You are on page 1of 3

IMPLEMENTASI BELA NEGARA

Ketetapan MPR No IV/MPR/1999 tentang GBHN memuat serangkaian kebijakan untuk


mengantisipasi masa depan yang lebih mengandalkan kemampuan dan kekuatan
sendiri. betapapun baiknya persiapan dan penyelenggaraan PPBN dilakukan, semua itu
tidak akan memberikan hasil optimal kalau tidak didukung oleh kondisi yang
memungkinkan masyarakat dapat mengembangkan kreativitas mereka secara leluasa.
Kenyataan menunjukkan betapa masyarakat Indonesia mampu mengembangkan
ketahanan nasional melawan agresi Belanda pada masa perang kemerdekaan. Akan
tetapi, kini masyarakat mengalami kelumpuhan sungguhpun didukung dengan
penetapan teknologi canggih.

Dalam kondisi seperti itu pembangunan pertahanan dan keamanan negara yang
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional membutuhkan perencanaan
strategik yang relatif akurat dan cerdas. Hal ini tentu membutuhkan adanya dukungan
analisis yang bersifat antisipatif dan proaktif guna mentrasformasikan potensi ancaman
menjadi tantangan tugas dan sekaligus menjadi peluang bagi setiap upaya pembangunan
kekuatan pertahanan dan keamanan negara.

Implementasi bela negara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak
yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara kesatuan RI daripada
kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, bela negara menjadi pola yang
mendasari cara berpikir,bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi,
atau menangani berbagai permasalahan menyangkut kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dengan senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan
wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh.

Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara agar sadar bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara diperlukan pendekatan melalui sosialisasi/pemasyarakatan bela negara
dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah sehingga akan terwujud
keberhasilan implementasi yang dapat menumbuhkan kesadaran bela negara.

Berdasarkan pasal 27 ayat (3) amandemen keempat UUD 1945, usaha bela negara
merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini mengandung makna adanya
demokratisasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, setiap warga
negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui
lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan lain
yang berlaku. Kedua, setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha
pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

Pasal tersebut tidak memberikan tafsiran tentang istilah pembelaan negara yang terkait
dengan penunaian hak dan kewajiban warga negara. Oleh karena itu, makna bela negara
selalu dipersepsikan terkait dengan upaya perjuangan bangsa Indonesia menghadapi
ancaman terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada periode-periode berikut :

a. Periode pertama (perang kemerdekaan 1945 - 1949)

Bela negara dipersepsikan dengan perang kemerdekaan. Artinya keikutsertaan warga


negara dalam bela negara diwujudkan ikut serta berperan dalam perjuangan
kemerdekaan, baik bersenjata maupun tidak bersenjata.

b. Periode kedua (1950 - 1965)


Dalam menghadapi berbagai pemeberontakan dan gangguan-gangguan keamanan
dalam negeri, bela negara dipersepsikan identik dengan upaya pertahanan keamanan,
baik bersenjata maupun tidak bersenjata.

c. Periode ketiga (Orde Baru 1966 - 1998)

Dalam upaya menghadapi TAHG, dikembangkan dan diterapkan konsepsi pertahanan


nasional. Oleh karena itu, bela negara dipersepsikan identik dengan ketahanan nasional.
Pada periode ini keikutsertaan warga negara dalam bela negara diselenggarakan melalui
segenap aspek kehidupan nasional.

d. Periode keempat (Orde Reformasi 1998 - sekarang)

Bela negara dipersepsikan sebagai upaya untuk mengatasi berbagai krisis yang sedang
dihadapi oleh segenap bangsa Indonesia. Pada periode ini keikutsertaan setiap warga
negara dalam upaya bela negara disesuaikan dengan kemampuan dan profesi masing-
masing.

Sejalan dengan perkembangan persepsi bela negara itu, upaya bela negara juga
berkembang, baik sasaran/tujuan maupun kegiatannya. Pada periode pertama dan
kedua, upaya bela negara diarahkan pada keikutsertaan warga negara dalam upaya
keamanan melalui kegiatan pertahanan dan keamanan. Pada periode ketiga dan
keempat, upaya bela negara di samping diarahkan pada upaya keamanan melalui jalur
pertahanan dan keamanan juga di arahkan pada upaya ksejahteraan melalui jalur di luar
pertahanan dan keamanan. Upaya bela negara ini diselenggarakan secara bertahap dan
berlanjut, yaitu tahap pertama melalui jalur pendidikan dan berlanjut permukiman,
dan/atau pekerjaan.

Upaya bela negara melalui jalur pendidikan pada hakikatnya masih terbatas pada upaya
menanamkan dan menumbuhkan kesadaran bela negara. Pada tahun 1954 melalui UU
No.29 tahun 1954, upaya bela negara telah dirumuskan dalam bentuk pendidikan
pendahuluan perlawanan rakyat (PPPR). Kemudian dengan lahirnya UU No.20 tahun
1982 yang disempurnakan dengan UU No.1 Tahun 1988, PPPR disempurnakan dan
dikembangkan menjadi pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN).

Didalam lingkungan pendidikan, PPBN dilakukan secara bertahap, yaitu awal yang
diberikan pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah keatas, dan dalam Gerakan
Pramuka. Untuk tahap lanjutan PPBN diberikan bentuk pendidikan kewiraan pada
tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 39 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap jalur dan
jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah
hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela
negara (PPBN).

Sebelum lahir UU No.20 tahun 1982, sistem pengikutsertaan warga negara dalam
mempertahankan keamanan negara meliputi komponen rakyat dan komponen angkatan
bersenjata.

Setelah lahir UU No.20 Tahun 1982, pengikutsertaan warga negara dalam upaya
pertahanan dan keamanan negara dibina untuk daya dan kekuatan tangkal dengan
membangun, memelihara, dan mengembangkan secara terpadu dan terarah segenap
komponen kekuatan pertahanan keamanan negara yang terdiri atas
1. Rakyat terlatih (RATIH) sebagai komponen dasar.
2. TNI dan Polri serta cadangan TNI sebagai komponen utama.
3. Perlindungan masyarakat sebagai komponen khusus.
4. Sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional sebagai komponen
pendukung.
Diposkan oleh Noer Aripin W di 15:56 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis

You might also like