You are on page 1of 8

KUMPULAN TEORI DAN HIPOTESIS

Makalah Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodelogi Penelitian


Bahasa

Disusun Oleh :

Mahasiswa program studi S1 semester V jurusan pendidikan bahasa dan sastra


Indonesia FPBS

Nama : Susiyanti

Kelas : VI J

NPM : 08410462

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

IKIP PGRI SEMARANG

2011
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan Kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya serta kesempatan dan kemampuan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul Inteferensi Sosiolinguistik.

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas akademik mata kuliah


Sosiolinguistik yang disusun berdasarkan hasil analisis..

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Siti Ulfiani, S.Pd sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sosiolinguistik.

2. Teman-teman VJ yang mengikuti mata kuliah Sosiolinguistik Yang telah


memberikan bantuan kepada kami yang berupa motivasi, inspirasi sehingga
kami dapat menyelaisaikan makalah ini dengan baik.

Meskipun kami telah berusaha semaksimal mungkin tetapi kami menyadari


bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik dari pembaca
sangat kami harapkan. Kami berharap disuatu hari nanti makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca baik pendidikan maupun yang lain.

Semarang,30 Desember 2010

Penyusun
BAB I

PEMBAHASAN

A. PERGESERAN BAHASA

Menurut Fishman (1964) kajian pemertahanan bahasa dan pergeseran


bahasa berkaitan dengan hubungan perubahan dan stabilitas kebiasaan penggunaan
bahasa, di sisi lain. Dan proses budaya serta soial pada sisi lain, ketika populasi
berbeda bahasa saat berkomunikasi satu sama lain.
Faktor loyalitas bahasa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari
pemertahanan bahasa. Dalam komunitas imigran dan komunitas tuan rumah ,
factor loyalitas terhadap bahasa bertemu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa komunitas imigran yang berbeda berperilaku tidak sama pada
komunitas tuan rumah yang sama. Ini menunjukan bahwa perilaku berbahasa
komunitas imigran dan tuan rumah berinteraksi dan menghasilkan pola
pemertahanan dan pergeseran bahasa yang berbeda.

Pergeseran bahasa adalah pergeseran secara bertahap dari satu bahasa ke


bahasa lain (Weinreich dalam Coulmas: 2005). Pergeseran bahasa atau language
shift telah terjadi pada beberapa bahasa.

Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut penggunaan bahasa oleh


seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat
perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Atau dapat
berarti suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk
memakai bahasa lain.

Kalau seorang atau sekelompok orang penurtur pindah ketempat lain yang
menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadilah
pergeseran bahasa itu. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara
kolektif memilih bahasa baru. Pendatang atau kelompok pendatang ini untuk
keprluan komunikasi mau tidak mau, harus menyesuaikan diri dengan
“meninggalkan” bahasanya sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk setempat.

Contoh, Togar dan Sahat dua orang mahasiswa di Malang yang berasal
dari Sumatera Utara. Untuk bisa berkomunikasi dengan teman-temannya dan
lingkungannya mereka kemudian menggunakna bahasa Indonesia. Karena di
lingkungan mereka menggunakan bahasa jawa mereka pun sedikit belajar bahasa
jawa. Setelah dua tahun mereka lebih biasa menggunakan bahasa jawa dalam setiap
keperluan, kecuali di mana di perlukkan menggunakan bahasa Indonesia. Dan
hampir tidak pernah menggunakan bahasa ibu mereka.

Pada Holmes (1994) dijelaskan bahwa pergeseran bahasa dapat terjadi pada
migrant minorities, Non-migrant communities, dan migrant majorities. Pada
migrant minorities ada tekanan yang besar dari masyarakat yang lebih mayoritas.
Immigrant sering kali dianggap sebagai ancaman bagi kelompok yang lebih besar.
Misalnya saja pergeseran ke bahasa Inggris seringkali terjadi pada imigran yang
berada di Negara yang mono lingual seperti Inggris, Amerika, Australia, dan
Selandia Baru.

Pergeseran bahasa seringkali terjadi ke arah bahasa yang dimiliki oleh


kelompok yang dominant atau berkuasa. Bahasa dominan diasosiasikan dengan
status, prestis, dan sukses secara social.

Menurut Grimes (2002) ada beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran


bahasa:

1. pertama, orang tua terlalu memaksa anak untuk belajar bahasa bergengsi
dengan fikiran bahwa anak hanya mampu belajar satu bahasa dengan baik.
Para ahli bahasa menyadari bahwa kepunahan suatu bahasa tidak selalu berarti
semua penuturnya telah meninggal. Mungkin penuturnya telah bergeser
menggunakan bahasa lain selama satu generasi atau lebih.mungkin para orang
tua memutuskan untuk tidak menggunakan bahasa Ibu ketika berkomunikasi
dengan anaknya karena bahasa kedua diangap lebih menguntungkan dari sudut
ekonomi atau pendidikan. Mereka tidak menginginkan anaknya dirugikan
karena tidak menguasai bahasa kedua dengan baik seperti pengalaman mereka
sendiri.

2. Kedua, penggunaan bahasa kedua sebagai bahasa pengantar di sekolah


menyebabkan pergeseran yang meluas di masyarakat.

3. Ketiga, kebijakan bahasa nasional menyebabkan sebagian penduduk bergeser


menggunakan bahasa nasional sebagai bahasa utama. Senada dengan pendapat
di atas, Holmes (1994) mengatakan bahwa factor-faktor yang dapat
menyebabkan pergeseran bahasa adalah factor social, ekonomi, dan politik;
factor demografi.
Setidaknya ada dua akibat yang muncul dari pergeseran bahasa:

a. pertama, kecemasan dan

b. kedua tingkah laku anti social dan hilangnya rasa percaya diri. Kecemasan
muncul karena ada perasaan bahasa itu akan tergeserkan bahkan hilang
digantikan oleh bahasa lain. Bila melihat fenomena setakat ini, banyak
orang tua yang terus mengajarkan bahasa sunda di rumah karena melihat
jarangnya anak-anak mereka berkmunkasi dengan bahasa sunda. Kurangya
rasa percaya diri mucul ketika bahasa seseorang tidak diterima
dimasyarakat. Terkesan kampungan dan ketingalan jaman. Akhirnya, hal
semacam ini akan memunculkan sinisme anti-social terhadap mereka yang
menggunakan bahasa lain.
Faktor pendorong pergeseran bahasa:

1. Kedwibahasaan masyarakat ( societal bilingualism).

2. Migrasi atau perpindahan penduduk;

a. Kelompok kecil bermigrasi ke daerah lain menyebabkan bahasa mereka


tidak berfungsi di daerah itu.

b. Gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah


wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk
setempat terpecah dan bahasanya tergeser.

3. Perkembangan ekonomi (Industrilisasi).

Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa


menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

4. Sekolah.

Karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak,


demikian ini kemudian menjadi dwibahasaan

5. Berkembangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa


nasional.

6. Prestise dari sebuah bahasa kedua.

B. PEMERTAHANAN BAHASA

Pemertahanan bahasa (language maintenance) lazim didefinisikan


sebagai upaya yang disengaja untuk mempertahankan penggunaan bahasa
tertentu di tengah “ancaman” bahasa yang lain. Upaya pemertahanan bahasa
itu penting karena, menurut Crystal (1997), dapat mewujudkan diversitas
kultural, memelihara identitas etnis, menjaga adaptabilitas sosial, dan
meningkatkan kepekaan linguistis serta secara psikologis dapat menambah rasa
aman bagi anak.

Dalam konteks Indonesia, yang sebagian besar penduduknya bilingual


(menggunakan bahasa lebih dari satu), pemertahanan bahasa sebenarnya tidak
cukup hanya diterapkan pada bahasa daerah, tetapi juga pada bahasa Indonesia.
Harus diakui bahwa terpaan arus globalisasi dan berhembusnya gerakan
reformasi telah menciptakan keparadoksan pada dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Globalisasi dan
reformasi itu ternyata tidak hanya telah membuat masyarakat menjadi semakin
seragam (homogen), tetapi juga telah membentuk cara pandang masyarakat
terhadap dunia (terhadap identitas, citra diri, hingga nilai-nilai hidup) berubah.

Faktor yang dapat menyebabkan mereka bertahan adalah:

1. wilayah mereka yang secara geografis agak terpisah dari dari

Pemukiman masyarakat Bali.

2. adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan


bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas.

3. anggota masyarakat Loloan yang mempunyai sikap keislaman yang tidak


akomodatif terhadap masyarakat, budaya dan bahasa.
4. adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap
bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini
sebagai lambing dari masyarakat loloan yang beragama islam.

5. adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu loloan dari generasi ke


kegenerasi.

You might also like