You are on page 1of 17

Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu

kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya
dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.

Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban
penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah
memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter
apakah seseorang masih perawan atau tidak.

Jenis Visum et repertum

A. Untuk orang hidup

 VeR Biasa, perlukaan (termasuk keracunan)


 VeR Lanjutan, kejahatan susila
 VeR Sementara, psikiatrik

B. Untuk Orang Mati

 VeR jenazah

Lima bagian tetap VeR

Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

 Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat
untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di
depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum[3] .
 Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan
berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor
dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang
diperiksa.
 Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan pemeriksaan.
Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya
tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
 Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil
pemeriksaan, berisikan:

1. Jenis luka
2. Penyebab luka
3. Sebab kematian
4. Mayat
5. Luka
6. TKP
7. Penggalian jenazah
8. Barang bukti
9. Psikiatrik

 Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini
saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai
dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP".

1
Dasar hukum

Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)

 Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
 Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

Visum et repertum pada perlukaan

Derajat luka

luka derajat satu: yang tidak menyebabkan gangguan pada pekerjaan luka derajat dua: yang menyebabkan
gangguan sementara pada pekerjaan luka derajat tiga: sesuai definisi luka berat pada KUHP

Visum et repertum pada korban kejahatan susila

terdapat beberapa luka pada bagian tertentu. dan terdapat beberapa ciri khusus dalam bagian2 tertentu
korban. biasanya korban akan mengalami depresi atau tekanan jiwa.

Visum et repertum jenazah

Visum et repertum psikiatrik

2
Visum Et Repertum

 Definisi : visum et repertum adalah laporan tertulis yang dibuat berdasarkan atas sumpah jabatan
yang di ketahui oleh dokter dengan sebaik-baiknya mengenai apa yang dilihat dan di temukan pada
korban
 Objek Pemeriksaan :
 Pengertian Penganiayaan : dengan sengaja meletakkan penderitaan (leed doer), jadi dengan
meletakkan penderitaan tersebut dikehendaki untuk menimbulkan penderitaan dan mengetahui
bahwa penderitaan telah ditimbulkan.Berikut ini beberapa arrest mengenai penganiayaan:

1. Arr HR tanggal 11 Nov 1918 dan 11 oktober 1920 :penganiayaan itu adalah meletakkan
penderitaan dengan itikad jahat;
2. Arr HR tanggal 4 Maret 1929,tentang orang yang tertabrak kendaraan;
3. Arr HR tanggal 9 Nov 1891 , luka yang membahayakan jiwa orang;
4. Arr HR tanggal 8 Januari 1918penganiayaan yang mengakibatkan jatuhnya gigi;

 Bentuk dari Visum et Repertum

1. memuat Pro Justitia yang ditulis pada sebelah kiri atas tanpa keharusan untuk memberi materai,
maksud dari pro justitia ini adalah untuk kepentingan pengadilan;
2. memuat pendahuluan:memuat siapa yang melakukan pemeriksaan, apa yang harus diperiksa,
siapa yang meminta, serta tempat dan tanggal dilakukan pemeriksaan;
3. memuat pemberitaan , berisi laporan tentang hasil pemeriksaan mengenai apa yang di temukan
sebagai barang bukti;
4. memuat kesimpulan, berisi pendapat dari dokter pemeriksa,oleh karena itu bagian ini tidak
mempunyai kekuatan pembuktian;
5. memuat penutup,mencantumkan bahwa laporan tersebut di buat dengan sejujur-jujurnya dan
sebaik-baiknya dengan mengingat sumpah jabatan sebagai mana termasuk dalam Stb.1937
no.350

 Visum et Repertum tidak boleh memasukkan anamnesa (riwayat penyakit korban), karena sifatnya
subjektif, dan pemeriksa harus melaporkan temuanya se objektif mungkin dengan kata-kata yang
baku.
 Pemeriksaan terhadap korban yang mati dilakukan pemeriksaan bagian luar maupun dalam, hal ini
dilakukan untuk menjaga bila kemudian hari ada hal yang mencurigakan atas kematianya tidak perlu
menggali kuburannya dan memeriksa jenazah yang sudah rusak, hal ini berkaitan dengan pasal 222
KUHP,namun jarang diterapkan.

 Permintaan Pembuatan Visum, pembuatan visum harus di mintakan oleh pegawai


penyidik(kepolisian) dan harus jelas bagian apa yang harus di periksa (dalam/luar) dengan demikian
hanya penyidik yang berhak menentukan jenis pemeriksaan yang harus dilakukan;
 Hakim tidak boleh meminta di buatkan Visum,jika hakim memerlukanya maka hakim harus meminta
melalui Jaksa/Penuntut Umum, dan hakim di perkenankan untuk di hadapkan kepada pemeriksa
sebagai ahli untuk dimintai keteranganya dalam persidangan, selanjutnya pemeriksa ini disebut
sebagai ahli .

 Jenis-Jenis Visum et Repertum

3
1. Visum et Repertum Seketika, dibuat secara kronologis dalam satu kali pemeriksaan dari awal
sampai akhir pada bagian kesimpulan di sebutkan apa yang menjadi penyebabnya;
2. visum et Repertum sementara, di buat pada saat itu tetapi secara keseluruhan pembuatan visum
itu belum selesai karena belum bisa mengetahui bagaimana akibat selanjutnya,contohnya :korban
yang terkena tusukan benda tajam memerlukan perawatan;
3. visum et repertum lanjutan, dibuat oleh ahli yang lain yang menyebutkan keadaan korban dan
akibatnya setelah melalui proses perawatan.

 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan visum

1. harus ada permintaan pembuatan visum dari penyidik;


2. korban harus diantar oleh penyidik;
3. apabila tidakdiantar visum harus ditolak,karena memungkinkan adanya indikasi pemerasan;
4. bila korban meminta di buatkan visum,dokter yang bersangkutan harus menolak;
5. bila kemudian korban datang lagi dengan surat permintaan pembuatan visum dair penyidik dan
diantar baru dikabulkan visum sesuai dengan keadaan sekarang
6. menjaga kerahasiaan visum

 Hubungan rahasia jabatan dengan visum -> keharusan memegang rahasia jabatan diatur dalam pasal
322 KUHP dan berlaku terus sampai yang bersangkutan pensiun ; dokter boleh menolak apabila
ditanyakan mengenai visum atas dasar jabatan

 rahasia kedokteran => segala sesuatu yang diketahui tentang seorang pasien oleh dokter dalam
melakukan pekerjaanya/karena bidangnya sebagai dokter.

 Perbedaan pendapat tentang hal yang harus dirahasiakan:

1. bahwa rahasia kedokteran itu bersifat absolut;


2. bahwa yang perlu dirahasiakan hanyalah hal yang memalukan saja sehingga jika ada daya paksa
dokter dapat melepaskan rahasia jabatanya dan tidak akan dituntut.

 Daya paksa bersifat mutlak => apabila dihadapkan pada ancaman kekerasan yang tidak bisa
dihindarkan sehingga tidak bisa berbuat lain

 daya paksa nisbi=> apabila kekerasan itu tidak bersifat fisik,sehingga dokter masih mempunyai
waktu untuk berpikir atau menghindar sehingga masih dapat memilih apakah mau melakukan
pelanggaran hukum atau tidak,jadi tekanan beruapa psikis.

 kewajiban menyimpan rahasia jabatan akan hilang jika orang yang bersangkutan memberikan
persetujuanya.Untuk hal ini sebaiknya didiskusikan dengan kawan seprofesi untuk menghindarkan
tuntutan ganti kerugian bagi orang lain,karena terhadap orang yang bersalah melakukan pelanggaran
hak yang menimbulkan kerugian bagi orang lain,mewajibkan orang yang bersalah menyebabkan
kerugian itu untuk mengganti kerugian
 kejahatan terhadap tubuh manusia => ditujukan untuk mengganggu kesehatanya dengan cara
melakukan perbuatan yang menimbulkan rasa sakit/nyeri.

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM MENGUNGKAP

TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi di Kepolisian Resort Kota Malang)

A. Latar Belakang

4
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari

kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik

pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana

dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini

sebagaimanaditentukan dalam Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2

yang menyatakan : “Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah

menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas

perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”. Dengan adanya ketentuan perundang-undangan diatas,maka dalam proses penyelesaian

perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani

dengan selengkap mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud diatas dan yang telah ditentukan

menurut ketentuan perundang-undangan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 184 ayat 1. Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan

guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal

tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya. Dalam

hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-

lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.

Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam memberikan keterangan yang terkait dengan kemampuan dan

keahliannya untuk membantu pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana, Prof. A. Karim Nasution menyatakan :

“Meskipun pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang mungkin jauh lebih luas daripada orang lain, namun

pengetahuan dan pengalaman setiap manusia tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan bahwa ada

soal-soal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang penyidik dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim

di muka persidangan sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki sesuatu pengetahuan tertentu. Agar

tugas-tugas menurut hukum acara pidana dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka oleh undang-undang diberi

kemungkinan agar para penyidik dan para hakim dalam keadaan yang khusus dapat memperoleh bantuan dari orang-orang yang

berpengetahuan dan berpengalaman khusus tersebut.”

Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan

didalam KUHAP. Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada pasal 120 ayat (1), yang

5
menyatakan : “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian

khusus”.

Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada pasal 180

ayat (1) yang menyatakan : “Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,

hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.

Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua pasal KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada

pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang menyatakan : “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan

pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang

berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus,

memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam

menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya.Pada tahap pemeriksaan pendahuluan dimana dilakukan

proses penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana, tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting

bahkan menentukan untuk tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana. Tindakan penyidikan yang

dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan

penyidikan, bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu kasus pidana, hal

ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan persidangan di pengadilan.

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan

ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan

bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik

sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya.

Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik

membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis

tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus

tersebut. Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli

dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus kejahatan kesusilaan yang

menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman

kekerasan atau kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini
6
yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan

dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah

dilakukannya suatu persetubuhan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Melihat tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat saat ini, dapat dikatakan kejahatan perkosaan

telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Dari kuantitas kejahatan perkosaan, hal ini dapat dilihat dengan

semakin banyak media cetak maupun televisi yang memuat dan menayangkan kasus-kasus perkosaan. Sebuah Lembaga

Perlindungan Anak di Jawa Timur (LPA Jatim), dalam datanya mengenai tingkat kejahatan perkosaan yang terjadi pada anak,

mengungkapkan bahwa kasus perkosaan anak mengalami peningkatan yang cukup memprihatinkan. Disebutkan dalam laporan

tahunan lembaga tersebut, pada tahun 2002 kekerasan seksual pada anak mencapai 81 kasus. Pada tahun 2003 di triwulan pertama

sampai bulan Maret, di Jawa Timur telah terdapat 53 anak dibawah umur yang menjadi korban perkosaan. Jumlah ini meningkat

20 % dibandingkan kasus yang terjadi pada tahun 2002. Ditengaraibahwa kasus perkosaan yang terjadi jumlahnya lebih banyak

dari data yang diperoleh oleh lembaga tersebut.

Dari kualitas kejahatan perkosaan, hal ini dapat dilihat dengan semakin beragamnya cara yang digunakan pelaku untuk

melakukan tindak perkosaan, berbagai kesempatan dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya tindak perkosaan,

hubungan korban dan pelaku yang justru mempunyai kedekatan karena hubungan keluarga, tetangga, bahkan guru yang

seharusnya membimbing dan mendidik, bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap korban, serta usia korban perkosaan yang saat

ini semakin banyak terjadi pada anak-anak. Mengungkap suatu kasus perkosaan pada tahap penyidikan, akan dilakukan

serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi, berupaya

membuat terang tindak pidana tersebut, dan selanjutnya dapat menemukan pelaku tindak pidana perkosaan. Terkait dengan

peranan dokter dalam membantu penyidik memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban perkosaan, hal ini merupakan

upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak

pidana perkosaan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan

medis yang disebut dengan visum et repertum. Menurut pengertiannya, visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk

kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang

dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan

pengetahuannya yang sebaik-baiknya.

Dalam kenyataannya, pengusutan terhadap kasus dugaan perkosaan oleh pihak Kepolisian telah menunjukkan betapa

penting peran visum et repertum. Sebuah surat kabar memuat berita mengenai kasus dugaan perkosaan yang terjadi di daerah

hukum Polresta Tanjung Perak Surabaya, terpaksa kasus tersebut dihentikan pengusutannya oleh pihak Kepolisian disebabkan

hasil visum et repertum tidak memuat keterangan mengenai tanda terjadinya persetubuhan. Orang tua korban dengan dibantu oleh

7
sebuah lembaga perlindungan perempuan, berupaya agar pihak Kepolisian dapat meneruskan pengusutan kasus tersebut karena

menurut keterangan lisan yang disampaikan dokter pemeriksa kepada keluarga korban menyatakan bahwa selaput dara korban

robek dan terjadi infeksi. Permintaan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena pihak Kepolisian mendasarkan tindakannya pada

hasil visum et repertum yang menyatakan tidak terdapat luka robek atau infeksi pada alat kelamin korban. Disebutkan oleh

Kapolresta Tanjung Perak Surabaya bahwa karena hasil visum dokter menyatakan selaput dara masih utuh, maka tidak ada alasan

bagi polisi untuk melanjutkan pemeriksaan kasus tersebut. Peranan visum et repertum dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan

sebagaimana terjadi dalam pemberitaan surat kabar di atas, menunjukkan peran yang cukup penting bagi tindakan pihak

Kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana perkosaan dari hasil pemeriksaan yang termuat

dalam visum et repertum, menentukan langkah yang diambil pihak Kepolisian dalam mengusut suatu kasus perkosaan.

Dalam kenyataannya tidak jarang pihak Kepolisian mendapat laporan dan pengaduan terjadinya tindak pidana perkosaan

yang telah berlangsung lama. Dalam kasus yang demikian barang bukti yang terkait dengan tindak pidana perkosaan tentunya

dapat mengalami perubahan dan dapat kehilangan sifat pembuktiannya. Tidak hanya barang-barang bukti yang mengalami

perubahan, keadaan korban juga dapat mengalami perubahan seperti telah hilangnya tanda-tanda kekerasan. Mengungkap kasus

perkosaan yang demikian, tentunya pihak Kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar

dapat ditemukan kebenaran materiil yang selengkap mungkin dalam perkara tersebut.

Sehubungan dengan peran visum et repertum yang semakin penting dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan, pada

kasus perkosaan dimana pangaduan atau laporan kepada pihak Kepolisian baru dilakukan setelah tindak pidana perkosaan

berlangsung lama sehingga tidak lagi ditemukan tanda-tanda kekerasan pada diri korban, hasil pemeriksaan yang tercantum dalam

visum et repertum tentunya dapat berbeda dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan segera setelah terjadinya tindak pidana

perkosaan. Terhadap tanda-tanda kekerasan yang merupakan salah satu unsur penting untuk pembuktian tindak pidana perkosaan,

hal tersebut dapat tidak ditemukan pada hasil pemeriksaan yang tercantum dalam visum et repertum. Menghadapi keterbatasan

hasil visum et repertum yang demikian, maka akan dilakukan langkah-langkah lebih lanjut oleh pihak penyidik agar dapat

diperoleh kebenaran materiil dalam perkara tersebut dan terungkap secara jelas tindak pidana perkosaan yang terjadi.

Berdasarkan kenyataan mengenai pentingnya penerapan hasil visum et repertum dalam pengungkapan suatu kasus

perkosaan pada tahap penyidikan sebagaimana terurai diatas, hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi

topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan judul “PERANANVISUM ET REPERTUM PADA TAHAP

PENYIDIKAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi di Kepolisian Resort Kota Malang) ”.

8
VISUM ET REPERTUM

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimaksud dengan Visum et Repertum ?

2. Untuk kepentingan apakah Visum et Repertum selain sebagai bukti di persidangan.

3. Bagaimana prosedur permintaan Visum et Repertum ?

4. Apakah seorang korban bisa minta Visum et Repertum sendiri ke dokter untuk menuntut pelanggar

5. Untuk apakah fungsi Visum et Repertum ? 

Jawaban :

Secara harafiah visum et repertum adalah apa yang dilihat dan apa yang diketemukan. Tetapi pengertian peristilahan,
keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan apa yang diketemukan dalam melakukan pemeriksaan terhadap
seseorang yang luka atau meninggal dunia (mayat).

Prosedur permintaan visum ini, sebagai berikut :


1. Permohonan harus dilakukan secara tertulis, oleh pihak-pihak yang diperkenankan untuk itu. Alasannya karena
permohonan visum ini berdimensi hukum, artinya dokter tidak boleh dengan serta merta melakukan pemeriksaan
terhadap seseorang yang luka, yang terganggu kesehatannya ataupun ataupun seseorang yang mati karena tindak
pidana atau tersangka sebagai korban tindak pidana.

2. Permohonan ini harus diserahkan oleh penyidik bersamaan dengan korban, tersangka, dan juga barang bukti
kepada dokter ahli kedokteran kehakiman. Alasannya untuk dapat menyimpulkan hasil pemeriksaannya, dokter tidak
dapat melepaskan diri dari dengan yang lain. Artinya peranan alat bukti yang lain selain korban mutlak diperlukan.

Pihak-pihak yang berwenang meminta bantuan ahli kedokteran kehakiman dalam kaitannya dengan persoalan hukum
yang hanya dapat dipecahkan dengan bantuan ilmu kedokteran kehakiman :
1. Hakim pidana, melalui jaksa dan dilaksanakan oleh penyidik;

9
2. Hakim perdata, meminta langsung kepada ahli kedokteran;
3. Hakim pada Pengadilan Agama;
4. Jaksa penuntut umum;
5. Penyidik

Pada prinsipnya visum merupakan hasil rekaman medis dapat diketahui oleh si pasien, keluarga, pengampu atau
pihak lain yang mempunyai keterkaitan dengan pasien secara ekonomi, apabila yang diperiksa tersebut
berkedudukan sebagai pasien dan bukan sebagai barang bukti, yang diserahkan oleh pihak penyidik kepada ahli
kedokteran kehakiman.

Visum et repertum berfungsi sebagai alat bukti yang berupa keterangan dokter atas hasil pemeriksaan terhadap
seseorang yang luka atau terganggu kesehatannya atau mati, yang diduga sebagai akibat kejahatan, yang
berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dokter akan membuat kesimpulan tentang perbuatan dan akibat
perbuataannya itu.

Visum Et Repertum

PENDAHULUAN

Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana mengingat pada tahap
pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana
sebagaimana yang didakwakan penuntut umum.
Oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan pidana, maka tata cara pembuktian tersebut
terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.
Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.
Dari bunyi pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru
boleh dijatuhkan oleh hakim apabila:
1. Terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah
2. Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya perbuatan pidana
3. Dan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa
Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Keterangan terdakwa

PENGERTIAN

Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan
ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum memuat hal-hal
sebagai berikut:
Visum et Repertum terbagi dalam 5 bagian:
1. Pembukaan:
• Kata “Pro justisia” untuk peradilan
• Tidak dikenakan materai
• Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
• Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat LETDA)
• Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
• Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
10
• Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
• Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
• Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
• Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui langsung
ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya)
dan hasil pemeriksaan medis (poin 3)
• Ilmu kedokteran forensik
• Tanggung jawab medis
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no.8 tahun 1981 dan LN no.350 tahun 1937
serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa
dalam Visum et Repertum tersebut.

Dalam operasional penyidikan, dapat dilaporkan berbagai penemuan dalam pemeriksaan barang bukti/kasus,
diungkapkan dalam:
• Visum et Repertum sementara, atau
• Visum et Repertum sambungan/lanjutan, atau
• Surat keterangan medis

CONTOH PENGISIAN BLANGKO VISUM ET REPERTUM

Untuk dapat mengisi Visum et Repertum dengan baik, diharapkan mahasiswa sudah memahami istilah-
istilah khusus yang menyangkut keadaan jenazah, misal kaku jenazah, derik tulang, lebam mayat, hematoma
(darah beku dalam subkutan), bercak jenazah dan lain-lain. Semua istilah-istilah tersebut digunakan untuk
menyamakan persepsi dengan istilah-istilah yang biasa dipakai dan dipahami oleh orang-orang nonmedis
(saksi, polisi, hakim dan lain-lain pihak yang berkepentingan) sehingga memperlancar acara persidangan.
Jangan sekali-kali menggunakan istilah yang sekiranya belum dipahami oleh masyarakat umum dalam
menulis Visum et Repertum. Bila memang ada istilah khusus yang belum terdapat istilah tersebut dalam
istilah sehari-hari, tulislah istilah kedokteran tersebut dengan ditambahi keterangan dalam tanda kurung
seperlunya.
Berikut ini adalah contoh format Visum et Repertum yang sudah diisi.

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SARDJITO
Jln. Kesehatan Sekip- Yogyakarta Telp. 587333 psw. 351-352
_________________________________________________________________________

VISUM ET REPERTUM
Nomor:.165…/Tahun..2005…………..

Nama korban :.Orok……………………………………………………


Tanggal pemeriksaan :.11 Februari 2005…………………………………..

PEMERIKSAAN : L/D KODE: KLL/KN/KL/GEL/M


LABORATORIUM :
IDENTIFIKASI :

OBDUKTOR I PROTOKOL I LABORAN WARTAWAN

()()()()

11
Disetujui diketik/ tidak
Tgl………………………………. Tgl…………………………..
DOKTER KONSULTAN DOKTER

NIP.

IDENTITAS JENAZAH
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Warga negara :
Agama :
Alamat :

IDENTITAS PENYIDIK
Nama :
Pangkat :
NRP :
Jabatan :
Asal :
Surat nomor :
Tanggal :
Peristiwa kasus :

TIM PEMERIKSA
1. Pemimpin :
2. Obduktor I :
3. Obduktor II :
4. Obduktor III :
5. Protokol I :
6. Protokol II :
7. Wartawan I :
8. Wartawan II :
9. Laboran I :
10. Laboran II :
Saksi
1. Penegak Hukum I :
Penegak Hukum II :
2. Yang lain :

TIM LABORAN:
1. 4.
2. 5.
3. 6.

KETERANGAN

KONSULTAN : Dokter Ahli Forensik/konsultan ahli


PEMIMPIN : Dokter yang memimpin pelaksanaan otopsi forensik
OBDUKTOR : Dokter/muda yang melakukan pembedahan/otopsi jenazah
PROTOKOL : Dokter/muda yang mencatat proses dan hasil otopsi jenazah
WARTAWAN : Dokter/muda yang mencari berita (fakta) tentang kasus/kejadian
yang menimpa jenazah

12
LABORAN : Dokter/muda yang memeriksa/menganalisa laboratorium dari
sampel jenazah untuk membantu identifikasi

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI

KETERANGAN

URAIAN PENDAHULUAN VISUM ET REPERTUM


1) Pada pendahuluan Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif administrasi. Jadi tergantung apa
yang tertulis dalam surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya
persis baik kata/ kalimat dan angka
2) Secara umum isi pada pendahuluan Visum et Repertum adalah:
Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana
Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap dan kop surat
Identitas korban/ barang bukti ialah nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal, agama, pendidikan, alamat
tempat tinggal
Identitas peristiwa: macam (KLL, KN, KL, Misteri), KLL antara apa dan apa, pakai helm/ tidak, kalau
kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan, tusukan, dan lain-lain
Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi peristiwa
Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar dalam, identifikasi
Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak
Identitas pemeriksa ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter siapa, dibantu siapa saja
Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi RSUP Dr. Sardjito, pada hari, tanggal, jam berapa.
Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan huruf untuk menghindari penggantian, perubahan atau
penambahan
Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu mendapat pemeriksaan apa,
barang bukti/ jenazah berlabel atau tidak, dan dengan sendirinya korban/barang bukti diantar oleh penyidik
3) Jadi isi pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya sesuai yang tertulis dalam
surat permintaan penyidik, sehingga pada awal membaca Visum et Repertum sudah jelas kasus, peristiwa,
kapan, dimana, dalam keadaan ditemukan masih hidup atau sudah meninggal dan apakah sudah mendapat
perawatan atau tidak sebelum meninggal.
4) Bila sudah ada perawatan/pengobatan di rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lain, maka perlu
mencari/ minta informasi data medik dari unit/ RS tersebut.

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI

Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut:

KETERANGAN

URAIAN PEMBERITAAN VISUM ET REPERTUM


1) Laporan utama yang disebut Visum et Repertum adalah bagian isi/ pemberitaan, karena isinya betul-betul
obyektif medis, dari hasil pemeriksaan medis. Jadi apa yang dilihat dan diketemukan pada pemeriksaan
kasus/korban/ barang bukti itu yang dilaporkan tertulis
2) Laporan ini dapat meliputi pemeriksaan medis dari:
a. Hasil pemeriksaan TKP
b. Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah
c. Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah
d. Hasil semua pemeriksaan laboratorium/penunjang
1) Pemeriksaan mikroskopi jaringan (Patologi Anatomi)
2) Toksikologi
13
3) Parasitologi
4) Mikrobiologi
5) Identifikasi anthropologi
6) Identifikasi odontologi
7) Kimia darah
Laboratorium lain (DNA)
9) Kasus tidak dikenal, laporan pemberitaan ditambah:
a. Pemeriksaan identifikasi-biologi manusia:
Odontologi
Anthropologi
Ciri khusus
Darah-ABO
DNA
b. Identifikasi administrasi-dalam bentuk surat-surat/ barang tulisan yang terbawa korban
c. Identifikasi kebendaan-dalam bentuk benda/barang yang terbawa/ terpakai korban
d. Kombinasi identifikasi biologi, administrasi dan kebendaan dapat mengarah kepada siapa kasus/korban
tersebut
4) Kasus tinggal tulang-tulang: pemeriksaan anthropologi dan odontologi yang dapat menentukan, kecuali
kematian karena racun pemeriksaan toksikologi dapat menentukan
5) Para praktisi hukum, bila membaca laporan ini mungkin ada yang tidak jelas (istilah atau kalimat) yang
kadang-kadang dari medis tak dapat dihindarkan atau untuk istilah yang tepat. Berbagai semua pemeriksaan
yang sifatnya fatal dan menunjukkan angka (misalnya darah) supaya ditulis dengan angka. Berbagai temuan
ditulis dengan istilah medis biasanya ada penjelasan atau digambar, disampaikan dalam bentuk tambahan
sendiri atau lampiran Visum et Repertum. Jadi jelas isi/pemberitaan bagian Visum et Repertum ini bersifat
obyektif medis.

KETERANGAN

URAIAN KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM


1) Dari hasil berbagai pemeriksaan medis, dapat dilakukan inventarisasi masalah pokok sesuai dengan arah
tujuan pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti. Tujuannya memberi informasi kepada pihak penyidik atau
praktisi hukum, sehingga mempermudah penerapannya. Informasi tersebut misalnya mengenai:
a) Identitas korban
b) Saat kematian
c) Kelainan-kelainan akibat peristiwa/penyakit sebelumnya
d) Mengapa terjadi kelainan tersebut, apakah akibat kekerasan tumpul, tajam, racun, kimia, senjata api,
listrik, dan lain-lain (akibat penyebab)
e) Berbagai gejala sebab kematian
f) Sebab kematian-satu penyebab atau lebih yang sifatnya mandiri atau terkait mendukung
g) Bila memungkinkan cara kematian, yang pada prinsipnya harus mengikuti pemeriksaan
TKP/Rekonstruksi
h) Untuk kasus orok-ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan seperti di bawah ini
2) Jadi kesimpulan ini pada prinsipnya subyektif medis, karena tergantung penalaran dokter masing-masing
pembaca/ penanggung jawab. Dan apa yang disimpulkan adalah hasil analisa medis (Subyektif medis)
3) Dasar membuat kesimpulan adalah:
a. Mempergunakan ilmu kedokteran
b. Hasil pemeriksaan medis
c. Dapat orientasi dengan ilmu Hukum sepanjang dapat dipertanggungjawabkan
d. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis
e. Informasi di luar pemeriksaan medis, dapat menjadikan pertimbangan
4) Pada kesimpulan, mengingat sifatnya subyektif, maka tiap person dokter atau ahli lain termasuk para
praktisi hukum dapat berbeda pendapat, sehingga disini dapat merupakan media diskusi yang baik. Biasanya
media diskusi terjadi bila dokter sebagai saksi ahli dalam forum sidang pengadilan akan mendapat

14
pertanyaan-pertanyaan dari para praktisi hukum ialah: Hakim, Jaksa, Pembela atau Penasihat Hukum,
Penyidik atau bahkan dari Terdakwa.
5) Maka dalam menyusun laporan dan kesimpulan harus hati-hati, selalu dikembalikan kepada dirinya
sendiri sebagai pertanyaan dapatkah mempertanggungjawabkan?
6) Dokter yang dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan harus mengucapkan sumpah/janji lagi sesuai
agama dan kepercayaannya masing-masing dokter (Sanksi pasal 161 KUHAP).
Tatacara urutan kesimpulan:
1. Tiap baris kesimpulan diakhiri kalimat diisi nomor penunjuk sebagai alasan, ditulis dalam kurung
2. Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai alasan penyebab kematian
3. Kelainan-kelainan yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan penyebab kematian disebut
sebelum akhir kesimpulan
4. Untuk jenazah tidak dikenal, identitas korban disebut pada awal (no.1) kesimpulan
5. Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir kesimpulan (kalau diperlukan)
6. Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada kelainan akibat kekerasan
7. Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan:
a) Umur dalam kandungan
b) Ada/ tidak ada cacat
c) Sudah/ belum ada perawatan normatif
d) Identitas orok-jenis kelamin, golongan darah dan DNA
e) Lahir hidup atau lahir mati (belum/ sudah bernafas)
f) Sebab kematian diluar kandungan
g) Cara kematian
h) Lain-lain yang perlu diinformasikan
8. Untuk kasus gelandangan tidak ada kelainan akibat kekerasan, sebab kematian akibat penyakit/
kelemasan. Selanjutnya jenazah dikirim ke Fakultas Kedokteran UGM atas ijin penyidik dan Pemda
setempat (tertulis) untuk kadaver (bila jenazah masih baik)
9. Untuk jenazah membusuk atau tinggal tulang-tulang perlu disebutkan dalam awal kesimpulan

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI

VI. PENUTUP
Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan dan
berdasarkan Lembaran Negara No. 350 tahun 1937 serta Undang-undang No. 8 tahun 1981.
Tanda tangan,

NIP:

KETERANGAN

URAIAN PENUTUP VISUM ET REPERTUM


1. Semua maklum dan menyadari bahwa apa yang disampaikan dari hasil pemeriksaan medis selalu secara
ilmiah medis dan mengingat sumpahnya sebagai dokter. Maka Visum et Repertum dalam penutupnya
menyatakan dengan mengingat Sumpah Jabatan
2. Disamping itu, pembuatan Visum et Repertum berdasarkan surat permintaan pihak Penyidik dengan
landasan operasional UU No.8 Tahun 1981
3. Selanjutnya pengertian Visum et Repertum tersirat dalam Lembaran Negara No.350 Tahun 1937 yang
sampai saat ini Lembaran Negara masih berlaku. Maka dalam penutup Visum et Repertum ditambah dengan
berdasarkan LN No.350 Tahun 1937
4. Setelah penutup, terakhir kalimat/ kata adalah tanda tangan dan nama dokter serta cap instansi dimana
dokter tersebut bekerja/bertugas. Jadi tidak perlu pakai tanggal, karena tanggal sudah tertulis dalam
pendahuluan ialah saat pemeriksaan kasus/korban/barang bukti.

PRINSIP PEMERIKSAAN JENAZAH

15
A. Landasan
1. Ada surat penyerahan jenazah forensik, ditandai dengan serah-terima barang bukti jenazah forensik
2. Ada surat permintaan sementara dari pihak penyidik untuk korban jenazah forensik dengan atau dilampiri
surat persetujuan keluarga untuk dilakukan:
a. pemeriksaan luar saja atau
b. pemeriksaan luar dan dalam
untuk menghindari materai 6000,00 surat pernyataan dengan kode di kiri atas “PRO JUSTISIA”
3. Ada surat permintaan Visum et Repertum definitif, dilampiri surat pernyataan pihak keluarga untuk
dilakukan
a. pemeriksaan luar saja atau
b. pemeriksaan luar dan dalam
4. Setiap pemeriksaan jenazah forensik hanya luar saja:
a. diambil darah untuk golongan darah, deteksi alkohol dan narkoba (untuk identifikasi)
b. ditampung cairan dari hidung dan mulut bila ada praduga keracunan
c. diambil jaringan pada tempat luka untuk pemeriksaan Patologi Anatomi, adanya tanda-tanda intravital
d. diambil Odontologi bila jenazah tidak dikenal
5. Untuk pemeriksaan otopsi disamping dilakukan pemeriksaan luar tersebut di atas, dilakukan otopsi
dimana irisan median tergantung dari:
a. agama
b. jenis kelamin
c. umur (bayi dan tidak bayi/anak)
d. peristiwa
pemeriksaan penunjang:
a. Odontologi bila tak dikenal, koordinasi dengan dokter gigi
b. Sidik jari (daktiloskop), kerjasama dengan dokter anthropolog
c. Patologi anatomi
d. Toksikologi bila:
• Dugaan, cukup lambung dan isinya
• Indikasi keracunan, yang diambil:
• Lambung dan usus
• Hepar, lien, ginjal
• Paru, otak, lidah
• Rambut, kuku, kulit( keracunan kronis)
Pemeriksaan penunjang mempergunakan formulir yang tersedia dengan pengiriman (surat ini):
a. Golongan darah deteksi alkohol dan narkoba
b. PA ke Instalasi PA RSUP Dr. Sardjito
c. Toksikologi sederhana ke BLK (Balai Laboratorium Kesehatan) DIY
d. Toksikologi luas ke Labkrim (Laboratorium Kriminal) Polda Jateng
e. Larva ke Laboratorium Parasitologi untuk kasus membusuk dengan ditemukannya lalat (menentukan
umur lalat dan penunjang saat kematian)
f. Mikrobiologi berupa sampel darah dari ruang jantung bila ada dugaan sepsis
g. Anthropologi berupa sampel tulang-tulang untuk identifikasi (umur, jenis kelamin,ras)

B. Surat-Surat
1. Surat-surat sementara dari pihak penyidik, tetapi segera ditanyakan surat definitifnya
2. Bila korban sudah dirawat di Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter, supaya membuat surat permintaan
informasi data medik sesuai kebutuhan untuk kelengkapan data pembuatan Visum et Repertum
3. Kasus-kasus kecelakaan yang dicurigai adanya praduga kriminal, supaya minta informasi data dari pihak
penyidik yang mengirim yaitu hasil pemeriksaan TKP dan keterangan saksi atau keluarga
4. Semua kasus, tugas wartawan forensik merupakan kunci, terutama kasus-kasus kriminal
5. Semua data terkumpul di TU (Tata Usaha), tidak boleh dibawa pulang oleh siapapun supaya jangan
sampai dituduh menghilangkan barang bukti
6. Surat-surat pelayanan kedokteran forensik termasuk surat pemeriksaan penunjang/ laboratorium

16
toksikologi dalam status Visum et Repertum
7. Surat-surat pemeriksaan keluarga korban dan surat-surat lain dari pihak penegak hukum.

PETUNJUK PELAKSANAAN LATIHAN KETERAMPILAN MEDIK

Lakukan secara simulasi prosedur pembuatan Visum et Repertum berikut ini berdasarkan kasus yang
disediakan oleh instruktur.
1. Mengumpulkan data dari anggota tim otopsi forensik (protokol, wartawan dan laboran forensik) dan surat
permintaan otopsi dari pihak penyidik/kepolisian
2. Mencermati data dengan teliti dari hasil visum dan konfirmasi atas data yang kurang jelas (umumnya
masih dalam tulisan tangan/manuskrip) dan surat permintaan visum penyidik.
3. Mengisi blangko formulir Visum et Repertum sesuai dengan data yang telah dihimpun sebelumnya
dengan lengkap (dari A-Z) secara teliti dan hati-hati, meliputi pembukaan, pendahuluan, inti/isi, kesimpulan
dan penutup
4. Melakukan konsultasi dan pengesahan kepada Dokter Konsultan Forensik

DAFTAR PUSTAKA

Guntur, P.J.L.,2000. Penerapan Visum et Repertum sebagai Alat Bukti dalam Peradilan Pidana. HUT FK-
UGM ke-54 RSUP Dr Sardjito ke-18, Yogyakarta.
Soegandhi, R., 2001. Arti Dan Makna Bagian-Bagian Visum Et Repertum. Ed.2 Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik FK-UGM, Yogyakarta
Soegandhi, R., 2001. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan Visum et Repertum di RSUP
Dr. Sardjito, Ed.2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK-UGM, Yogyakarta

X. PENUTUP
Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan dan
berdasarkan Lembaran Negara No. 350 tahun 1937 serta Undang-undang No. 8 tahun 1981.

17

You might also like