh Majelis Federal dengan suara terbanyak untuk periode lima
tahun. Setelah itu dapat dipilih satu kali lagi.

Presiden Federal mewakili negara Jerman secara hukum antar bangsa. Ia mengikat
peranjian atas nama Jerman dengan negara lain serta mengakreditasi dan menerima para
duta besar. Namun kewenangan politik luar negeri tetap pada Pemerintah Federal.

Presiden Federal mengangkat dan memberhentikan para hakim federal, pegawai


negeri di tingkat federal, serta para perwira. Ia dapat memberi grasi kepada terpidana. Ia
mengawasi kesesuaian proses penyusunan undang-undang dengan konstitusi, sebelum
undang-undang itu diumumkan dalam Lembaran Undang-Undang Federal.

Kepada Bundestag, (dengan memperhatikan perbandingan suara di parlemen itu)


Presiden mengusulkan calon untuk dipilih sebagai Kanselir Federal, kemudian atas usulan
Kanselir ia melantik serta memberhentikan para menteri Pemerintah Federal. Kemudian
atas usulan Kanselir ia melantik serta memberhentikan para menteri Pemerintah Federal.
Bila Kanselir Federal gagal dalam usahanya memenangkan mosi kepercayaan di
Bundestag, maka kepala negara, berdasarkan usul Kanselir, dapat membubarkan
Bundestag. Presiden Federal mewujudkan kesataun seluruh masyarakat politik dengan
cara khusus. Ia memanifestasikan kebersamaan dalam negara dan tata konstitusional yang
melampaui segala batas partai.

Walaupun sebagaian tugasnya besifat representatif, ia dapat menjadi penengah


yang netral diluar pertarungan politik sehari hari dan dengan demikian menjadi tokoh
penuh wibawa. Dengan pemikiran dan pernyataan mendasar tentang tema-tema besar saat
ini, ia dapat memberkan pedoman bagi orientasi politik dan moral para warga.

3) Lembaga Yudikatif :

a. Umum

Perundang-undangan Republik Federal Jerman kebanyakan berupa hukum


tertulis. Cakupannya hampir pada semua bidang kehidupan, sehingga dewasa ini legislasi
merupakan penyesuaian dan perubahan (amandemen) terhadap hukum yang sudah ada.
Tata hukum Jerman dibentuk oleh Undang-Undang Konstitusional, tetapi juga
dipengaruhi perundang-undangan Masyarakat Eropa dan hukum internasional.
Keseluruhan perundang-undangan federal mencakup sekitar 1900 undang-undang dan
3000 peraturan hukum. Perundang-undangan negara bagian meliputi bidang kepolisian
dan hukum komunal, disamping itu terutama sekolah dan universitas, serta pers dan
media elektronik.

Dalam kurun waktu keterpisahan selama empat dekade, tata hukum RFJ dan RDJ
berkembang jauh berbeda. Setelah bergabungnya RDJ ke dalam Republik Federal pada
tahun 1990, diputuskan untuk mengambil tindakan cepat untuk sejauh mungkin
mempersamakan kedua tata hukum agar tercapai kesatuan hukum di seluruh wilayah
Jerman. Hal ini menjadi sangat penting mengingat perluya pengembangan ekonomi di
negara-negara bagian baru. Dengan memperhatikan situasi khusus dan perkembangan
Jerman Timur selama ini, diberlakukan aturan-aturan penyesuaian secara meluas pada
hampir setiap bidang hukum. Proses penyesuaian struktur peradilan, dengan beberapa
pengecualian, saat ini telah dirampungkan.

b. Negara Hukum

Menurut sejarahnya, sistem hukum RFJ berasal dari tata hukum Romawi yang
sebagian diambil alih, dan dari banyak sumber lain di daerah-daerah. Pada abad ke-19
untuk pertama kalinya disusun hukum sipil yang seragam untuk seluruh wilayah Reich
Jerman. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Niaga
sampai sekarang masih bernafaskan semangat liberalisme para penyusunnya. Prinsip yang
mendasari kedua kitab ini adalah kebebasan mengikat perjanjian.

Jaminan-jaminan negara hukum menjadi jelas terutama dalam norma-norma


hukum primer dan dalam perundangan mengenai tata cara hukum. Prinsip yang berlaku
dalam hukum pidana dan yang oleh Grundgesetz diangkat menjadi prinsip konstitusional,
berbunyi sebagai berikut: Suatu hanya dapat dihukum, apabila sudah berlaku undang-
undang yang menetapkannya sebagai tindak pidana sebelum peristiwa itu terjadi (nulla
poena sine lege). Jadi seorang hakim dilarang menggunakan pasal-pasal hukum pidana
yang mengatur perbuatan lain yang mirip, ataupun memberlakukan undang-undang
pidana dengan surut waktu. Yang juga bersifat konstitusional adalah prinsip bahwa atas
perbuatan yang sama tidak boleh dijatuhi hukuman beulang kali berdasarkan hukum
pidana umum.

Pembatasan kebebasan seseorang hanya mungkin melalui hukum formal.


Keputusan mengenai keabsahan penangkapan dan lama penahanan hanya bisa diambil
seorang hakim. Dalam setiap pembatasan kebebasan seseorang tanpa perintah hakim,
keputusan hakim atas hal ini harus segera disusulkan.

Pihak kepolisian memang dapat menahan seseorang untuk sementara, tetapi tanpa
perintah penangkapan orang tersebut hanya dapat ditahan paling lama sampai akhir hari
penangkapan. Setiap orang mempunyai hak untuk didengar di pengadilan. Hal ini pun
termasuk unsur prinsip negara hukum yang tercantum dalam UUD. Penyelenggaraan
hukum dipercayakan kepada hakim-hakim yang independen dan hanya tunduk kepada
hukum. Mereka sama sekali tidak dapat dipecat, juga tidak dapat dimutasikan tanpa
persetujuan mereka. Peradilan istimewa dilarang.

Landasan-landasan negara hukum dalam peradilan Jerman hampir semuanya


tertuang dalam undang-undang yustisi yang telah disusun pada abad ke-19. Ini terutama
menyangkut Undang-Undang Tata Peradilan yang mengatur struktur, organisasi, dan
bidang yuridiksi pengadilan, serta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.
Kedua sumber hukum tersebut beserta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
diberlakukan sejak tahun 1990, merupakan hasil perjuangan kelompok liberal dan
demokratis dalam parlemen. Mereka menghadapi pemerintahan kekaisaran dalam
perdebatan yang panjang dan sengit selama pertigaan terakhir abad ke-19.

Kitab undang-undang Jerman telah pula menjadi contoh untuk negara-negara lain:
Kiatab Undang-Undang Hukum Perdata misalnya menjadi acuan untuk penyusunan
kitab-kitab hukum sipil di Jepang dan Yunani.

c. Warga dan tata usaha Negara

Setelah perkembangan politik di bidang hukum selama 100 tahun lebih,


Grundgesetz menyempurnakan perlindungan hukum yang lengkap bagi warga terhadap
tindakan aparatur negara. Setiap warga mendapat kemungkinan menggugat setiap
tindakan negara yang menyangkut dirinya, apabila ia merasa hak-haknya dilanggar. Ini
berlaku untuk semua tindakan administrasi negara seperti misalnya perhitungan tinggi
pajak maupun keputusan tak naik kelas di sekolah, penahanan surat izin mengemudi atau
penolakan terhadap permohonan izin mendirikan bangunan.

RDJ tidak mengenal pengadilan tata usaha; tetapi kini pengawasan menyeluruh
terhadap adminstrasi negara juga berlaku di negara-negara bagian baru. Perlindungan
hukum melalui pengadilan khusus masih dilengkapi kemungkinan yang dipunyai setiap
warga untuk mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusional Federal. Pengaduan
seperti itu merupakan sarana hukum luar biasa dalam menghadapi pelanggaran hak-hak
asasi oleh alat negara.

d. Hukum dalam negara sosial

Grundgesetz memerintahkan pengembangan tata negara sosial. Oleh karena itu,


kepentinangan sosial kini lebih banyak diperhatikan dalam penyusunan undang undang.
Untuk maksud ini telah banyak diputuskan undang-undang, terutama yang berkaitan
dengan hukum tenaga kerja dan hukum sosial, sejak berdirinya Republik Federal Jerma.
Kepada perorangan, peraturan hukum ini menjamin pelayanan keuangan yang berbeda-
beda jumlahnya dalam hal jatuh sakit, kecelakaan, kecacatan, pengangguran maupun
setelah memasuki masa purnakarya.
Suatu contoh mengesankan dalam usaha melaksanakan prinsip negara sosialadalah
hukum tenaga kerja. Mulanya hal ini hanya diatur secara singkat saja dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata di bawah judul ?Perjanjian Kerja?. Saat ini hukum
tenaga kerja mencakup sejumlah besar undang-undang dan perjanjian tarif imbalan
kerja, walaupun tetap bertumpu juga pada hasil putusan hakim. Peraturan hukum yang
sangat berarti adalah Undang-Undang mengenai Perjanjian Tarif Imbalan Kerja,
mengenai Perlindungan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja, mengenai kedudukan
Serikat Kerja dalam Perusahaan, mengenai Hak Para Pekerja untuk Ikut Menentukan
Kebijakan Perusahaan dan Undang-Undang Peradilan Tenaga Kerja.

e. Organisasi lembaga penegakan keadilan

Ciri sistem peradilan Jerman adalah perlindungan hukum yang menyeluruh dan
spesialisasi pengadilan yang luas. Terdapat lima jenis pengadilan:

1. Pengadilan umum? menangani kasus-kasus pidana, kasus perdata. Terdapat empat


tingkatan: Pengadilan Distrik (Amtsgericht); Pengadilan Negeri (Landgericht); Pengadilan
Tinggi (Oberlandesgericht) dan Mahkamah Agung Federal (Bundesgerichtshof).
2. Pengadilan Tenaga Kerja? menangani sengketa perdata yang berkaitan dengan
hubungan kerja, serta sengketa antara kedua mitra ketenagakerjaan yakni majikan dan
syarikat pekerja. Memiliki tiga instansi pada tingkat wilayah, negara bagian dan federal.

3. Pengadilan Tata Usaha? menangani semua perkara publik di bidang hukum


administrasi negara. Dengan instansi di tingkat wilayah, bagian dan federal.

4. Pengadilan Sosial? menangani semua persengketaan yang berkenaan dengan asuransi


wajib jaminan sosial. Juga memiliki tiga Instansi seperti Pengadilan Tata Usaha.

5. Pengadilan Urusan Keuangan? mengurusi perkara yang menyangkut pajak dan


retribusi.

Selain itu, masih ada Mahkamah Konstitusional Federal yang berdiri di luar kelima
bidang peradilan yang diuraikan di atas. Lembaga ini tidak hanya merupakan pengadilan
tertinggi RFJ, melainkan juga lembaga negara yang keberadaannya ditetapkan oleh
konstitusi. Fungsinya memutuskan perkara yang berkaitan dengan Undang-Undang
Dasar.
Sistem sarana hukum yang sangat beragam dan membuka kemungkinan luas untuk
memeriksa kembali keputusan pengadilan. Melalui naik banding dilancarkan kontrol
putusan tersebut dari segi hukum dan dari segi fakta. Jadi dalam proses naik banding
dapat juga dihadapkan fakta-fakta baru. Sementara dalam proses naik banding tahap dua
(revisi) hanya diadakan pemeriksaan yuridis. Diselidiki apakah pengadilan menerapkan
norma hukum primer secara tepat serta memperhatikan hukum acara yang berlaku.
Mahkamah Konstitusional federal Karlsruhe mengawasi ditaatinya Grundgesetz.
Pengadilan ini misalnya memutuskan dakan persengketaan antara federasi dan negara
bagian, ataupun antara lembaga-lembaga pemerintah federal. Hanya mahkamah inilah
yang berwenang memutuskan, apakah suatu partai mengancam pokok tata negara yang
demokratis dan merdeka dan karena itu melanggar konstirusi. Partai yang melanggar
konstitusi juga menyelidiki apakah undang-undang federal dan undang-undang negara
bagian tidak bertentangan dengan UUD; bila dinyatakan bertentangan maka undang-
undang tersebut dicabut kembali. Berkenaan dengan undang-undang, pengadilan tertinggi
ini hanya akan bertindak atas permohonan dari badan-badan tertentu seperti pemerintah
federal, pemerintah negara bagian, sedikitnya sepertiga anggota parlemen atau
pengadilan-pengadilan lain.

Sampai saat ini, Mahkamah Konstitusional Federal telah memutuskan lebih dari
114000 perkara. Sekitar 109640 diantaranya adalah pengaduan atas dasar konstitusi,
tetapi hanya sekitar 2900 yang berhasil. Selalu saja diperkarakan masalah yang
mempunyai jangkauan politis luas di dalam maupun di luar negeri dan menjadi pusat
perhatian publik. Misalnya pernah diperiksa apakah ikut sertanya tentara Jerman dalam
misi-misi PBB bertentangan dengan Grundgesetz. Selama ini sudah beberapa pemerintah
pusat dari berbagai aliran politik harus tunduk di bawah keputusan dari Karlsruhe ini.
Walaupun demikian Mahkamah Konstitusional Federal juga menekankan, bahwa
tugasnya memang memiliki dampak politk, tetapi lembaga itu sendiri bukan suatu badan
politik. Satu-satunya patokan adalah Grundgesetz, yang menentukan kerangka
konstitusional bagi ruang gerak pengambilan keputusan politis. Mahkamah Konstitusional
Federal terdiri dari dua senat, masing-masing beranggotakan delapan hakim yang dipilih
setengahnya oleh Bundestag dan sisanya oleh Bundesrat untuk masa jabatan dua belas
tahun. Pemilihan kembali tidak diperbolehkan.

Singapur

You might also like