You are on page 1of 3

Etika, memang menarik.

Di mana-mana dalam setiap kesempatan dan situasional orang berbicara


tentang etika. Memang etika ini menarik untuk dibicarakan, akan tetapi sulit untuk dipraktekkan.
Dalam pergaulan baik terbatas maupun secara luas, memerlukan rasa etika atau etis. Etika (ethics)
adalah sistem daripada prinsip-prinsip moral tentang baik dan buruk. Baik dan buruk terhadap
tindakan dan atau perilaku. Etika dapat dibedakan antara etik umum dan etik khusus. Etik umum
berlaku umum dan etik khusus berlaku khusus (terbatas) di kalangan tertentu, misalnya etika
pemerintahan. Ethics dapat berupa etika (etik), yaitu berasal dari dalam diri sendiri (hati nurani)
yang timbul bukan karena keterpaksaan, akan tetapi didasarkan pada ethos dan esprit, jiwa dan
semangat. Ethics dapat berupa etiket, yaitu berasal dari luar diri (menyenangkan orang lain), timbul
karena rasa keterpaksaan didasarkan pada norma, kaidah dan ketentuan. Ethics atau etika dapat
juga berarti tata susila (kesusilaan) dan tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan hidup
sehari-hari baik dalam keluarga, masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Dalam
kelompok tertentu misalnya memiliki code etik rule of conduct misalnya student of conduct, code
etik kedokteran dan atau code etik masing-masing sesuai dengan profesinya.
Begitu pula dalam Etika Pemerintahan terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam
aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari
suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang
buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man). Kesusilaan mendorong manusia untuk
kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu
kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain.
Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar
kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi
mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan
bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar,
dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lin-lain. Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan
(masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama,
adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik
beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial
(communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat,
pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat
celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam
pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom.
PENDAHULUAN
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban yang memungkinkan masyarakat
dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu, pemerintah diperlukan pada hakikatnya adalah untuk
memberikan pelayanan kapada masyarakat.
Pemerintah tidak dibentuk untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya, demi mencapai tujuan
bersama.

MAKNA ETIKA PEMERINTAHAN


Konsepsi etika, sebenarnya sudah lama diterima sebagai suatu sistem nilai yang tumbuh dan berkembang pada peradaban
manusia, sehingga dengan demikian pada dasarnya etika berkenaan dengan serangkaian upaya yang menjadikan moralitas
sebagai landasan bertindak dalam tatanan kehidupan yang kolektip.
Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu masyarakat, bukanlah sekedar menjadi keyakinan pribadi bagi para
anggotanya, akan tetapi juga menjadi seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan kata lain, suatu nilai etika harus
menjadi acuan dan pedoman bertindak yang membawa akibat dan pengaruh secara moral.
Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis yang baik, seorang aparatur
akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan menjaga moralitas
pemerintahan.

Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari perbuatan
tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan, melalui pencitraan perilaku hidup sehari-hari.
Dalam lingkup profesi pemerintahan misalnya, ada nilai-nilai tertentu yang harus tetap ditegakkan demi menjaga citra
pemerintah dan yang dapat menjadikan pemerintah, mampu menjalankan tugas dan fungsinya. Diantara nilai-nilai tersebut,
ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan adapula yang telah ditranspormasikan ke dalam hukum positip. Misalnya,
tindakan kolusi dengan kelompok tertentu, lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etika daripada pelanggaran hukum.
Mengapa lebih cenderung kepada pelanggaran etika? hukum belum secara rinci mengatur tentang bentuk pelanggaran yang
umumnya berlangsung secara diam-diam dan tersembunyi.
Oleh karena itu, seorang aparatur pemerintah yang ketahuan melakukan tindakan kolusi sekalipun tidak dapat selalu dituduh
melanggar hukum, ia dinilai telah melanggar etika, sehingga secara profesional dan moral, tetap dapat dikenakan sanksi.

TUGAS POKOK PEMERINTAHAN


Secara umum, tugas pokok pemerintahan mencakup 7 bidang pelayanan, akan tetapi dapat lebih difokuskan lagi menjadi 3
fungsi yang utama, yaitu : Pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment ) dan pembangunan (development).
Dipandang dari sudut etika, keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanahkan, haruslah dapat
diukur dari ketiga fungsi utama tersebut.

Pelayanan yang baik akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan yang setara akan mendorong
kemandirian masyarakat, dan pembangunan yang merata akan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Etika pemerintahan, seyogianya dikembangkan dalam upaya pencapaian  misi tersebut, artinya setiap tindakan yang dinilai
tidak sesuai dianggap tidak mendukung apalagi dirasakan dapat menghambat pencapaian misi dimaksud, seyogianya
dianggap sebagai satu pelanggaran etik.

Pegawai pemerintah yang malas masuk kantor, tidak secara sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan
kepadanya, minimal dapat dinilai telah melanggar etika profesi pegawai negeri sipil. Mereka yang menyalahgunakan
kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan merugikan kepentingan umum, pada hakikatnya telah
melanggar etika pemerintahan.

Urgensi suatu pemerintahan pada level manapun, untuk memiliki pedoman tentang landasan etika bagi para aparatnya dalam
rangka mengemban tiga fungsi pemerintahan, menjadi semakin penting dan dibutuhkan. Hanya dengan modal dasar
kepribadian yang baik, aparatur pemerintah dapat dibina lebih lanjut agar membangun komitmen moral yang lebih spesifik
untuk mentaati nilai-nilai etika profesinya.

Pada saat yang sama, kewenangan-kewenangan yang melekat pada kekuasaan pemerintahan perlu disusun dan dibagi
kedalam struktur-struktur yang mengikat secara kolektip, saling membatasi, saling mengawasi dan saling terkait satu sama
lain sebagai satu mata rantai yang saling menguatkan. Sehingga, dengan memperkuat kepribadian dan berupaya
mengakomodasi kepribadian yang baik kedalam sistem yang baik, kecenderungan terjadinya power abuse,  akan dapat
ditekan sampai pada tingkat terendah.

PENUTUP
Dalam pemahaman konteks tersebut, aparatur pemerintah seyogianya menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam
pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi dengan kata lain, sudah bukan waktunya lagi, pemerintah dapat begitu saja
mengambil hak milik orang lain tanpa kewenangan yang jelas dan disertai pemberian imbalan atau ganti rugi yang wajar.
Singkatnya, setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari aparatur pemerintah
berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku.

Dengan demikian, Etika pemerintahan tidaklah berdiri sendiri, penegakannya terjalin erat dengan pelaksanaan prinsip
penerapan hukum. Itulah sebabnya, maka sebuah pemerintahan yang bersih, yang segala tingkah laku dan produk
kebijakannya berangkat dari komitmen moral yang kuat, hanya dapat dinikmati oleh refresentasi pemenuhan pelayanan
kebutuhan dasar masyarakat dengan lebih baik.-

Penulis adalah Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Hukum Pemkab Majene

You might also like